Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Tafsir Ayat-ayat
Ekonomi dengan judul “Potret Manusia Ekonomi Islam” sebagaimana sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan kami juga berterimakasih
kepada Ibu Syaufin Nazmi, MA selaku Dosen mata kuliah Tafsir Ayat-ayat
Ekonomi yang telah memberikan tugas kuliah ini kepada kami. Tugas ini disusun
bertujuan untuk memenuhi tugas Tafsir Ayat-ayat ekonomi dalam menempuh
pendidikan di UIN-SU ( Universitas Islam Negeri Sumatera Utara ).
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyajian makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini berguna dan dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan .................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Manusia Dalam Teori Ekonomi........................................2
B. Konsep Kebutuhan Ekonomi Dalam Islam.........................................5
C. Tafsir Ayat-ayat Potret Manusia Ekonomi Islam................................5
D. Konsektualisasi Ekonomi Islam...........................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kebutuhan Manusia Dalam Teori Ekonomi ?
2. Bagaimana Konsep Kebutuhan Ekonomi Dalam Islam ?
3. Bagaimana Tafsir Ayat-ayat tentang potret manusia ekonomi islam ?
4. Bagimana Konsektualisasi Ekonomi Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kebutuhan Manusia Dalam Teori Ekonomi ?
2. Untuk mengetahui Konsep Kebutuhan Ekonomi Dalam Islam ?
3. Untuk mengetahuiTafsir Ayat-ayat tentang potret manusia ekonomi
islam ?
4. Untuk mengetahui Konsektualisasi Ekonomi Islam ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Macam-macam kebutuhan :
1. Kebutuhan menurut intensitas
a. Kebutuhan primer : adalah kebutuhan utama untuk mempertahankan
kelangsungan hidup manusia. Contohnya : sandang, pangan, papan
b. Kebutuhan sekunder : yaitu kebutuhan yang baru boleh terpenuhi
setelah kebutuhan primer. Contohnya : lemari, kipas angin.
c. Kebutuhan tersier : disebut juga dengan kebutuhan mewah dan tertuju
untuk orang-orang yang berpenghasilan tinggi. Contohnya perhiasan
atau mobil.
3
4. Kebutuhan menurut subjek
a. Kebutuhan individu : yang merupakan kepuasan pribadi, misalnya
seorang pelajar membutuhkan seragam, buku, dan alat tulis.
b. Kebutuhan sosial : adalah yang bisa bermanfaat untuk kelompok/orang
banyak. Tujuannya agar bisa lebih sejahtera, tertib, dan aman. Nah,
contohnya seperti rumah ibadah atau rumah sakit.
Biasanya manusia tidak pernah merasa puas atas usaha yang diperoleh dan
prestasi yang dicapai. Jika keinginan yang satu telah terpenuhi maka akan
ada lagi keinginan-keingianan lain yang muncul. Contohnya : seseorang ingin
memiliki sepeda motor, setelah keinginannya itu terpenuhi maka ia
berkeinginan ingin memiliki sebuah mobil. Kebutuhan adalah keinginan
manusia terhadap suatu barang dan jasa dalam usahanya untuk
mempertahankan kehidupannya dimana pemuasannya dapat bersifat jasmani
dan rohani. Sedangkan keinginan merupakan suatu hal yang ingin kita miliki,
namun apabila kita tidak berhasil mendapatkannya maka kelangsungan
hidupnya tidak akan terancam.
Artinya kebutuhan bersifat utama sedangkan keinginan bersifat tambahan
atau pelengkap dari kebutuhan utama. Contohnya : seseorang ingin membeli
hp mahal bermerek seperti mek apple. Padahal jika dilihat dari sisi
kebutuhannya hanya sekedar bisa berkomunikasi lewat telfon, chat dan
aplikasi sosial media lainnya. Padahal tanpa merk apple pun kita bisa
berkomunikasi lewat hp merk lainnya. Hal ini dikarenakan pengaruh
globalisasi dan pergaulan yang konsumtif seseorang tersebut.
Sesuai dengan fitrah manusia, kebutuhan manusia itu tidak terbatas, baik
jumlah maupun macamnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut
ini, yaitu :
1. Karena kodrat manusia
2. Faktor alam dan lingkungan
3. Faktor lingkungan masyarakat
4. Faktor perdagangan internasional
5. Faktor demonstracy effect
4
B. Konsep Kebutuhan Ekonomi Dalam Islam
Dalam Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah, yaitu
mendatangkan segala bentuk kemanfaatan atau menolak segala kemungkinan
yang merusak. Batasan konsumsi Islam tidak hanya memperhatikan aspek
halal haram saja tetapi termasuk pula yang yang diperhatikan adalah yang
baik, cocok, bersih, sehat, tidak menjijikan. Begitu pula batasan konsumsi
dalam syari’ah tidak hanya berlaku pada makanan dan minuman saja, tetapi
juga mencakup jenis-jenis komoditi lainnya. Islam tidak hanya untuk materi
saja tetapi juga termasuk konsumsi sosial yang terbentuk dalam zakat dan
sedekah. Dalam Islam tujuan pemenuhan kebutuhan manusia terletak pada
halal, haram serta berkah tidaknya barang yang akan dikonsumsi. Misalnya
pengharaman terhadap minuman arak karena zat yang terkandungnya dapat
merusak tubuh manusia karena dari segi kesehatan dan manfaat lebih banyak
merusaknya atau lebih banyak mudharatnya dalam pandangan islam.
Dalam ekonomi Islam manusia dianjurkan untuk berusaha dan bekerja
mencukipi kebutuhan hidupnya, kekayaan harta seseorang tidak boleh
dipergunakan untuk kepentigan diri sendiri, tetapi harus disisihkan sebagian
dari nilai perolehannya untuk kepentingan zakat, infaq, shadaqah bagi
kepentingan umat. 1
C. Tafsir Ayat-ayat
Q.S. An-Nisa ayat 2
1
Gunawijaya Rahmat, April 2017.”Kebutuhan manusia dalam pandangan ekonomi
kapitalis dan ekonomi islam.”Jurnal Ekonomi Islam”. Vol.13, No.1,
https//www.researchgate.net/publication/325085171_KEBUTUHAN
_MANUSIA_DALAM_PANDANGAN_EKONOMI_KAPITALIS_DAN_EKONOMI_ISL
AM. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020 pukul 14.40 wib.
5
Artinya : “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan
kamu maka harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan
(menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”.
6
Ajaran untuk memelihara anak yatim ini, diingatkan Allah SWT haruslah
dengan menjunjung nilai-nilai etika. “Janganlah kamu menukar atau
mencampuradukkan yang baik dengan yang buruk”. Bisa jadi harta anak
yatim yang berada dalam penjagaan kita, kualitasnya jauh lebih baik dari apa
yang kita miliki dan jauh lebih besar ketimbang yang kita punya sehingga kita
mempunyai nafsu untuk menguasai harta anak yatim tersebut.
Kesan dari ayat diatas adalah siapa yang menjadi wali bagi anak yatim,
semuanya berpotensi menjadi serakah dengan menjadikan hak orang lain
menjadi miliknya sendiri. Ada 2 bentuk perilaku wali sebagaimana
digambarkan ayat, yaitu :
1. tabaddul (tabaddalu) yang artinya menukar, tujuannya bukan untuk
menghabiskan harta tersebut dengan cara mengkonsumsinya tetapi
hanya sekedar memiliki harta tersebut.
2. Ta’kulu (memakan), dengan tujuan menikmatinya untuk kesenangan
pribadi dan menghabiskannya sehingga anak yatim tidak l agi
memiliki harta.
Ada kecenderungan sebagian orang karena takut akan azab Allah ia pun
tidak menjaga harta tersebut dan terkesan menghindar dari beban berat
sehingga ia mengembalikan harta anak yatim kepada pemiliknya yang
mereka (anak yatim) pun belum sepenuhnya mampu untuk menjaga,
7
mengelola dan mengembankannya. Untuk lebih jelasnya perhatikan
berikut ini :
Artinya:
” Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
8
( َوارْ ُزقُوهُ ْم فِيهَ_ا َوا ْك ُس_وهُ ْمBerilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu)) Yakni mereka sebagian harta mereka untuk menafkahi diri
mereka dan mencukupi kebutuhan pakaian mereka.
9
anak-anak yatim yang masih dibawah umur juga tidak diberi peluang ntuk
mengurus hartanya, dan kepada wakilnya terpikul tanggung jawab untuk
mengelola dan mengembangkan harta itu.
Lepas dari ragam penafsiran tentang safih, kita dapat melakukan
identifikasi bahwa esensi dari al-safih itu adalah perilaku mubazir, apakah
dalam konteks mentassarufkan (mengelola) harta atau bodoh dalam
mentasaruffkan (mendayagunakan) keuntungan yang diperolehnya. Dengan
kata lain, safih adalah siapa saja yang tidak memiliki kecerdasan finansial.
M. Quraish Shihab juga menyatakan pada ayat berikutnya Allah
SWT menggunakan kata “warzuquhum fiha”bukan”minha”, sesungguhnya
menunjukkan bahwa ajaran Al-Qur’an padaayat ini adalah harta yang
dimiliki seorang wali sejatinya garus dikembangkan atau diproduktifkan.
Apakah akan dijadkannya sebagai modal atau menambah modal usahanya
sendiri. Harta tersebut mesti dikembangkan dan tidak boleh dibiarkan
begitu saja dan berguna bagi anak yatim tersebut. Biaya kehidupan waki
dan ana yatim dapat diambil dari keuntungan harta yang diberdayakan
tersebut. Namun jikakata yang dipakai adalah warzuqum minha itu artinya
biaya hidup anak yatim bahkan bisa jadi walinya dapat diambil dari harta
yang ditinggalkan tersebut.
Tegasnya harta anak yatim itu tidak habis dipakai untuk
kepentingan konsumtif. Dari keuntungan harta itu, wali bisa menutupi
kebutuhan keseharian keluarganya, memberi makan anak yatim dan juga
memberikannya pakaian. Sampai disini wali telah melakukan tugasnya
untuk memenuhi kebutuhan material anak yatim. Namun ini tidaklah
cukup. Al-Qur’an menganjurkan untuk tidak mengatakan mewajibkan
kepada wali untuk memperhatikan perkembagan jiwanya. Bahkan
pemenuhan kebutuhan materialnya sama pentingnya dengan kebutuhan
jiwanya. Oleh karena itulah Al-Qur’an memerintahkan kepada seluruh
umat manusia untuk mengucapkan kepada mereka kata-kata yang baik.
Sampai dimana sesungguhnya batasan (waktu) kita dalam
memelihara anak yatim ? kapan masanya harta anak yatim harus
dikembalikan kepada pemiliknya ? berikut penjelasannya.
10
Q.S. An-Nisa ayat 6
وا ٱلنِّ َكا َح فَإ ِ ْن َءانَ ْستُم ِّم ْنهُ ْم ُر ْشدًا فَٱ ْدفَع ُٓو ۟ا إِلَ ْي ِه ْم ۟ وا ْٱليَ ٰتَم ٰى َحتَّ ٰ ٓى إ َذا بَلَ ُغ
ِ َ
۟ َُوٱ ْبتَل
ف ۖ َو َمن ْ ُِوا ۚ َو َمن َكانَ َغنِيًّا فَ ْليَ ْستَ ْعف ۟ أَ ْم ٰ َولَهُ ْم ۖ َواَل تَأْ ُكلُوهَٓا إس َْرافًا َوبدَارًا أَن يَ ْكبَر
ِ ِ
۟ ُوف ۚ فَإ َذا َدفَ ْعتُ ْم إلَ ْي ِه ْم أَ ْم ٰ َولَهُ ْم فَأ َ ْش ِه ُد
وا َعلَ ْي ِه ْم ۚ َو َكفَ ٰى ِ ِ ِ َكانَ فَقِيرًا فَ ْليَأْ ُكلْ بِ ْٱل َم ْعر
بِٱهَّلل ِ َح ِسيبًا
Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu
makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu)
tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah
ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan
harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang
penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksianitu)”
11
sedikitpun dari harta anak yatim. Dan barang siapa yang miskin, hendaknya
mengambil sesuai kebutuhannya saja ketika darurat. Lalu apabila kalian telah
mengetahui bahwa mereka mampu menjaga harta-harta mereka setelah
mereka mencapai usia baligh dan kalian serahkan harta itu kepada mereka
maka persaksikanlah atas mereka, demi memastikan sampainya hak mereka
dengan sempurna kepada mereka, dan agar mereka tidak mengingkari di
kemudian hari. Dan cukuplah Allah bagi kalian bahwa DIA mengawasi kalian
dan memperhitungkan amal perbuatan kalian sesuai apa yang kalian perbuat.
Pada ayat diatas diceritakan bahwa para wali tidak saja memelihara anak
yatim tetapi juga menjaga hartanya. Lebih jauh dari itu, menjaga harta harus
dimaknai dengan memproduktifkan dan mengembangkan harta, apakah
dengan jalan perdagangan ataupun investasi.
Selanjutnya pada ayat diatas, Allah mengingatkan harta anak yatim tidak
semestinya dikelola selamanya. Harta anak yatim harus dikembalikan kepada
pemiliknya apabila mereka sudah dipandang layak untuk mengelolanya. Al-
Qur’an mengajarkan, untuk memastikan apakah anak yatim tersebut sudah
pantas untuk mengelola hartanya, ada dua hal yang dapat dilakukan.
Pertama, para wali dianjurkan untuk meguji (fit and proper test). Inilah
makna yang dikandung kata al-ibtila’. Ayat tersebut seolah memberi petunjuk
kepada para wali untuk memperhatikan kecerdasan emosi anak yatim tersebut
apakah mereka telah memiliki kesiapan uuntuk menikah. Agaknya, ia
dipandang telah mandiri, berani mengambil sikap, membuat keputusan dan
siap bertanggung jawab dengan keputusan yang diambil. Kedua, adalah
menguji kecerdasan finansialyna. Apakah ia sudah mampu mengelola dan
membelanjakan uang. Apakah ia memiliki kecerdasan untuk membedakan
antara kebutuhan dan hasrat. Tegasnya, apakah ia memiliki skala prioritas
dalam berbelanja.
Dengan bahasa yang agak berbeda, kita bisa mengatakan bahwa Al-Qur’an
memnggunakan dua kategori untuk memastikan al-yatama layak untuk
mengelola hartanya.Pertama, ditinjau dari usia. Al-Qur’an memakai kata
“hatta iza balaghu al-nikah”. Kedua ditinjau dari kualitas intelektual dan
12
integritas pribadinya. Dalam hal ini Al-Qur’an menggunakan kata rusyda
yang maknanya adalah cerdas atau smart
13
Berbeda dengan ekonomi kapitalis yang menempatkan, self-interestsebagai
fokus manusia, dalam islam, kendatipun islam sangat memperhatikan
kesejahteraan individual maupun masyarakat namun Islam juga menegaskan
bahwa setiap orang haruslah berperilaku alturistik dan menyesuaikan seluruh
tindakan ekonominya berdasarkan norma-norma agama. 2
2
Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, (Medan : FEBI Press, 2019), hlm.44-47
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial kebutuhan dan keinginan manusia adalah tidak
terbatas, sedangkan alat atau sumber daya pemuas kebutuhan manusia sangat
terbatas, selain itu manusia juga dibatasi oleh aturan-aturan dan kaidah-
kaidah dalam hal dan cara memperoleh alat pemenuhan kebutuhan tersebut.
Pemenuhan kebutuhan manusia sangat terikat dengan pertumbuhan ekonomi
dimana dengan permintaan konsumsi barang dan jasa yang tinggi maka akan
meningkatkan penawaran barang dan jasa tersebut dalam bentuk peningkatan
atau penambahan faktor-faktor produksi yang dharapkan meningkatkan
investasi, modal dan tenaga kerja yang selanjutnya meningkatkan upah atau
pendapatan yang memicu kanaikan daya beli dalam perekonomian
masyarakat.
Dalam Islam pemenuhan kebutuhan manusia tidak lepas dari kodrat
manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, yang diatur secara syariat oleh
agama Islam dimana manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya harus
berprinsip kemaslahatan atau usaha dalam rangka memperoleh kebaikan di
dunia dan diakhirat dengan mempertimbangkan manfaat dan asas halal dan
haramnya jenis kebutuhan manusia, atau boleh tidaknya kebutuhan itu
dipenuhi.
Pemenuhan kebutuhan manusia dalam Islam tidak hanya memenuhi
kebutuhan duniawi seperti makan, minum, pakaian, dan kendaraan
transportasi, akan tetapi manusia juga harus memenuhi kebutuhan rohani atau
kebutuhan spiritual agar manusia menjadi manusia yang berakhlak baik,
berguna, dan bermanfaat bagi sesama manusia baik di dunia maupun di
akhirat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Azhari Akmal Tarigan, 2019, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, (Medan : FEBI Press)
https://tafsirweb.com/1534-qur’an-surat-an-nisa-ayat-2.html
( Diakses pada tanggal 22 Maret 2020 pukul 17.25 wib )
https://tafsirweb.com/1537-quran-surat-an-nisa-ayat-5.html
( Diakses pada tangal 22 Maret 2020 pukul 20.45 wib)
https://tafsirweb.com/1538-quran-surat-an-nisa-ayat-6.html
( Diakses pada tanggal 22 Maret 2020 pukul 21.58 )
16
17