Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

“KERJA SAMA TIM INTER DAN MULTIDISIPLIN SERTA


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT”

OLEH :
KELOMPOK 4
(KELAS B11-A)

NI PUTU ITA MARTARIANI 183222941


NI PUTU NICK TRI DANYATI 183222942
NI PUTU RISKI DAMAYANTI 183222943
NI PUTU RITA LAKSMI 183222944
NI PUTU SRI APRIANTINI 183222945
NI PUTU YUVI GITAYANI 183222946
NI WAYAN CINTIA DEVI UTAMI 183222947
NI WAYAN NIA ARDITYA SARI 183222948
NI WAYAN SUMARNI 183222949
NI WAYAN WAHYU ESTY UDAYANI 183222950
PUTU RIAS ANDREANI 183222951
PUTU SRI UTAMI DEVI 183222952

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2019
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan
salah satu tugas dari keperawatan bencana.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai
bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga
semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa
terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang
kami miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan
kritik yang dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan
datang.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 3
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... 4
1.4 Manfaat ............................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5
2.1 Konsep Kerjasama Tim Inter dan Multidisiplin .............................................. 5
2.1.1 Kerjasama Tim Inter Displin dalam Keperawatan Bencana .................... 5
2.1.2 Kerjasama Multidisiplin dalam Keperawatan Bencana ........................... 7
2.2 Pemberdayaan Masyarakat ............................................................................ 14
2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 14
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ........................................................ 15
2.2.3 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat ........................................... 15
2.2.4 Peran Petugas atau Sektor Kesehatan Dalam Pemberdayaan
Masyarakat ............................................................................................. 15
2.2.5 Sasaran ................................................................................................... 15
2.2.6 Ciri pemberdayaan Masyarakat.............................................................. 16
2.2.7 Penyelenggaraan .................................................................................... 16
2.2.8 Wujud Peran Serta Masyarakat .............................................................. 18
2.2.9 Sanksi Pemberdayaan Kesehatan ........................................................... 19
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 20
3.2 Saran .............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesejahteraan masyarakat menurut United Nations Development Program
(UNDP) diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan
indikator komposit dari tiga indikator sektor pembangunan: pen- didikan,
kesehatan, dan ekonomi. IPM Indonesia tahun 2010 berada pada peringkat 108,
sementara tahun 2011 turun ke peringkat 124. Fakta ini menunjukkan makin
merosotnya kualitas hidup manusia Indonesia. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Millenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk mengadopsi
Deklarasi Milenium. Tujuan Deklarasi disebut Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals-MDGs), menempatkan manusia sebagai fokus
utama pembangunan.Menurut Susilo,Indonesia berkali-kali masuk kategori negara
yang lamban dalam mencapai MDGs. Sumber kelambanan ditunjukkan dari masih
tingginya angka kematian ibu dan angka kematian balita, belum teratasinya laju
penularan HIV/AIDS, rendahnya pe- menuhan air bersih dan sanitasi yang buruk,
belum adanya pengakuan inisiatif masyarakat, pemerintah RI belum pernah
mendorong rasa kepemilikan bersama MDGs kepada rakyatnya, sangat kuat kesan
bahwa pencapaian MDGs identik dengan pelaksanaan program pemerintah.
Menyimak kenyataan tersebut, sejak tahun 2006, Departemen Kesehatan RI
melakukan upaya terobosan yang memiliki daya ungkit bagi peningkatan derajat
kesehatan penduduk Indonesia dan untuk akselerasi pencapaian MDGs yaitu
melalui kebijakan program Desa Siaga. Desa Siaga adalah suatu kondisi
masyarakat desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta
kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.5 Masalah pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan pada program Desa Siaga adalah sebagai berikut: Pertama,
paradigma sehat sebagai paradigma pembangunan kesehatan telah dirumuskan,
namun belum dipahami dan diaplikasi semua pihak. Kedua, undang-undang RI
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan daerah

1
(kabupaten/kota) memegang kewenangan penuh dalam bidang kesehatan, namun
kewenangan tersebut belum berjalan optimal. Ketiga, revitalisasi puskesmas dan
posyandu hanya diartikan dengan pemenuhan fasilitas sarana. Keempat, dinas ke-
sehatan kabupaten/kota lebih banyak melakukan tugas- tugas administratif.
Kelima, keterlibatan masyarakat bersifat semu yang lebih berkonotasi kepatuhan
daripada partisipasi dan bukan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan mengemuka sejak
dideklarasikannya Piagam Ottawa. Piagam Ottawa menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat merupakan elemen utama dalam pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan. Selanjutnya, Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke-7 di
Nairobi, Kenya, menegaskan kembali pentingnya pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan dengan menyepakati perlunya: membangun kapasitas promosi
kesehatan, penguatan sistem kesehatan, kemitraan dan kerjasama lintas sektor,
pember- dayaan masyarakat, serta sadar sehat dan perilaku se- hat.Pemberdayaan
didefinisikan sebagai suatu proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
atas keputusan dan tindakan yang memengaruhi kesehatan masyarakat, bertujuan
untuk memobilisasi individu dan kelompok rentan dengan memperkuat
keterampilan dasar hidup dan meningkatkan pengaruh pada hal-hal yang mendasari
kondisi sosial dan ekonomi. Sementara itu, menurut pemerintah RI dan United
Nations International Children’s Emergency Funds, pemberdayaan masyarakat
adalah segala upaya fasilitas yang bersifat noninstruktif untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidenti- fikasi masalah,
merencanakan, dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektor maupun LSM dan
tokoh masyarakat.
Sepuluh model pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan diformulasikan
sebagai berikut. Pertama, model pengembangan lokal yaitu pemberdayaan
masyarakat sejalan dengan model pengembangan lokal sebagai upaya pemecahan
masalah masyarakat melalui partisipasi masyarakat dengan pengembangan potensi
dan sumber daya lokal. Kedua, model promosi kesehatan dilakukan melalui empat
pendekatan, yaitu persuasi (bujukan/ kepercayaan) kesehatan, konseling personal
dalam kese- hatan, aksi legislatif, dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, model

2
promosi kesehatan perspektif multidisiplin mempertimbangkan lima pendekatan
meliputi medis, perilaku, pendidikan, pemberdayaan, dan perubahan
sosial.Keempat,model pelayanan kesehatan primer berbasis layanan masyarakat
menurut Ife, masyarakat harus bertanggung jawab dalam mengidentifikasi kebu-
tuhan dan menetapkan prioritas, merencanakan dan memberikan layanan
kesehatan, serta memantau dan mengevaluasi layanan kesehatan.Kelima, model
pem- berdayaan masyarakat meliputi partisipasi, kepemim- pinan, keterampilan,
sumber daya, nilai-nilai, sejarah, jaringan, dan pengetahuan masyarakat.Keenam,
model pengorganisasian masyarakat yaitu hubungan antara pemberdayaan,
kemitraan, partisipasi, responsitas budaya, dan kompetensi komunitas. Ketujuh,
model determinan sosial ekonomi terhadap kesehatan meliputi pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan modal atau kekayaan yang berhubungan satu sama lain
dengan kesehatan.Kedelapan, model kesehatan dan ekosistem masyarakat interaksi
antara masyarakat, lingkungan, dan ekonomi dengan kesehatan. Kesembilan,
model determinan lingkungan kesehatan individual dan masyarakat determinan
lingkungan kesehatan individual meliputi lingkungan psikososial, lingkungan
mikrofisik, lingkungan ras/kelas/gender, lingkungan perilaku, dan lingku- ngan
kerja.Sementara itu, determinan lingkungan ke- sehatan masyarakat meliputi
lingkungan politik/ekono- mi, lingkungan makrofisik, tingkat keadilan sosial dan
keadilan dalam masyarakat, serta perluasan kontrol dan keeratan masyarakat.
Kesembilan, model penanggulangan penyakit berbasis keluarga yaitu
pemeliharaan kesehatan dilakukan secara swadaya dan mandiri oleh keluarga
melalui penumbuhan kesadaran, peningkatan pengetahuan,dan keterampilan
memelihara kesehatan. Kesepuluh,model pembangunan kesehatan masyarakat
desa (PKMD).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas, adapun rumusan masalah pada makalah
ini yaitu “Bagaimanakah kerjasama tim inter dan multidisiplin serta pemberdayaan
pada masyarakat ?”.

3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami tentang kerjasama tim inter
dan multidisiplin serta pemberdayaan pada masyarakat

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus pada makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mampu memahami konsep kerjasama tim interdisiplin dalam keperawatan bencana
2. Mampu memahami konsep kerjasama tim multidisiplin dalam keperawatan
bencana
3. Mampu memahami konsep dari pemberdayaan masyarakat

1.4 Manfaat
Adapun manfaat pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu acuan
dan sumber informasi untuk penulisan makalah selanjutnya mengenai kerjasama
tim inter dan multidisiplin serta pemberdayaan pada masyarakat, serta dapat dengan
mudah untuk melakukan tindakan serta penanganan keperawatan khusunya dalam
ruang lingkup keperawatan bencana terkait kerjasama tim inter dan multidisiplin
serta pemberdayaan pada masyarakat.
2. Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca mengetahui
bagaimana cara untuk menyusun sebuah makalah mengenai kerjasama tim inter dan
multidisiplin serta pemberdayaan pada masyarakat dan dapat menerapkannya
dalam melakukan tindakan khususnya ruang lingkup keperawatan bencana.

4
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kerjasama Tim Inter dan Multidisiplin


2.1.1 Kerjasama Tim Interdisplin dalam Keperawatan Bencana
2.1.1.1 Pengertian
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok professional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik.
Interdisiplin merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu dalam tugas,
namun dalam pemecahan suatu masalah saling bekerjasama dengan disiplin ilmu
lain, saling berkaitan.
Interdisiplin merupakan interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik
yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program
penenlitian dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.

2.1.1.2 Ciri-Ciri Inter Disiplin


1. Peran dan tanggung jawab tidak kaku, dapat beralih sesuai dengan
perkembangan.
2. Menyadari adanya tumpang tindi kompetensi dan menerapkan dalam praktek
sehari-hari.
3. Menemui dan mengenali keunikan peran berbagai disiplin yang tidak bias
diabaikan dan merupakan modal bersama.
4. Ranah perluasan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki dan akan diterapkan
merupakan yang paling komprehensif, terdapat keinginan untuk memikul
beban berat bersama, hasrat untuk saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan.
5. Interdisiplin dimulai dari disiplin, setelah itu mengembangkan permasalahan
seputar disiplin tersebut.

5
2.1.1.3 Anggota Tim Inter Disiplin
Peran dan fungsi dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika) yaitu :

1. BMKG mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen


(LPND), dipimpin oleh seorang Kepala Badan.
2. BMKG mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi


Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
2. Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
4. Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data dan
informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
5. Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
6. Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat
berkenaan dengan perubahan iklim;
7. Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait
serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
8. Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
9. Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika;
10. Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan
jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;

6
11. Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi di
bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
12. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan
di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
13. Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
14. Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan
geofisika;
15. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan
BMKG;
16. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BMKG;
17. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
18. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BMKG dikoordinasikan oleh


Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.

2.1.2 Kerjasama Multidisiplin dalam Keperawatan Bencana


2.1.2.1 Pengertian
Menurut Wywialowski (2004), multidisiplin atau multidisipliner
mengacu pada tim dimana sejumlah orang atau individu dari berbagai disiplin ilmu
terlibat dalam suatu proyek namun masing-masing individu bekerja secara mandiri.
Setiap individu dalam tim multidisiplin memiliki keterampilan dan keahlian yang
berbeda namun saling melengkapi satu sama lain. Pengalaman yang dimiliki
masing-masing individu memberikan kontribusi yang besar bagi keseluruhan
upaya yang dilakukan.
Tim multidisiplin adalah sebuah kelompok pekerja kesehatan atau pekerja
medis yang terdiri dari anggota – anggota dengan latar belakang ilmu profesi yang
berbeda dan masing

7
2.1.2.2 Ciri-ciri Multidisiplin
1. Setiap bagian ikut berperan cukup besar, melakukan perencanaan pengelolaan
bersama.
2. Setiap bagian beraktivitas berdasarkan batasan ilmunya.
3. Konseptual dan operasional : terpisah-pisah.
4. Dalam pelayanan kesehatan, berbagai bidang ilmu berupaya mengintegrasikan
pelayanan untuk kepentingan pasien. Namun setiap disiplin membatasi diri
secara ‘tegas’ untuk tidak memasukan ranah ilmu lain.

2.1.2.3 Anggota Tim Multidiplin


a. Dokter
1) Peran dokter dalam keadaan bencana. Dokter merupakan salah satu praktis
kesehatan yang sangat diperlukan dalam keadaan bencana peran dokter
tersebu diantaranya:
a) Melakukan penanganan kasus kegawat daruratan trauma maupun non
trauma seperti PPGD-GELS, ATLS, ACLS)
b) Melakukan pemeriksaan umum terhadap korban bencana.
c) Mendiangnosa keadaan korban bencana dan ikut menentukan status
korban triase.
d) Menetapkan diagnosa terhadap pasien kegawat daruratan dan
mencegah terjadinya kecatatan pada pasien.
e) Memberikan pelayanan pengobatan darurat
f) Melakukan tindakan medis yang dapat dilakukan di posko tanggap
bencana.
g) Memberikan rekomendasi rujukan ke rumah sakit apabila
memerlukan penanganan lebih lanjut
h) Melakukan pelayanan kesehatan rehabilitative
2) Tenaga dokter dalam tim penanggulagan kritis
Dalam keadaan bencana diadakannya mobilisasi SDM kesehatan,
diantarnya dokter, yang tergabung dalam suatu tim penanggulangan kritis
yang meliput tim gerak cepat, tim penilaian cepat kesehatan (Tim RHA),
dab tim bantuan kesehatan berikut kebutuhan minimal tenaga dokter untuk
masing-masing tim tersebut:

8
a) Tim gerak cepat
Merupakan tim yang bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah adanya
kejasin bencana. Tenaga dokter yang dibutuhkan terdiri dari dokter
umum/BSB 1 orang, dokter spesialis bedah 1 orang, dan dokter
spesialis anastesis 1 orang.
b) Tim RHA
Merupakan tim yang bisa diberangkatkan bersama dengan tim gerak
cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada tim ini,
tenaga dokter umum minimal 1 orang dikirikan.
c) Tim bencana kesehatan
Merupakan tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah
tim gerak cepat dan tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan
mereka dilapangan.
b. Perawat
Fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase
dan keadaan berlaku saat terjadi bencana seperti dibawah ini :
1) Fase pra bencana
a) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
c) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang
meliputi hal – hal berikut.
(1) Usaha pengobatan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)..
(2) Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain.

9
2) Fase bencana
a) Bertindak cepat
b) Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan
takut memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
c) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
3) Fase pasca bencana
a) Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial,
dan psikologis korban.
b) Stress psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang merupkan sindron
dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali.
Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa – peristiwa yang memacunya.
Ketiga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain itu individu
dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan
bersalahm dan gangguan memori.
c) Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerja sama dengan unsure lintas sector manangani masalah
kesehatan masyarakat pasca bencana.
c. Ahli gizi
Kegiatan penaganan dan tugas ahli gizi pada situasi bencana perlu efesien dan
efektif antara lain, sebagai berikut:
1) Menyusun menu bagi sekelompok masyarakat korban bencana alam.
2) Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari perisapan samppai
perindistribusian.
3) Pegawasan logistik bantuan bahan makanan dan minuman.
4) Memantau keadaan gizi pengungsian khusus balita dan ibu hamil.
5) Pelaksanaan koseling gizi gratis yang disediakan untuk masyarakat
korban bencana alam.
6) Pemberian suplemen zat gizi makro (kapsul vitamin A, untuk balita dan
tablet besi untuk ibu hamil).

10
d. Fisioterapi
1) Fisioterapi harus mampu mebina hubungan baik secara intense dengan
instansi yang diakui secara internasional / LSM untuk memastikan bahwa
layanan professional dikoordinasikan dan dimasukkan sebagai bagian dari
program rancangan pembangunan nasional yang berkelajutan dalam
kerangka manajemen bencana.
2) Mitigasi dan kesiapan adalah cara utama untuk mengurangi dampak
bencana dan mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis masyarakat/manajemen
harus menjadi praktek manajemen fisioterapi.
3) Korban bencana yang mengalami luka fisik dapat di fase awal dapat
mendapat perawatan di rumah sakit terdekat, atau pada langkah sementara
dilokasi dengan bantuan medis oleh tim bantuan bencana local secaara
organisasi bantuan internasional. Namun kembali ke rumah mereka untuk
membangun kembali kehidupan mereka adalah keentingan utama bagi
para korban.
e. Pekerja sosial
Profesi pekerja sosial memiliki peran penting dalam penggulangan bencana
baik pada saat pra bencana, tanggap darurat maupun pasca bencana pada saat
pra bencana, kontribusi pekerja sosial berfokus pada upaya pengurangan risiko
bencana, antara lain melalui kegiatan , peningkatan kesiapsiagaan masyarakat
dan mitigasi dala menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, pemetaan
kapasitas masyarakat, dan melalukan advokasi ke berbagai pihak terkait
kebijakan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, pekerja sosial
membantu pemulihan kondisi fisik dan penanganan psikososial dasar bagi
korban bencana. Pada saat pasca bencana, pekerja sosial melakukan upaya
pemulihan kondisi psikologis korban bencana, khususnya mengatasi trauma
dan pemulihan kondisi sosial, serta pengembangan kemandirian korban
bencana.
f. POLRI
Peran Polri dalam mendukung manajemen penanggulangan bencana melalui:
1) Meningkatkan pembinaan masyarakat melalui kegiatan community
policing sehingga masyarakat diharapkan mampu mencegah dan

11
menghindari terjadinya tindakan kejahatan yang akan menimpa dirinya
mampu kelompoknya.
2) Melaksanakan sosialisasi antisipasi terhadap bencana melalui pelatihan
penyelamat saat terjadinya bencana serta terbentuknya sistem deteksi dini
adanya bencana yang dapat dimengerti oleh masyarakat.
3) Meningkatkan kepatuhan hukum dari masyarakat agar tidak melakukan
tindakan yang melanggar hukum pada saat terjadinya bencana
penyuluhan dan pengorganisasian kelompok masyarakat sadar hukum.
4) Melakukan kegitan kepolisian dalam rangka memberikan jaminan rasa
aman kepada masyarakat baik jiwa maupun harta melalui kegiatan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta penegakan
hukum yang professional dengan menjunjung tinggi HAM.
5) Melakukan pembenhan dan peningkatan internasional organisasi polri
melalui peningkatan kuantitas dan kualitas personil medasari paradigma
baru polri, meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat,
menciptakan sistem dan metode serta anggaran yang mampu mendukung
operasional polri dalam penggulangan bencana.
g. Tim SAR (Search And Rescue)
Dalam hal kejadian bencana alam, peranan SAR adalah yang paling
mengemuka karena harus bertindak paling awal pada setiap bencana alam
yang terjadi, sehingga SAR menjadi titik pandang bagi masyarakat yang
tertimpa musibah.

2.1.2.4 Komunikasi Multidisplin dalam Keperawatan Bencana


1. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik
Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting dalam upaya
penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa komunikasi
dan hubungan baik antara pasien dan anggota tim memberikan dampak positif
pada kepuasan pasien, pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap
program pengobatan, dan hasil kesehatan yang terukur.
2. Bertukar informasi
Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi dari
pasien agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit yang diderita pasien

12
dan merumuskan rencana penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu
mengetahui, memahami, merasa dikenal, dan dipahami oleh anggota tim.
Untuk itu, kedua belah pihak sangat perlu melakukan komunikasi dua arah
sebagai upaya untuk saling bertukar informasi.
3. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian
Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian adalah salah satu penyebab
keberhasilan dalam komunikasi. Perawat sebagai anggota tim bertanggung
jawab dalam memberikan perhatian dan memobilisasi semua indera untuk
mempersespi semua pesan verbal maupun pesan nonverbal yang diberikan oleh
pasien.
Dengan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, perawat dapat
menilai situasi dan masalah yang dialami pasien. Selain itu perawat juga dapat
meningkatkan harga diri pasien dan mengintergrasikan diagnosa keperawatan
dan proses perawatan.
4. Penggunaan bahasa yang tepat
Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan, dan perawatan
pasien perlu dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh
pasien dan anggota pasien. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses
konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien hendaknya tidak menggunakan
jargon dan istilah teknis kesehatan kecuali dijelaskan secara komprehensif.
Yang harus dihindari juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat
mengarah pada ambigu.
5. Bahasa tubuh dan penampilan
Bahasa tubuh dalam komunikasi dan penampilan juga hendaknya menjadi
bahan pertimbangan dan perlu diperhatikan dengan baik. Berbagai komunikasi
nonverbal yang ditampilkan seperti postur tubuh, gaya, dan perilaku dapat
berdampak pada kemajuan dan hasil konsultasi antara pasien dan anggoa tim.
Untuk itu, bahasa tubuh yang ditampilkan selama proses konsultasi harus
ditampilkan secara lengkap dan fokus pada pasien.
6. Bersikap jujur
Bersikap jujur merupakan salah satu konsep moral dalam komunikasi
keperawatan. Anggota tim seperti perawat harus bersikap jujur agar diskusi

13
atau konsultasi yang dilakukan tidak menimbulkan kecurigaan, keraguan, dan
kesalahpahaman. Jika ada kebutuhan untuk diskusi yang terpisah dengan
anggota keluarga pasien maka harus dilakukan dengan menggunakan teknik
komunikasi terapeutik seperti hati – hati memperhatikan tempat diskusi, dan
waktu yang tepat.
7. Memperhatikan kebutuhan pasien
Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan
komunikasi pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin didengar tanpa banyak
penjelasan dan beberapa pasien lainnya ingin mengetahui penjelasan yang
lengkap tentang penyakit yang diderita. Perawat harus dapat mendeteksi setiap
apa yang diinginkan pasien.
8. Mengembangkan sikap empati
Empati merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik. Yang
dimaksud dengan empati adalah perawat dapat merasakan apa yang dirasakan
oleh pasien. Dalam artian, perawat hendaknya dapat memposisikan dirinya
pada posisi pasien.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat


2.2.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali,mengatasi,memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan
mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitas yang bersifat non
instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melakukan pemecahannya
dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi
lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.
Bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau
proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat
dalam memelihara, dan meningkatkan kesehatan.

14
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan bagi
individu, kelompok, atau masyarakat
2. Timbulnya kemauan dan kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran
dan pemahaman terhadap objek, dalam hal ini kesehatan
3. Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan yang berarti
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok telah mampu mewujudkan
kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat

2.2.3 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


1. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat
2. Mengembangkan gotong royong masyarakat
3. Menggali konstribusi masyarakat
4. Menjalin kemitraan
5. Desentralisasi

2.2.4 Peran Petugas atau Sektor Kesehatan Dalam Pemberdayaan


Masyarakat
1. Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program
pemberdayaan
2. Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotong-royong dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan atau program-program bersama untuk
kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut
3. Mengalihkan pengetahuan, ketrampilan, dan teknologi kepada masyarakat

2.2.5 Sasaran
1. Individu
2. Keluarga
3. Kelompok masyarakat
4. Organisasi masyarakat
5. Masyarakat umum

15
2.2.6 Ciri pemberdayaan Masyarakat
1. Community leader: petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada tokoh
masyarakat atau pemimpin terlebih dahulu. Misalnya Camat, lurah, kepala adat,
ustad, dan sebagainya.
2. Community organization: organisasi seperti PKK, karang taruna, majlis
taklim,dan lainnnya merupakan potensi yang dapat dijadikan mitra kerja dalam
upaya pemberdayaan masyarakat.
3. Community Fund: Dana sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) yang dikembangkan dengan prinsip gotong royong
sebagai salah satu prinsip pemberdayaan masyarakat.
4. Community material : setiap daerah memiliki potensi tersendiri yang dapat
digunakan untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan. Misalnya, desa dekat kali
pengahsil pasir memiliki potensi untuk melakukan pengerasan jalan untuk
memudahkan akses ke puskesmas.
5. Community knowledge: pemberdayaan bertujuan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dengan berbagai penyuluhan kesehatan yang menggunakan
pendekatan community based health education.
6. Community technology: teknologi sederhana di komunitas dapat digunakan
untuk pengembangan program kesehatan misalnya penyaringan air dengan
pasir atau arang.

2.2.7 Penyelenggaraan
1. Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU)
Lima program prioritas: KB, KIA, Imunisasi, dan penanggulangan diare,
perbaikan Gizi. Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja:
a. Meja satu: pendaftaran
b. Meja dua: penimbangan
c. Meja tiga: pengisian kartu menuju sehat
d. Meja empat: penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vit A, dan Tablet Fe
e. Meja lima: pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.

16
2. Pondok Bersalin Desa (POLINDES)
Kegiatan POLINDES antara lain: melakukan pemeriksaan (ibu hamil, ibu nifas,
ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan imunisasi, penyuluhan kesehatan
masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan
kepada kader dan masyarakat.
3. Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)
POD merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam pengobatan
sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada masyarakat setempat
(penyakit rakyat atau penyakit endemik).
4. Dana Sehat
a. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34 kabupaten dan
telah mencakup 12.366 sekolah
b. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), dilaksankan pada 96
kabupaten
c. Pondok Sehat, dilaksanakan pada 39 kabupaten atau kota
d. Organisasi atau Kelompok lainnya (seperti tukang becak, supir angkutan
kota,dll.), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten atau kota.
5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Kebijakan LSM :
a. Meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua
tingkatan
b. Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap
organisasi kemasyarakatan
c. Memberi kemampuan, kekuatan, dan kesempatan yang lebih besar kepada
organisasi kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan
dengan kemampuan sendiri
d. Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan
kesehatan
e. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk
berkiprah dalam bidang kesehatan

17
4. Upaya Kesehatan Tradisional
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah dihalaman atau ladang
yang dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat. TOGA
merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam bidang peningkatan kesehatan
dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi
utama TOGA adalah menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara
lain untuk menjaga meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan)
dari beberapa penyakit yang ringan, serta untuk perbaikan gizi masyarakat,
upaya pelestarian alam, dan memper indah tanam dan pemandangan.
5. Pos Gizi (pos timbangan)
6. Pos KB desa (RW)
7. Pos Kesehatan Pesantren (POSKESTREN)
8. Saka Bhakti Husada (SBH)
9. Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
10. Kelompok Masyarakat Pemakai Air (POKMAIR)
11. Karang Taruna Husada
12. Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

2.2.8 Wujud Peran Serta Masyarakat


1. Sumber daya masyarakat
Peran serta masyarakat dibidang kesehatan antara lain sebagai berikut:
a. Pemimpin masyarakat yang berwawasan kesehatan
b. Tokoh masyarakat yang berwawasan kesehatan, baik tokoh agama, politisi,
cendikiawan, artis atau seniman, budayawan, pelawak,dll.
c. Kader kesehatan, yang sekarang banyak sekali ragamnya misalnya: kader
Posyandu, kader lansia, kader kesehatan lingkungan, kader kesehatan gigi,
kader KB, dokter kecil, saka bakti husada, santri husada, taruna husada,dll.
2. Institusi/lembaga/organisasi masyarakat
Semua jenis institusi, lembaga atau kelompok masyarakat yang mempunyai
aktivitas masyarakat kesehatan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
a. Upaya Kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yaitu segala bentuk
kegiatan kesehatan yang bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat.

18
2.2.9 Sanksi Pemberdayaan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 yaitu sebagai berikut :
Tentang Kesehatan: Pasal 52 ayat (1) Mengatakan bahwa pelayanan
kesehatan terdiri atas: pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Pasal 53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa “pelayanan
kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat”, hal ini sangat jelas
bahwa dalam keadaan bagaimanapun teanga kesehatan harus mendahulukan
pertolongan dan keselamatan jiwa pasien.

19
3 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok professional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik.
Ciri-Ciri Interdisiplin dimana peran dan tanggung jawab tidak kaku, dapat
beralih sesuai dengan perkembangan, menyadari adanya tumpang tindi kompetensi
dan menerapkan dalam praktek sehari-hari, menemui dan mengenali keunikan
peran berbagai disiplin yang tidak bias diabaikan dan merupakan modal bersama,
ranah perluasan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki dan akan diterapkan
merupakan yang paling komprehensif, terdapat keinginan untuk memikul beban
berat bersama, hasrat untuk saling berbagi pengalaman dan
pengetahuan.Interdisiplin dimulai dari disiplin, setelah itu mengembangkan
permasalahan seputar disiplin tersebut.
Dalam pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sangat vital, karena
masyarakat yang menjadi pemeran utamanya, namun peran petugas kesehatan juga
tidak bisa dihilangkan. Dalam pemberdayaan masyarakat, petugas kesehatan
memiliki peran penting juga, yaitu memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan-
kegiatan maupun program-program pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan
dan pengorganisasian masyarakat, memberikan motivasi kepada masyarakat untuk
bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau
berkonstribusi terhadap program tersebut, melakukan pelatihan-pelatihan yang
bersifat vocational.
Jenis-jenis pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah posyandu,
Pos Obat Desa, Polindes, dana sehat, LSM, upaya kesehatan tradisional, pos gizi,
pos KB desa, pos kesehatan pesantren, Sakabhakti Husada, Pos Upaya Kesehatan
Kerja, Kelompok pemakai Air, Karang taruna husada, pelayanan puskesmas,dan
pelayanan puskesmas pembantu (Pustu) dsb.

20
3.2 Saran
1. Bagi masyarakat, agar dapat berpartisipasi dalam mendukung program-
program kesehatan dalam sistem pemberdayaan masyarakat
2. Bagi pembaca, diharapkan agar makalah ini dapat menambah wawasan
tentang pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

21
DAFTAR PUSTAKA

Hikmat, 2001. Masyarakat dalam Kesehatan.Agung Sentosa. Jakarta.

Nurbeti, M. 2009.Pemberdayaan masyarakat dalam konsep “kepemimpinan yang


mampu menjembatani”. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007, Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Rineka Cipta,


Jakarta.

Bagian Ilmu Kesmas FK Universitas Sebelas Maret Surakarta, **Prodi Penyuluhan


Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Bagian Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
https://www.scribd.com/document/394972165/BAB-II-Kep-Bencana-Kel-10

22

Anda mungkin juga menyukai