Dokumen - Tips - Aspek Legal Praktik Keperawatan
Dokumen - Tips - Aspek Legal Praktik Keperawatan
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aspek legal keperawatan?
2. Apa saja yang menjadi sumber-sumber hukum dalam praktik
keperawatan?
3. Apa pentingnya standar keperawatan dalam praktik keperawatan?
4. Apa saja aspek legal pilihan dalam praktik keperawatan?
5. Apa fungsi hukum dalam praktik keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aspek legal keperawatan
2. Untuk mengetahui sumber-sumber hukum praktik keperawatan
3. Untuk mengetahui pentingnya standar keperawatan dalam praktik
keperawatan
4. Untuk mengetahui aspek legal pilihan dalam praktik keperawatan
5. Untuk mengetahui fungsi hukum dalam praktik keperawatan
1.4 Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti tentang aspek
legal dalam praktik keperawatan.
2
BAB II
ISI
3
Negara Amerika Serikat hak untuk melakukan proses hukum,Hak
hukum individu perlindungan setara.
2. Hukum Legislasi (Perundang-undangan)
Hukum yang dikeluarkan oleh Badan Legislasi disebut hukum
perundang-undangan. Peraturan terkait keperawatan diatur oleh
hukum negara. Badan pembuat undanag-undang Negara
mengeluarkan undang-undang yang membatasi dan mengatur
keperawatan yaitu Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Berikut ini adalah registrasi dan praktik keperawatan (Profesi dan
Praktik Keperawatan Profesional 2004:129) sesuai Kepmenkes No.
1239 tahun 2001. Perawat sebagai tenaga professional bertanggung
jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara
mandiri atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai
dengan kewenanganya. Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur
tentang hak dan kewajiban seseorang terkait dengan pekerjaan atau
profesi (legislasi). Legislasi yang dimaksudkan untuk memberikan
pengertian dan perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan dan
kesehatan untuk memberi perlindungan di atas perawat perlu
diregistrasi, sertifikasi dan izin praktik dilaksanakan oleh pejabat
Pemerintah Kantor Dinas Kesehatan dan organisasi profesi (PPNI).
Setiap lulusan pendidikan perawat yang menjalankan pekerjaan
keperawatan wajib memiliki Surat Izin Perawat (SIP) yang dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang (Dinas Kesehatan Provinsi) sebagai
syarat untuk mendapatkan Surat Izin Kerja (SIK) dan atau Surat Izin
Praktik Perawat (SIPP). Praktik profesi keperawatan diatur dalam
suatu ketetapan hukum Kepmenkes nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001
tentang registrasi dan praktik keperawatan (Revisi Kepmenkes nomor
647/Menkes/SK/IV/2000) sehingga diharapkan perlindungan terhadap
kepentingan masyarakat terjamin melalui akuntabilitas perawat dalam
praktik.
Sesuai undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4
1. Pasal 32 ayat 4 “Pelaksanaan dan pengobatan dan atau
keperawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
2. Pasal 53 ayat 1 dan 2 : (ayat 1) “Tenaga kesehatan berhak
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya”
(ayat 2) “Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien.”
5
6. Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan
memasang papan praktik (sedang dlam proses amandemen)
7. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam
bentuk kunjungan rumah
8. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi :
a. Tempat praktik memenuhi syarat
b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk
formulir /buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir
rujukan.
6
perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau untuk
tidak berbuat sesuatu. Perjanjian dapat diaktakan sah bila
memenuhi syarat sebagai berikut (Aditya,2012) :
1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat
janji (Consencius)
2. Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian
(Capacity)
3. Ada sesuatu hal tertentu (a certain subject matter) dan ada
sesuatu sebab yang halal
4. Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan
keperawatan
5. Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di
tempat kerja
6. Kontrak perawat pasien digunakan untuk melindungi hak-hak
kedua belah pihak yang bekerjasama
7. Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak
yang di sepakati.
7
malpraktik, standar ini digunakan untuk menentukan apakah perawat
telah bertindak sebagai perawat bijaksana yang rasional dalam
lingkungan yang sama dengan surat mandat yang sama. Standar
tersebut mencerminkan nilai-nilai dan prioritas profesi. American
Nurses Association (ANA) telah membangun standar bagi praktik
keperawatan, pernyataan kebijakan, dan resolusi yang sama. Standar
tersebut menguraikan cakupan fungsi dan peran perawat dalam
praktik. Standar perawatan menekankan tanggung gugat atau
kewajiban untuk menghitung tindakan mereka. Tugas umum perawat
adalah bertanggung jawab secara legal untuk memenuhi standar yang
sama sebagai tugas umum perawat lain dalam lingkungan yang sama.
Bagaimanapun perawat spesialisasi seperti perawat anestetik,
perawat-perawatan intensif, bidan bersertifikat, atau perawat ruang
operasi menjalankan standar perawatan dan terampil terlatih di bidang
yang sama seperti didefinisikan dengan standar yang digunakan.
Semua perawat harus mengetahui standar perawatan yang harus
mereka penuhi dalam spesialisasi dan lingkungan kerja mereka yang
spesifik. Pengabaian hukum atau standar perawatan bukan suatu
pertahanan terhadap malpraktik (Fundamental Keperawatan, Potter &
Perry, 2005:435)
8
Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan klien untuk menerima
serangkaian terapi atau prosedur setelah diberi informasi lengkap,
termasuk manfaat dan resiko prosedur, alternative terapi tersebut, dan
prognosis jika tidak ditangani oleh penyedia layanan kesehatan.
Terdapat dua jenis persetujuan, yakni langsung dan tidak langsung.
Persetujuan langsung dapat berbentuk persetujuan lisan atau tulisan.
Persetujuan tidak langsung terjadi jika perilaku nonverbal individu
menunjukkan persetujuan. Persetujuan juga bersifat tidak langsung
dalam situasi kedaruratan saat individu tidak dapat mengungkapkan
persetujuannya karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Hukum menyatakan bahwa “kuantitas informasi yang memadai”
yang dibutuhkanoleh klien untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi adalah semua hal yang diungkap oleh dokter atau praktisi
kesehatan dalam situasi yang sama (Dunn, 1999, hlm. 42 dalam
Fundamental Keperawatan,Kozier). Pedoman umum mencakup :
1. Tujuan terapi
2. Apa yang mungkin dihadapi atau dialami klien
3. Manfaat yang diharapkan dari terapi
4. Kemungkinan risiko atau hasil negatif terapi
5. Manfaat atau kerugian kemungkinan alternatif terapi (termasuk
bila tidak mendapatkan terapi).
Tiga elemen utama informed consent, yaitu :
1. Persetujuan harus diberikan tanpa ada paksaan.
2. Persetujuan harus diberikan oleh klien atau individu yang cakap
dan mampu memahami penjelasan.
3. Klien atau individu harus diberikan informasi yang cukup agar
dapat menjadi pengambil keputusan akhir.
Klien tidak boleh meras terpaksa agar dapat memberikan informed
consent secara sukarela. Pemaksaan membuat persetujuan menjadi
9
tidak valid. Dengan demikian, individu yang meminta persetujuan
harus mempersilakan dan menjawab pertanyaan klien.
Klien juga harus mengerti apa yang dijelaskan. Klien yang bingung,
disorientasi, dan sedasi harus diberi informasi yan memadai atau
orang dewasa yang cakap dapat mengambil keputusan mandiri terkait
kesehatan. Orang dewasa yang cakap adalah individu berusia lebih
dari 18 tahun dan sadar orientasi.
Regulasi informed consent awalnya ditulis dengan
mempertimbangkan tatanan perawat akut. Namun, memastikan
informed consent juga penting saat memberikan asuhan keperawatan
di rumah. Karena asuhan keperawatan di rumah sering berlangsung
dalam jangka panjang, perawat memiliki banyak kesempatan untuk
memastikan bahwa klien menyetujui rencana.
Pengecualian
Terdapat tiga kelompok orang yang tidak dapat memberikan
persetujuan, antara lain :
1. Anak di bawah umur
2. Orang yang tidak sadar atau mengalami cedera
3. Orang sakit jiwa
Peran Perawat
Perawat sering diminta untuk mendapatkan formulir persetujuan yang
ditanda tanganii oleh klien. Perawat tidak bertanggung jawab
menjelaskan prosedur, tetapi harus menyaksikan penandatanganan
formulir oleh klien. Sullivan (1998) menyatakan bahwa tanda tangan
perawat memperjelas tiga hal :
Klien memberikan persetujuannya dengan sukarela.
Tanda tangan asli.
Klien terlihat cakap untuk memberikan persetujuan.
Perawat menjadi advokat klien dengan memastikan bahwa klien telah
mendapatkan cukup informasi yang diperlukan untuk memberikan
10
persetujuan. Jika klien memiliki pertanyaan atau jika perawat
meragukan pemahaman klien, perawat harus memberi tahu penyedia
layanan kesehatan. Selain itu, perawat tidak bertanggung jawab
menjelaskan prosedur medis maupun pembedahan. Bahkan, perawat
dapat disalahkan atas pemberian informasi yang tidak tepat atau tidak
lengkap atau mencampuri hubungan antara klien-penyedia layanan
kesehatan (Dunn, 1999).
Menurut Guido (2001), hak emberikan persetujuan juga
mencakup hak untuk menolak. Ingatkan klien bahwa mereka dapat
mengubah pikiran mereka dan membatalkan prosedur kapan pun juga
karena hak untuk menolak tetap ada meski telah menandatangani
surat persetujuan. Perawat perlu member tahu penyedia layanan
kesehatan mengenai penolakan klien dan mendokumentasikan
penolakan status klien.
Delegasi
National Council of State Board of Nursing (1995) mendefinisikan
delegasi sebagai “menyerahkan kewenangan kepada individu yang
kompeten untuk melakukan tugas keperawatan tertentu dalam situasi
tertentu.” Dari perspektif hukum, kewenangan perawat untuk
mendelegasikan didasarkan atas hukum dan undang-undang yang
berlaku. Oleh karena itu, perawat harus terbiasa dengan undang-
undang praktik perawat (Nurse Practice Act / NPA) mereka. Sheehan
(2001) menyatakan bahwa perawat perlu menentukan jawaban atas
pertanyaan berikut :
Apakah NPA membolehkan delegasi?
Apakah NPA membuat daftar mengenai hal-hal yang
dapatdidelegasikan oleh perawat?
Apakah dewan keperawatan negara bagian mengeluarkan
panduan yang menjelaskan tanggung jawab perawat saat
melakukan delegasi?
11
Kekerasan, Penganiyaan, dan Pengabaian
perilaku kekerasan dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga,
penganiyaan anak, penganiyaan lansia, dan penganiyaan seksual.
Pengabaian adalah tidak diberikannya asuhan yang dibutuhkan untuk
memelihara kesehatan dan keselamatan individu yang ringkih, seperti
anak-anak atau lansia. Perawat, dengan peran mereka yang beragam
(mis, perawat kesehatan di rumah, perawat anak, perawat UGD)
sering mengidentifikasi dan mengkaji kasus kekerasan terhadap orang
lain. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai pelapor yang diberi
mandate. Brent (2001, dalam Fundamental Keperawatan,Kozier)
menyatakan bahwa “jika kejadian cedera yang diidentifikasi tampak
sebagai akibat penganiyaan, pengabaian, atau eksploitasi, pelapor
yang diberi mandat harus melaporkan situasi ini kepada pihak yang
berwenang.”
12
tunadaya dalam memahami kesempatan yang diberikan oleh hukum
yang berlaku (Watson, 2000, hlm. 199).
Zat Tercatat
Perawat Pecandu
Pelecehan Seksual
13
2. Jika penerimaan atau penolakan terhadap tingkah laku tersebut
digunakan sebagai bahan pertimbangan keputusan kerja
individu.
3. Jika tingkah laku tersebut mengganggu kinerja individu atau
menciptakan “lingkungan kerja yang mengintimidasi,
bermusuhan atau tidak nyaman”.
Aborsi
Hukum aborsi memberikan panduan spesifik bagi perawat mengenai
hal-hal yang diperbolehkan menurut hukum. Pada tahun 1973, saat
kasus Roe v. Wade dan Doe v. Bolton diputuskan, Mahkamah Agung
Amerika Serikat berpedoman bahwa hak privasi berdasarkan hukum
konstitusi memberi hak kepada wanita untuk memegang kendali atas
tubuhnya pada tingkat tertentu sehingga ia dapat mengaborsi janinnya
pada tahap awal kehamilannya.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aspek legal keperawatan merupakan aspek aturan
keperawatan dalam menjalankan profesi yang bertanggung jawab
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup
wewenang. Aturan-aturan tersebut tertuang dalam sumber hukum
yang melindungi perawat dalam melaksanakan praktik tentunya
sesuai dengan pasal krusial dalam kepmenkes 1239/2001 tentang
praktik keperawatan dan undang-undang no. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan. Dalam menjalankan praktik keperawatan yang
beraspek legal diperlukan standar keperawatan agar perawat
bijaksana menjalankan tindakannya dalam memberikan asuhan
keperawatan serta memiliki tanggung jawab terhadap tindakannya
kemudian ada juga aspek legal pilihan yang perlu diterapkan saat
praktik keperawatan.
3.2 Saran
Bagi mahasiswa keperawatan agar mampu memahami
mengenai aspek legal dalam praktik keperawatan karena nanti
setelah lulus akan menjalani profesi keperawatan yang
menjalankan praktik keperawatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Kozier.2011.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC
Potter,Parry.2005.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC
16