Anda di halaman 1dari 157

SKRIPSI

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH

TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS


GOUT DI DESA CINANGKA SAWANGAN JAWA BARAT

OLEH :

MUHAMMAD KHADAFI

NIM. 161010100052

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2020
SKRIPSI

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH

TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS


GOUT DI DESA CINANGKA SAWANGAN JAWA BARAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

MUHAMMAD KHADAFI

NIM. 161010100052

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi dengan judul:

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH

TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS


GOUT DI DESA CINANGKA SAWANGAN JAWA BARAT

Telah disetujui untuk diujikan di hadapa Dewan Penguji Proposal Skripsi Program
Studi S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang, 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Veri, S.Kep., M.Kep Ns. Betty, S.Kep., MPH


NIDN. 0405099103 NIDN. 1018058604

Mengetahui

Ketua Program Studi S.1 Keperawatan

Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep

NIDN. 0317107603
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi dengan judul:

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH

TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS


GOUT DI DESA CINANGKA SAWANGAN JAWA BARAT

Telah disetujui untuk diujikan di hadapa Dewan Penguji Proposal Skripsi Program
Studi S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Pamulang, 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Veri, S.Kep., M.Kep Ns. Betty, S.Kep., MPH


NIDN. 0405099103 NIDN. 1018058604

Mengetahui

Ketua Program Studi S.1 Keperawatan

Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep

NIDN. 031710760
LEMBAR PERNYATAAN

yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Mummad Khadafi

NIM : 161010100052

Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 07-Maret-1998

Menyatakan bahwa Karya Ilmiyah (Skripsi) yang berjudul ‘‘EFEKTIFITAS


PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA PENDERITA ARTHRITIS GOUT DI DESA CINANGKA SAWANGAN
JAWA BARAT ’’ adalah bukan karya tulis ilmiah orang lain, baik sebagian
maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan
sumbernya.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila pernyataan

ini tidak benar, saya besedia mendapatkan sanksi akademis.

Tangerang, 2020

Yang membuat pernyataan

(Muhammad Khadafi)
161010100052
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Esa, atas segala
kuasa dan karunia serta perlidungan kepada kita sehingga dapat menyelesaikan
Skripsi penelitian yang berjudul ‘‘Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di Desa Cinangka
Sawangan Jawa Barat”

Dalam penyusunan hasil Skripsi ini, penelitian menyadiri bahwa hasil Skripsi ini
tidak dapat terselesikan tanpa bantuan berupa bimbingan, arahan dan saran yang
baik dari para dosen pembimbing dan dari berbagi pihak. Oleh karena itu sebagai
bentuk rasa syukur, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang
sebeser-besarnya kepada:

1. Dr (HC) Drs. H. Darsono selaku Ketua Yayasan STIKes Widya Dharma

Husada Tangerang.

2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Yayasan STIKes Widya

Dharma Husada Tangerang.

3. Dr. H. M. Hasan SKM., M.Kes Selaku Wakil Ketua II Bidang Akademik

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

4. Ida Listiana, SST., M.Kes selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.

5. Ns. Dewi Fitriani, S.kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan

6. Ns. Veri, S.Kep., M.Kep Selaku Pembimbing I Materi yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan proposal STIKes Widya Dharma

Husada Tangerang.
7. Ns. Betty, S.Kep., MPH Selaku Pembimbing II teknis yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam penulisan yang baik dan benar di STIKes Widya

Dharma Husada Tangerang.

8. Bpk. Komarudin, Selaku ketua lingkungan yang telah memberikan izin kepada

saya untuk melakukan penelitian di Wilayah RT 02 RW 03 Desa Cinangka

Sawangan Kota Depok

9. Seluruh dosen dan staf tata usaha STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan serta fasilitas dalam

mengikuti pendidikan hingga penyelesaian proposal ini.

10. Kepada keluarga besar saya yang selalu mendoakan saya dalam segala hal

dan selalu meberikan motifasi dan memberikan saya pendidikan sampai

jenjang ini.

Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan Skripsi Penelitian ini, peneliti

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan

penelitian ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan profesi

keperawatan khususnya.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan Profesi Keperawatan khususnya.

Pamulang 2020

Peneliti
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIkes WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG

SKRIPSI, TAHUN 2020

MUHAMMAD KHADAFI
161010100052

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES JAHE MERAH TERHADAP PENURUNAN


NYERI PADA PENDERITA Arthritis Gout DI DESA CINANGKA SAWANGAN JAWA
BARAT

VI Bab + 159 halaman + 12 tabel + 6 gambar + 3 bagan + 10 lampiran

ABSTRAK

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit gout yang paling sering menyebabkan seseorang mencari
pertolongan medis. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Beberapa terapi non farmakologi yang
digunakan untuk menurunkan nyeri asam urat salah satunya adalah kompres jahe merah. Tujuan
dari penelitian ini untuk menganalisis efektifitas kompres jahe merah terhadap penurunan nyeri
athritis gout di Desa Cinangka Sawangan Jawa Barat Tujuan Penelitian Mengetahui efektifitas
pada kerja Jahe Merah untuk Penurunan Nyeri pada Penderita Atrithis Gout di Desa Cinangka
Sawangan Depok Jawa Barat Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis
penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian adalah quasy experiment dengan bentuk
recangan one group pretest-posttest. Pengambilan sample pada penelitian ini dilakukan dengan
non probability sampling dengan cara purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan
peneliti sendiri, dan dengan jumlah responden sebanyak 25 orang Hasil Penelitian Perubahan
nyeri pada penderita asam urat yang dialami oleh responden pada kelompok kompres jahe merah
dengan jumlah 25 responden (100%) didapatkan hasil nilai rata-rata 13.00, nilai peringkat 325.00
dan hasil Asymp Sig. (2 tailed) 0.000 yang artinya ada pengaruh dalam pemberian terapi
kompres jahe merah terhadap penurunan skala nyeri pada penderita athritis gout maka dapat di
simpulkan ada efektifitas kompres jahe merah terhadap penurunan nyeri asam urat di desa
cinangka sawangan jawa barat dan diharapkan untuk menggunakan terapi sebagai alternatif
pengobatan nyeri asam urat. Saran Disarankan bagi penderita asam urat, untuk melakukan terapi
kompres jahe merah sebagai salah satu pilihan terapi penurunan nyeri asam urat karena buahnya
yang dapat dengan mudah ditemukan.

Kata Kunci : Kompres Jahe Merah, Penurunan Nyeri , Asam Urat

Kepustakaan: (2019-2020)
THE PROGRAM UNDERGRADUATE NURSING STIKes WIDYA
DHARMA HUSADA TANGERANG

SKRIPSI, YEAR 2020

MUHAMMAD KHADAFI

161010100052

THE EFFECTIVENESS OF RED GINGERPRESS RELEASE FOR THE


DECREASE IN PAIN OF AN ATHRITIS GOUT IN THE VILLAGE OF
CINANGKA SAWANGAN WEST JAVA

Chapter VI + 159 page + 12 tabel + 6 figure + 3 diagram + 10 appendix

ABSTRACT

Pain is a symptom of gout that most often causes a person to seek medical help. Pain is
an unpleasant sensory and emotional experience resulting from actual and potential
tissue damage. Some non - pharmacological therapies used to lower uric acid pain
include red ginger compresses. The purpose of this study to analyze the effectiveness
of the red gingeritis gout strain in the west village of cinangka sawangan west java
Purpose Knowing the effectiveness of red ginger's work for a reduction of pain in the
atrithis gout in west Java village Research Methodology The kind of research used is
the quantitative study with research design is quasy experiment with the recitation of
one group prescripposttest. Samples taken in this study are conducted by nonsampling
samples by impressive. samples based on the researchers' own judgment, and by the
number of respondents to 25 Results: Change in aching of gout for those with a
respondents in the red gingerbread compress group with a total of 25 (100%) was
obtained from an average of 13, 325 marks and asymp sig , it can be concluded There
is an effective red gingerpress on the decline of uric acid pain in the village of cinangka
sawangan in west Java and is expected to use therapy as an alternative treatment for
gout Suggestion It is recommended for people with gout, to use red gingerbread
therapy as one of the easy - to - find reduction of gout because of the fruit.

Keywords: Red Ginger compress, Pain Decrease Uric Acid, Gout Pain

Literature: (2010-2020)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................iii

LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

ABSTRAK.............................................................................................................vi

ABSTRAK............................................................................................................vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL.....................................................................................................

DAFTAR BAGAN...............................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................12
C. Pertanyaan Penelitian.................................................................................14
D. Tujuan Penelitian........................................................................................14
1. Tujuan Umum.....................................................................................14
2. Tujuan Khusus.....................................................................................15
E. Manfaat Penelitian......................................................................................15
1. Manfaat bagi Institusi Pendidikan.......................................................15
2. Manfaat bagi pelayanan kesehatan......................................................15
3. Manfaat bagi Tempat Penelitian.........................................................16
4. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya.......................................................16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................17
A. Konsep Teori..............................................................................................17
1. Asam Urat (Athritis Gout)...................................................................17
2. Jahe Merah..........................................................................................39
3. Pengukuran Skala Nyeri......................................................................50
4. Lanjut Usia (Lansia)............................................................................65
B. Penelitian Terkait.......................................................................................72
C. Kerangka Teori...........................................................................................74

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS PENELITIAN ...........................................................................75

A. Kerangka Konsep.......................................................................................75
B. Definisi Operasional...................................................................................77
C. Hipotesis.....................................................................................................81

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...........................................................83

A. Desain Penelitian........................................................................................83
B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................84
1. Lokasi Penelitian.................................................................................84
2. Waktu Penelitian.................................................................................84
C. Populasi dan Sampel..................................................................................84
1. Populasi...............................................................................................84
2. Sampel................................................................................................85
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data.....................................................86
1. Instrumen Pengumpulan Data.............................................................86
2. Cara Pengumpulan Data......................................................................86
E. Pengolahan dan Analisa Data.....................................................................87
1. Pengolahan Data..................................................................................87
2. Analisa Data........................................................................................88
F. Etika Penelitian...........................................................................................90
G. Keterbatasan Penelitian..............................................................................92
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................93

A. Hasil Penelitian...........................................................................................93
B. Pembahasan..............................................................................................104

BAB VI PENUTUP............................................................................................111

A. Kesimpulan...............................................................................................111
B. Saran.........................................................................................................112

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................113
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Daftar makanan yang mengandung purin tinggi…………… .20

Tabel 2.2 Kategori indeks massa tubuh (IMT) ……………...................30

Tabel 2.3 Karakteristik berbagai varietas jahe…………….....................43

Tabel 2.4 Komponen volatil&non volatil ramping jahe…………….......45

Tabel 2.5 Presentase kandungan jahe per berat……………....................46

Tabel 2.6 Kandungan vitamin jahe merah……………............................47

Tabel 2.8 Suhu yang di rekomendasikan untuk kompres jahe…………...49

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………….............................................78

Tabel 5.1 Hasil Normalitas Shapiro Wilk Pada Pengaruh Kompres Jahe

Merah Penurunan Skala Nyeri Asam urat Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Intervensi di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat.....................102

Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Pada Pengaruh Kompres Jahe Merah

Penurunan Skala Nyeri Asam Urat di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat................................................................................................103

Tabel 5.3 Hasil Uji Wilcoxon Pada Pengaruh Kompres Jahe Merah

Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Intervensi di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat.....................103


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Jahe Putih..........................................................................................40

Gambar 2.2 Jahe Emprit........................................................................................41

Gambar 2.3 Jahe Merah.........................................................................................42

Gambar 2.4 Skala nyeri deskriptif ........................................................................55

Gambar 2.5 Skala identitas nyeri numerik............................................................56

Gambar 5.6 Skala nyeri wajah wong&baker.........................................................56


DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka teori.......................................................................................73

Bagan 3.1 Kerangka konsep...................................................................................76

Bagan 4.1 Desain Penelitian..................................................................................83


DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Pada Pengaruh Kompres Jahe Merah
Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok
Jawa
Barat......................................................................................................................95

Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Pengaruh Kompres Jahe
Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka
Sawangan Depok Jawa
Barat.....................................................................................................................96

Diagram 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Pada Pengaruh Kompres Jahe


Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka
Sawangan Depok Jawa
Barat.....................................................................................................................97

Diagram 5.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pada Pengaruh Kompres Jahe Merah
Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka Sawangan
Depok Jawa
Barat.....................................................................................................................98

Diagram 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Pre Intervensi Pada Pengaruh
Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala nyeri Asam Urat Lansia Di Desa
Cinangka Sawangan Depok Jawa
Barat......................................................................................................................99

Diagram 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Post Intervensi Pada Pengaruh
Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala nyeri Asam Urat Lansia Di Desa
Cinangka Sawangan Depok Jawa
Barat.....................................................................................................................100

Diagram 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Pre & Post Intervensi Pada
Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala nyeri Asam Urat
Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa
Barat.....................................................................................................................101
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan

Lampiran 2 Lembar Pertanyaan Penelitian

Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 Lembar Tabel Observasi Pre dan Post Intervensi

Lampiran 6 Lembar Kuesioner

Lampiran 7 Standar Opersional Prosedur Kompres Jahe Merah

Lampiran 8 Tabulasi Data

Lampiran 9 Hasil Analisa Data Univariat dan Bivariat

Lampiran 10 Lembar Konsultasi Pembimbing satu I

Lampiran 11 Lembar Konsultasi Pembimbing satu II

Lampiran 12 dokumentasi penelitian


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), diperhitungkan bahwa pada

tahun 2025 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah lansia sebesar

41,4% pada presentase tersebut indonesia berada di peringkat jumlah

lansia ke-4 untuk jumlah penduduk lansia terbanyak setelah China. India

dan Amerika Serikat (WHO, 2018). Berdasarkan data Bada Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan bahwa penduduk usia lanjut di Indonesia pada tahun

2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18%), pada tahun 2010 meningkat

menjadi 21.992.553 jiwa (9,77%) dan pada tahun 2015 meningkat menjadi

28.283.000 jiwa (11,34%).

Hal ini menunjukkan peringkat jumlah lansia cepat dan diprediksikan

akan terus meningkat, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 akan

menjadi 28,8 juta jiwa. Prevalensi penyakit asam urat (gout) pada Lansia

di Amerika Serikat mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua kali

lipat kenaikan asam urat ini mempengaruhi 8,3 juta (4%) orang Amerika,

dalam populasi lebih dari 75 tahun dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000.

Dalam studi kedua, prevalensi asam urat pada populasi orang dewasa

Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia

75 tahun (WHO, 2018).


2

Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh

berbagai penderitaan akibat berbagai macam penyakit yang menyertai

proses menua. Namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang di tandai dengan penurunan kemampuan untuk tubuh beradaptasi

dengan stres lingkungan. Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi,

dan sistem tubuh itu bersifat alamiah atau fisiologis. Penurunan tersebut

disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada

umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan

menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun. Perjalanan penyakit

asam urat biasanya mulai dengan suatu serangan atau seseorang memiliki

riwayat pernah memeriksakan kadar asam uratnya yang nilai kadar asam

urat darahnya lebih dari 7 mg/dL, dan makin lama makin tinggi

(Noorkasiani, 2015).

Pada lansia dengan asam urat menimbulkan masalah fisik sehari – hari:

seperti gangguan aktivitas, gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman

nyeri, dan sebagainya sehingga pemeliharaan kesehatan lansia dengan

asam urat harus ditingkatkan agar tidak mengancam jiwa penderitanya dan

menimbulkan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit asam urat

(Bandiyah, 2015).
3

Perkembangan usia semakin tua akan semkain menambah risiko seseorang

terkena penyakit asam urat. Lansia wanita rawan terkena penyakit asam

urat dibandingkan pria, dengan faktor resiko 60%, hal ini disebabkan saat

wanita menopouse. hormon esterogen mengalami penurunan sehingga

dalam tubuh hanya sedikit hormon esterogen yang membantu pembuangan

asam urat lewat urine, maka pembuangan kadar asam uratnya tidak

terkontrol (Damayanti,2016).

Asam urat sudah dikenal sejak 2.000 tahun yang lalu dan menjadi salah

satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Dulu, penyakit ini juga disebut

“Penyakit Para Raja” karena penyakit ini diasosiasikan dengan kebiasaan

mengkonsumsi makanan dan minuman yang enak-enak. Yang dimaksud

dengan asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang

merupakan hasil akhir dari metabolisme purin. Secara alamiah, purin

terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada semua makanan yakni

makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) atau pun hewan

(daging, jeroan, seafood) (Aminah, 2015).

Lanjut usia (lansia) merupakan dimana seseorang telah mencapai usia 65

tahun ke atas. Lansia bukan penyakit namun merupakan tahap lanjut dari

suatu proses kehidupan yang di tandai dengan penurunan kemampuan

tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lanjut usia akan

mengalami berbagai perubahan akibat terjadinya penurunan dari semua


4

aspek diantaranya fungsi biologi, psikologis, sosial dan ekonomi.

Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan,

termasuk status kesehatannya terjadinya penurunan dari semua aspek

diantaranya fungsi biologi, psikologis, sosial dan ekonomi. Perubahan ini

akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk

status kesehatannya (Abdul & Sandu, 2016).

Secara umum, populasi penduduk lansia 60 tahun keatas pada saat ini

dinegara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan. Di

negara maju misalnya diperkirakan akan mengalami peningkatan jumlah

lansia sebesar 32% pada tahun 2050. Sementara dinegara berkembang,

jumlah penduduk usia 60 tahun keatas diperkirakan akan meningkat 20%

antara tahun 2017-2050 dan termasuk negara Indonesia, yang saat ini

menempati urutan keempat setelah China, India dan Jepang yang memiliki

jumlah lansia terbanyak (Ari & Liana, 2016).

Peningkatan jumlah penduduk lansia tidak terlepas dari peningkatan

derajat kesehatan lansia sehingga meningkatkan usia harapan hidup

(UHH). Tahun 2004, UHH penduduk Indonesia adalah 66 tahun,

kemudian meningkat menjadi 69 tahun pada tahun 2006 dan tahun 2009,

UHH mencapai 76 tahun (Ari & Liana, 2016).


5

Menurut (WHO, 2018) menyatakan bahwa usia harapan hidup di

Indonesia meningkat 72 tahun. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada

tahun 2012 mencapai 28 juta jiwa atau sekitan 8% dari jumlah penduduk

Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan jumlah lansia membengkak

menjadi 40 jutaan dan pada tahun 2050 diperkirakan akan melonjak

hingga mencapai 71,6 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015).

Pada lansia sistem muskuloskletal akan mengalami beberapa perubahan

seperti perubahan pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin),

berukurangnya kemampuan kartilago untuk bergerasi, kepadatan tulang

berkurang, perubahan struktur otot, dan terjadi penurunan elastisitas sendi

(Black Joyce M, 2015).

Hal ini menyebabkan sebagian besar dari lansia mengalami gangguan

sistem muskuloskletal, yang menyebabkan nyeri sendi adalah tanda atau

gejala yang mengganggu persendian, nyeri sendi akan menganggu kinerja

bagian tubuh. Pada nyeri sendi biasanya akan muncul rasa tidak nyaman

untuk disentuh, muncul pembekakan, peradangan, kelakuan, dan

pembatasan gerakan. Penyakit-penyakit gangguan sistem muskuloskletal

yang menyebabkan nyeri sendi antara lain: osteoritis, ahrtritis gout,

ahrtritis rheumatoid, arthritis infeksi (Aniea, 2016 didalam jurnal

Syariffatul, 2017).
6

Gout pernah disebut rajanya penyakit dan penyakit raja (king of disease

and disease of king).Masyarakat awam menyebutnya penyakit asam urat.

Gout merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh kelebihan

kadar senyawa urat didalam tubuh, baik karena produksi berlebih,

eliminasi yang kurang, atau peningkatan asupan purin. Gambaran klinis

gout arthritis adalah suatu penyakit sendi yang ada hubungannya dengan

metabolisme.Timbulnya mendadak, pada sendi jari kaki dan sering terjadi

pada malam hari (Oswari, 2015).

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit gout yang paling sering

menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis. Nyeri adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari

kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri sangat mengganggu

menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer,

2015). Dampak dari rasa nyeri yang berulang yaitu terjadinya respon stress

yang antara lain berupa meningkatkan rasa cemas, denyut jantung, tekanan

darah, dan frekuensi nafas. Nyeri yang berlanjut atau tidak ditangani

secara adekuat, memicu respon stress yang berkepanjangan, yang akan

menurunkan daya tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun,

mempercepat kerusakan jaringan, laju metabolisme, pembekuan darah dan

retensi cairan, sehingga akhirnya akan memperburuk kualitas kesehatan.

Selama ini bila terjadi nyeri terutama nyeri sendi asam urat, kebanyakan

petugas kesehatan di rumah sakit ataupun puskesmas langsung


7

memberikan tindakan medis (terapi farmakologi) dibandingkan dengan

melakukan tindakan mandiri (terapi non-farmakologi) seperti memberikan

kompres (Hartwig&Wilson, 2014).

Angka prevalensi gout di dunia secara global belum tercatat, namun di

Amerika Serikat angka prevalensi gout pada tahun 2010 sebanyak 807.552

orang (0,27%) dari 293.655.405 orang. Indonesia menempati peringkat

pertama di Asia Tenggara dengan angka prevalensi 655.745 orang (0,27%)

dari 238.452.952 orang (Right Diagnosis Statistik, 2010). Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2013, prevalensi

penderita gout artritis yang paling tinggi yaitu di Bali yang mencapai

19,3%. Di Sulawesi Utara juga merupakan salah satu prevalensi tertinggi

penderita gout artritis yaitu mencapai 10,3% 9 (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data di Indonesia pusat data statistik Indonesia, Asam urat

merupakan salah satu penyakit terbanyak. Prevalensi gout di Indonesia

diperkirakan 1,613,6/100.000 orang, prevalensi ini meningkat seiring

dengan meningkatnya umur. Hal ini merupakan suatu problem yang harus

bisa di tangani oleh pemerintah, karena dengan kondisi yang semakin

banyak menderita asam urat hal tersebut akan mampu menjadikan orang

yang terkena asam urat menjadi pasif, maka diperlukan dorongan agar

orang yang terkena penyakit rematik tersebut tetap aktif dalam segala hal.

Salah satu program pemerintah dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan
8

di setiap daerah, yang di harapkan mampu menstabilkan gangguan

kesehatan. (Depkes RI, 2018).

Berdasarkan data prevalensi Jawa Barat pusat data Statistik Indonesia,

asam urat merupakan salah satu penyakit terbanyak ke 2 di Indonesia yaitu

32,1%. Provinsi Jawa Barat dengan prevalensi mengidap penyakit sendi

tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan prevalensi (33,1%),

Jawa Barat (32,1%) dan Bali (30,0%). Provinsi Jawa Barat memiliki angka

prevalensi penyakit sendi tertinggi nomer dua berdasarkan diagnosis

dokter/tenaga kesehatan pada umur ≥ 50 tahun (Kemenkes, 2018).

Gout arthritis atau asam urat adalah penyakit yang sering ditemukan dan

tersebar di seluruh dunia. Gangguan metabolisme yang didefinisikan

sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 mg/dl untuk laki-laki

dan 6,0 mg/dl untuk perempuan ( Sudoyo, 2016 ). Lokasi persendian yang

terkena terutama sendi-sendi kecil yaitu sendi jari tangan dan jari kaki.

Bila kristal urat tertimbun pada jaringan diluar sendi maka akan

membentuk atau topus yaitu benjolan bening dibawah kulit yang berisi

kristal urat, kristal urat ini juga dapat menyebabkan timbulnya batu asam

urat (Handryani, 2015).

Pengobatan non farmakologis yaitu tindakan dalam batas keperawatan

yang dapat digunakan untuk nyeri sendi pada lansia (Nurlina,


9

2015).Selama ini bila terjadi nyeri terutama nyeri sendi, kebanyakan

masyarakan dan perawat di Rumah sakit ataupun Puskesmas langsung

memberikan tindakan medis (terapi farmakologis) dari pada melakukan

tindakan mandiri seperti meberikan kompres jahe dan air hangat, rebusan

air daun salam, dan rebusan daun sirsak. Adapun terapi non-farmakologis

yang dapat digunakan dalam menurunkan nyeri sendi (Syarifatul, 2016).

Pemberian kompres merupakan upaya untuk mengurangi rasa nyeri,

pemberian kompres di bagi menjadi 2 yaitu kompres hangat dan kompres

dingin. Pemberian kompres air hangat dapat dilakukan dengan mandiri dan

tidak mengeluarkan biaya yang mahal. Pada tahap fisiologis kompres

hangat menurunkan nyeri lewat trannisi dimana sensasi hangat pada

pemberian kompres dapat menghabat pengeluran mediator inflamasi

seperti sitokinin pro inflamasi, kemokin,yang dapat menurunkan sensivitas

nosiseptor yang akan meningkatkan rasa ambang pada rasa nyeri sehingga

terjadilah penurunan nyeri (Izza, 2015).

Menurut Puspaningtyas dan Utami 2013, jahe sering kali digunakan

sebagai obat nyeri sendi karena kandungan ginerol dan rasa hangat yang

ditimbulkannya membuat pembuluh darah terbuka dan memperlancar

sirkulasi darah. Dan suplai makanan dan oksigen menjadi lebih baik

sehingga nyeri sendi akan berkurang. Pada jahe sering kali digunakan

untuk menurunkan nyeri sendi karena kandungan gingerol dan shoagol


10

yang menambahkan rasa panas pada kompres hangat, selain itu kandungan

siklooginase pada jahe mampu menghambat prostaglandin untuk

menghantarkan nyeri pada tahapan fisiologis nyeri, kompres hangat

rebusan jahe menurunkan nyeri sendi dengan tahan transduksi, dimana

pada tahapan ini jahe memiliki kandungan gingerol yang bisa

menghambat terbentuknya prostaglandin sebagai mediator nyeri, sehingga

dapat menurunkan nyeri sendi (Izza, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan Sani dan Winarsih tahun 2013, dari 40

responden yang dibagi dalam dua kelompok intervensi, kelompok yang

pertama dilakukan pemberian intervensi kompres hangat sedangkan

kelompok kedua dilakukan intervensi kelompok kompres dingin

menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata penurunan skala nyeri pada

kompres hangat adalah 1,60 dan ratarata penurunan skala nyeri pada

kompres dingin adalah 1,05. Hal ini berarti kompres hangat lebih efektif

untuk menurunkan nyeri pada penderita gout arthritis berdasarkan usia

pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden yang menderita asam

urat berusia 50 – 60 tahun, yaitu sebanyak 12(54.55%).

Penelitian yang di teliti Wuragian, Bidjuni, dan Kallo (2017) yang

menyatakan bahwa sebanyak 23.3% penderita asam urat berusia 30-49

tahun, 40% berusia 50-64 tahun, dan 36.7% berusia > 65 tahun.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diamati bahwa mayoritas penderita


11

asam urat berusia 50-64 tahun. Berdasarkan penelitian Rusnoto dkk, 2015.

Pemberian kompres hangat memakai jahe untuk meringankan skala nyeri

pada pasien asam urat di Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu

Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata skala

nyeri sebelum dilakukan kompres hangat memakai jahe adalah 6,00 (nyeri

sedang), setelah dilakukan kompres hangat memakai jahe adalah 3,67

(nyeri ringan). Dan hasil dari uji peringkat wilxocon didapat bahwa nilai

hasil p value 0.000 (p < 0.05 ) sehingga H0 ditolak disimpulkan bahwa ada

pengaruh pemberian kompres hangat memakai jahe untuk meringankan

skala nyeri pada pasien asam urat di desa Kedungwungu Kecamatan

Tegowanu Kabupaten Grobogan. Dalam penelitian ini, intervensi

dilakukan dengan cara yang sama seperti yang telah dilakukan penelitian

sebelumnya. Namun karakteristik responden yang berbeda dari responden

penelitian lain diharapkan dapat memperkuat hasil-hasil penelitian yang

sudah pernah dilakukan. Agar dapat terbukti dengan jelas bahwa

kompresan jahe merah dapat menurunkan rasa nyeri pada asam urat.

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat menunjukan bahwa lansia

yang terkena asam urat cukup tinggi dengan angka kejadian lansia pada

tahun 2020 dengan jumlah lansia 90 orang dengan 25 orang yang terkena

asam urat. Studi yang diteliti yang menyebabkan asam urat di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat yang disebabkan dari makanan

yang mengandung purin tinggi (contohnya seperti jeroan, kangkung,


12

bayem, melinjo, kacang-kacangan, tahu, tempe) dan minuman yang

mengandung purin tinggi (contohnya seperti kopi, softdrink). Dan yang di

sebabkan terkena penyakit asam urat adalah usia, karena usia lansia lebih

rentan terserang penyakit dari pada orang dewasa muda.

B. Rumusan Masalah

Pada data WHO ( World Health Organization), diperhitungkan bahwa

pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah lansia

sebesar 41,4% pada presentase tersebut Indonesia berada di peringkat

jumlah lansia ke-4 untuk jumlah penduduk lansia terbanyak setelah China.

India dan amerika serikat ( WHO, 2018). Berdasarkan data Bada Pusat

Statistik ( BPS ) menunjukkan bahwa penduduk usia lanjut di Indonesia

pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa ( 7,18% ), pada tahun 2010

meningkat menjadi 21.992.553 jiwa ( 9,77% ) dan pada tahun 2015

meningkat menjadi 28.283.000 jiwa ( 11,34% ). Hal ini menunjukkan

peringkat jumlah lansia cepet dan diproyeksikan akan terus meningkat,

sehingga diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 28,8 juta jiwa.

prevalensi penyakit asam urat (gout) pada Lansia di Amerika Serikat

mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat kenaikan asam

urat ini mempengaruhi 8,3 juta (4%) orang Amerika, dalam populasi lebih

dari 75 tahun dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua,

prevalensi asam urat pada populasi orang dewasa Inggris diperkirakan


13

1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun (WHO,

2018).

Menurut penelitian yang dilakukan Sani dan Winarsih tahun 2016, dari 40

responden yang dibagi dalam dua kelompok intervensi, kelompok yang

pertama dilakukan pemberian intervensi kompres hangat sedangkan

kelompok kedua dilakukan intervensi kelompok kompres dingin

menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata penurunan skala nyeri pada

kompres hangat adalah 1,60 dan ratarata penurunan skala nyeri pada

kompres dingin adalah 1,05. Hal ini berarti kompres hangat lebih efektif

untuk menurunkan nyeri pada penderita gout arthritis.

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat menunjukan bahwa lansia

yang terkena asam urat cukup tinggi dengan angka kejadian lansia pada

tahun 2017 dengan jumlah lansia 80 orang yang terkena asam urat dengan

angka kejadian asam urat dengan persentase (15%) dan pada tahun 2018

dengan jumlah lansia 50 orang dengan 25 orang yang terkena asam urat

dengan angka kejadian asam urat dengan persentase (7,7%) dan angka

kejadian kematian asam urat dengan persentase (3%). Studi yang diteliti

yang menyebabkan asam urat di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa

Barat yang disebabkan dari makanan yang mengandung purin tinggi

(contohnya seperti jeroan, kangkung, bayem, melinjo, kacang-kacangan,

tahu, tempe) dan minuman yang mengandung purin tinggi (contohnya

seperti kopi, softdrink). Dan yang di sebabkan terkena penyakit asam urat
14

adalah usia, karena usia lansia lebih rentan terserang penyakit dari pada

orang dewasa muda.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah “Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah Terhadap

Penurunan Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat”

C. Pertanyaan Penelitian

1.Bagaimana karakteristik responden (usia, jenis kelamin) di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat?

2.Bagaimana gambaran skala nyeri pada penderita Arthritis Gout sebelum

di kompres jahe merah di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat?

3.Bagaimana gambaran skala nyeri pada penderita Arthritis Gout sesudah

di kompres jahe merah di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat?

4.Bagaimana efektifitas pemberian kompres jahe merah terhadap

penurunan nyeri pada Arthritis Gout di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui “Efektifitas Pemberian Kompres dengan Jahe

Merah Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat”


15

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasi karakteristrik responden (usia, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan) di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa

Barat

b. Teridentifikasi skala nyeri pada lansia yang menderita Arthritis

Gout sebelum diberikan kompres Jahe Merah di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat

c. Teridentifikasi skala nyeri pada lansia yang menderita Arthritis

Gout sesudah pemberian Kompres Jahe Merah di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat

d. Diketahui efektifitas pada kerja Jahe Merah untuk Penurunan Nyeri

pada Penderita Arthritis Gout di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini di harapkan dapat dijadikan sebeagai bahan pembelajaran

bagi mahasiswa keperawat khususnya dalam penambahan wawasan dan

pemahaman guna memberikan asuhan keperawatan terhadap penderita

Athritis Gout dalam upaya pengobatan komplementer.


16

2. Pelayanaan Kesehatan

Sebagai bahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat dan tempat pelayanan kesehatan

lainnya untuk turut menghadirkan posbindu di wilayah tersebut

3. Manfaat Bagi Penderita Asam Urat

Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai terapi non

farmakologi dengan menggunakan kompres Hangat Jahe Merah sebagai

alternatif untuk mengatasi masalah Arthritis Gout

4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat di gunakan sebagai sumber untuk

memperkaya khasana ilmiah untuk terus berkarya dalam penelitian

selanjutnya Dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melalukan

penelitian lebih lanjut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Arthritis Gout (Asam Urat)

a. Definisi Asam Urat

Asam urat adalah nama senyawa turunan dari purin atau produk

akhir dari pemecahan purin. Sekitar 85% asam urat dapat di

produksi sendiri oleh tubuh melalui metabolisme nukleotida purin

endogen, guanic acid (GMP), isonic acid (IMP), dan adenic acid

(AMP). Dalam kadar yang normal, asam urat dalam tubuh

berfungsi sebagai antioksidan alami. Asam urat tubuh dapat

diketahui melalui pemeriksaan kadar asam urat serum kadar asam

urat normal untuk pria yaitu 3,0-7,0mg/dL. Sementara itu, kadar

asam urat normal pada wanita yaitu 2,4-6,0 mg/dL. Sebelum

pubertas sekitar 3,5 mg/dL. Oleh karena itu, kadar asam urat di

dalam darah bisa meningkat bila seseorang terlalu banyak

mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi (seperti

ekstrak daging, kerang, dan jeroan seperti hati ginjal, limpa, paru,

otak) (Syamsiah, 2017).

Artitis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang

sering di temukan, yang ditandai dengan penumpukan kristal

monosodium urat di dalam maupun di sekitar persendian.


18

Monosodium urat ini berasal dari metabolisme purin. Hal penting

yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah hiperurisemia dan

saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat di

dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi

jaringan tubuh, penyakit artritis gout ini akan memiliki manifestasi

berupa penumpukan kristal di dalam darah (Zahara, 2013).

b. Klasifikasi Asam Urat

Menurut Syamsiah (2017) penyakit asam urat ada 2 jenis, yaitu

penyakit asam urat primer dan penyakit asam urat sekunder, penyebab

penyakit asam urat primer berasal dari dalam tubuh, sedangkan

penyebab penyakit asam urat sekunder berasal dari luar tubuh.

1. Penyakit Asam Urat Primer

Penyebab penyakit asam urat primer belum diketahui secara pasti.

Namun, sebagian besar kasus ini disebabkan faktor genetik dan

ketidak seimbangan hormonal dalam tubuh. Faktor-faktor tersebut

menyebabkan gangguan pada metabolisme yang dapat

meningkatkan produksi asam urat. Faktor genetik dan pola diet atau

makan di suatu bangsa berpengaruh terhadap risiko penyakit asam

urat pada bangsa tersebut. Ketidak seimbangan hormonal di dalam

tubuh dapat mempengaruhi sistem kerja jaringan, organ dan sistem

metabolisme di dalam tubuh yang tidak berjalan secara normal.


19

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidak seimbangan

hormonal, yaitu pola hidup tidak teratur, penumpukan racun dalam

tubuh, dan radikal bebas. Ketidak seimbangan hormonal ini dapat

mempengaruhi proses pembentukan purin yang mengakibatkan

peningkatan asam urat di dalam tubuh. Normalnya, tubuh mampu

memproduksi purin hingga 85% kebutuhan tubuh. Namun, ketidak

seimbangan hormon dapat menyebabkan produksi purin meningkat

berkali-kali lipat.

2. Penyakit Asam Urat Sekunder

Penyakit asam urat sekunder berkaitan dengan asupan makanan dan

minuman ke dalam tubuh. Makanan yang mengandung banyak

purin merupakan penyebab utama terjadinya penyakit asam urat

sekunder. Semakin sering mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung purin, semakin banyak pula kandunagan purin ada di

dalam tubuh. Berikut daftar makanan yang mengandung purin

tinggi.
20

Tabel 2.1 Daftar Makanan Yang Mengandung Purin Tinggi

Makanan Kadar Purin

(mg/100gram)
Teobromin (kafein/cokelat) 2.300
Limfa domba atau kambing 773
Hati sapi 554
Ikan sarden 480
Jamur kuping 448
Limfa sapi 444
Daun melinjo 366
Paru paru sapi 339
Kangkung dan bayem 290
Ginjal sapi 269
Jantung sapi 256
Hati ayam 243
Jantung domba atau 241

kambing
Ikan teri 239
21

Sumber:

Makanan Kadar Purin

(mg/100gram)
Udang 234
Biji melinjo 222
Kedelai dan kacang- 190

kacangan
Dada ayam dengan kulit 175
Daging ayam 169
Lidah sapi 160
Ikan kakap 160
Tempe 141
Daging bebek 138
Kerang 136
Lobster 118
Tahu 108

(Syamsiah, 2017).

Asupan purin yang terlalu banyak menyebabkan ginjal kesulitan untuk

mengeluarkan kelebihan zat asam urat tersebut sehingga terjadi penumpukan di

persendian maupun di ginjal. Penumpukan sisa hasil metabolisme ialah yang

menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di persendian.

Selain asupan makanan yang mengandung purin tinggi, kosumsi alkohol

juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit asam urat.

Alkohol yang di maksud tidak hanya berupa minuman keras, tetapi

berbagai produk dari hasil fermentasi gula. Sebagai contoh produk yang

mengandung alkohol adalah tipe tuak, tape, anggur merah (red wine) dan
22

anggur putih (white wine) (Syamsiah, 2017). Berikut proses terjadinya

penyakit asam urat:

a) Mengkonsumsi secara berlebih makanan yang mengandung purin

tinggi.

b) Terjadi metabolisme purin di dalam tubuh. Namun, karena purin yang

Smasuk ke dalam asam urat di dalam tubuh pun meningkat.

c) Meningkatnya kadar asam urat menyebabkan ginjal tidak mampu

mengekskresikan asam urat.

d) Asam urat yang tidak dapat diekskresikan nemumpuk dan mengkristal

di daerah persendian. Hal ini menyebabkan peradangan, pembengkakan

dan rasa nyeri pada sendi (Syamsiah, 2017).

c. Gejala Penyakit Asam Urat

Gejala asam urat yang sering di alamiin berupa rasa nyeri di persendian

yang terjadi secara mendadak. Umumnya, terjadi pada malam hari atau

menjelang pagi hari. Pada umumnya, serangan pertama terjadi pada

satu bagian sendi dan serangan akan cepat menghilang. Serangan dapat

terjadi lagi, tetapi dalam jangka waktu yang cepat lama hingga

bertahun-tahun. Serangan awal yang cepat menghilang ini membuat

banyak penderita tidak menyadari bahwa telah mengalami gejala asam

urat (Syamsiah, 2017). Menurut Syamsiah (2017) gejala asam urat yang

berat dapat menyebabkan perubahan bentuk bagian-bagian yang

terserang. Perubahan bentuk biasanya terjadi di pergelangan kaki,


23

punggung, lengan, lutut, tendon belakang, dan daun telinga. Gejala

klinis asam urat yaitu:

1. Tahap Asitomatik

Pada tahap asitomatik ini terjadi peningkatan kadar asam urat tanpa

di sertai munculnya rasa nyeri dan terbentuknya kristal asam urat di

saluran kemih. Kondisi ini biasa disebut dengan hiperurisemia, yang

berarti kondisi kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal.

2. Tahap Akut

Pada tahap ini, penderita akan mengalami serangan nyeri di bagian

persendian secara mendadak dan hebat yang di sertai dengan rasa panas

dan kemerahan. Serangan ini biasanya terjadi pada malam hari atau

menjelang pagi hari, sehingga menyebabkan penderita terbangun dari

tidurnya. Serangan terjadi pada umumnya akan menghilang secara cepat

dalam waktu sekitar 10 hari tanpa pengobatan. Pada tahap ini, serangan

yang muncul tidak hanya menyerang penderita yang kadar asam uratnya

tinggi, tetapi sekitar 12,5% orang dengan kadar asam urat normal bisa juga

mengalami serangan ini.

3. Tahap Interval

Pada tahap interval penderita asam urat tidak mengalami serangan

selama beberapa waktu yang lama. Sekitar 1-2 tahun bahkan 10

tahun. Sebagian penderita tidak mengalami terjadinya serangan


24

lanjutan, sehingga dapat menjalankan aktivitasnya tanpa ada rasa

sakit dan nyeri.

4. Tahap Kronis

Tahap kronis biasnya muncul apabila penderita tidak melakukan

penanganan setelah terjadi serangan pertama. Tahap ini di tandai

dengan terbentuknya tofus (Urat), sekitar 10-11 tahun setelah

terjadinya serangan yang pertama. Tofus adalah benjolan-benjolan

pada sendi yang terserang atau sendi yang sering meradang. Pada

tahap ini, serangan akan lebih sering muncul, sekitar 5-6 kali dalam

setahun. Rasa nyeri pada tahap ini berlangsung lama dan terus-

menerus, sehingga dapat menyebabkan pembengkkan Bagian-bagian

sendi yang sering terserang yaitu bagian sendi yang sering mendapat

tekanan, seperti sendi ujung ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut,

siku, dan pergelangan.

d. Penyebab Asam Urat

Faktor yang memengaruhi kadar asam urat digolongkan menjadi tiga:

Faktor primer, faktor sekunder dan faktor predisposisi. Pada faktor

primer dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor sekunder dapat

disebabkan oleh dua hal, yaitu produksi asam urat yang berlebihan dan

penurunan ekskresi asam urat. Pada faktor predisposisi dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin, dan iklim. Faktor sekunder dapat berkembang
25

dengan penyakit lain (obesitas, diabetes melitus, hipertensi, polisitemia,

leukemia, mieloma, anemia sel sabit dan penyakit ginjal) (Kluwer,

2011).

Faktor risiko yang menyebabkan orang terserang penyakit asam urat

adalah genetik/riwayat keluarga, asupan senyawa purin berlebihan,

konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi, gangguan

fungsi ginjal dan obatobatan tertentu (terutama diuretika). Faktor-faktor

tersebut di atas dapat meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi

peningkatan kadar asam urat serta di tandai linu pada sendi, terasa sakit,

nyeri, merah dan bengkak keadaan ini dikenal dengan gout. Gout

termasuk penyakit yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat

disembuhkan, namun kalau dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang

menjadi artritis yang melumpuhkan. Gout berpotensi menyebabkan

infeksi ketika terjadi ruptur tofus, batu ginjal, hipertensi dan penyakit

jantung lain (Kluwer, 2011). Menurut Ahmad (2011) penyebab asam

urat yaitu :

1. Faktor Dari Luar

Penyebab asam urat yang paling utama adalah makanan atau faktor

dari luar. Asam urat dapat meningkat dengan cepat antara lain

disebabkan karena nutrisi dan konsumsi makanan dengan kadar purin

tinggi.

2. Faktor Dari Dalam


26

Adapun faktor dari dalam adalah terjadinya proses penyimpangan

metabolisme yang umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimana

usia diatas 40 tahun atau manula atau lanut usia beresiko besar

terkena asam urat. Selain itu, asam urat bisa disebabkan oleh penyakit

darah, penyakit sumsum tulang dan polisitemia, konsumsi obat-

obatan, alkohol, obesitas, diabetes mellitus juga bisa menyebabkan

asam urat.

e.Patofisiologi

Penyakit arthritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi

yang paling sering ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan

kristal monosodium urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Asam

urat ini akan dikeluarkan dalam tubuh melalui feses (kotoran) dan urin,

tetapi karena ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat yang ada

menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh.

Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat adalah terlalu

banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak

purin. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada

persendian sehingga menyebabkan rasa nyeri atau bengkak (Zahara,

2013).

Asam urat merupakan kristal putih tidak berbau dan tidak berasa lalu

mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida


27

(HCN) sehingga cairan eksraseluler yang disebut sodium urat. Jumlah

asam urat dalam tubuh dan banyak eksresi asam urat (Kumalasari,

2015). Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan

antara produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila

keseimbangan ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan kadar asam urat dalam darah yang di sebut dengan

hiperurisemia (Minapiring, 2011).

f.Tingkat Asam Urat

Menurut Syamsiah (2017) Stadium penyakit asam urat. Kasus asam urat

tingkat keparahannya terdiri dari 4 tahapan:

1.Tahap Asimtomatik (stadium I)

Tanda-tanda penyakit asam urat/gout pada stadium I atau permulaan

biasanya ditandai dengan peningkatan kadar asam urat tetapi tidak

dirasakan oleh penderita karena tidak merasakan sakit sama sekali dan

tidak disertai gejala nyeri, arthritis, tofi/tofus maupun batu ginjal atau

batu urat di saluran kemih.

2.Tahap Akut (stadium II)

Asam urat Stadium II biasanya terjadi serangan radang sendi disertai

dengan rasa nyeri yang hebat, bengkak, merah dan terasa panas pada

pangkal ibu jari kaki. Biasanya serangan muncul pada tengah malam

dan menjelang pagi hari.

3.Tahap Interkritikal (stadium III)


28

Asam urat Stadium III adalah tahap interval di antara dua serangan

akut. Biasanya terjadi selelah satu sampai dua tahun kemudian.

4. Tahap Kronik (stadium IV)

Tahapan kronik ini ditandai dengan terbentuknya tofi dan deformasi

atau perubahan bentuk pada sendi-sendi yang tidak dapat berubah ke

bentuk seperti semula, ini disebut gejala irreversibel atau arthritis asam

urat kronis. Pada kondisi ini frekuensi kambuh akan semakin sering

dan disertai rasa sakit terus menerus yang lebih menyiksa dan suhu

badan bisa tinggi. Bila demikian bisa menyebabkan penderita tidak bisa

jalan atau lumpuh karena sendi menjadi kaku tak bisa ditekuk.

g.Faktor Yang Mempengaruhi Asam Urat

Menurut Syamsiah (2017) Hiperurisemia bisa timbul akibat produksi asam urat

yang berlebih atau dengan pembuangannya yang berkurang. Beberapa kondisi

ataupun keadaan lain yang dapat menyebabkan hiperurisemia meningkat

sebagai berikut: Usia merupakan salah satu faktor penyakit asam urat. Hal ini

berkaitan dengan adanya peningkatan kadar asam urat seiring dengan

bertambahnya usia, terutama pada pria, sementara itu, peningkatan kadar asam

urat pada wanita cenderung terjadi atau dimulai pada masa menopause.

1. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko penyakit asam urat,

dalam hal ini pria cenderung lebih beresiko mengalami penyakit asam urat.
29

Namun, resiko asam urat akan sama besar pada wanita yang telah

memasuki masa menopause.

2. Penggunaan obat-obatan juga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya

penyakit asam urat. Beberapa obat-obatan diketahui dapat meningkatkan

kadar asam urat dalam darah (Hiperurisemia), seperti obat diuretik

thisazide, cyclosporine, asam asetilaslisilat atau aspirin dosis rendah, dan

obat kemoterapi. Untuk itu, penggunaan obat-obatan tersebut harus

disesuaikan dengan anjuran dokter.

3. Produksi asam urat di dalam tubuh/endogen sangat berlebih karena

adanya gangguan metabolisme purin bawaan dan dimana perubahan

tertentu pembawa gen ini biasanya tanpa gejala (asimptomatik).

4. Kadar asam urat meninggi karena berlebihan mengkonsumsi makanan

berkadar tinggi purin yaitu daging, jeroan, kepiting, kerang, keju, kacang-

kacangan, bayam, buncis, kembang kol. Asam urat terbentuk lagi dan hasil

metabolisme makan-makanan tersebut. Tubuh manusia sebenarnya telah

mengandung purin sebesar 85% sehingga purin yang boleh di dapat dari

luar tubuh (dari makanan) hanya sebesar 15%.

5. Obesitas adalah salah satu keadaan penumpukan lemak berlebih dalam

tubuh yang dapat di nyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

adalah perbandingan antara berat badan dalam kilogram (kg) dengan tinggi

badan dalam meter kuadrat. Pengukuran IMT biasanya dilakukan pada

orang dewasa dengan usia 18 tahun ke atas. IMT dapat di hitung dengan

menggunakan rumus berikut:


30

Indeks Masa Tubuh (IMT) = Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m2)

Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika hasil perhitungan

IMT berada di atas 25 kg/m2.

Tabel. 2.2 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kategori IMT (kg/m2)


Kekurangan tingkat badan ringkat berat <17,0
Kekurangan tingkat badan ringkat ringan 17,0-18,4
Kategori IMT (kg/m2)
Normal 18,5-25,0
Kekurangan tingkat badan ringkat ringan 25,1-27,0
Kekurangan tingkat badan ringkat berat >27,0
Sumber: (Syamsiah, 2017).

Obesitas dapat memicu terjadi penyakit asam urat akibat pola makan

yang tidak seimbang. Orang yang mengalami obesitas cenderung

tidak menjaga asupan pola makannya, termasuk protein, lemak, dan

karbohidrat yang tidak seimbang sehingga kadar purin juga

meningkat atau terjadi kondisi hiperurisemia dan terjadi penumpukan

asam urat (Syamsiah, 2017).

h.Manifestasi Klinis

Biasanya serangan asam urat pertama hanya menyerang satu sendi dan

berlangsung selama beberapa hari. Kemudian gejalanya menghilang

secara bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala

hingga terjadi serangan berikutnya. Namun, asam urat cenderung akan

semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung


31

lebih lama, lebih sering dan menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi

yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen.

Lazimnya serangan asam urat ini terjadi di kaki (monoarthitis). Namun,

3-14% serangan juga bisa terjadi di banyak sendi (poliarthitis). Biasanya,

sendi yang terkena serangan asam urat berulang dalam ibu jari (padogra),

sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan

tangan, lutut, dan bursa olekranon pada siku (Junaidi, 2012).

Mengatakan bahwa manifestasi klinis dari hiperurisemia ini adalah

keluhan pada persendian, gangguan linu-linu yang diakibatkan oleh

penumpukan kristal monosodium urat (MSU) dalam sendi. Beberapa cara

mengatasi asam urat adalah menggunakan obat-obatan baik secara

tradisional maupun secara medis. Tanaman obat adalah kelompok

tanaman yang umumnya digunakan sebagai obat dan sebagai sumber

bahan baku obat. Tanaman obat yang digunakan biasanya dalam bentuk

simplisia yang berupa akar, daun, buah, dan biji. Obat tradisional selain

murah dan mudah didapat, obat tradisional juga memiliki efek samping

yang jauh lebih rendah dibandingkan obat-obatan kimia (Setiawan,2012).

Organ yang terserang asam urat adalah sendi otot, jaringan disekitar

sendi, telinga, kelopak mata, jantung dan lainnya. Jika kadar asam urat di

dalam darah melebihi batas normal maka asam urat ini akan masuk ke

organ-organ tersebut sehingga menimbulkan penyakit pada organ


32

tersebut. Penyakit pada organ tersebut bisa disebabkan oleh asam urat

secara langsung merusak organ tersebut (contohnya penyakit neropati

urat), bisa akibat peradangan sebab adanya kristal natrium urat

(contohnya penyakit asam urat akut), bisa akibat natrium urat menjadi

batu (contohnya menjadi batu urat). Penyakit asam urat bisa

menimbulkan pegal-pegal akibat kristal natrium urat sering menumpuk

dibagian sendi dan jaringan di sekitar sendi (Junaidi, 2012).

i.Komplikasi Asam Urat

Menurut Anastesya W (2015) penyakit asam urat jarang menimbulkan

komplikasi, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi, di antaranya:

1.Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang mengalami radang.

2. Kerusakan sendi permanen akibat radang yang terus berlangsung dan tofi

di dalam sendi yang merusak tulang rawan dan tulang sendi itu sendiri.

Kerusakan permanen ini biasanya terjadi pada kasus penyakit asam urat

yang disebabkan selama bertahun-tahun.

3. Batu ginjal yang disebabkan oleh pengendapan asam urat yang

bercampur dengan kalsium di dalam ginjal.

j. Penatalaksanaan Medis dan Non-Medis

Penanganan pada penderita gout dibagi menjadi 2 yaitu secara farmakologi

dan nonfarmakologi. Untuk farmakologi menggunakan obat, seperti:


33

NSAIDs, colchicine, corticosteroid, probenecid, allopurinol dan

urocisuric (Helmi, 2012).

Sedangkan nonfarmakologi dengan membatasi asupan purin atau rendah

purin, asupan energi sesuai dengan kebutuhan, mengkonsumsi lebih

banyak karbohidrat, mengurangi konsumsi lemak, mengkonsumsi banyak

cairan, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, mengkonsumsi cukup

vitamin dan mineral, mengkonsumsi buah dan sayuran, dan olahraga

ringan secara teratur (Ardhilla, 2013). Dalam menangani nyeri sendi pada

lanjut usia, perlu diberikan penanganan yang tepat baik secara farmakologi

maupun nonfarmakologi. Penanganan farmakologi akan diberikan obat

antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam menghalangi proses produksi

mediator peradangan (Arya, 2013).

Pemberian terapi farmakologi terus-menerus menyebabkan ketergantungan

dan mengganggu kerja beberapa organ pada tubuh lanjut usia (Brasher,

2015).

1. Penatalaksanaan Medis

Menurut Wijayakusuma (2015) Penatalaksanaan asam urat secara umum,

dapat diatasi dengan menggunakan pengobatan moderen (kimia) ataupun

pengobatan tradisional. Pengobatan modern ini biasa diperoleh dengan

mengunakan resep dokter. Obat-obatannya antara lain:


34

a.Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang berfungsi untuk

mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan.

b.Kortikosteroid, yang berfungsi sebagai obat anti radang dan menekan

reaksi imun. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk oral (tablet) atau

inravena (suntik).

c. Colchicine, yang berfungsi untuk meringankan gout akut Obat ini dapat

diberikan dalam bentuk oral (tablet) atau inravena (suntik).

d.COX-2 Inhibitor, yang berfungsi untuk mengatasi serangan gout akut

nyeri sendi akibat proses peradangan

e. Allopurinol, yang berfungsi untuk menurunkan produksi asam urat

dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.

2. Penatalaksanaan Non-Medis

Menurut Saraswati (2015) Menguraikan secara singkat mengenai terapi

non-farmakologi untuk gout, antara lain:

a. Mengurangi makanan yang memiliki kandungan purin yang tinggi.

b. Minum dalam jumlah yang cukup minimal 2 liter perhari.

c. Menghindari konsumsi minuman alkohol.

d. Mengurangi stres.
35

e. Mengurangi konsumsi lemak menjadi sekitar 15% dan total energi yang

pada orang yang sehat sekitar 25%. Jika komsumsi lemak tidak

dikurangi, pembakaran lemak menjadi energi akan menghasikan keton

yang akan menghambat eksresi asam urat.

k. Jenis – Jenis Tanaman Tradisional

Tanaman obat yang digunakan untuk penyakit asam urat berfungsi sebagai anti

radang, penghilang rasa sakit (analgesic). Membersihkan darah dari zat toksik,

peluruh kemih (diuretic) sehingga memperbanyak urine, dan menurunkan

asam urat. Adapun jenis tanaman berkhasiat obat yang dapat digunakan untuk

mengatasi asam urat diantaranya yaitu (Saraswati, 2015):

1.Mengkudu (Morinda Citrifolia): Buah ini dipercaya memiliki khasiat

sebagai pengurang rasa nyeri dan anti-inflamasi alamiah. Ekstraknya

dapat menghambat enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang akan

menyingkirkan penimbul rasa nyeri, prostaglandin (PEG).

2. Buah sirsak: anti-radang, peluruh kemih, dan menurunkan kadar asam

urat darah.

3. Daun sirsak: Efeknya adalah anti-radang, menghilangkan nyeri.

4. Sambiloto: Efeknya adalah anti-radang, menghilangkan nyeri, dan

penawar racun.

5.Kumis kucing: Efeknya adalah anti-radang, peluruh kemih,

menghancurkan batu ginjal dari kristal asam urat.

6. Daun salam: Efeknya adalah sebagai peluruh kencing, penghilang nyeri.


36

7. Alang-alang: Efeknya adalah peluruh kemih

8.Temulawak: Efeknya adalah anti radang, menghilangkan nyeri, dan

peluruh kemih.

9.Kunyit: Efeknya adalah anti-radang, menghilangkan nyeri, melancarkan

darah dan vital energy.

10. Jahe Merah : memberikan aktivitas anti-inflamasi alami yang

membantu mengurangi rasa sakit dan bengkak.

l.Terapi Modalitas

Menurut Saraswati (2009) terapi non farmakologis yang dapat digunakan

sebagai alternatif pilihan dalam pengobatan diminore primer adalah sebagai

berikut:

1. Olahraga

2. Kompres jahe merah

3. Berhenti Merokok dan Mengkonsumsi Alkohol

m. Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Junaidi (2013) Penyakit pirai (gout) atau arthritis gout adalah

penyakit yang disebabkan oleh tumpukan asam atau kristal urat pada jaringan,

terutama pada jaringan sendi. Asam urat berhubungan erat dengan

metabolisme purin yang memicu peningkatan kadar asam urat dalam darah

(hiperurisemia), yaitu jika kadar normal asam urat dalam darah untuk pria

adalah 7 mg/dL, sedangkan wanita adalah 6 mg/dL.


37

Menurut Junaidi (2013) Pemeriksaan laboratorium untuk memonitor kadar

asam urat di dalam darah dan urine dapat dilakukan dengan menggunkan 2

metode yaitu metode stik dan metode enzimatik.

1. Metode Stik

Pemeriksaan kadar asam urat menggunakan metode stik dapat dilakukan

menggunakan alat multicheck. Prinsip pemeriksaan adalah blood uric acid

strips menggunakan katalis yang digabung dengan teknologi biosensor

yang spesifik terhadap pengukuran asam urat.

Strip pemeriksaan dirancang dengan cara tertentu sehingga pada saat darah

diteteskan pada zona reaksi dari strip, katalisator asam urat memicu

oksidasi asam urat dalam darah tersebut. Intensitas dari elektron yang

terbentuk diukur oleh sensor multicheck dan sebanding dengan konsentrasi

asam urat dalam darah. Nilai rujukan dengan menggunakan metode stik

untuk laki-laki 3,5-7,0 mg/dL dan untuk perempuan 2,6-6,0 mg/dL.

Pemeriksaan kadar asam urat metode stik ini mempunyai kelebihan

menggunakan sampel darah dalam jumlah yang sedikit karena darah yang

dipakai adalah darah kapiler yang di ambil dari ujung jari pasien. Selain

itu, metode stik juga membutuhkan waktu pemeriksaan yang relatif cepat.

2. Metode Enzimatik

Prinsip pemeriksaan kadar asam urat metode enzimatik adalah uricase

memcah asam urat menjadi allantoin dan hidrogen peroksida.

Selanjutnya dengan adanya enzim perokdidase, peroksida, toos dan 4-


38

aminophenazone membentuk quinoneimine berwarna merah. Intensitas

warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat. Nilai

rujukan dengan menggunkan metode enzimatik untuk laki-laki 3,4-7,0

mg/dL dan untuk perempuan 2,4-6,0 mg/dL. Pemeriksaan kadar asam

urat metode enzimatik ini menggunkan sampel darah vena dan

membutuhkan bahan pembantu yang ebih banyak serta waktu

pemeriksaan yang lebih lama dibandingkan.

2. Jahe merah

a.Defenisi tanaman jahe merah

Tanaman jahe (Zingiber officinale Roscoe) termasuk keluarga

Zingiberaceae yaitu suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan

ketinggian 30-100cm, namun kadang-kadang tingginya dapat mencapai

120cm. Daunnya sempit, berwarna hijau, bunganya kuning kehijauan

dengan bibir bunga ungu berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala

sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang dan berbau

harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat (Ratna, 2015).

Tanaman jahe secara botani dapat dikasifikasikan sebagai berikut :

1) Divisi : Spermatophyta

2) Kelas : Angiospermae

3) Subkelas : Monocotyldnoneae

4) Ordo : Musales

5) Famili : Zingiberacaea

6) Gemus : Zingiber
39

7) Spesies : Ofcinale

Secara umum terdapat tiga jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari

aroma, warna, bentuk, dan besar rimpang. Ketiga jenis tanaman jahe

tersebut adalah jahe putih (gajah), jahe putih kecil (Emprit) dan jahe

merah.

b.Ciri – Ciri Tanaman Jahe Merah

1. Jahe gajah

varietas jahe ini bayak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama

Zingiber Officinale. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika

dibadingkan jenis jahe lainnya jika diiris rimpang berwarna putih

kekuningan. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas

lainnya. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun

berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe gajah ini

yang paling banyak produksinya. jahe gajah panen tua berumur delapan

bulan, sedangkan panen muda jahe gajah ini berumur empat sampai

lima bulan. Harga jahe gajah seharga Rp 6.000,00 per kg. Jahe yang

memiliki nama lain jahe badak ini memiliki kandungan minyak atsiri

sekitar 0,18 s.d 1,66% dari berat kering dan memiliki kandungan air

sebanyak 82% (Setyaningrum dan Saparinto, 2015).


40

Gambar 2.1 Jahe Putih / Gajah (Koran Gratis, 2018)

2.Jahe Emprit

Jahe ini dikenal dengan nama Latin Zingiber officinale var amarum,

bisa disebut dengan jahe emprit. Warnanya putih, bentuknya agak

pipih, berserat lembut, dan aromanya kurang tajam dibandingkan

dengan jahe merah. Jahe putih kecil ini memiliki ruas rimpang

berukuran lebih kecil dan agak rata sampai agak sedikit mengembung.

Rimpangnya lebih kecil daripada jahe gajah, tetapi lebih besar

daripada jahe merah. Jenis jahe emprit biasa dimanfaatkan sebagai

bahan pembuatan jamu segar maupun kering, bahan pembuat

minuman, penyedap makanan, rempah – rempah, dan cocok untuk

ramuan obat – obatan. Jahe kecil ini harganya Rp 6.000,00 per kg. Jahe

kecil panen tua berumur delapan bulan, sedangkan panen muda jahe

kecil ini berumur empat sampai lima bulan. Jahe kecil dapat diekstrak

oleoresin diambil minyak atsirinya (1,50 s.d 3,50% dari berat kering).

Kandungan minyak atsirinya lebih besar dibandingkan dengan jahe

gajah. Kadar minyak atsiri jahe putih sebesar 1,70 s.d 3,80% dan kadar

oleresin 2,39 s.d 8,87% dan memliki kandungan air 50,20%

(Setyaningrum dan Saparinto, 2015).


41

Gambar 2.2 Jahe Putih Kecil / Emprit (Indonetwork, 2019)

3. Jahe Merah

Atau dikenal dengan nama latin Zingiber officinale var. rubrum. Jahe

ini biasa disebut dengan jahe sunti. Jahe merah memiliki rasa yang

sangat pedas dengan aroma yang sangat tajam sehingga sering

dimanfaatkan untuk pembuatan minyak jahe dan bahan obat – obatan.

Jahe merah memiliki rimpang yang berwarna kemerahan dan lebih

kecil dibandingkan dengan jahe putih kecil atau sama seperti jahe kecil

dengan serat yang kasar. Jahe ini memiliki kandungan minyak atsiri

sekitar 2,58 s.d 3,90% dari berat kering. Jahe merah memiliki

kandungan air 81%. Selain itu jahe merah mempunyai kandungan

oleoresin 5 s.d 10%. Khusus untuk jahe merah, pemanenannya harus

selalu dilakukan setelah tua. Harga jahe merah ini seharga Rp 6.000,00

per kg (Setyaningrum dan Saparinto, 2015).


42

Gambar 2.3 Jahe Merah (Jualo, 2018)

c.Kandungan Kimia

Tabel 2.3 Karakteristik Berbagai Varietas Jahe

Karakteristik Jahe Gajah Jahe Emprit Jahe Merah

Panjang akar 12,9 – 21,5 cm 20,5 – 21,1 cm 17,4 -24 cm


Diameter akar 4,5 – 6,3mm 4,8 – 5,9 mm 12,3 – 12,6 mm
Ruas rimpang Besar Kecil Kecil
Warna jahe Putih kekuningan Putih Merah
Besar rimpang Besar dan gemuk, Sedang, ruas Kecil ruas agak

ruas lebih agak rata dan rata dan sedikit

Menggembung Sedikit Menggembung


Panjang rimpang 15,83 – 32,75 cm 6,13 – 31,7 cm 12,33 – 12,6 cm
Lebar rimpang 6,20 – 11,3 cm 6,38 – 11,1 cm 5,26 – 10,4 cm
Warna daun Hijau Hijau Hijau
Panjang daun 17,4 – 21,9 cm 17,4 – 19,8 cm 24,5 – 24,8 cm
Daun pelindung bunga Tersusun rapat Tersusun rapat Tersusun longgar
Panjang bunga 4 – 4,2 cm 4 – 4,2 cm 5 – 5,5 cm
Rasa Kurang pedas Pedas Sangat pedas
Aroma Kurang tajam Tajam Sangat tajam

Kandungan Jahe Gajah Jahe Emprit Jahe Merah

Minyak atsiri 0,18 - 1,66% 1,70 - 3,80% 2,58 - 3,90%


Oleoresin 2% 2,39 - 8,87% 5 - 10%
43

Air 82% 50,20%, 81%

Sumber : Setyaningrum dan Saparinto, 2015.

Menurut Ratna, (2015) kandungan rimpang jahe terdiri dari 2 komponen,yakni:

1. Komponen volatile

Sebagian besar terdiri dari derivat seskuiterpen (>50%) dan monoterpen.

Komponen inilah yang bertanggung jawab dalamaroma jehe dengan

konsentrasi yang cenderung konstan yakni 1-3%. Derivat seskuiterpen yang

terkandung diantaranya zingiberene (20-30%), ar-curcumene (6-19%), β-

sesquiphelandrene (7-12%) dan β-bisabolene (5-12%). Sedangkan derivat

monoterpen yang terkandung diantaranya α-pinene, bornyl asetat,borneol,

camphene, ρ-cymene, cineol, citral, cumene, β-elemene, farnese, β-

phelandrene, geraniol, limonene, linanol, pinene, dan sabinene.

2. Komponen nonvolatile

Terdiri dari oleoresin (4,0-7,5%). Ketika rimpang jahe distraksi dengan

pelarut, makanan didapatkan elemen pedas, elemen non-pedas, sertaminyak

esensial lainnya. Elemen-elemen tersebut bertanggung jawab dalam memberi

rasa pedas jahe. Telah diidentifikasi salah satu dari elemen ini yang disebut

dengan gingerol. Senyawa lain yang lebih pedas namun memiliki konsentrasi

yang lebih kecil ialah shoagol (fenilalkanone). Gingerol dan shoagol telah

diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe. Elemen lainnya

yang juga ditemukan ialah gingediol, gingediasetat, gingerdion, dan

gingeron.
44

Tabel 2.4 Komponen Volatil dan Nonvolatil Rimpang Jahe

Fraksi Komponen
Nonvolatil Gingerol, Shoagol,Gingediol,

gingediasetat,

Gigengerdion, Gingerenon
Volatil (-)-zingiberene, (+)-ar-

curcumene, (-)-β-

sesquiphelandrene, β-bisabolene,

α-pinene, bornyl acetate,

borneol, champhene, ρ-cymene,

cineol, citral, cumene, β-

elemene, farnesene, β-

phelandrene, geraniol, limonene,

linalol,myrcene,

β-pinene, sabinene
Sumber : WHO monograph on selected medicinal plants vo1, 1999

Tabel 2.5 Persentase Kandungan Jahe per Berat Sedang

Komponen Presentase dalam berat sedang

Minyak esensial 0.8%

Campuran lain 10-16%

Abu 6.5%

Protein 12.3%

Zat pati 42.25%

Lemak 4.5%

Fosfolipid Sedikit
45

Sterol 0.53%

Serat 10.3%

Oleoresin 7.3%

Vitamin Tabel

Glukosa tereduksi 3

Air Sedikit

Mineral 10.5%

Tabel 4
Sumber: Revindran et al, 2016.

Tabel 2.6 Kandungan Vitamin Jahe per Berat Kering

Komponen Presentase dalam berat kering

Tiamin 0.035%

Riboflavin 0.015%

Niasin 0.045%

Piridoksin 0.056%

VitaminC 44.0%

VitaminA Sedikit

Vitamin B Sedikit
Sumber: Revindran et al, 2016.

Tabel 2.7 Kandungan Mineral Jahe per Berat Kering

Elemen Jumlah, μg.g1 Berat Elemen Jumlah, μg.g1 Berat

Kering Kering
46

Cr 0.89 Hg 6.0 ng.g-1


Ma 358 Sb
39
Fe 145 Cl
579
Co 18 ng.g-1 Br
2.1
Zn F
28.2 0.07
Na Rb
443 2.7
K Cs
12.900 24 ng.g-1
As Sc
12ng.g-1
Se Eu 42 ng.g-1
0.31
44 ng.g-1
Sumber: Revindran et al, 2016.

d.Kegunaan Jahe Merah

Jahe memiliki banyak kegunaan. Penelitian untuk menguji aktivitas

farmakologi maupun untuk mengisolasi komponen aktif sudah banyak

dilakukan dan semakin berkembang. Pada pengobatan tradisional China dan

India, jahe digunakan untuk mengatasi penyakit batuk, diare, mual, asma,

gangguan pernapasan, sakit gigi, dyspepsia, dan arthritis reumatoid. Beberapa

efek farmakologi yang sudah diuji baik pada hewan coba maupun secara in

vitro adalah anti oksidan, antiemetik, antikanker, antinfalamasi akut maupun

kronik, antipireti, dan analgesik (Lase, 2015).

e.Mekanisme Kerja Jahe Merah

Tabel 2.8 Suhu yang direkomendasikan untuk Kompres Panas dan


47

Dingin

Deskripsi Suhu Aplikasi


Sangat Dibawah 15oC Kantong es
Dingin
Dingin 15 - 18oC Kemasan pendingin
Sejuk 18 - 27oC Kompres dingin
Hangat Kuku 27 - 37oC Mandi spons – alkohol
Hangat 37 - 40oC Mandi dengan air hangat, bantalan aquatermia
Panas 40 - 46oC Berendam dalam air panas, irigasi, kompres panas
Sangat Panas Diatas 46oC Kantong air panas untuk orang dewasa
Sumber : Kozier, (2016)

f.Mekanisme Kerja Kompres Jahe Terhadap Nyeri Sendi

Pemberian kompres jahe merah adalah intervensi keperawatan yang sudah

lama di aplikasikan oleh perawat, kompres jahe dianjurkan untuk menurunkan

nyeri karena dapat meredakan nyeri, meningkatkan relaksasi otot,

meningkatkan sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis, dan memberi rasa

nyaman, bekerja sebagai counteriritan (Koizier & Erb, 2016) Pada tahap

fisiologis kompresjahe merah menurunkan nyeri lewat tranmisi dimana sensasi

hangat pada pemberian kompres dapat menghambat pengeluaran mediator

inflamasi seperti sitokinin pro inflamasi, kemokin, yang dapat menurunkan

sensitivitas nosiseptor yang akan meningkatkan rasa ambang pada rasa nyeri

sehingga terjadilah penurunan nyeri. Pada jahe seringkali digunakan untuk

menurunkan nyeri sendi karena kandungan gingerol dan shoagol. Pada tahapan

fisiologis nyeri, kompres jahe merah menurunkan nyeri


48

sendi dengan tahap transduksi, dimana pada tahapan ini jahe memiliki

kandungan gingerol yang bisa menghambat terbentuknya prostaglandin sebagai

mediator nyeri, sehingga dapat menurunkan nyeri sendi (Izza, 2015).

3. Konsep Nyeri

a. Definisi Nyeri

Menurut judha 2012 dalam jurnal ums 2015, batasan atau definisi nyeri

yang diusulkan oleh “The International Association for the Study of Pain”

adalah suatu pengalaman perasaan dan emosi yang tidak menyenangkan

yang berkaitan dengan kerusakan sebenarnya ataupun yang potensial pada

suatu jaringan.

Nyeri merupakan perasaan tubuh atau bagian dari tubuh manusia, yang

senantiasa tidak menyenangkan dan keberadaan nyeri dapat memberikan

suatu pengalaman alam rasa. Apabila seseorang mengalami nyeri, maka

akan mempengaruhi fisiologis dan psikologis dari orang tersebut

(Tamsuri,2010). Nyeri adalah perasaan tidak nyaman dan sangat

individual yang tidak dapat dirasakan atau dibagi dengan orang lain.

Setiap individu akan merasakan reaksi dan persepsi yang berbeda. Nyeri

menyangkut dua aspek yaitu psikologis dan fisiologis yang keduanya

dipengaruhi faktor-faktor seperti budaya, usia, lingkungan dan sistem

pendukung, pengalaman masa lalu, kecemasan dan stress serta efek

plasebo (Potter & Perry, 2016). Nyeri sendi adalah suatu akibat yang
49

diberikan tubuh karena pengapuran atau akibat penyakit lain (Ani Dwi

Pratintya, Harmilah,Subroto, 2016).

b. Fisiologi Nyeri

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang

paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk

menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yaitu resepsi, persepsi dan

reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut saraf

perifer.

Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari

beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu

di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel

saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak

atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri

mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan

memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prepsepsi Nyeri

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi tentang nyeri pada seorang

individu meliputi (Jurnal UMS, 2015):


50

1. Usia

Usia muda cenderung dikaitkan dengan kondisi psikologis yang masih

labil, yang memicu terjadinya kecemasan sehingga nyeri yang

dirasakan menjadi lebih berat. Usia juga dipakai sebagai salah satu

faktor dalam menentukan toleransi terhadap nyeri. Toleransi akan

meningkat seiring bertambahnya usia dan pemahaman terhadap nyeri.

2. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon

terhadap nyeri. Toleransi sejak lama telah menjadi subyek penelitian

yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri

dipengaruhi oleh faktor - faktor biokimia dan merupakan hal yang unik

pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.

3. Budaya

Menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis

seseorang. Hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiate

endogen dan sehingga terjadilah persepsi nyeri. Keyakinan dan nilai

budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu

mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka.

4. Makna nyeri

Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal

ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar budaya individu tersebut.

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda – beda


51

apabila nyeri tersebut memberikan kesan mengancam, suatu

kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang

melahirkan akan mempersepsikan nyeri, akibat cidera karena pukulan

pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien

berhubungan dengan makna nyeri.

5. Perhatian klien

Perhatian yang meningkat di hubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan di hubungkan dengan respon nyeri yang

menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada

stimulus yang lain, maka perawat menempatkan pada kesadaran yang

perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu

meningkat, khususnya terhadap yang berlangsung selama waktu

pengalihan.

6. Tingkat kecemasan

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa kecemasan akan

meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua

keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten

antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan

pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.

Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Kecemasan yang tidak

berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual

dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif


52

untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan

nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2015).

7. Tingkat energi

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan

sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

8. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan membantu

mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki koping terhadap nyeri. Ibu

primipara dan multipara kemungkinan akan merespons secara berbeda

terhadap nyeri walaupun menghadapi kondisi yang sama, yaitu

persalinan. Hal ini disebabkan ibu multipara telah memiliki pengalaman

pada persalinan sebelumnya. (Tamsuri, 2016).

c. Instrumen Untuk Mengukur Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2015) Tidak semua klien dapat memahami atau

menghubungkan skala intesitas nyeri dalam bentuk angka. Klien in

mencangkup anak-anak yang tidak mampu mengomunikasikan ketidak

nyamanan secara verbal, klien lansia dengan gangguan kognisi atau

komunikasi, dan orang yang tidak bisa berbahasa inggris. Untuk klien ini

digunakan. Skala wajah mencantumkan skala angka dalam setiap ekspresi

nyeri sehingga intensitas nyeri dapat didokumentasikan.


53

1.Skala intensitas nyeri deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale/VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini

diurut dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa

jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan

klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter &

Perry, 2016).

Gambar 2.3 Skala nyeri deskriptif

2. Skala identitas nyeri numerik

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah

intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri,

maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2016).


54

Gambar 2.4 Skala identitasnyeri numerik

3. Skala nyeri wajah Wong & Baker

Gambar 2.5 : Skala nyeri wajah Wong & Baker

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya

peningkatan frekuensi pernafasan , tekanan darah, kekuatan otot, dan

dilatasi pupil.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas

panjang dandistraksi. Memiliki karateristik muka klien pucat, kekakuan


55

otot, kelelahan dan keletihan.

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.

Sumber : (Wong&Baker)

d. Penatalaksanaan Nyeri

Tujuan dari penatalaksanaan nyeri adalah menurunkan nyeri sampai tingkat

yang dapat ditoleransi. Upaya farmakologis dan non-farmakologis diseleksi

berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua

intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi parah

dan jika diterapkan secara simultan.

1.Intervensi Farmakologis

Lansia sangat rentan untuk mengalami efek samping suatu

pengobatan, oleh karena itu pada pemberian obat untuk mengobati

rasa nyeri perlu diperhatikan dosis yang akan diminum usia

berhubungan erat dengan efek metabolisme obat di dalam tubuh, jadi

pemberian obat pada lansia harus dilakukan dengan hati-hati.

World Health Organization (WHO) mengembangkan pendekatan

secara medikasi untuk mengontrolrasa nyeri pada penderita kanker

yang ternyata bermanfat pula bagi penderita rasa nyeri lainnya.

Protokol WHO menganjurkan penatalaksaan rasa nyeri dilakukan

secara konservatif dan bertahap untuk mengurangi terjadinya efek

samping.
56

Selanjutnya pasien diberikan pengobatan bila obat yang diberikan

pada tahap awal tidak efektif. Pendekatan secara “tangga analgesik”

(analgesic ladder) diawali dengan pemberian nonopioid analgesik

asetaminofen, siklo-oksigenase 2 (CO-2) inhibitor dan obat anti

inflamatori nonsteroid (OAINS/nonsteroidal anti-inflammatory

drugs/NSAIDs).

Asetaminofen merupakan pilihan utama untuk mengobati rasa nyeri

ringan sampai sedang pada lansia dan pemberiannya harus dibatasi.

Misal kan pemberian asetaminofen 4000 mg sehari (dosis 4 kali

1000mg) dalam jangka lama dapat menimbulkan gangguan pada

hepar. Penggunaan OAINS jangka panjang harus dihindari karena

seringkali terjadi efek samping misalnya perdarahan gastrointestinal

dan gangguan fungsi ginjal. Bila diperlukan dapat diberikan

pengobatan adjuvan (adjuvant medications) untuk mengobati rasa

nyeri kronik pada lansia seperti golongan steroid, antikonvulsan,

anestesi lokal topikal dan antidepresan (Lase, 2015).

Pada “tangga kedua” bila rasa nyeri sedang sampai berat

asetaminofen dapat ditambah golongan opioid (hidrokodon,

oksikodon, kodein) dan tramadol. Tramadol dapat digunakan pada

lansia yang mengalami gangguan gastrointesital (konstipasi) dan

ginjal. Bila digunakan golongan opioid maka dosis asetaminofen atau


57

oksikodon dapat diturunkan (Lase, 2015). Pengobatan secara topikal

dapat pula digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang bersifat

neuropatik atau sindrome rasa nyeri kompleks regional Lidokain 5%

secara topikal sangat bermanfaat untuk mengatasi rasa nyeri yang

terjadi pada postherpetic neuralgia. Preparat topikal aspirin,

kapsaisin, antidepresan trisiklik, lidokain, OAINS dan opioids dapat

mengurangi rasa nyeri terutama gangguan muskuloskeletal (Lase,

2015).

Untuk mengobati rasa nyeri yang berat (“tangga analgesik” ketiga)

dapat digunakan obat golongan opioid. Sebuah studi di Amerika

Serikat tentang strategi untuk mengobati rasa nyeri pada lansia

menunjukkan penggunaan obat analgesik merupakan strategi yang

paling banyak digunakan. Obat- obat yang digunakan adalah

golongan asetaminofen, aspirin, COX-2 inhibitorsdan opioids.

Beberapa penulis menambahkan dan memodifikasi menjadi empat

“tangga pengobatan” yaitu dengan prosedur intervensi seperti blok

sistem saraf, pembedahan, prosedur operatif, dan pengobatan perilaku

kognitif bagi penderita dengan rasa nyeri (Lase, 2015).

Prosedur lain untuk mengurangi rasa nyeri dengan menggunakan

neural ablation dapat mengurangi atau menghilangkan

ketergantungan pada golongan analgesik opioid. Termasuk teknik

neural ablation adalah dengan menyuntikkan alkohol atau fenol,


58

krioanalgesik atau tindakan operatif pada jalur nociceptive. Namun

penelitian menunjukkan pengobatan operatif dengan blok saraf tidak

efektif untuk mengobati rasa nyeri kronik pada lansia. Interpretasi dari

prosedur intervensi ini sudah menerima banyak kritik dari berbagai

studi dan perlu dikaji lebih lanjut. Polifarmasi dan frekuensi kondisi

“komorbid” pada lansia merupakan faktor utama yang harus

dipertimbangkan ketika membuat keputusan dalam pemberian obat

sebagai terapi rasa nyeri. Monitoring harus dilakukan secara seksama

pada pasien lansia yang memperoleh pengobatan multipel tidak saja

untuk menilai efektivitas pengobatan tetapi juga memonitor

kemungkinan muncul reaksi efek samping dari pengobatan yang

diperoleh (Lase, 2015).

Pemberian terapi farmakologi dilakukan melalui kolaborasi dengan

dokter atau pemberi perawatan utama lainnya dan pasien. Sebelum

memberikan obat apa saja , pasien ditanyakan mengenai alergi

terhadap medikasi dan sifat dari segala respon alergi sebelumnya.

Pereda nyeri farmakologis dibagi menjadi tiga yakni golongan opioid,

non-opioid dan anestetik. Anestesi lokal yang bekerja dengan

memblok konduksi saraf, dapat diberikan langsung ke tempat yang

cedera, atau langsung ke serabut saraf melalui suntikan atau saat

pembedahan. Golongan opioid (narkotik) dapat diberikan melalui

berbagai rute, yang karenanya efek samping pemberian harus


59

dipertimbangkan dan diantisipasi, diantaranya adalah depresi

pernafasan, sedasi, mual dan muntah, konstipasi, pruritus dan

peningkatan risiko toksik pada penderita hepar atau ginjal. Jenis

opioid diantaranya adalah morfin, kodein, meperidine. Sedang

golongan non-opioid diantaranya adalah obat- obatan antiinflamasi

nonsteroid (NSAID) yang menurunkan nyeri dengan menghambat

produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau

inflamasi. Jenis NSAID diantaranya adalah ibuprofen.

2. Intervensi Non-Farmakologis

Saat nyeri hebat berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari,

mengkombinasikan teknik non-farmakologis dengan obat-obatan mungkin

cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri, diantaranya adalah stimulasi

dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris

transkutan, distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis.

a) Stimulasi kutaneus dan massage

Bertujuan menstimulasi serabut serabut yang mentransmisikan sensasi

tidak nyeri, memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Massage

dapat membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat relaksasi

otot.

b) Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS)

Terapi menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda

yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan,

menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS menurunkan nyeri


60

dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri dalam area yang sama sperti

pada serabut.

c) Distraksi

Terapi distraksi memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri

merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif.

Distraksi menurunkan persepsi dengan menstimulasi sistem kontrol

desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditrans

misikan ke otak, keefektifan distraksi tergantung kemampuan pasien

untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri, distraksi

berkisar dari hanya pencegahan monoton hingga menggunakan aktivitas

fisik dan mental seperti misalnya kunjungan keluarga dan teman,

menonton film, melakukan permainan catur.

d) Teknik relaksasi

Terapi ini dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot

yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas

napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat

memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman,

irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati

dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi. Pada saat mengajarkan

teknik ini, akan sangat membantu bila menghitunng dengan keras

bersama pasien pada awalnya. Imajinasi terbimbing adalah

menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang

secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing


61

untuk meredakan nyeri dan relaksasi dapat terdiri atas menggabungkan

napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan

kemyamanan.

Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan

bahwa dengan setiap napas yang diekshalasi secara lambat, ketegangan

otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan bahwa imajinasi

terbimbing dapat berfungsi hanya pada beberapa orang. Hipnosis efektif

dalam meredakan nyeri dan menurunkan jumlah analgesik yang

dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis, mekanisme kerja hipnosis

tampak diperantarai oleh sistem endorphin, keefektifan hipnosis

tergantung pada kemudahan hipnotik individu, bagaimanapun pada

beberapa kasus teknik ini tidak akan bekerja.

e) Terapi panas dan dingin

Pada terapi panas dan dingin bekerja dengan menstimulasi reseptor

tidak nyeri dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera,

terapi es dapat menurunkan prostaglandin dengan menghambat proses

inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan

aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan

nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Terapi panas dan es harus

digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk

menghindari cedera kulit (Smeltzer & Bare, 2015).


62

4. Lanjut Usia (Lansia)

a.Definisi Lansia

Definisi lanjut usia adalah proses menghilangnya secara perlahan jaringan

fungsi tubuh dan mempertahankan fungsi normalnya (Maryam dkk, 2016).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.

13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,

2016).

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.

Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang

disebut Aging Process atau proses penuaann. Proses penuaan adalah siklus

kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai

fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh

terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian

misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya (Fatimah, 2016).


63

Proses menua pada individu mengakibatkan beberapa masalah secara fisik,

biologis, mental maupun sosial ekonominya. Hal ini dapat dilihat dengan

masalah kesehatan yang paling banyak dialami adalah penyakit tidak

menular salah satunya adalah penyakit tidak kronis, salah satu penyakit

kronis yang paling banyak menyerang pada lanjut usia adalah penyakit

radang sendi atau asam urat (Diantri dan Chandra, 2015).

Hal ini di karenakan semakin tua usia semakin tinggi resiko terkena

penyakit asam urat. Karena penuaan adalah proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mengganti

dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

mempertahankan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Bandiyah, 2016).

b. Batasan Usia Lanjut

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2015) batasan-batasan umur

yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat

2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

(enampuluh) tahun ke atas”.

2. Menurut World Health Organization (WHO 2018), usia lanjut dibagi

menjadi 4 kriteria berikut :


64

a) Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun.

b) Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun.

c) Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu:

a) Pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun.

b) Kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun.

c) Ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun.

d) Keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatricage):

65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi

menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80

tahun), dan very old ( > 80 tahun)Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Menurut Efendi (2014), perubahan pada lansia terdapat 2 yaitu:

a) Perubahan-Perubahan Fisik

1) Sel

Jumlahnya semakin sedikit, ukurannya semkain besar, berkurangnya

caira nintraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,

dan hati, jumlah sel otak menur terganggunya mekanisme-

mekanisme perbaikan sel.


65

2) Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan waktu untuk bereaksi, berat otak

menurun 10-20%, mengecilnya saraf panca indera, berkurangnya

respon penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecil syaraf

pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan

kurang sensitive terhadap sentuhan.

3) Sistem Penglihatan

Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak,

menyebabkan gangguan penglihatan, pupil timbul sklerosis,

meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya membedakan warna

menurun, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah

melihat dalam cahaya gelap.

4) Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi

suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-

kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani

menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

5) Sistem Cardiovaskuler

Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah,


66

kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,

perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg

(mengakibatkan pusing mendadak), tekanan darah meninggi

diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah

perifer.

6) Sistem Integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik, kulit kepala dan rambut menipis

berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal.

7) Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,

menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun

dan kedalaman nafas menurun. Kemampuan batuk menuurn

(menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg,

CO2 arteri tidak berganti.

8) Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitasnya indra pengecep menurun

pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,

waktu pengosongan menurun, peristaltik usus lemah, dan sering

timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

9) Sistem Urinaria
67

Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, dan kapasitas sampai 200

mg, frekuensi buang air kecil meningkat pada wanita sering terjadi

strofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun

dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

10) Sistem Ensokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH).

Penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen,

progresteron dan testosteron.

11) Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses

kreatinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya

elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari

manjadi keras dan rapuh, kelanjar keringat berkurang jumlah dan

fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

12) Sistem Meskuloskeletal

Peningkatan jaringan adiposa, tulang kehilangan cairan dan rapuh,

penipisan dan pemendekan tulang, penurunan masa tubuh yang

tidak berlemak dan kandungan mineral tubuh, persendian

membesar dan kaku, stropi serabut sehingga gerakan menjadi

lamban, penurunan pembentukan kolagen dan masa otot, otot

mudah keram dan tremor.

13) Sistem Perkemihan


68

Ginjal Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh

melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus

(nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50%.

Menurut Efendi (2015), Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan

dengan makin meningkatnya usia. Adanya akumulasi dari penyakit-

penyakit degenerative. Lanjut usia secara psikososial:

1) Ketergantungan pada orang lain ( memperlukan pelayana)

2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan

karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun,

setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup

dan lain-lain, hal yang mengganggukan keseimbangan

(Homeostatis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau

kemerosotan (Deteriorisasi) yang progresif terutama aspek

psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresi, apatis

dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial

yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian

sanak keluarga terdekat, terpaksa berurusan dengan penegak

hukum, atau trauma psikis.

B. Penelitian Terkait
69

1. Menurut penelitian yang dilakukan Sani dan Winarsih tahun 2015, dari

40 responden yang dibagi dalam dua kelompok intervensi, kelompok

yang pertama dilakukan pemberian intervensi kompres hangat

sedangkan kelompok kedua dilakukan intervensi kelompok kompres

dingin menghasilkan kesimpulan bahwa rata-rata penurunan skala

nyeri pada kompres hangat adalah 1,60 dan ratarata penurunan skala

nyeri pada kompres dingin adalah 1,05. Hal ini berarti kompres hangat

lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada penderita gout arthritis.

2. Berdasarkan usia pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden

yang menderita asam urat berusia 50 – 60 tahun, yaitu sebanyak

12(54.55%). Penelitian yang di teliti Wuragian, Bidjuni, dan Kallo

(2014) yang menyatakan bahwa sebanyak 23.3% penderita asam urat

berusia 30-49 tahun, 40% berusia 50-64 tahun, dan 36.7% berusia

> 65 tahun. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diamati bahwa

mayoritas penderita asam urat berusia 50-64 tahun.

3. Berdasarkan penelitian Rusnoto dkk, 2015. Pemberian kompres hangat

memakai jahe untuk meringankan skala nyeri pada pasien asam urat di

Desa Kedungwungu Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan.

Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata skala nyeri sebelum

dilakukan kompres hangat memakai jahe adalah 6,00 (nyeri sedang),

setelah dilakukan kompres hangat memakai jahe adalah 3,67 (nyeri

ringan). dan hasil dari uji peringkat wilxocon didapat bahwa nilai hasil

p value 0.000 (p < 0.05 ) sehingga H0 ditolak disimpulkan bahwa ada


70

pengaruh pemberian kompres hangat memakai jahe untuk

meringankan skala nyeri pada pasien asam urat di desa Kedungwungu

Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan.

C. Kerangka Teori Penelitian

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Artitis gout Faktor-faktor yang Farmakologi:


mempengaruhi asam
a. Definisi urat Obat OAINS,
b. Klasifikasi asam urat Kortikosteroid,
c. Gejala penyakit asam Colchicine, COX-2
urat 1. Usia
d. Penyebab asam urat 2. Jenis kelamin, inhibitor, dan
e. Patofisiologi 3. Pengguna obat- Allopurinol
f. Tingkat keparahan asam obatan
urat
g. Faktor yang 4. Makanan purin
mempengaruhi asam tinggi
urat 5. Genetik
h. Manifestasi klinis asam 6. Obesitas
urat
i. Komplikasi asam urat Non farmakologi:
j. Penatalaksaan asam urat
k. jenis-jenis tanaman 1. Mengurangi makanan
tradisional
yang kandungan
l. terapi mobilitas
m. pemeriksaan purin yang tinggi.
Karakteristik pasien 2. Minum air mineral
laboratorim
Pasien yang berusia di atas 60 tahun, minimal 2 liter
berjenis kelamin laki-laki dan perhari.
perempuan. 3. Terapi tradisional:
- Jahe merah
- Daun salam
- Daun sirsak
- Buah sirsak

Sumber : Asam Urat ( Aminah, 2015 ), Jahe ( Ratna, 2015 ), Skala Nyeri

(Tamsuri, 2016 ), Lansia ( Mariam dkk, 2016 ).


71
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan penjelasan tentang konsep-konsep yang

terkandung di dalam asumsi teoritis yang akan digunakan untuk

mengabstraksikan unsur-unsur yang terkandung dalam fenomena yang akan

diteliti dan bagaimana hubungan di antara konsep-konsep tersebut.

Kerangka konsep akan membantu penelitian menghubungkan hasil penlitian

dengan teori (Nursalam, 2015).

Kerangka konseptual penelitian adalah antara konsep satu terhadap konsep

yang lainnya di teliti, variabel penelitian adalah karakteristik yang di amati

yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu

konsep agar tidak dapat di teliti secara empiris atau di temukan tingkatannya

(Setiadi, 2016). Variabel penelitian adalah konsep yang dikembangkan dari

konsep atau teori dan hasil penelitian terdahulu dengan fenomena atau

masalah penelitian (Dharma, 2015). Pada penelitian ini peneliti

mengkelompokkan variabel menjadi 2 variabel yaitu:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan

atau timbulnya variabel dependen (Hidayat, 2015). (Putra, 2016)

mengatakan variabel di independen sering disebut variabel


74

stimulus,predictor, antecedent, yang mempengaruhi timbulnya variabel

dependent. Variabel independen pada penelitian ini adalah pemberian

kompres Jahe Merah.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang di

pengaruhi oleh variabel bebas (variabel independen), variabel dependen

sering di sebut variabel akibat dan variabel output (Setiadi, 2016). Pada

penelitian ini yang merupakan variabel dependen adalah penurunan

skala nyeri.
75

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel dependen Variabel dependen

Skala nyeri sebelum di


berikan kompres jahe merah :

Skala nyeri : Skala nyeri sesudah di


berikan kompres jahe
A. Skala 5, nyeri merah:
benar-benar
mengganggu dan Skala nyeri:
tidak bisa
didiamkan dalam A. Skala 0, tidak
waktu lama nyeri
B. Skala 6, nyeri B. Skala 1, nyeri
sudah sampai tahap sangat ringan
mengganggu C. Skala 2, nyeri
indera, terutama ringan, ada sensasi
indera penglihatan seperti di cubit,
C. skala 7, nyeri Variabel independen namun tidak
sudah membuat begitu sakit
anda tidak bisa
melakukan
aktivitas Kompres jahe
merah

keterangan:

: Area yang diteliti

: Ada Pengaruh
76

A. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mengidentifikasikan variabel secara

operasional berdasarkan karakreistik yang diamati sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena Putra (2016) .

Dharma mengatakan hal yang sejalan, bahwa definisi operasional

variabel adalah definisi variabel berdasarkan sesuatu yang

dilaksanakan dalam penelitian sehingga variabel variabel tersebut

dapat diukur, diamati, dihitung, kemudian timbul variasi.

Mendefinisikan variabel secara operasional bertujuan untuk membuat

variabel menjadi lebih konkrit dan dapat diukur (Dharma, 2015).

Definisi operasional merupakan penjekasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna

penelitian (Setiadi, 2016). Definisi operasional adalah variabel

penelitian yang dimasukan untuk memenuhi arti setiap variabel

penelitian sebelum dilakukan analisis (Wiratna S, 2014).


77

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Cara Skala Ukur

Operasional Ukur

Variabel Independen

1.kompres Pemberian Melakukan a. Jahe merah Dibalut pada Nominal

jahe terapi kompres jahe b. Parutan Area nyeri

merah kompres jahe merah c. Kain/handu Dengan

merah pada k kompres kategorik

penderita 1. Sebelum

asam urat Intervensi

2. Sesudah

Intervensi

Variabel Dependen

2.Skala Nyeri adalah 1. Nyeri ringan Dengan Ordinal

nyeri aktivitas dan Skala 1, nyeri menentukan

emosional ringan ekspresi

sebagai Skala 2, nyeri responden

manifestasi dari ringan ada menggunakan

proses patologis sensasi seperti gambar ekspresi

pada tubuh yang di cubit nyeri

kemudian Skala 3, nyeri Dengan kategori

memengaruhi sudah mulai 1.Nyeri berat (8-


78

saraf sensorik terasa, namun 10)

dan merusak masih bisa 2.Nyeri sedang

jaringan ditoleransi (4-7)

Skala nyeri : 2. Nyeri sedang 3. Nyeri ringan

Skala 1-3 ringan Skala 4, nyeri (1-3)

Skala 4-7 cukup

Sedang mengganggu

Skala 8-10 Berat Skala 5, nyeri

benar-benar

mengganggu

Skala 6, nyeri

sudah sampai

tahap terutma

indera

penglihatan

Skala 7, nyeri

sudah membuat

tidak bisa

melakukan

aktivitas

3. Skala berat

Skala 8, nyeri

mengakibatkan
79

anda tidak bisa

berfikir jerni

dan bahkan

terjadi

perubahan

perilaku

Skala 9, nyeri

mengakibatkan

anda terjerit-

jerit karena

nyeri

Skala 10 , nyeri

berada di tahap

yang paling

parah

A. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan yang ada dalam penelitian, sampai terbukti melalui data

yang sudah terkumpul dan dilakukan pengololaan data (Sugiyono,

2015). Hipotesis disusun sebelum penelitian melaksanakan kerena

hiotesis dapat diberikan sebagai petunjuk pada tahap pengumpulan,

analisi, dan interprestasi data (Natoadmodjo, 2015).


80

Putra menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam merumuskan hipotesis yaitu, berbentuk pernyataan, disusun

berdasarkan kerangka kerja penelitian, dapat diuji, menggunakan

kalimat sedarhana, berdasarkan dengan metode penelitian yang

digunakan.

Hipotesis yang akan muncul dalam penelitian ini :

Ha: Ada pengaruh pemberian kompres jahe merah terhadap

penurunan nyeri pada penderita athritis gout di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat

Ho:Tidak ada pengaruh pemberian kompres jahe merah terhadap

penurunan nyeri pada penderita athritis gout di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat

Hipotesis yang di harapkan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh pemberian kompres jahe merah terhadap

penurunan nyeri pada penderita athritis gout di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dalam perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang

mungkin timbul selama proses. Hal ini penting karena desain penelitian

merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk

keperluan penguji hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan penelitian

dan sebagai alat untuk mengontrol variabel yang berpengaruh dalam

penelitian (Sugiyono, 2015).

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif dengan

rancangan penelitian adalah quasi experiment dengan bentuk recangan one

group pretest-posttest. Dalam penelitiannya observai dilakukan sebanyak

2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Observasi

sebelum eksperimen (01) pre dan observasi sesudah eksperimen (0 2) post

(Notoatmodjo, 2015). Bagan rancangan sebagai berikut:

Bagan 4.1 Desain Penelitian

Pre Perlakuan Post


74

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Pre test (Pada kelompok intervensi sebelum diberikan kompres jahe

merah).

O2 : Post test (Pada kelompok intervensi sesudah diberikan kompres jahe

merah).

X : Yang diteliti .

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat.

2. Waktu

Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari – Mei Tahun 2020.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan


75

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2014). Populasi dalam penelitian kali ini adalah semua

penderita asam urat sesuai dengan kriteria yang akan diteliti di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat sejumlah 25 responden.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi (Sugiyono, 2014). Sampel

dalam penelitian ini adalah seluruhnya penderita asam urat di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat sejumlah 25 responden.

Pengambilan sample pada penelitian ini dilakukan dengan non probability

sampling dengan cara purposive sampling yang didasarkan pada

pertimbangan peneliti sendiri. Dimana hal itu juga dijelaskan oleh

Notoadmodjo (2010) bahwa purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu

seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui

sebelumnya. Sampel yang diteliti harus memenuhi kriteria yang sudah

ditetapkan peneliti, kriteria tersebut sebagai berikut :

1) Inklusi

- Berusia ≤60 tahun – ≤90 tahun

- Mengalami asam urat

- Tidak dalam mengkonsumsi obat asam urat


76

- Belum pernah mendapatkan terapi pemberian kompres jahe merah.

- Responden berasal dari Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat.

- Bersedia menjadi responden.

- Responden yang tidak mengalami gangguan jiwa

2) Eksklusi

- Tidak bersedia menjadi responden

- Responden yang mempunyai penyakit penyerta lainya seperti jantung,

stroke, dan penyakit ginjal.

- Responden yang mengonsumsi obat asam urat

- Responden yang tidak mengalami gangguan jiwa

D. Instrumen dan cara pengumpulan data

1.Instrumen

Pengumpulan data dalam penelitian ini diambil melalui hasil observasi,

kemudian dilakukan pre test terhadap penderita asam urat dengan di

lakukan intervensi terhadap skala nyeri. Adapun jenis penelitian yang

digunakan adalah quasi experiment hasilnya supaya tau skala nyeri pada

penderita asam urat.

2.Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data dilakukan setelah responden yang memenuhi

syarat menyatakan bersedia menjadi responden. Kemudian dilakukan

intervensi dengan selalu dihitung skala nyeri sebelum dan sesudah

diberikan Kompres Jahe Merah untuk mengetahui apakah ada perbedaan


77

sebelum dan sesudah diberikan Kompres Jahe Merah sebanyak diberikan

3 kali dan dilakukan selama 4 minggu.

a. Data Primer

Untuk melakukan pengumpulan data penelitian menggunakan lembar

observasi dan hasil pengukuran skala nyeri yang dilakukan oleh

peneliti sendiri yang dilakukan pada penderita asam urat di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara mengutip catatan medik

responden yang meliputi : nama, usia, jenis kelamin,

E. Pengolahan dan analisa data

1.pengolahan data

Menurut Notoatmodjo (2012), proses pengolahan data ini melalui

beberapa tahap sebagai berikut:

a. Editing

Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan isian formulir atau kuesioner. Editing data dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

b. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat

berguna dalam memasukkan data (data entry).


78

c. Entry Data atau Processing

Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” komputer. Dalam poses ini dituntut

ketelitiannya untuk melakukan “data entry”.

d. Pembersihan Data (Cleaning).

Pembersihan data apakah semua data dari setiap sumber atau

responden sudah lengkap atau belum, cleaning (pembersihan data)

merupakan kegiatan pengecekan kembali data yag sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak.

2.Analisa Data

Teknik dalam menganalisa data yang dilakukan adalah perhitungan

presentase dengan langkah-langkah:

a. Analisis Univariat

Analisa digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi

frekwensi dari variabel independen (pemberian jahe merah), variabel

dependen (skala nyeri). Dan untuk mengetahui normal atau tidaknya

dari variabel independen dan variabel dependen. Untuk menentukan

analisi univariat peneliti menggunkan uji Shapiro-Wilk karena

jumlah sempelnya < 50 responden (Suryani, 2015). Jika nilai sig. >
79

0,05 maka data berdistribusi normal dan jika nilai sig < 0,05 maka

data tidak berdistribusi normal. Uji Shapiro-Wilk dilakukan

menggunkan program Statistical Package For Sosial Science (SPSS)

24.0 For Windows.

Selain uji normalitas data, penelitian juga menggunkan uji

homogenitas untuk mengetahui bahwa data bervarian sama atau beda.

Jika nilai sig. > 0,05 maka data bervarian sama dan jika nilai sig. <

0,05 maka data bervarian tidak sama. Uji homogenitas dilakukan

menggunakan program Statistical Package For Sosial Science (SPSS)

24.0 For Windows.

Data yang disajikan dalam bentuk tabel selanjutnya hasil perhitungan

tersebut di interprestasikan dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut:

1) 100 % : Seluruhnya

2) 95-99% : Hampir seluruhnya

3) 75-94% : Sebagian besar


4) 51-74% : Lebih dari setengahnya
5) 50% : Setengahnya
6) 26-49% : Hampir setengahnya
7) 6-25% : Sebagian kecil
8) 1-5% : Hampir tidak ada
9) 0% : Tidak ada

Sumber : Hasan, 2013.


80

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan (Notoatmojo, 2010). Setelah

dilakukan uji normalitas maka akan dilakukan uji paired t-test.

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui adanya Pengaruh

Kompres Jahe Merah Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita asam

urat di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat

1) Uji Paired T-test

Uji paired t-test merupakan prosedur yang digunakan untuk

membandingkan rata-rata dua variabel dalam satu kelompok

yang kemudian akan dibandingkan rata-rata dari sampel tersebut

antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dalam penelitian ini

dilakukan untuk menganalisa perbedaan rata-rata skala nyeri

sebelum dan sesudah diberikan Kompres Jahe Merah .

Uji paired t-test dilakukan menggunakan program Statistical

Package for Sosial Science (SPSS) 25.0 for windows. Dengan

pedoman jika nilai signifikan (2 tailed) < 0,05 maka terdapat

pengaruh pemberian Kompres Jahe Merah terhadap Skala nyeri

pada

penderita Asam Urat di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa

Barat. Namun jika signifikan (2 tailed) > 0,05 maka tidak terdapat

pengaruh pemberian Kompres Jahe Merah terhadap Skala Nyeri


81

pada penderita Asam Urat di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat.

F. Etika Penelitian

Penelitian keperawatan yang menggunakan manusia sebagai subjek perlu

menggunakan etika dalam penelitiannya. Etika dalam penelitian

diperlukan untuk memberikan jaminan bahwa keuntungan yang didapat

dari penelitian lebih besar dari pada efek yang ditimbulkan (Dharma,

2011). Peneliti harus memegang teguh sikap ilmiah serta menggunakan

prinsip-prinsip,etika penelitian yang dikemukakan oleh Putra (2012),

yaitu:

1.Prinsip manfaat

Penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk pasien penderita

Asam Urat yang dilakukan pemberian Kompres Jahe Merah di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat.

2.Prinsip Menghormati Manusia

Prinsip ini bertujuan bahwa responden memiliki hak untuk memilih

antara mau dan tidak menjadi subjek penelitian, dan pilihan tersebut

harus dihormati setelah responden mendapat penjelasan penelitian.

Penjelasan penelitian tersebut meliputi tujuan, informasi kerahasiaan,

data yang akan diambil dan persetujuan informed consent. Responden

memiliki hak untuk mengundurkan diri atau menolak jika merasa tidak

nyaman dengan penelitian ini.


82

3.Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan yang dilakukan adalah dengan menghargai hak atau

menjaga privasi dari kerahasiaan. Hal ini dilakukan secara merata ke

semua responden agar tidak ada perlakuan yang berbeda diantara

responden. Beberapa etika penelitian yang harus diperhatikan menurut

(Putra, 2016) dan (Hidayat, 2015) adalah :

a) Informed consent, yaitu suatu bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responen penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

sebelum penelitian dilakukan.

b) Anonymity (tanpa nama) Pengunaan subjek penelitian dilakukan

dengan cara tidak mencantumkan atau memberikan nama responden

pada alat ukur, dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c) Confidential (kerahasiaan) Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian hanya dilakukan sebatas mengetahui Efektifitas Pemberian

Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Athritis

Gout Di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat. Dalam Penelitian

yang dilakukan peneliti menentukan beberapa keterbatasan seperti di

bawah ini
83

1. Variabel yang diteliti masih terbatas sehingga masih banyak variabel

lain yang tidak diteliti yang di perkirakan mempengaruhi kejadian

Athritis Gout

2. Kami menyadari adanya keterbatasan pembuatan alat ukur penelitian ini

sehingga perlu peneliti lebih lanjut dengan alat ukur yang lebih baik.

3. Pengumpulan data dengan lembar observasi memungkinkan responden

menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan

yang di maksud sehingga hasilnya belum maksimal.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang karakteristik responden

(Usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan ) pada lansia di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan

Februari-Mei 2020.

1. Analisis Univariat

Analisa univariat ini bertujuan untuk menggambarkan hasil dari

pengambilan data responden. Pre-test tindakan pengaruh pemberian

kompres jahe merah untuk penderita nyeri asam urat dilaksanakan di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat.

Desa cinangka sawangan fasilitas yang membantu meningkatkan

kesehatan masyarakat desa cinangka sawangan meliputi posyandu

lansia. Kegiatan yang dilakukan pada saat posyandu lansia maupun

posbindu yaitu pengukuran tekanan darah, tinggi badan, berat badan,

kadar asam urat, dan kadar gula darah, untuk pengukuran kadar asam

urat dilakukan setiap 2 bulan sekali.

Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang kesehatan membuat

perilaku masyarakat di Desa Cinangka Sawangan masih rendah untuk

mengetahui tentang rentang bahaya penyakit, jenis makanan berbahaya


85

apa saja yang perlu di hindari. Pengetahuan yang kurang tentang asam

urat karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan

merupakan penyebab tingginya penderita asam urat di Desa Cinangka

Sawangan. Penyakit tertinggi yaitu asam urat tetapi juga ada penyakit

lainnya seperti hipertensi, kolestrol dan juga Dm.

Diagram 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Pada Pengaruh Kompres Jahe

Merah Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Usia

28%
60-75 Tahun
76-90 Tahun

72%

Berdasarkan pada diagram 5.1 diatas didapatkan hasil responden dalam penelitian ini

lebih dari setengahnya berusia 60 - 75 tahun sebanyak 18 responden (72%) dan

hampir setengahnya berusia antara 76-90 tahun sebanyak 7 responden (28%).


86

Diagram 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Pengaruh Kompres

Jahe Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat

Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Jenis Kelamin

Laki-Laki
48% 52% Perempuan

Berdasarkan data diagram 5.2 diatas didapatkan hasil responden dalam penelitian

ini lebih dari setengahnya yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 13

responden (52%) dan hampir setengahnya yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 12 responden (48%).


87

Diagram 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Pada Pengaruh Kompres Jahe

Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia Di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Pendidikan

4%

28% SMA
SMP
SD
68%

Berdasarkan data diagram 5.3 diatas didapatkan hasil responden dalam penelitian

ini lebih dari setengahnya berpendidikan SD sebanyak 18 responden (68%) dan

hampir setengahnya berpendidikan SMP sebanyak 6 responden (28%) dan hampir

tidak ada yang berpendidikan SMA sebanyak 1 responden (4%).


88

Diagram 5.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pada Pengaruh Kompres Jahe

Merah Terhadap Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Lansia

Di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Pekerjaan

28% Swasta
32%
Wirausaha
Buruh
IRT

12%
28%

Berdasarkan data diagram 5.4 diatas didapatkan hasil responden dalam penelitian

ini hampir setengahnya responden yang bekerja sebagai IRT yaitu 8 responden

(32%) dan hampir setengahnya responden bekerja sebagai Wirausaha atau Swasta

yaitu 7 responden (28%) dan sebagian kecil responden bekerja sebagai buruh

yaitu 3 responden (12%).


89

Diagram 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Pre Intervensi Pada

Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala

nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat (n=25)

TINGKAT NYERI PRE INTERVENSI

32%
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang

68%

Berdasarkan data diagram 5.5 diatas menunjukkan bahwa responden dalam

penelitinan ini dapat diketahui bahwa lebih dari setengahnya responden yang

mengalami nyeri sedang yaitu 17 responden (68%), hampir setengahnya nyeri

ringan yaitu 8 responden (32%).


90

Diagram 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Post Intervensi Pada

Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala

nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat (n=25)

TINGKAT NYERI POST INTERVENSI

20%
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang

80%

Berdasarkan data diagram 5.6 diatas menunjukkan bahwa responden dalam

penelitinan ini dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami

nyeri ringan yaitu 20 responden (80%), sebagian kecil yang mengalami nyeri

sedang yaitu 5 responden (20%).


91

Diagram 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Pre & Post Intervensi Pada

Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan skala

nyeri Asam Urat Lansia Di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat (n=25)

Hasil Tingkat Nyeri Pre dan Post Intervensi


25

20
20
17
15

10 8
5
5

0
Pre Intervensi

Nyeri Ringan Nyeri Sedang

Berdasarkan data diagram 5.7 diatas menunjukkan bahwa responden dalam

penelitinan ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar hasil tingkat nyeri

sebelum dilakukan intervensi yaitu lebih dari setengahnya responden yang

mengalami nyeri sedang yaitu 17 responden (68%), hampir setengahnya nyeri

ringan yaitu 8 responden (32%) dan hasil tingkat nyeri sesudah dilakukan

intervensi yaitu bahwa sebagian besar responden yang mengalami nyeri ringan

yaitu 20 responden (80%), sebagian kecil yang mengalami nyeri sedang yaitu 5

responden (20%).
92

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat penelitian ini menguraikan hubungan antara variabel

dependen yaitu Penurunan Skala Nyeri dengan variabel independen

yaitu Kompres Jahe Merah dengan karakteristik responden (usia, jenis

kelamin, pendidikan dan pekerjaan). Analisis bivariat ini

menggunakan uji Shapiro Wilk karena variabel independen dan

variabel dependen berbentuk kategorik. Berikut ini merupakan hasil

analisis bivariat:

Tabel 5.1 Hasil Normalitas Shapiro Wilk Pada Pengaruh Kompres

Jahe Merah Penurunan Skala Nyeri Asam urat Sebelum

dan Sesudah Dilakukan Intervensi di Desa Cinangka

Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Shapiro Wilk
Statistic Df Sig.
Tingkat Nyeri 919 25 .047

sebelum intervensi
Tingkat Nyeri 874 25 .005

sesudah Intervensi
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa hasil sebelum diberikan

terapi kompres jahe merah nilai sig 0,047 sesudah diberikan terapi

kompres jahe merah nilai sig 0,05. Dari nilai perolehan uji normalitas

diatas dapat diketahui bahwa nilai sig <0,05 yang diartikan bahwa variasi

data tidak berdistribusi normal. Sehingga dalam menganalisis data


93

menggunakan uji non-parametic yaitu Uji Wilcoxon untuk mengetahui

pengaruh penurunan skala nyeri pada asam urat.

Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Pada Pengaruh Kompres Jahe

Merah Penurunan Skala Nyeri Asam Urat di Desa

Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat (n=25)

Test of Homogeneity of Variance


Levene df1 df2 Sig.

Statistic
Hasil posttest Based on Mean .909 1 48 .345

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jika nilai sig >

0,05 (0,345 > 0,05) maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua

atau lebih kelompok populasi data adalah sama atau homogen.

Tabel 5.3 Hasil Uji Wilcoxon Pada Pengaruh Kompres Jahe Merah

Penurunan Skala Nyeri Asam Urat Sebelum dan Sesudah


94

Dilakukan Intervensi di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat (n=25)

RANKS
N Mean Rank Sum Of Ranks
Post test Kompres Negative 25a 13.00 325.00

jahe merah Ranks


Positive Ranks 0b .00 .00
Pre test Kompres Ties 0c
Total 25
Jahe Merah

Test Statistica

Post-test Kompres Jahe Merah – Pre-Test

Kompres Jahe Merah


Z -4.500b

Asymp.Sig. (2-tailed) .000

Berdasarkan dari Tabel 5.3 diatas menunjukkan bahwa

perubahan nyeri pada penderita asam urat yang dialami oleh

responden pada kelompok kompres jahe merah dengan jumlah

25 responden (100%) didapatkan hasil nilai rata-rata 13.00, nilai

peringkat 325.00 dan hasil Asymp Sig. (2 tailed) 0.000 yang

artinya ada pengaruh dalam pemberian terapi kompres jahe

merah terhadap penurunan skala nyeri pada penderita asam urat.

B. Pembahasan
95

1. Analisa Univariat

a. Usia

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar usia dalam

penelitian ini lebih dari setengahnya berusia 60 - 75 tahun sebanyak

18 responden (72%) dan hampir setengahnya berusia antara 76-90

tahun sebanyak 7 responden (28%).

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Bandiyah (2009),

dikarenakan semakin tua usia semakin tinggi resiko terkena penyakit

asam urat. Karena penuaan adalah proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri,

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat mempertahankan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita.

Berdasarkan hasil analisis diatas peneliti menyimpulkan bahwa

dengan bertambahnya usia yang sering di alami berupa rasa nyeri

dipersendian yang terjadi secara mendadak. Umumnya, terjadi pada

malam hari atau menjelang pagi hari. Asam urat merupakan salah

satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering ditemukan, ditandai

dengan adanya penumpukan kristal monosodium urat di dalam

ataupun di sektar persendian. Terutama pada lanjut usia dan diiringi


96

dengan pola hidup yang tidak sehat. Sehingga menyebabkan

peningkatan asam urat.

b. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa responden dalam penelitian

ini lebih dari setengahnya yang berjenis kelamin perempuan sebanyak

13 responden (52%) dan hampir setengahnya yang berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 12 responden (48%).

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Damayanti (2013), Faktor

gender berpengaruh pada terjadinya asam urat, dimana pria lebih

banyak yang menderita penyakit asam urat dibandingkan dengan

perempuan, karena pada pria tidak mempunyai hormon eksterogen

yang tinggi di dalam darahnya sehingga asam urat sulit dikeluarkan,

karena pada hormone esterogen yang berfungsi meneluarkan kadar

asam urat dalam darah melalui urin sehingga menyebebkan kurangnya

pembuangan asam urat melalui pengeluaran urine sehingga terjadi

asam urat. sedangkan perempuan setelah usia premenopause kadar

asam urat dalam darah akan meningkat karena pada perempuan terjadi

penurunan hormone esterogen yang berfungsi meneluarkan kadar

asam urat dalam darah melalui urin sehingga menyebebkan kurangnya

pembuangan asam urat. Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan


97

akan beresiko tinggi terkena asam urat setelah memasuki usia

premenopause.

Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan bahwa populasi di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat lebih banyak

perempuan. Karna selain didukung oleh teori di atas, dalam penelitian

ini responden lansia yang mengalami penyakit asam urat tinggi yaitu

sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini

menunjukkan angka terbanyak pada jenis kelamin perempuan dengan

presentase sebesar 66,6% dikarenakan jumlah responden yang

memenuhi kriteria inklusi dan eklusi lebih responden yang berjenis

kelamin perempuan mengalami penurunan hormonal karena sudah

mengalami manopouse.

c. Pendidikan

Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa responden dalam penelitian

ini lebih dari setengahnya berpendidikan SD sebanyak 18 responden

(68%) dan hampir setengahnya berpendidikan SMP sebanyak 6

responden (28%) dan hampir tidak ada yang berpendidikan SMA

sebanyak 1 responden (4%).

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Linawati (2013)

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian


98

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi

pendidikan seeorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima

informasi. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah

pula. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut.

Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan bahwa populasi di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat lebih banyak yang

pendidikan terkahir SD 18 (68%).

d. Pekerjaan

Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa responden dalam penelitian

ini hampir setengahnya responden yang bekerja sebagai IRT yaitu 8

responden (32%) dan hampir setengahnya responden bekerja sebagai

Wirausaha atau Swasta yaitu 7 responden (28%) dan sebagian kecil

responden bekerja sebagai buruh yaitu 3 responden (12%).

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Notoatmojo (2010)

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari, jenis pekerjaan

yang dilakukan dapat dikategorikan adalah tidak bekerja, wiraswata,


99

pegawai negeri, dan pegawai swasta dalam semua bidang pekerjaan

pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan

baik. Pekerjaan dimiliki peranan penting dalam menentukan kwalitas

manusia, pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi

kesehatan dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh

informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah kesehatan

(Notoatmojo, 2010).

Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan bahwa populasi di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat lebih banyak yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 8 responden (32%).

2. Analisa Bivariat

a. Hasil Tingkat Nyeri Pre Test & Post Test Intervensi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dalam

penelitinan ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar hasil

tingkat nyeri sebelum dilakukan intervensi yaitu lebih dari

setengahnya responden yang mengalami nyeri sedang yaitu 17

responden (68%), hampir setengahnya nyeri ringan yaitu 8

responden (32%) dan hampir tidak ada responden yang mengalami

nyeri berat dan hasil tingkat nyeri sesudah dilakukan intervensi

yaitu bahwa sebagian besar responden yang mengalami nyeri

ringan yaitu 20 responden (80%), sebagian kecil yang mengalami


100

nyeri sedang yaitu 5 responden (20%) dan hampir tidak ada

responden yang mengalami nyeri berat.

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Oswari (2015) Nyeri

suatu kondisi yang lebih dari pada sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan

individual. Selain itu nyeri juga bersifat tidak menyenangkan,

sesuatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak

berkesudahan. Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan/atau mental,

dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi

ego seseorang. Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang

sehingga dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi

makna kehidupan. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, seperti

menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah. Walaupun tipe

nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat diprediksi, sering

kali perawat mengkaji nyeri dari kata-kata, prilaku ataupun respons

yang diberikan oleh klien.hanya klien yang tahu apakah terdapat

nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu seorang klien

dalam upaya menghilangkan nyeri maka perawat harus yakin

dahulu bahwa nyeri itu memang ada . kerusukakan pada jaringan

yang berpotensi rusak atau menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan nyeri merupakan mekanisme yang bertujuan untuk

melindungi diri.
101

Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan bahwa populasi di

Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat menunjukkan bahwa

perubahan nyeri pada penderita asam urat yang dialami oleh

responden pada kelompok kompres jahe merah dengan jumlah 25

responden (100%) didapatkan hasil nilai rata-rata 13.00, nilai

peringkat 325.00 dan hasil Asymp Sig. (2 tailed) 0.000 yang

artinya ada pengaruh dalam pemberian terapi kompres jahe merah

terhadap penurunan skala nyeri pada penderita asam urat.

b. Efektifitas pada kerja Jahe Merah Untuk Penurunan Skala Nyeri

pada Penderita Atrithis Gout di Desa Cinangka Sawangan Depok

Jawa Barat

Hasil Uji Statistik menggunakan Uji Wilcoxon didapatkan nilai p

value (Asymp. Sig 2-tailed) sebesar 0,000 (< 0,05) sehingga dapat

disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima maka ada penurunan skala

nyeri pada penderita asam urat. Hasil penelitian yang dilakukan pada

25 responden penderita nyeri asam urat di Desa Cinangka Sawangan

Depok Jawa Barat dapat diketahui pada kelompok kompres jahe

merah dengan jumlah 25 responden (100%). Pada hasil penelitian

ditemukan terjadi nilai rata-rata 13.00 dan nilai peringkat 325.00 yang

artinya ada pengaruh dalam pemberian terapi kompres jahe merah

terhadap penurunan skala nyeri pada penderita asam urat.


102

Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Izza (2014) Jahe merah

digunakan untuk menurunkan nyeri asam urat / gout arthtritis karena

kandungan gingeron dan shoagol. Tahapan fisiologis nyeri, kompres

hangat rebusan jahe merah menurunkan nyeri dengan tahap

transduksi, dimana pada tahapan ini jahe memiliki kandungan

gingerol yang bisa menghambat terbentuknya prostaglandin sebagai

mediator nyeri, sehingga dapat menurunkan nyeri. Kandungan zat

aktif jahe merah dari oleoresin yang terdiri dari gingerol, shoagol, dan

zingeberence merupakan homolog dari fenol melalui proses

pemanasan. Degradasi panas dari gingerol menjadi gingerone, shoagol

dan kandungan lain terbentuk dengan pemanasan rimpang kering dan

segar. Bau jahe yang menyengat dikarenakan dari senyawa utamanya,

keton yaitu zingeron. Kandungan pada jahe emprit mampu menambah

rasa panas pada kompres, rasa panas yang diberikan dari oleoresin

yang larut dalam air mampu menghasilkan kompres hangat yang

efektif.

Berdasarkan asumsi peneliti setelah diberikan kompres Jahe Merah

selama 1x selama 1 hari sehingga responden mengalami penurunan

tingkat nyeri yang mengganggu aktivitas. Penurunan nilai asam urat

pre dan post test pada kelompok terapi kompres jahe merah bervariatif

dengan rentang 1-3 nilai. Hasil skala nyeri yang bervariatif


103

dikarenakan ada perbedaan faktor usia dan faktor jenis kelamin.

Peneliti melakukan terapi kompres jahe merah yang dilakukan 1 kali

dalam sehari sesuai dengan SOP, kompres ini merupakan salah satu

terapi yang tidak membutuhkan dana yang cukup banyak karena

hanya membutuhkan jahe merah 3 rimpang dan harganya pun sangat

terjangkau.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh

pemberian Kompres Jahe Merah terhadap penurunan Skala Nyeri Asam

Urat di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat yang dilakukan

terhadap 25 responden menyimpulksn bahwa:

1. Terindetifikasi karakteristik responden berdasarkan usia tertinggi

responden berusia 6-75 yaitu 18 responden (72%). Berdasarkan jenis

kelamin tertinggi yaitu perempuan 13 responden (52%). Berdasarkan

pendidikan tertinggi berpendidikan SD yaitu 17 responden (68%).

Berdasarkan pekerjaan tertinggi IRT yaitu 8 responden (32%).

2. Teridentifikasi skala nyeri sebelum diberikan kompres jahe merah

yaitu lebih dari setengahnya responden yang mengalami nyeri sedang

yaitu 17 responden (68%), hampir setengahnya nyeri ringan yaitu 8

responden (32%).

3. Teridentifikasi skala nyeri sesudah diberikan kompres jahe merah

yaitu bahwa sebagian besar responden yang mengalami nyeri ringan

yaitu 20 responden (80%), sebagian kecil yang mengalami nyeri

sedang yaitu 5 responden (20%).


105

4. Efektifitas kerja jahe merah untuk penurunan skala nyeri pada

penderita asam urat yang dialami oleh responden pada kelompok

kompres jahe merah dengan jumlah 25 responden (100%) didapatkan

hasil nilai rata-rata 13.00, nilai peringkat 325.00 dan hasil Asymp

Sig. (2 tailed) 0.000 yang artinya ada pengaruh dalam pemberian

terapi kompres jahe merah terhadap penurunan skala nyeri pada

penderita asam urat diharapkan peneliti selanjutnya apabila

melakukan penelitian dengan variabel yang sama agar dapat mencari

referensi dalam pemberian Kompres Jahe Merah tersebut, dan dapat

juga melakukan penelitian dengan variabel yang lain yaitu : aneka

buah-buahan yang mengandung vitamin c sebagai antioksidan yang

dapat menghambat enzim xantin oksidanse dan dapat menghambat

proses pembentukan asam urat dalam tubuh.


106

B. SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan terkahir

Diharapkan penelitian hendaknya menjadi referensi tambahan untuk

pengembangan pengetahuan dalam pendidikan dan perlengkapan

bahan pustaka tentang pengaruh terapi Kompres Jahe Merah Terhadap

Penurunan Skala Nyeri Asam Urat.

2. Pelayanaan Kesehatan

Diharapkan penelitian ini sebagai bahan untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan di Desa Cinangka Sawangan Depok Jawa Barat

dan tempat pelayanan kesehatan lainnya untuk turut menghadirkan

posbindu di wilayah tersebut

3. Bagi Penderita Asam Urat

Diharapkan penelitian ini bagi penderita asam urat, untuk melakukan

terapi kompres jahe merah sebagai salah satu pilihan terapi penurunan

nyeri asam urat karena buahnya yang dapat dengan mudah ditemukan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya apabila melakukan penelitian dengan

variabel yang sama agar dapat mencari referensi dalam pemberian

Kompres Jahe Merah tersebut, dan dapat juga melakukan penelitian

dengan variabel yang lain yaitu : aneka buah-buahan yang

mengandung vitamin c sebagai antioksidan yang dapat menghambat

enzim xantin oksidanse dan dapat menghambat proses pembentukan

asam urat dalam tubuh.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ahmad, N. (2011) Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan


Hipertensi. Jakarta: Rineka Cipta.

Aminah, Mia Siti. (2013). Khasiat Sakti Tanaman Obat Untuk Asam Urat.

Anastesya,W. (2015). Artritis pirai (Gout) dan


penatalaksanaannya,fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana : Jakarta Trans Info Media.

Bandiyah, (2015. Lanjut uisa dan keperawatan gerontik. Yogyakarta:


Nuha

Brasher, (2014). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan


Manejemen jakarta : EGC.

-------------, (2015). Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik : Yogyakarta


Nuha Medika.

Efendi, (2015). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori Dan Praktik


dalam Keperawatan, Jakarta : Selemba Medika.

Fatimah ,(2016). Merawat Manusia Lanjut Usia Jakarta : Trans Info


Media.

Helmi, (2012). Buku ajaran gangguan muskuloskeletal, cetakan kedua


jakarta : Selemba medika.

Kluwer, Wolters et al. 2011. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.


Maryam dkk, (2016). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya.Jakarta :
Selemba Medika.

Nursalam, (2011). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Potter & Perry, (2016). Buku Ajaran Fundamental Keperawatan :


Konsep, Proses, dan Praktik. EGC. Jakarta.

Putra , (2012). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada.

Syamsiah, Nur.(2017), Berdamai Dengan Asam Urat. Jakarta: Bumi


Medika.

Tamsuri, (2015). Konsep dan Pelaksaan Nyeri. Jakarta. Kedokteran


EGC.

Wijayakusuma, (2015). Penyembuhan asam urat. jakarta : Sarana Pustaka


Prima.

B. jurnal

Ani Dwi Pratintya, Harmilah, Subroto,(2014). Pengaruh Jus Sirsak


Terhadap Penurunan Asam Urat Pada Penderita Asam Urat di
Wilayah Cijeruk Bogor, Tahun 2019. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan IMC Bintaro.

Anna R.R.Samsudin, (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat


Memakai Parutan Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var
Rubrum) Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Athritis
Gout Di Desa Tateti Dua Kecamatan Mandolang Kabupaten
Minahasa.

Ari, Liana ( 2016). Efektiftas Kompres Ekstrak Jahe Terhadap Nyeri


Sendi Lansia Dengan Athritis Gout di Panti Sosial Tresna Werdha
Khustul Khotimah Pekan Baru Riau.
Badan Pusat Statistik (2012). Efektiftas Kompres Ekstrak Jahe Terhadap
Nyeri Sendi Lansia Dengan Athritis Gout di Panti Sosial Tresna
Werdha Khustul Khotimah Pekan Baru Riau.

Black, Joyce M (2014). Efektiftas Kompres Ekstrak Jahe Terhadap


Nyeri Sendi Lansia Dengan Athritis Gout di Panti Sosial Tresna
Werdha Khustul Khotimah Pekan Baru Riau.

Damayanti, D.(2013). Sembuh Total Diabetes, Asam Urat, Hipertensi


Tampa
Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Penduduk Desa
Banjaranyar. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman
Journal Of Nursing), Volume 4, No.3, November 2009.

Dilla Lutfia , 2019. Pengaruh Jus Sirsak Terhadap Penurunan Asam Urat
Pada Penderita Asam Urat di Wilayah Cijeruk Bogor, Tahun 2019.
Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan IMC Bintaro.

Izza, (2014). Efektifitas Kompres Hangat Rebusan Jahe emprit dan Jahe Merah
Terhadap Perubahan Nyeri Sendi Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Magetan Di Asrama Ponorogo.

Jurnal UMS, (2015). Perbandingan Kompres Jahe Merah Dan Kompres


Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia
Lilik Sriwiyati, (2018). Efektivitas Kompres Jahe Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Sendi Penderita Asam Urat Di Desa Tempurejo Dan
Jurug Jumapolo Karanganyer.

Oswari, (2015). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Memakai Parutan


Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var Rubrum) Terhadap
Penurunan Skala Nyeri PadaPenderitaGout Artritis Di Desa Tateli
Dua Kecamatan Mandolang Kabupeten Minahasa.

Prio Pambudi, (2018).Efektifitas Kompres Hangat Rebusan Jahe Emprit


Dan Jahe Merah Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Sendi Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan Di
Asrama Ponogoro.
Sandu, Abdul (2016). Efektiftas Kompres Ekstrak Jahe Terhadap Nyeri
Sendi Lansia Dengan Athritis Gout di Panti Sosial Tresna Werdha
Khustul Khotimah Pekan Baru Riau.

Saraswati, (2016). Diet Sehat Untuk Penyakit Asam


Urat,Diabetes,Hipertensi Dan Struk. Yogjakarta: A Plus Book.

Syariffatul, (2014). Efektiftas Kompres Ekstrak Jahe Terhadap Nyeri


Sendi Lansia Dengan Athritis Gout di Panti Sosial Tresna Werdha
Khustul Khotimah Pekan Baru Riau.

C. internet
Dharma, (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan . Jakarta : Trans
Info Media.
http://whqlibdoc.who.int/publivations/
2011/978241502283_eng.pdf. Di akses pada 21 januari 2020.
Pukul 09.00 Wib.

Diperberat Oleh Aktivitas Mekanik Pada Kepala Keluarga Dengan


Menggenggam Statis. Medula, Volume, 1 Nomor 3 Oktober 2013.
Kota Tomohon. Manado: http://repo.unsrat.ac.id/251/1/Prevalensi
Kumalasari TS, Saryono, Purnawan I.(2009) Hubungan Indeks
Massa Tubuh.

D. dokumen

Depkes, (2018). Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut bagi Petugas


Kesehatan.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.Jakarta: Dunia Sehat.

Kemenkes, (2018), Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), Jakarta.


Badan.

Riskesdes, ( 2018). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan .

WHO, (2013). WHO noncommunicable diseases county profils. 2011.


Lampiran 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


SK. MENDIKNAS NO. 143/D/O/2006

Prodi D III Kebidanan : No. 0040/LAM-


PTKes/Akr/Dip/I/2018
Prodi S-1 Keperawatan : No. 0023/LAM-
PTKes/Akr/Sar/I/2017

Prodi Profesi Ners : No. 0024/LAM-PTKes/Akr/Pro/I/2017

Jl. Pajajaran No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan Telp. 021-


74716128

No.: 833/K-STIKes/WDH/V/2020 27 Mei 2020


Lamp. : -
Perihal : Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

KepadaYth.
Ketua RT / RW 002/003 Sawangan

Di –
Sawangan Jawa Barat

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan kegiatan penyusunan Skripsi sebagai Tugas Akhir pada
Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang,
maka kami mohon bantuan kepada Bapak/Ibu dapat memberikan ijin kepada
mahasiswa kami:

Nama : Muhammad Khadafi


NIM : 161010100052
Judul Proposal : Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Penderita Athritis Gout di Desa
Cinangka Sawangan Jawa Barat

Untuk pengambilan data awal sebagai studi pendahuluan dalam rangka


rencana penelitian di Desa Cinangka Sawangan Jawa Barat

Demikian Surat Permohonan ini kami sampaikan atas bantuan dan


kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.

Ketua

Ns. Riris Andriati,


S.Kep., M.Kep

NIDN. 0417108201
Tembusan :
1. Ketua Yayasan Widya Dharma Husada Tangerang di Pamulang

Lampiran 2
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


SK. MENDIKNAS NO. 143/D/O/2006

Prodi D III Kebidanan : No. 0040/LAM-


PTKes/Akr/Dip/I/2018
Prodi S-1 Keperawatan : No. 0023/LAM-
PTKes/Akr/Sar/I/2017

Prodi Profesi Ners : No. 0024/LAM-PTKes/Akr/Pro/I/2017

Jl. Pajajaran No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan Telp. 021-


74716128

No.: 834/K-STIKes/WDH/V/2020 27 Mei 2020


Lamp. : -
Perihal : Permohonan Ijin Penelitian

KepadaYth.
Ketua RT / RW 002/003 Sawangan

Di –
Sawangan Jawa Barat
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan kegiatan penyusunan Skripsi sebagai Tugas Akhir pada
Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Widya Dharma Husada Tangerang,
maka kami mohon bantuan kepada Bapak/Ibu dapat memberikan ijin kepada
mahasiswa kami:

Nama : Muhammad Khadafi


NIM : 161010100052
Judul Skripsi : Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Penderita Athritis Gout di Desa
Cinangka Sawangan Jawa Barat

Untuk melakukan observasi/penelitian di Desa Cinangka Sawangan Jawa


Barat

Demikian Surat Permohonan ini kami sampaikan atas bantuan dan


kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.

Ketua,

Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep

NIDN. 0417108201
Tembusan :
1. Ketua Yayasan Widya Dharma Husada Tangerang di Pamulang
Lampiran 3
Lampiran 4
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :
Yth. Calon Responden Di Tempat Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi
Ilmu Keperawatan STIKES Widhya Dharma Husada,
Nama : Muhammad Khadafi
NIM : 161010100052
Bermaksud melakukan penelitian tentang berjudul “Efektifitas Pemberian
Kompres Jahe Merah Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Asam Urat
Di Desa Cinangka Sawangan Jawa Barat”. Sehubungan dengan ini, saya
mohon kesediaan saudara untuk bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara akan
sangat kami jaga dan informasi yang akan saya gunakan untuk
kepentinganpenelitian.

Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya


ucapkan terima kasih.

Jawa Barat, 16 April 2020

Pene
liti

Muhammad Khadafi
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Yang bertanda tangan


dibawah ini
Nama :
Umur :

Alamat :

Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenai tujuan, manfaat,


jaminan kerahasiaan dan tidak adanya resiko dalam penelitian yang
akan dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES
Widhya Dharma Husada yang bernama Muhammad Khadafi mengenai
penelitian yang berjudul “Efektifitas Pemberian Kompres Jahe Merah
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Asam Urat Di Desa
Cinangka Sawangan Jawa Barat”. Saya mengetahui bahwa informasi
yang akan saya berikan ini sangat bermanfaat bagi pengetahuan
keperawatan di Indonesia. Untuk itu saya akan memberikan data yang
diperlukan dengan sebenar-benarnya. Demikian penyataan ini saya
buat untuk dipergunakan sesuai keperluan.

Responden

(.............................)
Lampiran 6
Lembar Pengukuran Skala Nyeri

Pengukuran nyeri Pre-test (Sebelum dilakukan teknik

kompres jahe merah dan kompres hangat)

A. Data demografi responden

Nama (inisial) :
Umur :

Jenis Kelamin :

Nyeri di bagian :

B. Petunjuk Desriptif

Dibawah ini terdapat skala pengukuran nyeri yang

berbentuk garis horizontal yang menunjukkan

penilaian deskriptif :

Gambar : 2.2 Skala

identitas nyeri numerik Skala angka mulai dari

0 -10 (NumericRating Scale) sebagai berikut :

1 : tidak ada rasa nyeri/normal

2 : Nyeri hampir tidak terasa (sangat ringan) seperti gigitan nyamuk


3 : Tidak menyenangkan (nyeri ringan) seperti dicubit.

4 : Bisa di toleransi (nyeri sangat terasa) seperti ditonjok bagian wajah

atau disuntik. 4 : Menyedihkan (kuat,nyeri yang dalam) seperti sakit

gigi dan nyeri disengat tawon. 5 : Sangat menyedihkan (kuat,nyeri yang

dalam) seperti terkilir, keseleo.


6 : Intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga

tampaknya mempengarugi salah satu dari panca indera) menyebabkan

tidak fokus dan komunikasi terganggu.

7 : Sangat intens (kuat, dalam nyeri yang menusuk begitu kuat) dan

merasakan rasa nyeri yang sangat menominasi indera si penderita yang

menyebabkan tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu

melakukan perawatan diri.

8 : Benar- benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat) sehingga si

penderita tidak dapat berfikir jernih, dan sering mengalami perubahan

kepribadian yang parah jika nyeri datang dan berlangsung lama.

9 : Menyiksa tak tertahan (nyeri yang begitu kuat) sehingga si penderita

tidak bisa mentoleransinya dan ingin segera menghilangkan nyerinya

bagaimanapun caranya tanpa peduli dengan efek samping atau

resikonya.

: Sakit yang tidak terbayangkan tidak dapat di ungkapkan (nyeri begitu

kuat tidak di sadarkan diri) biasanya pada skala ini si penderita

tidak lagi merasakan nyeri karena sudah tidak sadarkan diri akibat rasa

nyeri yang sangat luar biasa seperti pada kasus kecelakaan parah, multi

fraktur.

Lampiran 7
Table Observasi Pre dan Post Intervensi
Kompres Jahe Merah Efektif
No Nama
Pre Post Ya Tidak

Efektif bila terjadi penurunan skala nyeri


Tidak Efektif bila tidak terjadi penurunan skala nyeri
Lampiran 8
LEMBAR KUESIONER

A. IDENTITAS

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis kelamin: L / P (Lingkari salah satu)

4. Pekerjaan:
Lampiran 9

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR)


KOMPRES JAHE MERAH
Tindakan pembuatan Kompres Jahe Merah Bagi Penderita
PENGERTIAN Asam Urat Untuk Menurunkan Nyeri Asam Urat

TUJUAN 1. Menurunkan nyeri asam urat


2. Menjadi Alternatif Pengobatan Dan Pencegahan

KEBIJAKAN Responden yang menderita Nyeri Asam Urat


1. Jahe Merah
2. Parutan
ALAT DAN
3. Waskom
BAHAN
PROSEDUR A. Tahap Prainteraksi
PELAKSANAAN 1. Mencuci Tangan
2. Menyiapkan Alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberi Salam
2. Menjelaskan Tujuan Dan Prosedur Kompres Jahe Merah
3. Menanyakan Persetujuan Klien (Informed Consent)

C. Tahap Kerja
1. Persiapkan jahe merah
2. Cuci dan parut jahe merah terlebih dahulu
3. Letakan parutan jahe merah ditempat bagian yang nyeri
4. Tunggu sampai 15 menit
D. Tahap Terminasi
1. Berpamitan Dengan Responden
2. Membersihkan Alat
3. Merapikan Alat
4. Mencuci Peralatan
5. Mencuci Tangan
Lampiran 10 tabulasi data

NO USIA Kode Usia JENIS KELAMIN PENDIDIKAN PEKERJAAN NYERI SEBELUM NYERI SESUDAH SELISIH PENURUNAN
1 73 Tahun 1 1 1 1 6 4 2
2 81 tahun 2 1 2 1 4 3 1
3 63 tahun 1 1 3 2 5 2 3
4 61 tahun 1 2 2 4 6 4 2
5 70 tahun 1 2 2 4 3 2 1
6 60 tahun 1 1 3 3 4 2 2
7 63tahun 1 2 2 4 5 3 2
8 65 tahun 1 1 3 3 4 2 2
9 70 tahun 1 1 3 3 4 2 2
10 81 tahun 2 2 3 4 6 4 2
11 69 tahun 1 1 2 1 3 2 1
12 60 tahun 1 2 3 2 3 1 2
13 75 tahun 1 2 3 2 2 1 1
14 85 tahun 2 1 3 1 5 3 2
15 83 tahun 2 1 3 1 4 3 1
16 89 tahun 2 2 3 4 3 2 1
17 60 tahun 1 2 3 2 6 4 2
18 65 tahun 1 2 3 4 5 4 1
19 68 tahun 1 1 2 1 4 2 2
20 73 tahun 1 1 3 1 4 2 2
21 85 tahun 2 2 3 2 5 3 2
22 76 tahun 1 1 3 2 2 1 1
23 69 tahun 1 2 3 4 5 3 2
24 81 tahun 2 1 3 2 3 2 1
25 72 tahun 1 2 2 4 2 1 1

Lampiran 11
Analisa Univariat

Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 60-75 Tahun 18 72,0 72,0 72,0
76-90 Tahun 7 28,0 28,0 100,0
Total 25 100,0 100,0

Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 13 52,0 52,0 52,0
Perempuan 12 48,0 48,0 100,0
Total 25 100,0 100,0
Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid SMA 1 4,0 4,0 4,0

SMP 7 28,0 28,0 32,0

SD 17 68,0 68,0 100,0

Total 25 100,0 100,0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Swasta 7 28,0 28,0 28,0
Wirausaha 7 28,0 28,0 56,0
Buruh 3 12,0 12,0 68,0
IRT 8 32,0 32,0 100,0
Total 25 100,0 100,0

Analisa Bivariat

Hasil Normalitas Shapiro Wilk

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Tingkat nyeri sebelum ,156 25 ,119 ,919 25 ,047


pelaksanaan

Tingkat Nyeri sesudah ,244 25 ,001 ,874 25 ,005


pelaksanaan

a. Lilliefors Significance Correction


Hasil Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Hasil tingkat Based on Mean ,909 1 48 ,345


nyeri
Based on Median ,857 1 48 ,359

Based on Median and with ,857 1 48,000 ,359


adjusted df

Based on trimmed mean ,947 1 48 ,335

Hasil Uji Wilcoxon

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post Intervensi - Pre Negative 25a 13,00 325,00


Intervensi Ranks

Positive Ranks 0b ,00 ,00

Ties 0c

Total 25

a. Post Intervensi < Pre Intervensi

b. Post Intervensi > Pre Intervensi

c. Post Intervensi = Pre Intervensi


Test Statisticsa

Post Intervensi -
Pre Intervensi

Z -4,500b

Asymp. Sig. (2- ,000


tailed)

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on positive ranks.


Dokumentasi

Foto Pre Intervensi Minggu Pertama Hari Senin:


Foto sedang melakukan kompres jahe merah
Minggu pertama

Minggu kedua
Minggu ketiga

Foto Post Intervensi Kompres Jahe Merah

Anda mungkin juga menyukai