Anda di halaman 1dari 28

1.

BIOENERGETIK (HUKUM TERMODINAMIKA)


Termodinamika yaitu ilmu yang mempelajari mengenai perubahan energi yang
menyertai perubahan reaksi biokimia. Seluruh pengetahuan mengenai
bioenergetik berdasarkan hukum-hukum termodinamika. Hukum termodinamika
dibagi menjadi tiga, yaitu :

1.1 Hukum Termodinamika I


Hukum ini berbunyi “energi total suatu sistem, termasuk sekitarnya, tetap
konstan”. Kaidah ini merupakan hukum penyimpanan energy. Ini berarti bahwa
dalam keseluruhan sistem tersebut tidak ada energi yang hilang ataupun yang
diperoleh saat terjadi perubahan. Namun, energi dapat dipindahkan atau diubah
kedalam bentuk energi lain. Pada sistem hidup, energi kimia dapat diubah menjadi
panas, energi listrik, radiasi dan mekanis.
Pada hukum ini berlaku rumus:
ΔU = q – w
Keterangan :
∆U : Perubahan energi dalam sistem.
q : Kalor; (+) energi dalam sistem; (-) energi dilepas oleh sistem.
w : Usaha; (+) sistem menerima kerja; (-) sistem melakukan kerja.

Dengan kata lain, dari rumus yang ada di atas, dapat disimpulkan bahwa
perubahan energi yang terjadi dalam hukum termodinamika I dapat terjadi bila
suatu sistem melakukan kerja atau kerja dilakukan pada sistem tersebut dan suatu
sistem mengabsorpsi panas atau mengeluarkan panas.

1.2 Hukum Termodinamika II


Hukum ini berbunyi “entropi total suatu sistem harus meningkat jika suatu
proses terjadi secara spontan”. Entropi berarti derajat ketidakteraturan atau
keteracakan . Sistem dan entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem
seiring sistem mendekati keadaan seimbang yang sejati.

1
Dengan kata lain selalu terdapat peningkatan entropi pada setiap proses yang
terjadi secara spontan. Semua perubahan kimia/ fisika cenderung berjalan menuju
ke arah yang sedemikian rupa sehingga energi yang bermanfaat terurai secara
ireversibel akan diubah menjadi energi panas.
Pada hukum ini berlaku rumus :
∆G = ∆H - T∆S
Keterangan:
∆G : Perubahan energi bebas.
- Apabila bernilai (-), akan melepas energi (eksogenik).
- Apabila bernilai (+),akan menyerap energi (endogenik).
∆H : Perubahan entalpi (ukuran perubahan panas dalam reaktan dan produk).
T : Temperatur absolut dalam Kelvin (0K), 0K = 0C +273.
∆S : Perubahan entropi (ukuran perubahan ketidakteraturan atau acak dari
reaktan dan produk).
Nilai dari perubahan energi bebas (free energy change) dapat digunakan
untuk memprediksi jalannya suatu reaksi dalan temperatur dan tekanan yang
konstan. Didasarkan pada reaksi :
A B

a. ∆G bernilai negatif: melepaskan energi dan reaksi berjalan spontan. Dapat


dilihat pada reaksi, A dirubah menjadi B. Reaksi ini disebut eksergonik.
b. ∆G bernilai positif: menerima energi dan reaksi tidak berjalan spontan. Dapat
dilihat pada reaksi, B dirubah atau berjalan ke A. Reaksi ini disebut reaksi
endergonik dan energi harus ditambahkan kedalam sistem untuk membuat
reaksi dari B ke A.
c. ∆G bernilai nol: reaktan berada dalam keseimbangan.
Catatan: ketika reaksi berjalan dengan spontan yaitu energy bebas dilepaskan
lalu reaksi berlanjut sampai ∆G mencapai nol dan terbentuk suatu keseimbangan.

2
AB BA

Energy bebas (G)


Energy bebas (G)

A A

∆G negatif ∆G positif

B B

Proses reaksi Proses reaksi

(a) (b)

Gambar : perubahan energy bebas (∆G) selama reaksi. (a) produk memiliki
energy bebas yang lebih sedikit daripada reaktan. (b) produk memiliki energy
bebas yang lebih banyak daripada reaktan. (Lippincott’s Illustrated Reviews :
Biochemistry, 3rd Edition).
Dalam sintesis suatu senyawa, dapat dilakukan penggabungan reaksi
endergonik dan eksergonik. Dapat disimpulkan bahwa energi yang dikeluarkan
oleh reaksi eksergonik selalu dibutuhkan oleh reaksi endergonik. Berikut kurva
yang menggambarkan penggabungan reaksi endergonik dan eksergonik :
A-------------------------------

D
Energi
bebas

C B

A+C B + D + Panas

3
Keterangan :
A – B: Reaksi eksergonik.
C – D: Reaksi endergonik.
A – D: Mengeluarkan panas.
D –B: Mengeluarkan energi kimia.

1.3 Hukum Termodinamika III


Hukum ini berbunyi “nilai nol absolute tidak akan tercapai”. Memiliki makna
yaitu ketika sistem mencapai temperatur nol absolut, semua proses akan berhenti
dan entropi sistem akan mendekati nilai minimal. Hukum termodinamika ketiga
ini tidak terjadi pada tubuh makhluk hidup namun terjadi di alam bebas.

2. REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI (REDOKS)


Oksidasi merupakan proses pelepasan elektron sedangkan reduksi merupakan
proses penangkapan electron. Berikut merupakan tabel yang menggambarkan
perbedaan dari oksidasi dan reduksi :
Oksidasi Reduksi
1. Pengikatandenganoksigen (O2). 1. Pelepasanoksigen (O2).
2. Pelepasan Hidrogen. 2. Pengikatan Hidrogen.
3. Pelepasan elektron. 3. Menangkap elektron.
4. Peningkatan bilangan oksidasi. 4. Penurunan bilangan oksidasi.
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) adalah reaksi yang meliputi transfer elektron
dari reduktor (pereduksi, substansi yang mengalami oksidasi) kepada oksidator
(pengoksidasi, substansi yang mengalami reduksi). Contoh reaksi redoks yaitu:
Reduksi : Zn2+ + 2e- à Zn
Oksidasi : Cu à Cu2++ 2e-
Reaksi keseluruhan : Zn2++ Cu à Zn + Cu2+

2.1 OKSIDOREDUKTASE

4
Oksidoreduktase merupakan enzim yang berperan dalam reaksi redoks. Enzim
ini mengkatalis kerja reaksi redoks. Oksidoreduktase dibagi menjadi empat
macam yaitu:
2.1.1 Oksidase
Enzim ini mengkatalisis pengeluaran hidrogen dari suatu substrat yang
menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogen. Enzim ini menghasilkan
hidrogen peroksida sebagai produk akhir. Enzim ini juga dibagi menjadi dua
yaitu sitokrom oksidase dan flavoprotein.
a. Sitokrom oksidase.
Suatu hemo protein yang terdistribusi luas dalam banyak jaringan,
memiliki gugus prostetik hemetipikal dan terdapat di myoglobin,
hemoglobin dan sitokrom lain.
b. Flavoprotein.
Enzim ini mengandung flavin mononukleotida (FMN) atau flavin adenine
dinukleotida (FAD) sebagai gugus prostetik. FMN dan FAD dibentuk di
dalam tubuh dari vitamin riboflavin. Salah satu enzim flavoprotein adalah
asam L-amino.

2.1.1.1 Mekanisme Enzim Oksidase

Dalam proses reaksi redoks ini, suatu substrat yang mengalami


oksidasi akan melepas hidrogen dan hidrogen akan ditangkap oleh
oksigen, sebagaimana oksigen adalah akseptor dalam enzim oksidase.
Setelah menangkap hydrogen dari hasil oksidasi substrat oksigen akan
mengalami reduksi dan menghasilkan air atau hidrogen peroksida.
2.1.2 Dehidrogenase

5
Enzim ini lain halnya dengan enzim oksidase. Enzim ini tidak dapat
menggunakan oksigen sebagai akseptor hidrogen. Enzim ini melaksanakan
dua fungsi utama yaitu :
1. Memindahkan hidrogen dari suatu substrat ke substrat lainnya dalam
suatu reaksi gabungan oksidasi-reduksi. Dehidrogenase ini spesifik
untuk substratnya tetapi sering menggunakan koenzim atau pembawa
hidrogen yang umum,yaitu NAD+. Reaksi ini bersifat reversibel, maka
sifat tersebut memungkinkan ekuivalen pereduksi dipindahkan secara
bebas di dalam sel.Enzim ini bekerja pada proses anaerob glikolisis.
2. Sebagai komponen pada rantai respiratorik transfer electron dari
substrat ke oksigen. Enzim ini juga berlangsung pada proses
pemindahan elektron yang terbentuk dari oksidasi molekul substrat ke
akseptor akhirnya yaitu oksigen dan proses ini berlangsung di
mitokondria pada rantai respiratorik.
Dehidrogenase juga bisa dianggap sebagai sitokrom yang mengandung
besi dengan atom besi yang berubah-ubah antara Fe3+ dan Fe2+ selama oksidasi
reduksi. Enzim ini bergantung pada koenzim nikotinamid dan riboflavin.
Koenzim nikotinamida contohnya adalah nikotinamida adenine dinukleotida
(NAD+ )
atau nikotinamida adenine dinukleotida phospat (NADP+ )
yang
dibentuk oleh vitamin niasin. Riboflavin ini mengandung gugus flavin serupa
dengan FMN dan FAD yang terdapat pada oksidase.

2.1.2.1 Mekanisme Enzim Dehidrogenase

6
Proses ini adalah pemindahan hidrogen dari substrat yang satu ke
substrat yang lain tanpa menggunakan akseptor oksigen. Hidrogen yang
dilepas dari proses oksidasi suatu substrat akan ditangkap oleh substrat
lain dan mengalami reduksi.
2.1.3 Hidroperoksidase
Hidrokperoksidase menggunakan hidrogen peroksida atau
peroksida organic sebagai substrat. Enzim ini dibagi menjadi 2 yaitu,
peroksidase dan katalase. Hidroperoksidase melindungi tubuh dari
berbagai peroksida yang merugikan. Penimbunan peroksida dapat
menyebabkan munculnya radikal bebas yang dapat mengganggu membran
dan mungkin menyebabkan penyakit yang mencangkup kanker dan
aterosklerosis.
2.1.3.1 Peroksidase
Peroksidase ditemukan dalam susu dan leukosit, trombosit serta
jaringan lain yang terlibat di dalam metabolisme eicosanoid. Dalam reaksi
yang dikatalisis oleh peroksidase, hidrogen peroksida mengalami reduksi
dengan mengorbankan beberapa bahan yang akan berlaku sebagai akseptor
electron misalnya askorbat, kuinon dan sitokrom c. Reaksi yang dikatalisis
oleh peroksidase tidaklah sederhana tetapi reaksi keseluruhan adalah
sebagai berikut:
H2O2+ AH2à 2H2O + A
Sebagai contoh dalam eritrosit dan jaringan lain, enzim glutation
peroksidase yang mengandung selenium sebagai gugus prostetik,
mengkatalisis destruksi H2O2 dan hidroperoksida lipid melalui konversi
glutation tereduksi menjadi teroksidasi sehingga membran lipid dan
hemoglobin terlindungi dari oksidasi peroksida.
2.1.3.2 Katalase
Katalase menggunakan hidrogen peroksida sebagai donor elektron
dan akseptor elektron. Katalase adalah suatu hemoprotein yang
mengandung empat gugus heme. Selain memiliki aktivitas peroksidase,
enzim golongan ini juga mampu menggunakan satu molekul H2O2 sebagai

7
substrat atau donor elektron dan molekul H2O2 lainnya adalah oksidan atau
akseptor elektron.
2H2O2à 2H2O + O2
Aktivitas peroksidase katalase lebih cenderung terjadi. Katalase
ditemukan dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati.
Fungsinya ialah menghancurkan hidrogen peroksida yang terbentuk oleh
kerja oksidase.
2.1.4 Oksigenase
Oksigenase mengatalisis pemindahan langsung dan penggabungan oksigen ke
dalam suatu molekul substrat. Oksigenase berhubungan dengan sintesis berbagai
jenis metabolit. Enzim golongan ini mengatalisis penggabungan oksigen ke
dalam satu molekul substrat dalam dua tahap yaitu
a. Oksigen berikatan dengan enzim di bagian aktifnya.
b. Kemudian oksigen yang terikat tersebut direduksi atau dipindahkan ke
substrat.
Oksigenase dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
b.1.4.1 Dioksigenase
Dioksigenase menggabungkan kedua atom oksigen molekul ke dalam
substrat.
A + O2à AO2
Contohnya adalah enzim hati, homogentisatdioksigenase dan 3-
hidroksiantranilat dioksigenase yang mengandung besi dan L- triptofan
dioksigenase yang mengandung heme.
b.1.4.2 Monooksigenase
Monooksigenase (hidroksilase, oksidase fungsi campuran) hanya
memasukan satu atom oksigen molekular ke dalam substrat. Atom oksigen
yang lain direduksi menjadi air dengan memerlukan suatu donor elektron atau
ko substrat (Z) agar reaksi ini berlangsung.
A – H + O2+ ZH2à A – OH + H2O + Z

8
3. RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN

3.1 Radikal Bebas


Radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Kecenderungan untuk selalu
memperoleh atau menerima elektron dari substansi lain menjadikan radikal bebas
ini bersifat reaktif. Dengan begitu radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan
sel, berkurangnya kemampuan adaptasi sel sampai kematian sel.
Biasanya suatu radikal bebas diberi simbol dengan sebuah titik yang
menggambarkan elektron yang tidak berpasangan.
Contoh dari radikal bebas itu sendiri adalah:
a. Superoksida O2•
b. Hidroksil OH•
c. Alkoksil RO•
d. Peroksil ROO•
Radikal bebas terjadi melalui sederetan mekanisme reaksi. Reaksi radikal
bebas merupakan rekasi rantai yang terdiri dari:
a. Inisiasi : pembentukan awal radikal bebas
b. Propagasi : terbentuknya radikal bebas baru
c. Terminasi : pembentukan radikal bebas stabil dan tak reaktif
Adapun sumber dari radikal bebas yaitu:
a. Berasal dari dalam tubuh :
Dapat dihasilkan dari autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam
respirasi, transfor elektron di mitokondria, peroksida lipid, dan oksidasi ion-ion
transisi. Misal, hasil metabolisme berupa H2O2
b. Berasal dari luar tubuh :
Sinar UV, polusi lingkungan (asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi)
dan dari obat-obatan.
Terdapat pula insiator radikal bebas dan inhibitor radikal bebas. Insiator
radikal bebas adalah zat yang menyebabkan pembentukan radikal bebas,

9
contohnya cahaya dan peroksida. Inhibitor radikal bebas adalah zat yang
membentuk radikal bebas tak reaktif, contohnya fenol.
Radikal bebas berperan dalam terjadinya berbagai penyakit. Hal ini
disebabkan karena radikal bebas adalah spesi kimia yang memiliki pasangan
elektron bebas dikulit terluarnya sehingga reaktif dan mampu bereaksi dengan
protein, lipid, karbohidrat dan DNA. Reaksi radikal bebas dengan molekul ini
menyebabkan pada timbulnya suatu penyakit.

c.2 Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat
oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif untuk membentuk
radikal bebas yang tak reaktif dan relatif stabil. Macam-macam dari antioksidan
antara lain:
a. Antioksidan enzim, terdiri dari :
- Antioksidan preventif.
Antioksidan yang mengurangi kecepatan inisiasi (permulaan) rantai reaksi.
Contohnya, enzim katalase (berfungsi mengubah hydrogen peroksida menjadi
air dan oksigen) serta peroksida lain yang berikatan dengan ROOH dan zat-zat
khelasi ion logam seperti DTPA (dietilenetriaminepentaasetat) serta EDTA
(etilenediaminetetraasetat).
- Antioksidan pemutus rantai.
Antioksidan yang memotong reaksi berantai yang menangkap radikal
bebas. Contohnya, enzim superoksida dismutase yang berperan dalam
melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan bakteri aerob dengan
mengurangi bentuk radikal bebas superoksida.
b. Antioksidan vitamin.
Contohnya vitamin A, β-karoten, vitamin C, dan vitamin E (sumber anti
oksidan yang kerjanya mencegah lipid peroksida dari asam lemak tak jenuh
dalam memran sel). Sumber antioksidan yaitu sereal, biji-bijian, sayur dan
buah-buahan.

10
4. TRANSFER ELECTRON

Dalam proses transfer elektron yang terlihat pada gambar, electron berpindah
dari kompleks I hingga kompleks IV kemudian masuk ke dalam tabung yang
berwarna putih (memiliki ATP Synthase) untuk membentuk ATP dan
mengeluarkan air. Berikut penjelasan mengenai kompleks yang ada di rantai
transfer elektron di atas.
1. Kompleks I (NADH-Ubiquinone Oxidoreductase)
Kompleks I sering disebut NADH dehydrogenase. Transfer elektron dari
NADH ke ubiquinone (coenzim Q). Oksidasi NADH dimulai dengan transfer
dua elektron dan dua proton dari NADH + H + ke FMN, flavin mononucleotide
kemudian ditransfer melalui susunan dari jenis FeS centers (2Fe2S dan 4Fe4S)
ke ubiquinone. Ubiquinone berperan sebagai satu atau dua akseptor elektron
dan dapat berperan mentransfer elektron dari kompleks I dan II menuju ke
kompleks III.
Selama mentransfer 2 elektron ke ubiquinone oleh complex I, 4 proton
juga dipompa dari sisi matrix bagian atas (negatif) ke sisi cytosolic bagian
bawah (positif) pada inner membran. Energi dilepaskan selama reaksi
oksidatif yang dipacu oleh perpindahan proton melintasi membran.
2. Kompleks II (Succinate-Ubiquinone Oxidoreductase)
Kompleks II dikenal dengan succinate dehydrogenase dimana
mengandung ikatan kovalen FAD ke residu histidin yang mengandung tiga

11
iron-sulfur centers dan dua protein hidropobik kecil. Pada oksidasi suksinat
menjadi fumarat, dua elektron dan dua proton ditransfer ke FAD.
3. Kompleks III (Ubiquinol-Cytochrome c Oxidoreductase)
Kompleks III atau cytochrome bc1 complex mengkatalis transfer elektron
dari ubiquinol ke cytochrome c dengan translokasi proton melintasi membran.
4. Kompleks IV (Cytochrome c oxidase)
Kompleks IV mentransfer elektron dari cytochrome c ke ½ O2, terminal
akseptor elektron menjadi bentuk water coupled untuk translokasi proton
melintasi membran. Pada complex mamalia terdiri dari 13 subunit yang
mengandung dua cytochrome, a dan a3, dan dua copper centers, dikenal
sebagai CuA dan CuB. Cytochrome c oxidase yang lebih simpel hanya
mengandung tiga atau empat subunit, yang mengkatalis transfer elektron dan
reaksi memompa proton yang ada dalam bacterial membran.
5. Pembentukan ATP
Merupakan tempat dimana ATP terbentuk yang dikatalisis oleh ATP
sintase. Proton yang dihasilkan oleh komplek-kompleks menuju inter
membrane space masuk ke dalam ATP sintase dengan bantuan elektrikal
gradien. Elektrikal gradien ini membuat proton yang berada di inter membrane
space kembali lagi masuk ke dalam matriks melalui inner mitokondria yaitu
ATP sintase.

5. FOSFORILASI OKSIDATIF

Gambar : Tranfer elektron dan fosforilasi oksidatif yang terjadi dalam inner
membran mitokondria; ATP dihasilkan dengan pemanfaatan perbedaan gradient

12
muatan dan konsentrasi; H+ masuk ke matrix mitokondria dari intermembran
mitokondria melalui ATP sintase menghasilkan ATP.
Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme yang merupakan
rangkaian reaksi fosforilasi dan oksidasi. Reaksi fosforilasi yang dimaksud adalah
penambahan fosfat inorganik pada ADP (Adenosine diphosphate) untuk
membentuk ATP (Adenosin tri phosphate) sedangkan reaksi oksidasi yang
dimaksud adalah reaksi oksidasi NADH dan FADH2 pada rantai transfer elektron.
Elektron yang berasal dari oksidasi NADH dan FADH2 mengalir dari
kompleks I (NADH Dehidrogenase) dan Kompleks II (succinate reductase)
menuju Ubiquinone (CoQ) lalu menuju Kompleks III (cytochrome c reductase)
lalu menuju Cytochrome c lalu menuju kompleks IV (cythocrome oksidase),dan
akhirnya menuju Kompleks V (ATP synthetase). Seiring dengan aliran elektron
pada rantai transfer elektron, proton (H+) dipompa keluar matriks mitokondria
melewati inner membran mitokondria menuju ruangan intermembran
mitokondria. Pemompaan proton menuju intermembran membuat bagian luar
inner membran lebih positif daripada bagian dalam serta PH di bagian luar lebih
rendah dari bagian dalam. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya gradien
elektrokimia. Energi dari gradien elektrokimia ini dimanfaatkan dalam proses
pembentukan ATP. Proton-proton tersebut akan masuk kembali ke dalam matriks
melalui channel (F1) pada kompleks V (ATP synthetase) yang akan mengaktivasi
enzim ATP synthetase (F0) pada kompleks tersebut untuk menghasilkan ATP.
Pembentukan ATP
ADP + Pi ATP
(energi berasal dari gradien elektrokimia)
Adapun beberapa inhibitor (penghambat) pada proses fosforilasi oksidatif
yaitu:
1. Golongan barbiturat (Contoh : amobarbital,piersidin A,dan rotenon)
Semua inhibitor ini mencegah oksidasi substrat yang berhubungan
langsung dengan rantai respirasi lewat enzim dehidrogenase terikat NAD.
2. Dimerkapol dan Antimisin A
Inhibitor tersebut menghambat rantai respirasi dari sitokrom b ke c.

13
3. Oligomisin
Oligomisin menyebabkan blokade seluruh proses oksidasi dan fosforilasi
dalam mitokondria.
4. Atraktilosid
Menghambat pengangkutan ADP ke dalam mitokondria dan ATP keluar
mitokondria.

5.1 Uncoupling Phosphorilation Oxidative


Seperti yang dijelaskan sebelumnya, reaksi fosforilasi dan oksidasi dalam
fosforilasi oksidatif selalu berpasangan (couple) sehingga untuk membentuk ATP,
kedua reaksi tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Tetapi ada beberapa inhibitor
yang dapat menyebabkan kedua reaksi tersebut berjalan terpisah. Dalam kasus
yang akan dibahas kemudian yang akan menjadi inhibitor adalah aspirin. Aspirin
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan permabealitas inner membran
mitokondria sehingga aliran proton yang seharusnya hanya bisa masuk kembali ke
dalam matriks melewati kompleks ATP synthetase menjadi mampu melewati
sepanjang inner membran mitokondria. Enzim ATP synthetase (F1) hanya aktif
apabila proton melewati channel (F0) pada kompleks ATP synthetase.
Dikarenakan proton dapat melewati sepanjang inner membran mitokondria (tanpa
harus melewati kompleks ATP synthetase) maka menyebabkan gangguan pada
pembentukan ATP. Energi yang tidak terpakai untuk pembentukan ATP akhirnya
berubah menjadi panas.
Adapun beberapa inhibitor (penghambat) uncoupling phosphorilation
oxidative yaitu:
1. 2,4 dinitrofenol
2. Aspirin (dalam dosis tinggi)
3. Dinitrokresol
4. Pentaklorofenol
5. CCP

14
Inhibitor-inhibitor tersebut di atas menyebabkan meningkatnya
permeabilitas inner membran mitokondria yang mengganggu pembentukan
ATP.

6. DEMAM
Apabila terjadi uncoupling phosphorilation oxidative, tubuh merubah energi
kimia menjadi energi panas yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat (demam).
Berikut merupakan perbedaan suhu tubuh normal dan tidak normal beserta
penamaannya:
1. Hipotermia : <36,5 ⁰C
2. Normal : 36,5 – 37,5 ⁰C
3. Subfebris : 37,6 – 38 ⁰C
4. Febris : 38,1 – 40⁰C
5. Hiperpireksia : > 41⁰C

6.1 Tipe-Tipe Demam


1. Demam Septik
Demam ini memiliki pengertian yaitu ketika suhu tubuh berangsur naik, tinggi
pada malam hari dan turun pada pagi hari tetapi masih di atas normal serta sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
2. Demam Hektik
Demam ini memiliki pengertian yaitu suhu tubuh tinggi seperti demam septik
namun suhu turun sampai tingkat normal pada pagi hari.
3. Demam Remiten
Demam ini memiliki pengertian yaitu suhu tubuh turun setiap hari dan tidak
mencapai nilai normal. Perbedaan kenaikan suhu + 20C dan perbedaan suhu tidak
sebesar pada demam septik.
4. Demam Intermiten
Demam ini memiliki pengertian yaitu suhu tubuh turun tetapi normal kembali
selama beberapa jam dalam 1 hari. Apabila terjadi tiap dua hari sekali disebut
tersiana dan tiap tiga hari sekali disebut kuartana.

15
5. Demam Kontinyu
Demam ini memiliki pengertian yaitu variasi suhu sepanjang hari tidak lebih
dari 10C dan bisa mencapai hiperpireksia (bila terus menerus suhu tubuh menjadi
tinggi sekali).
6. Demam Siklik
Demam ini memiliki pengertian yaitu kenaikan suhu tubuh beberapa hari
diikuti periode bebas demam beberapa hari kemudian diikuti kenaikan suhu
seperti semula.

7. ASPIRIN
Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi nonsteroid. Dalam
mekanisme tubuh aspirin menghambat kerja enzim cyclooxygenase (lihat bagan
halaman 17) dimana yang berperan dalam pembentukan mediator inflamasi yaitu
prostaglandin. Prostaglandin terbentuk akan memicu terjadinya peradangan
dengan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Penggunaan
aspirin normal pada anak-anak yaitu dengan dosis 15 hingga 20 mg/kg berat
badan dan pada dewasa 325 hingga 650 mg.
Pemberian aspirin yang berlebihan akan menyebabkan metabolic acidosis pada
tubuh. metabolic acidosis ini kemudian akan meningkatkan atau memperkuat
pembentukan dari non ionisasi asam salisilat. Bentukan ini kemudian akan
berdifusi ke dalam otak dan mengakibatkan seseorang mual hingga koma (tidak
sadar diri).

7.1 Mekanisme Kerja Aspirin


Efek antipiretik dan antiinflamasi salisilat terjadi karena penghambatan
sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di
daerah target. Dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah
sensitilasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi serta
aspirin menekan rangsang nyeri pada daerah subkortikal (yaitu thalamus dan
hipotalamus).

16
7.2 Fungsi Aspirin
a. Anti-Inflamasi
Seperti diketahui bahwa aspirin menghambat aktivitas siklooksigenase.
Maka dari itu, aspirin mengurangi pembentukan prostaglandin yang bertindak
sebagai mediator dalam inflamasi.
b. Analgesik
Prostaglandin E2 (PGE2) diduga mensensitilasi ujung saraf terhadap efek
bradikinin, histamine, dan mediator kimiawi lainnya yang dilepaskan secara lokal
oleh proses inflamasi. Jadi, dengan menurunkan sintesis PGE2, aspirin dan obat
anti inflamasi lainnya menekan sensasi rasa sakit. Salisilat diduga terutama untuk
menanggulangi rasa sakit intensitas ringan sampai sedang yang timbul dari
struktur integument daripada yang berasal dari visera.
Pembentukan arachidonic acid dan peranannya dalam inflamasi
Cell Membrane Phospholipid
phospholipase

Arachidonic Acid

Aspirin X cyclooxygenase

Prostaglandin G2 (PGG2)

Prostaglandin H2

Prostacyclin (PGI2) Thromboxane A2 (TXA2)

Causes vasodilation, Causes vasoconstriction,


inhibits platelet promotes platelet
aggregation aggregation

PGD2 PGE2

Vasodilation
Increased vascular permeability
17
c. Anti Piretik
Demam terjadi jika “set point” pada pusat pengatur panas di hipotalamus
anterior meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh sintesis PGE2, yang
dirangsang bila suatu zat penghasil demam endogen (pirogen) seperti sitokin
dilepaskan dari sel darah putih yang diaktivasi oleh infeksi, hipersensitivitas,
keganasan, atau inflamasi. Salisilat menurunkan suhu tubuh penderita demam
dengan jalan menghalangi sintesis dan pelepasan PGE2. Aspirin
mengembalikan “thermostat” kembali ke kondisi normal dan cepat
menurunkan suhu tubuh penderita demam dengan meningkatkan pengeluaran
panas sebagai akibat vasodilasi perifer dan berkeringat. Dapat diketahui juga
bahwa aspirin tidak mempunyai efek pada suhu tubuh normal.

7.3 Efek Samping Aspirin


Adapun beberapa efek samping dari penggunaan aspirin yaitu:
1. Gangguan pencernaan lambung.
2. Darah mengakibatkan penghambatan agregasi trombosit dan perpanjangan
waktu pendarahan.
3. Pernapasan. Pada dosis toksik, salisilat menimbulkan depresi pernafasan
dan suatu kombinasi respirasi yang tidak terkompensasidan asidosis
metabolik. Pada dosis terapi, aspirin meningkatkan ventilasi alveoli.
4. Proses metabolik. Dosis besar salisilat melepaskan fosforilasi oksidatif.
Energi yang digunakan untuk menghasilkan ATP secara normal
dikeluarkan sebagai energi panas.

8. ACIDOSIS DAN ALKALOSIS


Dalam sistem arteri, pH darah normal ialah antara 7.35 – 7.45 . Terdapat 2
keadaan dimana pH darah dapat berada di bawah batas normal atau di atas batas
normal. Keadaan tersebut disebut acidosis atau alkalosis.
Acidosis ialah keadaan dimana pH darah berada di bawah 7.35 sedangkan
alkalosis ialah kondisi dimana pH darah berada di atas 7.45. Ketika terjadi
acidosis atau alkalosis maka tubuh melakukan tindakan secara otomatis. Tindakan

18
yang dilakukan untuk mengembalikan pH darah kembali normal disebut
compensation.

8.1 Metabolic Acidosis


Dalam metabolisme acidosis, level  HCO3¯  dalam sistem arteri  menurun
drastis sampai di bawah 22 mEq/liter. Penurunan penyangga ini menyebabkan pH
darah ikut menurun. Penyebab umum terjadinya metabolic acidosis yaitu
kehilangan ion-ion bikarbonat (HCO3¯) karena diare, penimbunan asam (ketosis)
dan disfungsi renal. Mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh yaitu
hiperventilasi, yang menaikkan atas kehilangannya CO2. Jika tindakan yang
dilakukan telah selesai , pH akan kembali normal tetapi HCO3¯ akan rendah.

8.2 Metabolic Alkalosis


Kenaikan HCO3¯ (di bawah 26 mEq/liter)  dan kenaikan pH darah di atas
7.45. Penyebab umum terjadinya metabolic alkalosis yaitu terlalu banyak asupan
obat-obatan sehingga pH darah meningkat dan mengakibatkan muntah-muntah,
kelainan endokrin, dan beberapa dehidrasi. Mekanisme kompensasi yang
dilakukan tubuh yaitu hipoventilasi, yang  memperlambat hilangnya CO2. Jika
tindakan yang dilakukan telah selesai, pH akan kembali normal tetapi HCO3¯
akan tinggi.

8.3 Respiratory Acidosis


Kenaikan PCO2 (di atas 45 mmHg) dan penurunan pH di bawah 7.35.
Penyebab umum terjadinya respiratory acidosis yaitu hipoventilasi yang
mengakibatkan emphysema, edema pada pulmonary dan disfungsi otot-otot
respirasi. Mekanisme kompensasi yang dilakukan tubuh yaitu kenaikan ekskresi H
dan kenaikan reabsorpsi HCO3¯ . Jika tindakan yang dilakukan telah selesai, pH
akan kembali normal tetapi PCO2 akan tinggi.

19
8.4 Respiratory Alkalosis
Penurunan PCO2 (di bawah 35 mmHg) dan kenaikan pH di atas 7.45.
Penyebab umum terjadinya respiratory alkalosis yaitu hiperventilasi yang
disebabkan defisiensi oksigen, penyakit pulmonary dan kegelisahan. Mekanisme
kompensasi yang dilakukan tubuh yaitu penurunan ekskresi H dan penurunan
reabsorpsi HCO3¯. Jika tindakan yang dilakukan telah selesai, pH akan normal
tetapi PCO2 akan rendah.

9. MASALAH KASUS
Diketahui :
1. Seorang anak berumur 18 bulan dengan chief complaint yaitu flu dan
batuk, muntah dan demam. Dengan riwayat penyakit yaitu batuk tidak
berdahak, demam rendah dan hidung tersumbat. Melihat kondisi tersebut
ibunya memberikan si anak aspirin. Namun kemudian si anak menjadi
muntah, nyeri abdomen, timbul kebiruan di mulut dan jari serta lesu dan
tidak sadarkan diri.
2. Hasil pemeriksaan fisik:
a. Temperatur: 38,5° C.
b. Pulse Rate: 136/min.
c. Respiratory Rate: 70/min.
d. BP: 90/60 mmHg.
e. ENT : hidung tersumbat.
f. Ekstremitas kebiruan.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium:
a. Hemoglobin dan sel darah putih: normal.
b. Serum:
- Natrium: 130 mEq/L
- Chlorida: 90 mEq/L
- Potassium: 6.0 mEq/L
- Bicarbonate: 8 mEq/L
- BUN: 30 mEq/L

20
c. Darah:
- Blood sugar: 150 mEq/L
- Salisilat: 90 mg/100ml darah.
d. Urinalysis:
- Specific gravity: 1.024
- pH: 5.0
- Glukosa dan ketone +
- Protein –
- Jika dilakukan penambahan ferric chloride, urin akan berwarna keunguan.
e. Blood gases:
- pH: 7.11 (asam)
- PCO2: 26 mmHg
- HCO3: 8 mEq/L
- PO2: 100 mmHg
4. Pengobatan yang diberikan:
a. Pemberian cairan infus yang berisi glukosa.
b. Pemberian cairan infus yang berisi bikarbonat.
c. Pengobatan tambahan yaitu pencucian lambung (gastric lavage).
d. Pasien menjalani lumbar puncture dengan analisis cairan spinal normal
yang membuat pasien dapat berjalan walaupun susah payah, pernafasan
secara berangsur-angsur membaik dan sadar.
5. Dokter mendiagnosa bahwa anak terbeut menderita intoksikasi aspirin.

Ditanya : Analisis Kasus diatas?

Dijawab :

9.1 Analisis Hasil Pemeriksaan Fisik


a. Temperatur: 38,5° C.
Dengan suhu tubuh di atas, si anak tergolong ke dalam febris.

21
b. Dengan menggunakan tabel dibawah, respiratory rate meningkat, pulse
rate meningkat dan tekanan darah normal.

Age Heart rate Respiratory Blood Blood


rate pressure pressure
(systole) (diastole)
Premature 100-180 <40 42±10 21±8
Newborn 100-180 <40 60±10 37±8
1 bulan 80-180 24-35 80±16 46±16
6 bulan 70-150 24-35 89±29 60±10
1 tahun 70-150 20-30 96±30 66±25
2-3 tahun 70-120 20-30 99±25 64±25
4-5 tahun 70-110 20-30 99±20 65±20
6-9 tahun 60-110 12-25 105±13 65±15
10-12 tahun 55-90 12-20 112±19 68±15
>14 tahun 55-90 12-18 120±20 75±15
Jorden RC : “Multiple Trauma” in Emergency Medicine-Concepts and Clinical
Practice 3rd ed;Rosen P, Barkin R et al. (eds).1982 Mosby-Year Book,Inc. P281-
282. Typical vital sign in the pediactric population.

9.2 Analisis Hasil Pemeriksaan Laboratorium


a. Pemeriksaan serum
- Kadar Na, Cl dan HCO3 menurun.
- Kadar K dan BUN meningkat.
b. Pemeriksaan darah
- Diketahui salisilat seharusnya negatif di dalam darah dengan pemberian
dosis terapi sebesar 15 – 30 mg/dl.
- Glukosa di dalam darah tinggi/ meningkat (hiperglikemia)
c. Pemeriksaan urin
Diketahui dalam bukunya Richard A. Mc.Pherson and Matthew R. Pincus
yang berjudul Henry’s clinical diagnostic and Management by Laboratory
Methods normal dari :
- Specific grafity : 1,016 – 1022 (normal fluid intake)
1.001 – 1,035 (range)
- pH : 4,6 – 8,0 (conventional unit)

22
4,6 – 8,0 ( SI units)
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa spesific gravity dan pH normal.
d. Pemeriksaan blood gases
- pH: rendah (asam).
- PCO2: rendah
- HCO3: rendah
- PO2: normal.

9.3 Intoksikasi Aspirin


Diketahui bahwa pasien didiagnosa oleh dokter menderita intoksikasi aspirin
(mekanisme patologi terlampir). Hal ini dapat menyebabkan beberapa hal yaitu:
a. Cyanosis (kebiruan)
Ditemukan gejala kebiruan pada mulut dan jari pasien. Hal ini disebabkan
akibat adanya kadar aspirin dalam darah yang mempengaruhi hemoglobin.
Metabolisme pada aspirin dapat menghasilkan radikal bebas, yaitu atom atau
molekul yang mempunyai satu atau lebih electron yang tidak berpasangan.
Diketahui bahwa aspirin merupakan oksidator kuat yang menyebabkan
pembentukan Methemoglobin (metHb), yaitu bentukan dari hemoglobin yang
ion Fe2+ (ferro) nya dioksidasi menghasilkan Fe3+ (ferri). Struktur atau
bentukan hemoglobin yang berubah ini tidak bisa mengikat dan mentransport
oksigen.
Methemoglobin dengan jumlah yang sangat sedikit (< 1%) di dalam darah
adalah normal, mengingat sel darah merah memiliki sebuah system yang
efektif (system NADH-sitokrom b5 methemoglobin reduktase) untuk
mereduksi Fe3+ kembali kepada keadaan Fe2+. Fe3+ pada methemoglobin akan
direduksi kembali menjadi Fe2+ oleh kerja sitokrom b5 tereduksi.
Kadar aspirin yang tinggi di dalam darah membuat hemoglobin tidak bisa
berikatan dengan oksigen dimana oksigen ini dibutuhkan oleh sel dan jaringan
untuk melakukan aktivitasnya. Afinitas dari hemoglobin dan oksigen akan
menurun yang mengakibatkan oksigen di dalam sel meningkat kemudian

23
hemoglobin mengalami deoksigenasi dan menyebabkan kebiruan pada mulut
dan jari si pasien.
b. Respiratory dan pulse rate meningkat.
Dengan kadar oksigen yang tinggi di darah berakibat rendahnya oksigen di
dalam jaringan. Hal ini akan mengakibatkan pasien mengalami pernapasan
yang cepat dan pulse denyut jantung menjadi meningkat.
c. Muntah dan nyeri abdomen.
Pemberian aspirin yang berlebihan akan mengakibatkan asam lambung
meningkat. Hal ini disebabkan oleh kandungan aspirin yang bersifat asam
(asam salisilat). Ketika asam lambung meningkat, pasien bisa langsung
muntah serta mengalami iritasi pada mukosa lambung dan menyebabkan nyeri
pada abdomen.
d. Demam.
Pemberian aspirin yang berlebihan akan mengakibatkan tubuh mengalami
demam. Kandungan asam yang diberikan oleh asam salisilat mempengaruhi
membran mitokondria di mana menyebabkan peningkatan permabealitas inner
membran mitokondria sehingga aliran proton yang seharusnya hanya bisa
masuk kembali kedalam matriks melewati kompleks ATP synthase menjadi
mampu melewati sepanjang inner membran mitokondria. Enzim ATP
synthetase (F1) hanya aktif apabila proton melewati channel (F0) pada
kompleks ATP synthase. Dikarenakan proton dapat melewati sepanjang inner
membran mitokondria (tanpa harus melewati kompleks ATP synthase) maka,
menyebabkan gannguan pada pembentukan ATP. Energi yang tidak terpakai
untuk pembentukan ATP akhirnya berubah menjadi panas dan menyebabkan
demam. Hal ini sesuai dengan hukum termodinamika 1 yang berbunyi “energi
dalam suatu sistem dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain,tapi ia tidak
dapat dibuat atau dihilangkan”.
e. Glukoneogenesis.
Dengan kadar asam salisilat yang berlebih di dalam tubuh mengakibatkan
proses pembentukan ATP terganggu. Kejadian ini membuat tubuh
mendeskripsikan bahwa energi yang ada di dalam tubuh menurun. Hal ini

24
akan menimbulkan feedback positive dari tubuh untuk menutupi penurunan
energi dengan cara melakukan glukoneogenesis. Lemak akan diubah ke dalam
glukosa dan badan keton sebagai cadangan energi dan positif di dalam urin
(tes rottera menunjukan positif) serta protein akan diubah menjadi glukosa dan
urea yang menyebabkan BUN menjadi meningkat di dalam urin.
Selain itu, tubuh melakukan proses anaerob untuk menutupi penurunan
energi dengan cara membentuk asam laktat sebagai cadangan energi. Hal ini
membuat pH menjadi rendah (asam) dan menimbulkan acidosis yang dapat
berakibat fatal jika kandungan asam ini masuk ke otak sehingga pasien tidak
sadarkan diri.
Kompensasi tubuh dengan pH yang menurun akibat kadar asam yang
tinggi di dalam darah yaitu dengan penggunaan buffer HCO3. Namun apabila
asam lebih besar daripada buffer yang dimiliki tubuh, mengakibatkan HCO3
menjadi terlihat dibawah normal. Hal ini akan mengakibatkan gangguan
elektrolit dan serum menjadi tidak normal.

10. ISLAMIC INSERT DAN BHP

10.1 Islamic Insert


Dalam kitab Canon, Ibnu Sina telah menekankan betapa pentingnya
penelitian eksperimental untuk menentukan khasiat suatu obat. Ibnu Sina
menyatakan bahwa daya sembuh suatu jenis obat sangat tergantung pada
ketepatan dosis dan ketepatan waktu pemberian. Pemberian obat hendaknya
disesuaikan dengan kekuatan penyakit. Menurut agama Islam di dalam Al-Quran
dan Hadits disebutkan bahwa “ sesuatu yang berlebih itu tidak baik”. Rasulullah
SAW menganjurkan agar umatnya senantiasa hidup sederhana dalam semua
tindakan, sikap dan amal.
Islam adalah agama yang berteraskan nilai kesederhanaan yang tinggi.
Kesederhanaan adalah suatu ciri yang umum bagi islam dan salah satu perwatakan
utama yang membedakan dari umat yang lain. Rasulullah SAW bersabda yang

25
diriwayatkan oleh Imam Tirmizi, “Sebaik-baiknya perkara adalah yang paling
sederhana”.
Selain itu, firman Allah di dalam surah Al-Isra ayat 27 menyatakan bahwa
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya syaitan &
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan-Nya”.

10.2 BHP
Dalam kasus ini terkait ke dalam menyimpan dan menyerahkan obat daftar
kepada pasien tanpa melalui resep dokter. Diatur dalam Undang-Undang
kesehatan no 36 tahun 2009 antara lain:
1. Pasal 108
a. Ayat 1 disebutkan “praktek kefarmasian yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan bahan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kewenangan sesai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
b. Ayat 2 disebutkan “ ketentuan mengenai pelaksanaan praktek kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan peraturan
pemerintah”.
2. Pasal 105
a. Ayat 1 disebutkan “sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat
harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
Pemakaian obat yang irasional antara lain adalah pemakaian obat secara
berlebihan baik dalam jenis maupun jumlah dosis. Indikasi pemberian jenis obat
yang tidak jelas, tata cara pemakaian atau penggunaan yang tidak tepat (termasuk
obat puyer racikan), poly farmasi yang berisiko tinggi, penggunaan obat mahal
sementara masih banyak obat sejenis yang lebih murah dan penggunaan obat
suntik dan infus yang tidak perlu.

26
Laboratory Activity Report
Methemoglobin Determination

A. Tujuan
Untuk menentukan konsentrasi methemoglobin dalam darah.

B. Prinsip
Methemoglobin dapat ditentukan secara spektofotometrik pada panjang
gelombang 630 nm setelah penambahan sianida pada darah.
Cyanmethemoglobin tidak akan mengasorbsi spektrum pada 630 nm. Selisih
pada nilai absorbansi sebelum dan sesudah penambahan sianida akan
menentukan konsentrasi methemoglobin. Kadar normal methemoglobin dalam
darah adalah 1% dari total hemoglobin.

C. Prosedur
1. Masukkan aquades (1.5 ml) dan K-Phospate buffer (1,5 ml) ke dalam
cuvette.
2. Tutup cuvette dengan parafilm dan mengocoknya perlahan (sebagai Blank
C1).
3. Masukkan aquades (3.9 ml) ke dalam tabung reaksi dan tambahkan darah
segar (0.1 ml) kedalam tabung tersebut (hemolisate).
4. Ambil hemolisate dan masukkan ke dalam 2 cuvette, masing-masing
sebanyak 3 ml. Tandai kedua cuvette tersebut sebagai C2 dan C3.
5. Tambahkan potassium fericyanide (0.1 ml) kedalam C3.
6. Tutup cuvette C2 dan C3 dengan parafilm lalu mengocoknya perlahan.
7. Diamkan larutan pada suhu ruangan kurang lebih 2 menit lalu lihat nilai
absorbansinya pada spektofotometer dengan panjang gelombang 630 nm.
Nilai arsorbansi C2 sebagai A2a dan C3 sebagai A3a.
8. Tambahkan KCN (0,1 ml) ke dalam semua larutan. Tutup semua cuvette
dengan parafilm dan mengocoknya perlahan.

27
9. Diamkan larutan pada suhu ruangan kurang lebih 5 menit lalu lihat nilai
absorbansinya pada spektofotometer dengan panjang gelombang 630 nm.
Nilai arsorbansi C2 sebagai A2b dan C3 sebagai A3b.

D. Hasil
Hasil absorbansi larutan pada spektofotometer dengan panjang gelombang
630 nm yaitu:
a. Blank C1 = 0,059 A
b. A2a = 1,272 A
c. A2b = 1,338 A
d. A3a = 1,490 A
e. A3b = 1,458 A
Maka dari itu methemoglobin dalam darah didapat sebesar:
% Methemoglobin (dari total Hb) = A2a-A2b x 100
A3a-A3b
= 1,272-1,338 x 100
1,490-1,458
= 1,7 %
Catatan: harga dari % methemoglobin sebenarnya adalah negatif, nilai
yang tercantum adalah hasil pemutlakkan.

E. Kesimpulan
Konsentrasi methemoglobin melebihi normal yaitu sebesar 1,7 %).

28

Anda mungkin juga menyukai