Anda di halaman 1dari 29

PENGKAJIAN RESEP

HIPERTENSI
Pendahuluan
Dalam pelayanan kesehatan obat merupakan komponen yang penting karena
diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik upaya preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif. Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) juga berpengaruh terhadap peningkatan penelitian di bidang farmasi.

Permasalahan dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication error.


Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MENKES/SK/IX/2004
menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat
dicegah. Bentuk medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi
pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau
penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak
memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan bahkan kematian
◦ Pada presentasi kali ini diambil dari penelitian jurnal “Evaluasi Rasionalitas
Penggunaan Obat Antihipertensi di Puskesmas Siantan Hilir Kota
Pontianak Tahun 2015”. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, hipertensi
merupakan penyakit dengan kejadian tertinggi untuk kategori penyakit tidak
menular di puskesmas tersebut. Menurut data di Puskesmas Siantan Hilir, kasus
hipertensi dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah sebanyak
1468 kasus. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola
penggunaan dan rasionalitas penggunaan obat antihipertensi yang meliputi
ketepatan indikasi, obat, pasien, dan dosis pada pasien hipertensi.

Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis saat seorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal, dengan tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Williams, 2003)
Hipertensi maligna adalah keadaan yang mengancam jiwa terhadap tekanan
darah yang meninggi. Hypertensive urgencies adalah kenaikan darah secara
signifikan yang sebaiknya dikoreksi dalam 24 jam setelah diketahui (Saputra, 2010).
Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan tekanan darah menurut JNC Berdasarkan etiologinya

- Hipertensi Esensial : hipertensi tanpa


kelainan dasar patologi yang jelas.
- Hipertensi Sekunder : Meliputi 5-10% kasus
hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini
antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal
(hipertensi renal), hipertensi endokrin,
kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-
lain
Gejala Hipertensi
Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala dan tanda. Hal inilah mengapa sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, di mana nyeri ini
biasanya hilang setelah bangun tidur. Gangguan hanya dapat dikenali dengan pengukuran
tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan laboratorium dan tambahan seperti ginjal dan
pembuluh
Diagnosis
◦ Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali
pengukuran, tetapi ditentukan berdasarkan rata-rata dari dua kali
pemeriksaan atau lebih pada waktu yang berbeda dan pengukuran
dilakukan pada posisi duduk
Tujuan Terapi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas kardiovaskuler. Target tekanan darah bila tanpa kelainan
penyerta adalah <140/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan DM
atau kelainan ginjal, tekanan darah harus diturunkan di bawah 130/80
mmHg (Nafrialdi, 2007). Perubahan tekanan darah adalah tanda yang
digunakan tenaga medis untuk mengevaluasi respon pasien terhadap
terapi yang diberikan (sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
perubahan dosis/kombinasi terapi)
Penatalaksanaan Terapi

Modifikasi Gaya Hidup


Terapi Farmakologi
Pilihan obat hipertensi dengan penyakit
penyulit
Evaluasi Farmakoekonomi
Cost Analysis (CA)
a.Cost-Benefit Analysis (CBA)
untuk melihat semua biaya dalam pelaksanaan atau
pengobatan, dan tidak membandingkan pelaksanaan, untuk membandingkan perlakuan yang
pengobatan atau evaluasi efikasi berbeda untuk kondisi yang berbeda.
a.Cost-Minimization Analysis (CMA) a.C ost-Utility Analysis (CUA)
untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan
dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang Untuk mengukur nilai spesifik kesehatan dalam
diperoleh bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat

Cost-effectiveness analysis (CEA)


untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila
terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan
yang sama tersedia untuk dipilih
Pengkajian resep penyakit hipertensi

Tepat Tepat
indikasi obat

Tepat Tepat
pasien dosis
Tepat Indikasi
◦ Tepat indikasi adalah kesesuaian pemberian obat antara indikasi dengan diagnosa
dokter. Pemilihan obat mengacu pada penegakan diagnosis. Jika diagnosis yang
ditegakkan tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak akan memberi efek
yang diinginkan. Menurut pedoman JNC 7, penggunaan obat-obat antihipertensi
jika diukur dari tekanan darah dapat dilihat pada algoritma penanganan hipertensi
yaitu apabila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik
90-99 mmHg maka perlu diberikan antihipertensi monoterapi, dan apabila
tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥100 mmHg
perlu diberikan kombinasi 2 macam obat.
Rasionalitas Pengobatan Hipertensi
Berdasarkan Kriteria Tepat Indikasi
Tepat Obat
◦ Tepat obat adalah kesesuaian pemberian obat antihipertensi yang dapat ditimbang dari
ketepatan kelas lini terapi, jenis dan kombinasi obat bagi pasien hipertensi. Evaluasi
ketepatan obat terdapat 65 pasien (70,65%) obat antihipertensi yang diberikan sudah sesuai
standar yang digunakan yaitu JNC 7 dan terdapat 27 pasien (29,35%) pemberian obat
antihipertensi yang tidak sesuai standar
Rasionalitas Pengobatan Hipertensi
Berdasarkan Kriteria Tepat Obat
Tepat Pasien
◦ Tepat pasien adalah kesesuaian pemilihan obat yang mempertimbangkan keadaan pasien
sehingga tidak menimbulkan kontraindikasi kepada pasien secara individu. Evaluasi
ketepatan pasien pada penggunaan antihipertensi dilakukan dengan membandingkan
kontraindikasi obat yang diberikan dengan kondisi pasien menurut diagnosis dokter.
Ketepatan pasien perlu dipertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian
obat kepada pasien yang tidak memungkinkan penggunaan obat tersebut atau keadaan
yang dapat meningkatkan resiko efek samping obat.
Rasionalitas Pengobatan Hipertensi Berdasarkan
Kriteria Tepat Pasien
Tepat Dosis
◦ Tepat dosis adalah kesesuaian pemberian dosis obat antihipertensi dengan rentang
dosis terapi, ditinjau dari dosis penggunaan per hari dengan didasari pada kondisi
khusus pasien. Bila peresepan obat antihipertensi berada pada rentang dosis
minimal dan dosis per hari yang dianjurkan maka peresepan dikatakan tepat dosis.
Dikatakan dosis kurang atau dosis terlalu rendah adalah apabila dosis yang
diterima pasien berada dibawah rentang dosis terapi yang seharusnya diterima
pasien.
Rasionalitas Pengobatan Hipertensi
Berdasarkan Kriteria Tepat Dosis
PENGKAJIAN RESEP HIPERTENSI
Pengkajian Administrasi
Pengkajian Farmasetika
Pengkajian Klinis
Amlodipin
Indikasi Pengobatan hipertensi, angina pektoris stabil kronik, angina vasospastik (Angina prinzmetal atau
angina varian)
Dosis Awal: sehari 1 kali 5 mg : maks sehari 2 kali 10 mg;
Pasien lansia atau pasien dengan gangguan fungsi hati berat sehari 1 kali 2,5 mg;
Angina stabil kronik, angina vasoplastik sehari satu kali 5-10 mg.
Aturan pakai dan lama pemberian Awal: 1 kali 1 tablet sehari : maks 2 kali 1 tablet sehari;
Pasien lansia atau pasien dengan gangguan fungsi hati berat satu kali setengah tablet sehari;
Angina stabil kronik, angina vasoplastik 1-2 kali satu tablet sehari.
Perhatian Gangguan fungsi hati, hamil, menyusui, lansia, anak-anak

Reaksi obat merugikan (efek samping) 10% mengalami edema dan edema pulmonary;
1-10% mengalami sakit kepala, kelelahan, pilitasi, pusing, mual, kemerah-merahan, nyeri abdomal,
somnolance, gangguan seksual pria, kantuk, priuritus, ruam kulit, kram otot, lemah otot;
Laporan postmarketing terjadi gangguan ekstrapiramidal
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap amlodipine atau syok kardiogenik, stenosis aorta berat, angina pectoris tidak
stabil, infark miokard akut, gipotensi berat, gangguan hati berat. Kontaindikasi dengan dantrolene yang
dapat meningkatkan toksisitas satu sama lain.
Interaksi obat Interaksi serius terjadi pada pemberian diltiazem, idelalisib, ivacaftor, nefazodone, pirfenidone,
simvastatin, dll
Mekanisme kerja Menghambat transmembran masuknya ion kalsium ekstraseluler melintasi membran sel miokard dan sel
otot polos pembuluh darah tanpa mengubah konsentrasi kalsium serum; penghambatan konsentrasi
kardiak dan sel otot polospembuluh darah ini, dengan cara mendilatasi saluran pembuluh darah dan arteri
sistemik.
Methycobal
Indikasi Defisiensi vitamin B12, Neuropati perifer, anemia pernisiosa

Dosis Dewasa: 500-1500 mcg

Aturan pakai dan lama pemberian Sehari 3 kali 1 kapsul

Perhatian Hentikan pemberian jika tidak ada respon sesudah pemberian oral selama
beberapa bulan, bayi baru lahir, bayi prematur, bayi dan anak

Reaksi obat merugikan (efek samping) Mual, diare, ruam kulit, anoreksia, sakit kepala, berkeringat, demam

Kontraindikasi Hipersensitifitas terhadap mecobalamin

Interaksi obat Neomisin, asam aminosalisilat, antagonis histamin H2, omeprazol, kolsikin,
kontrasepsi oral, kloramfenikol

Mekanisme kerja Sebagai koenzim pada sintesis asam nukleat, bekerja bersama asam folat dalam
beberapa siklus metabolik
Diazepam
Indikasi Gangguan ansietas/agitasi, epilepsi, kejang otot rangka, ketagihan alkohol

Dosis Dewasa
Gangguan ansietas dan epilepsi: 2 – 10 mg, dosis maksimal: 30 mg
Ketagihan alkohol: 10 mg pada 24 jam pertama, kemudian dosis diturunkan menjadi 5 mg
Kejang otot rangka: 2-10 mg
Aturan pakai dan lama pemberian Gangguan ansietas dan epilepsi: Dapat diulang 2-4 kali sehari jika perlu
Ketagihan alkohol: setiap 1-2 jam hingga pasien tenang
Kejang otot rangka: 3-4 kali sehari
Perhatian Penggunaan bersamaan antikonvulsi lainnya, Penggunaan pada wanita hamil

Reaksi obat merugikan (efek samping) 1-10% Ataksia, euforia, ketiadaan koordinasi, somnolance
Jarang terjadi: hipotensi, kelelahan, lemah otot, depresi pernafasan, retensi urin, depresi, tidak bertarak, penglihatan kabur,
dysarthria, sakit kelapa, ruam, perubahan dalam salivasi
Serius: neutropenia, jaundice, efek lokal: nyeri, bengkak, thrombophlebilitis, sindrom pergelangan, nekrosis jaringan; radang urat
darah bila terlalu sering penggunaan IV
Laporan postmarketing: luka-luka, beracunn dan komplikasi prosedural: jatuh dan patah; meningkatkan resiko dengen beberapa
penggunaan menyebabkan seringnya mengantuk (termasuk alkohol).
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap diazepam, indufisiensi hepatik, insufisiensi pernapasan

Interaksi obat Interaksi serius terjadi pada pemberian carbamazepin, simetidin, klaritomisin, eritromisin dasar, eritromisin etilsucinat,
eritromisin laktobionat, eritromisin stearat, idelalisib, itrakonazol, ketokonazol, nefazol, rifabutin, rifampin, St John wort,
valerian.
Mekanisme kerja Menghambat kerja dari reseptor GABA
Kesimpulan
◦ Dalam pelayanan kesehatan obat merupakan komponen yang penting
karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik upaya
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
◦ Skrining resep merupakan suatu pemeriksaan resep yang pertama kali
dilakukan petugas apotek setelah resep diterima. Ada tiga aspek yang
perlu diperhatikan dalam skrining resep yakni kelengkapan
administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
◦ Dalam pengkajian resep, terutama resep penyakit hipertensi haruslah 4
TEPAT. Tepat Indikasi, Tepat Obat, Tepat Dosis, Tepat Pasien.
◦ TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai