Anda di halaman 1dari 8

Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

ORIGINAL RESEARCH

KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI

STUDY OF DRUG INTERACTIONS IN HYPERTENSION PATIENTS

1
Bagas Eva Wijaya, Bagus Nurprialdi, Eny Dasmyta, Healty Septiana, Peby Ardiani Pratama, Siti Halda,
Viesta Olivia Thahuurun Gani

Fakultas Farmasi, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Jakarta Utara, Indonesia, 14350
1

*E-mail: healtsptn@email.com

Diterima: 26/11/2022 Direvisi: 27/11/2022 Disetujui: 27/11/2022

Abstrak
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang
diidentifikasikan sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi luaran klinis pasien.
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko utama terhadap penyakit jantung, gagal jantung kongestif, stroke,
gangguan penglihatan, dan penyakit ginjal. Hipertensi merupakan faktor penyebab terbesar munculnya penyakit
kardiovaskuler seperti gagal jantung, stroke, jantung coroner, dan gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian
jika proses terapi tidak rasional. Penatalaksanaan terapi farmakologis pada pasien hipertensi diperlukan obat
kombinasi antihipertensi untuk mendapatkan tekanah darah yang ditargetkan. Obat antihipertensi tersebut antara lain
golongan (ACEI) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor ada 19 (14%) obat dalam lembar resep, (ARB)
Angiotensin Reseptor Blocker dan α Blocker sebanyak 18 (13%) obat dalam lembar resep, (CCB) Calcium Channel
Bloker terdapat 83 (58%) obat dalam lembar resep, dan diuretika ada 3 (2%) obat dalam lembar resep. Hal ini
menyebabkan pasien harus mendapatkan obat antihipertensi 2 macam atau lebih sehingga mengakibatkan
polifarmasi yang beresiko munculnya interaksi obat (Drug Interactions). Drug Interactions termasuk bagian dari
Drug Related Problems (DRPs) yang paling sering terjadi dan mengakibatkan menurunnya efektivitas penggunaan
obat. Potensi interaksi obat anti hipertensi yang ditemukan sebanyak 33 resep (26%) dan 57 resep (74%) tidak
menunjukkan adanya potensi interaksi obat. Data hasil tersebut sudah di review dan di rangkum dari beberapa jurnal
yang sudah dilakukan penelitian.

Kata kunci: Hipertensi, Interaksi Obat, Efektivitas Obat, Antihipertensi

Abstract
Drug interactions are one of eight categories of drug-related problems identified as events or circumstances of drug
therapy that may affect patients outside of the clinical setting. Hypertension is a major risk factor for heart disease,
congestive heart failure, stroke, visual impairment and kidney disease. Hypertension is the biggest cause of
cardiovascular disease such as heart failure, stroke, coronary heart disease and kidney failure which can cause death
if the therapy is irrational. The management of pharmacological therapy in hypertensive patients requires a
combination of antihypertensive drugs to obtain targeted blood pressure. These antihypertensive drugs include the
(ACEI) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor class with 19 (14%) drugs in the prescription sheet, (ARB)
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

Angiotensin Receptor Blockers and α Blockers with 18 (13%) drugs in the prescription sheet, (CCB) Calcium
Channel Blockers there are 83 (58%) drugs in the prescription sheet, and diuretics there are 3 (2%) drugs in the
prescription sheet. This causes patients to have to receive 2 or more types of antihypertensive drugs resulting in
polypharmacy which is at risk of drug interactions (Drug Interactions). Drug interactions are part of the most
common Drug Related Problems (DRPs) and result in a decrease in the effectiveness of drug use. The potential for
anti-hypertensive drug interactions found in 33 prescriptions (26%) and 57 prescriptions (74%) did not indicate any
potential for drug interactions. The data results have been reviewed and summarized from several journals that have
been researched.

Keywords: Hypertension, Drug Interaction, Drug Effectiveness, Antihypertensive

PENDAHULUAN
Hipertensi menjadi salah satu penyakit degeneratif yang umum terjadi pada kalangan
masyarakat di dunia khususnya Indonesia. Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya
stroke, infark miokard, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal kronik dan bahkan
menyebabkan kematian jika tidak dideteksi dengan cepat dan tidak diobati dengan tepat 5 .
American Heart Association (2014) melaporkan 69% dari penderita serangan jantung, 77% dari
penderita stroke dan 74% dari penderita gagal jantung mengidap hipertensi. Hipertensi juga
terjadi pada 60% pasien diabetes melitus II .
Lebih dari dua pertiga pasien hipertensi tidak bisa dikontrol dengan satu obat dan akan
menerima dua atau lebih obat antihipertensi dari kelas obat yang berbeda. Pasien hipertensi yang
mendapatkan terapi kombinasi dan pasien hipertensi dengan penyakit penyerta berpotensi
mengalami interaksi obat yang dapat mengakibatkan ketidaktercapaian efek terapi.
Hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer (esensial) dan
hipertensi sekunder. Penyebab penyakit hipertensi tidak diketahui, sedangkan hipertensi
sekunder disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit ginjal, endokrin, jantung dan gangguan
ginjal. Hipertensi merupakan kondisi kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik yang
bersifat menetap pada angka lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan sistolik pada angka 140
menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi sedangkan tekanan
diastolik pada angka 90 menunjukkan tekanan pada saat jantung berelaksasi. Tekanan darah
normal menurut WHO (World Health Organization) adalah < 135/85 mmHg. Hipertensi sesuai
etiologinya terdiri dari hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder(renal). Hipertensi
primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui secara pasti penyebabnya
(Mahardika & Wardani, 2021). Hampir lebih dari 90% pasien yang mengalami hipertensi primer.
Hipertensi termasuk golongan penyakit yang membutuhkan perawatan primer sehingga karena
penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti gagal jantung, stroke, jantung coroner, dan
gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian jika proses terapi tidak rasional (JNC, 2013).
Menurut survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia telah mencapai 25,8% dari total penduduk dewasa dan prevalensi tertinggi ditemukan
di Provinsi Kalimantan Selatan 39,6%, dan terendah di Papua Barat 20,1%.
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

Jumlah pasien hipertensi di Indonesia kebanyakan dialami pada usia produktif yaitu lebih
dari 18 tahun menunjukkan angka 34,11%. Kasus hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada
perempuan lebih tinggi sebanyak 36,9% dan pada pria sebesar 31,3%, kejadian tersebut
kemungkinan disebabkan oleh mudahnya seorang perempuan mengalami stress daripada pria
(Riskesdas, 2018). Jumlah tersebut akan meningkat diperkirakan akan naik pada tahun 2000
sebanyak 1 miliar, hal ini terjadi bila upaya yang tepat tidak dilakukan dan terus mengalami
peningkatan di tahun 2025, penduduk dengan hipertensi diprediksi meningkat sebesar 29% yaitu
kurang lebih 1,6 miliar penduduk dunia (Tedjakusmana, 2012).

METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yang menggunakan desain deskriptif non
eksperimental dengan cross sectional yaitu menganalisis hubungan interaksi obat sebagai
variabel independen dengan efektivitas obat antihipertensi sebagai variabel dependen. Data
dikumpulkan secara prospektif dengan melakukan pengamatan pada sejumlah subyek yang di
teliti mengetahui suatu kejadian yang belum ada atau terjadi.

Sampel (Bahan) Penelitian


Keseluruhan pasien yang menjalani pengobatan pada poli penyakit dalam dan menderita
penyakit hipertensi paling sedikit 2 bulan sebelum penelitian dilakukan dan paling sedikit sudah
melakukan kontrol sebulan sebelum penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
adalah “purposive sampling” dengan cara pengambilan sampel secara acak dan sistematik.

Instrumen Penelitian
1) Data catatan medik lengkap meliputi jenis kelamin, umur, status pekerjaan, pendidikan formal,
awal diagnosa dokter sampai dilakukan penelitian, daftar obat yang diperoleh, diagnosa
penyakit selain hipertensi.
2) Formulir pengambilan data tentang identitas pasien, pengobatan yang diperoleh dan diagnosa
penyakit pasien.
3) Literatur pendukung Drug Interaction Checker pada aplikasi Medscape dan Stockley’s Drug
Interaction edisi 8.

Pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif, yaitu metode
pengumpulan berdasarkan data rekam medik pasien yang sudah menjalani pengobatan berupa :
1) Obat hipertensi yang diresepkan bersama obat lain.
2) Nama obat anti hipertensi
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

Analisa Data
Analisis data dalam penelitian dengan uji univariat yang digunakan untuk mengkalkulasi
penyebaran dan frekuensi dari karakteristik responden dan kejadian drug interactions pada pasien
hipertensi. Data interaksi obat diperoleh setelah melakukan studi literatur menggunakan Drug
Interaction Checker pada aplikasi Medscape dan Stockley’s Drug Interaction edisi delapan
(Analisis Kuantitatif) dan jumlah interaksi obat yang terjadi berdasarkan mekanisme, tingkat
keparahan, dan manifestasi klinis. Kemudian masing-masing dianalisa dan dibuat dalam bentuk
presentase (Analisis Kualitatif).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil penelitian diperoleh jumlah populasi sebanyak 116 responden, dan kemudian dipilih
yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 83 responden, 33 responden tidak memenuhi kriteria
inklusi. Hasil penelitian berupa tabel dalam bentuk persentase berdasarkan karakteristik pasien
dan karakteristik penggunaan obat, serta potensi terjadinya interaksi obat.
Tabel 1. Karakteristik pasien

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa total pasien hipertensi pada perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Noviana, T. (2016) menyatakan
bahwa pasien berjenis kelamin perempuan dengan persentase 75,6% lebih tinggi dibandingkan
yang berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 24,4%, serta menurut Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI bahwa prevalensi hipertensi pasien perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien laki-laki.
Berdasarkan World Heatlh Organisation (WHO) dalam World Health Statistic (2012) prevalensi
hipertensi mencapai 29,8% pada perempuan dan 24,2% pada laki-laki. Secara keseluruhan, 61
persen dari wanita pasien hipertensi, sedang dirawat dengan obat anti hipertensi. Hal ini diduga
karena faktor hormonal perempuan yang lebih mudah stress dibandingkan laki-laki. Stress
berhubungan dengan hipertensi melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Hormon epinefrin/adrenalin akan dilepas pada keadaan tertekan, maka adrenalin akan
meningkatkan tekanan darah melalui vasokontriksi (kontraksi arteri) dan peningkatan detak
jantung sehingga mempengaruhi peningkatan volume darah, curah jantung, dan meningkatkan
tahanan perifer total yang menyebabkan hipertensi
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

Tabel 2. Karakteristik Penggunaan Obat Hipertensi

Tabel diatas menunjukkan bahwa golongan obat anti hipertensi golongan Calcium Channel
Blocker (CCB), terdapat 83 (58%) obat dalam lembar resep, Angiotensin Converting Enzyme
(ACE Inhibitor) ada 19 (14%) obat dalam lembar resep, Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
dan Beta Blocker sebanyak 18 (13%) obat dalam lembar resep serta diuretik ada 3 (2%) obat
dalam lembar resep. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Whelton, et al (2017),
obat golongan Calsium Channel Blocker juga menjadi terapi pengobatan anti hipertensi tertinggi
dibandingkan golongan lainnya. Obat hipertensi golongan Calsium Channel Blocker memiliki
kemampuan yang baik menurunkan tekanan darah dalam waktu singkat.
Tabel 3. Tingkat Signifikansi Obat

KSR-Spironolakton (Tingkat Signifikansi 1) Efek potensi interaksi obat spironolakton dan


potassium klorida berupa resiko peningkatan severe hyperkalemia. Pemberian spironolakton
mampu meningkatkan kadar seum kalium dengan mekanisme kerja sebagai non selektif
antagonis aldosterone. Aldosterone dapat mengikat reseptor mineralkortikoid di ginjal, akibatnya
terjadi reabsorpsi natrium dan air serta ekskresi kalium secara bersamaan. Oleh karena itu
pemberian spironolakton dan KSR secara bersamaan mampu meningkatkan resiko hyperkalemia.
Aspirin-Methylprednisolon (Tingkat Signifikansi 2) Menggunakan aspirin bersama dengan
methylprednisolon dapat meningkatkan risiko efek samping pada saluran pencernaan seperti
pembengkakan, perdarahan, ulserasi, dan jarang terjadi, perforasi. Aspirin-Spironolakton
(Tingkat Signifikansi 3) Interaksi ini terjadi proses ekskresi, dimana aspirin menurunkan sekresi
natrium, sehingga natrium dalam darah meningkat, akibanya efek spironolakton menurun, tetapi
aspirin dalam dosis kecil tidak mempengaruhi. Aspirin juga menghambat sekresi aktif canrenone
(metabolit aktif spironolakton) sehingga efek metabolit spironolakton meningkat untuk
pemberian dosis berikutnya. Digoxin-Ramipril (Tingkat Signifikansi 4) Kadar digoksin dalam
plasma dapat meningkat atau bahkan menurun. Manajemen yang dapat dilakukan adalah
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

diperlukan pemantauan rutin untuk toksisitas dari digoksin, serta pemantauan kadar dalam
plasma dapat berguna untuk menentukan apakah diperlukan adanya penyesuaian dosis atau tidak.
Furosemid-Parasetamol (Tingkat Signifikansi 5) Mekanisme interaksi obat yang terjadi antara
paracetamol dengan furosemid ini mengakibatkan penurunan ekskresi prostaglandin ginjal dan
menurunkan aktivitas renin plasma yang disebabkan oleh paracetamol.Mekanisme tersebut
mempengaruhi efek terapeutik dari furosemid kemungkinan dapat menurun, untuk kasus
interaksi obat ini tidak ada tindakan pencegahan khusus. Ceftriaxon-Furosemid (Non
Signifikansi) Ceftriakson dapat meningkatkan toksisitas dari furosemid dengan efek
farmakodinamik yang sinergis, dapat meningkatkan resiko dari nefrotoksik.
Tabel 4. Potensi Interaksi Obat

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa potensi interaksi obat anti hipertensi yang ditemukan
sebanyak 33 resep (26%) dan 57 resep (74%) tidak menunjukkan adanya potensi interaksi obat.
Pada penelitian ini interaksi yang paling banyak terjadi pada pengobatan hipertensi adalah
kombinasi antara obat amlodipin golongan Calsium Channel Blocker dengan meloxicam dan
ibuprofen dari golongan NSAID terdapat 8 temuan dengan tingkat signifikasi minor. Kategori
interaksi obat dengan level keparahan minor ini masih dalam tolerir, meskipun ditemukan dalam
lembar resep dalam terapi tidak diperlukan adanya perubahan terapi.
Penggunaan NSAID dapat meningkatkan tekanan darah pada pasien yang diobati dengan anti
hipertensi golongan Calsium Channel Blocker. Mekanismenya yaitu adanya penghambatan
vasodilator dan prostaglandin natriuretik di ginjal dan/atau penurunan sintesis prostaglandin
vaskular atau endotel yang dihasilkan dalam retensi garam dan vasokonstriksi. Pada studi lain 12
pasien dengan hipertensi essensial ringan atau sedang diterapi amlodipine dengan ibuprofen
dapat meningkatkan tekanan darah rata-rata sebesar 7,8 / 3,9 mmHg. Jadi, penggunaan
amlodipine dengan kombinasi obat golongan NSAID seperti ibuprofen dan meloxicam untuk
terapi hipertensi akan mengurangi efek anti hipertensi dari golongan Calsium Channel Blocker
menyebabkan tekanan darah tinggi pasien akan lebih meningkat atau tidak adanya perubahan
tekanan darah.
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap peresepan obat pada pasien hipertensi
dapat disimpulkan bahwa:
1. Profil pasien hipertensi tertinggi adalah dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak
59%, sedangkan pasien laki-laki sebanyak 41%. Rentang usia pasien hipertensi tertinggi yaitu
pada usia 56-65 tahun sebanyak 43,4%. Profil penggunaan obat pasien hipertensi yang paling
sering diberikan adalah golongan Calsium Channel Blocker, dengan obat amlodipin
berjumlah 83 (58%).
2. Potensi interaksi obat yang ditemukan berdasarkan klasifikasi tingkat keparahannya yang
tertinggi yaitu dengan klasifikasi moderate yaitu sebanyak 18 (79%) dari total 33. Dari total
90 lembar resep yang diidentifikasi persentase jumlah resep yang memiliki potensi interaksi
obat sebanyak 33 resep (37%) dan 57 resep (63%) tidak memiliki potensi interaksi obat.

DAFTAR RUJUKAN
1. Anggara, F. H. D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kesehatan

2. Princewel F., Cumber SN., Kimbi JA., Nkfusal CN., Keka EI., Viyoff VZ., Beteck TE.,
Bede F., Gwegweni JMT., Akum EA.,(2019) Prevalence and Risk Factors Associated With
Hypertension Among Adults in a Rural Setting : The Case of Ombe, Cameroon, PanAfrican
Medical Journal, 34: 147: September 2019

3. Hartiwan. M., Alifiar. I., & Fatwa, M. N., (2018). Kajian Interaksi Obat Potensial
Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap di RSUD dr.Soekardjo Kota Tasikmalaya Periode
April—Mei 2017. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis.

4. Stockley, I. H. (Ed.8). (2008). Stockley’s drug interactions: A source book of interactions,


their mechanisms, clinical importance, and management (8th ed). Pharmaceutical Press.

5. Mariam, S. (2016). Evaluasi Kejadian Interaksi Obat pada pasien Rawat Inap Geriatri
Penderita Gagal Jantung. Jurnal Farmamedika

6. Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction: Eight Edition. London :Pharmaceutical
Press

7. DiPiro, J.T. et al. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing Division.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019. Laporan Nasional: Riskesdas 2018.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal

9. Astuti, S. D., & Endang, E. (2018). Kajian Penggunaan Antihipertensi dan Potensi
Interaksi Obat Pada Pengobatan Pasien Hipertensi Dengan Komplikasi. Jurnal
Farmasi Indonesia, 15(2), 148–162. https://doi.org/10.31001/jfi.v15i2.483
10. Fitriyani. (2017). Identifikasi drug related problems (drps) kategori interaksi obat
terhadap pasien hipertensi di rsud haji makassar prov. sul-sel tahun 2016.
Makassar.
11. Kementerian Kesehatan. (2017). Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi). Retrieved from
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Tekanan-Darah-Tinggi-Hipertensi.pdf
12. Kusuma et al. (2018). Identifikasi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Hipertensi :
Studi Retrospektif Resep Polifarmasi Di Apotek Karya Sehat Purwokerto Hipertensi
menurut American Hearth Association ( AHA ) adalah keadaan yang menyatakan
Hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesda, 11, 72–80 ).
13. Mahamudu, Y. S., Citraningtyas, G., & Rotinsulu, H. (2017). Kajian Potensi
Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Primer Di Instalasi Rawat Jalan
Rsud Luwuk Periode Januari – Maret 2016. Pharmacon, 6(3), 1–9.
https://doi.org/10.35799/pha.6.2017.16418
14. Manik, C. M., & Ronoatmodjo, S. (2019). Hubungan diabetes melitus dengan hipertensi
pada populasi obesitas di Indonesia (Analisis Data IFLS-5 Tahun 2014). Epidemiologi
Kesehatan Indonesia, 3(1), 19–24.
15. Anggriani,A.,Eva,K.,Irfan,H.M.2021. Potensi Interaksi Obat Amlodipin pada Pasien
Hipertensi di Salah Satu Puskesmas Kabupaten Sumedang. Jurnal Riset Kefarmasian. Vol.3
No.1

Anda mungkin juga menyukai