Anda di halaman 1dari 10

NAMA : MEGI YULISTIN

NIM : 18036060
MATA KULIAH : KIMIA ORGANIK
TUGAS : KUIS KROMATOGRAFI KOLOM

1. Jelaskan prinsip kerja dari kromatografi kolom!


Jawab:
Kromatografi kolom bertujuan untuk purifikasi dan isolasi komponen dari suatu
campurannya. Metode pembuatan kolom terbagi menjadi 2 yaitu untuk metode kering dan
metode basah. Pada metode kering, kolom pertama diisi dengan kering fase diam bubuk,
diikuti dengan penambahan fase gerak. Sedangkan pada metode basah, sebuah bubur
disiapkan dari eluen dengan fase diam bubuk dan kemudian dengan hati-hati dituangkan ke
dalam kolom. Lapisan ini biasanya ditutupi dengan lapisan pasir kecil atau dengan kapas atau
wol kaca untuk melindungi bentuk lapisan organik dari kecepatan baru ditambahkan eluen.
Eluen perlahan-lahan melewati kolom untuk memajukan bahan organic.
Sebagian besar prinsip pemisahan kromatografi kolom didasarkan pada afinitas
kepolaran analit dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang
berbeda dengan fase diam. Pada sebagian besar kromatografi kolom menggunakan fase diam
yang bersifat polar dengan fase gerak yang non-polar dengan begitu waktu retensi akan
menjadi lebih singkat. Semakin cepat pergerakan fase gerak akan meminimalkan waktu yang
diperlukan untuk bergerak di sepanjang kolom. Laju aliran kolom dapat ditingkatkan dengan
memperluas aliran eluent di dalam kolom dengan mengisi fase diam pada bagian bawah atau
dikurangi dengan mengontrol keran. Laju aliran yang lebih baik dapat dicapai dengan
menggunakan pompa atau dengan menggunakan gas dengan kompresi (misalnya udara,
nitrogen, dan argon) untuk mendorong pelarut melalui kolom.

2. Tuliskan parameter-parameter yang mempengaruhi pemisahan dengan metode


kromatografi kolom!

Jawab:

Parameter-parameter kromatografi meliputi waktu retensi, faktor kapasitas, faktor


selektifitas, efisiensi kolom dan resolusi.

a. Waktu retensi

Pada saat awal, komponen-komponen yang akan dipisahkan dalam kromatografi akan
berdiam diri di dalam kolom. Komponen-komponen tersebut akan bergerak apabila dialirkan
fasa gerak. Pada saat fasa gerak mengalir membawa komponen-komponen sepanjang fasa
diam maka akan terjadi kesetimbangan dinamis antara komponen komponen yang tetap
berada dalam fasa diam dan komponen yang terlarut dalam fasa gerak. Apabila interaksi
komponen dengan fasa diam lebih kuat maka populasi komponen dalam fasa diam lebih besar
daripada dalam fasa gerak, artinya komponen-komponen tersebut lebih lama tertahan dalam
fasa diam. Sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai detektor
dibandingkan komponen yang lebih lemah interaksinya dengan fasa diam. Selain ditentukan
oleh interaksi dengan fasa diam, laju komponen bersama fasa gerak juga ditentukan oleh laju
alir fasa gerak serta perbandingan jumlah fasa diam dan fasa gerak. Dengan kata lain,
efektifitas proses kromatografi dalam memisahkan komponen-komponen tergantung pada laju
migrasinya.

b. Faktor selektifitas

Titik tekan utama dalam kromatografi adalah komponen-komponen yang dianalisis


dapat terpisah satu dengan yang lain dalam perjalanannya sepanjang kolom atau fasa diam.
Kolom atau fasa diam yang baik adalah kolom yang mampu menahan berbagai komponen
dengan kekuatan yang berbeda-beda atau dengan kata lain kolom yang selektif. Ukuran
distribusi relatif komponen-komponen diantara fasa diam dan fasa gerak atau ukuran
pemisahan komponen-komponen dinyatakan sebagai faktor selektifitas.

c. Efisiensi kolom

Efisiensi kolom kromatografi berhubungan dengan melebarnya puncak pada waktu


komponen bergerak sepanjang kolom. Semakin efisien suatu kolom kromatografi semakin
sempit puncak yang dihasilkan. Efisiensi kolom merupakan fungsi dari parameter-parameter
kolom yaitu: laju alir fasa gerak, ukuran partikel fasa diam, cara paking kolom, serta
viskositas fasa diam dan fasa gerak. Ada dua teori yang berhubungan dengan efisiensi kolom
yaitu teori pelat dan teori kinetik.

d. Resolusi

Salah satu tujuan utama pada metode analisis secara kromatografi adalah memisahkan
komponen-komponen dalam suatu sampel. Kemampuan suatu kolom untuk dapat
memisahkan disebut Resolusi (R).

3. Kenapa fasa diam dan fasa gerak penting dalam kromatografi kolom?
Jawab:
Dalam kromatografi terdapat istilah fase diam dan fase gerak. Ditinjau dari pengertian
keduanya dimana fase diam (Stationary phase) merupakan salah satu komponen yang penting
dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena dengan adanya interaksi dengan fase
diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR) dan terpisahnya komponen suatu senyawa analit.
Fase diam dapat berupa bahan padat atau porous (berpori) dalam bentuk molekul kecil atau
cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan pendukung.
Sedangkan fase gerak (Mobile phase) merupakan pembawa analit, dapat bersifat inert
maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak dapat berupa bahan cair dan dapat
juga berupa gas inert yang umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa yang mudah
menguap (volatile).
Pada kromatografi kolom, kolomnya (tabung gelas) diisi dengan bahan seperti pati
yang dicampur dengan adsorben, dan pastanya diisikan kedalam kolom. Larutan sampel
kemudian diisikan kedalam kolom dari atas sehingga sampel diasorbsi oleh adsorben.
Kemudian pelarut (fase gerak) ditambahkan tetes demi tetes dari atas kolom. Partisi zat
terlarut berlangsung di pelarut yang turun ke bawah (fasa gerak) dan pelarut yang teradsorbsi
oleh adsorben (fase diam). Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa fase
gerak dalam kromatografi kolom merupakan pelarut sedangkan fase diamnya adalah
adsorben.

Fase diam: Cair

Fase gerak: Cair atau gas (pada kromatografi cair-gas)

Dasar pemisahan: Partisi-konsep like dissolves like

Untuk kromatografi jenis ini dasarnya adalah senyawa yang memiliki kemiripan sifat
fisika kimia dengan fase diam akan tertambat lebih lama pada fase diam –> tR lebih besar.
Sebagai contoh jika kita ingin memisahkan kafein dan parasetamol pada sampel obat flu
dengan fase diam ODS (Oktadesil silika) yang nonpolar, maka parasetamol akan lebih dulu
keluar dari kolom atau tR lebih kecil daripada kafein. karena Kafein sifatnya nonpolar dan
lebih terlarut pada fase diam, sedangkan parasetamol bisa terlarut sedikit tapi hanya sebentar
saja.

4. Buatlah grafik elusi berdasarkan artikel masing-masing, dimana pada grafik sumbu x
nomor fraksi dan sumbu y berat serta lampirkan artikel.
Jawab:

Berdasarkan artikel yang diulas tidak ada dilakukan penimbangan pada


sampel masing-masing fraksi hasil percobaan, sehingga tidak dapat
dipaparkan grafik nomor fraksi dan berat masing-masing fraksi.
Lampiran

PEMISAHAN KOMPONEN RIMPANG TEMU KUNCI SECARA


KROMATOGRAFIKOLOM

Eni Hayani1

Tanaman temu kunci (Kaempheria pandurata Ridl) termasuk famili Zingiberaceae,


banyak tumbuh di hutan jati, tinggi tanaman dapat mencapai 80 cm, warna kulit rimpang
coklat dan warna daging rimpang putih. Selain digunakan sebagai bumbu masak, rimpang
temu kunci juga memiliki khasiat sebagai obat.
Rimpang temu kunci memiliki khasiat memperkuat lambung. Apabila dikunyah dengan
pinang dapat digunakan sebagai obat batuk kering dan peringitis, obat sakit perut serta obat
suka kencing pada anak-anak. Pada wanita, rimpang temu kunci dapat digunakan sebagai
obat pem- bengkakan kandungan serta obat infeksi alat reproduksi (Heyne 1987). Menurut
Nugraheni (2001), temu kunci dapat digunakan untuk obat diare, disentri, batu, pelangsing,
dan obat keputihan. Pengujian secara in vitro menunjukkan temu kunci dapat meningkatkan
jumlah limfosit, antibodi spesifik, dan dapat membunuh sel kanker (Hartono 1999).
Berbagai hasil pengkajian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara 2002).
Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu metilsinamat, kamper, sineol,
dan terpena. Di samping minyak atsiri, temu kunci mengandung saponin dan flavonoid
(SjamsudindanHutapeadalamChairuletal.1996).Senyawa- senyawa yang mempunyai
prospek cukup baik biasanya berasal dari golongan flavonoid, kurkumin, limonoid,
vitamin C, vitamin E (tokoferol), dan katekin yang bisa digunakan sebagai obat
antikanker. Senyawa-senyawa tersebut biasa- nya bermanfaat pula sebagai antioksidan
(Aldi et al.1996).

Pemisahan komponen secara kromatografi kolom di- lakukan dalam suatu kolom
yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil untuk
mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom (Adnan 1997).
Pengisian kolom dilakukan dengan memasuk- kan adsorben dalam bentuk larutan (slurry),
dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pemisahan komponen rimpang temu kunci secara
kromatografi kolom bertujuan untukmengetahuikomponen-komponen senyawa kimia yang
dapat terpisah dan kandungan senyawa aktifnya.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di laboratorium pengujian Balai Pe- nelitian Tanaman Rempah


dan Obat di Bogor pada tahun 2004. Bahan yang digunakan adalah simplisia (bahan
kering) temu kunci serta bahan kimia yaitu toluen, alkohol, asamkhlorida, metanol, etil
asetat, heksan, butanol, dikhlorometan, khloroform, asam format, vanilin, asam sulfat,
asam asetat, silica gel GF 254, dan silica gel for coluom 70-230 mesh. Peralatan
laboratorium yang digunakan adalah neraca, oven, muffel furnace, hot plate, rotary
evaporator, chamber, tabung coloum, dan tabung reaksi ukuran 5 ml.
Pengujian mutu bahan seperti kadar air dilakukan dengan metode aufhauser. Contoh
yang telah dihaluskan 10 g dituangkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 300
ml toluen dan didestilasi. Air yang keluar dari bahan dapat dibaca pada skala aufhauser.
Kadar minyak atsiri diukur dengan metode penyulingan uap dan air. Contoh yang telah
dihaluskan 2 kg dimasukkan ke dalam tangki penyulingan yang telah diisi air, lalu
dipanaskan. Uap akan mengalir melalui kondensor dan tetesan minyak ditampung dan
diukur pada skala. Kadar sari yang terlarut dalam air dan alkohol, kadar abu dan abu tak
larut dalam asam diukur dengan metode grafimetri. Untuk pemisahan komponen secara
kromatografi lapis tipis (KLT), digunakan ekstrak kental heksan, etil asetat, dan butanol.
Untuk pembuatan ekstrak, simplisia temu kunci digiling
kemudiandimasukkankedalamwadahpialadanditambahkan metanol dengan perbandingan
1:5, lalu dikocok dengan pengaduk listrik selama 2 jam. Campuran didiamkan 24 jam,
kemudian disaring. Filtratnya dievaporasi (diuapkan dengan rotavapor) hingga diperoleh
ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol diekstrak kembali berturut-turut
dengan menggunakan pereaksi heksan, etil asetat dan butanol se- hingga diperoleh tiga
macam ekstrak yang akan digunakan dalam pemisahan secara KLT. Pereaksi (eluen) yang
diguna- kan untuk pemisahan komponen pada ekstrak rimpang temu kunci adalah (1)
dikhlorometan : khloroform : etil asetat =1
: 1 : 1, (2) toluen : etil asetat : etanol + asam format 3 tetes=

0,5 : 4 : 1, (3) dikhlorometan : etil asetat : khloroform + asam format 3 tetes = 1 : 4 : 1, (4)
khloroform : etanol : asamasetat
=4:0,5:1,5,dan(5)heksan:etilasetat=8,5:1,5.Bilatelah diperoleh ekstrak dan pereaksi yang
memberikan jumlah komponen terbanyak dan pemisahan yang jelas, maka ekstrak dan
pereaksi tersebut digunakan untuk kromatografikolom.
Untuk pengisian kolom, sebagai bahan pengisi bagian bawah kolom dimasukkan sedikit
kapas, wol kaca dan pasir laut kemudian dimasukkan bubur silica gel 70-230 mesh sambil
diaduk agar tidak terdapat rongga udara di tengah- tengah kolom. Timbunan bubur silica gel
dalam kolom men- capai tiga perempat tinggi kolom. Gambar 1 memperlihatkan
kromatografi kolom untuk pemisahan komponen rimpang temu kunci.
Untuk pemisahan komponen dengan menggunakan kromatografi kolom, mula-mula
ke dalam kromatografikolom dialirkan ekstrak rimpang temu kunci, kemudian kran
kromatografi kolom dibuka. Ekstrak akan meresap ke silica gel dalam kolom sampai
batas atas silicagel. Setelah itu dimasukkan pereaksi terus-menerus sambil kran kolom
dibuka. Fraksi yang terpisah ditampung dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml sampai
seluruh ekstrak terpisahkan. Setiap fraksi dianalisis dengan KLT. Fraksi yang memiliki
spot yang sama disatukan dan dianalisis kembali denganKLT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis mutu simplisia temu kunci diperoleh kadar


sariyangterlarutdalamair4,35%,lebihbesardibandingkadar
sariyangterlarutdalamalkohol(2,24%).Halinimenunjukkan simplisia temu kunci mudah larut
dalam air. Kadar abu sangat kecil yaitu 0,41%, yang menunjukkan bahwa simplisia temu
kunci sangat sedikit tercemar bahan asing seperti pasir (Tabel1).
Hasil pemisahan komponen dari ekstrak rimpang temu kunci yaitu dari ekstrak heksan,
etil asetat, dan butanol secara KLT dengan menggunakan lima macam perbandingan
pereaksi disajikan pada Tabel 2. Hasil pengamatan dengan menggunakan lima macam eluen
pada ekstrak rimpang temu kunci menunjukkan ekstrak etil asetat dengan eluen heksan
: etil asetat 8,5 : 1,5 menghasilkan komponen paling banyak yaitu 10 buah. Dengan
demikian ekstrak etil asetat digunakan untuk pemisahan komponen secara kromatografi
kolom dengan pereaksi campuran heksan dan etil asetat dengan perbandingan 8,5 dan 1,5.
Pemisahan ekstrak rimpang temu kunci yang dimasuk- kan ke dalam kromatografi
kolom menggunakan bahan dari ekstrak etil asetat 12,50 g. Dari proses pemisahan
diperoleh

Cadangan zat pelarut

Pelarut (fase mobil)

Isian kolom
(fase stasioner)
Tabel 1. Hasil analisis mutu simplisia temu kunci, laboratorium Balittro, Bogor, 2004
Parameter pengujian Kadar(%)

Kadarair 11,11
Kadar minyak atsiri 1,00
Kadar sari larutdalamair 4,35
Kadar sari larutdalamalkohol 2,24
Kadarabu 5,08
Kadar abu taklarutasam 0,41

Tabel 2. Perbandingan lima macam eluen pemisahan komponen ekstrak rimpang


temu kunci secara kromatografi lapis tipis, laboratorium Balittro, Bogor,
2004
Jumlah komponen dariekstrak
Eluen

Heksan Etil asetat Butanol


Dikhlorometan : khloroform :
etil asetat = 1 : 1 :1 1 1 1

Pasir lautKapasPenampangWol kacaEluat


Toluen : etil asetat :
etanol + asam format 3 tetes
= 0,5 : 4:1 3 3 2
Dikhlorometan : etil asetat :
khloroform + asam format
3 tetes = 1 : 4:1 3 3 5
Khloroform : etanol : asam
Gambar 1. Kromatografi kolom untuk pemisahan komponen rim- pang temu kunci,
laboratorium Balittro, Bogor, 2004
asetat = 4 : 0,5:1,5 5 1 1
Heksan : etil asetat = 8,5:1,5 8 10 -
430 fraksi yang masing-masing ditampung dalam tabung reaksi 5 ml. Pembacaan komponen
setiap fraksi dilakukan secara KLT. Setiap fraksi yang mempunyai jumlah komponen dan
tinggi spot yang sama digabung sehingga diperoleh 10 fraksi hasil pemisahan secara
kromatografi kolom (Tabel 3). Dari 10 fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi kolom,
fraksi nomor 3 memberikan komponen terbanyak dengan pemisahan yang jelas (Gambar 2).

Tabel 3. Jumlah komponen dari setiap fraksi hasil pemisahan secara kromatografi kolom, laboratorium Balittro, Bogor, 2004
Banyaknya
Fraksi Warnalarutan
komponen
Fraksi 1 2 Kuning kecoklatan
Fraksi 2 4 Kuning kemerahan
Fraksi 3 5 Kuning tua
Fraksi 4 4 Kuning coklat
Fraksi 5 3 Kuning coklat
Fraksi 6 4 Kuning kecoklatan
Fraksi 7 4 Kuning coklat
Fraksi 8 4 Kuning tua
Fraksi 9 3 Kuning
Fraksi 10 3 Kuning muda

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2. Jumlah komponen setiap fraksi hasil pemisahan kromato- grafi kolom, laboratorium Balittro, Bogor, 2004

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemisahan komponen ekstrak etil asetat rimpang temu kunci secara kromatografi kolom
menggunakan larutan pereaksi heksan dan etil asetat dengan perbandingan 8,5 : 1,5 mem-
peroleh 10 fraksi yang mempunyai komponen terbanyak dan tinggi spot yang sama.
Komponen terbanyak dan pemisahan komponen yang jelas diperoleh pada fraksi nomor 3.
Untuk mengetahui komponen aktif dari setiap fraksi percobaan dapat dilanjutkan dengan
menggunakan alat gas chromatography mass spectrophotometer.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Andi, Yogyakarta. hlm. 27-58.
Aldi,Y.,N.C.Sugiarto,S.AndreanusA.,danA.S.Ranti.1996.Ujiefek antihis tonninergik dari tanaman Andrographis
paniculata Ness. Warta Tanaman Obat Indonesia 3(1):17-19.
Chairul, M. Harapini, dan Shinta. 1996. Analisis komponen kimia dari temu putri dan temu kunci. Prosiding Simposium
Penelitian Bahan Obat Alami. VIII. Perhimpunan Penelitian Bahan Obat Alami, Bogor. hlm. 628-634.
Hartono, A. 1999. Terapi nutrisi dan herbal untuk kan
ker. Intisari 435 (36): 44-53.
Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol I. Badan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Yayasan
Sarana Wanajaya, Jakarta. hlm. 593-594.
Nugraheni, W.P. 2001. Kunci Pepet. Sidowayah 34(9): 15-18.

Sukara, E. 2002. Sumber daya alam hayati dan pencarian bahan baku obat (Bioprospekting). Prosiding Simposium
Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Pusat Penelitian dan Pe- ngembangan Biologi LIPI, Bogor. hl

Anda mungkin juga menyukai