Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN GADAR

TRIAGE

Dosen Mata Kuliah : Dian Shinta

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Ahmad Kholisun Nawa M.Darmadi Lukman


Anesthasia Marseyolla Nanda Saputra
Danang Kurniawan Nia Pramesty
Doni Purbo Quata Ridho
Fifi Nurwatini Romdhoni Frendi
Isti Ningrum Sherin Rossa Linda
Kristanti Aprilia Sari Yoga Sukma

TINGKAT : 2B (SEMESTER III)

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gadar yang
berjudul “Triage “ dengan baik. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin yang tetap
istiqamah di jalan-Nya.

Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah sempurna.
Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang sifatnya membangun
dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan datang menjadi lebih baik.
Terima kasih

Ponorogo, Januari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ........................................................................................................... 1


Kata Pengantar .......................................................................................................... 2
Daftar Isi .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Triage............................................................................................. 7
2.2 Klasifikasi Triage.......................................................................................... 8
2.3 Tujuan Triage .................................................................................................. 8
2.4 Prinsip Triage.................................................. 9
2.5 Proses Triage.......................................................................................... 11
2.6 Dokumentasi Triage..................................................... 12
2.7 Simple Triage and Rapid Treatment ..................................................................14
2.8 Contoh Kasus......................... 15
2.9 Tangging Jawab dan Tugas Komisi Etik Penelitian Kesehatan ........................ 15

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 17
3.2. Saran ................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP TRIAGE

2.1 Pengertian Triage


Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. Sistem
triage mulai dikembangkan mulai pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan
UGD yang melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera (Oman, 2008).
Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan penting
dalam pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan paien secara
efisien sesuai dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap pasien
yang didasarkan pada prioritas pasien ( atau korban selama bencana) bersumber pada
penyakit/tingkat cedera, tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya
[ CITATION Kus11 \l 1057 ]

2.2 Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum
pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality
Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh
kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses
pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal
yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang
atau meningkat keparahannya.

Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah
kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation /
Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya,
2010
A. Menurut Rowles (2007) kode warna berdasarkan kegawatan pasien adalah
sebagai berikut:
1. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt),
perdarahan internal, dsb.
2. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
3. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi
minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
4. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat
3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6. Penderita/korban kategori triage merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
7. Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triage merah selesai
ditangani.
8. Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang. 9)
9. Penderita kategori triage hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah. (Rowles, 2007)

B. Prioritas Triage
Prioritas Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan prioritas perawatan
gawat darurat medik. Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab
ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE.
 Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk
sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan
nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%.
 Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
 Prioritas III (rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan. Prioritas 0 warna
Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
berat (Carpenito, 2008).

Ketrampilan Dalam Penilaian triage Menurut Oman (2008) penilaian


triage terdiri dari :
a) Primary survey priorotas (ABC) untuk menghasilkan prioritas I dan
seterusnya
b) Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk
menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya.
c) Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan perubahan
pada (A,B,C) derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.

Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban. Penanganan


pasien UGD perawat dalam pelaksanaan triage harus sesuai dengan protap
pelayanan triage agar dalam penanganan pasien tidak terlalu lama .
Protap dalam triage
a. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
b. Diruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya. Oleh perawat.
c. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triage
dapat dilakukan di luar ruang triage (di depan gedung IGD).
d. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode
warna.

2.3 Tujuan Triage


Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan
cepat dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana
triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang
datang, sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup pasien
(Pusponegoro, 2010). Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan perawatan pasien
berdasarkan gejala. Perawat triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan
nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,
tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar
untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat
darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas,
bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan
bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan
pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancamkehidupan diberikan
pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan
banyak sumber daya medis. (Bagus, 2007).

2.4 Prinsip Triage


Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas,
prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi
pasien berdasarkan :
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
2) Dapat mati dalam hitungan jam.
3) Trauma ringan.
4) Sudah meninggal

2.5 Proses Triage


Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus
mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelumm
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak
lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama.
Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan
yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan
monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama
kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat
utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian
ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah
kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan
untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat
tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkope,
atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data
subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data
pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari
pasien (data primer)

 Alur dalam proses Triage


1.      Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2.      Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas)
untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3.      Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4.      Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a.       Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa
yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya :
Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/menit), perdarahan
internal, dsb
b.      Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol,
fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar
<25% luas permukaan tubuh, dsb.
c.       Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor,
memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d.      Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3
hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e.       Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna :
merah, kuning, hijau, hitam.
f.       Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan
diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah
sakit lain.
g.      Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis
lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran
setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h.      Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau
bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
i.        Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke
kamar jenazah (Rowles, 2007).

2.6 Dokumentasi Triage


Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti
dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat
atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar
nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar
alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian
dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan
yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih
jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai
advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam
keselamatan pasien (Anonimous, 2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1.      Waktu dan datangnya alat transportasi
2.      Keluhan utama
3.      Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4.      Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5.      Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma,
perawatan minor vs perawatan kritis)
6.      Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostic seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll

2.7 Simple Triage and Rapid Treatment


Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode
Simple Triage and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan triage dilakukan dengan
memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai
dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya
sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan.
Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama
jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru (Hogan dan Burstein,
2007).
START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip pada sederhana dan
kecepatan, dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih. Dalam
memilah pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama
kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai alat
berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi.
Pelaksanaan triage metode START meliputi (Hogan dan Burstein, 2007):
a. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal
yang telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
b. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa :
c. Pernapasan : 1) Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label
MERAH. 2) Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan
bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri label
MERAH, bila tidak beri HITAM.
3) Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
d. Waktu pengisian kapiler : 1) Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri
MERAH, hentikan perdarahan besar bila ada. 2) Bila kurang dari 2 detik maka nilai
status mentalnya. 3) Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila
tidak ada maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi
jaringan sudah menurun.
e. Pemeriksaan status mental : 1) Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-
perintah sederhana 2) Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana
maka beri MERAH. 3) Bila mampu beri KUNING

2.8 Contoh Kasus Kegawatdaruratan

a. Gawat Tidak Darurat


Gawat tidak darurat merupakan salah satu triage dalam keperawatan kegawat
daruratan. Gawat tidak darurat dilambangkan dengan warna putih. Gawat tidak
darurat merupakan kelompok pasien yang berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat (Roffi, 2009).
Contoh kasus yang termasuk keadaan gawat tidak darurat adalah kanker
stadium akhir, fraktur, sickle cell, demam berdarah, diabetes mellitus, CKD (Chronic
Kidney Disease), AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), PPOK (Penyakit
Paru Obstruksi Kronis), Apenddiks, dan Dismenore (Roffi, 2009).
b. Darurat Tidak Gawat
Darurat tidak gawat merupakan salah satu triage dalam keperawatan kegawat
daruratan. Darurat tidak gawat dilambangkan dengan warna kuning. Darurat tidak
gawat merupakan kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota tubuhnya (Roffi, 2009).
Contoh kasus yang termasuk keadaan darurat tidak gawat adalah Luka robek
yang baru, Colic Abdomen, Fraktur tulang tertutup, Vulnus Lateratum tanpa
perdarahan, trauma thorax non asfiksia, luka bakar terbatas kurang dari 30%, cedera
pada bagian/jaringan lunak, Fraktur tertutup pada tulang panjang, cedera abdomen
tanpa syok, trauma dada tertusuk tanpa ancaman henti napas, trauma ekstremitas,
trauma kepala tertutup, dan trauma mata (Roffi, 2009).

c. Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah beberapa situasi yang dapat mengancam nyawa jika
tidak segera diberi penanganan dimana penanganannya menuntut respon yang cepat
dan tepat (UNHCR, 2007). Gawat Darurat adalah Keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Jadi Gawat darurat adalah suatu
keadaan yang dapat mengancam nyawa yang mana penderita memerlukan
pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi
penderita. Gawat darurat dilambangkan dengan warna merah.
Pada saat perawatan diberikan pada pasien dalam situasi kedaruratan,
beberapa keputusan penting harus dibuat. Keputusan membutuhkan penilaian yang
didasarkan pada pemahaman tentang kondisi yang menimbulkan kedaruratan dan efek
pada seseorang. Tujuan utama dari pelaksanaaan medis kedaruratan adalah untuk
mempertahankan hidup, mencegah keadaan memburuk sebelum penanganan pasti
dapat diberikan dan untuk memulihkan pasien agar dapat hidup berguna. Selain itu
juga untuk menentukan luas cidera atau kesakitan sehingga pasien akan mendapat
prioritas penanganan. Prioritas ini ditentukan oleh seberapa besar kondisi tersebut
dapat mengnacam kehidupan pasien. Cidera atau kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologik vital lebih diutamakan seperti obstuksi jalan nafas , perdarahan massif dan
kondisi lainnya yang khususnya menyangkut bagian pernafasan (Smeltzer & Bare,
2002).
Prinsip yang diterapkan saat penatalaksanaan kedaruratan (Smeltzer & Bare,
2002) adalah :
1) Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, melakukan
resusitasi pada saat diperlukan. Kaji cedera dada dan obstruktif jalan nafas.
2) Kontrol perdarahan dan konsekuensinya
3) Evaluasi dan pemulihan curah jantung
4) Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi
5) Melaksanankan pemeriksaan fisik secara terus menerus
6) Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah (evaluasi ukuran, aktivasi
pupil dan respon motorik)
7) Pantau EKG jka diperlukan
8) Lakukan pembabatan jika diduga terdapat fraktur servikalis dengan cedera
kepala
9) Melindungi luka dengan balutan steril
10) Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi atau masalah kesehatan lain
11) Mengisis lembar alur tanda vital, tekanan darah dan status neurologik agar
mendapat petunjuk dalam pengambilan keputusan.

Prinsip utama dalam menangani kondisi kegawatdaruratan adalah dengan


memperhatiakan C (Circulation), A (Airway), B (Brathing), D (Disability) dan E
(Eksposure) (UNHCR, 2007).
Contoh kasus yang termasuk keadaan gawat darurat adalah AMI, Fraktur
terbuka, trauma kepala, keracunan metanol, tergigit ular, trauma tulang belakang,
Dengue Shock Syndrome (DSS), chooking, trauma tumpul abdomen, cedera multiple,
heat stroke, reaksi anafilatik (Smeltzer & Bare, 2002).
d. Tidak gawat tidak darurat
Tidak gawat tidak darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam jiwa
dan tidak menyebabkan kecacatan serta tidak memerlukan tindakan yang cepat.
Gejala dan tanda klinis ringan dan asimptomatis (Roffi, 2009).
Contoh kasus yang termasuk keadaan tidak gawat tidak darurat adalah batuk,
pilek, maag, luka gores, luka lecet, mual, demam biasa, pusing, sakit gigi, penyakit
kulit ringan seperti kutu air, jerawat dan lain-lain (Roffi, 2009).
B. Tugas Terstruktur Scenario 1
1.
2. Prioritas Dalam Scenario
 Pasien A merupakan prioritas 1
Karena pasien nampak sesak berat dan pucat, mengalami luka dimasiko
ditandai dengan luka babras didaerah maksio faceal dan ada perdarahan
didaerah wajah yang keluar dari mulut dan hidung dan beresiko obstruksi jalan
nafas. Dengan pernafasan 40x permenit dan ditandai penurunan kesadaran
dengan GCS 8.
 Pasien B merupakan prioritas 5

 Pasien C merupakan prioritas 2


Karena pasien tersebut nampak sesak disertai dengan bising nafas tidak
terdengar pada sisi paru kiri, pernafasan 35x permenit dangkal cepat. Terdapat
eksoriasi didaerah dada dan wajah serta terdapat nyeri tekan pada abdomen.

 Pasien D merupakan prioritas 4


Karena pasien masih bisa berteriak dengan respirasi 25x/menit.
 Pasien E merupakan prioritas 3
Karena pasien mengalami perdarahan pada hidung dan mulut. Respirasi
35x/menit dimana pasien masih bisa berespon.
3. Kelompok kami menyimpulkan bahwa dalam pasien A merupakan prioritas
tertinggi karena dalam kasus pasien A mengalami gangguan pada Airway Brithing
Circulation yang dimana jika tidak segera kita tangani akan berakibat fatal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Triage adalah perawatan terhadap pasien yang didasarkan pada prioritas
pasien (atau korban selama bencana) bersumber pada penyakit/tingkat cedera, tingkat
keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya [ CITATION Kus11 \l 1057 ].
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum
pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus.
Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan perawatan pasien berdasarkan
gejala. Perawat triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan
dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran
dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk
memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat.
Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas
atau sirkulasi terganggu.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kushayati , N. (2011). Analisis Metode Triage Prehospital pada Insiden Korban Masal (Mass Casualty
Incident). Staf Pengajar Akademi Perawat Dian Husada Mojokerto, 1-9.

Anda mungkin juga menyukai