Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEPERAWATAN BENCANA
“Triage”
Ns. Delvi Yanto, S.Kep., M.Pd

Disusun Oleh
Kelompok 2

Megawati SR172110037
Messy Henny SR172110038
Arrulia Putri SR172110040
Afrianto SR172110041
Ediarianto SR172110042

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah kami dapat mengerjakan tugas
makalah dari mata kuliah Keperawatan Bencana yang berjudul “TRIASE BENCANA
YANG ADA DI INDONESIA”. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata
kuliah Keperawatan Bencanayang telah memberikan tugas ini.Dengan ini kami bisa belajar
memahami lebih dalam terkait judul yang ditugaskan untuk kelompok kami.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah
kami selanjutnya. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan
khususnya kepada pembaca.

Pontianak, Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB 1....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
Rumusan Masalah.............................................................................................................................2
Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Definisi Triase...........................................................................................................................3
B. Prinsip-prinsipTriase..................................................................................................................3
C. MetodeTriase.............................................................................................................................4
D. Kategori Triase......................................................................................................................10
E. Triage Deteksi dini pasien dalam pengawasan COVID 19................................................12
BAB III................................................................................................................................................16
PENUTUP...........................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................17

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan penting dalam
pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan paien secara efisien
sesuai dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap pasien yang
didasarkan pada prioritas pasien (atau korban selama bencana) bersumber pada
penyakit/tingkat cedera, tingkat keparahan, prognosis dan ketersediaan sumber daya.
Dengan triage dapat ditentukan kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera
menerima perawatan secepat mungkin. Tujuan dari triage adalah untuk
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan
pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai
tindakan diagnostik atau terapi

START membagi korban menjadi 4 kelompok dan masing-masing memberikan


mengelompokkan warna. START triase memiliki tag empat warna untuk
mengidentifikasi status korban. Langkah pertama adalah meminta semua korban yang
membutuhkan perhatian untuk pindah ke daerah perawatan. Ini mengidentifikasi
semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon perintah dan berjalan
singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan diidentifikasi
untuk pengobatan delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota
kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri
akan menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka. Langkah selanjutnya menilai
pernapasan. Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED (Immediate),
jika tidak ada reposisi respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi setelah reposisi
untuk membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan
kurang dari 30 bpm, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa
radial teraba atau jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED
(Immediate). Jika ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan
tekanan. Minta orang lain, bahkan korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan
melanjutkan untuk triase dan tag individu. Jika ada nadi radial, nilai status mental
korban dengan meminta mereka untuk mengikuti perintah sederhana seperti meremas
tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka RED
(Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah sederhana, maka tag mereka

1
YELLOW (delayed). Algoritma dibawah ini membuat lebih mudah untuk mengikuti.
Pemeriksaan tiga parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat
dengan cepat diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan
apakah mereka membutuhkan intervensi langsung yang kelompok RED, intervensi
tertunda (sampai satu jam) yang merupakan kelompok YELLOW, luka ringan dimana
intervensi dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah kelompok GREEN dan mereka
yang mati yang 5 kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
menghapus mereka yang membutuhkan perhatian yang paling mendesak. Pada
kelompok YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk menentukan apakah
status mereka berubah.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan Triase ?


2. Bagaimana prinsip-prinsip Triase ?
3. Bagaimana metode Triase ?
4. Apa yang di maksud kategori Triage ?
5. Bagaimana Triage pada covid-19 ?

C. Tujuan

Tujuan pada makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Triase.


2. Untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip Triase
3. Untuk mengetahui bagaimana metode Triase.
4. Untuk mengetahui apa yang di maksud kategori Triage
5. Untuk mengetahui Bagaimana Triage pada covid-19

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Triage

Triage bencana adalah suatu system untuk menetapkan prioritas perawatan


medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit ataupun tingkat kedaruratannya, agar
dapat dilakukan perawatan medis yang terbaik kepada korban sebanyak-banyaknya, di
dalam kondisi dimana tenaga medis maupun sumber-sumber materi lainnya serba
terbatas (Zailanidkk, 2009).

Menurut Kathleen dkk (2008), triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan
terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas
penanganannya.

Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris
triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir yaitu proses
khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat.
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawat daruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
Penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010).

B. Prinsip-prinsipTriase

Prinsip – prinsip triase yang utama sekali harus dilakukan adalah:


1. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien
2. Waktu untuk Triase per orang harus lebih dari 30 detik
3. Prinsip utama Triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan “nyawa” >
“fungsi” > “penampilan”.
4. Pada saat melakukan Triase, maka kartu Triase akan dipasangkan kepada korban
luka untu kmemastikan urutan prioritasnya (Zailani, dkk, 2009).

4
C. MetodeTriase
Menurut Lee, C.H., (2010) menerangkan pada situasi diklasifikasikan sebagai
bencana masal atau MCI, membutuhkan metode triase cepat dan efektif. Dalam rangka
mengoptimalkan hasil pasien secara keseluruhan dalam situasi bencana, ada pergeseran
dari melakukan apa yang terbaik untuk setiap pasien untuk melakukan kebaikan terbesar
untuk jumlah terbesar orang. Ada beberapa tumpang tindih dalam prinsip-prinsip dasar
dari korban massal dan sistem triase bencana yang sedang digunakan di seluruh dunia,
namun data efikasi masih terbatas dalam literature. Karena secara inheren sulit untuk
menyelidiki dan membandingkan protokol bencana dengan menggunakan pendekatan
berbasis bukti, tidak ada data yang pasti di mana teknik triase bencana akan menghemat
jumlah terbesar korban. Saat ini, dua protokol triase paling umum diterima adalah
START dan SALT.
1. Model Salt Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass Casualty Incident)

Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai sistem triase yang saat ini digunakan
dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari sistem ini. Penelitian ini
mengembangkan pedoman triase yang digunakan untuk semua bahaya dan dapat
diterapkan pada orang dewasa dan anak-anak. SALT Triage singkatan (sort – assess –
lifesaving – interventions – treatment/transport). SALT terdiri dari dua langkah ketika
menangani korban. Hal ini termasuk triase awal korban menggunakan perintah suara,
perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi
pengobatan dan transportasi. Pendekatan Triase SALT memiliki beberapa karakteristik
tambahan. Pertama, SALT mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel
dan dapat diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya
mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi
korban langsung.

Step 1 : SORT

5
SALT dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban
secara individu. Pasien yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu area
tertentu dan dikaji pada prioritas terakhir untuk penilaian individu. Penilaian kedua
dilakukan pada korban yang diminta untuk tetap mengikuti perintah atau di kaji
kemampuan gerakan secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap diam
tidak bergerak dari tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang jelas
harus dinilai pertama karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan
intervensi untuk penyelamatan nyawa.

Step 2 : ASSES

Prioritas pertama selama penilaian individu adalah untuk memberikan


intervensi menyelamatkan nyawa. Termasuk mengendalikan perdarahan utama;
membuka jalan napas pasien, dekompresi dada pasien dengan pneumotoraks, dan
menyediakan penangkaluntuk eksposur kimia. Intervensi ini diidentifikasi karena
injury tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan dapat memiliki dampak yang
signifikan pada kelangsungan hidup pasien. Intervensi live saving yang harus
diselesaikan sebelum menetapkan kategori triase dan hanya boleh dilakukan dalam
praktek lingkup responder dan jika peralatan sudah tersedia. Setelah intervensi
menyelamatkan nyawa disediakan, pasien diprioritaskan untuk pengobatan
berdasarkan ke salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang mengalami luka
ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat mentolerir penundaan dalam
perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian harus diprioritaskan sebagai minimal
dan harus ditunjuk dengan warna hijau. Pasien yang tidak bernapas bahkan setelah
intervensi live saving yang diprioritaskan sebagai mati dan harus diberi warna hitam.
Pasien yang tidak mematuhi perintah, atau tidak memiliki pulsa perifer, atau dalam
gangguan pernapasan, atau perdarahan besar yang tidak terkendali harus
diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk dengan warna merah. Penyedia harus
mempertimbangkan apakah pasien ini memiliki cedera yang mungkin tidak sesuai
dengan kehidupan yang diberikan sumber daya yang tersedia, jika ada, maka provider
harus triase pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan warna abu-
abu. Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus ditunjuk
dengan warna kuning.

6
2. Model Start/Jumpstart Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass Casualty
Incident)
a. Model Start

Stein, L., 2008 menjelaskan Sistem START tidak harus dilakukan oleh
penyedialayanan kesehatan yang sangat terampil. Bahkan, dapat dilakukan oleh
penyedia dengan tingkat pertolongan pertama pelatihan. Tujuannya adalah untuk
dengan cepat mengidentifikasi individu yang membutuhkan perawatan, waktu yang
dibutuhkan untuk triase setiap korban kurang dari 60 detik. START membagi korban
menjadi 4 kelompok dan masing-masing memberikan mengelompokkan warna.
START triase memiliki tag empat warna untuk mengidentifikasi status korban.
Langkah pertama adalah meminta semua korban yang membutuhkan perhatian
untuk pindah ke daerah perawatan. Ini mengidentifikasi semua korban dengan luka
ringan yang mampu merespon perintah dan berjalan singkat jarak ke area
pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan diidentifikasi untuk pengobatan
delayed, mereka memang membutuhkan perhatian. Jika anggota kelompok ini tidak
merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka sendiri akan
menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka. Langkah selanjutnya menilai
pernapasan.

Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED (Immediate), jika
tidak ada reposisi respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi setelah reposisi untuk
membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan kurang
dari 30 bpm, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa radial
teraba atau jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED
(Immediate). Jika ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan
tekanan. Minta orang lain, bahkan korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan
melanjutkan untuk triase dan tag individu. Jika ada nadi radial, nilai status mental
korban dengan meminta mereka untuk mengikuti perintah sederhana seperti
meremas tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti perintah sederhana, maka tag
mereka RED (Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti perintah sederhana,
maka tag mereka YELLOW (delayed).

7
Algoritma dibawah ini membuat lebih mudah untuk mengikuti. Pemeriksaan
tiga parameter, pernapasan, perfusi dan status mental kelompok dapat dengan cepat
diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok warna berdasarkan apakah mereka
membutuhkan intervensi langsung yang kelompok RED, intervensi tertunda (sampai
satu jam) yang merupakan kelompok YELLOW, luka ringan dimana intervensi
dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah kelompok GREEN dan mereka yang mati
yang kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menghapus
mereka yang membutuhkan perhatian yang paling mendesak. Pada kelompok
YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk menentukan apakah status
mereka berubah

8
b. Jumpstart

Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang


pernapasan tergantung pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan
tingkat pernapasan 30 tidak akan sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak
lebih cenderung memiliki masalah pernapasan utama sebagai lawan masalah
kardiovaskular dan anak-anak yang tidak bernapas mungkin hanya memerlukan
pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain itu, anak-anak mungkin tidak
mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke lokasi yang ditunjuk
karena perkembangan, keterampilan, kesediaan mereka untuk meninggalkan
orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak. Hal ini
digunakan secara luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan
modifikasi sistem START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8
tahun. Mungkin tidak mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban
tampak masih anakanak maka menggunakan JUMPSTART dan jika korban
terlihat seperti orang dewasa muda menggunakan START. Modifikasi dan
penilaian tambahan akan diperlukan untuk anakanak kurang dari usia 1 tahun,
denganketerlambatan perkembangan, cacat kronis atau cedera terjadi sebelum
kejadian. (Jumpstart, 2008 dalam Stein, L., 2008)

c. Salt Triage Sebagai Triage Prehospital

Penelitian oleh Cone et al (2009) dengan menilai keakuratan dan


kecepatan 2 paramedic dalam menerapkan triage SALT pada 52 korban scenario.
Hasil triage SALT oleh kedua paramedic tersebut adalah benar untuk 41 dari 52
pasien (78,8% akurasi). Tujuh pasien dimaksudkan untuk menjadi T2 yang
diprioritaskan sebagai T1, dan dua pasien dimaksudkan untuk menjadi T3
diprioritaskan sebagai T2, untuk tingkat overtriage 13,5%. Dua pasien
dimaksudkan untuk menjadi T2 yang diprioritaskan sebagai T3, untuk tingkat
undertriage dari 3,8%. Triage dicatat oleh pengamat selama 42 dari 52 pasien,
dengan ratarata 15 detik per pasien (kisaran 5-57 detik). Kesimpulannya SALT

9
dapat diterapkan dengan cepat dilapangan dan aman. Penilaian tingkat
undertriage yang rendah. Hasil overtriage signifikan dan masih bisa diterima.
Pada penelitian Lerner, E.B,. Schwartz, R.B., Coule, P.L., Pirrallo,
R.G., (2010) dengan metode simulasi SALT triage pada 73 peserta pelatihan
program bencana masal. Hasil menunjukkan 217 observasi korban. Awal triase
adalah benar untuk 81% dari pengamatan, 8% overtriaged dan 11% berada di
undertriage. Triage terakhir adalah benar untuk 83% dari pengamatan, 6% yang
overtriage dan 10% undertriage. Interval triase ratarata adalah 28 detik (± 22;
kisaran: 4-94). 9% melaporkan bahwa sebelum pelatihan mereka merasa sangat
percaya diri menggunakan SALT triase dan 33% tidak percaya diri. Setelah
pelatihan, tidak ada yang melaporkan tidak merasa percaya diri menggunakan
SALT triase, 26% berada pada tingkat yang sama kepercayaan, 74% merasa
lebih percaya diri, dan tidak ada yang merasa kurang percaya diri. Sebelum
pelatihan, 53% dari responden merasa SALT triase adalah lebih mudah
digunakan daripada triase bencana mereka protokol saat ini, 44% merasa itu
mirip, dan 3% merasa itu lebih sulit. Setelah pelatihan tidak ada yang
melaporkan bahwa SALT triase lebih sulit untuk digunakan.

d. Start/Jumpstart Triage sebagai triage prehospital


Analisis retrospective oleh Kahn, Schultz, Miller dan Anderson
(2008) mengevaluasi triage START pada bencana kecelakaan kereta api tahun
2003. Review dilakukan pada 148 catatan di 14 rumah sakit penerima korban.
Pengamatan mulai korban diberi kategori triage, kesesuaian triage dan waktu
tiba di rumah sakit. Hasil didapatkan korban kategori merah (immediate) 22,
kuning (delayed) 68, hijau (minimal) 58. Berdasarkan kesesuaian hasil triage
sebenarnya adalah 2 merah, 26 kuning, dan hijau 120 pasien. 79 pasien
overtriaged, 3 yang undertriaged, dan hasil 66 pasien cocok tingkat triagenya.
Tidak ada triage yang mendekati sensivitas 90% dan 90% kebutuhan sensitivitas
yang ditetapkan dalam hipotesis, meskipun merah adalah 100% sensitif (95%
confidence interval [CI] 16% sampai 100%) dan hijau adalah 89,3% spesifik
(95% CI 72% sampai 98%). Statistik Obuchowski adalah 0,81, berarti bahwa
korban dari kelompok akuisi tinggi memiliki peluang 81% untuk kategori triase

10
akuisi tinggi. Median waktu kedatangan untuk pasien merah adalah lebih dari 1
jam lebih awal dari pasien lain.

3. Analisis perbandingan model SALT dengan START/JUMPSTART triage untuk


insiden korban masal (Mass Casualty Incident)

Penerapan metode triage SALT maupun START/JUMPSTART telah disepakati di


Amerika Serikat dalam rangka penyeragaman dan menstandarkan dalam pemilahan
kategori pasien (Lee, C.H., 2010). Dari kedua metode tersebut menggunakan tingkat
triage dan coding warna untuk mengkategorikan korban bencana, yaitu :

a. Triase Tag Merah ("Segera-Immediate" atau T1 atau Prioritas 1): Pasien yang
hidupnya berada dalam bahaya langsung dan yang membutuhkan pengobatan
segera
b. Triase Tag Kuning ("tertunda-delayed" atau T2 atau Prioritas 2): Pasien yang
hidupnya tidak dalam bahaya langsung dan siapa yang akan membutuhkan
mendesak, tidak langsung, perawatan medis
c. Triase Tag hijau ("Minimal" atau T3 atau Prioritas 3): Pasien dengan luka ringan
yang akhirnya akan memerlukan pengobatan
d. Tag Triase hitam ("hamil-expectant" atau Tidak Prioritas): Pasien yang mati atau
yang memiliki luka yang luas sehingga mereka tidak bisa diselamatkan dengan
sumber daya terbatas yang tersedia.

Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa pasien perlu ditinjau kembali, dan
awal sebutan triase kode warna dapat berubah seiring waktu. Berdasarkan review
penelitian Kahn, Schultz, Miller, Anderson (2008), Cone et al (2009), dan Lerner,
E.B,. Schwartz, R.B., Coule, P.L., Pirrallo, R.G., (2010) bahwa metode START

11
terdapat sedikit data tentang keefektifan pengkategorian dan ada beberapa bukti
bahwa START dapat menyebabkan overtriage pasien (misalnya, penandaan
pasien sebagai "Immediate" yang dalam kenyataannya harus diberi label
"delayed") dalam pengkategorian korban massal, sedangkan pada metode SALT
lebih mudah dipelajari dan diaplikasikan, mudah diingat, korban dalam jumlah
besar lebih cepat dalam pemilahan dan penanganan, berlaku untuk semua tipe
bencana dan populasi.

D. Kategori Triase
Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas
utama dalam pengobatan medis diberi kartu merah .Korban yang dapat menunggu
untuk beberapa jam diberi kartu kuning, sedangkan korban yang dapat berjalan
sendiri diberi kartu hijau. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan kecil
kemungkinannya untuk diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu hitam.
Dalam kondisi normal, pasien yang sudah diambang kematian dapat diselamatkan
dengan pengobatan yang serius walaupun kemungkinannya sangat kecil. Para
petugas medis yang sudah terbiasa memberikan pelayanan medis yang maksimal dan
pantang menyerah terhadap pasien dengan kondisi seperti itu, mungkin akan

12
dihinggapi perasaan berdosa saat memberikan kartu hitam kepada korban. Disinilah
letak perbedaan antara pengobatan darurat dengan prinsip “terbaik untuk satu orang”
dan pengobatan bencana dengan prinsip “terbaik untuk semua” (Zailani, dkk,
2009).Untuk lebih jelasnya, kategori triase dapat kita lihat pada tabel 2.1.berikut ini:

Priorita Kod
No Kategori KondisiPenyakit/Luka
s Warna e
1 Merah I Priorotas utama pengobatan Memerlukan pengobatan dengan
segera karena dalam kondisi yang
sangat kritisya itu tersumbatnya
jalan napas, dyspnea, pendarahan,
syok, hilang kesadaran.
2 Kuning II Bisa menunggu pengobatan Pengobatan mereka dapat ditunda
untuk beberapa jam dan tidak akan
berpengaruh terhadapnya wanya.
Tanda-tanda vital stabil.
3 Hijau III Ringan Mayoritas korban luka yang dapat
berjalan sendiri mereka dapat
melakukan rawat jalan.
4 Hitam 0 Meninggal atau tidak dapat Korban sudah meninggal ataupun
diselamatkan tanda-tanda kehidupannya terus
menghilang.

1. Kartu Triase

Hasil Triase dicatat secara sederhana di kartu triase, kemudian


digantungkan di leher atau di salah satu tangan dan kaki pasien. Triase bukanlah
proses yang dilakukan berulang kali untuk memonitor apakah terjadi perubahan
pada kondisi pasien. Jadi, prosesnya perlu dilakukan setiap saat pada korban atau
berulang-ulang ketika mereka akan dipindahkan kelokasi baru, misalnya ditempat
bencana, pusat pertolongan pertama, sebelum diangkut, di pintu masuk rumah
sakit, sebelum operasi/pembedahan, dan lain-lain (Zailani, dkk, 2009).

2. Triase lapangan

13
Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:

a. Triase di Tempat (Triase Satu)

Triase ditempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada


tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau
tenaga medis gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan,
klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke posmedis lanjutan.

b. Triase Medik

Triase ini dilakukan saat korban memasuki posmedis lanjutan oleh


tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja
di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah).
Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan
oleh korban.

c. Triase Evakuasi

Triase ini ditujukan kepada korban yang dapat dipindahkan ke rumah


sakit yang telah siap menerima korban bencana masal. Jika posmedis lanjutan
dapat berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang,
dan akan diperlukan pengelompokkan korban kembali sebelum evakuasi
dilaksanakan. Tenaga medis di posmedis lanjutan dengan berkonsultasi dengan
poskomando dan rumah sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan
membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu,
rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan di pergunakan.

14
E. Triage Deteksi dini pasien dalam pengawasan COVID 19

Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat


bahkan sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok
septik. Deteksi dini manifestasi klinis. (tabel 3.1) akan menentukan waktu yang tepat
penerapan tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak
diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat. Deteksi COVID-
19 sesuai dengan definisi operasional surveilans COVID19. Pertimbangkan COVID-
19 sebagai etiologi ISPA berat. Semua pasien yang pulang ke rumah harus
memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami perburukan. Berikut manifestasi
klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:

15
Tabel 3.1 Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19

Uncomplicated Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri


tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot. Perlu
waspada pada usia lanjut dan imunocompromised karena gejala dan tanda
illness tidak khas.

Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat.

Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan bernapas


+ napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan,

16
≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit dan tidak ada tanda pneumonia berat.

Pneumonia berat / Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan
ISPA berat infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit,
distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara
kamar.

Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya

satu dari berikut ini:

• sianosis sentral atau SpO2 <90%;

• distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada


yang berat);

• tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum,


letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2
bulan,

≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun,


≥30x/menit.

Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat


menyingkirkan komplikasi.

17
Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.

Distress Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru): opasitas
bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps
paru, kolaps lobus atau nodul.
Syndrome

(ARDS) Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau
kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi)
untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat hidrostatik
jika tidak ditemukan faktor risiko. Kriteria ARDS pada dewasa:

• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP


atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau
yang tidak diventilasi)

• ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP
≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)

• ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O,


atau yang tidak diventilasi)

• Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan ARDS


(termasuk pasien yang tidak diventilasi)

Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan


Oxygenatin Index menggunakan SpO2:

• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel


noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan
menggunakan full face mask

• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8 atau


5 ≤ OSI <7,5

• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI <12,3

• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3

18
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan
oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi*.
Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran,
sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut

jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah,
ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium menunjukkan
koagulopati, trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi,
hiperbilirubinemia.

Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai salah satu dari:
suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal.

Syok septik Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2
mmol/L.

Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah normal
usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status
mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160
x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150 x/menit pada anak);
waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik) atau
vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau
hipotermia.

Keterangan:

Jika ketinggian lebih tinggi dari 1000 meter, maka faktor koreksi harus dihitung sebagai
berikut: PaO2 / FiO2 x Tekanan barometrik / 760.

Skor SOFA nilainya berkisar dari 0 - 24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu pernapasan
(hipoksemia didefinisikan oleh PaO2 / FiO2 rendah), koagulasi (trombosit rendah), hati
(bilirubin tinggi), kardiovaskular (hipotensi), sistem saraf pusat (penurunan tingkat
kesadaran dengan Glasgow Coma Scale), dan ginjal (urin output rendah atau kreatinin

19
tinggi). Diindikasikan sebagai sepsis apabila terjadi peningkatan skor Sequential [Sepsis-
related] Organ Failure Assessment (SOFA) ≥2 angka. Diasumsikan skor awal adalah nol
jika data tidak tersedia

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi. Tindakan ini merupakan
proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial
harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus
dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Di Indonesia triase
dianjurkan menggunakan metode triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And
Rapid Transportation).

Prioritas tindakan dalam triase yaitu terdiri dari Prioritas Nol (Hitam), Prioritas Pertama


(Merah), Prioritas Kedua (Kuning), dan Prioritas Ketiga (Hijau). Konsep Triase antara lain:

a. Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa


b. Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya
c. Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu

20
d. Jika ragu, pilih prioritas yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage

Pada akhirnya sebagai dokter umum dan perawat terlebih-lebih yang bekerja sebagai
dokter dan perawat IGD dituntut agar dapat menegakkan bendera triase dengan tepat di saat
dihadapkan dengan keadaan pasien yang beraneka ragam diagnosisnya. Mampu
menempatkan pasien yang kemungkinan besar akan hidup, bagaimanapun perawatan yang
mereka terima, mampu menenmpatkan pasien yang kemungkinan besar akan meninggal,
bagaimanapun juga perawatan yang mereka terima dan mampu menempatkan pasien bila
mana mendapatkan perawatan sesegera mungkin dapat memberikan hasil akhir yang
berbeda

B. Saran

Semoga dengan adanya penjelasan dalam makalah tersebut bisa membuat perawat
ataupun tim medis lebih benar dan terstruktur dalam bekerja dalam situasi apapun dan dapat
memberikan contoh terhadap masiarakat agar proses gawat darurat atau bencana alam terjadi
tim kesehatan maupun masiarakat bisa saling membantu untuk proses penanggulangan
bencana terutama korban akibat bencana

21
DAFTAR PUSTAKA

Kushayati Nuris. 2015. Analisis Metode Triage Prehospital pada Insiden Korban Masal
(https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/article/download/3515/pdf), diakses pada tanggal
23 Oktober 2019

Depkes RI. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat


Bencana(http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/penanganankrisis/buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf), diakses pada
tanggal 23 Oktober 2019

Kemenkes. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen


Bencana.http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-
Komprehensif.pdf), diakses pada tanggal 23 Oktober 2019

file:///C:/Users/Acer/Downloads/3515-9110-1-PB.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai