Anda di halaman 1dari 16

2.5.

2 Standar Nasional Indonesia

Standar nasional Indonesia atau SNI pada dasarnya dikembangkan sebagai


referensi pasar yang penerapannya bersifat sukarela (voluntary) dengan konteks Secara umum metodologi audit energi ditunjukkan pada diagram alur berikut ini:
tujuan sebagai berikut.

a) meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan di


dalam negeri dan dengan dunia internasional, baik antar produsen maupun
antara produsen dan masyarakat;
b) meningkatkan perlindungan bagi konsumen, pelaku usaha, masyarakat,
kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan negara;
c) meningkatkan efisiensi produksi, membentuk persaingan usaha yang sehat
dan transparan, memacu kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian
usaha

Untuk meningkatkan Program Gedung Hemat Energi ditujukan untuk mendorong


pembangunan gedung hemat energi di Indonesia yang sesuai dengan Standar
Gambar 6.1. Metodologi Audit Energi
Nasional Indonesia (SNI) untuk Gedung Hemat Energi melalui pengembangan
building code hemat energi serta pengembangan software rancangan gedung hemat
energi. SNI yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Audit energi energy yang dilakukan di industry maupun dibangunan akan
Konservasi Energi (DJEBTKE) adalah
memberikan rekomendasi potensi penghematan energi yang masuk dalam kategori
x SK SNI T-14-1993-03: Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi tanpa biaya, biaya rendah dan biaya tinggi untuk implementasinya. Hasil
Pada Bangunan Gedung rekomendasi tersebut (kategori medium dan high cost) ditindak lanjuti dengan studi

x SNI 03-6196-2000: Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung kelayakan untuk implementasi proyek penghematan energi yang telah

x SNI 03-6197-2000: Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada direkomendasikan.

Bangunan Gedung
x SNI 03-6389-2000: Konservasi Energi Selubung Bangunan pada
Bangunan Gedung 6.3 Teknik Audit Energi
x SNI 03-6390-2000: Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada
Bangunan Gedung Pada tahap pengumpulan data dilakukan beberapa pekerjaan diantaranya adalah:

x SNI 04-6958-2003: Label Tingkat Hemat Energi Pemanfaat Tenaga A. Kuesioner


Listrik untuk Keperluan Rumah Tangga dan
a) Data Umum
Sejenisnyaprogram

9 (Nama, Alamat, Struktur organisasi, Sejarah, Kapasitas Produksi dll)

27 184
x SNI 03-6572-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung
6.2.1 Audit Energy Awal
x SNI 03-6575-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan

Audit awal dilakukan untuk memperoleh gambaran umum pola penggunaan energi, Buatan Pada Bangunan Gedung

melakukan benchmarking dan identifikasi kasar potensi penghematan serta x SNI 03-6759-2002: Tata Cara Perancangan Konservasi Energi Pada

menyusun rekomendasi awal yang sifatnya segera dapat dilakukan. Keluaran audit Bangunan Gedung

awal juga menentukan lokasi dan kebutuhan untuk melakukan audit rinci.

Audit awal menggunakan data-data sekunder dan questioner sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi penggunaan energi secara umum dan cepat. Pengukuran
dibutuhkan untuk verifikasi beberapa angka yang dianggap kurang rasional.

Pengamatan lapangan dan interview dengan operator dilakukan guna memperkaya


dan memperdalam isi audit.

Jangka waktu untuk audit awal di satu lokasi (industri maupun bangunan) sekitar 1-2
minggu mulai dari survei hingga keluar laporan.

6.2.2 Audit Energi Detail

Audit rinci dilakukan untuk menginvestigasi lebih lanjut lokasi terjadinya pemborosan
energi dan melakukan analisis besarnya peluang penghematan energi yang dapat
dilakukan secara lebih spesifik. Dalam audit rinci dicantumkan lokasi dan besar
peluang penghematan serta rekomendasi tindak lanjut yang dapat dilakukan
berdasarkan kriteria: no/low cost, medium cost dan high cost.

Dalam audit rinci dilakukan pengukuran-pengukuran lebih rinci, sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi lebih lengkap.

Untuk menguraikan permasalahan dapat dilakukan interview dengan personil/staf


bagian yang bertanggung jawab terhadap peralatan yang sedang diaudit.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk audit rinci sekitar 1-2 bulan untuk satu lokasi
(tergantung dari besar dan karakteristik lokasi yang diaudit)

183 28
3. POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN 6. AUDIT ENERGI UNTUK SEKTOR
TINGKAT EFISIENSI ENERGI MASING- INDUSTRI
MASING SEKTOR
6.1 Pendahuluan
Sebelum melakukan analisis atau kajian, sektor yang telah dipilih harus dijelaskan
Kebijakan Energi Nasional jangka panjang telah memberikan target penurunan
dulu mengenai definisi dan karakteristik masing-masing sektor seperti sektor rumah
elastisitas energi menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025 (KEN 2006). Sesuai
tangga, industri dan komersial di Indonesia. Pola penggunaan energi dan intensitas
dengan target kebijakan energi nasional, untuk menurunkan nilai elastisitas energi di
energi sektor yang menggambarkan dari tingkat efisiensi energi saat ini akan
bawah satu, hal tersebut berarti penurunan konsumsi energi total pada 2025
dijelaskan pada bab ini. Selain itu, penjelasan mengenai system proses dan
mendekati 50% dengan skenario konservasi energi, bila dibandingkan pola konsumsi
peralatan yang umum digunakan saat ini pada masing-masing sektor juga diberikan.
seperti saat ini atau “bussiness as usual”.

Pada tahun 2009, dikeluarkan PP no 70 tahun 2009 yang mewajibkan bagi industri
dan bangunan pengguna energi di atas 6000 ToE/tahun untuk menerapkan
3.1 Sektor Rumah Tangga
manajemen energi, antara lain dengan: menunjuk manajer energi, menyusun
program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala,
3.1.1. Definisi dan Karakteristik Sektor
melaksanakan rekomendasi hasil audit energi dan melaporkan pelaksanaan

Menurut BPS, rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu : konservasi energi setiap tahun.

x Rumah Tangga Biasa (Ordinary Household) adalah seorang atau sekelompok Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009

orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan tentang konservasi energi , audit energi didefinisikan sebagai Audit energi adalah

biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi

x Rumah Tangga Khusus (Special Household) adalah orang orang yang tinggal serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi dan pengguna

di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah sumber energi dalam rangka konservasi energy

tahanan yang pengurusan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau


lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan
berjumlah 10 orang atau lebih. 6.2 Metodologi Audit Energi

Dalam kajian ini, semua rumah tangga diasumsikan sebagai rumah tangga biasa. Berdasarkan lingkup audit energy yang dilakukan maka audit energi bisa dibedakan
Seperti pada statistic BPS, terdapat dua jenis rumah tangga yang dikaitkan dengan menjadi dua jenis audit energy yaitu audit energi awal (walkthrough energy audit)
lokasi, rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan. Jumlah anggota rumah tangga dan audit energy detail.
juga disesuaikan dengan definisi BPS, hanya saja pada kajian ini jumlah anggota

29 182
rumah tangga diperkotaan dan di perdesaan diasumsikan sama, dari sebanyak 4
5.6 Potensi Penghematan Energi
anggota pada tahun 2010 menjadi 3,15 pada tahun 2030. Proyeksi jumlah penduduk,

Hasil pengujian pemeliharaan lumen menujukkan bahwa sebagian besar lampu rumah tangga dan tingkat urbanisasi mengikuti proyeksi yang dibuat oleh BPS (lihat

berada pada bintang 4, kecuali hanya lampu 5W yang berbintang satu. Pemberian Tabel 3.1).

bintang setiap tipe lampu yang diuji dapat dilihat pada Tabel 5.7.1.

Tabel 5.7.1 Tabel 3.1 Populasi, Anggota Rumah Tangga dan Tingkat Urbanisasi
Pemberian tanda pada sampel lampu yang diuji.
Nama 2000 2005 2010
Efikasi
produsen/importir Jumlah
Nama/tipe produk (Lumen Ket. Populasi (ribuan) 206.264,6 221.397,8 237.641,4
/ pemegang Bintang
/Watt)
merek
Laju pertumbuhan Penduduk 1,2% 1,4% 1,3%
Lampu 5W, tipe 2U 05W-CFL-AXC 48,5
11W-CFL-BXC 60,8 Jumlah Anggota Rumah Tangga 4,0 3,9 3,9
Lampu 11W, tipe 2U
14W-CFL-AXC 59,5 Jumlah Rumah Tangga (ribuan) 51.521,0 56.355,6 61.164,4
Lampu 14W, tipe 2U
Lampu 18W, tipe 2U 18W-CFL-AXC 62.3
Urbanisasi (% Rumah Tangga 63,7% 67,5% 54,1%
Lampu 23W, tipe 2U 23W-CFL-AXC 63,0
Perkotaan)
Lampu 26W, tipe 2U 26W-CFL-CXC 65,6
Sumber: BPS, 2011

Berdasarkan hasil pengujian life time (umur lampu) didapatkan: Belum semua penduduk Indonesia menikmati listrik. Data Ditjen Ketenagalistrikan
x Lampu tipe 05W-CFL-AXC memiliki life time 5490 jam; tahun 2011 menujukkan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia masih berkisar 67,2%,
x Lampu tipe 14W-CFL-AXC memiliki life time 5065 jam; yang artinya sekitar 32,8 % keluarga di Indonesia belum mendapatkan aliran listrik.
x Lampu tipe 26W-CFL-CXC memiliki life time 4666 jam. Pemerintah menargetkan melalui kebijakan energi nasional bahwa pada tahun 2020,
Berdasarkan hasil pengujian lampu swabalast tersebut, maka dilakukan kajian rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 100%. Suatu target yang memerlukan
analisis dampak penerapan label hemat energi tersebut secara nasional dengan kerja keras mengingat tingkat elektrifikasi yang baru bisa dicapai hingga saat ini.
menggantikan label * dengan ****. Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada Tabel 3.2 menampilkan perkembangan rasio elektrifikasi Indonesia dari tahun 1980 –
tahun 2011 sebesar 260.000.000 unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan 2011.
mencapai 320.000.000 unit, serta prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai
360.000.000 unit lampu hemat energi, maka potensi penghematan energi pada
tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt atau setara dengan Rp. 514.586.709.000.-,
dan tahun 2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt setara
dengan Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan pada tahun 2020 sebesar 754,056
KWatt setara dengan Rp 712.504.674.000.-

181 30
Tabel 3.2 Rasio Elektrifikasi sebesar Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan untuk tahun 2020 akan mencapai
Rp.712.504.674.000.-

Sebagai catatan, pada lampu hemat energi yang telah diuji yaitu pada daya 5 Watt,
ternyata masih diatas dari spesifikasi daya yang tertera. Apabila lampu hemat energi
dengan daya 5 Watt tersebut dapat ditingkatkan dari level bintang satu (*) menjadi
level bintang 4 (****) seperti pada hasil uji terhadap jenis lampu hemat energi yang
lainnya, maka potensi tersebut menjadi lebih besar.
Sumber: DJK ESDM, 2011

Tabel 5.6.3. Potensi penghematan energi dengan upgrade dari * ke ****


3.1.2. PDB dan Konsumsi Energi Final
Upgrade Level Potensi
Spesifikasi
dari * ke **** Penghematan
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelummya PDB per kapita Indonesia pada tahun
(Watt) (%) (Watt)
2010 adalah 9,74 juta rupiah (konstan 2000), meningkat dari 6,74 juta rupiah pada 5,00 22% 1,11
tahun 2000, atau tumbuh 3,8% per tahun. Pada periode yang sama konsumsi energi 11,00 24% 2,63
14,00 24% 3,35
sektor rumah tangga meningkat dari 296,6 menjadi 325,5 juta SBM (dari 87,9 turun
18,00 26% 4,60
menjadi 81,7 juta SBM, tanpa biomasa). 23,00 26% 5,87
26,00 27% 7,04

2.00 Dengan menggunakan asumsi penyebaran yang lama dengan data jumlah lampu HE
di Indonesia, maka potensi penghematan dari LHE dengan level bintang 1 (*) ke
1.60
level bintang 4 (****) adalah sebesar 3,2978 Watt untuk setiap lampu HE.
SBM/Rumah Tangga

1.20
Sebagai benchmark atau tujuan target yang hendak dicapai, maka hasil pengujian
0.80 yang telah dilakukan menunjukkan capaian sebesar 59% dari potensi yang dapat
dicapai.
0.40
Akibat dari dampak potensi penghematan tersebut, maka akan diperoleh potensi
0.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 kenaikan pada reserve margin pada system penyediaan kelistrikan di Indonesia.
Potensi ini dapat ditransformasikan menjadi peluang untuk meningkatkan tingkat
elektrifikasi di Indonesia serta mengurangi subsidi yang dibutuhkan untuk
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
penyediaan kebutuhan listrik bagi masyarakat.
Gambar 3.1 Konsumsi Energi Final Per Rumah Tangga (Tanpa Biomasa)

Gambar 3.1 menampilkan konsumsi energi per rumah tangga, tanpa biomasa.
Meskipun biomasa sudah dihilangkan, terlihat bahwa konsumsi energi per rumah

31 180
Tabel 5.6.2. Sebaran lampu berdasarkan spesifikasinya tangga mengalami tren penurunan. Penjelasannya bisa multi tafsir, bisa karena
efisiensi peralatan rumah tangga yang semakin tinggi atau karena rumah tangga
Spesifikasi LHE (Watt) 5 11 14 18 23 26
Asumsi Penyebaran 10% 35% 30% 18% 5% 2% mengurangi pengeluarannya yang terkait energi (melakukan penghematan energi)
akibat harga energi semakin mahal atau kedua-duanya. Dari tingkat konsumsi energi
maka akan diperoleh potensi sebesar 1.9366 Watt untuk setiap lampu hemat energi. per rumah tangga sebesar 1,71 SBM/RT pada tahun 2000 turun menjadi 1,34
SBM/RT pada tahun 2010 atau mengalami pertumbuhan minus 2,4% per tahun
Selanjutnya potensi penghematan tersebut dapat dihitung dengan data yang diambil
dari BPS; Dit PPMB Depdag; Litbang Sentra Elektrik, yaitu mengenai Konsumsi
Lampu di Indonesia dan prediksi tahun 2012 dan 2020 sebagai berikut:
3.1.3. Pola Penggunaan Energi

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, konsumsi energi sektor rumah tangga
Konsumsi Lampu di Indonesia
400,000,000 menyumbang sebesar 30% (dengan biomasa) dari total konsumsi energi final
350,000,000 nasional pada tahun 2010. Apabila tanpa biomasa, sektor rumah tangga hanya
300,000,000

250,000,000
menyumbang 10% atau sekitar 81,74 juta SBM. Pertumbuhan konsumsi energi
Axis Title

200,000,000 rumah tangga menurut jenis dari tahun 2000 hingga 2010 bisa dilihat pada Gambar
150,000,000
3.2 berikut ini.
100,000,000

50,000,000

-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2020
Lampu Pijar 150,000 130,000 100,000 100,000 100,000 90,000, 70,000, 60,000, 50,000, 40,000, 40,000, -
Fluorescn 50,000, 55,000, 60,000, 60,000, 65,000, 65,000, 75,000, 75,000, 75,000, 75,000, 75,000, 150,000 100
LHE - CFL 40,000, 50,000, 60,000, 70,000, 90,000, 100,000 120,000 160,000 200,000 260,000 320,000 360,000
90
80
Gambar 5.6.1. Konsumsi Lampu pijar, TL dan CFL di Indonesia (Sumber: BPS; Dit PPMB Depdag;
70
Litbang Sentra Elektrik)
60

Juta SBM
50
Listrik
40
Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada tahun 2011 sebesar 260.000.000 LPG
30
unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mencapai 320.000.000 unit, serta Minyak Tanah
20
prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai 360.000.000 unit lampu hemat enegi, Gas
10
maka potensi penghematan pada tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt, dan tahun 0
2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt serta prakiraan pada 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

tahun 2020 sebesar 754,056 KWatt.


Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Apabila dihitung dengan harga per kWh sebesar Rp. 560,- dan pola operasi selama
Gambar 3.2 Konsumsi Energi Rumah Tangga Menurut Jenis (Tanpa
5 jam perhari, maka potensi penghematan dalam rupiah adalah pada tahun 2011
Biomasa)
sebesar Rp. 514.586.709.000.- dan pada tahun 2012 dengan potensi penghematan

179 32
Konsumsi minyak tanah rumah tangga mengalami penurunan cukup tajam, sekitar Lampu hemat energi membutuhkan energi yang lebih sedikit adalah dikarenakan
14% per tahun dari 63,22 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 14,44 juta SBM pada lampu HE memakai ballast elektronik. Ballast elektronik ini berfungsi sebagai
tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh program substitusi minyak tanah ke pembatas arus sehingga energi listrik yang diambil oleh lampu tersaring ballast dan
LPG. Akibatnya, konsumsi LPG mengalami kenaikan sangat tinggi, sekitar 18%, dari tidak langsung menuju ke kawat pijar lampu. Teknologi yang ada pada ballast
5,93 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 30,49 juta SBM pada tahun 2010. Dengan elektronik mampu memancarkan cahaya yang sama terangnya dengan lampu biasa.
pertumbuhan sebesar 8%, konsumsi listrik rumah tangga tumbuh dari 18,73 juta Dalam melakukan penghematan melalui sistem tata cahaya, dapat dilakukan dengan
SBM pada tahun 2000 menjadi 36,67 juta SBM pada tahun 2010. Pertumbuhan mengurangi pengggunaan lampu hias terutama di malam hari serta mematikan
konsumsi gas untuk rumah tangga relatif lebih lambat daripada listrik, sekitar 5%. lampu ruangan di bangunan gedung jika tidak dipergunakan. Selain itu
Jenis energi seperti biomasa, LPG dan minyak tanah digunakan sebagai bahan menggunakan lampu hemat energi sesuai dengan peruntukannya, serta mengatur
bakar memasak, sedangkan energi listrik digunakan untuk peralatan rumah tangga daya dan pencahayaan pada setiap ruangan sesuai SNI.
yang menggunakan listrik. Perhitungan potensi penghematan dengan menggantikan lampu pijar dan lampu TL

Konsumsi listrik per pelanggan atau per rumah tangga di Indonesia masih relatif dengan menggunakan lampu hemat energi tidak dilakukan dalam kajian ini.

rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara maju. Tabel 3.3 menampilkan Sehingga kajian ini lebih difokuskan pada penghitungan keekonomian terhadap

konsumsi listrik per pelanggan rumah tangga selama 10 tahun terakhir hingga 2010. penerapan label tingkat hemat pada lampu swabalats.

Pertumbuhan konsumsi listrik per tahun per pelanggan dari tahun 2000 hingga 2010 Penerapan Label tingkat hemat energi pada pemanfaat tenaga listrik untuk rumah
tidak terlalu tinggi hanya sekitar 2,9%. Karena rasio elektrifikasi Indonesia yang tangga membantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien penggunaan
masih rendah, laju pertumbuhan jumlah pelanggan karena adanya pelanggan baru energinya, sehingga secara nasional penggunaan energi dapat ditekan.
cukup tinggi, sekitar 3,9%. Sebagian besar pelanggan baru biasanya berada pada
Berdasarkan data hasil pengujian dapat dihitung potensi penghematan dibandingkan
daerah terpencil atau perdesaan yang konsumsi listrik awalnya tidak terlalu tinggi.
dengan spesifikasi lampu hemat energi yang tertera sebagai berikut:
Akibatnya pertumbuhan konsumsi listrik per pelanggan secara nasional tidak terlalu
tinggi.
Tabel 5.6.1. Potensi penghematan energi tiap jenis lampu
Tabel 3.3 Konsumsi Listrik PLN Sektor Rumah Tangga
Hasil Pengukuran Potensi
Konsumsi Konsumsi per Pelanggan Spesifikasi
Tahun Jumlah Pelanggan Minimum Rata-rata Maksimum Penghematan
(GWh) (kWh/tahun) (kWh/bulan) (Watt) (Watt) (Watt) (Watt) (Watt)
5.00 4.94 5.06 5.18 -0.06
2000 30.563 26.796.675 1141 95.05
11.00 6.98 7.37 8.23 3.63
2001 33.340 27.885.612 1196 99.63 14.00 12.08 12.71 13.17 1.29
18.00 16.87 17.46 17.88 0.54
2002 33.994 28.903.325 1176 98.01
23.00 20.50 21.06 21.67 1.94
2003 35.753 29.997.554 1192 99.32 26.00 21.02 21.49 22.02 4.51
2004 38.588 31.095.970 1241 103.41
2005 41.184 32.174.922 1280 106.67 Dengan menggunakan asumsi penyebaran konsumsi penggunaan lampu hemat
2006 43.753 33.118.262 1321 110.09 energi berdasarkan daya yang dibutuhkan, yaitu:
2007 47.325 34.684.540 1364 113.70

33 178
5000 Konsumsi Konsumsi per Pelanggan
4618 4644 4666 4666 Tahun Jumlah Pelanggan
4520
4500 4405 (GWh) (kWh/tahun) (kWh/bulan)
4004 4096
3977
4000 2008 50.184 36.025.071 1393 116.09
3442
3500 3216 2009 54.945 37.099.830 1481 123.42
lama nyala hingga mati [jam]

3000 2010 59.825 39.324.520 1521 126.78

2500 Sumber: PLN

2000

1500 Pola penggunaan listrik pada suatu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya
1000 berbeda-beda, tergantung dari system peralatan yang dipasang dan tentu saja daya
500 maksimum yang diperkenankan atau golongan tariff pelanggan. Golongan tariff
0 pelanggan rumah tangga PLN dibagi menjadi R1-450VA, R1-900VA, R1-1300VA,

Lampu 10
Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

hingga gagal 50%


R1-2200VA, dan R2-4400VA. Listrik di rumah tangga dimanfaatkan untuk tata

Umur lampu
cahaya atau penerangan, tata udara atau pendingin udara dan peralatan rumah
tangga seperti TV, lemari es, pompa air, mesin cuci, kipas angin, seterika dan lain-
Sampel
lain.
Gambar 5.4.6. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 26 W (CXC).

5.5 Analisa Dampak Ekonomi Penerapan Label Swabalast


– Lampu CFL

Konsumsi energi listrik untuk penerangan berkisar 26% dari total konsumsi energi
listrik terpakai dan terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah melalui program
substitusi dari penggunaan lampu pijar ke lampu hemat energi kepada masyarakat
menyerukan untuk penghematan energi di sektor penerangan.

Program substitusi lampu hemat energi dilakukan untuk menggantikan penggunaan


lampu pijar dan lampu fluorescent (TL) yang masih digunakan oleh sebagian besar
pelanggan PLN. Penggunaan lampu pijar dan lampu TL memiliki potensi yang dapat
merugikan penggunanya, terutama pada konsumsi energi kedua lampu tersebut. Sumber: BPPTdan JICA, 2009
Lampu hemat energi mampu menghasilkan intensitas cahaya yang lebih tinggi
Gambar 3.3 Distribusi Penggunaan Listrik Rumah Tangga Menurut Jenis
dengan konsumsi energi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan lampu pijar
Golongan Tarif PLN dan Peralatan
maupun lampu TL.

177 34
Gambar 3.3 menunjukkan konsumsi energi listrik rumah tangga per bulan yang 6000
5470 5490 5490
diperoleh dari survei terakhir yang dilakukan oleh BPPT bersama-sama dengan 5085 5138
5000 4774 4876 4887
JICA. Konsumsi listrik untuk golongan tariff R1-2200VA, R2-4400VA didominasi oleh 4577 4688
4211
peralatan AC, sedangkan untuk golongan tariff R1-450VA, R1-900VA dan R1-
4000

lama nyala hingga mati [jam]


1300VA didominasi oleh refrigerator. Dalam hal ini, penggunaan listrik lainnya
mencakup peralatan seperti magic Jar, oven, microwave, toaster, audio system, hair 3000

blower, blender, mixer, chopper, vacuum cleaner, dishwasher, telephone, atau


2000
lainnya. Stand by juga merupakan jenis penggunaan listrik rumah tangga yang tidak
kecil karena bisa mencapai 10% dari total. Dari rumah tangga yang disurvei, 1000
konsumsi listrik terendah adalah 94 KWh per bulan untuk golongan tariff R1-450VA
dan yang tertinggi adalah 829 KWh per bulan untuk golongan R2-4400VA. 0

Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

Lampu 10

hingga gagal 50%


Umur lampu
Sebagian besar listrik digunakan untuk lampu penerangan, TV, dan lemari es untuk
rumah tangga yang tidak mempunyai AC (golongan R1-450VA dan R1-900VA)
Sampel
dimana lemari es merupakan pengguna listrik terbesar. Ketiga peralatan tersebut
Gambar 5.4.4. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 5 W (AXC).
mengkonsumsi hampir 6o% dari keseluruhan konsumsi listrik rumah tangga per
tahun. Untuk rumah tangga yang mempunyai AC (R1-2200 dan R2-4400VA), selain 6000
ketiga peralatan tersebut, AC merupakan pengguna listrik terbesar. Total keempat
5065 5065
4914
peralatan rumah tangga tersebut mengkonsumsi lebih dari 60% dari konsumsi listrik 5000 4697
4288
rumah tangga per tahun.
3889 3915
4000
3578

Lama nyala hingga mati [jam]


3318 3446
3279
3000

3.2 Sektor Industri


2000

3.2.1 Definisi dan Karakteristik Sektor 1000

Industri manufaktur atau pengolahan secara mendasar merupakan industri yang 0

Lampu 1

Lampu 2

Lampu 3

Lampu 4

Lampu 5

Lampu 6

Lampu 7

Lampu 8

Lampu 9

Lampu 10

Umur lampu hingga


mengolah secara mekanik atau kimia suatu bentuk material atau bahan dasar

gagal 50%
menjadi produk baru. Keberadaannya biasanya pada suatu lokasi yang disebut
industri atau pabrik. Pada umumnya industri ini menggunakan tenaga penggerak Sampel
mesin dan peralatan penanganan material (material handling equipment) dalam
proses produksinya.
Gambar 5.4.5. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 14 W (AXC).
Sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), industri
manufaktur atau pengolahan Indonesia dibagi menjadi 24 kelompok jenis usaha, dari
35 176
industri makanan, minuman hingga jasa reparasi yang masing-masing mempunyai
kode berbeda dari 10 hingga 33. Pada kajian ini, analisis tidak dilakukan terhadap
Tabel 5.4.5
semua 24 kelompok jenis usaha yang sesuai dengan KLBI tersebut tetapi hanya
Persentase kuat cahaya setelah lumen maintenance
[lm terhadap kuat cahaya spesifikasi [lm] untuk 11 kelompok jenis usaha yang sebetulnya merupakan gabungan dari ke 24

% kuat cahaya kelompok jenis usaha yang ada di KBLI. Jenis usaha atau industri tersebut adalah:
setelah lumen
Kuat Cahaya x Industri makanan dan minuman
Kuat Cahaya maintenance/
setelah lumen x Industri tekstil dan pakaian
Jensi lampu berdasarkan kuat cahaya
maintenance 2000 x Industri kayu
spesifikasi [Lm] spesifikasi
jam [Lm]
[Standar min x Industri pulp dan kertas
80%] x Industri pupuk dan kimia lainnya
x Industri karet dan plastik
Lampu 5W, tipe 2U, AXC 260 209.8 80.69%
x Industri keramik dan gelas (non logam lainnya)
Lampu 11W, tipe 2U, BXC 600 435.8 72.63% x Industri semen

Lampu 14W, tipe 2U, AXC 820 748 91.22% x Industri besi dan baja
x Industri peralatan dan permesinan
Lampu 18W, tipe 2U, AXC 1100 936.3 85.12%
x Industri lainnya
Lampu 23W, tipe 2U, AXC 1420 1178.2 82.97%
Industri seperti semen, besi baja, pupuk, merupakan industri yang sangat energi
Lampu 26W, tipe 2U, CXC 1436 1169.2 81.42% intensif (intensive energy). Sedangkan pada industri seperti tekstil, makanan
minuman, peralatan dan permesinan, energi mengambil porsi biaya operasional
yang tidak sedikit dan cukup rentan terhadap fluktuasi harga energi
5.4 Analisis Umur Lampu
Penggunaan energi di industri sangat bergantung kepada aktivitas dalam
menghasilkan produk. Yang menjadi masalah adalah bentuk fisik dari hasil produk
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa umur lampu dikelompokan ke dalam 2
pada 11 kelompok jenis industri tersebut ternyata berbeda-beda. Ada yang
kategori, yaitu umur lampu individu dan umur lampu rata-rata. Gambar 5.4.4
berbentuk cair atau padat. Ada yang menggunakan satuan unit, volume, berat, dan
menampilkan umur lampu individu dan umur lampu rata-rata dari 3 jenis lampu uji.
sebagainya. Hal tersebut akan menyulitkan ketika dilakukan perhitungan intensitas
energi. Ketika analisis akan dilakukan, diperlukan keseragaman satuan agar bisa
membandingkan hasil satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam kajian ini,
kita menggunakan PDB industri sebagai dasar satuan aktivitas energi di industri.
Pembagian jenis usaha pada PDB Industri yang diterbitkan oleh BPS juga tidak jauh
berbeda dengan 11 kelompok jenis usaha yang dipilih pada kajian ini.

175 36
3.2.2 PDB, Intensitas Energi Final dan Elastisitas Industri lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam
dari yang dispesifikasikan.
Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting karena menjadi motor
Efikasi untuk lampu 18 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 61,0 lumen/watt,
penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi sektor industri
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 62,3
pengolahan pada ekonomi nasional bisa dilihat pada sumbangan sektor industri
lumen/watt dan 53,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
pada PDB nasional yang mencapai 26% pada tahun 2010 atau senilai 597 trilyun
rupiah (Konstan 2000). lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Data BPS menunjukkan bahwa PDB sektor industri selama 10 tahun terakhir naik
Efikasi untuk lampu 23 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 62,0 lumen/watt,
dengan laju pertumbuhan 5,3% per tahun, dari 331 menjadi 550 trilyun rupiah pada
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 63
tahun 2010. Kenaikan terbesar terjadi pada industri peralatan dan permesinan
sekitar 10% per tahun, disusul dengan semen dan pupuk yang masing-masing lumen/watt dan 55,3 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
pertumbuhannya 5% per tahun, kemudian makanan dan minuman 4% per tahun dan
jenis usaha yang lainnya (lihat Gambar 3.4). 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.

Efikasi untuk lampu 26 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 65,2 lumen/watt,


600
Pengolahan Lainnya
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 65,6
Peralatan, Mesin dan
500 lumen/watt dan 54,1 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
Transportasi
Logam Dasar Besi dan Baja lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
400
Semen dan Penggalian Bukan 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Trilyun Rupiah

Logam
300 Pupuk, Kimia dan Karet

Kertas dan Percetakan


200
Kayu dan Produk Lainnya 5.3.13 Evaluasi Intensitas Cahaya

100 Tekstil, Kulit dan Alas Kaki


(Setelah lumen maintenance 2.000 jam)
Makanan, Minuman dan
0 Tembakau
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pemeliharaan lumen (lumen maitenance) adalah fluks cahaya lampu setelah
dinyalakan selama 2.000 jam termasuk periode aging. Setelah 2.000 jam operasi,
Sumber: BPS, 2012 termasuk periode penyalaan, pemeliharaan lumen harus tidak kurang dari nilai yang
diumumkan oleh pabrikan atau penjual (vendor) yang bertanggung jawab atau tidak
Gambar 3.4 Produk Domestik Bruto Sektor Industri Pengolahan (Non Migas)
boleh kurang 80% dari fluks cahaya awal.
Dengan meningkatnya harga BBM dan listrik, industri berusaha untuk mencari
Berdasarkan Tabel 5.4.5. terlihat bahwa semua jenis lampu dapat memenuhi
sumber-sumber energi yang murah seperti batubara dan gas. Pemakaian energi final
persentase minimum (80%) perbandingan kuat cahaya setelah lampu dinyalakan
pada sektor industri (termasuk biomasa dan penggunaan non energi) pada tahun
2.000 jam atau lumen maintenance/kuat cahaya spesifikasi, keculai untuk lampu
2010 didominasi oleh batubara, minyak dan gas bumi yang meliputi pemakaian
lampu 11W, tipe 2U, Merk BXC.
sebagai energi maupun non-energi (bahan baku). Pangsa batubara dalam total

37 174
konsumsi energi final sektor industri pada tahun 2010 sekitar 31%, sedangkan total
pangsa minyak hampir mencapai 26%, yang terdiri atas pangsa BBM (17%) dan

75
produk BBM lainnya (9%). Produk BBM lainnya dikonsumsi sebagai bahan baku

lampu 26 watt dalam sektor industri, khususnya industri petrokimia (lihat Gambar 3.5).
70 lampu 23 watt
lampu 18 watt
lampu 11 watt
lampu14 watt Gas bumi selain dimanfaatkan sebagai energi digunakan juga sebagai bahan baku,
65
terutama di industri pupuk. Total konsumsi gas bumi sebagai bahan bakar pada
Efikasi [Lumen/Watt]

60
tahun 2010 sekitar 85,7 juta SBM, sedangkan sebagai bahan baku sekitar 28,4 juta
55
lampu 5 watt SBM. Secara keseluruhan, pangsa gas bumi di sektor industri pada tahun 2009

50 mencapai sekitar 26%.

45 Efikasi berdasarkan spesifikasi [Lm/W] Dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, pangsa minyak di sektor industri
Efikasi setelah aging 100jam [Lm/W] mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan
40
Efikasi setelah lumen maintenance 2000jam [Lm/W]
pemakaian produk BBM untuk proses industri. Bila dibandingkan dengan konsumsi
35
0 20 40 60 80 100 120 pada tahun 2000, pangsa konsumsi BBM telah mengalami penurunan sebesar 4%
Sample lampu pada tahun 2010. Adanya tren penurunan konsumsi BBM tersebut sejalan dengan
upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.
Gambar 5.4.3. Efikasi berdasarkan spesifikasi,
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
500000
Biomasa Batubara Briket
450000
Gas Bumi BBM LPG
Pengukuran dan perhitungan efikasi [lm/watt] menunjukkan bahwa lampu 5 Watt, 400000 Listrik Produk BBM lainnya
spesifikasi 52 lumen/watt, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 350000
300000
masing-masing 48,5 lumen/watt dan 40,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi

Ribu SBM
250000
yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100
200000
jam dan juga setelah 2.000 jam.
150000
Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 11 Watt adalah 54,5 lumen/watt, 100000
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8 50000
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan 0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam
dari yang dispesifikasikan.
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011

Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 14 Watt adalah 54,5 lumen/watt, Gambar 3.5 Konsumsi Energi Final Sektor Industri Menurut Jenis (Termasuk
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8 Gas Feedstock)
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan

173 38
Intensitas energi final sektor industri merupakan rasio antara konsumsi energi final cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
dengan PDB sektor industri. Sejak tahun 2000 hingga 2008, intensitas energi sektor selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
industri mengalami penurunan hingga 588 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Pada
Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
dua tahun terakhir, akibat pertumbuhan pemakaian enargi yang cukup tinggi,
maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa
intensitas energi industri kembali naik menjadi 796 SBM/milyar rupiah (konstan 2000)
cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh salah satu atau ketiga faktor
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
berikut:
Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
x Terjadinya pergeseran jenis industri, dari industri padat energi menjadi industri
maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa
yang lebih padat modal, dan/atau
cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
x Terjadinya pergeseran dari industri hulu yang membutuhkan energi besar
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala
menjadi industri hilir yang memerlukan energi lebih sedikit, dan/atau
x Proses produksi dan mesin industri yang baru mengkonsumsi lebih sedikit Lampu 18 Watt, spesifikasi 1.100 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen

energi atau hemat energi. maintenance masing-masing 1.088,4 lumen dan 936,3 lumen. Ini menunjukkan
bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala

1000 Lampu 23 Watt, spesifikasi 1420 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
SBM/Milyar Rupiah (Konstan

800 maintenance masing-masing 1.326,8 lumen dan 1.178,3 lumen. Ini menunjukkan
bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
600
2000)

selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.


400
Lampu 26 Watt, spesifikasi 1436 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
200 maintenance masing-masing 1.410,1 lumen dan 1.169,2 lumen. Ini menunjukkan

0 bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.

Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011

Gambar 3.6 Intensitas Energi Final Sektor Industri (Termasuk Biomasa dan 5.3.12 Efikasi Berdasarkan Spesifikasi
Gas Feedstock)
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam)
Argumentasi yang pertama dan kedua bisa dijelaskan dengan perkembangan
kontribusi masing-masing jenis usaha/industri terhadap PDB industri total. Gambar Efikasi berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen

3.7 berikut menunjukkan perkembangan kontribusi masing-masing jenis usaha maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.3.

terhadap PDB industri selama sepuluh tahun terakhir.

39 172
5.3.11 Intensitas Cahaya Spesifik
1). Industri Makanan, 2). Industri Tekstil, Barang
Minuman dan Tembakau dari Kulit dan Alas Kaki
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam) 40.00% 15.00%
30.00%
Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen 10.00%
20.00%
maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.2. 10.00% 5.00%

0.00% 0.00%
200020022004200620082010 200020022004200620082010

1600
lampu 26 watt 3). Industri Kayu dan Produk 4). Industri Produk Kertas
lampu23 watt
1400 Lainnya dan Percetakan
8.00% 8.00%
1200 6.00% 6.00%
Intensitas Cahaya [Lumen]

lampu 18 watt
4.00% 4.00%
1000 2.00% 2.00%
lampu 14 watt 0.00% 0.00%
800 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Sumber: BPS, 2012


600
lampu 11 watt Gambar 3.7a Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri
400
lampu 5 watt Kuat Cahaya berdasarkan spesifikasi [Lm] 5). Industri Produk Pupuk, 6). Industri Produk Semen dan
200 Kuat Cahaya setelah aging 100h [Lm] Kimia dan Karet Penggalian Bukan Logam
Kuat Cahaya setelah lumen maintenance 2000h [Lm]
15.00% 4.00%
0 3.00%
0 20 40 60 80 100 120 10.00%
2.00%
Sampel lampu 5.00% 1.00%
0.00%
0.00%

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 5.4.2. Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi, 200020022004200620082010
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.

7). Industri Logam Dasar Besi 8). Industri Peralatan, Mesin


Pengukuran intensitas cahaya menunjukkan bahwa lampu 5 Watt, spesifikasi 260 dan Baja dan PerlengkapanTransportasi
3.00% 40.00%
lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 245,6
30.00%
lumen dan 209,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih 2.00%
20.00%
rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 1.00% 10.00%
0.00%
jam. 0.00%

2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2000 2002 2004 2006 2008 2010
Lampu 11 Watt, spesifikasi 600 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
Sumber: BPS, 2012
maintenance masing-masing 447,5 lumen dan 435,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa
Gambar 3.7b Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri

171 40
Kontribusi industri tekstil, kayu, kertas, dan semen mengalami kecenderungan Lampu 14 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
penurunan sedikit terhadap PDB industri total. Yang paling besar mengalami lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 12,7 dan 13 Watt. Ini
penurunan dalam kontribusi adalah industri besi baja. Industri-industri tersebut menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan
merupakan beberapa industri yang intensitas energinya cukup besar. Industri yang dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1 Watt.
mengalami kenaikan kontribusi adalah indudtri peralatan dan permesinan yang
Lampu 18 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
notabene merupakan industri hilir yang konsumsi energinya tidak sebesar industri
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 17,5 dan 17,5 Watt. Ini
hulu. Jenis industri lainnya relatif konstan.
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
Salah satu indikator lainnya yang diperlukan dalam kajian ini adalah elastisitas dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 0,5 Watt.
pertumbuhan PDB Industri terhadap pertumbuhan PDB Nasional. Selama 10 tahun
Lampu 23 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
terakhir elastisitas pertumbuhan PDB industri terhadap pertumbuhan PDB nasional
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,3 dan 21,4 Watt. Ini
hanya mengalami penurunan yang relatif kecil (lihat Gambar 3.8). Artinya,
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
pertumbuhan PDB nasional yang tinggi juga akan diikuti pertumbuhan PDB industri
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1,6 Watt.
yang tinggi juga. Nilai elastisitas disini merupakan rasio antara pertumbuhan PDB
industri dengan pertumbuhan PDB nasional. Lampu 26 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,5 dan 21,6 Watt. Ini
9.00
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
8.00
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 4,5 Watt.
7.00
6.00
Elastisitas
5.00 Industri
4.00
3.00
2.00
1.00
-
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Sumber: BPS, 2012

Gambar 3.8 Elastisitas Sektor Industri

3.2.3 Pola Penggunaan Energi Industri Tekstil

Proses produksi dari masing-masing jenis industri khususnya mengenai bagaimana


energi dikonsumsi bisa dikatakan berbeda satu sama lain atau sangat spesifik. Oleh
sebab itu, kajian ini hanya akan memfokuskan pada satu jenis industri saja, yaitu
industri tekstil. Hal ini dimaksudkan agar hasil analisisnya lebih tajam dan akurat.
41 170
5.3.10 Konsumsi Daya Spesifik Selain alasan tersebut, potensi penghematan industri tekstil di Indonesia cukup
besar. Jenis industri selain tekstil, akan diulas pada publikasi-publikasi berikutnya.

(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam) Secara umum penggunaan energi di industri terbagi menjadi empat bagian besar,

Gambar 5.4.1 memperlihatkan konsumsi daya setelah aging 100 jam dan setelah yaitu proses pemanasan, pendinginan, penggerak motor dan pengolahan limbah.
Proses pemanasan (heating) terbagi dua, langsung dengan furnace dan tidak
lumen maintenance 2.000 jam.
langsung dengan boiler
30

25

20
Daya lampu [Watt]

15
Konsumsi Daya berdasarkan
Spesifikasi [Watt] Watt
10
Konsumsi Daya setelah aging
100 jam [Watt]
5
Konsumsi Daya setelah lumen
maintenance 2000 jam [Watt]
0 Gambar 3.9 Distribusi Penggunaan Energi di Industri
0 20 40 60 80 100 120
Sampel Lampu
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terkecuali, dalam proses produksinya
industri tekstil tersebut memerlukan energi untuk proses heating baik direct maupun
Gambar 5.4.1. Konsumsi daya, setelah aging 100 jam
dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
indirect (uap), proses cooling dan untuk penggerak motor-motor listrik. Industri TPT
dibagi menjadi 5 kategori: industri serat; industri benang; industri kain; industri
pakaian jadi dan industri produk tekstil lainnya
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1 di atas telihat dari hasil pengukuran
menunjukkan bahwa untuk lampu 5 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah Dari sisi jenis produk yang dihasilkan, industri tekstil bisa dibagi menjadi 3 kategori,

aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 5,2 dan 5,2 Watt. Ini idustri hulu, antara dan hilir yang penjelasannya sebagai berikut,

menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan dengan yang terukur x Pada Sektor Industri Hulu adalah industri yang memproduksi serat yang
relatif sama. terdiri dari 2 sub-sektor yaitu industry serat alam dan serta buatan, yang

Lampu 11 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah kemudian diproses melalui proses pemintalan (spinning) menjadi produk

lumen maintenance sama, yaitu 7,4 Watt. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daya benang (unblended dan blended yarn).

yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih x Pada Sektor Industri antara yaitu industry kain yang meliputi proses

rendah 3,6 Watt. penganyaman (interlacing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey
fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian

169 42

Anda mungkin juga menyukai