PENYUSUNAN
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA JAWA BARAT
TAHUN 2018
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-1
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 4
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................................... 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Skema Pengembangan Desa Wisata Berdasarkan Based Tourism................ 8
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kajian Teori Komponen Desa Wisata.................................................................. 20
BAB 1
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Barat sejak dikeluarkannya PP no 24 Tahun 1979 yang telah menjadi
Destinasi Pariwisata Nasional, dikarenakan memiliki panorama dan keaslian alam,
kehidupan sosial maupun kebudayaan masyarakatnya yang menarik. Upaya
pembangunan pariwisata di Propinsi Jawa Barat ini ditunjukkan oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Jawa Barat dengan membuat sebuah program “Visit West Java” pada
tahun 2011, yang bertujuan untuk menarik wisatawan dengan memperkenalkan bahwa
Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya pariwisata yang
beranekaragam mulai dari atraksi wisata alam, wisata budaya, wisata buatan manusia
yang didukung dengan kondisi alam, sosial budaya, ketersediaan fasilitas, serta
aksesibilitas yang mampu menopang pariwisata.
Menurut UU No. 6 Tahun 2014, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya Kementrian Desa dalam kabinet KERJA
Pemerintahan Jokowi-JK serta ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa,
mendapatkan sambutan positif dari berbagai kalangan, khususnya pemerintahan desa,
masyarakat desa dan para penggiat desa. Undang -undang tentang desa ini juga
diperkuat dengan Perpres No. 12 Tahun 2015 tentang KEMENTERIAN DESA,
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI. Desa wisata sebagai salah
satu daya tarik wisata yang tumbuh dengan cepat serta ada di setiap daerah. Hal ini
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-6
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
karena desa wisata memiliki keunikan, perbedaan, nature (hospitality), edukasi serta
pemberdayaan masyarakat dalam perkembangannya.
Desa merupakan bagian wilayah dari setiap Kabupaten/Kota yang memiliki peluang
sebagai pilar pembangunan daerah maupun nasional. Pengembangan desa sebagai daya
tarik wisata terkait dengan alam dan kontak masyarakat, juga merupakan bentuk
integrasi antara wisata, atraksi dari budaya hidup masyarakatnya yang mengandung
unsur ekonomi, dan akomodasi yang tidak terkontaminasi perkotaan, misalkan adanya
homestay. Daya tarik wisata desa ini tentunya harus didukung fasilitas dan pengelolaan
yang memiliki value.
Oleh karena itu, sebelum sebuah kawasan atau daerah tujuan wisata tertentu
dikembangkan, sebaiknya para perencana pembangunan pariwisata mengetahui dengan
jelas dan detail segala sesuatu yang menyangkut potensi dan kendala yang dimiliki oleh
kawasan yang bersangkutan. Paradigma baru pariwisata adalah milik rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat. DESA merupakan satuan terkecil wilayah dan masyarakat dari
bangsa/negara yang menunjukkan keragaman Indonesia, serta gerak perkembangan
pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-7
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Pemodelan desa wisata bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan harus terus
secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas yang baru bagi desa sebagai salah
satu destinasi pariwisata unggulan di Provinsi Jawa Barat. Dukungan Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam pengembangan desa wisata di Jawa Barat sangat tinggi sebagai upaya
mencapai target kunjungan wisatawan mancanegera dan nusantara. Sebagai upaya
tersebut, maka dibutuhkan sebuah acuan dalam pengembangan dan pengelolaan Desa
Wisata dalam bentuk sebuah Pedoman Pengelolaan Desa Wisata yang dapat dijadikan
sebagai acuan dalam pengembangan desa wisata di Jawa Barat.
Ruang lingkup kegiatan dalam penyusunan pedoman pengelolaan ini terdiri dari:
1. Menentukan syarat dan ruang lingkup desa wisata
2. Menyusun analisis indikator / elemen sebagai suatu syarat desa tersebut bisa
menjadi desa wisata
3. Pengelolaan desa wisata
4. Mengumpulkan dan mengolah data, termasuk didalamnya melakukan FGD di 4
wilayah (parahyangan Bandung sekitarnya, Ciayumajakuning, Bopuncur, dan
parahyangan Tasik, Garut, Banjar dan Pangandaran ).
5. Merumuskan penetapan Kriteria/ standar dalam pengelolaan desa wisata
6. Menyusun pedoman pengelolaan desa wisata
Dalam kegiatan ini menghasilkan acuan pengembangan desa wisata yaitu meliputi
tahapan:
1. Penyusunan awal, laporan yang berisikan latar belakang kegiatan, maksud, tujuan,
sasaran, ruang lingkup dan metodologi kegiatan serta rencana kerja pelaksanaan
kegiatan.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-8
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Desa wisata
base
Community
Gambar 1.1
Sasaran dari kajian Pedoman Pengelolaan Desa Wisata Di Provinsi Jawa Barat dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan Desa Wisata Dalam Bentuk Identifikasi dan analisis potensi produk
wisata pedesaan (termasuk kendala dan hambatan) sehingga dapat dikembangkan
sebagai daya tarik sebuah desa wisata.
2. Pembentukan organisasi kelompok pengelola / serta lingkup tugas dan tanggung
jawabnya
3. Pengembangan rancangan paket wisata berdasarkan potensi produk wisata di desa
sehingga mampu memberikan pengalaman wisata kepada wisatawan serta memiliki
nilai jual.
4. Penginformasian serta sosialisasi secara implementatif produk dan paket desa
wisata kepada wisatawan maupun usaha pariwisata.
BAB 2
KONSEP DESA WISATA YANG DIGUNAKAN
2.1. PARIWISATA
Sektor pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu sektor yang berpengaruh dalam
perekonomian satu daerah di era globalisasi saat ini. Pariwisata merupakan fenomena
yang multidimensional dan multisektoral yang harus dilihat dalam satu kesatuan sistem,
yang berada di dalam sistem yang lebih luas. Keterkaitan antar sektor/dimensi dalam
kepariwisataan sangat bergantung antara satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan
antar masing-masing komponen kepariwisataan sebagai satu kesatuan produk : daya
tarik yang menjadi faktor utama kunjungan, transportasi yang menyediakan akses,
amenities yang disiapkan untuk memberikan pelayanan bagi wisatawan, akomodasi
yang dibutuhkan dan aktivitas yang akan dilakukan wisatawan.
b. Daya tarik wisata buatan/built attraction, termasuk dalam kelompok ini adalah
museum, bangunan bersejarah/heritage, bangunan modern yang bernilai
arsitektur tinggi, theme park, monumen, dan lain sebagainya.
a. Katering, termasuk di antaranya restoran, rumah makan, bar, kafe, dan lainnya.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-11
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
c. Retail outlets, seperti tour operator, toko souvenir, money changer, tourist
information center, polisi pariwisata, salon kecantikan, dan lain sebagainya.
5. Aktivitas meliputi kemudahan dan adanya sarana fasilitas untuk melakukan kegiatan
yang menyenangkan dan aman di daerah wisata. Adanya aktivitas yang layak
dilakukan wisatawan dengan aman misalnya mendaki gunung, bermain ski,
menyelam, berenang, menonton pertunjukan dengan santai menikmati
pemandangan dan kesejukan alam.
sinergi di antara unsur/pelaku yang ada. Tuntutan penggunaan pendekatan ini timbul
dari kesadaran akan banyaknya stakeholders yang terlibat dalam membangun destinasi
pariwisata baik langsung maupun tidak langsung, yang terkadang memiliki perbedaan
satu dengan lainnya.
Zukin melihat bahwa sistem internal kepariwisataan yang terdiri dari perencanaan,
kebijakan, upaya pemasaran, aspek finansial dan organisasi. Ada tiga sub sistem yang
membentuk keseluruhan pemahaman tentang sistem kepariwisataan. Secara lebih detail
dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Keberhasilan pariwisata Indonesia tidak lepas dari berbagai kepentingan yang berada di
sekitar destinasi wisata tersebut seperti pemerintah daerah, masyarakat setempat dan
para stakeholder. Kunci keberhasilan dalam mengembangkan kepariwisataan nasional
pada sinerjisitas unsur dari triple helix menjadi pentahelix yaitu pemerintah, akademisi,
asosiasi, masyarakat/komunitas dan media yang saling berkaitan. Peran media sangat
strategis dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Peran akademisi juga
sangat penting untuk mengembangkan sumber daya manusia pariwisata. Peran
pendidikan pariwisata saat ini dibutuhkan untuk menjadi mitra pemerintah dalam
menindaklanjut ASEAN Mutual Recognition Agreement (MRA) sebagai kesepakatan
bersama tentang diterimanya standar kualifikasi bagi tenaga profesionalisme pariwisata
diantara negara-negara ASEAN.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-14
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Secara umum pariwisata berbasis masyarakat sering juga disebut dengan istilah
Community Based Tourism (CBT), pariwisata berbasis masyarakat ini merupakan sebuah
konsep pengembangan suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal.
Dimana masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengelolaan dan penyampaian
pendapat (Goodwin dan Santili, 2009). Community Based Tourism (CBT) adalah
pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya.
CBT merupakan alat bagi pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan atau
dengan kata lain CBT merupakan alat bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan
(Suansri, 2003). Dukungan masyarakat melalui peran dan fungsinya dalam kegiatan
pariwisata merupakan salah satu tujuan dari pengembangan kepariwisataan yang
dikemukakan oleh UNWTO yaitu terdiri dari:
1. Pro Job
2. Pro Growth
3. Pro Poor
4. Pro Environment
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan pentingnya aktivitas
kepariwisataan bagi perkembangan dan pembangunan masyarakat telah menetapkan
Pariwisata Berbasis Masyarakat sebelum konsepsi yang dikembangkan oleh UNWTO.
Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-16
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Oleh karena itu perlu dipelihara dan dipertahankan terutama penampilan masyarakat
maupun sumber daya desa yang membuat wisatawan merasa aman, tenteram, dan
nyaman dalam melakukan aktivitas wisatanya. Pendekatan pariwisata berkelanjutan,
meskipun masih menjadi acuan pengembangan dan pembangunan kepariwisataan
global namun juga sudah mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah pengembangan pariwisata. Dalam agenda pembangunan
kepariwisataan pada tingkat nasional salah satunya ditujukan untuk dapat Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat melalui :
1. Mengembangkan SDM yang Berkualitas
2. Mengembangkan Ekonomi Kerakyatan yang Maju dan Berorientasi Pasar
Dalam konteks ini pembangunan kepariwisataan saat ini lebih difokuskan kepada
kepariwisataan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada destinasi
pariwisata. Konsep Sustainable Livelihood merupakan suatu konsep pengembangan dari
Konsep Sustainable Development yang dikembangkan oleh International Fund For
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-18
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Dalam konsep ini IFAD menjelaskan bahwa masyarakat menjadi objek utama suatu
pembangunan dibandingkan kepada sumber daya maupun pemerintah dan digunakan
dalam mengidentifikasi hambatan dan peluang dalam memanfaatkan sumber daya di
sekitarnya. Beberapa prinsip yang ditetapkan serta dapat diterapkan dalam
pengembangan kepariwisataan, antara lain :
1. Be people-centred. Dalam konteksi ini dilakukan identifikasi terhadap prilaku dan
perubahannya dari waktu ke waktu serta partisipasinya pada suatu aktivitas ekonomi
(pariwisata)
2. Be holistic. Dalam pengembangannya dibutuhkan strategi serta dukungan berbagai
pemangku kepentingan.
3. Be dynamic. Dinamis dalam melihat kondisi masyarakat
4. Build on strengths. Lebih fokus pada kekuatan dan peluang dibandingkan kepada
masalah dan kebutuhan dari masyarakat.
5. Encourage broad partnerships. Sinergitas dan kemitraan antara sektor publik dan
private.
6. Aim for sustainability. Tetap fokus kepada keberlanjutan pemanfaatan sumber daya
yang dimiliki.
Konsep di atas menjelaskan bahwa rural tourism merupakan sebuah daerah wisata yang
mengacu pada masyarakat pedesaan yang memiliki tradisi sendiri, warisan seni, gaya
hidup, tempat, serta nilai-nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi dimana ketika
wisatawan berwisata ke daerah tersebut, wisatawan akan mendapatkan informasi
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-20
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
RURAL TOURISM
WILDERNESS &
AGRI FARM GREEN ECO
FORREST
TOURISM TOURISM TOURISM
TOURISM TOURISM
Sumber: Sharpley and sharpley (1997) (dalam Robert and Derek Hall 2001:15)
Gambar 2.4
Secara sederhana rural tourism dapat diartikan sebagai kegiatan wisata yang dilakukan
di daerah pedesaan (Keane & Getz, 1994).
biasa
3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat
berbudaya yang secara hakiki menarik minat
pengunjung
4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi
prasarana dasar, maupun sarana lainnya.
4 Putra (2006) 1. Memiliki potensi pariwisata, seni, dan budaya khas
daerah setempat.
2. Lokasi desa masuk dalam lingkup daerah
pengembangan pariwisata atau setidaknya berada
dalam koridor dan rute paket perjalanan wisata yang
sudah dijual.
3. Diutamakan telah tersedia tenaga pengelola, pelatih,
dan pelaku–pelaku pariwisata, seni dan budaya.
4. Aksesibilitas dan infrastruktur mendukung program
Desa Wisata.
5. Terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kebersihan.
5 Prasiasa (2011) 1. Partisipasi masyarakat lokal
2. Sistem norma setempat
3. Sistem adat setempat
4. Budaya setempat
6 Hadiwijoyo 1. Aksesibilitasnya baik,
(2012: 68-69) 2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni
budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya
3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan
memberikan dukungan yang tinggi terhadap Desa
Wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi dan tenaga kerja
yang memadai.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-23
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
mengevaluasi/monitoring kegiatan-kegiatan
pengembangan).
7. Sumber daya manusia yang menjadi motor penggerak
pengelolaan kegiatan wisata di desa tersebut.
Sumber : Hasil kajian, 2018
Rural Tourism merupakan suatu konsep yang digunakan untuk merumuskan seluruh
kegiatan wisata yang dilakukan di daerah pedesaan, seperti yang dinyatakan Robinson
dalam buku The Business of Rural Tourism International Perspective menyatakan
bahwa:
Menurut Nuryanti (1993), terdapat tiga konsep utama dalam komponen desa wisata
yaitu:
1. Akomodasi
Sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan unit-unit berkembang
atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi
Seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa
yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipan aktif seperti
kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
1. Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia.
Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
2. Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal
wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota
kabupaten.
3. Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung
kepariwisataan pada suatu desa.
4. Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat
adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu
dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan
yang ada.
5. Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas
listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Pada skema pengembangan desa wisata berdasarkan base community, terdapat pada
gambar berikut ini:
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-29
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
ATTRACTION ACCOMODATION
Natural, Culture, man made Homestay
DESA WISATA
(BASE COMMUNITY)
COMMUNITY
ACTIVITIES AMMENITIES
ACCESIBILITY
Trecking,Climbing, Kelembagaan, Cafe,
Communication,
Swimming, Education etc Souvenir Shop etc
Transportation etc
Gambar 2.5
Skema Pengembangan Dewi Berdasarkan Base Community
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2018
Beberapa hal/kegiatan yang menjadikan desa tersebut sebagai desa wisata antara lain:
BAB 3
PENGELOLAAN DESA WISATA
1. Physical Products
a. Atraksi
1) Natural Attractions
2) Cultural Attractions
c) Sustainability
b. Fasilitas
Menurut Edward Inskeep (1991:90) fasilitas dan layanan wisata tidak hanya
sebagai pemenuhan kebutuhan bagi wisatawan tetapi keunikan fasilitas dapat
meningkatkan kunjungan wisatawan ke suatu tempat. Seperti hotel atau
penginapan yang memiliki keunikan, dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan. Penyediaan fasilitas atau layanan harus memperhatikan beberapa
hal seperti tipe pengunjung, jenis layanan, lokasi, dll.
Menurut Morisson (2012:4) people dalam produk destinasi adalah masyarakat lokal
itu sendiri yang terlibat dan berperan sebagai tuan rumah penyedia sumber daya
hospitaliti dan penyedia layanan pribadi di daerah mereka. Budaya serta gaya hidup
sehari-hari masyarakat lokal dimana hal itu sangat menarik bagi wisatawan. Dengan
peran masyarakat desa tersebut dapat meningkatkan perekonomian mereka dan
masyarakat akan sadar bahwa pariwisata bermanfaat bagi mereka. Menurut Bushel
dan McCool, 2007 (dalam Michael Muganda, Agnes Sirima1 and Peter Marwa Ezra
2013: 1), masyarakat lokal hidup berdampingan dengan kawasan lindung atau
atraksi wisata utama.
Jamal dan Stronza, 2009 (dalam Michael Muganda, Agnes Sirima1 and Peter Marwa
Ezra 2013: 1) menegaskan bahwa melibatkan masyarakat lokal dalam
pengembangan pariwisata di dalam dan di sekitar kawasan atraksi wisata yang
akan dikembangkan sangat penting dalam menghubungkan antara tata kelola dan
penggunaan sumber daya dalam tujuan pengembangan wisata. Selain dari
pekerjaan sehari-hari mereka, masyarakat lokal bisa mendapatkan keuntungan
tambahan dari kegiatan pariwisata serta keterlibatan masyarakat lokal dalam
pengembangan pariwisata dapat juga bermanfaat karena masyarakat lokal
dapat secara langsung terlibat dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan
terhadap pengembangan daerah masyarakat itu sendiri yang dilakukan efektif
dimana didasarkan pada adat asli daerah setempat, pekerjaan sehari-hari
masyarakat setempat, pemberdayaan sosial masyarakat, perlindungan warisan
budaya, serta penciptaan pengalaman berbasis alam, dan apresiasi lintas budaya
yang ditunjukkan kepada wisatawan.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-35
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
3. Packages
Semua destinasi memiliki satu paket dan program perjalanan wisata yang dapat
dibeli dan digunakan oleh wisatawan. Paket disusun oleh agen-agen perjalanan, tur
operator, dan lain sebagainya serta menggabungkan banyak unsur dari keseluruhan
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-36
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
destinasi. Semua itu diselenggarakan baik dengan tema perjalanan atau jadwal rute
perjalanan yang didasarkan pada hubungan industri pariwisata. Menurut
Westwood, Morgan, Pritchard, and Ineson, 1999 dalam David Bowie dan Jui Chi
(2005:304) paket wisata adalah produk pelayanan yang melibatkan banyak
komponen.
Paket wisata memiliki karakteristik khusus pada jasa musiman sesuai dengan iklim
dan permintaan wisatawan, hal-hal yang bersifat intangible (tidak terlihat) yaitu
servis dari penyedia paket wisata kepada wisatawan, pengaturan wisatawan agar
tidak terjadi over capacity untuk mencegah kerusakan yang akan terjadi,
keberagaman atraksi wisata yang ditawarkan, serta memperhatikan permintaan
wisatawan serta penawaran produk dari sebuah destinasi pariwisata. Paket wisata
menggabungkan elemen keras (hard element) yaitu tour leader dan elemen lunak
(soft element).
Menurut Richard Sharpley (2006: 71) Dalam menciptakan sebuah paket wisata
terdapat tiga tahapan yang harus diperhatikan :
Menurut Judy Allen (2009:9) terdapat lima prinsip yang harus dipertimbangkan
ketika merencanakan sebuah program :
a. The Elements
Dalam merencanakan sebuah event dan festival hal pertama yang perlu
diperhatikan adalah fokus pada setiap pekerjaan yang akan dilakukan, melihat
gambaran besar dan merencanakan anggaran. Semua hal yang berpengaruh
terhadap perencanaan harus diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap
perencaaan. Unsur- unsur itu dapat meliputi :
1) Transportasi tamu
2) Akomodasi tamu
4) Keamanan
b. The Essentials
c. The Environment
1) Lokasi
2) Tanggal
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-38
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
3) Musim
4) Waktu
Selain penentuan venue, penentuan tema dalam event dan festival juga
harus dipertimbangkan sesuai dengan jenis acara serta pengunjung yang
akan datang. Berikut merupakan beberapa tema dalam event dan festival
seperti Classic, Modern, Country, Cultural, Formal, Casual, Romantic, Fun,
Intimate, Outdoor, Themed, Seasonal, Holiday, Beach, dan Sports.
d. The Energy
e. The Emotion
Menurut Shone and Parry (2004) dalam “Tourism, Festival and Cultural
Event in Times of Crisis” (terlihat pada bagan 2.1), bahwa sebuah dari special
event sebagai service memiliki karakteristik diantaranya:
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-39
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
1) Perishability – tidak dapat berulang dengan cara yang sama, hanya dapat
dilakukan sekali, setelah itu pengalaman yang didapat akan berbeda jika
dilakukan untuk yang berikutnya (Geocacher, Vilosparta, 2007)
2) Ambience and service – Suasana dan service yang didapat pada saat event
berlangsung.
3) Labour intensity – Dalam upacara adat ngayu-ayu, aspek ini tidak dapat
dijadikan parameter karena upacara dilakukan oleh para tetua adat dan
masyarakat, bukan oleh professional.
4) Fixed timescale – urutan proses dalam event (rundown)
5) Intangible – service yang diberikan pada saat melihat event tidak dapat
dipegang melainkan hanya dapat dirasakan.
6) Personal interaction – Interaksi antar sesama penonton, masyarakat dan
pelaku upacara dapat membuat event lebih dapat dinikmati (Shone and
Parry, 2004)
7) Ritual or ceremony – ritual adat atau upacara tradisional
Berdasarkan konsep tersebut di atas, maka indikator yang dapat dijadikan acuan dalam
mengidentifikasi kesiapan desa menjadi desa wisata dapat digambarkan sebagai
berikut:
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-40
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
DAYA TARIK
KEUNIKAN/ 1 Potensi keunikan Daya tarik atau Daya tarik/ atraksi yang Daya tarik atau atraksi
DIFERENSIASI dan daya tarik wisata atraksi yang dimiliki memiliki diferensiasi yang tidak dimiliki oleh
DESA yang khas baik oleh desa pada (walaupun secara kawasan lain
berupa lingkungan umumnya karakteristik sama dengan (kekhasan)
alam pedesaan tempat lain)
4 Hasil Karya/ Tidak ada Ada tapi tidak khas Ada dan sangat
Kerajinan khas/unik
LETAK GEOGRAFIS 11 Jarak lokasi dari jalan SANGAT CUKUP JAUH.Lokasi DEKAT.Lokasi wisata
raya utama JAUH.Lokasi wisata wisata berjarak 2km-5km berjarak < 2km dari
berjarak > 5km dari dari jalan raya, dengan jalan raya, dengan
jalan raya, dengan berjalan kaki maupun berjalan kaki maupun
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-42
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
FAKTOR PENDUKUNG
INFRASTRUKTUR
Jalan Akses 15 Kualitas Jalan Raya Buruk karena dalam Cukup, sudah dilakukan Baik, sudah dilakukan
kondisi berbatu pengerasan pengaspalan
16 Jalan Setapak Di Bangunan jalan Jalan setapak yang Jalan setapak yang
Dalam Desa tidak sesuai dengan dibangun cukup sesuai dibangun di destinasi
jenis objek dan dengan keadaan alam dan pariwisata telah sesuai
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-44
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
18 Papan Petunjuk Tidak terdapatnya Salah satu dari papan Terdapatnya papan
papan petunjuk petunjuk dimiliki oleh petunjuk di destinasi
- Arah Menuju
didalam destinasi destinasi pariwisata pariwisata
Destinasi
pariwisata
Pariwisata
- Petunjuk atraksi
dan fasilitas wisata
Transportasi 20 Kendaraan Umum Desa wisata tidak Desa wisata dapat dicapai Desa Wisata dapat
dapat dicapai dengan kendaraan umum dicapai dengan
dengan kendaraan secara terbatas (sewa kendaraan umum
umum angkot, ojeg dll)
22 Listrik Kapasitas listrik Daya listrik yang tersedia Daya listrik yang
tidak dapat cukup memadai dan dipergunakan dalam
mencukupi seluruh memenuhi kebutuhan objek mencukupi
kebutuhan dalam seluruh objek, meskipun seluruh kebutuhan
objek. dalam pelaksanaannya kebutuhan dalam
kerap terjadi gangguan objek dengan stabilitas
aliran sangat tinggi,
23 Air Bersih Kapasitas air bersih Kapasitas air dalam objek Kebutuhan akan air
dalam objek tidak cukup memenuhi bersih terpenuhi
dapat memenuhi
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-46
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
24 Sistem Pembuangan Tidak ada saluran Terdapat saluran limbah Sudah terdapat saluran
Limbah limbah dalam dalam kawasan namun limbah dalam kawasan
kawasan, sehingga keadannya kurang dan dalam kondisi yang
limbah tidak terawat, berfungsi cukup terawat dan berfungsi
terkelola dengan baik dgn baik
baik
SUPRASTRUCTURE
27 Paket Wisata Tidak tersedianya Tersedia paket wisata tapi Tersedia paket wisata
paket wisata belum dimanfaatkan/ dan sudah
terjual kepada wisatawan dimanfaatkan/terjual
kepada wisatawan
31 Bank/money JAUH, lokasi >5 km, CUKUP JAUH, lokasi 3 km- DEKAT, lokasi 1-2 km
changer/ATM 5 km
33 Kantor polisi/pos JAUH, >10 km ,Jarak CUKUP JAUH, 5 km-10 DEKAT,< 5 km,Jarak
polisi Kantor polisi/pos km, Jarak Kantor Kantor polisi/pos polisi
polisi dengan polisi/pos polisi dengan dari destinasi wisata
destinasi wisata destinasi wisata utama utama tidak terlalu
utama sangat jauh. cukup jauh jauh
37 Fasilitas Kesehatan Tidak tersedianya Tersedia fasilitas untuk Tersedia fasilitas untuk
dan Keselamatan fasilitas kesehatan menjamin kesehatan dan menjamin kesehatan
dan keselamatan keselamatan wisatawan dan keselamatan
yang dapat (P3K, Medical Pos, dsb) wisatawan (P3K,
menjamin namun ketersediaan alat- Medical Pos, dsb)
keselamatan alatnya terbatas dengan kelengkapan
berwisata alat-alat keselamatan
yang sangat memadai/
lengkap
38 Fasilitas Keamanan Tidak adanya Tersedia fasilitas dalam Tersedia fasilitas dalam
fasilitas dalam bentuk apapun untuk bentuk apapun untuk
bentuk apapun menanggulangi menanggulangi
untuk kemungkinan gangguan kemungkinan
menanggulangi keamanan (mis:bencana gangguan keamanan
kemungkinan alam, pencurian) namun (mis:bencana alam,
gangguan ketersediaan pencurian) dan
keamanan peralatannya sangat memiliki kelengkapan
terbatas peralatan yang sangat
memadai
ORGANISASI 39 Status pengelolaan Belum ada Status pengelolaan desa Status pengelolaan
PENGELOLAAN organisasi atau wisata masih dibawah desa wisata dikelola
kelembagaan yang pengelolaan penuh oleh organisasi
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-51
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
PASAR & 43 Potensi Pasar Belum dikunjungi Sudah dikunjungi tapi Sudah menjadi tujuan
PEMASARAN Wisatawan oleh wisatawan masih relatif wisata bagi wisawatan
rendah/sedikit atau mancanegara dan
terbatas pada wisatawan nusantara
nusantara
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-52
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
45 Persepsi dan Citra NEGATIF .Hanya BELUM BAIK, sedang- POSITIF dan istimewa
Desa Wisata dikenal oleh orang sedang/biasa-biasa saja. sebagai best
tertentu dalam Dikenal baik oleh destination. Dikenal
skala lokal/masih wisatawan lokal dan baik oleh wisatawan
berupa wacana dan regional lokal, regional, nasional
desas-desus dan internasional
47 Informasi Desa Media dan Media dan informasi Media dan informasi
Wisata Pariwisata informasi tentang tentang kondisi destinasi tentang kondisi
kondisi destinasi pariwisata cukup destinasi pariwisata
-
pariwisata sangat memadai sangat memadai
tidak memadai
Brosur Brosur
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-53
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
50 Prosedur dan SOP Tidak memiliki Memiliki prosedur dan Memiliki prosedur dan
Manajemen Krisis prosedur dan SOP SOP namun tidak SOP dan dilaksanakan
o Pencegahan Manajemen Krisis dilaksanakan dengan secara optimal
o Kesiapan secara optimal
o Tindakan
o Pemulihan
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-54
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Penilaian / Score:
1. Dikategorikan desa wisata Embrio jika desa wisata memiliki score antara 56 -111
2. Dikategorikan desa wisata Berkembang jika desa wisata memiliki score antara 112 –167
3. Dikategorikan desa wisata Maju jika desa wisata memiliki score > 168
Metode pendekatan yang akan digunakan untuk melaksanakan penelitan ini berupa :
1. Menyusun rencana kerja, desk study, termasuk jadwal survey
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-56
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Menurut Inskeep (1991: 245), desa wisata adalah dimana sekelompok kecil wisatawan
tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, biasanya di desa-desa yang
terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat. Maksud
dari pengertian tersebut adalah desa wisata merupakan suatu tempat yang memiliki ciri
dan nilai tertentu yang dapat menjadi daya tarik khusus bagi wisatawan dengan minat
khusus terhadap kehidupan pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik utama dari
sebuah desa wisata adalah kehidupan warga desa yang unik dan tidak dapat ditemukan
di perkotaan.
Beberapa kriteria-kriteria umum yang harus dimiliki desa wisata antara lain 1) Memiliki
potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas berupa lingkungan alam pedesaan
maupun kehidupan sosial budaya masyarakat, 2) Memiliki fasilitas pendukung seperti
akomodasi/penginapan, ruang interaksi masyarakat dengan wisatawan/tamu, Visitor
Center atau fasilitas pendukung lainnya, 3) Memiliki interaksi dengan wisatawan interaksi
ini tercermin dari kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut. Pengembangan desa
menjadi sebuah tujuan wisata tentu akan memicu terjadinya isu-isu krusial seperti
akulturasi budaya.
Suatu kawasan dikatakan dapat menjadi desa wisata harus memperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut (Syamsu dalam Prakoso, 2008):
1. Faktor kelangkaan adalah sifat dari atraksi wisata yang tidak bisa dijumpai atau
langka di tempat lain.
2. Faktor kealamiahan adalah sifat atraksi wisata yang belum pernah mengalami
perubahan akibat campur tangan manusia.
3. Keunikan, yakni sifat atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif dibanding
objek wisata lain.
4. Faktor pemberdayaan masyarakat yang mampu menghimbau agar masyarakat ikut
serta dan diberdayakan dalam pengelolaan objek wisata di daerahnya.
Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Pengembangan Destinasi
Pariwisata Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2013: 24), komponen desa
wisata yaitu:
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-58
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Berdasarkan Pengembangan Desa Wisata Hijau (Kementerian Koperasi & UKM;20) telah
ditetapkan tingkatan perkembangan desa wisata terbagi menjadi 3 (tiga) kategori yang
meliputi :
Dalam konteks pembangunan desa wisata yang berklasifikasi Desa Wisata Embrio, maka
konsep pengembangannya dapat dijelaskan pada model berikut ini :
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-59
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Gambar 3.1
Adapun perincian kegiatan dari masing-masing langkah sebagai desa embrio dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Travel Agent yang datang tentang kualitas terhadap paket wisata maupun
kekurangan serta sarannya.
Gambar 3.2
Pengelolaan Desa Wisata Berkembang
Adapun perincian kegiatan dari masing-masing langkah sebagai desa berkembang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
mengantisipasi pertumbuhan aktivitas dan wisatawan, pada fase ini sudah dilakukan
pembagian zonasi pada wilayah desa. Adapun pembagian zonasi dapat dilakukan
dengan contoh sebagai berikut :
a. Zona Homestay
b. Zona Makan dan Minum
c. Zona Kemping
d. Zona Gathering
e. dll
3. Peningkatan kondisi aksesibilitas inter
Peningkatan kualitas aksesibilitas menuju desa wisata semakin dibutuhkan apabila
dirasakan jumlah kunjungan wisatawan semakin tinggi. Beberapa peningkatan
kondisi aksesibilitas menuju desa wisata antara lain :
a. Papan petunjuk arah
b. Lahan Parkir
c. Alat transportasi desa ( apabila dibutuhkan)
d. Pengaspalan Jalan (apabila dibutuhkan dan dilakukan oleh pemerintah daerah)
e. Pintu Gerbang (apabila dibutuhkan)
4. Peningkatan pemanfaatan kehidupan dan budaya masyarakat:
Meskipun pada tipe desa embrio telah dilakukan pemanfaatan, pada tahapan desa
berkembang bahwa pola kehidupan dan budaya masyarakat lebih dikuatkan nilai-
nilai keunikan dan kearifan baik dari kualitas maupun partisipasinya sehingga dapat
menjadi daya tarik wisata. Hal-hal yang dapat ditingkatkan pemanfaatan kehidupan
dan budaya masyarakat sebagai produk desa wisata antara lain :
a. Peningkatan variasi kuliner
b. Pengembangan souvenir khas
c. Pengembangan budaya masyarakat ; kesenian, pengolahan dan penyajian
makanan dll
Melalui langkah ini, desa wisata akan memiliki kearifan lokal serta unsur identitas
lokalitas.
Sebagai desa wisata berkembang yang telah dikunjungi wisatawan dalam jumlah
yang tinggi akan memiliki dampak baik kepada lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial. Pada langkah ini pihak pengelola (Kompepar/Pokdarwis) bersama dengan
pemerintah desa melakukan identifikasi permasalahan yang terjadi dalam
operasionalisasi desa wisata dan melalui diskusi ini dicarikan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Adapun pemetaan permasalahan pada umumnya dapat
terbagi kedalam ;
a. Permasalahan Dampak Lingkungan
b. Permasalahan Pengelolaan Desa Wisata
c. Permasalahan Pembagian dan Pengelolaan Hasil Usaha
d. Permasalahan Sosial
e. dll
Format yang dapat digunakan dalam langkah ini minimal adalah sebagai berikut :
2 Pembagian dan
Pengelolaan Hasil
Usaha
3 Dan lain-lain
Pemetaan permasalahan serta solusi yang dilakukan secara periodik melalui FGD
diharapkan akan meminimalisasi benturan dan bias nilai atau terjadinya hegemoni
nilai atau dominasi nilai di desa wisata
Kinerja desa wisata pada tahap ini akan dilihat pada peningkatan jumlah wisatawan
serta hasil terhadap pendapatan dari aktivitas wisatawan di desa wisata. Secara
umum laporan terhadap jumlah wisatawan dilaporkan secara periodik (bulanan)
kepada pemerintah daerah maupun masyarakat desa, dan laporan pendapatan dari
kedatangan wisatawan dilaporkan/disosialisasikan kepada seluruh masyarakat desa.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-69
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Dalam konteks peningkatan kualitas desa wisata yang berklasifikasi Desa Wisata Maju,
maka konsep pengembangannya dapat dijelaskan pada model berikut ini :
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN PEMASARAN
INDUSTRI DESA
DESA WISATA DESA WISATA DESA WISATA
WISATA
Gambar 3.3
Dalam fase ini masyarakat memiliki peran lebih intensif dalam pengelolaan maupun
pengembangan desa wisata, masyarakat melalui kelompok-kelompok akan berperan
aktif dalam proses manajemen desa wisata.
Kecermatan mengidentifikasi peranan, kontribusi dan kepentingan komponen
pariwisata di destinasi melalui peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja
sehingga mampu meredam pertikaian atau konflik dalam masyarakat. Kondisi ini
dapat terwujud dengan pelaksanaan musyawarah melalui rapat desa wisata yang
dilakukan secara periodik atau isidental.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pada pengelola desa dan pelaku usaha di
desa merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan profesionalisme
pengembangan dan pengelolaan desa wisata. Program pendidikan dan pelatihan
yang diikutsertakan diharapkan memiliki sertifikasi berkualifikasi nasional serta
dibiayai secara mandiri atau berpartisipasi dalam program DIKLAT Provinsi maupun
Kementerian, Beberapa contoh peningkatan sumber daya manusia antara lain :
a. Pendidikan Fotografy
b. Pendidikan Manajemen
c. Pendidikan Keuangan dan Akunting
d. Pendidikan Media Grafis
e. Pendidikan On Line Marketing
f. Dll
Paket wisata merupakan salah satu daya tarik dalam upaya meningkatan kapasitas
desa wisata. Diversifikasi paket wisata adalah dengan menyesuaikan dengan sumber
daya yang dimiliki sehingga memiliki nilai kebaharuannya. Teknik diversifikasi paket
wisata adalah :
a. Dilakukan mandiri oleh pengelola
b. Melakukan kerjasama dengan Travel Agent/Travel Operator
c. Melakukan benchmarking dengan desa wisata lain
d. Browsing di internet
1. Intensitas Promosi desa wisata sebagai destinasi pariwisata serta sebagai industri:
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-74
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Pengelola desa wisata melakukan promosi desa wisata sebagai destinasi pariwisata
baik secara off line maupun on line. Kabaharuan data dan informasi merupakan hal
yang paling penting dalam melakukan promosi.
Selain desa wisata sebagai destinasi, promosi juga dilakukan terhadap usaha
masyarakat sehingga usaha tersebut mampu dijual kepada masyarakat secara luas,
tidak hanya kepada wisatawan yang datang.
Event dan festival merupakan salah satu fungsi promosi penting bagi destinasi
pariwisata dalam meningkatkan kinerja destinasi pariwisata. Penyelenggaraan event
dan festival sebaiknya memiliki kriteria antara lain :
a. terkait dengan pola kehidupan masyarakat atau mata pencaharian masyarakat
b. terkait dengan hasil produk utama desa, mis : buah-buahan
c. diprediksi untuk dapat dilakukan secara periodik dan berkelanjutan
d. dibiayai secara mandiri atau dengan menggunakan sponsor
3. Peningkatan kerjasama dengan pelaku wisata lainnya antar desa wisata atau
destinasi pariwisata lainnya:
Kualitas produk desa wisata yang baik pada fase ini secara umum dapat melakukan
kerjasama dengan pelaku wisata lainnya maupun antar desa wisata maupun
destinasi pariwisata lainnya. Kerjasama tersebut bisa dalam bentuk antara lain :
BAB 4
CONTOH EMPIRIK PENGEMBANGAN
DESA WISATA
di dusun Doga. Jarak Desa Nglanggeran dari ibukota kecamatan adalah 4 km, 20 km
dari ibukota kabupaten dan berjarak 25 km dari ibukota propinsi. Batas administratif
Desa Nglanggeran adalah:
1. Sebelah utara :Ngoro-oro
2. Sebelah timur :Nglegi
3. Sebelah selatan :Putat
4. Sebelah barat :Salam
Beberapa bukti lapangan yang menunjukkan bahwa sebelumnya pernah ada aktivitas
vulkanis adalah dengan terlihat banyaknya batuan sedimen vulkanik klastik seperti
batuan breksi andesit, tufa dan adanya aliran lava andesit di Gunung Nglanggeran.
Bentuk kawah Gunung Api Purba Nglanggeran dapat ditemukan di puncak Gunung
Nglanggeran. Selain potensi gunung api purba, di Kawasan Gunung Api Purba
Nglanggeran juga ditemukan fauna dan flora langka, seperti tanaman tremas (tanaman
obat yang hanya hidup di kawasan ekowisata Gunung Api Purba), kera ekor panjang di
sekitar Gunung Api Purba berkembang kegiatan seni dan budaya lokal seperti bersih
desa dll. Dengan adanya potensi tersebut di Desa Nglanggeran juga dapat
dikembangkan desa wisata. Jadi ada 2 potensi pengembangan yaitu Kawasan Ekowisata
Gunung Api Purba dan Desa Wisata Pesona Purba Nglanggeran. Untuk desa wisata
dikembangkan menuju desa budaya dan desa pendidikan, dimana dapat melakukan
aktivitas belajar tentang flora fauna, cocok tanam, seni budaya dan juga belajar hidup
bermasyarakat dengan tatakrama (unggah-ungguh). Hal ini yang menjadi Desa
Nglanggeran termasuk kategori wisata budaya dan warisan atau desa tradisional.
Daya Tarik utama Adanya Gunung Api Purba dan panorama alam yang indah serta
area pertanian dan persawahan di Desa Nglanggeran
Daya Tarik pendukung Adanya Kawasan Embung (waduk mini) diatas bukit seluas 0,34
Ha untuk pengairan kebun buah seluas 20 Ha dengan
pemandangannya.
II. DAYA TARIK BUDAYA
Daya Tarik utama upacara adat kirab budaya rasulan, atraksi kesenian jathilan,
dan upacara adat masyarakat.
Daya Tarik pendukung Kehidupan masyarakat desa dengan aktivitas gotong royong
dan ramah, budaya kenduri, karawitan serta beberapa adat
lokal yang masih terjaga.
III. DAYA TARIK KERAJINAN
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-78
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Daya Tarik utama Adanya kerajinan kayu berupa topeng dan gelang
Daya Tarik pendukung Adanya paket belajar membuat kerajinan yaitu batik topeng
IV. DAYA TARIK KULINER
Daya Tarik utama Adanya makanan Khas dodol kakao dan Brownis Singkong
Daya Tarik pendukung Ada workshop pengolahan yang digunakan sebagai paket
pendidikan pembuatan dodol kakao dan brownis singkong
V . DAYA TARIK BUATAN
Daya Tarik utama Wahana permainan outbond,
flying fox,
Embung (waduk mini)
Paket Pendidikan di alam (bertani, budidaya kakao, paket cinta
lingkungan)
Daya Tarik pendukung SDM dari pemuda yang masih energik
Lokasi kegiatan yang representative
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2018
Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran berada di ketinggian 700 mdpl, menjadi salah
satu spot moment sunrise yang sering diburu para pecinta mentari pagi, ke kawasan
tersebut membutuhkan waktu sekitar 50-60 menit. Gunung Gedhe sebutan puncak
barat Gunung Api Purba ini memiliki kondisi yang sedikit luas tapi tidak dapat
digunakan untuk camping/ mendirikan tenda. Jika ingin camping atau mendirikan
tenda dapat dengan sedikit ke bawahnya sekitar 50 meter, terdapat camping ground
yang sangat strategis sekaligus dapat berlindung dari angin di Puncak Gunung Api
Purba. Dari Puncak Gunung Gedhe dapat juga menikmati kemegahan Gunung Lima
Jari.
Foto by : Dedy Triyana (Lomba Foto Geosite Gunung Sewu UNESCO Global Geopark)
3. Embung Nglanggeran
Embung (tampungan air) Kebun Buah Nglanggeran di Desa Wisata Nglanggeran
memiliki luas 0,34 Ha, digunakan sebagai pengairan kebun buah durian dan
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-80
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
kelengkeng. Jenis durian yang ditanam adalah jenis durian Montong dan
kelengkengnya adalah Kane. Terletak sekitar 1,5 KM sebelah tenggara pintu masuk
Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba. Embung Nglanggeran adalah Embung
pertama di DI.Yogyakarta, dibangun pada pertengahan 2012 dan diresmikan oleh
Gubernur D.I.Yogyakarta pada tanggal 19 Februari 2013. Waduk mini yang berada di
ketinggian 495 mdpl ini menjadi favorit para pemburu senja dengan keindahan
sunset yang ditawarkan. Selain itu, menjadi rekomendasi dan tempat belajar bagi
Desa atau daerah yang ingin membangun Embung. Lokasi parkir di kawasan Embung
Nglanggeran juga sangat luas cocok digunakan untuk acara gathering atau temu
komunitas, baik motor, mobil ataupun pecinta sepeda.
dukungan dari Dishutbun Gunungkidul, BPTBA LIPI Yogyakarta dan Bank Indonesia
kantor Cabang Yogyakarta. Menciptakan inovasi pengolahan kakao dari hulu sampai
hilir dilakukan oleh masyarakat Desa. Di Griya Cokelat Nglanggeran juga dapat
mengetahui proses pembuatan aneka produknya, belajar dan praktek pembuatan
dodol kakao sampai mencicipi produk hasil karya sendiri.
Selain daya tarik wisata alam, Desa Ngaleran juga menawarkan aktivitas dan keunikan lokal
yang dikembangkan menjadi daya tarik wisata antara lain :
1. Kegiatan Pertanian
a. Menjadikan paket wisata bertani di sawah dengan belajar membajak, menanam
padi, memanen, hingga proses menjadi beras dan dimasak menjadi nasi. Semua
langkah diamati dari panen sampai memasak makanan sendiri.
b. Belajar budidaya kakao dari proses membuat bibit, menanam, fermentasi,
pengeringan dan pengolahannya menjadi makanan.
2. Kegiatan Budaya Lokal
a. Paket belajar tata lokal (unggah-ungguh), yaitu mengangkat budaya lokal berupa
tatakrama kebudayaan Jawa khususnya Jogja untuk dikenalkan kepada
wisatawan lokal dan mempraktekannya selama tinggal di desa tentang sopan
santun setempat, menyapa orang, mengkomunikasikan gerak tubuh.
b. Paket belajar karawitan, yaitu belajar memainkan musik gamelan bersama
masyarakat maupun anak-anak. Di sini memiliki 2 grup kesenian karawitan untuk
dewasa dan anak-anak. Seperangkat alat musik ini dapat menghasilkan musik
tradisional yang indah.
c. Paket belajar kesenian Jatilan, yaitu kegiatan belajar bersama kelompok kesenian
Jatilan yang masing-masing dusun miliki, dari memainkan alat musik hingga
tariannya. Jatilan dikenal dengan kuda Lumping, yaitu tarian magis tradisional
penduduk setempat dengan menggunakan kuda tenun dari bambu yang disebut
kepang. Pertunjukan ini tidak hanya memberi kesempatan untuk melihat
pertunjukan yang menghipnotis tapi juga memberi kesempatan untuk terlibat
dalam mempersiapkan pertunjukan mulai dari kostum sampai musik.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-82
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
b. Gathering
c. Paket Makrab
d. Paket Kemping
Lahan seluas 48 Ha mulai dilakukan penghijauan oleh warga masyarakat dan juga
pemuda karang taruna. Setelah kondisi lingkungan mulai hijau, semakin nyaman dan
memiliki daya tarik wisata, mendapatkan dukungan dari Dinas Budpar Gunungkidul
melalui promosi (FAM Tour) di tahun 2007. Dengan peningkatan kapasitas SDM pemuda
Nglanggeran yang melakukan studi dan juga mengenal teknologi, promosi menggunakan
media Teknologi Informasi sangat mendukung dalam pengenalan Gunung Api Purba
menjadi kawasan wisata.
Sebelum 2007 pengelolaan tidak dijalankan tapi setelah terjadi gempa 26 Mei 2006
hingga di tahun 2007, maka karang taruna mulai melakukan pengelolaan kawasan
wisata dengan pendampingan dari Dinas Budpar Gunungkidul. Dibuat sebuah lembaga
BPDW (Badan Pengelola Desa Wisata) yang melibatkan seluruh komponen masyarakat
dari Ibu PKK, Kelompok Tani, Pemerintah Desa dan juga pemuda karang taruna.
Setelah terbentuk BPDW disepakati dan ditetapkan untuk pengelola teknis lapangan
adalah pemuda-pemudi karang taruna selaku pengelola Kawasan Ekowisata Gunung Api
Purba. Dengan mendapatkan beberapa pelatihan dari Dinas Budpar Gunungkidul dan
Dinas Pariwisata DIY serta adanya beberapa SDM dari pengurus yang menempuh
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-86
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Komposisi struktur organsasi ini dilakukan diperbaharui setiap 4 (empat) tahun sekali,
dan komposisi diatas merupakan struktur organisasi pada masa kepengurusan tahun
2016-2019. Beberapa kebijakan desa Nglanggeran yang dapat diidentifikasi sebagai
kebijakan yang membawahi lingkup pengelolaan desa wisata antara lain :
1. Peraturan desa No 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Kekayaan Desa
2. Peraturan desa No 2 Tahun 2016 Tentang Pungutan Desa
3. Peraturan desa No 3 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa
4. Peraturan desa No 4 Tahun 2016 Tentang Pendapatan dan Belanja Desa
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-87
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
5. Peraturan desa No 5 Tahun 2016 Tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa Keputusan Kepala Desa No 2 Tahun
2016 Tentang Tim Pengelola Kegiatan (TPK)
6. Keputusan Kepala Desa No 3 Tahun 2016 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK)
7. Keputusan Kepala Desa No 4 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Tim Perumus
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPD)
8. Keputusan Kepala Desa No 11 Tahun 2016 Tentang Pengelola Kekayaan Desa
Desa Candirejo dapat dicapai melalui salah satu dari tiga kota besar, yaitu Semarang,
Solo, dan Yogyakarta. Beberapa transportasi darat tersedia untuk digunakan berkunjung
ke desa Candirejo. Jarak Semarang ke desa Candirejo sekitar 90 km. Bila berangkat dari
bandara Ahmad Yani Semarang, dapat menggunakan taksi untuk mencapai desa
Candirejo. Bila menggunakan bus, tersedia rute Semarang-Magelang. Dari Magelang
menuju desa Candirejo, dapat memakai jasa angkutan umum, ojek, atau delman.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-88
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Jarak Solo ke desa Candirejo sekitar 100 km. Untuk menuju desa Candirejo dari kota
Solo, dapat memakai jasa taksi yang berangkat dari lapangan udara Adi Sumarno Solo.
Bisa juga menggunakan bus yang berangkat dari terminal Tirtonadi ke terminal
Umbulharjo. Dari terminal Umbulharjo, tersedia bus yang mengantar ke terminal
Borobudur. Dan dari terminal Borobudur, tersedia sarana angkutan umum, ojek, dan
delman/andong yang menuju ke desa Candirejo. Jarak Yogyakarta ke desa Candirejo
sekitar 40 km. Dari kota ini menuju desa Candirejo, tersedia beberapa sarana
transportasi. Taksi dapat digunakan langsung menuju ke desa Candirejo dari lapangan
udara Adi Sutjipto Yogyakarta. Bila menggunakan bus, rute terminal Umbulharjo menuju
terminal Borobudur dapat dipergunakan. Dari terminal Borobudur menuju desa
Candirejo, dapat menggunakan jasa angkutan umum, ojek, dan delman/andong.
Desa Candirejo adalah satu dari sepuluh desa yang dijadikan sasaran pelaksanaan NRM-
LCE Project. Natural Resources Management for Local Community Empowerment (NRM-
LCE) Project atau Proyek Pengelolaan sumber-sumber daya Alam bagi Keberdayaan
Masyarakat Lokal adalah proyek yang dilaksanakan antara Yayasan PATRA-PALA,
masyarakat setempat dan pemerintah daerah kabupaten Magelang yang didukung oleh
dana hibah dari Japan International Corporation Agency (IICA).
yang meliputi rencana pembangunan pariwisata untuk mendukung ekonomi kreatif dan
produktif masyarakat serta upaya pengembangan desa wisata.
Desa Cibuntu adalah salah satu desa wisata yang menggali keanekaragaman, kekhasan
dan keunikan potensi Daya Tarik Wisata alam maupun budaya. Kesadaran dan peran
masyarakat dalam menciptakan usaha-usaha berupa produk dan jasa dengan
mengutamakan pelayanan yang terkait edukasi, rekreasi, pengembangan seni budaya
serta usaha masyarakat lainnya di bidang kepariwisataan dalam memenuhi kebutuhan
wisatawan. Tujuannya adalah terpeliharanya kualitas lingkungan, nilai tradisi budaya
masyarakat, serta terwujudnya binaan fisik yang merupakan sarana pendukung bagi
wisatawan.
Merupakan satu kawasan desa yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih 1.000 jiwa.
Letaknya berada di ujung bawah kaki Gunung Ciremai. Secara administratif Desa Cibuntu
berada di area Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Meski berada di
kawasan Kabupaten Kuningan Jawa Barat, tapi karena lokasinya berada di perbatasan
antara Kuningan dan Kota Cirebon sehingga desa ini lebih dekat dengan Kota Cirebon
yaitu jarak tempuhnya kurang lebih 45 menit. Sedangkan waktu tempuh dari pusat Kota
Kuningan yaitu sekitar 1 jam setengah atau kurang lebih 20 km.
Berwisata ke Kabupaten Kuningan tidak lengkap jika tidak mengunjungi desa wisata
Cibuntu. Sebuah desa wisata yang termasuk unik, karena di lingkungan desa banyak
ditemukan situs-situs purbakala. Desa ini masuk ke Kecamatan Pasawahan, Kabupaten
Kuningan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon. Desa tersebut sudah ada
sejak jaman batu (Megalitikum). Ini terlihat jejaknya masih ada berupa kuburan batu
yang masuk dalam situs purbakala di Kabupaten Kuningan.
Berada di ujung Barat Kabupaten Kuningan, desa ini tepat berada di lereng gunung
Ciremai. Sehingga udara di desa ini sangat sejuk dan menyegarkan. Tanaman hijau
menjadi pemandangan khas di kawasan desa wisata ini. Keramahan warga desa yang
menyapa setiap tamu atau wisatawan yang berkunjung ke desa Cibuntu, membuat
wisatawan akan semakin merasa nyaman di desa ini. Desa wisata di bawah kaki gunung
Ceremai terlihat sangat hijau dengan tanaman padi dan tanaman hutan yang masih
terjaga kelestariannya.
Desa Wisata Cibuntu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan merupakan desa yang
masih alami dengan jumlah penduduk 100 jiwa dan keberadaannya paling
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-93
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
diujung/buntu, setelah batas desa Cibuntu selanjutnya hutan pinus. Keberadaan lokasi
Desa Cibuntu di lereng Gunung Ciremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat,
dengan waktu jarak tempuh dari Kota Cirebon 45 menit. Jarak ke desa wisata dari
Bandung 140 km/ sekitar 4 jam. Dari kabupaten 10 km/ sekitar 45 menit, dari kecamatan
3 km/ sekitar 10 menit.
Situs tersebut berkaitan dengan asal mula dari Desa Cibuntu dan mata air yang masih
terjaga di desa tersebut. Menurut kepala desa Cibuntu, Awam, keberadaan situs itu
dijaga warga, karena banyak memberikan kehidupan bagi masyarakat, juga memberikan
manfaat bagi masyarakat, situs-situs dapat menjadikan desa ini ditunjuk jadi desa wisata
oleh Pemkab Kuningan.
Selain dari beberapa situs sejarah beberapa daya tarik lain dari Desa Wisata Cibuntu
antara lain:
1. Kampung Kambing
Kampung Kambing sendiri pada awalnya bukan diperuntukan sebagai daya tarik para
pengunjung. Dimana awalnya kandang kambing berada di dekat rumah para warga
yang memiliki kambing, karena alasan
kesehatan sehingga kandang kambing
ditempatkan khusus di satu area agar
lingkungan sekitar tidak tercemar.
Setelah Desa Cibuntu ini terbentuk
menjadi desa wisata, kawasan ini pun
dijadikan salah satu daya tarik lain.
Sehingga dinamakan Kampung
Kambing. Total kambing kurang lebih 1.500 dengan jumlah kandang sebanyak 75
buah.
fasilitas makan 3 kali yang sudah disediakan. Selain itu terdapat fasilitas lain khusus
bagi para pengunjung buper yaitu kolam renang.
5. Homestay
Desa wisata Cibuntu memiliki homestay bernama Dahlia 2 dengan nama pemiliki Iyus
yang beranggota 6 orang. Ada 6 kamar yang disewakan 2 kamar. Promosi yang
dikembangkan dalam mengembangkan homestay melalui paket wisata yang
dipasarkan oleh kompepar yang bernama Ciremai Indah. Bentuk promosinya dengan
medsos dan internet. Untuk kunjungan home stay tahun 2015 sebanyak 42 orang,
2016 sebanyak 81 orang, 2017 sebanyak 103 orang dan 2018 sampai April 53 orang.
Sementara aktivitas yang dilakukan para pengunjung Desa Wisata Cibuntu, antara
lain sepeda gunung, agrowisata, wisata sejarah dan pengunjung dapat menginap di
home stay serta dapat menikmati berbagai macam kuliner khas Desa Cibuntu. Di
Desa Wisata Cibuntu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan terdapat juga
mata air Cikahuripan.
Di desa itu terdapat sebuah air terjun dengan ketinggian lebih dari 25 meter. Air
terjun ini dinamakan Curug Bongsreng terletak agak jauh dari pemukiman warga,
curug yang berada di tebing batu, sehingga harus berjalan kaki kurang lebih 2 km
melalui jalan setapak dan jalur tangga, juga menyusuri hutan serta perkebunan milik
warga.
Di kaki Gunung Ceremai terdapat sebuah situs yang disebut situs Bujal Dayeuh dan
Hulu Dayeuh. Menurut warga setempat, jalan setapak di situs Bujal Dayeuh ini
merupakan jalan terdekat ke puncak Ceremai. Namun keberadaan desa wisata ini
tidak diselaraskan dengan bangunan khas masyarakat desa. Hampir 90 persen
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-97
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
bangunan rumah di desa tersebut terbuat dari semen (di cor), sehingga
menghilangkan kesan suasana pedesaan. Walaupun kehidupannya masih
mempertahankan masyarakat desa. Begitu juga jalanan desa yang diaspal serta
saluran air yang dibeton serta listrik sudah menyala. Desa Cibuntu dipimpin oleh
seorang kepala desa.
Ada beberapa hal tentang Desa Cibuntu yang berkaitan dengan pariwisata, seni dan
budaya:
1. Untuk Pariwisata, di Desa Cibuntu terdapat situs-situs. Salah satu yang unik namanya
situs Loa. Situs yang tersusun rapih dan ada satu batu besar mirip sebuah meja
kemudian dikelilingi batu-batu kecil seperti sebuah kursi, disampingnya ada aliran air
dan dibawah pohon loa.
2. Untuk seni, masyarakat Desa Cibuntu pada dasarnya banyak yang berjiwa seni
misalkan ada seorang tokoh tua yang merintis adanya grup sandiwara dan reog.
3. Untuk budaya, Desa Cibuntu merupakan sebuah desa yang diperkirakan sudah ada
sejak jaman batu. Perkiraan itu bukan tanpa dasar karena di Desa Cibuntu pernah
ditemukan benda-benda purbakala berupa alat yang dibuat dari batu, Giok dan lain-
lain. Budaya sikap gotong royong masih dipertahankan dalam melakukan kegiatan-
kegiatan, seperti pembangunan rumah, saling membantu biaya rumah sakit, biaya
persalinan, dan lain-lain.
Beberapa objek wisata yang dikenal dan dekat dengan Desa Wisata Cibuntu:
a. Central Batik Trusmi, Gua Sunyaragi, Keraton Cirebon + 30 menit
b. Lingga jati, pemandangan air panas Sangkanurip + 30 menit
c. Kolam ikan ajaib Cibulan + 30 menit
d. Kolam ikan Dewa Pasawahan + 20 menit
e. Pemandian alam Cipanas + 20 menit
f. Talaga Remis + 30 menit
2. Untuk persiapan tracking & tour disarankan peserta membawa sepatu karet, sandal
jepit, topi, pakaian lengan panjang, celana panjang, lotion anti nyamuk, dan obat-
obatan khusus bagi pengidap penyakit tertentu.
3. Cuaca Desa Cibuntu dingin, peserta disarankan membawa jaket / sweeter/ mantel.
4. Untuk harga paket khusus akan disesuaikan dengan jumlah peserta dan lamanya
kunjungan.
5. Harga sewaktu-waktu dapat berubah
Tahun pendirian desa wisata tahun 2012. Dan memiliki SK Dinas Kabupaten tapi belum
memilki SK Desa. Dalam pengembangan desa wisata ini dikelola oleh kelompok
masyarakat yang mengendalikan pelayanan bagi wisatawan, sehingga upaya diversifikasi
objek wisata yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelestarian
seni budaya dan ramah lingkungan terwujud. Kelompok sosial terkait pariwisata terdiri
dari:
1. Kelompok sadar wisata (Kompepar Ciremai Indah) berjumlah 15 orang
2. Kelompok pemandu wisata (Generasi Muda Cibuntu) berjumlah 7 orang
3. Kelompok sanggar kerajinan (KWT) berjumlah 10 orang
4. Kelompok seni budaya (Karuhun Manggung) berjumlah 15 orang
5. Kelompok homestay (Sedia 60 kamar) berjumlah 31 orang
6. Kelompok jasa fotografi berjumlah 2 orang
7. Kelompok tani / Kampung Kambing berjumlah 40 orang
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-101
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
Kunjungan wisatawan Nusantara tahun 2016 adalah 11.233 dan tahun 2017 sebanyak
32.804. Kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2016 25 orang dan tahun 2017
sebanyak 5 orang. Peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat dalam bidang usaha
pariwisata pada tahun 2016 Rp 650.000/bulan dan tahun 2017 adalah Rp 900.000/
bulan.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-102
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pedoman desa wisata sebagai tahapan dalam mengimpementasikan sebuah desa untuk
menjadi desa wisata:
1. Pada umumnya setiap desa berpotensi untuk menjadikan desa sebagai desa wisata,
apabila masyarakat, pengelola desa atau dinas terkait mampu memulai dengan
mengidentifikasi potensi yang dimiliki. Buku pedoman ini berikan acuan memulai
untuk bisa melakukan self assessment desanya pada tahapan apa desanya untuk
menjadi desa wisata kemudian langkah dan tindak lanjut seperti apa yang harus
dilakukan untuk menjadikan desa wisata yang maju.
2. Desa wisata merupakan desa yang dikelola dengan pelibatan masyarakat sehingga
organisasi dari masyarakat seiring berkembangnya desa yang memiliki dana
operasional, karena dibantu oleh pemerintah maka diperlukan pertanggungjawaban
secara legalitas sehingga pembentukan organisasi pengelolaan desa wisata harus
berada didalam struktur desa dengan badan hukum yang capable.
3. Sesuai dengan pengembangannya, buku pedoman ini diperlukan peningkatan atau
penambahan pada instrumennya, jadi sebaiknya setelah 2 tahun dapat diperbaiki
dan disesuaikan dengan kebutuhannya.
5.2 REKOMENDASI
1. Dalam pengelolaan desa wisata diperlukan sinergitas dari berbagai instansi/ dinas terkait
untuk memudahkan dalam pemahaman dan pengelolaan desa wisata
2. Diperlukaan pembetukan badan hukum yang legal dalam mengelola desa wisata baik
berupa BUMDES maupun Koperasi, dan dimasukkan dalam struktur desa sehingga
kegiatan pengelolaan desa wisata masuk kedalam program desa yang akan didanai oleh
dana desa.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-103
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
3. Diperlukan secara berkala sosialisasi kepada masyarakat bahwa desa wisata investornya
adalah masyarakat yang memiliki aktifitas dan lahan dimana masyarakat terlibat secara
langsung sebagai pengelola walaupun ada keterlibatan investor harus berkomitmen
bahwa masyarakat yang harus memanfaatkan dalam hasil pengembangannya.
DINAS PARIWISATA & KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA BARAT | I-104
PEDOMAN PENGELOLAAN DESA WISATA
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Judy. 2009. Confessions Of An Event Planner: Case Studies From The Real World Of
Events: How To Handle The Unexpected And HowTo Be A Master Of Discretion. J.
Willey & Sons Canada
Bowie, David & Jui Chi. 2005. Tourist Satisfaction: A View From A Mixed International
Guided Package Tour. Journal Of Vacation Marketing 11(4):303-322
Geocacher, Vilosparta. 2007. Tourism, Festivals And Cultural events In Times Of Crisis.
Copenhagen Business School Publications
Goodwin, Harold & Rosa Santili. 2009. ICRT Occasional Paper 11 Responsible Tourism
Kiper, Tugba & Ozdemir, Gulen. 2012. Tourism Planning In Rural Areas And Organizaton
Possibilities. Gramedia Pustaka Utama
Newsome et,al (2002). Natural Area Tourism, Second edition. Channel Vie Publication
Pitana & Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Andi Offset. Jogyakarta
Robert & Hall, Derek. 2001. Rural Tourism & Recreation. Wallingford, UK; New York:
CABI Pub
Suansri, Pontjana. 2003. Community Based Tourism Hand Book. Thailand: Rest Project
DATA PENULIS
Lia Afriza, SE.,MM., lahir di Semarang 26 september 1963.
Menyelesaikan pendidikan strata di universitas Parahyangan Bandung
1990, dan pendidikan Strata 2 di Universitas Pasundan Bandung tahun
2006. Pengalaman pekerjaan dirintis dengan menjadi dosen di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata tahun 1993 dengan memulai karir
menjadi Sekretaris Prodi Manajemen Pariwisata, Kaprodi Manajemen Pariwisata, Kaprodi
Usaha Perjalanan Pariwisata, Pembantu Ketua Bidang Akademik dan sekarang Satuan
Internal Audit. Pengalaman dalam organisasi kepariwisataan bergabung dalam Komunitas
Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat dan Badan Promosi Kota Bandung. Kegiatan
pengayaan keilmuan menjadi tenaga peneliti dan tenaga ahli pada kajian kepariwisataan di
beberapa Dinas Pariwisata Kota/Kabupaten dan Propinsi Jawa Barat. Dan kegiatan
pengabdian masyarakat sebagai narasumber di beberapa daerah tentang pengembangan
desa wisata dan pemberdayaan masyarakat di desa pada kota dan kabupaten di Jawa Barat.
Selain kegiatan di atas juga aktif dalam menulis kepariwisataan dalam jurnal dan prosiding.