Analisis Miskonsepsi Kimia Pada Pembelajaran Termokimia Siswa Kelas Xi Sman 2 Sukoharjo
Analisis Miskonsepsi Kimia Pada Pembelajaran Termokimia Siswa Kelas Xi Sman 2 Sukoharjo
Analisis Miskonsepsi Kimia Pada Pembelajaran Termokimia Siswa Kelas Xi Sman 2 Sukoharjo
id
SKRIPSI
oleh
WAHYU PUJI LESTARI
K3304010
SKRIPSI
oleh
WAHYU PUJI LESTARI
K3304010
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan
salam penulis curahkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang setulusnya atas bantuan yang telah diberikan kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin atas penyusunan skripsi ini.
2. Sukarmin, M.Si, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pendidikan Alam, yang telah menyetujui atas permohonan penyusunan
skripsi ini.
3. Dra. Bakti Mulyani, M.Si selaku Ketua Program Kimia yang telah
memberikan izin atas penyusunan skripsi ini.
4. Elfi Susanti VH, S.Si, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing I yang dengan tulus dan sabar telah memberikan bimbingan dan
pengarahannya sehingga skripsi ini dapat selesai.
5. Dra. Tri Redjeki, M.S selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Drs. Joko Sugiharto selaku Kepala Sekolah SMAN 2 Sukoharjo yang telah
memberikan izin penelitian di SMAN 2 Sukoharjo.
7. Sri Martini R., S.Pd selaku guru Kimia yang mengajar di kelas XI IPA yang
telah bersedia mengijinkan pelaksanaan penelitian di kelas tersebut.
8. Semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diharapkan untuk meningkatkan kualitas karya sejenis di masa yang akan datang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
hanya meniru atau merefleksikan apa yang diajarkan atau apa yang ia baca
melainkan menciptakan pengertian.
Pembentukan konsep merupakan proses induktif (Ratna Wilis Dahar,
1989:81). Jika anak dihadapkan dengan stimulus-stimulus dari lingkungannya, ia
akan mengabstraksi sifat-sifat atau atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai
stimulus-stimulus tersebut. Fakta menunjukkan bahwa otak siswa sudah terisi
pengetahuan yang berhubungan dengan pelajaran yang didapat dari pengalaman.
Dengan demikian siswa telah membentuk suatu intuisi dan “teori siswa” yang
belum tentu benar. Intuisi ini membentuk suatu prakonsepsi dari yang sederhana
sampai kompleks, cukup logis, dan konsisten serta sulit diubah. Prakonsepsi yang
dibawa siswa dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi terkadang berbeda dengan
konsep ilmiah. Biasanya prakonsepsi ini kurang lengkap atau kurang sempurna
sehingga perlu dikembangkan dan dibenahi dalam pelajaran formal di sekolah.
Tidak jarang bahwa konsep awal ini meskipun berbeda dengan konsep ilmiah
dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki atau diubah selama pendidikan formal.
Hal ini disebabkan konsep yang salah ini mampu menjelaskan persoalan yang
terjadi di lingkungan mereka. Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep
ilmiah inilah yang biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep.
Miskonsepsi terjadi jika pemahaman siswa terhadap suatu konsep berbeda
dengan apa yang dimaksud oleh masyarakat ilmiah atau konsepsi ilmuwan.
Selain prakonsepsi yang salah dan metode pengajaran yang kurang tepat seperti
yang telah disebutkan, miskonsepsi juga dapat terjadi karena pemakaian buku teks
yang kurang tepat, pengetahuan guru yang kurang memadai, dan keterbatasan kata
atau bahasa yang digunakan oleh guru.
Mata pelajaran kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari tentang
sifat, struktur materi, komposisi materi, perubahan materi, serta energi yang
menyertai perubahan materi secara umum yang diperoleh melalui hasil-hasil
eksperimen dan penalaran (Depdiknas, 2003:2). Taber dalam Ghassan Sirhan
(2007:2) menyebutkan bahwa kurikulum kimia biasanya menyertakan banyak
konsep-konsep abstrak, yang berpusat pada pembelajaran lebih lanjut pada baik
ilmu kimia maupun ilmu lainnya.commit to userilmu kimia, konsep-konsep yang
Di dalam
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id
dipelajari saling mempunyai keterkaitan dan hubungan yang tidak dapat berdiri
sendiri antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Di dalam materi
termokimia terdapat banyak konsep ilmu yang terkait dengan konsep-konsep pada
materi yang sebelumnya. Konsep ilmu tersebut membutuhkan pemahaman yang
tinggi sehingga besar kemungkinan terjadinya miskonsepsi dalam bentuk konsep
klasifikasional, korelasional, atau teoritik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari daftar nilai pengetahuan dan
pemahaman konsep SMAN 2 Sukoharjo kelas XI IA.2 tahun ajaran 2006/2007
dan 2007/2008, hasil belajar pada bidang studi kimia SMAN 2 Sukoharjo rata-rata
masih rendah. Pada tahun pelajaran 2006/2007 rata-rata nilai semester untuk mata
pelajaran kimia 64,00 sedangkan pada tahun pelajaran 2007/2008 menjadi 65,03.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Rosilasari (2001:43),
rendahnya hasil belajar siswa secara umum dapat terjadi oleh beberapa hal antara
lain, (1) pemahaman siswa terhadap suatu masalah belum tuntas, akibatnya
konsep-konsep yang dimaksud belum dipahami, (2) terjadinya miskonsepsi
terhadap konsep-konsep esensial yang mengganggu pemahaman siswa terhadap
konsep tertentu, (3) rendahnya kualitas pembelajaran di kelas akibat dari
rendahnya mutu guru baik dari segi penguasaan materi maupun dari segi
metodologinya.
Proses belajar mengajar yang banyak dijumpai di SMAN 2 Sukoharjo
adalah dengan menggunakan metode ceramah. Melalui metode ceramah, siswa
akan banyak memiliki pengetahuan tetapi tidak terlatih untuk menemukan
pengetahuan baru, untuk menemukan konsep, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan (Conny Semiawan dkk, 2008:24). Guru menyampaikan informasi
berupa fakta-fakta pada siswa yang merupakan proses transfer konsep dari guru ke
siswa melalui ceramah. Terkadang siswa salah menafsirkan maksud penjelasan
dari guru. Sering juga pada siswa terjadi ketidakpastian pada tahap pengumpulan
dan pemrosesan banyak data, mempertimbangkan cara pemecahan lain yang
mungkin, dan akhirnya menentukan pilihan. Jika hal ini terus terjadi, akan terjadi
kesalahan pemahaman konsep atau miskonsepsi pada siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, terdapat beberapa masalah
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan hasilnya. Permasalahan yang
berkaitan dengan konsep termokimia pada penelitian ini adalah:
1. Apakah telah terjadi miskonsepsi kimia pada pembelajaran termokimia siswa
SMAN 2 Sukoharjo.
2. Bentuk miskonsepsi kimia apa yang terjadi pada siswa SMAN 2 Sukoharjo.
3. Apa yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi kimia pada pembelajaran
termokimia siswa SMAN 2 Sukoharjo.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian harus mempunyai arah yang jelas dan pasti, sehingga perlu
diberikan batasan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi
masalah, maka pengkajian dan pembatasan masalah dititikberatkan pada :
1. Sampel penelitian
Siswa yang digunakan sebagai sampel adalah siswa kelas XI SMAN 2
Sukoharjo Tahun Ajaran 2008/2009.
2. Materi pelajaran
Materi pokok termokimia mempunyai konsep yang banyak sehingga hanya
diambil konsep-konsep yang dimungkinkan pada siswa terjadi miskonsepsi
yaitu konsep-konsep:
a. reaksi eksoterm dan endoterm
b. perubahan entalpi
c. energi ikatan
d. perubahan entalpi penguraian
e. hukum Hess
f. commit to user
perubahan entalpi pembakaran (Rosilasari, 2001:43)
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
D. Perumusan Masalah
Dari masalah yang timbul, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terjadi miskonsepsi kimia pada pembelajaran termokimia siswa
SMAN 2 Sukoharjo?
2. Bagaimanakah bentuk miskonsepsi kimia yang dialami oleh siswa SMAN 2
Sukoharjo?
3. Apakah penyebab terjadinya miskonsepsi kimia pada pembelajaran
termokimia siswa SMAN 2 Sukoharjo?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Terjadi atau tidaknya miskonsepsi kimia dalam pembelajaran termokimia
siswa SMAN 2 Sukoharjo.
2. Bentuk miskonsepsi kimia yang terjadi pada siswa SMAN 2 Sukoharjo.
3. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi kimia pada pembelajaran
termokimia siswa SMAN 2 Sukoharjo.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru kimia di SMAN 2 Sukoharjo
bahwa analisis miskonsepsi dapat digunakan untuk mengetahui apakah telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar Konsep
Seringkali siswa dalam kegiatan belajar hanya menghafal suatu konsep
tanpa memperhatikan hubungan dengan konsep sebelumnya. Hal ini
menyebabkan konsep baru tidak masuk dalam jaringan konsep yang berada dalam
kepala siswa tetapi berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep yang lain.
Akibatnya konsep tersebut tidak memiliki arti sebab arti konsep berasal dari
hubungan dengan konsep lain (Berg, 1991:9).
Ratna Wilis Dahar (1989:79) menyatakan bahwa belajar konsep merupakan
hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun
(building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses
mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-
generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui
aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep
yang diperolehnya.
Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989:81) berpendapat bahwa konsep-
konsep diperoleh dengan dua cara yaitu formasi konsep (concept formation) dan
asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep terutama merupakan
bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah atau bisa
disebut prakonsepsi (prior knowledge). Menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar
(1989:81), formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep
konkret. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-
konsep selama dan sesudah sekolah.
Teori belajar yang mendasari belajar konsep adalah teori kognitifitas dimana
proses belajar lebih penting daripada hasil belajar itu sendiri. Pendekatan-
pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-
konsep dan pada bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif
(Ratna Wilis Dahar, 1989:84). commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
telah kita setujui bersama. Nama-nama atau kata-kata ini adalah simbol-
simbol arbitrer digunakan untuk menyatakan konsep-konsep, yang
merupakan abstraksi internal itu. Nama-nama itu sendiri bukanlah
konsepnya.
Ratna Willis Dahar (1989:79) menyatakan bahwa konsep merupakan
penyajian-penyajian internal dari sekelompok stimulus-stimulus. Konsep-
konsep itu tidak dapat diamati, konsep-konsep harus disimpulkan dari
perilaku. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal dari suatu
konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan-hubungan
antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain.
Brunner ,seperti yang dikutip oleh Degeng (1989), memandang bahwa
suatu konsep memiliki lima unsur dan seseorang dikatakan memahami suatu
konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu. Kelima unsur
konsep tersebut adalah :
1). Nama
Nama adalah istilah yang diberikan pada suatu kategori.
2). Contoh-contoh
Contoh-contoh mengacu kepada suatu konsep, yang meliputi contoh
positif (meliputi contoh konsep) dan contoh negatif (contoh bukan
konsep).
3). Karakteristik
Karakteristik atau atribut mengacu pada kekhususan-kekhususan atau
ciri-ciri umum yang menyebabkan kita memasukkan contoh-contoh
dalam kategori yang sama. Dalam hal ini harus dibedakan karakteristik
pokok dengan karakteristik yang tidak pokok dari suatu konsep.
4). Rentangan karakteristik
Rentangan karakteristik mengacu kepada karakteristik-karakteristik
yang dapat diterima oleh suatu konsep sehingga dapat dipakai untuk
membedakan suatu konsep dengan konsep yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
5). Kaidah
Kaidah mengacu pada suatu definisi atau pernyataan yang
menspesifikasikan karakteristik-karakteristik pokok suatu konsep.
Kaidah yang jelas menyatakan hakekat dari suatu konsep dengan
menunjukkan semua karakteristik pokok.
Menurut Moh. Amien (1987:15), konsep adalah suatu ide atau gagasan
yang digeneralisasikan dari pengalaman tertentu yang relevan. Dengan
demikian untuk membentuk suatu konsep diperlukan pengalaman dan
generalisasi serta abstraksi dan ciri-ciri suatu objek untuk mempermudah
komunikasi manusia.
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuknya. Menurut Moh.
Amien, konsep dapat dibedakan berdasar bentuknya menjadi tiga yaitu :
1) Konsep klasifikasional
Bentuk konsep ini didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta ke dalam
bagan-bagan yang terorganisir. Dengan kata lain fakta tertentu
diorganisir untuk menerangkan suatu objek atau suatu gejala.
Contoh : Insekta adalah hewan berkaki enam dan tubuhnya terdiri dari
kepala, dada dan perut.
2) Konsep korelasional
Konsep ini dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling
berhubungan atau observasi-observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep
ini terdiri dari suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara
dua variabel yang dirumuskan dengan jika … maka ….
Contoh : Apabila udara di dalam sebuah botol tertutup dipanasi, maka
tekanan udara di dalamnya akan naik.
3) Konsep teoritik
Bentuk konsep ini mempermudah penjelasan terhadap fakta atau
kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir. Konsep ini
menyangkut proses pengembangan mulai dari yang diketahui sampai
yang tidak diketahui.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
Pada suatu proses belajar mengajar, sering ditemui suatu masalah yang
dapat menghambat tercapainya indikator yang telah ditentukan. Salah satu
penghambat tersebut yaitu terjadinya miskonsepsi pada siswa. Menurut Paul
Suparno (2008:29), secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat diringkas
dalam lima kelompok yaitu siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode
mengajar.
Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti
prakonsepsi, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan
teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan
guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat, atau
sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab
miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian
yang salah dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama, dan bahasa
sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode
mengajar yang hanya menekankan satu segi sering memunculkan salah
pengertian pada siswa.
Abraham dan kawan-kawan (1992), membagi derajat pemahaman
konsep menjadi tiga kelompok yaitu derajat memahami konsep, miskonsepsi,
dan tidak memahami konsep. Pengelompokan ini berdasar pada
pengelompokan derajat pemahaman yang telah dilakukan oleh Marek (1986)
dan dikutip oleh Abraham (1992) seperti terlihat dalam Tabel 1.
Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan tes diagnostik. Dari tes
diagnostik, kemampuan siswa dalam mengerjakan soal dapat diketahui dan
disimpulkan dari jawaban-jawaban soal tersebut. Tes objektif beralasan
adalah salah satu cara tes diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi. Dengan tes objektif beralasan maka suatu item dapat dikontrol
dengan item yang lain, di mana keduanya mempersoalkan hal yang sama.
Siswa dianggap menguasai apabila bisa mengerjakan kedua item itu dengan
benar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
reaksi-reaksi kimia, tetapi juga perlu sebagai pengetahuan dasar untuk pengkajian
teori ikatan kimia dan struktur (Keenan, 1984 : 473).
a. Hukum kekekalan energi dalam sistem dan lingkungan
Setiap materi memiliki energi. Energi biasanya dinyatakan sebagai
kapasitas atau kemampuan untuk melakukan kerja, yang dimiliki oleh suatu
zat dan dapat menyebabkan terjadinya suatu proses. Salah satu bagian kimia
yang berkaitan dengan energi adalah termodinamika. Hukum termodinamika
pertama pada dasarnya adalah hukum kekekalan energi yang menyatakan
bahwa pada perubahan fisika dan kimia, energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.
Pada pembahasan termodinamika dan termokimia dikenal istilah sistem
dan lingkungan. Sistem adalah zat atau proses yang sedang dipelajari
perubahan energinya sedangkan segala sesuatu di luar sistem dengan apa
sistem mengadakan pertukaran energi disebut lingkungan. Misalnya, kita
mereaksikan zat A dan zat B di dalam sebuah tabung reaksi. Lingkungannya
adalah tabung reaksi serta udara yang berada di luar tabung reaksi, sedangkan
sistemnya adalah zat A dan zat B.
kalor
kalor kalor
(a) lingkungan (b)
Gambar 1. Proses reaksi : (a). eksoterm dan (b) endoterm
Energi yang dikandung oleh suatu zat atau materi dapat digolongkan
ke dalam energi kinetik atau energi potensial. Energi kinetik adalah energi
yang dimiliki suatu benda apabila benda itu bergerak seperti molekul-molekul
dalam zat cair. Minyak dan batu bara mempunyai energi yang dibebaskan
pada saat pembakaran sebagai kalor.
commit Energi semacam itu disebut energi
to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
potensial. Energi total yang dimiliki suatu benda adalah jumlah energi kinetik
dan energi potensial.
Jika kita tinjau suatu zat yang dalam keadaan diam (tidak bergerak),
maka zat tersebut hanya memiliki energi potensial, yaitu energi yang
tersimpan dalam zat yang disebut energi dalam (internal energy) dan
disimbolkan dangan U. Dapat dikatakan bahwa energi dalam (U) adalah
energi total dari suatu zat dalam keadaan diam pada keadaan tertentu. Energi
dalam suatu zat atau sistem dapat berubah jika zat atau sistem itu menyerap
atau membebaskan kalor. Jika suatu zat atau sistem menyerap kalor maka
energi dalamnya akan bertambah. Pertambahan energi dalam ini
menyebabkan kenaikan suhu. Sebaliknya, jika suatu zat atau sistem
membebaskan kalor maka energi dalamnya akan menurun. Penurunan energi
dalam menebabkan penurunan suhu. Energi dalam suatu zat juga dapat
berubah jika zat itu melakukan atau menerima kerja. Jika zat melakukan
kerja, maka energi dalamnya akan berkurang walaupun zat itu tidak melepas
kalor. Sebaliknya jika zat atau sistem menerima kerja maka energi dalam
sistem bertambah. Harga mutlak dari energi dalam tidak dapat ditentukan
tetapi perubahan energi dalam (∆U) dapat ditentukan dengan menggunakan
hukum pertama termodinamika yaitu :
∆U = q – w
Keterangan:
∆U : perubahan energi dalam sistem
q : kalor yang dilepaskan atau diserap sistem, bernilai positif jika
sistem menyerap kalor dan bernilai negatif jika sistem
melepaskan kalor
w : kerja yang dilakukan atau diterima sistem, bernilai positif jika
sistem melakukan kerja dan bernilai negatif jika sistem
menerima kerja
(Michael Purba, 2000:20)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
DH = HP - HR
R R P P
P R
P R
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
ΔHfº H2O(l) = -286 kJ/mol maka entalpi penguraian H2O(l) menjadi gas
hidrogen dan gas oksigen adalah +286 kJ/mol, persamaan termokimianya
adalah sebagai berikut :
H2O(l) → H2(g) + ½O2(g) ; ∆H°d = +286 kJ/mol
4). Perubahan entalpi pembakaran
Reaksi suatu zat dengan oksigen disebut reaksi pembakaran. Zat-zat
yang mudah terbakar adalah unsur karbon, hidrogen, belerang atau
senyawa-senyawa dari unsur-unsur tersebut. Perubahan entalpi pada
pembakaran sempurna 1 mol suatu zat yang diukur pada 298 K dan 1 atm
disebut perubahan entalpi pembakaran standar (∆H°c). Misalkan ∆H°c
dari metana adalah –802 kJ/mol, maka persamaan termokimianya adalah
sebagai berikut :
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g) ; ∆H°c = –802 kJ/mol
(Parning dkk, 2006:56-60)
e. Kalorimeter
Pengukuran jumlah kalor yang dilepaskan pada suatu reaksi kimia
disebut kalorimetri. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur
perubahan entalpi suatu reaksi disebut kalorimeter. Banyaknya kalor yang
dibebaskan ataupun diserap diperoleh dengan menaruh suatu kuantitas yang
ditimbang dari pereaksi-pereaksi dalam wadah, membiarkan reaksi
berlangsung, dan kemudian mencatat perubahan temperatur dalam air di
sekitarnya. Dari bobot bahan-bahan yang terlibat (air, hasil reaksi, dan
kalorimeter), perubahan temperaturnya, dan kapasitas panas, maka banyaknya
perubahan kalor selama reaksi dapat dihitung (Keenan, 1984:475).
Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram zat
sebesar 1oC atau 1 K disebut kalor jenis. Kalor jenis dinyatakan dalam joule
per gram per derajat Celcius (J g-1 oC-1) atau joule per gram Kelvin (J g-1 k-1).
Secara umum berlaku rumus :
q = m.c.Dt
dengan :
commit to user
q = jumlah kalor (dalam joule)
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
q = C.Dt
Dengan :
q = jumlah kalor
C = kapasitas kalor
Dt = perubahan suhu (takhir – tawal)
(Michael Purba, 2000:28-29)
f. Hukum Hess atau hukum penjumlahan kalor
Berdasarkan hasil percobaan German H. Hess ,orang Swiss-Rusia,
tentang kalor reaksi menyatakan bahwa apabila suatu reaksi dapat dinyatakan
sebagai penjumlahan aljabar dari dua atau lebih reaksi, maka kalor reaksi juga
merupakan penjumlahan aljabar dari kalor yang menyertai reaksi-reaksi itu.
Hukum Hess pada dasarnya merupakan bagian dari hukum
termodinamika pertama atau hukum kekekalan energi yang berkaitan dengan
reaksi kimia. Hukum ini menyatakan bahwa kalor reaksi yang dilepaskan atau
diserap oleh suatu reaksi tidak bergantung dari kondisi zat-zat yang bereaksi
dan zat-zat hasil reaksi. Salah satu contoh adalah pembakaran karbon (grafit).
Jika karbon dibakar dengan oksigen berlebihan terbentuklah karbondioksida
menurut persamaan :
C(S) + O2(g) à CO2(g) DH = -394 kJ.………………………(1)
Reaksi diatas dapat dilangsungkan menurut dua tahap. Mula-mula
karbon dibakar dengan oksigen yang terbatas sehingga membentuk karbon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
CO + 1
2
O2(g) àCO2(g) DH = -283 kJ………………....……(3)
Jika kedua tahap di atas, persamaan (2) dan (3) dijumlahkan, maka diperoleh :
C(S) + 1
2
O2(g) à CO(g) DH = -111 kJ
CO + 1
2
O2(g) àCO2(g) DH = -283 kJ
+
C(S) + O2(g) à CO2(g) DH = -394 kJ
(Michael Purba, 2000:33)
Hukum Hess dapat dinyatakan dalam bentuk diagram siklus atau
diagram tingkat energi. Diagram siklus dan diagram tingkat energi untuk
pembakaran karbon yang dibahas di atas diberikan pada Gambar 3.
Keadaan Awal Keadaan Akhir
2C(grafit) + 2O2(g) DH1 = -788 kJ 2CO2(g)
Lintasan 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
1.664 kJ
Maka energi ikatan rata-rata C-H, D C-H =
4mol
= 416 kJ mol-1
Nilai 416 kJ/mol ini merupakan energi ikatan rata-rata per mol ikatan
commitadalah
C-H. Energi ikatan rata-rata to user energi rata-rata per ikatan yang
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
DHo = Senergi ikatan pereaksi yang putus - Senergi ikatan produk yang terbentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berfikir
Dalam memahami konsep baru yang diberikan oleh guru, tidak semua siswa
mempunyai pemahaman dan penafsiran yang sama. Ada siswa yang benar-benar
memahami konsep yang diberikan guru sesuai dengan konsep para ahli, tetapi ada
juga siswa yang mengalami miskonsepsi, bahkan ada juga siswa yang sama sekali
tidak memahami konsep-konsep yang diberikan oleh guru.
Dalam materi termokimia, konsep yang terdapat di dalamnya berhubungan
dengan konsep-konsep materi sebelumnya yang diberikan oleh guru misalnya
konsep mol dan stoikiometri. Terjadinya pencampuran antara konsep-konsep yang
baru diberikan oleh guru dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa serta adanya
hambatan-hambatan siswa seperti intelegensi, keterbatasan siswa dalam
memanfaatkan inderanya akan memungkinkan terjadinya miskonsepsi. Konsep
dalam termokimia dapat dikelompokkan dalam tiga konsep yaitu klasifikasional,
korelasional, dan teoritik. Adanya miskonsepsi pada konsep-konsep tersebut
sangat dimungkinkan sehingga penelitian miskonsepsi perlu dilakukan.
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Terdapat miskonsepsi kimia pada pembelajaran termokimia siswa kelas XI
SMAN 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2008 / 2009.
2. Miskonsepsi kimia pada pembelajaran termokimia terjadi dalam bentuk
konsep klasifikasional, korelasional dan teoritik.
3. Penyebab miskonsepsi yaitu kondisi siswa, interaksi antara guru dan siswa,
penggunaan buku pegangan, serta pemberian metode pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Sejalan dengan masalah dan tujuan yang ada maka penelitian ini
dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif. Tujuan dari metode ini adalah
membuat gambaran atau mendeskripsikan secara faktual fakta-fakta yang
diperoleh dari subjek penelitian.
C. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2010 : 157), sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan dan selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata sebagai sumber
data dalam penelitian ini digali dari empat sumber sebagai berikut.
1. Peristiwa, yaitu proses belajar mengajar kimia khususnya yang terkait dengan
masalah termokimia di kelas yang menjadi tempat penelitian.
2. Hasil Tes Diagnostik, merupakan jawaban atas tes yang dirancang peneliti
untuk mengetahui pemahaman konsep termokimia dari siswa SMAN 2
Sukoharjo.
3. Informan, yaitu sejumlah siswa yang terindikasi mengalami miskonsepsi
dalam konsep termokimia, berdasarkan telaah hasil tes diagnostik.
4. Dokumen, yaitu informasi tertulis yang dapat digunakan sebagai data
tambahan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMAN 2 Sukoharjo. Dokumen
yang dipilih adalah buku pelajaran dan LKS yang digunakan di SMA tersebut
commit to user
yang mengulas konsep termokimia.
28
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes diagnostik
miskonsepsi. Tes diagnostik miskonsepsi merupakan alat penelitian yang
dirancang khusus untuk mengidentifikasi miskonsepsi (Treagust, 1988:159-169).
Tes diagnostik miskonsepsi dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti
dari soal-soal termokimia yang dibuat oleh guru kimia sekolah yang bersangkutan.
Tes ini terdiri atas konsep-konsep termokimia. Setiap butir soal disusun
berdasarkan proposi-proposi penting yang berkaitan dengan konsep-konsep pada
pembelajaran termokimia melalui observasi pendahuluan di lapangan.
Hasil observasi yang bersumber dari guru SMA, buku acuan, LKS, dan soal-
soal yang memuat konsep-konsep termokimia, diseleksi dan dianalisis. Temuan
letak-letak konsep yang dimungkinkan siswa mengalami miskonsepsi digunakan
sebagai acuan dalam menyusun tes diagnostik. Instrumen selanjutnya dicobakan
kepada siswa kelas XI IPA 1 SMAN 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2008/2009.
Kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebagai berikut :
1. Uji Validitas
Validitas adalah kualitas yang menunjukan hubungan antara suatu
pengukuran dengan tujuan kriteria belajar. Pada penelitian ini syarat validitas
yang digunakan adalah validitas isi dan validitas butir soal. Suatu tes dikatakan
commit
mempunyai validitas isi apabila to user mengukur bahan pelajaran yang
tes tersebut
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
Keterangan :
rpbis : koefisien korelasi biserial
Mp : rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt : rerata skor total
St : standar deviasi dari skor total
p : proporsi siswa yang menjawab benar
q : proporsi siswa yang menjawab salah
Kriteria pengujian
Kriteria item dinyatakan valid jika rxy > rtabel
Kriteria item dinyatakan tidak valid jika rxy ≤ rtabel
(Suharsimi Arikunto, 2007:337)
Kriteria validitas suatu tes (rxy) adalah sebagai berikut :
0,91 ─ 1,00 : Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90 : Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70 : Cukup (C)
0,21 ─ 0,40 : Rendah (R)
Negatif ─ 0,20 : Sangat Rendah (SR)
(Masidjo, 2006:243)
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas soal menunjukan tingkat keterandalan soal. Suatu alat
pengukur dikatakan reliabel jika alat tersebut menghasilkan hasil pengukuran
yang benar-benar dapat dipercaya. Untuk menghitung reliabilitas tes
commit to user
digunakan rumus KR-20.
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
n St2 - ∑pq
rtt =
n -1 St2
keterangan :
rtt = koefisien reliabilitas
n = jumlah item
S = deviasi standar
P = indeks kesukaran
q =1–P
(Masidjo, 2006:233)
Klasifikasi reliabilitas tes adalah sebagai berikut :
0,91 – 1,00 = sangat tinggi
0,71 – 0,90 = tinggi
0,41 – 0,70 = cukup
0,21 – 0,40 = rendah
Negatif – 0,20 = sangat rendah
(Masidjo, 2006:209)
3. Taraf Pembeda Soal Suatu Item
Taraf pembeda suatu item adalah taraf sampai di mana jumlah jawaban
benar dari siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (pandai) berbeda dari
siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah (kurang pandai) untuk suatu item
(Masidjo, 1995:196). Perbedaan jawaban benar dari siswa tergolong kelompok
atas dan bawah disebut Indeks Diskriminasi (ID).
Keterangan :
ID : indeks diskriminasi
KA : jumlah jawaban benar yang diperoleh
dari siswa tergolong kelompok atas
KB : jumlah jawaban benar yang diperoleh
commit to user
dari siswa tergolong kelompok
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
bawah
NKA atau NKB : jumlah siswa yang tergolong
kelompok atas atau bawah
NKA atau NKB x Skor maksimal : perbedaan jawaban benar dari siswa-
siswa yang tergolong kelompok atas
dan bawah yang seharusnya
diperoleh
(Masidjo, 2006:198)
Kualifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut :
0,80 ─ 1,00 : Sangat Membedakan (SM)
0,60 ─ 0,79 : Lebih Membedakan (LM)
0,40 ─ 0,59 : Cukup Membedakan (CM)
0,20 ─ 0,39 : Kurang Membedakan (KM)
Negatif ─ 0,19 : Sangat Kurang Membedakan (SKM)
(Masidjo, 2006:201)
4. Taraf Kesukaran Suatu Item
Taraf kesukaran suatu item dapat diketahui dari banyaknya siswa yang
menjawab benar. Taraf kesukaran suatu item dinyatakan dalam bilangan
indeks yang disebut Indeks Kesukaran (IK), yaitu bilangan yang merupakan
hasil perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban yang
seharusnya diperoleh dari suatu item
Keterangan :
IK : indeks kesukaran
B : jumlah jawaban yang benar yang diperoleh siswa dari
suatu item
N : kelompok siswa
skor maksimal : besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban benar
dari suatu item
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
N x skor maksimal : jumlah jawaban yang benar yang harus diperoleh dari
suatu item
(Masidjo, 2006:189)
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut :
0,80 ─ 1,00 : Mudah Sekali (MS)
0,60 ─ 0,79 : Mudah (Md)
0,40 ─ 0,59 : Sedang/Cukup (Sd-C)
0,20 ─ 0,39 : Sukar (Sk)
Negatif ─ 0,19 : Sukar Sekali (SS)
(Masidjo, 2006:192)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
4. Dihitung prosentase siswa yang memahami konsep untuk setiap butir soal.
% memahami = x 100 %
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id
H. Prosedur Penelitian
Untuk memperjelas penelitian berikut digambarkan posedur penelitian yang
dilakukan :
Observasi pendahuluan
Klasifikasi jawaban
wawancara analisis
kesimpulan hipotesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Hasil Observasi
Berdasarkan data hasil observasi selama kegiatan belajar mengajar pada
Lampiran 2, diperoleh data sebagai berikut:
1. Materi yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar telah sesuai
dengan silabus.
2. Penyampaian materi oleh guru kurang sistematis. Beberapa kali guru tidak
menyampaikan sub pokok bahasan apa yang diberikan pada pertemuan
tersebut sehingga siswa mengalami kebingungan apakah materi masih berada
pada konsep yang sama atau telah berganti konsep.
3. Ada keterpaduan materi yang disampaikan pada kegiatan belajar mengajar
dengan kehidupan sehari-hari. Guru sebisa mungkin memberikan penjelasan
disertai contoh dalam kehidupan sehari-hari.
4. Metode mengajar yang digunakan oleh guru sebagian besar adalah metode
ceramah yang disertai tanya jawab.
5. Guru hanya menggunakan alat bantu ajar berupa papan tulis.
6. Pada saat kegiatan belajar mengajar, guru terlebih dahulu menjelaskan materi
pelajaran, menuliskan beberapa informasi di papan tulis kemudian
memberikan contoh soal beserta penyelesaiannya. Guru melakukan umpan
balik untuk mengetahui apakah materi yang telah disampaikan dapat
dimengerti dengan baik oleh siswa dengan cara mengajukan pertanyaan
ataupun soal untuk dikerjakan siswa di kelas. Lebih sering guru tidak
menunjuk siswa tertentu untuk menjawab pertanyaan, pertanyaan diajukan
untuk seluruh kelas. Jika ada jawaban yang kurang sempurna maka
dikerjakan dengan bimbingan guru. Guru juga memberikan kesempatan
kepada siswa yang masih belum paham untuk mengajukan pertanyaan untuk
dijawab selama kegiatan belajar mengajar.
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
merasa kesulitan pada semua sub pokok bahasan. Siswa yang mengalami
kesulitan pada sub pokok bahasan reaksi eksoterm dan endoterm sebanyak
13,89%, pada sub pokok bahasan perubahan entalpi sebanyak 69,44%, pada
sub pokok bahasan energi ikatan sebanyak 55,56%, pada sub pokok bahasan
perubahan entalpi penguraian sebanyak 50%, pada sub pokok bahasan Hukum
Hess sebanyak 33,33%, dan pada sub pokok bahasan perubahan entalpi
sebanyak 52,78%.
c. Berdasarkan tes diagnostik miskonsepsi pada konsep termokimia yang telah
diberikan, siswa mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam
mengerjakan beberapa soal terutama soal nomor 13 dan 15 seperti yang
ditunjukkan oleh Tabel di bawah ini:
Tabel 4. Rerata Kesulitan Siswa Pada Tes Diagnostik Miskonsepsi
1 2,78 %
2 11,11 %
3 0%
4
38,89 %
5
52,78 %
6
11,11 %
7
22,22 %
8
61,11 %
9
16,67 %
10
5,56 %
11
36,11 %
12
11,11 %
13 72,22 %
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
14
47,22 %
15
88,89 %
16
2,78 %
17
8,33 %
18
0%
19
22,26 %
20
41,67 %
d. Siswa mengungkapkan alasan yang berbeda-beda mengapa mereka mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal tes diagnostik miskonsepsi pada konsep
termokimia. Alasan tersebut antara lain adalah:
1). Siswa merasa kesulitan memahami soal. Siswa kurang paham apa yang
diminta dari soal sehingga tidak dapat memberikan jawaban yang sesuai.
2). Siswa melakukan kesalahan dalam menentukan apa yang diketahui dalam
soal sehingga mengalami kesalahan dalam membuat model matematika.
3). Siswa kurang memahami konsep mana yang harus digunakan untuk
mengerjakan soal.
4). Beberapa siswa melakukan kesalahan dalam perhitungan atau kurang teliti
dalam menyelesaikan soal. Selain itu, beberapa siswa yang telah
mengerjakan soal dengan cara yang benar tidak memberikan jawaban
akhir seperti yang diminta oleh soal karena tidak membaca soal dengan
cermat.
mereka. Mereka dianggap telah mewakili siswa yang lain. Siswa-siswa tersebut
hanya akan diberikan pertanyaan pada nomor soal dimana mereka mengalami
miskonsepsi.
Pertanyaan yang diberikan selama wawancara adalah seputar:
a. maksud dari soal tersebut,
b. hal-hal yang diketahui dari soal,
c. konsep yang digunakan untuk menyelesaikan soal,
d. rumus yang digunakan untuk mengerjakan soal,
e. langkah-langkah pengerjaan soal, dan
f. ketelitian siswa dalam menarik jawaban akhir.
Data hasil wawancara dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 17.
Subyek wawancara 1 menunjukkan bahwa siswa sudah paham maksud dari
pertanyaan dan sudah bisa memilah hal-hal yang diketahui dari soal. Akan tetapi
siswa tidak tahu konsep yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal.
Misalnya, siswa tidak bisa menjawab bagaimana cara membedakan reaksi
eksoterm dan endoterm karena tidak paham tentang konsep reaksi eksoterm dan
endoterm. Siswa sudah tahu rumus mana saja yang bisa dipakai untuk
mengerjakan soal tetapi kurang teliti dalam memasukkan nilai dari data yang
diketahui. Misalnya, saat mengerjakan soal untuk mencari perubahan entalpi
berdasarkan data energi ikatan, siswa tidak memperhitungkan koefisien dalam
reaksi. Siswa juga kurang teliti dalam menarik jawaban akhir. Perhitungan yang
dilakukan sudah benar tetapi tidak mengembalikan jawaban sesuai permintaan
soal. Misalnya, siswa sudah bisa menghitung perubahan entalpi reaksi untuk 1
mol CH4 tetapi kurang teliti dalam menarik jawaban akhir karena yang diminta
dari soal sebenarnya adalah perubahan entalpi untuk 0,4 mol CH4.
Subyek wawancara 2 menunjukkan bahwa siswa sudah paham maksud dari
pertanyaan dan sudah bisa memilah hal-hal yang diketahui dari soal. Akan tetapi,
siswa masih belum paham konsep yang harus digunakan untuk mengerjakan soal.
Misalnya, siswa tidak tahu pengertian dari sistem dan lingkungan, siswa juga
kurang tepat dalam menyebutkan tanda dari reaksi eksoterm dan endoterm yang
menunjukkan bahwa siswa tidakcommit
paham totentang
user reaksi eksoterm dan endoterm.
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
Tingkat kesukaran soal dalam kedua buku pegangan sedang. Contoh soal
yang diberikan cukup lengkap dengan penjelasan yang mudah dipahami. Data
untuk mengerjakan soal kurang lengkap dan ada beberapa reaksi yang salah
sehingga cukup membingungkan siswa. Misalnya, pada soal untuk mencari
perubahan entalpi reaksi berdasarkan data energi ikatan ada harga energi ikatan
yang tidak dicantumkan. Selain itu pada reaksi antara NO(g) + ½O2(g) → NO2(g)
dituliskan bahwa koefisien dari O2(g) adalah 1 padahal reaksi tersebut telah
disetarakan, pilihan jawabannya juga tidak ada yang benar atau anulir. Setelah
diteliti, terdapat beberapa soal yang anulir karena tidak ada jawaban atau ada
kesalahan penulisan. Kedua buku pegangan juga memiliki beberapa petunjuk
untuk praktikum yang mudah untuk dipahami oleh siswa.
B. Pembahasan
1. Miskonsepsi Siswa pada Tiap Konsep
Berikut disajikan analisis miskonsepsi siswa dalam mengerjakan konsep-
konsep pada pokok bahasan termokimia disertai kemungkinan penyebab
miskonsepsinya.
a. Konsep Eksoterm dan Endoterm
Siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep eksoterm dan
endoterm ada 40,8% siswa dimana 24,1% siswa mengalami miskonsepsi
sebagian dan 16,7% siswa mengalami miskonsepsi menyeluruh. Soal yang
memuat konsep eksoterm dan endoterm adalah soal nomor 1, 2, dan 3.
24,1% siswa mengalami miskonsepsi sebagian. Siswa dapat menjelaskan
definisi dari sekedar menghafal tetapi ketika dihadapkan pada soal yang
disertai contoh, siswa tidak dapat menjelaskan. Dari ungkapan siswa dalam
wawancara, siswa sering mengabaikan hal-hal yang dianggapnya sederhana
tetapi ternyata perlu pemahaman misalnya transfer energi pada reaksi
eksoterm dan endoterm. Siswa tahu adanya transfer energi dari sistem ke
lingkungan atau sebaliknya. Akan tetapi, ketika ada soal yang berupa contoh
reaksi tersebut, siswa tidak dapat membedakan tanda-tanda reaksi eksoterm
dan endoterm. Jadi, meskipuncommit
siswa todapat
user menyebutkan reaksi yang terjadi
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
yang akan digunakan sebagai panduan belajar siswa. Isi dari buku pegangan
tersebut haruslah sistematis dan sesuai dengan silabus yang digunakan, tidak
terdapat kesalahan penulisan, dan memiliki pemaparan yang lengkap.
Pemaparan pada LKS yang ringkas dan kurang detail harus diimbangi dengan
penggunaan buku pegangan yang lebih lengkap sehingga proses perolehan
konsep oleh siswa lengkap dan tidak terpotong untuk meminimalkan terjadinya
miskonsepsi.
4. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru selama proses belajar
mengajar adalah metode ceramah yang diselingi dengan tanya jawab. Metode
ceramah efektif digunakan untuk melakukan transfer ilmu dengan waktu
belajar yang relatif singkat. Akan tetapi, metode ini pada akhirnya hanya akan
mengajak siswa untuk ‘belajar-menghafal’. Menghafal lalu menjadi
keterampilan penting untuk mencapai prestasi belajar yang baik.
Pada sebagian besar siswa, hafalan tentang pelajaran tidak masuk ke dalam
memori jangka panjang tetapi hanya masuk dalam memori jangka pendek yang
dapat terlupa jika ditambah dengan hafalan yang lainnya atau bercampur
dengan dengan hafalan yang lainnya sehingga dapat tertukar saat proses
mengingat kembali hafalan. Berbeda halnya, jika siswa memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Pemahaman tersebut akan masuk ke dalam memori
jangka panjang dan bertahan lama.
Penggunaan metode ceramah pada pokok bahasan termokimia seharusnya
dipadukan dengan penggunaan laboratorium atau demonstrasi oleh guru,
misalnya pada saat menyampaikan konsep eksoterm dan endoterm maupun
kalorimeter. Hal ini tentunya akan membuat siswa tidak hanya menghafal
materi tetapi juga memahami materi. Hafalan yang didapat oleh siswa dari
ceramah yang disampaikan guru dapat diperkuat menjadi pemahaman karena
siswa mengalami atau menyaksikan proses yang terjadi pada saat praktikum
atau menyaksikan demonstrasi oleh guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasar hasil analisis data yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terjadi miskonsepsi dalam pembelajaran konsep-konsep kimia pada pokok
bahasan termokimia pada siswa SMAN 2 Sukoharjo.
2. Miskonsepsi yang terjadi adalah miskonsepsi dalam bentuk konsep teoritik,
korelasional, dan klasifikasional.
3. Penyebab terjadi miskonsepsi adalah:
a. Motivasi belajar yang kurang dan prakonsepsi yang kurang benar dari
siswa.
b. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa.
c. Buku pegangan yang kurang lengkap dan sukar dipahami.
d. Metode pembelajaran tidak mengarah pada pembentukan konsep.
B. IMPLIKASI
Hasil penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas terutama
yang menyangkut subyek yang mengalami miskonsepsi, mengimplikasikan
perlu adanya perbaikan dalam penggunaan metode pembelajaran dan
pemberian motivasi belajar kepada siswa-siswa. Selain itu juga diperlukan
perbaikan kompetensi guru dalam membimbing siswa.
Berkenaan dengan miskonsepsi pada pokok bahasan termokimia yang
disebabkan oleh kondisi siswa dan penerapan metode yang tidak tepat
berimplikasi kepada perlunya perubahan pendekatan pembelajaran konsep-
konsep ilmu kimia dan khususnya konsep pada pokok bahasan termokimia.
Berkaitan dengan miskonsepsi pada pokok bahasan termokimia yang
disebabkan kurangnya interaksi antara guru dan siswa, berimplikasi kepada
perlunya pendekatan guru kepada masing-masing personal siswa. Guru
commit
diharapkan tidak bersikap otoriter to user
dalam mengajar, mampu mendorong dan
53
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Motivasi belajar siswa yang kurang dapat ditingkatkan dengan pemberian
nilai tambahan bagi siswa yang aktif. Selain itu, pada setiap tugas yang
diberikan sebaiknya dilakukan pembahasan dan nilai yang didapat dari tugas
dimasukkan pada penilaian prestasi belajar. Prakonsepsi yang salah dapat
dideteksi dengan pemberian pretest di awal pelajaran sehingga dapat
diperbaiki untuk menyamakan persepsi tentang konsep dan meminimalkan
terjadinya miskonsepsi.
2. Perlunya pengelolaan kelas yang baik sehingga didapatkan kondisi belajar
yang kondusif bagi siswa selama kegiatan belajar mengajar. Salah satu cara
untuk meningkatkan interaksi antara guru dan siswa selama kegiatan belajar
mengajar adalah dengan mengadakan diskusi tentang pokok bahasan yang
tengah diajarkan. Diskusi juga dapat digunakan untuk mendeteksi dan
memperbaiki miskonsepsi yang mungkin terjadi pada siswa.
3. Standarisasi terhadap buku pelajaran yang digunakan. Disarankan tidak
hanya menggunakan satu buku pegangan untuk menanggulangi buku
pegangan yang pemaparan materinya cukup ringkas dan kurang detail.
4. Penggunaan metode ceramah sebaiknya dipadukan dengan penggunaan
laboratorium maupun demonstrasi oleh guru agar siswa agar siswa tidak
sekedar menghafal tetapi juga memahami konsep yang diajarkan oleh guru.
commit to user