KALIMANTAN
TENGAH
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka sebelumnya
perlu dibuat suatu pendekatan teknis dan metodologi pelaksanaan pekerjaan agar dapat
dilaksanakan secara sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya,
mutu dan waktu kerja. Maksud pendekatan teknis di antaranya adalah membuat
pendekatan rencana pelaksanaan pekerjaan, analisis kebutuhan personil dan volume
man-month tenaga ahli serta analisis kebutuhan peralatan berikut fasilitas-fasilitas
lainnya. Setelah rencana pelaksanaan pekerjaan ini tersusun tahap demi tahap termasuk
analisis kebutuhan personil serta peralatan dihitung setepat mungkin, maka kemudian
dapat disusun organisasi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kaitan-kaitan pekerjaan
dan personil yang dibutuhkan sesuai tahapan setiap pekerjaan.
Metode untuk melaksanakan pekerjaan ini dituangkan dalam bentuk penjelasan rinci
mengenai prinsip-prinsip pemahaman teknis dan langkah-langkah dalam mencapai
maksud dan tujuan termasuk tercapainya efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan Audit
Tenis Dan AKNOP TP-OP Kalimantan Tengah.
Secara garis besar, bagian ini akan mencakup tiga tahapan pekerjaan yang dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Pendahuluan, dimulai dari penyusunan laporan rencana kerja sampai dengan
laporan pendahuluan pekerjaan.
2. Collecting data, meliputi kajian-kajian terhadap data sekunder, survei lapangan,
dan konsultasi dengan narasumber.
3. Evaluasi Analisis Data, dan perumusan Penyusunan Konsep Audit Tenis Dan
AKNOP TP-OP Kalimantan Tengah, dalam bentuk Konsep Laporan Akhir dan
Laporan Akhir.yang di dalamnya dilengkapi dengan penyusunan rekomendasi.
Untuk lebih memperjelas tahap-tahap pelaksanaan pekerjaan studi ini hal tersebut akan
disajikan dalam bentuk Diagram Alir, seperti terlihat pada Gambar E-1 dan
penjelasannya disajikan pada sub Bab berikutnya.
E.2.1. Persiapan
Mulai
PERSIAPAN
· Persiapan Administrasi
· Persiapan Tim Pelaksana Pekerjaan
· Koordinasi dan Penyiapan Rencana
Kerja
· Pengumpulan Data Sekunder dan
Laporan Studi Terdahulu
Konsep Laporan
Pendahuluan
ya
Laporan
Pendahuluan
Survey Lapangan
Konsep Laporan
Antara
ya
Laporan Antara
Penyusunan AKNOP
Konsep Laporan
Akhir
ya
Laporan Akhir
Selesai
Kajian di sisi ini, walaupun masih bersifat makro, tetapi akan menjadi sangat penting bagi
Konsultan untuk mendiskusikannya dengan Direksi Pekerjaan/Pengguna Jasa pada tahap
selanjutnya. Hasil kajian dan diskusi bersama direksi ini, akan menjadi batas koridor
dalam pencapaian studi ini.
E.3.1. Survey
Setelah pembahasan Laporan Pendahuluan, maka selanjutnya dilakukan survey. Survey
dilakukan di beberapa lokasi sebagai berikut.
DR. Anjir Serapat I, DR. Anjir Serapat II, DR. Lupak Dalam, DR. Lupak Sebrang dan
DR. Tamban Luar Kab. Kapuas, DR. Pelangsian dan DR Handil Bali Kab. Kotawaringin
Timur, DR. Kumpai Batu Atas, Bawah, Tjg Tarantang Kab. Kotawaringin Barat, DR.
Katingan I, DR Katingan II dan DR Pematang Limau Kab. Katingan, DR. Belanti II, DR.
Kanamit, DR. Maliku, DR. Kantan, DR. Talio dan DR. Paduran Kab. Pulang Pisau dan
DI. Karau di Kab. Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah, studi tersebut di atas
khususnya pada bidang irigasi, yang berada pada instansi di Palangkaraya, Kalimantan
Tengah, BWS Kalimantan II dan Dinas PU Kalimantan Tengah.
E.4.1. Landasan Operasi dan Pemeliharaan Lahan Rawa Reklamasi Kalimantan Tengah
Kegiatan operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut adalah untuk mengatur air
dijaringan reklamasi rawa pasang surut sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Sasaran
operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut meliputi :
a). terciptanya kondisi tanah (pematangan tanah, keasaman dan zat racun) dan kualitas
air yang memenuhi syarat untuk budi daya tanaman;
b). terpenuhinya kebutuhan air suplesi dan drainase sesuai dengan kebutuhan
tanaman;
c). terhindarnya drainase yang berlebihan (over drainage) yang dapat mengakibatka
n
terbentuknya asam dan racun serta penurunan muka tanah (subsidence) yang
berlebihan, khususnya pada tanah gambut;
d). terciptanya keseimbangan kebutuhan air untuk tanaman dan untuk pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari;
e). terhindarnya pengaruh air asin agar tidak mengganggu tanaman dan penerim
a
manfaat;
f). terlaksananya pengaturan navigasi (bila diperlukan); dan/atau
g). terhindarnya erosi/longsor pada tebing saluran.
A. JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT
1. TIPE JARINGAN REKLAMASI RAWA
Dalam pengembangan rawa pasang surut telah diperkenalkan beberapa tipe
jaringan sistem pengaturan air.
2. JENIS PINTU AIR
a. Pintu Sorong
Pintu sorong adalah pintu yang terbuat dari plat besi/kayu/fiber, bergerak
vertikal dan operasikan secara manual. Fungsi pintu sorong adalah untuk
mengatur aliran air yang melalui bangunan sesuai dengan kebutuhan seperti :
(1) menghindari banjir yang datang dari luar,
(2) mencegah intrusi air asin
(3) menahan air di saluran pada saat kemarau panjang.
b. Pintu Klep
Pintu klep dibuat dari kayu atau fiber dengan engsel pada bagian atas. Pintu ini
dapat membuka dan menutup secara otomatis akibat perbedaan tinggi muka
air. Fungsi Pintu klep adalah menahan aliran air waktu pasang dan membuang
air waktu surut (aliran satu arah) atau sebaliknya.
c. Pintu Skot Balok
Pintu skot balok (stoplog) adalah balok kayu yang dapat dipasang pada alur
pintu/sponeng bangunan. Pintu ini berfungsi untuk mengatur muka air saluran
pada ketinggian tertentu. Bila muka air lebih tinggi dari pintu skot balok, akan
terjadi aliran di atas pintu skot balok tersebut.
Tipe jaringan reklamasi rawa pasang surut di Indonesia
Desain pintu sorong/klep/skot balok pada blok sekunder
B. PENGATURAN AIR DI JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT
1. PENGATURAN AIR DI JARINGAN PRIMER DAN SEKUNDER
Pada pengembangan tahap satu infrastruktur jaringan reklamasi rawa pasang surut
berupa saluran-saluran terbuka, yaitu suatu sistem tanpa bangunan pintu pengatur air,
baik di primer, sekunder maupun di tingkat tersier. Pengaturan air pada sistem terbuka
hanya mungkin dilakukan di tingkat lahan usaha tani. Pematang mengelilingi sawah
dan gorong-gorong kecil di parit kuarter sangat dianjurkan untuk dibangun.
Pengaturan air di jaringan primer, dan sekunder berdasarkan ketinggian rata-rata
permukaan pada satu blok sekunder. Pemasangan pintu klep dan pintu geser di saluran
sekunder memungkinkan pengaturan muka air secara efektif asalkan
pengoperasiannya dilakukan dengan benar.
Ada perbedaan antara pengoperasian di musim hujan dengan pengoperasian dimusim
kemarau, dan juga selama kondisi normal dan kondisi ekstrem. Kondisiekstrem adala
h
periode terlampau basah di musim hujan, dan periode sangatkering di musim kemara
u.Kondisi terlampau basah bisa disebabkan oleh adanyacurah hujan berlebihan di mus
impenghujan. Pada umumnya dalam kasusseperti itu, pembuangan kelebihan curah h
ujan harus dilakukan secepat mungkin namun perlu dicegah terjadinya drainase yang
berlebihan (over drainage).
2. PENGATURAN AIR DI JARINGAN TERSIER
a. Pengaturan Air untuk Padi Sawah
Budi daya tanaman padi sawah merupakan kegiatan yang dominan di jaringan rawa
selama musim hujan. Akibat tingginya kebutuhan air untuk pencucian tanah,
kebutuhan air untuk tanaman padi cukup besar, dan pada umumnya tidak bisa
dipenuhi dari curah hujan saja (terutama tahun-tahun yang memiliki curah hujan di
bawah rata-rata, apalagi tahun kering). Jika tidak ada tambahan pasokan air dari
sumber lain, lebih baik menanam padi tadah hujan jadi tidak perlu menghadapi
konsekuensi negatif dari genangan air di lahan sawah.
Pengaturan air di jaringan tersier:
berukuran dangkal di lahan sawah dapat membantu agar air pasang mengalir masuk
ke sawah dengan cepat.
3) Retensi air
Pada umumnya, lapisan genangan air di lahan sawah perlu dipertahankan untuk
berbagai tujuan, antara lain, untuk menciptakan kondisi lingkungan bagi
penyerapan nutrisi yang dibutuhkan tanaman, mengatasi gulma tanaman dan sebagai
cadangan air jika terjadi kekurangan air. Tanpa suplesi, satu-satunya sumber air
berasal dari curah hujan. Retensi air di sawah pada daerah rawa pasang surut
seringkali sulit dilakukan karena tingginya permeabilitas tanah di lapisan atas.
Akibatnya, penjenuhan tanah juga sulit dilakukan. Variasi mikro relief lahan juga
menjadi persoalan tersendiri yang membuat upaya retensi air di atas lahan sawah
relatif sulit dilakukan. Pematang sawah dari tanah liat seringkali direkomendasikan
untuk mengurangi rembesan air. Permasalahan lain yang bisa muncul adalah
meningkatnya unsur racun di dalam tanah sebagai dampak dari retensi air dengan
penggenangan terus - menerus tanpa penggantian air segar (anaerobik). Jika hal itu
terjadi, proses pembuangan keasaman akibat oksidasi dari pirit dan bahan organik
akan terhambat. Akibat adanya hal-hal semacam ini, retensi air dalam waktu yang
cukup panjang bukanlah opsi terbaik. Oleh karena itu, drainase dan pencucian tetap
harus diupayakan.
4) Pemompaan
Jika peluang suplesi pasang surut tidak ada, tetapi air disaluran kualitasnya cukup
baik, pemompaan bisa membantu untuk mengatasi kekurangan air pada saat kemarau.
Volume air yang perlu dipompa biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah air yang masuk atau keluar pada saat pasang surut. Kadang-kadang para
petani cenderung untuk menghemat biaya pemompaan, yaitu dengan cara menyimpan
air di sawah sebanyak mungkin sehingga muncul risiko negatif yang hampir sama
dengan kondisi genangan air yang ”stagnant” (dibiarkan menggenang lama) seperti
yang sudah dibahas sebelumnya yang menyangkut retensi air.
Fokus utama dari pengaturan air untuk tanaman palawija adalah menyangkut drainase
dan mengendalikan kestabilan muka air tanah (40 cm di bawah muka tanah). Saluran
kuarter yang berada di antara saluran tersier mungkin saja diperlukan dengan jarak
tidak lebih dari 100 meter. Dibeberapa areal tertentu, penanaman palawija
dilakukan setelah pertanaman padi musim hujan, yaitu ketika muka air tanah masih
cukup tinggi, dan tanaman tumbuh di atas guludan agar drainase perakarannya
terjamin, dan bisa dengan cepat membuang air hujan yang berlebih melalui parit yang
berada di antara guludan. Untuk makin menyempurnakan kondisi drainase, tanaman
palawija juga bisa diusahakan dengan sistem surjan. Sistem surjan Konstruksi sistem
guludan terdiri atas bagian-bagian yang direndahkan elevasinya, dan bagian-bagian
lainnya ditinggikan. Pada bagian yang rendah, peluang suplesi pasang surut
menjadi lebih besar, sedangkan bagian yang ditinggikan drainasenya lebih baik,
sehingga bisa dimanfaatkan untuk tanaman palawija. Bagian yang rendah biasanya
memiliki lebar 4 meter sampai 8 meter, sedangkan bagian yang ditinggikan
memiliki lebar 2 meter sampai 4 meter dengan ketinggian 0.40 m sampai 0.80 m.
Teknik surjan ini memberi peluang diversifikasi tanaman karena pada saat
bersamaan para petani bisa bercocok tanam padi dan palawija sekaligus. Jika
bagian yang rendah benar-benar bisa mendapatkan suplesi pasang surut (kategori
A), produksi tanaman bisa meningkat pesat. Akan tetapi, system surjan memiliki
berbagai kelemahan. Jika tidak mungkin diluapi pasang surut secara teratur, sistem
ini sebaiknya tidak dianjurkan untuk diterapkan pada hal-hal sebagai berikut :
Air di bagian yang rendah akan mengalami stagnasi (drainabilitasnya buruk
limpasan air dari bagian guludan, lapisan pirit bisa saja tersingkap).
Muka air tanah dibagian bawah tetap saja relatif terlalu tinggi bagi tanaman
keras yang tumbuh dibagian guludan.
Konstruksi surjan memerlukan input tenaga kerja yang cukup banyak (600 –
800 hari orang per-ha).
Bagian yang rendah tidak bisa dimanfaatkan selain untuk tanaman padi,
sehingga perubahan penggunaan lahan akan menjadi sulit dilakukan.
Mekanisasi pertanian relatif sulit diaplikasikan.
Kegiatan penting dalam jaringan reklamasi rawa adalah pengoperasian pintu-pintu air,
baik di jaringan utama (primer, sekunder) maupun jaringan tersier.
Diagram Perencanaan Operasi Pintu Air
Dalam menyusun rencana operasi pintu air, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Rencana Tata Tanam
Informasi tentang jenis tanaman, kalender, dan kondisi fisik areal pertanaman merupakan
masukan yang sangat penting sebelum rencana pengaturan air ditetapkan. Di sini jenis
tanaman yang dominan akan dipilih sebagai dasar penetapan operasi dan pengaturan air
pada hamparan yang bersangkutan. P3A, Juru Pengairan, dan PPL harus bekerja sama
dalam menyusun persiapan rencana tata tanam. Saran-saran dan informasi dari hasil
pengalaman sebelumnya perlu ditampung guna memperoleh optimalisasi operasi pintu air.
Data mengenai rencana tata tanam dan laporan pengamatan tanaman per petak tersier
dicatat dalam blangko O – 09. Dalam menyusun rencana tata tanam yang baik, dibutuhkan
pengetahuan yang mendetail tentang kondisi-kondisi lapangan yang sesungguhnya, yaitu:
a. Curah hujan yang diharapkan, pada umumnya sama dengan curah hujan rata-rata
dalam waktu tertentu. Data curah hujan dicatat dalam blangko O – 01 dan O – 02.
b. Tinggi muka air dan kualitas air pada saluran. Data tinggi muka air pada saluran
dicatat dalam blangko O-03 dan O-04. Sedangkan data kualitas air pada saluran
dicatat dalam blangko O-05.
c. Tinggi muka air tanah dan kualitas air tanah. Data-data tersebut dicatat dalam blangko
O-06.
d. Keadaan prasarana jaringan saat ini berdasarkan hasil inventarisasi termasuk
permasalahan yang dihadapi seperti banjir/genangan (data diisi dalam blangko O-07
serta pengamatan penampang saluran dan tanggul rawan banjir (data diisi dalam
blangko O-10 dan O-11).
Salah satu manfaat dari penyusunan rencana pengaturan atau pengelolaan adalah untuk
mencegah terjadinya konflik kepentingan melalui kesepakatan yang dapat diterima oleh
semua pihak yang terkait, seperti kesepakatan elevasi muka air maksimum atau minimum
dan kesepakatan pembagian waktu untuk memenuhi kepentingan yang berbeda. Rencana
pengaturan atau pengelolaan air pada musim tanam dicatat dalam blangko O-12.
3. Rencana Operasi
Rencana operasi musiman, mingguan, dan harian dibuat oleh pengamat pengairan
berdasarkan rencana pengaturan yang disampaikan oleh juru pengairan. Rencana Operasi
Musiman Berdasarkan rencana pengaturan musiman, dapat disusun rencana operasi
musiman untuk setiap bangunan air. Rencana tersebut menjelaskan kebutuhan operasi
pintu air dan sasaran tinggi muka air saluran yang diinginkan selama berbagai tahap
pertumbuhan tanaman. Rencana Operasi Mingguan Rencana operasi mingguan dibuat
untuk menetapkan elevasi muka air di saluran dan cara pengoperasian pintu air
berdasarkan kebutuhan tanaman aktual dan curah hujan yang terjadi. Rencana Operasi
Harian Rencana operasi pintu harian didasarkan pada target operasi mingguan. Hanya
dalam kondisi tertentu (ekstrem) seperti banjir dan curah hujan sangat lebat, penjaga pintu
berdasarkan pertimbangannya sendiri, operasi dapat menyimpang dari target yang telah
ditetapkan guna penyesuaian operasi terhadap kondisi ekstrem yang terjadi. Penyesuaian
operasi didasarkan pada hasil-hasil pemantauan antara lain yaitu:
- Curah hujan tinggi → lebih ditekankan pada drainase
- Curah hujan rendah → lebih ditekankan pada retensi dan suplesi air
- Kualitas air dilahan buruk → lebih ditekankan pada drainase terkendali
- Kualitas air di saluran buruk → pencucian dan penggantian air saluran
- Elevasi muka air di bawah target → lebih ditekankan pada suplesi air
- Banjir dan salinitas tinggi → mencegah air jangan masuk ke lahan
4. Definitif Operasi Pintu Air
Berdasarkan rencana operasi musiman, mingguan, dan harian yang disampaikan oleh
pengamat pengairan, kemudian balai wilayah sungai provinsi / kabupaten / kota
memutuskan secara definitif operasi pintu air.
5. Pelaksanaan Operasi Pintu Air
Pelaksanaan operasi pintu air merupakan kegiatan pengaturan air sesuai dengan yang telah
direncanakan. Apabila terjadi kondisi ekstrem (misalnya banjir), operasi pintu air segera
disesuaikan untuk menangulangi kondisi ekstrem tersebut. Sebagai pelaksana operasi di
tingkat tersier adalah P3A, sedangkan tingkat sekunder oleh juru pengairan atau PPA.
Adapun data dan informasi yang dapat menjadi masukan untuk perencanaan tata tanam
meliputi:
a. aspek pelayanan air (curah hujan, elevasi muka air saluran, kedalaman drainase,
operasi pintu, kualitas air, muka air tanah),
b. aspek tanaman (luas tanaman, produksi, kerusakan tanaman),
c. aspek tanah (pH dan racun, salinitas, subsidence, ketebalan gambut),
d. aspek banjir atau genangan (muka air banjir atau genangan dan kerusakan),
e. aspek biaya O&P.
b. Operasi Darurat
Jika dari hasil evaluasi keadaan lapangan memperlihatkan keadaan darurat seperti
kebanjiran, kekeringan, air asin, air terlalu asam (dengan pH < 4,5), prosedur operasi
dilaksanakan dalam keadaan darurat. Operasi darurat dilakukan setelah ada koordinasi
antara staf O&P dan P3A.
2. Operasi Pintu Air di Saluran Sekunder
Pengoperasian pintu air di saluran sekunder dapat dilakukan apabila terdapat bangunan
pengatur air, pengoperasian bangunan tersebut sebaiknya mengikuti apa yang telah
diuraikan dalam rencana operasi pintu air (lihat Tabel 2 s/d 5), kecuali ada kesepakatan
umum antara pihak-pihak terkait bahwa aturan pengoperasian lain harus dijalankan
karena kondisi ekstrem. Di sini aturan pengoperasian secara normal harus diikuti, dan
aturan untuk keadaan musim kering dan musim hujan yang ekstrem hanya dapat diikuti
apabila disepakati oleh staf O&P dan perwakilan dari P3A. Beberapa opsi operasi yang
diterapkan pada bangunan air di saluran sekunder, yaitu :
a. Drainase Terkendali
Pada saat kondisi normal, operasi bangunan air di saluran sekunder terdiri atas drainase,
suplesi, dan retensi selama periode pasang tinggi (spring tide), sedangkan drainase
terkendali dilakukan pada waktu pasang perbani (neap tide).
Waktu di antara pasang tinggi, pintu skot balok diatur untuk mempertahankan muka air
saluran sekurang-kurangnya 40 – 60 cm di bawah permukaan tanah. Pintu sorong
dibuka dan pintu klep beroperasi secara otomatis guna memungkinkan drainase pada
ketinggian tertentu berlangsung terus menerus.
b. Penggelontoran
Pada 1 – 2 hari sebelum pasang purnama, dilakukan drainase maksimum dengan
membuka semua pintu air. Apabila proses drainase dianggap belum cukup dan perlu
dilanjutkan pada hari berikutnya dilakukan pemasukan air segar pada saat pasang
purnama. Dianjurkan agar secara teratur dilakukan penggelontoran pada saluran
sekunder guna peningkatan kualitas air.
c. Operasi Darurat
Operasi darurat dilakukan jika muka air saluran primer terlalu tinggi (terutama pada
musim hujan), dan dapat mengakibatkan banjir pada areal usaha tani atau pekarangan.
Untuk mengatasinya dapat dilakukan penutupan air sehingga air tidak masuk ke saluran
sekunder. Jika terjadi hujan yang besar pada areal pertanian, pintu air dioperasikan pada
posisi drainase. Operasi darurat juga ditujukan untuk mencegah masuknya air asin ke
dalam saluran.
Operasi pintu air tersier Operasi pintu air sekunder
Tahap Pertumbuhan Pengaturan Disawah ( Pintu sorong/klep/skot balok ) ( Pintu sorong/klep/skot balok )
Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan muka air Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan muka air
disaluran tersier sebanyak mungkin, lalu masukan air segar saat pasang disaluran sekunder sebanyak mungkin, lalu masukan air segar saat pasang
purnama. purnama.
1. Kondisi Normal
Pengolahan tanah Tanah lembab/air Kategori A/B : semua pintu dibuka Kategori A/B : semua pintu dibuka
dibawah kapasitas lapang Kategori C/D : semua pintu ditutup, kecuali kondisi asam Kategori C/D : semua pintu ditutup, kecuali kondisi asam semua
Tahap penanaman (20-30 cm dibawah semua pintu dibuka pintu dibuka
muka tanah
Pertumbuhan Mempertahankan muka air tersier < 20 cm dibawah muka tanah. Mempertahankan muka air tersier 50-60 cm di bawah muka tanah.
Vegetatif Air macak-macak/tanah Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu pasang dan tutup Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu pasang dan tutup
jenuh air (genangan 0-3 cm) waktu pasang surut. waktu surut
Pertumbuhan Operasi pintu untuk mempertahankan muka air tersier 10-20 cm di Mempertahankan muka air sekunder 50 – 60 cm di bawah muka tanah.
reproduktif Genangan air 3 - 5 cm bawah muka tanah. Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu pasang dan tutup
pasang dan tutup waktu surut. Jika muka air lebih tinggi dari 10-20 waktu surut, atau jika muka air sekunder lebih tinggi dari 50 – 60 cm,
Tahap pemasakan Genangan air 5-10cm cm, dilakukan drainase hingga elevasi muka air saluran sesuai dengan maka pintu klep beroperasi mengikuti fluktuasi pasang surut, pintu
yang dikehendaki. sorong dibuka sebagian atau skot balok dipasang sesuai elevasi muka
Tanah disekitar jenuh air yang dikehendaki.
lapang Operasi pintu untuk mempertahankan muka air tersier 10 cm di Mempertahankan muka air sekunder 50–60 cm di bawah muka tanah.
bawah muka tanah. Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu pasang dan tutup
pasang dan tutup waktu surut. Jika muka lebih tinggi dari 10 - 20 cm, waktu surut, atau jika muka air sekunder lebih tinggi dari 50–60 cm,
dilakukan drainase hingga elevasi muka air saluran sesuai yang maka pintu klep beroperasi mengikuti fluktuasi pasang surut, pintu
dikehendaki. sorong dibuka sebagian atau stoplog dipasang sesuai elevasi muka air
dengan yang dikehendaki.
Operasi pintu untuk mempertahankan muka air tersier < 40 cm di Mempertahankan muka air sekunder 50–60 cm di bawah muka tanah.
bawah muka tanah. Jika muka air lebih tinggi, pintu air dibuka waktu Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu pasang dan tutup
surut dan tutup waktu pasang. waktu surut, atau jika muka air sekunder lebih tinggi dari 50–60 cm,
maka pintu klep beroperasi mengikuti fluktuasi pasang surut, pintu
sorong dibuka sebagian atau stoplog dipasang sesuai elevasi muka air
dengan yang dikehendaki.
2. Kondisi Darurat
Terjadi hujan ekstrim Air banjir atau genangan Semua pintu dibuka serendah mungkin guna drainase maksimum. Semua pintu dibuka serendah mungkin guna drainase maksimum.
pada setiap tahapan sangat tinggi
pertumbuhan padi
Operasi pintu air untuk tanaman padi musim kemarau pada lahan kategori A dan B
Operasi pintu air tersier Operasi pintu air sekunder
( Pintu sorong/klep/skot balok ) ( Pintu sorong/klep/skot balok )
Tahap Pertumbuhan Pengaturan Disawah Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan
muka air disaluran tersier sebanyak mungkin, lalu masukan air muka air disaluran sekunder sebanyak mungkin, lalu masukan
segar saat pasang purnama. air segar saat pasang purnama.
1. Kondisi Normal
Operasi pintu air tersier Operasi pintu air sekunder
Tahap Pertumbuhan Pengaturan Disawah ( Pintu sorong/klep/skot balok ) ( Pintu sorong/klep/skot balok )
Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan
muka air disaluran tersier sebanyak mungkin, lalu masukan air muka air disaluran sekunder sebanyak mungkin, lalu
segar saat pasang purnama. masukan air segar saat pasang purnama.
1. Kondisi Normal
Tanah lembab/air Kategori A & B : Lahan basah semua pintu dibuka Kategori A/B : semua pintu dibuka
Pengolahan tanah dibawah kapasitas lapang (20- Kategori B : jika lahan kering, pompanisasi mungkin Kategori C/D : semua pintu ditutup, kecuali kondisi
30 cm dibawah muka tanah) diperlukan, karena itu semua pintu ditutup (retensi) asam semua pintu dibuka
Tahap penanaman
Air macak-macak/tanah Mempertahankan muka air 10 - 20 cm di bawah muka Mempertahankan muka air tersier 50 –60 cm di bawah
Pertumbuhan vegetatif jenuh air (genangan 0-3 cm) tanah. Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka waktu muka tanah. Jika muk air lebih rendah, pintu air dibuka
pasang dan tutup waktu surut. waktu pasang dan tutup waktu surut.
Pertumbuhan reproduktif Genangan air 3 – 5 cm Mempertahankan muka air tersier 10 - 20 cm di bawah Mempertahankan muka air sekunder 50–60 cm di bawah
muka tanah. Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka muka tanah. Jika muka air lebih rendah, pintu air dibuka
Tahap pemasakan Genangan air 5 - 10 cm waktu pasang dan tutup waktu surut. waktu pasang dan tutup waktu surut.
2. Kondisi Darura t
Terjadi kondisi ekstrim - Kekeringan Semua pintu ditutup, muka air dipertahankan setinggi Semua pintu ditutup, muka air dipertahankan setinggi
(kekeringan, intrusi air mungkin (retensi) mungkin (retensi)
asin) pada setiap tahapan - Intrusi air asin Semua pintu ditutup untuk mencegah air masuk kedalam Semua pintu ditutup untuk mencegah air masuk kedalam
pertumbuhan padi saluran tersier. saluran sekunder.
Operasi pintu air untuk tanaman padi musim kemarau pada lahan kategori C dan D
Operasi pintu air tersier Operasi pintu air sekunder
( Pintu sorong/klep/skot balok ) ( Pintu sorong/klep/skot balok )
Tahap Pertumbuhan Pengaturan Disawah Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan muka air Jika perlu,3 atau 4 hari sebelum pasang purnama, turunkan muka air
disaluran tersier sebanyak mungkin, lalu masukan air segar saat disaluran sekunder sebanyak mungkin, lalu masukan air segar saat
pasang purnama. pasang purnama.
1. Kondisi Normal
2. Kondisi Darurat
- Kekeringan Semua pintu ditutup, muka air dipertahankan setinggi mungkin Semua pintu ditutup, muka air dipertahankan setinggi mungkin
(retensi) (retensi)
Petani dan kelompok pemakai air lainnya bertanggung jawab terhadap pengoperasian
bangunan pengatur air dan pemeliharaan infrastruktur yang meliputi :
Saluran tersier, termasuk tanggulnya
Saluran kuarter dan saluran drainase cacing termasuk tanggulnya
Bangunan pengatur air pada saluran tersier dan kuarter
Jalan desa, saluran drainase dan bangunannya
Jadual kerja/tanam petani
1. Pemeliharaan Rutin
2. Pemeliharaan Insidential
3. Pemeliharaan Darurat
4. Pemeliharaan Tahunan
1. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin meliputi kegiatan berulang minimal sekali dalam setahun pada
tempat yang sama. Dengan demikian kegiatan ini dapat direncanakan dan dijadwalkan
dalam daftar inventarisasi. Diantaranya adalah pembersihan, pencucian dan pemberian
minyak pelumas pada bangunan pintu.
Pemeliharaan rutin dapat dilakukan oleh pekerja harian dibawah pengaturan Dinas PU
Pengairan, atau sebaliknya dilakukan oleh penduduk setempat karena hal ini akan
meningkatkan pendapatan penduduk setempat. Frekuensi pemeliharaan rutin dapat
dilihat tabel dibawah ini.
Tabel E – 1
Frekuensi Pemeliharaan Rutin
2. Pemeliharaan Insidential
Tabel E – 2
Frekuensi Pemeliharaan Insidential
3. Pemeliharaan Darurat
Bencana atau kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba membutuhkan tindakan yang cepat
guna memperkecil kerusakan atau kerugian yang terjadi pada wilayah pemukiman,
tanaman dan bangunan-bangunan hidrolik. Sebagai contoh, runtuhnya tanggul,
melimpasnya banjir diatas tanggul banjir dan runtuhnya bangunan pengatur air dan
jembatan.
Pada dasarnya apabila perencanaan dari bangunan dan saluran, tanggul ataupun
bangunan lainnya telah direncanakan dengan baik di luar bencana alam, kerusakan
darurat dapat dihindari dengan mengoptimalkan pemeliharaan rutin dan insidential.
4. Pemeliharaan Tahunan
Pemeliharaan tahunan adalah upaya untuk pembersihan lumpur pada saluran, perbaikan
tanggul-tanggul dan bangunan pelengkap. Tujuan dari kegiatan ini adalah pengembalian
ke kondisi semula dari saluran-saluran, bangunan-bangunan pelengkap, rumah jaga,
fasilitas-fasilitas lain termasuk peralatan.
Perbaikan sistem dalam skala besar tidak termasuk ke dalam perawatan tahunan.
11. Pengamatan tanggul dan daerah rawan banjir dilakukan pada saat kondisi kritis/
banjir
12. Pengamatan lalu lintas air dilakukan terhadap jenis dan jumlah kendaraan air yang
melewati saluran
13. Pertumbuhan tanaman dan produksi.
Pemantauan ini menjadi tugas bersama antara P3A, juru pengairan dan PPL.
B. Pemantauan Pemeliharaan
Pemantauan dilakukan terhadap objek melalui indikator-indikator sebagai berikut.
1. Pekerjaan swakelola, indikatornya adalah jenis pekerjaan, volume, waktu, tenaga
kerja, bahan dan kualitas pekerjaan.
2. Pekerjaan kontraktual, indikatornya adalah jenis pekerjaan, volume, waktu, tenaga
kerja, bahan, peralatan dan kualitas pekerjaan.
C. Evaluasi Operasi
Evaluasi dilakukan terhadap hal-hal yang telah dipantau, yaitu:
1. Evaluasi Langsung
Evaluasi langsung dilakukan terhadap kondisi air yang meliputi:
a. curah hujan
b. muka air dan kedalaman drainase (drain depth)
c. operasi pintu
d. kualitas air
e. muka air tanah
f. navigasi
2. Evaluasi Musim Tanam
Objek-objek yang perlu dievaluasi meliputi:
a. Kondisi Air
i) curah hujan
ii) muka air dan kedalaman drainase (drain depth)
iii) operasi pintu
2. Evaluasi tahunan dilakukan terhadap hal-hal antara lain jenis pekerjaan, volume,
waktu, tenaga kerja, bahan, peralatan, dan kualitas pekerjaan. Evaluasi tahunan
dilakukan pada akhir tahun.
E. Pelaporan Operasi
Hal-hal yang dilaporkan menyangkut kegiatan operasi adalah:
1. Muka air di saluran / sungai dilaporkan tiap bulan
2. Kondisi saluran dilaporkan 1 kali setahun
3. Penurunan muka tanah (soil subsidence) dilaporkan 1 kali setahun
4. Muka air tanah dilaporkan tiap bulan
5. Curah hujan dilaporkan tiap bulan
6. Kualitas air permukaan dilaporkan tiap bulan
7. Kualitas air tanah dilaporkan tiap bulan
8. Kualitas tanah dilaporkan 1 kali dalam setahun
9. Pengambilan air di luar kepentingan pertanian
10.Daerah genangan dilaporkan tiap bulan
11.Tanggul pada tempat rawan banjir dilaporkan 1 kali dalam setahun
12.Lalu lintas air dilaporkan tiap bulan
F. Pelaporan Pemeliharaan
Laporan realisasi pekerjaan pemeliharaan dilakukan sebagai berikut.
1. Untuk pekerjaan swakelola dan kontrak, pelaporan dilakukan sesuai dengan
ketentuan swakelola dan kontrak
2. Pelaporan dilakukan secara tahunan
G. Rekomendasi
Rekomendasi kegiatan O&P yang perlu mendapatkan perhatian atau perbaikan
pelaksanaan pada periode berikutnya didasarkan pada evaluasi kegiatan O&P saat ini
termasuk juga rekomendasi kegiatan perencanaan dan pelaksanaan O&P
B. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Operasi dan Pemeliharaan (O&P) di Lapangan
1. Pengamat Pengairan
a. Memimpin rapat rutin setiap minggu untuk mengetahui permasalahan O&P yang
dihadiri juru pengairan, petugas pintu air dan P3A/GP3A/IP3A
b. Mengikuti rapat di balai wilayah sungai. provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.
c. Membina staf
2. Juru Pengairan
a. Membantu pengamat pengairan dalam menjalankan kegiatan O&P dalam wilayah
kerjanya
b. Melakukan pengawasan pekerjaan pemeliharaan rutin dan pekerjaan yang
dikontrakkan.
c. Membuat laporan pemeliharaan mengenai:
- kerusakan saluran dan bangunan
- realisasi pemeliharaan rutin, berkala, dan lain-lain
- biaya pemeliharaan berkala.
d. Bersama P3A melakukan penelusuran jaringan untuk mengetahui kerusakan
saluran dan bangunan untuk segera diatasi
e. Menyusun biaya O&P dalam wilayah kerjanya bersama P3A
2. Juru pengairan
1 orang dengan luas areal layanan : 1.000 – 2.000 Ha.
3. Petugas pintu air
1 orang untuk melayani pintu air : 3-5 buah pintu air
4. P3A : beberapa blok tersier
D. Kompetensi Petugas
Kompetensi setiap petugas diuraikan sebagai berikut:
N o. J a b ata n P e n d id ik a n F a s ilit a s
1. Pengamat Pengairan D3 Sipil kantor, rumah, dan sepeda
motor
2. Staf Pengamat SMP Sepeda
3. Juru Pengairan STM rumah dan sepeda motor
4. Petugas pintu air SMP rumah jaga dan sepeda
E.4.1.6. Pembiayaan
A. Penyediaan biaya
Penyediaan biaya didasarkan atas kebutuhan biaya yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan
B. Perhitungan Kebutuhan Biaya Operasi dan Pemeliharaan
1. Komponen-Komponen Pembiayaan O&P
a. Biaya Operasi
1) Insentif Pengamat, Juru, PPA, dan Staf
2) Perjalanan Dinas Pengamat dan Juru Pengairan (rapat koordinasi dan
pemantauan)
3) Operasional Kantor (listrik, telepon, air, ATK, bahan survei, dll)
4) Operasional Peralatan (sepeda motor, genset, pemotong rumput, dll)
b. Biaya Pemeliharaan
1) Pemeliharaan Rutin
i. Pembersihan sampah di muka bangunan air pada:
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
ii. Pemotongan rumput di tanggul/ berm pada:
- tanggul pengaman
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
iii. Pembersihan saluran (tumbuhan air) pada:
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
iv. Pemeliharaan tanggul pada:
- tanggul pengaman
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
v. Pemeliharaan bangunan air (pembersihan, pelumasan, dan pengecatan)
pada:
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
vi. Pemeliharaan jembatan dan dermaga (pengecatan dan perbaikan
ringan) pada:
- saluran navigasi
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
vii. Pemeliharaan jalan pada:
- jalan inspeksi
- jalan usaha tani
viii. Pemeliharaan kantor dan rumah dinas (termasuk perbaikan ringan)
ix. Kalibrasi alat ukur
2) Pemeliharaan Berkala
i. Pengangkatan lumpur pada:
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
ii. Perbaikan tanggul (longsor dan erosi) pada:
- tanggul pengaman
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
iii. Perbaikan bangunan air (penggantian yang rusak) pada:
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
iv. Perbaikan jembatan dan dermaga (penggantian yang rusak) pada:
- saluran navigasi
- saluran primer
- saluran sekunder
- saluran tersier
v. Perbaikan jalan pada:
- jalan inspeksi
- jalan usaha tani
vi. Perbaikan kantor dan rumah dinas (rehabilitasi)
vii. Pengamanan jaringan (patok batas jalur hijau dan sempadan, papan
larangan, portal, nomenklatur bangunan, dan patok km)
2. Cara Perhitungan
a. Biaya Operasi
1) Insentif .............................................................................................. (1)
i. Pengamat : Jumlah pengamat x 12 x Rp…….../bln
ii. Juru : Jumlah juru x 12 x Rp…….../bln
iii. PPA : Jumlah PPA x 12 x Rp…….../bln
iv. Staf Pengamat : Jumlah staf x 12 x Rp…….../bln
b. Biaya Pemeliharaan
1) Pemeliharaan Rutin:
i. Pembersihan sampah di muka bangunan air
Keterangan:
Ps = Pembersihan sampah di muka bangunan air
n = jumlah bangunan yang berfungsi dalam satu skema(bh)
k = kapasitas (bh/hr) (lihat tabel 9)
f = frekuensi /thn (lihat tabel 6)
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
pr = (p x l /k) x f x u
Rumus tersebut berlaku pada tanggul pengaman, saluran primer,
sekunder, dan tersier
Keterangan
Pr = Pemotongan rumput
p = panjang tanggul (m)
l = lebar rata-rata tumbuhan rumput (m)
k = kapasitas (m2/hr)
f = frekuensi /thn
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
iii. Pembersihan saluran (tumbuhan air)
psal = (p x l /k) x f x u
Rumus tersebut berlaku pada saluran primer, sekunder, dan tersier
Keterangan:
Psal = Pembersihan saluran
P = panjang saluran (m)
l = lebar rata-rata tumbuhan rumput (m)
k = kapasitas (m2/hr)
f = frekuensi/thn
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
iv. Pemeliharaan tanggul
pt = (p x l /k) x f x u
Rumus tersebut berlaku pada tanggul pengaman, saluran primer,
sekunder, dan tersier
Keterangan:
Pt = Pemeliharaan tanggul
p = panjang tanggul yang rusak (m)
l = lebar rata-rata tanggul yang rusak (m)
k = kapasitas (m2/hr) (lihat tabel 9)
f = frekuensi/thn (lihat tabel 6)
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
v. Pemeliharaan bangunan air (pembersihan, pelumasan, dan pengecatan)
pb = (Hb + u) x f x n
Rumus tersebut berlaku pada saluran primer, sekunder, dan tersier
Keterangan:
Pb = Pemeliharaan bangunan air
n = jumlah bangunan air
Hb = biaya bahan/ bangunan
f = frekuensi
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
vi. Pemeliharaan jembatan dan dermaga (pengecatan dan perbaikan ringan)
pjd = (Hb + u) x f x n
Keterangan:
Pjd = Pemeliharaan jembatan atau dermaga (pengecatan dan perbaikan
ringan)
n = jumlah bangunan air
Hb = biaya bahan/ jembatan atau dermaga
f = frekuensi
u = upah/jembatan atau dermaga
vii. Kalibrasi alat ukur (tergantung spesifikasi alat)
Ka = u x f x n
Keterangan:
Ka = Kalibrasi alat ukur
n = jumlah alat ukur
f = frekuensi (lihat tabel 6)
u = upah/alat ukur
2) Pemeliharaan Berkala
i. Pengerukan lumpur
Rumus tersebut berlaku untuk saluran primer, sekunder, dan tersier
Keterangan:
P = panjang saluran (m)
l = lebar saluran (m)
t = tinggi endapan (m)
k = kapasitas (m3/hr) (lihat tabel 9)
f = frekuensi/thn (lihat tabel 7)
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
ptb = (p x l /k) x Hb x u
Rumus tersebut berlaku pada tanggul pengaman, saluran primer,
sekunder, dan tersier
Keterangan:
Ptb = Perbaikan tanggul
p = panjang tanggul yang rusak (m)
l = lebar rata-rata tanggul yang rusak (m)
k = kapasitas (m2/hr) (lihat tabel 9)
f = frekuensi/thn (lihat tabel 7)
u = upah kerja/hari (Rp/hr)
iii. Perbaikan Bangunan air (penggantian yang rusak)
pbb = (Hb + u) x n x f
Keterangan:
Pbb = Perbaikan bangunan air
n = jumlah bangunan air
Hb = biaya bahan/ bangunan air
f = frekuensi/thn (lihat tabel 7)
u = upah/bangunan air
Keterangan:
O = Operasi
PR = Pemeliharaan Rutin
PB = Pemeliharaan Berkala
Lay out sistem tata air rawa sesuai dengan peta situasi detail dengan skala 1 : 5.000,
dengan memperhatikan kondisi tata air yang ada.
1. Perencanaan sistem tata air yang meliputi saluran sekunder, saluran primer.
2. Perencanaan dan penempatan bangunan pengatur dan pelengkap.
3. Menyiapkan pedoman operasi dan pemeliharaan (O & P)
Pada tahap awal pengembangan ini diarahkan untuk penanaman padi tadah hujan dan
palawija sebagai tanaman kedua. Namun oleh karena hal ini kurang berhasil sehingga
timbul pemikiran untuk memanfaatkan sirkulasi pasang surut secara konstan dan segar
secara optimum.
Tabel E - 3
Kriteria Data Pendukung
Hidrotopografi adalah kemampuan suplai air pada lahan oleh air pasang surut
sehubungan dengan kondisi elevasi lahan yang bervariasi. Akan tetapi hidrotopografi
bukan satu-satunya pertanda potensi keberhasilan pengelolaan lahan yang akan
diterapkan, karena masih banyak lagi faktor yang harus diperhatikan.
Dengan demikian hidrotopografi untuk suatu lahan tidak bersifat tetap dan sama. Pada
akhirnya hidrotopografi merupakan pembatas bagi peruntukan tanah pertanian dan
pengelolaan air oleh petani.
1. Kategori A
Lahan terluapi > 4 - 5 kali persiklus pasang purnama, baik pada musim hujan dan
musim kemarau.
2. Kategori B
Lahan terluapi > 4 - 5 kali persiklus pasang purnama, pada sebagian musim hujan.
3. Kategori C
Lahan terluapi < 4 - 5 kali persiklus pasang purnama
Ada pengaruh pasang surut pada air tanah
4. Kategori D
Lahan tidak pernah terluapi walaupun oleh pasang besar
Tidak ada pengaruh pasang surut pada air tanah
Gambar E - 2
Pembagian Kategori Hidrotopografi Daerah Rawa
Tabel E - 4
Kehilangan Tinggi untuk Hidrotopografi
Lokasi Kehilangan
Tahap selanjutnya dari pengelolaan daerah pasang surut adalah dengan memanfaatkan
secara optimal air pasang surut secara konstan dan segar, hal ini mengharuskan kita
melakukan studi yang mendalam terhadap potensi yang aktual dari tanah, hidrologi dan
topografi di lokasi pekerjaan. Komponen data-data pendukung berkaitan dengan
pekerjaan ini secara umum dapat dibedakan atas :
B. Drainability
Kondisi drainability menggambarkan kemampuan suatu lahan untuk mendrain muka air
tanah. Besar kecilnya drainability dipengaruhi antara lain :
Elevasi lahan
Pengaruh pasang surut pada lahan
Karakteristik saluran dan bangunan
Seperti halnya hidrotopografi, drainability pada suatu lahan dapat berubah-ubah sesuai
dengan perubahan hal-hal di atas. Nilai drainability pada akhirnya juga merupakan
faktor pembatas bagi peruntukan lahan bagi tanaman dan sistem pengelolaan air oleh
petani.
Lokasi Kehilangan
Terdapat dua parameter hydrologi yang paling penting dalam rawa pasang surut adalah
hydrotopografi dan kemampuan drainase lahan. Istilah “Hydro-topografi“ mengacu
pada permukaan air tinggi pada saluran-saluran yang membatasi lahan, yang
menunjukkan potensi bagi irigasi pasang surut. Istilah “Drainabilitas / kemampuan
drainase“ mengacu pada tinggi muka air rata-rata pada saluran-saluran yang membatasi
lahan dan penting bagi pencuci tanah.
Faktor-faktor fisik lainnya yang penting dalam menentukan kesesuaian lahan untuk
pertanian adalah sebagai berikut.
Instrusi salinitas selama musim kemarau
Kesuburan tanah
Bahaya bagi kondisi air tanah yang mengandung asam dan racun (aktual dan
potensial)
Kondisi fisik tanah (kematangan dan kedalaman gambut).
Zone kesesuaian lahan disusun berdasarkan Satuan Lahan (Land Unit) yang
menggambarkan karakteristik lahan, yang disusun atas dasar karakteristik lahan dengan
bermacam-macam batasan.
Sebagai upaya pengeloaan lahan setiap Land Unit dengan tipe penggunaan Lahan (LUT
= Land Utibility Type) yang diputuskan menghasilkan Zone Pengelolaan Air (WMZ =
Water Management Zonning). Pada wilayah pasang surut setidak-tidaknya terdapat tiga
sampai empat Tipe Penggunaan Lahan yang mempunyai perbedaan yang sangat jelas
pada Land Unit, tipe tanah, pengelolaan air, perencanaan saluran dan pengoperasian
bangunan.
Type penggunaan lahan tersebut adalah :
1. Padi lahan basah
2. Padi tadah hujan dan palawija
3. Tanaman keras dan perkampungan
4. Padi lahan basah dengan irigasi pompa
Dengan empat LUT ini dapat ditentukan zone kesesuaian lahan dan juga dapat
membantu penggunaan lahan dalam Unit pengelolaan air. Karakteristik lahan untuk
palawija tidak berbeda jauh dengan padi tadah hujan pada wilayah pasang surut dengan
demikian LUT padi hujan sawah dengan LUT untuk tanaman keras dengan LUT untuk
perkampungan.
Empat potensi utama dalam GIS yang membentuk Land Unit dijelaskan sebagai berikut
:
1. Potensi Irigasi
Potensi irigasi pasang surut diperkirakan dengan memperhitungkan pengaruh
kehilangan pada saluran. Sebuah model matematik akan dibutuhkan untuk
memperkirakan potensi irigasi pasang surut ini. Dalam hal ini ditampilkan dua klas
yaitu :
a. Potensi irigasi pasang surut 4 kali atau lebih per periode pasang (15 hari).
b. Potensi irigasi pasang surut kurang dari 4 kali per periode pasang (15 hari).
3. Salinitas
Klas salinitas menampilkan durasi/guna intrusi salinitas yang diperhitungkan akan
masuk pada saluran. Dalam hal ini ditampilkan dua klas yaitu :
a. Intrusi salinitas lebih dari 1 bulan per tahun
b. Intrusi salinitas kurang dari 2 bulan per tahun
4. Tipe Tanah
Dalam hal ini ada empat tipe dasar tanah di daerah pasang surut yaitu :
a. Tanah mineral ( CEC > 5 mc/100 g ) dengan material sulfidik (pyrit) pada
kedalaman < 100 cm dari permukaan lapisan mineral ( < 15 %C ). Tanah Mineral
Pyrit.
b. Tanah mineral ( CEC > 5 mc/100 g ) dengan material sulfidik (pyrit) pada
kedalaman > 100 cm dari permukaan lapisan mineral ( < 15 %C ), atau tanpa
material sulfidik. Tanah Mineral, tanpa pyrit.
c. Tanah organik ( lapisan organik > 40 cm, dan 15 % C ) dengan berat kering >
25 % dari berat total. Muck Soil.
d. Tanah organik ( lapisan organik > 40 cm, dan 15 % C ) dengan berat kering >
25 % dari berat total. Tanah Gambut.
e. Agak keputihan, tanah mineral dengan CEC (Cation Exchange Capacity) 5
me/100g dan mengandung almunium > 50 %, dengan tanpa material sulfidik pada
lapisan subsoil. Whitish, Low Fertility Soil.
Potensi irigasi dan kedalaman drainase akan ditentukan melalui model matematik. Yang
paling penting adalah tinggi muka air di saluran yang dapat didekati dengan
memperkirakan kehilangan di saluran sampai dengan saluran utama, dimensi saluran
dan karakteristik pasang surut. Berdasarkan informasi ini desainer dapat melokalisir
potensi atau permasalahan di areal dan merencanakan kembali ukuran dan dimensi dari
sarana-sarana yang ada. Setelah direncanakan kembali ukuran dan dimensi sarana yang
baru dapat digunakan untuk menghitung potensi irigasi dan kedalaman drainase dengan
model matematik.
Pengukuran terbaru dari racun tanah (dalam hal ini logam besi) dapat membantu
melokalisir permasalahan tetapi tidak dapat menentukan kualitas lahan untuk membatasi
Land Unit. Pengaruh racun mempunyai karakteristik yang berulang sepanjang tahun
dan tidak sesuai untuk analisa dengan metode GIS. Karakteristik yang demikian sama
dengan menunjukkan bahwa pyrit dengan kedalaman 100 cm dari permukaan tanah dan
kedalaman drainase yang dangkal lebih baik untuk memutuskan bahwa kondisi air
tertahan dapat menimbulkan bahaya racun. Dalam kasus ini pengelolaan air akan
diambil untuk mencegah keracunan.
Untuk menunjang pengembangan tanah gambut paling penting untuk dipertimbangkan
potensi kedalaman drainase setelah semua gambut hilang melalui penurunan dan
oksidasi dengan perkiraan drainability dan konsekuensi untuk kebutuhan drainase
pompa. Dengan demikian maka penetapan Land Unit melalui GIS (Geographical
Information System) juga termasuk didalamnya penetapan Land Unit tanah organik
dengan dasar di bawah lapisan tanah mineral. Tabel berikut, juga dapat membantu
penerapan GIS (Geographical Information System ) untuk menetapkan Land Unit.
Tabel : E – 6
GIS Sebagai Perantara Penetapan Land Unit
dari rata-rata
muka
air di saluran
Empat tema utama dalam GIS yang didefinisikan di atas dapat dijadikan dasar pada
analisa geografi untuk membuat sepuluh (10) kesesuaian Land Unit di daerah pasang
surut dengan karakteristik lahan (kualitas lahan) untuk memutuskan potensi lahan bagi
pengerjaan dan pengelolaan air pada daerah pasang surut. Berikut sepuluh (10) Land
Unit di daerah pasang surut yang sesuai untuk beberapa gambaran penggunaannya yaitu
:
1. Land Unit I (Areal Irigasi Pasang Surut)
Unit ini didefinisikan sebagai lahan dengan :
Tanah mineral (CEC > 5 me/100 g) atau tanah organik dengan berat bersih >25 %
Intrusi salinitas kurang dari 1 bulan
Irigasi pasang surut > 4 kali persiklus pasang
Serta karakteristik lahan sesuai untuk masa pertumbuhan tanaman sepanjang tahun
3. Land Unit III (Pyrit dan Muck Soil, Salinitas, Kedalaman Drainase 60 cm)
Unit ini di definisikan sebagai tanah dengan :
Tanah mineral ( CEC > 5 me / 100 g )
Kandungan pyrit 100 cm dari lapisan atas tanah mineral ( < 15 % C ) atau tanah
organik dengan berat bersih > 25 %
Intrusi salinitas lebih dari 1 bulan selama masa pertumbuhan
Potensi kedalaman drainase 60 cm
Boleh mempunyai ataupun tidak mempunyai potensi irigasi pasang surut.
5. Land Unit V (Pyrit dan Muck Soil, Non Salinitas, Kedalaman Drainase >
60 cm)
Unit ini didefinisikan sebagai tanah dengan :
8. Land Unit VIII (Non Pyrit, Non Salinitas, Kedalaman Drainase 30 - 60 cm)
Unit ini didefinisikan sebagai tanah dengan :
Tanah mineral dengan CEC > 5 me / 100 g
Tanpa material sulfidik (pyrit) atau
Dengan material sulfidik (pyrit) lebih 100 cm dari lapisan atas mineral soil (< 15
%)
Potensi kedalaman drainase 30 - 60 cm
Tidak ada potensi irigasi pasang surut atau hanya selama musim hujan
9. Land Unit IX (Non Pyrit, Non Salinitas, Kedalaman Drainase > 60 cm)
Unit ini didefinisikan sebagai tanah dengan :
Tanpa mineral dengan CEC > 5 me / 100 g
Tanpa material sulfidik (pyrit) atau
Dengan material sulfidik (pyrit) lebih 100 cm dari permukaan
Potensi kedalaman drainase > 60 cm
Tidak ada potensi irigasi pasang surut atau hanya selama musim hujan
Tabel E – 7
Penggolongan Satuan Lahan (Land Unit ) Rawa Pasang Surut Secara Umum
Satuan
Lahan
KETERANGAN
( Land
Unit )
Area irigasi pasang surut (Tidal irrigated area). Lahan ini merupakan tanah
Land Unit mineral (KTK > 5 me/100 g) atau tanah organik dengan kadar abu > 25 %
I dan intrusi air asin kurang dari 1 bulan, irigasi pasang empat kali atau lebih
per siklus pasang
Tanah gambut dan berpirit, salin, kedalaman drainase 30–60 cm (Pyritic and
Muck soils, saline, drainage depth 30–60 cm). Lahan sebagai tanah mineral
(KTK > 5 me/100 g) dan bahan sulfidik (pirit) terdapat pada kedalaman <
Land Unit
100 cm dari permukaan tanah mineral (< 15 % C) atau tanah organik dengan
II
kadar abu > 25 % dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim
tanam serta potensi drainasenya 30–60 cm. Daerah ini kemungkinan
berpotensi atau tidak berpotensi untuk pengembangan irigasi pasang surut.
Tanah gambut dan berpirit, salin, kedalaman drainase >60 cm (Pyritic and
Muck soils, saline, drainage depth >60 cm). Lahan sebagai tanah mineral
(KTK > 5 me/100 g) dan bahan sulfidik (pirit) terdapat pada kedalaman <
Land Unit
100 cm dari permukaan tanah mineral (< 15 % C) atau tanah organik dengan
III
kadar abu > 25 % dan intrusi air asin lebih dari satu bulan selama musim
tanam serta potensi drainasenya >60 cm. Daerah ini kemungkinan berpotensi
atau tidak berpotensi untuk pengembangan irigasi pasang surut.
Land Unit Tanah gambut dan berpirit, non-salin, kedalaman drainase 30–60 cm (Pyritic
IV and Muck soils, non-saline, drainage depth 30–60 cm). Lahan sebagai tanah
mineral (KTK > 5 me/100 g) dan bahan sulfidik (pirit) terdapat pada
kedalaman < 100 cm dari permukaan tanah mineral (< 15 % C) atau tanah
organik dengan kadar abu > 25 % dan intrusi air asin lebih dari satu bulan
selama musim tanam serta potensi drainasenya > 60 cm. Irigasi pasang surut
Pendayagunaan sistem tata air yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan
lahan, menuntut suatu pendekatan sistem pengelolaan air berkelanjutan, yang sesuai
dengan sifat dan kendala dari masing-masing tipologi lahan di daerah survey.
Zona pengelolaan air sangat erat hubungannya dengan perencanaan tata guna lahan (
LUT = Land Utility Type = Sistem Tanam ). Dalam bentuknya yang paling sederhana,
zona pengelolaan air menyangkut keputusan apakah suatu areal harus dirancang untuk
penanaman (padi) sawah yang beririgasi, atau bentuk penanaman lahan kering (padi
tadah hujan, palawija dan tanaman keras), atau untuk penanaman lahan basah dan lahan
kering secara bergantian (misalnya padi-palawija atau tanaman keras). Zona
Pengelolaan air yang aktual tentu saja akan bergantung pada jenis tanaman yang
ditanam dan pada kalender tanam.
Keputusan lainnya diperlukan untuk menentukan apa yang seharusnya menjadi unit
hidrologi yang terkecil dengan pengelolaan air yang seragam. Dalam beberapa unit ini
dapat menjadi unit tersier, namun dalam jaringan-jaringan lainnya unit ini harus
menjadi unit sekunder. Hal ini memiliki konsekuensi bagi sekelompok kecil petani yang
harus menyesuaikan diri terhadap zone umum pengelolaan air pada unit sekunder.
Zona Pengelolaan Air (WMZ) sebagai unit Rencana Penggunaan Lahan. Ini berarti
bahwa Zone Pengelolaan Air (WMZ) adalah kombinasi antara karakteristik fisik
(kualitas lahan mengenai Land Unit) dan tata guna lahan yang direncanakan di daerah
pasang surut diantaranya, padi lahan basah, padi tadah hujan, tanaman keras ataupun
irigasi pompa untuk padi lahan basah.
Ini dapat diartikan apabila pada suatu Land Unit dipergunakan untuk padi tadah hujan
dalam satu sekunder unit dan untuk tanaman keras pada sekunder unit yang lain, akan
mengakibatkan perbedaan WMZ untuk Land Unit yang sama. Dengan demikian WMZ
dapat diputuskan juga untuk masing-masing musim tanaman.
Tabel berikut menghubungkan Land Unit dan Land Suitability untuk menentukan Type
Penggunaan Lahan ( LUTS).
Tabel E – 8
Zona Pengelolaan Air di Daerah Pasang Surut
Dengan menggunakan sepuluh (10) unit kesesuaian lahan dan empat (4) Type
Penggunaan Lahan (LUT) dapat didefinisikan delapan (8) Zone Pengelolaan Air
(WMZ) di daerah pasang surut.
5. Water Management Zone V (Pump irrigation, Non pyrit, Padi lahan basah)
Zone ini akan dipergunakan untuk padi lahan basah dalam Land Unit VIII dan IX. *
*) Tanaman keras boleh diusahakan di dalam WMZ ini tetapi hanya pada
sorjan/guludan. Sistem ini tidak membutuhkan pengoperasian bangunan pengatur
di dalam WMZ.
Berdasarkan pada kesesuaian lahan dan kemauan petani atau kebijaksanaan nasional,
Zone Pengelolaan Air (WMZ) dapat diputuskan. Zone Pengelolaan Air (WMZ) akan
diputuskan dengan melalui overlap peta GIS (Geographical Information System) dan
analisa geografi. GIS (Geographical Information System) berasal dari Land Unit yang
akan di overlap dengan peta terpilih peta penggunaan lahan oleh petani di lokasi
pekerjaan. Dengan bantuan bagan pengambilan keputusan dapat ditetapkan Zone
Pengelo
laan Air (WMZ) di lokasi pekerjaan. Diagram berikut menampilkan sistematika
pengambilan keputusan untuk mendapatkan WMZ.
E. Nomenklatur
Untuk kepentingan operasi dan pemeliharaan jaringan tata air rawa, maka diperlukan
penamaan untuk setiap saluran dan bangunan. Nomenklatur jaringan tata air rawa
disusun dengan kriteria sebagai berikut :
Agar rawa bisa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar maka diperlukan suatu
perencanaan tata air terhadap rawa tersebut sehingga masyarakat tertarik untuk
memanfaatkan menjadi sarana pertanian. Sistem tata air yang akan dilaksanakan
adalah sistem drain/pembuangan murni secara grafitasi.
Sistem drain-drain ini hanya terdiri dari jaringan irigasi berupa saluran primer dan
sekunder dengan dilengkapi bangunan-bangunan pengatur air serta pintu yang
berfungsi untuk menahan dan mengatur sirkulasi pasang surut sungai dari saluran
sekunder ke primer sesuai kebutuhan.
5. Saluran
Adapun formula yang dipakai dalam merencanakan dimensi salurannya adalah
rumus Manning, dimana rumusnya adalah sebagai berikut :
Dimana :
Q = Debit aliran (m3/dt)
n = Koefisien kekasaran Manning = 1/K
w
m
1 h H
Mengingat debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5
tahun, maka tinggi muka air rencana maksimum bisa diambil sama dengan tinggi
muka tanah. Jadi diperbolehkan tidak memakai tinggi jagaan.
Guna keperluan perencanaan dimensi saluran tersebut terlebih dahulu dihitung debit
rencana yang akan mengalir pada tiap-tiap saluran. Perhitungan besarnya debit ini
didasarkan pada modulus drainase dan luas daerah yang akan dibuang airnya (Q
intern) serta debit dari areal lain yang mungkin masuk ke saluran tersebut (Q
ekstern). Debit saluran primer merupakan jumlah dari debit pada saluran sekunder.
Besarnya debit drainase yang berasal dari areal sawah itu sendiri dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Q = 1,62 . Dm . A0,92
Dimana :
Q = Debit drainase (lt/dt)
Dm = Modulus drainase (lt/dt/ha)
dilaksanakan pada waktu melaksanakan Survey Audit Teknis Lahan Rawa yang
meliputi : Rapid Assesment Kinerja Lahan Rawa, Indeks Kinerja Lahan Rawa dan
petunjuk pengisian tabel yang sudah ada.
Adapun tabel tabel tersebut dan petujuk pengisian Tabel adalah sebgai berikut :
6. Rapid Assesment Kinerja Lahan Rawa
( Formulir Diisi Untuk Seluruh Daerah Irigasi Nasional Mengacu Kepmen PU No
390/KPTS/M/2007)
1a. Formulir 1a : Isian Untuk BBWS/BWS
1b. Formulir 1b : Isian Untuk Provinsi
1c. Formulir 1c : Isian Untuk Kabupaten/Kota
LAPORAN PENGAMATAN KUALITAS AIR
pH dan Salinitas (ppm)
Berikut adalah salah satu bentuk contoh perhitungan AKNOP Irigasi Rawa
sebagaimana ditunjukkan pada tabel di bawah:
Tabel E-9 Contoh Perhitungan AKNOP (1/2)
NO. KOMPONEN BIAYA JML UNIT SATUAN (Rp) TOTAL (Rp) KETERANGAN
5.2.1 GAJI & HONORARIUM
1 Pengamat 12 OB - -
2 Staf Pengamat 24 OB - -
3 Juru 60 OB - -
4 Waker 696 OB - -
5 Pakaian kerja 66 stel - -
C. 6 Pengobatan
Rumah Tangga 792 OB - -
JUMLAH 5.2.1
1 Sapu ijuk 5 bh - --
5.2.2 BAHAN
2 Kain pel 3 ls - -
A. Perlengkapan Kantor
31 Tempat sampah
Kertas HVS E/ F 35 bh
rim -- --
42 Keset
Kertas HVS D/ F 50 lbr
rim -- --
53 Ember plastik kecilE/ F
Kertas Doorslaag 30 bh
rim - -
64 Ember plastik besar
Kertas Doorslaag D/ F 10 bh
rim - -
75 Kertas
Karbol sampul 50 lbr
6 btl -- --
6 Kertas stensil E/ F 0 rim - -
8 Kamper bagus 5 bh - -
7 Kertas stensil D/ F 0 rim - -
9 Kemoceng 3 bh - -
8 Kertas ozalid 5 rol - -
Tangkai
109 Kertas bergaris kain pel 23 btg
rim -- --
10 Gayung
11 plastik
Kertas kalkir 22 bh
rol -- --
11 Sapu
12 lidi tik
Pita mesin 15 bh - -
12 Karbon E/ F JUMLAH C 0 pak - --
13 Karbon D/ F JUMLAH 5.2.2 5 pak - 1,600,000-
14 Stop map 50 lbr - -
5.2.3 PERALATAN & MESIN
15 Snelhecter map 50 lbr - -
A. Pemeliharaan 1 Sepeda Motor
16 Lem 3 tube - -
17 1 Pajak
Nices kendaran 16 th
dos -- --
18 2 Bahan
Klip bakar premium 4685 ltr
dos - -
19 3 Service
Buku agenda 125 kali
bh - -
20 4 Buku
Ganti kuarto
ban 2 bh
5 kali -- --
21 PensilSuku cadang 2 ls - -
5 1 LS - -
22 Mata rapido 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 5 bh - -
JUMLAH A -
23 Mistar segitiga 2 stel - -
B.24 Pemeliharaan
Penghapus pensil 66 Sepeda 12 LS
ls -- --
25 Spidol warna JUMLAH B 3 set - --
C.26 Pemeliharaan
Tipp Ex 1 Mesin Tik 25 bh
dos - -
27 Hockmachine JUMLAH C 2 bh - --
28 MM kalkir kecil JUMLAH 5.2.3 1 rol - --
29 Lakban 3 bh - -
5.2.4 PERJALANAN DINAS
30 Kertas manila 25 lbr - -
1 Pengamat
31 Ordner folio
12 kali
30 bh
-- --
2 Staf Pengamat JUMLAH A 24 kali - --
B. 3 Juru Peralatan Kerja Lapangan 60 kali - -
1 Parang JUMLAH 5.2.4 20 bh 15,000 300,000-
Sekop
5.2.5 2 PERAWATAN KONST. 10 bh 35,000 350,000
A. 3 Cangkul
Bangunan Irigasi 20 bh
Tabel E-9 Contoh Perhitungan AKNOP (2/2)
30,000 600,000
4 Sisir sampah 5 bh 45,000 225,000
1 Bendung 1 bh 1,000,000 1,000,000
5 Linggis 10 bh 12,500 125,000
2 Bang. Bagi & Sadap Sedang JUMLAH B 10 bh 75,000 750,000
1,600,000
3 Bang. Bagi & Sadap Kecil 73 bh 50,000 3,650,000
4 Bang. Pelengkap Sedang 13 bh 50,000 650,000
5 Bang. Pelengkap Kecil 104 bh 40,000 4,160,000
JUMLAH A 10,210,000
B.
SALURAN
1 Sal. PembawaMEODOLOGI
PENDEKATAN Sedang
& 21,162 m’
PROGRAM 9,750
KERJA 206,329,500 E – 75
2 Sal. Pembawa Kecil 45,226 m’ 4,875 220,476,750
JUMLAH B 426,806,250
JUMLAH 5.2.5 437,016,250
TOTAL 438,616,250
LUAS AREAL IRIGASI 5,188
BIAYA PENGELOLAAN (OP) PER HA PER TAHUN 84,544
AUDIT TEKNIS DAN AKNOP TP-OP KALIMANTAN TENGAH
Mengingat bahwa jumlah provinsi dan Kabupaten yang harus dikunjungi cukup
banyak, maka kegiatan ini akan memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk
mempercepat pelaksanaan, maka tim akan dibagi menjadi 2 tim pada setiap provinsi
yang dikunjungi dengan perkiraan waktu pelaksanaan sekitar 1 bulan.
irigasi, rawa maupun tambak. Dari hasil analisis tersebut disusunlah suatu formulasi
untuk menyusun suatu bentuk tata cara penyusunan AKNOP TP-OP yang bersifat
generik.
Apabila formulasi tata cara generik telah bisa disepakati dengan melalui diskusi,
asistensi dan perbaikan dari pihak-pihak terkait akhirnya konsep tersebut akan
diproses lebih lanjut menjadi pedoman untuk penyusunan AKNOP TP-OP irigasi,
rawa dan tambak.
Untuk seluruh kegiatan ini analisa AKNOP TP-OP ini diperlukan waktu kurang lebih
3,5 bulan.
V Kegiatan Pelaporan
1 Laporan RMK 1.00
2 Laporan Pendahuluan 1.00
3 Laporan Bulanan 2.00
4 Laporan Antara 1.00
5 Laporan Akhir 1.00
6 Laporan Penunjang dan Gambar 1.00
7 Soft Copy Laporan dan Gambar
PENDEKATAN MEODOLOGI & PROGRAM KERJA
VI Penyusunan Laporan/ Koordinasi/ Asitensi E – 81 4.00
DIREKTORAT JENDERAL
SUMBER DAYA AIR
INSTANSI TERKAIT :
* KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
* KEMENTERIAN PERTANIAN
BWS KALIMANTAN II * BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN)
* BAKOSURTANAL
* PEMERINTAH DAERAH / BAPPEDA
* DINAS-DINAS TERKAIT DI PROPINSI & KABUPATEN
* DAN LAIN-LAIN
KETUA TIM / TEAM LEADER
Ir. Dandy A. Yani
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN
PERENCANAAN DAN PROGRAM
SURVEYOR TOPOGRAFI
DRAFTMAN (AUTOCAD), ADMINISTRASI & OPERATOR KOMPUTER, OFFICE MANAGER, TENAGA LOKAL TOPOGRAFI
1 Ir. Dandy A. Yani Ketua Tim / Ahli Sumber Daya Air 4.00
2 Harsilo, ST Ahli Rawa 3.50
3 Herlina Ruru, ST Ahli Operasi dan Pemeliharaan (OP) 3.50
Awaluddin, Muh. Nurtaufiq, ST,
4 Surveyor Topografi 4.50
Alfian Ardiansyah
5 Abd. Rajab, Amd Draftman (AutoCad) 2.00
6 Muh. Basri, S.Kom Administrasi & Operator Komputer 4.00
7 Abd. Haris Palengkey, SE Office Manager 4.00
8 To Be Name Tenaga Lokal (3 orang) 4.50
Total 30.00