Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebanyakan unsur kimia merupakan logam. Dalam tabel periodik, unsur logam

diklasifikasikan sebagai unsur-unsur transisi dan unsur-unsur transisi dalam.

Aluminium adalah unsur logam yang biasa dijumpai dikerak bumi dan terdapat dalam

batuan seperti mika. Aluminium adalah logam unsur kimia berlimpah yang secara luas

digunakan di seluruh dunia untuk berbagai produk. Unsur aluminium ini memiliki

nomor atom 13 dan diidentifikasi dengan simbol Al pada tabel periodik unsur. Dalam

bentuk murni, aluminium berwarna keperakan putih dan mempunyai bobot

yang sangat ringan. Unsur aluminium ini mempunyai bobot yang ringan tapi

sangat kuat dan awet, dan mempunyai kemampuan penghantar listrik yang sangat

baik (Alimuddin, 2014).

Logam aluminium tidak mudah mengalami oksidasi seperti pada besi karena

permukaan logam aluminium tertutup oleh lapisan tipis oksida yang melindungi logam

terhadap udara, sehingga logam aluminium tidak bereaksi dengan udara. Bila lapisan

ini rusak maka aluminium dapat bereaksi dengan udara. Logam aluminium mudah

bereaksi dengan oksigen. Reaksi logam aluminium dengan oksigen akan menghasilkan

aluminium oksida yang sangat tipis dan bersifat sangat keras, stabil dan tidak berpori

sehingga berperan sebagai pelindung terhadap permukaan logam di dalamnya.

Akibatnya, reaksi dengan oksigen dari udara akan berhenti setelah semua permukaan

tertutup rapat oleh lapisan oksidanya dan logam tersebut sudah tentu akan terhindar dari

reaksi oksidasi selanjutnya yang mana bila reaksi oksidasi ini terus berlanjut maka akan

mengakibatkan korosi atau proses pengkaratan. Untuk mengetahui bagaimana proses

terjadinya anodasi pada aluminium maka perlu dilakukan percobaan

ini (Nurdiyanto, 2013).


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini yaitu untuk menelaah kemungkinan terjadinya

peningkatan tebal lapisan oksida logam aluminium melalui proses anodasi serta

perubahan warna yang terjadi pada keping aluminium sebelum dan setelah proses

anodasi.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. Menentukan berat dan perubahan warna yang terjadi pada keping aluminium

sebelum dan setelah proses anodasi

2. Menentukan rendamen yang diperoleh setelah proses anodasi

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu logam aluminium dianodasi melalui proses

elektrokimia dengan asam sulfat sebagai larutan elektrolit. Selanjutnya, logam

aluminium yang telah dianodasi di warnai dengan mencelupkan logam aluminium

tersebut kedalam campuran larutan besi (III) klorida dan amonium oksalat.
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu akuades, asam sulfat

(H2SO4) 2 M, keping logam aluminium, besi (III) klorida (FeCl3) 0,25 gram, amonium

oksalat ((NH4)C2O4) 0,25 gram, tissue roll, amplas dan sabun.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu gelas ukur 50 mL, gelas kimia

250 mL, penjepit buaya (aligator clips), stopwatch, power supply, pinset, neraca

analitik, gunting, pemanas listrik dan sumber arus listrik.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Anodasi

Lempengan aluminium diamplas lalu digunting dan dilekukkan menyerupai

silinder sesuai dengan ukuran gelas kimia 50 mL. Lalu dijepit dengan menggunakan

penjepit buaya dan dihubungkan dengan kawat.

Kepingan aluminium lain digunting dengan ukuran 1,5 x 3 cm lalu dibersihkan,

dicuci dengan air panas dan deterjen. Lempeng yang sudah dibersihkan tadi

dikeringkan dengan tissu dan dipegang dengan menggunakan pinset. Dihubungkan

dengan kawat lain menggunakan penjepit buaya. Larutan asam sulfat 2 M dituangkan

ke dalam gelas kimia sampai sebagian besar keping aluminium tercelup. Kepingan

aluminium diletakkan tepat di tengah silinder aluminium dalam gelas kimia sedimikian

rupa agar tidak bersentuhan dengan silinder aluminium. Kemudian kedua kawat

dihubungkan dengan tegangan listrik. Keping I dihubungkan dengan arus 6 Volt.


Adaptor dinyalakan dan diamati perubahan yang terjadi untuk 5 menit dan tegangannya

dinaikkan menjadi 12 volt untuk 10 menit. Keping II dihubungkan ke sumber arus DC

6 volt. Adaptor dinyalakan dan diamati perubahan yang terjadi untuk 10 menit dan

tegangannya dinaikkan menjadi 12 volt untuk 15 menit. Keping III dihubungkan

dengan arus DC 6 volt. Adaptor dinyalakan dan diamati perubahan yang terjadi untuk

15 menit kemudian tegangan dinaikkan menjadi 12 volt sampai 20 menit. Diamati

sampai muncul gelembung gas H2.

3.3.2 Pewarnaan Logam

Besi (III) klorida 0,25 gram dan amonium oksalat 0,25 gram dilarutkan dalam

50 mL akuades. Keping aluminium hasil anodasi dicelupkan ke dalam larutan tersebut

selama beberapa menit. Selanjutnya, keping aluminium dicelupkan ke dalam air

mendidih selama 10 menit dan diperhatikan perubahan yang terjadi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

berat aluminium sebelum dianodasi dengan selang waktu masing-masing 5 menit,

10 menit dan 15 menit adalah 0,39 gram, 0,38 gram dan 0,40 gram. Berat aluminium

setelah dianodasi dengan selang waktu masing-masing 5 menit, 10 menit dan 15 menit

berturut-turut yaitu 0,42 gram, 0,41 gram dan 0,43 gram. Sehingga diperoleh persentase

berat rendamen dari tiap logam aluminium yang dianodasi yaitu 18,93%, 12,63% dan

9,43%.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Laboratorium

Saran untuk laboratorium yaitu sebaiknya alat-alat yang sudah rusak agar

diganti atau diperbaharui sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.

5.2.2 Saran untuk Percobaan

Saran untuk percobaan yaitu sebaiknya digunakan logam jenis lain sebagai

perbandingan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anodasi Aluminium

Logam umumnya dibayangkan sebagai bahan yang keras, mempunyai

densitas dan titik leleh tinggi, dapat ditempa dan merupakan konduktor panas dan listrik

yang baik. Bentuk kelimpahan logam yang terdapat dialam (kerak bumi)

sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang bersangkutan, kelarutan

garamnya dan kemudahan garamnya bereaksi dengan air atau terhadap proses

oksidasi (Sugiyarto dan Retno, 2010).

Logam aluminium merupakan salah satu logam yang sangat sering digunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Logam ini sering dimanfaatkan sebagai perlengkapan

dapur, industri otomotif, hingga bahan pembuatan pesawat terbang. Aluminium sering

dipergunakan karena memiliki sifat-sifat yang unggul seperti kuat, ringan mudah

ditempa dan lain-lain. Kebutuhan pasar dunia terhadap logam aluminium tidak hanya

sebatas pada keistimewaan sifat fisis yang dimiliki oleh logam aluminium melainkan

juga berhubungan dengan segi estetika. Banyak industri seperti industri handphone,

otomotif dan peralatan dapur yang sudah menggunakan teknik pewarnaan logam

aluminium untuk meningkatkan nilai estetika logam tersebut. Kebanyakan teknik

pewarnaan logam aluminium yang digunakan adalah dengan teknik pelapisan logam

aluminium dengan menggunakan pewarna (dye) ataupun dengan chrome (Cr).

Penggunaan teknik pelapisan dengan menggunakan pewarna ataupun chrome memiliki


kelemahan utama yaitu mudah pudar atau terkelupasnya pewarna ataupun chrome yang

digunakan untuk melapisi logam aluminium. Hal ini tentunya akan mempengaruhi daya

beli pasar terhadap peralatan yang berbahan dasar aluminium. Untuk meningkatkan

nilai estetika yang dimiliki logam aluminium sebagai bahan dasar berbagai peralatan

rumah tangga salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memadankan antara

logam aluminium dengan logam lain yang memiliki nilai estetika seperti emas atau

tembaga. Teknik yang paling cocok digunakan untuk logam aluminium yaitu teknik

anodizing. Anodizing merupakan suatu proses elektrolisis dengan prinsip dasar

pembentukan lapisan oksida aluminium secara terkontrol sehingga terbentuk lapisan

oksida yang berpori (Kusuma dkk., 2014).

Secara umum teknik anodizing dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu regular

anodizing dan hard anodizing. Teknik regular anodizing digunakan untuk keperluan

yang bersifat dekoratif, sedangkan teknik hard anodizing lebih bertujuan meningkatkan

kekuatan fisik dari logam aluminium. Teknik anodizing merupakan teknik yang dapat

digunakan untuk meningkatkan ketahanan logam aluminium terhadap korosi serta

meningkatkan ketahanan fisik serta keausan logam aluminium. Proses anodizing

dilakukan dengan cara elektrolisis. Logam aluminium yang telah dipreparasi

dihubungkan dengan kutub positif power supply sedangkan kutub negatifnya akan

dihubungkan dengan logam inert seperti platina, timbal dan lain-lain. Anoda dan katoda

dari power supply ini kemudian dicelupkan kedalam larutan elektrolit. Teknik

anodizing adalah suatu proses penyepuhan logam yang didasarkan atas pembentukan

lapisan oksida aluminium melalui oksidasi yang terkontrol sehingga terbentuk pori

yang akan dilapisi atau diisi oleh lapisan logam lain (Kusuma dkk., 2014).
Anodisasi merupakan proses elektrolisis dengan cara melewatkan arus searah

pada elektroda sehingga permukaan yang berfungsi sebagai anoda akan terkonversi

menjadi lapisan yang bersifat terlindungi dan dekoratif. Limbah anodisasi di

lingkungan mengandung kadar aluminium sebesar 30-40 g/L, serta menurut penelitian

Srinivasan kadar aluminium di lingkungan mengandung 36,6 mg/L memberikan efek

kesadahan air, serta dapat menyebabkan kerusakan saraf jika terminum. Oleh karena

itu, perlu adanya inovasi baru dalam pengolahan limbah anodisasi pelapisan logam

aluminium, salah satunya menjadi biomaterial dalam bentuk alumina, melalui tahap

aluminium hidroksida. Aluminium merupakan logam ringan yang memiliki ketahan

korosi dan hantaran listrik yang baik. Sifat mekanik aluminium tidak dapat berdiri

sendiri (aluminium alloy) adanya logam-logam lain yang ikut didalamnya, seperti Si,

Fe, Cu, Mn dan lain-lain (Munawarti dkk., 2015).

2.2 Korosi

Hampir semua logam dalam perjalanan waktu, pada permukaaannya yang tidak

terlindungi menunjukkan perubahan yang dalam banyak kasus mengakibatkan

penguraian yang melaju dari luar ke dalam. Oleh korosi, logam dapat berubah kedalam

bentuk garamnya, oksida, ataupun hidroksida. Korosi dapat terjadi dalam berbagai

bentuk (Sofyan, 2013):

1. Korosi menyeluruh, logam yang berkorosi mengalami kerusakan pada seluruh

permukaannya.

2. Korosi setempat atau bopeng, menyebabkan kerusakan setempat sehingga

menimbulkan bopeng-bopeng pada logam.


3. Korosi antar garis hablur, terjadi di sepanjang garis hablur. Akibat korosi ini

hablur-hablur terlepas satu sama lainnya. Bentuk korosi ini sangat berbahaya

karena tidak terlihat langsung dari luar.

Reaksi korosi itu sendiri dapat dikelompokkan atas berbagai jenis, akan tetapi

secara umum ada dua macam. Sesuai dengan peristiwanya, yaitu penggabungan

langsung logam (ion logam) dengan unsur-unsur bukan logam, serta reaksi pelarutan

logam, biasanya pada lingkungan berair, lalu bergabung dengan bukan logam

membentuk produk korosi (reaksi penggantian). Reaksi langsung disebut juga korosi

kering, sedangkan reaksi penggantian disebut juga reaksi basah. Penyebab korosi dapat

berupa kejadian yang sebagian bersifat kimiawi murni, sebagian lagi dapat bersifat

elektrokimiawi. Korosi kimiawi murni terjadi akibat pengaruh zat asam udara, atau

dikenal dengan istilah oksidasi, seperti juga asam, larutan alkali dan garam. Pada

beberapa jenis logam, lapisan oksid luar yang tipis menghalangi penguraian yang lebih

menjangkau ke dalam, misalnya selaput hijau pada tembaga, atau selaput oksid pada

aluminium (Sofyan, 2013).

Peristiwa korosi pada logam merupakan hal yang tidak bisa dielakan lagi

keberadaannya, namun korosi dapat dikendalikan keberadaannya, dalam hal ini

maksudnya adalah diperlambat lajunya. Korosi sangat sering kita jumpai dalam

kehidupan sehari-hari, baik dibenda-benda rumah tangga sampai ke benda-benda

industri. Korosi adalah reaksi logam dengan zat-zat sekitarnya, misalkan udara dan air

sehingga menimbulkan senyawa baru. Dalam perkaratan senyawa baru ialah zat padat

berwarna coklat kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori. Korosi dapat

menimbulkan kerugian dan dapat mengurangi umur dari pada suatu benda yang terbuat
dari logam yang tingkat korosifnya tinggi. Proses korosi memerlukan oksigen dan air,

oleh sebab itu maka prinsip untuk mencegah terjadinya korosi yaitu dengan

menghindari kontak dengan salah satunya (air dan oksigen)(Sari, 2017).

Chamberlain (1991) menyatakan bahwa korosi merupakan kerusakan material

yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Adapun proses korosi yang

terjadi disamping oleh reaksi kimia, juga diakibatkan oleh proses elektrokimia yang

melibatkan perpindahan elektron-elektron, entah dari reduksi ion logam maupun

pengendapan logam dari lingkungan sekeliling (Murabbi dan Sulistijono, 2012).

Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan

logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Korosi yang di berdasarkan

proses elektrokimia (electrochemical process) terdiri dari 4 komponen utama

yaitu (Sidiq, 2013):

1. Anode (Anoda)

Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atom-atom

logam netral untuk membentuk ionion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap

tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut.

2. Cathode (Katoda)

Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan

dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi.

3. Elektrolit

Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit

dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai

peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik

antara anoda dan katoda.

4. Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris


Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi

dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda

merupakan bagian dari logam yang sama.

2.3 Konsentrasi

Teknik anodizing adalah suatu proses penyepuhan logam yang didasarkan atas

pembentukan lapisan oksida aluminium melalui oksidasi yang terkontrol sehingga

terbentuk pori yang akan dilapisi atau diisi oleh lapisan logam lain. Teknik anodizing

pada dasarnya menggunakan prinsip elktrolisis. Pada sel elektrolisis, anoda

dihubungkan dengan logam aluminium yang akan di anodizing dan di bagian katoda

dihubungkan dengan logam aluminium lain. Kemudian pada sel ini dialirkan beda

potensial. Beda potensial ini akan memicu pertumbuhan lapisan oksida pada permukaan

logam aluminium. Pembentukan lapisan oksida pada permukaan aluminium sangat

dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang terdapat ada larutan elektrolit. Pengaliran udara

pada proses ini akan menyuplai sejumlah oksigen pada sel elektrolisis sehingga larutan

elektrolit tidak mengalami perubahan. Disamping itu fungsi penambahan aliran udara

pada proses ini adalah menciptakan rongga pori pada oksida aluminium yang dibentuk.

Terbentuknya pori pada oksida menandakan proses anodizing berhasil dilakukan

(Kusuma dkk., 2014).

Teknik yang paling umum digunakan dalam anodizing berdasarkan jenis

elektrolit yang digunakan adalah jenis sulfuric acid anodizing. Hal ini disebabkan

teknik ini yang paling bernilai ekonomis. Konsentrasi asam sulfat yang paling optimum

digunakan untuk teknik anodizing adalah 15%. Pada konsentrasi 15%, karakteristik

permukaan logam aluminium hasil anodizing memberikan tingkat kekerasan dan


keausan yang paling optimal. Hal lain yang mempengaruhi kualitas aluminium hasil

anodizing adalah besar beda potensial yang diberikan. Perbedaan besar beda potensial

yang diberikan akan mempengaruhi lebar dan ketebalan pori oksida aluminium yang

terbentuk (Kusuma dkk., 2014).

Dalam percobaan anodizing aluminium ini yang menggunakan Pb sebagai

katodanya, dengan larutan elektrolit campuran: asam sulfat H 2SO4 dan asam oksalat

H2C2O4 dengan perbandingan berat 6%. Dengan mengubah konsentrasi larutan H2SO4

serta waktu anodizing kita dapat mengetahui pengaruh variabel-variabel tersebut dalam

membentuk lapisan oksida pada permukaan substrat. Pada percobaan ini tegangan yang

digunakan adalah 24 volt, dengan konsentrasi H 2SO4 sebesar 15%, 20% dan

25% volume dan dengan waktu selama 3, 5 dan 7 menit (Sidharta, 2014).

2.4 Senyawa Kompleks

Logam transisi merupakan unsur golongan B yang mempunyai orbital d yang

belum terisi penuh dengan elektron, kecuali golongan II B (Zn, Cd, dan Hg) berisi

penuh sepuluh elektron. Akibat dari belum terisi penuhnya orbital d itu maka akan

memberikan sifat-sifat (Sudjana dkk., 2002):

1. Berwarna, baik dalam bentuk ion maupun dalam bentuk senyawa, padat atau

bentuk larutan

2. Paramagnetik

3. Aktivitas katalitik

4. Dapat membentuk senyawa kompleks

Studi senyawa magnetik berbasis molekular terus dikembangkan untuk

mendapatkan material feromagnetik. Material magnetik berbasis senyawa kompleks

yang telah diteliti menggunakan ion-ion logam transisi dan berbagai jenis ligan.

Interaksi antar ion-ion logam yang terjadi pada kompleks polimer adalah interaksi inter
dan intra molekular, sehingga dihasilkan senyawa dengan sifat magnetik yang unggul.

Senyawa kompleks dapat menunjukkan sifat feromagnetik. Sifat ini timbul akibat

adanya interaksi antar elektron tidak berpasangan pada ion-ion logam. Interaksi

feromagnetik pada senyawa kompleks umumnya ditunjukkan pada temperatur

rendah (Illiya dan Fahimah, 2011).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Berat Keping Aluminium

Berat sebelum Berat setelah Berat lapisan Kadar


No.
anodasi (gram) anodasi (gram) oksidasi (gram) rendamen (%)
1 0,39 0,40 0,01 18,93
2 0,38 0,39 0,01 12,63
3 0,40 0,41 0,01 9,46

Tabel 2. Hasil anodasi dengan variasi waktu

No. Waktu Anodasi Hasil Anodasi Ket.


1 5 + Gelembung sedikit
2 10 ++ Gelembung sedang
3 15 +++ Gelembung banyak
4 20 +++ Gelembung banyak

4.2 Reaksi

Setengah reaksi:

Anoda : Al Al3+ + 3e- x2

Katoda : 2H+ + 2e- H2 x3

Anoda : 2Al 2Al3+ + 6e-

Katoda : 6H+ + 6H+ 3H2


2Al + 6H+ 2Al3+ + 3H2

SO42- O2- + SO42-

4Al + 3H2SO4 Al2O3 + Al2(SO4)3 + 3H2

4.3 Pembahasan

Pada percobaan anodasi aluminium ini, dilakukan dengan menggunakan dua

teknik. Teknik yang pertama dilakukan yaitu teknik anodasi pada keping aluminium

dan teknik yang kedua yaitu pewarnaan pada logam-logam yang telah dianodasi.

Percobaan ini dilakukan untuk menelaah kemungkinan terjadinya peningkatan tebal

lapisan oksida logam aluminium melalui proses anodasi serta perubahan warna yang

terjadi pada keping aluminium sebelum dan setelah proses anodasi.

Pada percobaan ini, digunakan tiga keping aluminium. Ketiga keping aluminium

tersebut dianodasi melalui proses elektrokimia dengan asam sulfat (H 2SO4) sebagai

larutan elektrolitnya. Ketiga keping aluminium tersebut kemudian dianodasi dengan

waktu yang bervariasi yaitu 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit. Hal tersebut

dilakukan untuk membandingkan hasil dari proses anodasi logam berdasarkan lama

proses anodasinya. Logam dengan waktu anodasi yang lebih lama memiliki warna yang

lebih terang dibandingkan dengan logam dengan waktu anodasi yang cepat. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya lapisan oksida yang menutupi permukaan logam tersebut.

Setelah proses anodasi dilakukan, logam aluminium kemudian di warnai dengan

mencelupkan logam aluminium tersebut kedalam campuran larutan

besi (III) klorida dan amonium oksalat. Proses pewarnaan dilakukan dengan

menggunakan larutan besi (III) klorida yang direaksikan dengan amonium oksalat yang

akan memberikan warna yang  berbeda pada permukaan logam. Lapisan oksida yang

terbentuk dari logam yang dielektrolisis mengandung sedikit ion sulfat dimana masih
terdapat pori-pori pada  permukaan logam sehingga lapisan oksida tersebut dapat

menyerap warna sesuai dengan yang diinginkan. Fungsi dari pewarnaan ini adalah

untuk mengetahui tingkat ketebalan lapisan proses anodasi dan fungsi penambahan

larutan amonium oksalat adalah sebagai zat yang memperlambat terjadinya reaksi

reduksi pada Al dan FeCl3 berfungsi sebagai pengoksidasi dan juga sebagai sampel

yang menghasilkan ion Fe3+, untuk mencegah terjadinya pengotoran, pori-pori dari

logam perlu ditutupi dengan jalan memanaskan selama beberapa menit. Pada saat

pemanasan ini, beberapa oksida akan mengalami hidrasi, kemudian mengembang dan

dengan sendirinya akan menutupi pori-pori yang ada dan kemudian setelah beberapa

menit, terbentuklah warna yang lebih mencolok pada logam yang dianodasi yaitu

kecoklatan. Semakin lama proses anodasi yang terjadi pada keping aluminium tersebut,

maka semakin tebal lapisan oksida yang terbentuk.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, berat logam aluminium sebelum dianodasi

sebesar 0,39 gram, 0,38 gram dan 0,40 gram. Namun, setelah dianodasi terjadi

perubahan pada berat logam aluminium. Berat logam aluminium setelah dianodasi

sebesar 0,40 gram, 0,39 gram dan 0,41 gram. Setelah proses anodasi selesai, didapatkan

berat lapisan oksida masing-masing logam aluminium tersebut sebesar 0,01 gram untuk

keping I, 0,01 gram untuk keping II dan 0,01 gram untuk keping III. Selain itu,

didapatkan pula berat rendamen untuk masing-masing logam aluminium tersebut. Berat

rendamen untuk keping I setelah anodasi sebesar 18,93%, untuk keping II sebesar

12,63% dan keping III sebesar 9,46%. Selain itu, hasil dari proses anodasi dengan

variasi waktu 5 menit menghasilkan sedikit gelembung pada saat dipanaskan. Pada

proses anodasi dengan variasi waktu 10 menit menghasilkan gelembung sedang pada
saat dipanaskan sedangkan pada saat proses anodasi dengan variasi waktu 15 dan

20 menit menghasilkan banyak gelembung pada saat di panaskan.

Anda mungkin juga menyukai