Anda di halaman 1dari 2

MEMAHAMI KONSEP REJEKI

“Hasil tak menghianati proses” atau “Proses tak menghianati hasil”, benarkah
kalimat itu?
Seolah menjadi hukum sebab akibat bahwa “Jika Anda bekerja keras, maka PASTI akan
menuai HASIL”. Dalam makna sebaliknya “Jika tidak berhasil setelah bekerja keras,
maka prosesmu telah berkhianat padamu”. Begitukah?

Saat merumuskan serial materi FONDASI BISNIS YANG BERKAH, saya teringat 2 sosok,
almarhum ayah saya dan Om Bob Sadino. Selama berguru kepada Om Bob, tak pernah
beliau bicara teknis bisnis sedikit pun. Setiap kali pertanyaan saya menjurus ke
masalah teknis atau manajemen, beliau selalu melempar, “Jangan tanya aku hal itu
Jayaaa…! Tanya ke direktur dan manajerku aja..!”. Ternyata apa yang beliau ajarkan
adalah FUNDAMENTAL sebagai pebisnis yang mengakar kuat, yang nyaris punah saat ini.

Yuk simak percakapan seru saya dengan Om Bob Sadino.

OB: Jaya… kamu bisnis cari apa?


JS: CARI UNTUNG, Om.
OB: Kalo aku bisnis ‘CARI RUGI’.
JS: Maksudnya Om..?
OB: Emang kalo kamu bisnis cari untung, akan selalu untung?
JS: Ya enggak sih..
OB: Trus kalau aku bisnis cari rugi, akan selalu rugi?
JS: Gak juga yah..
OB: Sama aja GOBLOK..!
JS: @#$%^&*()

Dalam kesempatan yang berbeda, Om Bob ‘membuat bingung’ saya lagi…

OB: Jaya… berhentilah ‘berharap’ dalam hidupmu, atau kamu akan kecewa..!
JS: Maksudnya Om?
OB: Emang harapanmu selalu tercapai?
JS: Gak selalu sih…
OB: Selalu TIDAK..!!!
JS: *nunduk diam

Dari 2 percakapan diatas ada benang merah.

Mengerjakan proses adalah kewajiban kita, mendapatkan hasil adalah hak Allah.
Renungkan kembali, apakah setiap proses yang sudah Anda lalui dengan benar, maka
hasilnya sesuai dengan perhitungan (harapan) Anda? Selain ‘Faktor Langit’, juga
diakibatkan kedangkalan ilmu kita untuk memahami variabel kehidupan yang begitu
kompleks dan dinamis.

Misalnya:
Saat kita menyetir mobil dengan benar, apakah kita pasti akan selamat?
Mungkin kita benar, tapi ada orang lain yang tak benar menyetirnya dan
‘dipertemukan’ dengan kita, sehingga musibah pun terjadi. Itulah yang disebut kuasa
Allah, alias diluar kekuasaan manusia.

Bisnis pun demikian. Meski sudah kita perhitungkan dengan seksama, sedekah
berlimpah, leadership bagus, tapi musibah tetap datang. Lantas buat apa kita
berusaha? Usaha adalah bagian dari ibadah kita, jika niatnya benar dan prosesnya
terjaga. Usaha adalah proses memantaskan diri untuk ‘mendapatkan dan mengelola’
rejeki. Namun Allah tak ingin kita ‘bersandar’ pada amal kita (termasuk sedekah).
Allah hanya ingin kita bersandar kepada-Nya saja.

Di sisi lain, Allah tak ingin kita berusaha ‘sakpenake dewe’ dan hanya memperbanyak
doa, agar ‘takdirnya bagus’. Allah tak ingin kita frustasi oleh ikhtiar yang kita
jalani, maka dari itu diturunkanlah ‘sunatullah’ atau hukum alam. Jika kita ikuti
kaidah-kaidah hukum alamnya, maka ‘kemungkinan besar’ kita akan ‘menuai’ apa yang
kita ‘tanam’. Dengan demikian, kita termotivasi untuk terus belajar menguak hukum
alam, sebagai bagian dari keimanan kita terhadap kesempurnaan tatanan alam semesta.

Tentang posisi Nasib dan Takdir, silakan baca artikel DUA LINGKARAN:
https://www.facebook.com/groups/ForumJayaSetiabudi/search/…
Saya lampirkan juga cuplikan 3 Faktor dari Kitab AntiBangkrut, agar dipahami lebih
dalam.

Berharap terhadap hasil dikarenakan amalan kita, serupa dengan berharap kepada
selain Allah. Amalan kita seolah menjadi ‘berhala’ kita. Selain akan membuat Allah
‘cemburu’, juga membuat kita stres saat tak tercapai. Lantas bagaimana seharusnya
kita bersikap?
Bertawakal sebelum berikhtiar. Artinya mengimani hasil, bahkan sebelum kita
memulai. Sehingga apapun yang terjadi di depan sana adalah kebaikan bagi kita dan
wujud kasih sayang Allah kepada kita. Bismillaah… kemudian melangkah..

HAMBATAN DAN KEMUDAHAN

Kita tak pernah tahu apakah yang kita sebut sebagai ‘musibah’ adalah ujian atau
hukuman. Saya sendiri lebih memilih kata yang netral dan bermakna positif, karena
saya yakin bahwa apa yang terjadi adalah bentuk kasih sayang Allah kepada saya.

Saat saya telah berusaha semaksimal mungkin dan hasilnya ternyata sesuai atau lebih
dari harapan saya, maka saya menyebut sebagai KEMUDAHAN. Jika ternyata hasilnya tak
sesuai dengan harapan, bahkan berbalik 180 derajat menjadi kebangkrutan, saya
menyebutnya sebagai HAMBATAN.

Baik Hambatan atau Kemudahan, keduanya akan menjadi kebaikan bagi kita, jika kita
mengimaninya. Kemudahan ibarat REJEKI MATENGAN dan Hambatan ibarat REJEKI MENTAHAN;
yang perlu ‘upaya ekstra’ untuk memasaknya.

Kemudahan tak selalu bagus bagi kita. Jika suatu saat diambil lagi oleh-Nya, bisa
jadi kita tak tahu jalan mendapatkannya kembali, karena saat itu kita diberi diluar
upaya kita.

Sebaliknya bisa jadi Hambatan adalah rejeki dalam bentuk keilmuan yang akan kita
dapatkan dalam proses pengolahannya. Sehingga saat kita bangkrut, kita tahu jalan
mana yang harus dilalui lagi. Asal tak kemudian menimbulkan kesombongan.

Berbincang kepada maha guru seperti Om Bob, belum tentu bisa dipahami saat itu
juga. Saya memilih untuk diam, mengingat dan mencerna selama bertahun-tahun. Materi
tentang ‘Lingkaran Ketiga’ dari beliau, saya pahami bertahun-tahun kemudian.
Sehingga saat saya memahaminya, saya menelpon beliau, “Sekarang saya paham apa yang
Om Bob katakan tentang Lingkaran Ketiga: Total Surrender. Terimakasih Om...”

Artikel Lingkaran Ketiga:


https://www.facebook.com/groups/ForumJayaSetiabudi/search/…

Saat membicarakan Om Bob, ada seorang yang nyeletuk, “Kalau dia seorang guru,
kenapa dia mempertontonkan ‘aurat’ dengan bercelana pendek?”. Saya jawab, “Saya
adalah murid. Adab saya sebagai murid adalah tak mempertanyakan perilaku guru saya,
meskipun saya tak menyetujuinya. Saya memilih diam dan berbaik sangka pada guru
saya. Jika ada aib beliau, maka tugas saya adalah menutupinya”.

“Rejeki seperti peluru di medan perang, gak akan tertukar kalau itu jatah kita.”

Anda mungkin juga menyukai