Anda di halaman 1dari 3

S

tunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu
saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa
yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal.

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia.
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir tentunya sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu
dini (IMD), gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini
dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi pemberian makanan
pendamping ASI (MP ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan
keamanan pangan yang diberikan.
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting.
Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi
dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan
pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang
disebabkan oleh higiene dan sanitasi yang buruk (misalnya diare dan kecacingan) dapat
menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang
diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu
yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses
penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting.

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Penyebab
langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi (Unicef, 1990;
Hoffman, 2000; Umeta, 2003). Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola
asuh yang salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan
(Unicef, 1990). Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu
masalah, karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang
normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi
ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan
berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Unicef Indonesia,
2013).

Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka
panjang. Dampak Jangka Pendek, antara lain : Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian,
perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal, dan peningkatan biaya
kesehatan. Dampak Jangka Panjang, antara lain : Postur tubuh yang tidak optimal saat
dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya), menurunnya kesehatan reproduksi,
kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah.

“Anak Sehat Tambah Umur Tambah Berat”

Masalah gizi seperti stunting masih menjadi persoalan besar yang perlu diatasi segera.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Pemenuhan gizi, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi upaya pertama dalam
menghindari stunting. Pemenuhan gizi tersebut meliputi gizi selama kehamilan dan masa
kanak-kanak hingga usia dua tahun. Kesehatan ibu hamil dan anak juga harus dijaga dengan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mengurangi kekerapan terjadinya
infeksi pada ibu hamil dan masa kanak-kanak.

Pemantauan tumbuh-kembang anak secara berkala juga perlu dilakukan, baik sejak dalam
kandungan, setiap bulan setelah kelahiran hingga berusia dua tahun, kemudian 6–12 bulan
setelah berusia dua tahun, agar dapat segera dideteksi bila terjadi keterlambatan pertumbuhan
untuk diintervensi.

“Perlu juga diingat bahwa semua zat gizi penting untuk pertumbuhan, terutama protein, dan
mikronutrien antara lain zinc, yodium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, asam
folat. Kebutuhan energi harus tercukupi agar protein tidak dimanfaatkan sebagai sumber
energi oleh tubuh dan bisa digunakan untuk pertumbuhan. Selain jumlah yang cukup, perlu
diperhatikan kualitas dan keberagaman jenisnya agar zat gizi yang terdapat dalam makanan
lengkap sesuai kebutuhan,”

“Mengingat nutrisi 1.000 hari pertama kehidupan dibutuhkan sejak awal kehamilan,
sementara kita tidak dapat mengetahui kapan tepatnya kehamilan terjadi, maka ada baiknya
kebutuhan zat gizi di sepanjang masa kehidupan perlu diperhatikan. Oleh karena itu perlu
dilakukan intervensi gizi pada remaja putri, karena masa remaja merupakan masa
pertumbuhan cepat terakhir sebelum dewasa, agar mencapai tinggi badan optimal. Selain itu
diperlukan juga intervensi gizi sejak seorang perempuan dengan tinggi badan kurang dari 150
cm menikah agar asupan zat gizi anaknya terpenuhi sejak awal kehamilan,” tutup dr. Dian.

Anda mungkin juga menyukai