temuan yang berbeda-beda (Huang et al., 2015b). Reseptor cannabinoid dan nicotine
penggunaan mariyuana dapat memiliki dampak yang berbeda pada head and neck
bukti saat ini jarang, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyingkirkan
Alkohol
Pada tahun 2002, jumlah orang di seluruh dunia yang secara teratur mengonsumsi
minuman beralkohol diperkirakan lebih dari 1,9 miliar orang. Konsumsi harian rata-rata
adalah sekitar 13 g etanol (~ 1 minuman) (Baan et al., 2007). Dari konsumen ini, 80 juta
pertumbuhan ekonomi yang cepat dan di antara perempuan (Boffetta dan Hashibe,
2006). Program global burden of disease dari World Health Organization menilai
jumlah kematian yang dapat dikaitkan dengan alkohol pada tahun 2000. Mereka
menemukan bahwa beban global dari alkohol berjumlah 1,8 juta kematian per tahun
karsinogenik bagi manusia (Kelompok 1)" dan "terjadinya tumor ganas pada rongga
(Kelompok 1)" (Baan et al., 2007). Di seluruh dunia, sekitar 389.000 kasus kanker
dapat dikaitkan dengan konsumsi alkohol kronis (3,2% dari semua kanker) (Seitz dan
Stickel, 2010).
terhadap terjadinya OSCC diperiksa pertama kali pada tahun 1961 (Boffetta dan
Hashibe, 2006). Sejumlah penelitian dan tinjauan epidemiologi sejak saat itu telah
meneliti hubungan tersebut (Blot et al., 1988; Talamini et al., 1990; LaVecchia et al.,
1997; Wight dan Ogden, 1998; Castellsague et al., 1999, 2004; Franceschi et al., 2000;
Fernandez Garrote et al., 2001; Zavras et al., 2001; Balaram et al., 2002; Huang et al.,
2003; Lissowska et al., 2003; Pelucchi et al., 2003; Boffetta dan Hashibe, 2006;
Maserejian et al., 2006; Gillison, 2007; Hashibe et al., 2007, 2009; Lubin et al., 2009).
risiko pada yang bukan perokok, penelitian ini memang menegaskan adanya konsumsi
alkohol sebagai faktor risiko independen untuk OSCC. Terdapat beberapa pola yang
jelas. Pertama, peningkatan risiko sangat tergantung pada paparan (minuman per
bervariasi di antara penelitian, peminum dengan paparan yang "tinggi" secara konsisten
memiliki risiko lebih tinggi daripada mereka yang memiliki paparan yang "sedang".
Risiko berlebih terhadap paparan yang "tinggi" adalah bervariasi dari 2,2 (> 56
seluruh penelitian yang disebutkan secara konsisten menunjukkan beberapa bentuk efek
dosis-respon. Pada tahun 2010, Tramacere et al., yang menerbitkan meta-analisis dari
minuman/hari), yaitu sebesar 1,21 (95% CI, 1,10–1,33), dimana dengan jelas
yang beragam mengenai efek dari konsumsi alkohol yang "sedang". Berbagai penelitian
telah melaporkan bahwa tidak ada risiko berlebih yang diakibatkan dari konsumsi yang
sedang dan bahwa terjadi peningkatan risiko yang signifikan (Blot et al., 1988;
al., 2010). Demikian pula meta-analisis yang besar oleh Bagnardi et al. dan Li et
al. menyimpulkan bahwa satu minuman atau kurang dalam sehari memberikan relative
risk masing-masing sebesar 1,17 (95% CI, 1,06-1,29) dan 1,26 (95% CI, 0,94-1,67)
mengenai efek durasi konsumsi alkohol (riwayat minum), dengan beberapa penelitian
menunjukkan tidak ada efek dari durasi (Blot et al., 1988; Merletti et al., 1989; Wight
dan Ogden, 1998; Castellsague et al. 1999, 2004; Hayes et al. 1999; Franceschi et al.
2000; Fernandez Garrote et al. 2001; Balaram et al., 2002; Lissowska et al., 2003;
Castellsague et al., 2004; Boffetta dan Hashibe, 2006; Gillison, 2007; Lubin et
yang signifikan dalam 3 tahun; namun, butuh 14 tahun untuk pendekatan risiko pada
individu yang bukan peminum (Castellsague et al., 2004). Di sisi lain, Francheschi et
alkohol dan bahkan 10 tahun setelah penghentian tidak ada penurunan risiko
risiko menurun setelah penghentian, tetapi butuh sekitar 16 tahun untuk menghilangkan
risiko yang meningkat (Jarl dan Gerdtham, 2012). Penelitian juga secara konsisten
menunjukkan bahwa konsentrasi etanol dalam minuman berperan sebagai faktor risiko
independen terhadap terjadinya OSCC (Zavras et al., 2001; Huang et al., 2003;
Castellsague et al., 2004; Gillison, 2007). Ketika konsentrasi etanol dalam minuman
meningkat, begitu juga dengan risikonya. Ini dibuktikan dalam penelitian oleh Huang et
al., yang menemukan peningkatan risiko 6,4 kali dengan spirit yang kuat dibandingkan
dengan minuman lain, bahkan setelah disesuaikan dengan total konsumsi etanol.
Disarankan bahwa fenomena ini dapat menunjukkan efek lokal etanol dalam rongga
menyatakan bahwa “satu minuman setara dengan 14 g, 18 mL atau 0,49 ons alkohol,
yang umumnya setara dengan 330 mL bir, 150 mL wine, dan 36 mL hard liquor”
dari etanol, karena berbagai efek mutageniknya pada DNA (IARC Working Group on
the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, 2010). Di Australia pada tahun 2010,
46% individu yang berusia 12 tahun ke atas mengonsumsi alkohol setidaknya setiap
minggu (AIHW, 2011). Juga diketahui secara luas bahwa konsumsi alkohol per kapita
di Australia adalah tinggi berdasarkan standar dunia, yaitu sekitar 10 L/tahun dari
alkohol murni di antara individu yang berusia di atas 15 tahun dibandingkan dengan
yang sangat tinggi, yaitu sekitar 15 L/tahun untuk penduduk asli Australia (Australian
penggunaan tembakau pada individu (Franceschi et al., 1990; Macfarlane et al., 1995;
pernah/ sudah berhenti merokok dibandingkan dengan perokok aktif (Franceschi et al.,
1990; Bagnardi et al., 2013). Hubungan yang kuat yang tergantung pada dosis telah
yang minum sesekali (yaitu, satu hingga dua minuman/hari) dan tidak minum sama
sekali. Relative risk (RR) untuk peminum berat adalah 4,92 (95% CI; 2,80-8,65)
untuk wine saja; 4,20 (95% CI, 1,43-12,38) untuk bir saja, dan 5,20 (95% CI, 2,77-9,78)
dibandingkan dengan peminum yang minum sesekali atau tidak minum sama sekali
adalah 1,36 (95% CI, 1,20-1,54) (Turati et al., 2013). Sulit untuk menentukan secara
tepat jenis minuman apa yang memiliki risiko tertinggi karena terdapat perbedaan di
antara berbagai penelitian dari berbagai wilayah geografis (IARC Working Group on
the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, 2010). Namun, secara umum telah
Humans, 2010). Selain itu, tampaknya alkohol berperan secara signifikan terhadap
tentang peran berbagai jenis minuman beralkohol sebagai karsinogenik juga disetujui
secara luas. Hal ini pada dasarnya tergantung pada peran etanol dan metabolitnya,
Baru-baru ini, dalam sebuah penelitian yang meneliti efek konsumsi alkohol
pada oral microbiome telah ditunjukkan bahwa keragaman mikrobiota oral dan profil
bakteri secara keseluruhan berbeda antara peminum berat dan yang bukan peminum,
yang lebih tinggi (Fan et al., 2018). Selain itu, genera tertentu pada subjek dengan
peminum liquor dan bir tidak. Seluruh perbedaan yang signifikan antara peminum dan
yang bukan peminum tetap setelah menyingkirkan perokok saat ini. Hasil yang menarik
ini menunjukkan bahwa konsumsi alkohol, dan peminum berat khususnya, dapat
untuk pemahaman yang lebih baik tentang peran potensial yang dimainkan bakteri pada
mulut dalam head and neck cancer dan penyakit yang berhubungan dengan alkohol
Salah satu tantangan yang berhubungan dengan penilaian efek minuman beralkohol
pada OSCC adalah seringnya merokok sebagai suatu kofaktor. Penelitian epidemiologi
sering terpengaruh oleh rendahnya jumlah individu yang merupakan peminum berat dan
tidak merokok (Wight dan Ogden, 1998). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
jumlah perokok saja atau berpusat pada peminum yang tidak merokok. Contohnya
adalah analisis yang digabungkan oleh Hashibe et al., yang berhasil meneliti 1072 kasus
dan 5775 kontrol yang merupakan peminum yang tidak merokok (Hashibe et al., 2007).
Pada tahun 2012, sebuah meta-analisis oleh Turati et al. meliputi 18.387 total kasus
positif juga mencoba untuk menetapkan penggunaan alkohol sebagai faktor risiko
independen terhadap terjadinya OSCC dengan meneliti yang bukan perokok. Dari hal
tersebut, ditemukan bahwa pada individu bukan perokok yang menggunakan alkohol
sebagai faktor risiko independen terhadap terjadinya OSCC. Selain itu, penelitian dan
tinjauan yang meneliti risiko OSCC pada pasien yang merokok dan mengkonsumsi
alkohol telah menemukan bahwa kedua faktor ini berperan secara sinergis untuk
menimbulkan peningkatan yang lebih besar daripada yang multiplikatif dalam risiko
al., 1988; LaVecchia et al., 1997; Fernandez Garrote et al., 2001; Zavras et al., 2001;
2007; Petti, 2009). Suatu International Head and Neck Cancer Epidemiology
Consortium (INHANCE) baru-baru ini yang menggunakan 12.828 kasus head and neck
cancer dan 17.189 kontrol mengkonfirmasi hasil ini, dimana penelitian ini menemukan
peningkatan yang lebih besar daripada yang multiplikatif dalam risiko pengembangan
OSCC dan pharyngeal SCC ketika pasien tersebut merokok dan minum (Hashibe et
al., 2009). Hal ini telah membentuk teori bahwa efek yang lebih besar daripada yang
multiplikatif pada head and neck cancer ini disebabkan oleh interaksi lokal dari
sama lainnya (Scully dan Bagan, 2009b). Mekanismenya meliputi peningkatan aktivasi
Etanol merupakan bahan utama dalam sebagian besar obat kumur yang tersedia secara
komersial, yang berperan sebagai agen pelarut, pengawet, antiseptik, dan kaustik.
Konsentrasi tersebut terjadi dalam berbagai produk, tetapi dapat sebesar 26% v/v.
Karena konsentrasi ini melebihi yang ditemukan dalam jenis minuman beralkohol
tertentu, obat kumur yang mengandung alkohol harus diteliti lebih lanjut mengenai
epidemiologi yang meneliti hubungan ini. Selain itu, sejumlah penelitian in vivo dan in
vitro telah meneliti efek lokal dari obat kumur yang mengandung alkohol di rongga
mulut.
Kemungkinan hubungan antara penggunaan obat kumur dan OSCC pertama kali
meneliti penggunaan obat kumur pada pasien dengan OSCC (Weaver et al., 1979;
Tsai et al.,2014). Terdapat juga sejumlah tinjauan yang membahas masalah yang sama
(Elmore dan Horwitz, 1995; Cole et al., 2003; Carretero et al., 2004; Lewisand Murray,
2006; Lachenmeier, 2008; Lemos dan Villoria, 2008; McCullough dan Farah, 2008; La
Vecchia, 2009; Warnakulasuriya, 2009b). Meskipun ini merupakan bukti yang luas,
control memberikan hasil yang bertentangan mengenai risiko berlebih dari OSCC, jika
ada, yang disebabkan oleh penggunaan obat kumur. Beberapa telah melaporkan
peningkatan risiko yang signifikan, meskipun yang lain melaporkan peningkatan risiko
yang tidak signifikan, tetapi tidak ada perubahan risiko, atau bahkan penurunan risiko
(Weaver et al., 1979; Blot et al., 1983; Wynder et al., 1983; Mashberg et al., 1985;
Young et al., 1986; Kabat et al., 1989; Talamini et al., 1990; Winn et al., 1991, 2001;
Marshall et al., 1992; Cole et al., 2003; D'Souza et al., 2007; Guha et al., 2007;
Marques et al., 2008; Divaris et al., 2010; Macfarlane et al., 2010; Chang et al., 2013;
Eliot et al., 2013; Ahrens et al., 2014; Tsai et al., 2014). Demikian pula, tinjauan dibagi
dalam peran mereka untuk dan terhadap suatu hubungan (Elmore dan Horwitz, 1995;
Cole et al., 2003; Carretero Pelaez et al., 2004; Lewis dan Murray, 2006; Lemosand
2009b).
Salah satu alasan untuk hasil yang bertentangan ini adalah variasi yang besar
penelitian yang ada, terdapat perbedaan yang cukup besar sehubungan dengan
keterangan yang berhubungan dengan penggunaan obat kumur yang diperoleh dari
peserta penelitian. Masalah terbesarnya adalah bahwa hanya enam penelitian (Winn et
al., 1991, 2001; Cole et al., 2003; Chang et al., 2013; Eliot et al., 2013; Tsai et al.,
2014) yang meneliti saat pasien menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol,
sedangkan sisanya hanya meneliti hubungan antara "penggunaan obat kumur" dan
OSCC (Winn et al., 1991, 2001; Cole et al., 2003; Chang et al., 2013; Eliot et al., 2013;
Tsai et al., 2014). Karena etanol telah digambarkan sebagai karsinogen yang
paparan terhadap obat kumur yang mengandung alkohol, bukan hanya obat kumur saja,
sedang diteliti. Pelaporan variabel lain yang berhubungan dengan penggunaan obat
kumur juga bersifat sporadis, dengan 15 yang menilai frekuensi penggunaan, 8 yang
menilai riwayat penggunaan, 3 yang menilai waktu penyimpanan dalam mulut, dan 3
yang menilai alasan penggunaan obat kumur (Weaver et al., 1979; Blot et al., 1983;
Tsai et al., 2014). Penelitian juga bervariasi mengenai lokasi kanker, yang sebagian
besar membatasi definisi kasus untuk SCC pada rongga mulut dan faring, meskipun
yang lainnya juga meliputi daerah laring. Jumlah dari heterogenitas ini yang
hasil individu dari setiap penelitian (Weaver et al., 1979; Blot et al., 1983; Wynder et
Tsai et al.,2014).
Kesulitan lain mengenai penilaian efek, atau tidak, dari obat kumur yang
pada pasien yang juga merokok dan/atau minum alkohol (Cole et al., 2003). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, merokok dan konsumsi alkohol merupakan faktor risiko
tingkat overlap yang tinggi antara kebiasaan ini dan penggunaan obat kumur yang
yang terjadi karena penggunaan obat kumur. Contoh dari hal ini terlihat pada salah satu
dari beberapa penelitian untuk menilai alasan penggunaan obat kumur pada pasien
(Kabat et al., 1989). Ditemukan bahwa subjek perempuan secara signifikan lebih
mungkin menggunakan obat kumur untuk menyembunyikan bau tembakau (OR = 3,3,
95% CI 1,24-8,75) dan alkohol (OR = 3,25, 95% CI 1,03-10,3) daripada bau makanan
(OR = 0,66, 95% CI 0,3-1,43) atau infeksi gigi (OR = 0,72, 95% CI 0,27-1,94)
(Kabat et al., 1989). Selain itu juga, terdapat teori bahwa dengan kurangnya pelaporan
dapat menyebabkan penilaian yang berlebihan terhadap efek dari penggunaan obat
kumur yang mengandung alkohol (Shapiro et al., 1996). Namun, telah ditunjukkan juga
dengan tepat bahwa kurangnya pelaporan yang sama di antara kontrol akan
menyebabkan penilaian yang kurang terhadap risiko yang terjadi (McCullough dan
Farah, 2009). Efek dari faktor-faktor pengganggu ini dapat dilihat pada penelitian tahun
2013 yang menemukan bahwa penggunaan obat kumur ≥ 1/hari dibandingkan dengan
yang bukan merupakan pengguna obat kumur, menunjukkan sedikit peningkatan risiko
terjadinya OSCC pada peminum yang lebih berat (> 2 minuman/hari) (OR = 1,14, 95%
CI 0,99-1,32) dibandingkan dengan yang bukan peminum (OR = 1,08, 95% CI 0,87-
1,34) dan yang pernah merokok (OR = 1,17, 95% CI 1,01-1,23) dibandingkan dengan
yang tidak pernah merokok (OR = 1,10, 95% CI 0,96-1.25) (Eliot et al., 2013). Dalam
kasus ini, pertanyaannya tetap, apakah peningkatan risiko yang berhubungan dengan
gabungan dari kebiasaan merokok/ minum dan penggunaan obat kumur dibandingkan
dengan penggunaan obat kumur saja merupakan indikasi dari efek kumulatif atau
sinergis pada risiko atau karena adanya kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol
yang tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol yang menggunakan obat kumur
setiap harinya memiliki peningkatan risiko terhadap terjadinya OSCC (OR = 3,63, 95%
CI 1,48-8,92) (Wynder et al., 1983). Telah diusulkan bahwa karena tidak adanya faktor-
faktor risiko klasik, demografi yang tidak merokok dan yang tidak minum akan menjadi
yang paling mungkin untuk menunjukkan sifat karsinogenik dari obat kumur yang
mengandung alkohol (Winn et al., 2001). Suatu penelitian follow up yang terbatas pada
perempuan memang menunjukkan peningkatan risiko yang tidak signifikan pada yang
bukan perokok/ bukan peminum yang menggunakan obat kumur (OR = 1,38, 95% CI
0,42-4,55). Namun, hal ini terhambat oleh karena populasi yang kecil dari subkelompok
(delapan kasus dan tujuh kontrol) (Kabat et al., 1989). Penelitian lain mencatat
peningkatan risiko yang tidak signifikan yang serupa pada subkelompok yang sama (OR
= 2,8, 95% CI 0,8-9,9) (Winn et al., 2001; Divaris et al., 2010). Di sisi lain, odds
ratio untuk laki-laki dan perempuan yang tidak merokok dan tidak minum yang
menggunakan obat kumur sebenarnya lebih sedikit dibandingkan dengan populasi
Aspek penting lain yang berdampak pada bukti epidemiologi yang berhubungan
dengan penggunaan obat kumur adalah prevalensi sponsor industri. Dua tinjauan yang
disebutkan di atas mengenai efek statistik dari penggunaan alkohol dan tembakau yang
kurang dilaporkan (Shapiro et al., 1996; Gandini et al., 2012) serta tinjauan lain dan
analisis ulang dari dataset sebelumnya yang seluruhnya menyatakan beberapa bentuk
dari gabungan industri (Elmore dan Horwitz, 1995; Cole et al., 2003; La Vecchia,
2009). Hal ini terutama berasal dari perusahaan farmasi Warner and Lambert,
obat kumur "Listerine." Tinjauan yang tidak tergabung, mencatat bahwa penelitian yang
didukung oleh industri memiliki banyak kesimpulan yang jauh lebih positif (yaitu, tidak
ada hubungan antara obat kumur yang mengandung alkohol dengan OSCC)
hubungan antara penggunaan obat kumur dan oral cancer (totalnya adalah 4484 kasus
dan 8781 kontrol), dan diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara penggunaan obat kumur dan oral cancer (RR = 1,13; 95% CI 0,95-1,35), tidak
ada risiko signifikan yang berhubungan dengan penggunaan sehari-hari (p = 0,11), dan
tidak ada hubungan yang signifikan ketika diketahui bahwa obat kumur mengandung
alkohol (RR = 1,0; 95% CI 0,39, 2,60) (Gandini et al.,2012). Namun, telah
dipertanyakan, apakah suatu meta-analisis dengan jumlah subjek ini akan memiliki
kekuatan statistik yang cukup untuk mendeteksi risiko yang rendah tetapi signifikan
yang diakibatkan oleh penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol secara teratur
(Lachenmeier, 2012).
Meskipun heterogenitas yang terdapat dalam desain dan hasil antara penelitian
antara penggunaan pencuci mulut yang mengandung alkohol dan terjadinya OSCC
secara akurat, tetapi bukti terbaru dari INHANCE yang melakukan analisis gabungan
penggunaan obat kumur jangka panjang dan dosis tinggi dengan risiko oral cancer dan
obat kumur, OR dari seluruh head and neck cancer adalah 1,01 [95% CI 0,94-1,08]
untuk yang pernah menggunakan obat kumur, berdasarkan dari 12 penelitian. OR untuk
kanker pada rongga mulut dan orofaring masing-masing adalah 1,11 (95% CI 1,00-
kasus head and neck cancer adalah 1,15 (95% CI 1,01-1,30) untuk digunakan selama
lebih dari 35 tahun, berdasarkan tujuh penelitian (P untuk linear trend = 0,01), dan OR
1,31 (95% CI 1,09-1,58) untuk digunakan lebih dari satu per hari, berdasarkan lima
penelitian (P untuk linear trend < 0,001) (Boffetta et al., 2015). Analisis gabungan ini
memberikan perkiraan yang paling tepat dari hubungan antara penggunaan obat kumur
dan head and neck cancer dan berpotensi berhubungan dengan kandungan alkohol dari
produk ini (Winn et al., 2001; Gandini et al., 2012; Boffetta et al., 2015) dan
mendukung hipotesis gabungan yang menunjukkan model biologis yang dapat diterima.
Penelitian lebih lanjut yang dirancang secara konsisten dengan jumlah peserta
yang besar, pemeriksaan yang ketat dari semua variabel yang berhubungan dengan
penggunaan obat kumur, spesifikasi kandungan etanol dalam obat kumur, dan kontrol
yang jelas untuk konsumsi alkohol dan tembakau diperlukan sebelum hubungan
definitif dapat dibentuk atau didiskreditkan. Disimpulkan dalam diskusi bahwa "tidak
adanya bukti bukanlah bukti dari ketidakmunculan" sehubungan dengan hubungan ini
(Johnson et al., 2011).
penelitian in vitro dan in vivo yang meneliti efek dari obat kumur yang mengandung
alkohol pada sel manusia dan rongga mulut. Sementara temuan epidemiologi yang
konsisten diperlukan untuk membentuk hubungan sebab akibat antara penggunaan obat
kumur yang mengandung alkohol dan terjadinya OSCC, penelitian ini dapat
karsinogenik.
pada mulut manusia dan ADH diproduksi oleh bakteri komensal. Salah satu penelitian
bervariasi dari 6,8% v/v hingga 26,8% v/v (Lachenmeier et al., 2009). Dari hal tersebut,
dideteksi dalam saliva pada 2 menit setelah paparan. Nilai ini telah dikurangi menjadi
15 7 μM (kisaran 0-37 μM) pada 10 menit setelah paparan. Seperti yang dibuktikan
oleh rentang nilai tersebut, muncul sejumlah besar variasi antarindividu
(Lachenmeier et al., 2009). Para penulis mencatat bahwa ini merupakan temuan yang
serendah 88 μM (Obe dan Ristow, 1977; Theruvathu et al., 2005). Penambahan untuk
ini merupakan evaluasi terbaru yang mengarah pada kesimpulan bahwa ambang
Sebuah penelitian serupa yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan
secara signifikan berkisar dari 43,8 hingga 97,0 μM pada 1 menit setelah paparan
dari etanol karena kerjanya mengurangi kadar mikroba oral (Homann et al., 1997). Ini
juga ditunjukkan dalam uji coba yang terpisah dimana relawan manusia berkumur
dengan obat kumur yang mengandung alkohol selama 30 detik diikuti dengan
44,3 μM (kisaran 35,2-63,6 μM) dibandingkan dengan larutan etanol yang ekuivalen
2011). Walaupun ini merupakan konsentrasi yang lebih rendah secara signifikan,
mutagenisitas. Juga harus dicatat bahwa penelitian ini menerima dana dari Johnson and
Johnson, yaitu produsen dari Listerine. Secara keseluruhan, akan terlihat bahwa
walaupun sifat antibakteri dari obat kumur yang mengandung alkohol mengurangi
yang ekuivalen), tetapi komponen etanol pada obat kumur masih menyebabkan
sel-sel buccal yang tereksfoliasi dari tiga kelompok peserta: satu kelompok yang telah
menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dua kali sehari selama 30 hari,
kelompok lain yang telah menggunakan obat kumur bebas alkohol, dan sebuah
kelompok yang tidak menggunakan keduanya (Zamora-Perez et al., 2013). Dari hal
tersebut, ditemukan bahwa dibandingkan dengan dua kelompok yang bebas alkohol,
mengandung alkohol telah dilakukan. Salah satu penelitian meneliti kemampuan tiga
ini diakui bermanfaat dalam mengevaluasi genotoksisitas dari agen lingkungan pada
manusia (Bishop dan Schiestl, 2003). Penelitian ini menemukan bahwa uji obat kumur
mitosis. Penelitian lebih lanjut menentukan bahwa etanol yang terdapat dalam obat
patahan untaian DNA dalam sel-sel epitel pada mulut manusia yang dikultur setelah
paparan terhadap pengenceran larutan dari obat kumur yang mengandung alkohol.
Kerusakan DNA yang jauh lebih besar secara signifikan dijumpai ketika dibandingkan
Tidak ada penelitian in vivo pada hewan yang meneliti efek pada mukosa mulut
tentang paparan topikal jangka panjang terhadap obat kumur yang mengandung alkohol.
Namun, beberapa penelitian pada hewan yang menggunakan etanol murni dalam
konsentrasi yang sama dengan obat kumur yang tersedia secara komersial memang ada.
Satu penelitian meneliti tentang perubahan yang terjadi pada mukosa mulut tikus yang
diberi makan diet yang mengandung 6,6% v/v etanol selama 6 bulan. Dari hal tersebut,
ditemukan bahwa dasar mulut, lateral lidah, dan epitel ventral lidah pada tikus yang
terpapar etanol menyebkan pembesaran nukleus sel basal, hiperplasia sel basal,
stratifikasi epitel yang berubah, dan persentase sel yang lebih besar dalam fase S dari
siklus sel secara signifikan. Juga ditemukan bahwa ketebalan rata-rata dasar mukosa
mulut berkurang secara signifikan pada tikus yang terpapar etanol. Para penulis
kerentanan terhadap karsinogen (Maier et al., 1994). Penelitian lain pada tikus yang
menggunakan etanol 6,4% v/v selama 5 bulan menemukan bahwa tingkat proliferasi sel
epitel esofagus secara signifikan meningkat pada tikus yang terpapar etanol. Ini
menggunakan konsentrasi etanol yang lebih tinggi (20% v/v, 40% v/v, dan 96% v/v)
selama 12 bulan, menemukan epitel mulut pada kelinci yang terpapar etanol
peningkatan ketebalan lapisan basal, dan peningkatan jumlah dari gambaran mitosis
(Muller et al., 1983). Mengingat bahwa ada beberapa masalah dalam menghubungkan
hasil penelitian ini dengan penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol
(peningkatan jumlah paparan, lama paparan, konsumsi etanol, dan lain-lain), penelitian
lebih lanjut pada hewan diperlukan untuk meneliti efek lokal dari paparan topikal
jangka panjang terhadap obat kumur yang mengandung alkohol pada mukosa mulut.
menunjukkan bahwa metabolisme etanol dalam obat kumur yang mengandung alkohol
pada tingkat dimana kerusakan genetik dapat terjadi. Terjadinya kerusakan genetik
setelah terpapar obat kumur yang mengandung alkohol telah dibuktikan dalam model
hewan. Perlu juga dicatat bahwa sisa dari penelitian in vitro yang meneliti efek toksik
akut dari paparan jangka pendek terhadap obat kumur yang mengandung alkohol, bukan
efek kronis yang berhubungan dengan paparan berulang (Poggi et al., 2003; Welk et
abnormalitas epitel yang signifikan pada mukosa mulut hewan melalui paparan etanol
topikal kronis telah ditunjukkan dalam sejumlah penelitian. Penelitian yang lebih besar
diperlukan untuk menunjukkan insiden dan jalur dimana kerusakan genetik dapat terjadi
penelitian telah menunjukkan bahwa obat kumur yang tidak mengandung alkohol sama
efektifnya dan terbukti memiliki insiden dari efek samping yang lebih rendah daripada
Jornet et al., 2012; Olsson et al., 2012). Poin yang menarik ditunjukkan dalam sebuah
obat kumur yang mengandung alkohol ataupun varian yang tidak mengandung alkohol.
mengandung alkohol. Karena penelitian ini berjalan selama 2 minggu dengan subjek
yang sama, juga ditemukan bahwa bahkan penggunaan sehari-hari dari obat kumur yang
genotoksisitas yang disebabkan oleh alkohol memenuhi epidemiologi dari paparan obat
kumur yang mengandung alkohol untuk membentuk hipotesis gabungan menurut teori
rongga mulut, bidang kanker mengacu pada teori bahwa paparan karsinogen lingkungan
keseluruhan mukosa. Ini menghasilkan "bidang" seluler yang lebih rentan terhadap
ini (Gambar 118), paparan topikal secara reguler terhadap obat kumur yang
mengandung alkohol, secara teoritis dapat memiliki beberapa efek dari sudut pandang
karsinogenik. Seperti yang disebutkan sebelumnya, paparan yang singkat telah terbukti
peristiwa mutagenik. Seperti dicatat, kerja antibakteri dari obat kumur yang
flora oral; namun, penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol menghasilkan
kumur yang tidak mengandung alkohol, bahkan setelah 2 minggu dengan penggunaan
dua kali sehari, setelah itu, flora oral akan disupresi secara menyeluruh (Nummi et al.,
2011). Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dengan relatif tidak adanya bakteri yang
saliva. Selain menghasilkan karsinogen secara langsung, etanol juga memiliki efek tidak
langsung seperti peningkatan permeasi mukosa dan induksi sitokrom P450 2E1, yang
Hal ini mungkin relevan dengan penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol,
karena pengguna obat kumur yang merokok berisiko lebih tinggi terkena OSCC
daripada pengguna yang tidak merokok (Winn et al., 1991; Guha et al., 2007). Efek
gabungan ini dapat menyebabkan kejadian mutagenik yang terus menerus dalam bidang
yang sensitif, sehingga mendorong transformasi epitel yang berkelanjutan. Efek dari
minuman beralkohol dalam hal ini telah terlihat, karena baru-baru ini telah ditunjukkan
bahwa konsumsi dari minuman beralkohol secara terus menerus setelah terjadinya
OSCC yang mungkin berasal dari transformasi lanjutan dalam bidang yang sensitif
sudah ada dalam sel-sel ini. Hal ini didukung oleh transcriptomic data saat ini yang
meneliti pengaruh obat kumur yang mengandung alkohol pada batas sel epitel oral yang
normal dan displastik (Fox et al., 2018). Mereka menunjukkan bahwa batas sel normal
pada dosis sebagai respons terhadap paparan akut terhadap obat kumur yang
mengandung etanol dan alkohol serta obat kumur yang tidak mengandung alkohol yang
transkriptomik dari paparan obat kumur yang mengandung alkohol lebih kompleks
dengan ekspresi gen berbeda yang signifikan mulai dari > 2000 gen dalam sel-sel yang
displastik (DOK) hingga < 100 gen dalam sel yang normal (OKF6-TERT). Pathway
enrichment analysis dalam sel DOK menyatakan bahwa obat kumur yang mengandung
alkohol menunjukkan gambaran umum di antara dua merek yang digunakan termasuk
respon kerusakan DNA serta jalur yang berhubungan dengan kanker. Dalam sel OKF6-
yang normal dan displastik dan menyebabkan perubahan yang luas dalam ekspresi gen.
Sel-sel displastik lebih rentan terhadap efek transkriptomik dari obat kumur (Fox et
al., 2018).
Gambar 118. Model hipotesis dari jalur yang menyebabkan karsinogenesis pada
mukosa mulut setelah penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol
Berbagai tipe HPV telah diidentifikasi pada lesi jinak rongga mulut. Dalam dekade
terakhir, lebih banyak perhatian telah diberikan pada peran onkogenik dari HPV
kuat antara HPV dan oropharyngeal cancer, ada bukti yang minimal untuk mendukung
peran HPV dalam OSCC pada rongga mulut. Tidak seperti orofaring, OSCC yang
berhubungan dengan HPV jarang terjadi dengan hanya sekitar 5% dari jumlah kasus
yang terbukti secara positif berhubungan dengan HPV (Lingen et al., 2013; Poling et
p16 memiliki nilai prediktif positif yang buruk untuk deteksi HPV pada oral cancer.
dibenarkan, bahkan untuk pasien tanpa faktor risiko tradisional (Poling et al., 2014).
dari dampak gabungan dari mikroflora oral dan kebersihan mulut yang buruk pada oral
etanol. Temuan ini memerlukan penelitian lebih lanjut, akan tetapi dapat menjelaskan
Qat
tanaman hijau sepanjang masa di negara-negara Afrika Timur, Yaman, dan bagian barat
daya Arab Saudi, dimana itu merupakan tempat dedaunan dan rantingnya yang segar
dan Santavy, 2004; Al-Hebshi dan Skaug, 2005; El-Zaemey et al., 2015). Efek
kebiasaan sehari-hari yang terjadi dalam lingkungan pertemuan sosial yang berlangsung
Mukosa buccal dan gingiva pada daerah mulut yang paling terpengaruh karena kontak
dan Thornhill, 2009; Lukandu et al., 2015). Beberapa laporan menghubungkan antara
al., 2007; Marway, 2016); namun, bukti saat ini masih lemah dan didasarkan pada
Minuman Maté
Daun kering dan batang pohon dari pohon abadi Ilex paraguariensis yang diseduh dan
juga sangat umum di Suriah, Lebanon, dan Israel Utara. Sebuah meta-analisis telah
mengusulkan bahwa risiko oral cancer meningkat seiring dengan jumlah cangkir maté
yang dikonsumsi per bulan, dimana odds ratio yang disetujui adalah sebesar 2,11
penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum maté dapat dianggap sebagai faktor
risiko oral cancer.
Terapi radiasi pengion dan paparan kronis terhadap sinar matahari diberi label oleh
Kelompok 1. Hal ini berarti bahwa mereka memiliki dampak karsinogenik terhadap
2012). Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa paparan kronis terhadap sinar
matahari merupakan faktor yang signifikan terhadap terjadinya kanker pada bibir bawah
(Ariyawardana dan Johnson, 2013). Selain itu, radiasi pengion dianggap sebagai
kofaktor yang mungkin meningkatkan risiko OSCC pada pasien yang menerima
Kebersihan mulut yang buruk dan gigi yang buruk (restorasi yang salah, gigi yang
tajam, dan gigi palsu yang tidak tepat) telah terlibat dalam beberapa penelitian
epidemiologi; namun, faktor pengganggu oleh tembakau dan alkohol belum ditangani
0,82], kunjungan dokter gigi tiap tahun (OR = 0,82; 95% CI 0,78-0,87), menyikat gigi
setiap hari (OR = 0,83, 95% CI 0,79-0,88), dan tidak ada penyakit pada gusi (OR =
0,94; 95% CI 0,89-0,99), dan tidak ada hubungan yang diamati terhadap pemakaian gigi
palsu (Hashim et al., 2016). Hubungan ini relatif konsisten pada lokasi kanker tertentu,
terutama untuk menyikat gigi dan kunjungan dokter gigi. Populasi yang dikaitkan
sedikitnya untuk 2 dari 5 indikator kebersihan mulut yang baik adalah 8,9% (95% CI
3,3-14) untuk oral cacity cancer. Kebersihan mulut yang baik, yang ditandai dengan
beberapa gigi yang hilang, kunjungan dokter gigi tiap tahunnya, dan menyikat gigi
cancer (Gasche et al., 2011). Dikatakan bahwa infeksi kronis dari penyakit periodontal
menyebabkan inflamasi derajat rendah dan stres oksidatif, yang dapat berkontribusi
Jepang menemukan bahwa menyikat gigi yang sering dapat mengurangi risiko kanker
pada saluran aerodigestif bagian atas, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi dari
konsumen tembakau dan alkohol yang berat (Sato et al., 2011). Beberapa bakteri pada
bakteri dalam flora oral (Homann et al., 2000; Scully, 2011). Infeksi jamur, sekunder
mendukung pendapat bahwa trauma pada rongga mulut dapat memainkan peran
al., 1978; Piemonte et al., 2010); namun, peran kausatif dari trauma gigi pada oral
Data terbaru menunjukkan bahwa polusi udara rumah tangga, yang dihasilkan dari
penggunaan bahan bakar padat (misalnya, kayu, residu tanaman, kotoran hewan, dan
dengan logam berat (Lin et al., 2014). Beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan
tingkat debu yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko oral
cancer (Gustavsson et al., 1998). Selain itu, paparan pekerjaan dari pekerja tembakau
terhadap tembakau yang tidak terbakar atau debu tembakau telah dikaitkan dengan
Risks to Humans, 2007a). Namun, bukti ini harus dibaca dengan tekun. Diperlukan
lebih banyak penelitian untuk mendukung atau membantah temuan yang diamati saat ini
tentang peran dari faktor lingkungan dan pekerjaan terhadap risiko terjadinya oral
carcinogenesis.
Penilaian risiko pasien yang menyeluruh adalah wajib untuk dimasukkan dengan
terjadinya head and neck SCC dibahas dalam bab ini dan dirangkum dalam Gambar 68.
Pola makan yang buruk, atau pola makan buah dan sayuran segar yang kurang, telah
muncul sebagai faktor risiko yang signifikan untuk HNC, terlepas dari tembakau,
alkohol, konsumsi betel nut, dan HPV (World Cancer Research Fund, 2007;
Bradshaw et al., 2012). Seperti halnya karsinoma lain di luar rongga mulut, diet tinggi
Penelitian lebih lanjut terhadap fenomena ini telah menunjukkan bahwa suplementasi β-
manusia, epitel oral sering mengalami atrofi pada anemia defisiensi besi dan kemudian
menunjukkan pergantian epitel yang cepat (Rennie dan MacDonald, 1982; Rennie et
al., 1982). Salah satu hipotesis adalah bahwa kekurangan zat besi dapat meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap karsinogen kimia dari epitel yang mengalami yang
penipisan, atrofi, dan lebih permeabel dan juga dari tingginya jumlah sel pembagi yang
komponen makanan individu dan elemen yang tersisa pada karsinogenesis masih belum
dijelaskan oleh sifat antioksidan dari senyawa tertentu dalam buah-buahan dan sayur-
sayuran yang dapat mencegah kerusakan DNA dengan mengurangi paparan oksigen
OPC, diet yang tidak seimbang atau kurang telah dianggap sebagai faktor risiko
buahan dan sayur-sayuran yang rendah, digabungkan dengan konsumsi daging yang
sering, riwayat merokok dengan rokok tembakau, dan riwayat minum alkohol telah
Etnisitas
etnis dan ras, karena tingkat insiden oral cancer sangat bervariasi pada berbagai
tentang laki-laki Afrika-Amerika menunjukkan insiden 15% lebih tinggi daripada laki-
laki Amerika berkulit putih (Goodwin et al., 2008). Yang lain menunjukkan bahwa
orang Asia Selatan memiliki insiden yang jauh lebih tinggi daripada kebanyakan
dan tiga arah dari mengunyah betel quid dengan merokok dan alkohol, daripada faktor
genetik, mungkin memainkan peran dalam variasi yang diamati dalam populasi dan
insiden yang tinggi ini pada beberapa kelompok etnis dan ras (Warnakulasuriya,
2009b).
Predisposisi Genetik
laporan dari kasus oral cancer dan OPC dalam keluarga pada pasien yang muda telah
didokumentasikan dan diketahui bahwa hal tersebut mendukung peran keluarga dalam
meningkatkan risiko OPC. Pola ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa anggota keluarga
pendapat bahwa paparan langsung dari karsinogen ke daerah yang besar pada kepala
dan leher akan menyebabkan genesis beberapa tumor primer (Gambar 119)
cancer yang baru, terutama pada pasien yang lebih muda tanpa faktor risiko tradisional
yang berhubungan dengan OSCC seperti merokok dan konsumsi alkohol. Telah
dijelaskan bahwa kecenderungan genetik mungkin berhubungan dengan onset awal
genetik yang disebabkan oleh paparan lingkungan terhadap karsinogen, tetapi tidak
3,8% untuk mereka yang memiliki riwayat keluarga HNC bila dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga seperti itu (Radoi dan Luce, 2013). Data
dari mutasi OSCC pada pasien yang lebih muda (< 40 tahun) dan lebih tua (> 60 tahun).
Data tersebut mendukung bukti awal bahwa terdapar pola mutasi somatik yang berbeda
yang ditemukan pada tumor dari pasien yang lebih muda terutama pada gen perbaikan
kerusakan DNA yang membedakan tumor onset awal pada pasien yang lebih muda.
Perbedaan utama antara kedua kelompok usia terletak pada jumlah varian non-
muda, dan TP53, pada pasien yang lebih tua, memiliki jumlah varian tertinggi.
Meskipun pengetahuan tentang faktor keturunan dan faktor genetik meningkat, tetapi
saat ini hal tersebut tidak banyak membantu dokter dalam melakukan penilaian risiko,