FUNGSI HEMATOLOGI
Oleh :
Jurusan Kebidanan
Semester I Tingkat I
Sel darah merah atau eritrosit adalah bagian dari salah satu sel darah yang berbentuk
seperti cakram (discus) kecil yang memiliki permukaan cekung atau seperti lempeng bikonkaf.
Lihat gambar sel darah merah dibawah (berbentuk seperti sel gepeng kan).Sel darah merah
memiliki jumlah yang cukup banyak yaitu sekitar 5.000.000 per mm kubik darah artinya apabila
anda mengalami pendarahan, setiap 1 cc darah anda terdapat 1000 x 5.000.000 sel darah merah
atau dengan kata lain terdapat 5 milyar sel darah merah.
Dengan kata lain, untuk manusia seberat 50 kg, kira kira memiliki 5 liter darah sehingga
jumlah sel darah merah dengan ukuran normal adalah 25 triliun sel darah merah. Menakjubkan
bukan jumlah sel darah merah yang ada di dalam tubuh anda. Sel darah merah memiliki ukuran
yang cukup kecil, diameternya hanya sekitar 7,2 mikrometer atau kalau anda hitung, 1/1000 mm.
Tidak mungkin anda lihat dengan mata telanjang.Harus pakai mikroskop dengan perbesaran 10 x
100 untuk terlihat jelas.
Sel darah merah tidak mempunyai nukleus atau inti sel. Sel darah merah, akan tetapi
mengandung protein spesial yang unik yang disebut hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu
protein spesial yang mengandung pigmen berwarna kuning. Hal inilah yang membuat darah
berwarna merah, atau dengan kata lain, tanpa adanya hemoglobin dalam sel darah merah, maka
tidak akan berwarna merah. Coba ingat kalau anda dipukul dan lebam, biasanya berwarna hijau
atau biru bukan di dahi anda. Hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah memiliki
kandungan zat besi yang sangat penting. Iron atau zat besi ini (Fe) walaupun penting, hanya
dalam jumlah yang sangat kecil dalam sel darah merah dalam seluruh darah di tubuh anda.
Kalau dihitung hitung, jumlah zat besi dalam seluruh sel darah merah anda atau 25 trilliun
sel darah merah, hanya mampu membuat paku sepanjang 50,8 mm. Dengan adanya zat besi
dalam hemoglobin sel darah merah, membuatnya mampu mengikat oksigen dengan kuat.
Oksigen yang terikat dengan hemoglobin saat sel darah merah melewati paru paru, akan
membentuk oksihemoglobin dan warnanya menjadi cerah. Inilah yang menyebabkan warna sel
darah merah yang mengandung oksigen (teroksigenasi) menjadi merah cerah.
Saat sel darah merah melewati jaringan, maka oksigen akan terlepas dari darah dan
hemoglobin akan menjadi keruh atau hemoglobin tereduksi, sehingga sel darah merah menjadi
merah keunguan.Umumnya, hemoglobin dalam sel darah merah diukur dalam satuan gram per
100 ml. Untuk normalnya, hemoglobin manusia sekitar 14-16 g per 100 ml.
Dari perspektif sel, pembentukan sel darah merah dilakukan oleh sel yang disebut
sel batang pluripoten. Sel batang pluripoten adalah sel yang memiliki kemampuan spesia
untuk membentuk berbagai macam sel. Tepatnya, mampu membentuk 5 sel utama yang
berbeda.
Sel darah merah merupakan salah satu sel yang dibentuk oleh sel batang
pluripotent. Pembentukan sel darah merah dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama
yaitu pembentukan stem sel mieloid yang terbentuk dari hemasitoblas.
Kemudian dari stem sel mieloid terbentuk eritroblas. Untuk lebih jelasnya
silahkan lihat gambar pembentukan sel darah merah dibawah ini.
Gambar/Skema/Bagan Proses pembentukan sel darah merah (Eritrosit) / Eritropoisis
Pada tahap Normoblas, sel tersebut mulai melepaskan inti sel nya. Tepatnya pada
sel bernama Ortokromatik eritroblas atau sering disebut normoblas tua. Setelah itu, sel
darah merah akan membentuk retikulosit yang masih memiliki bahan inti tapi dan lalu
kemudian terbentuklah sel darah merah (eritrosit) yang telah kehilangan intinya dan
berbentuk gepeng.
Pada tahap dimulainya proeritroblas, dibutuhkan 5-7 hari hingga terbentuk sel
darah merah (eritrosit). Mulai dari tahap ini hingga tahap retikulosit, dibutuhkan zat besi
untuk membentuk hemoglobin.
Produksi sel darah merah atau pembentukan sel darah merah dirangsang oleh
kondisi kekurangan oksigen yang kemudian tubuh memproduksi hormon eritropoitin yang
kemudian akan merangsang tubuh tepatnya sumsum tulang atau hati untuk membentuk sel
darah merah. Umur sel darah merah sekitar 120 hari sebelum rusak ataupun mati.
Kecepatan pembentukan sel darah merah sekitar 2 juta sel darah merah untuk orang
dewasa.
Proses penghancuran sel darah merah (eritrosit) dikenal dengan istilah senescens.
Dijelaskan sebelumnya bahwa sepertiga sel darah merah tersusun atas hemoglobin.
Hemoglobin sendiri terdiri atas gugus globin dan heme. Saat sel darah merah rusak, akan
dibawah ke hati untuk dilakukan perombakan hemoglobin. Tepatnya, heme dirombak
menjadi ion Fe3+ dan biliverdin.Kemudian biliverdin direduksi menjadi bilirubin, yang
selanjutnya akan dibawah ke ginjal melalui plasma darah dan bergabung dengan albumin.
Sedangkan zat besi akan dibawa oleh protein karier, tranferin, yang disirkulasikan melalui
plasma darah.
b. Fungsi Trombosit
Fungsi utama trombosit ialah membekukan darah agar ketika terjadi pendarahan
tidak banyak darah yang keluar percuma. Saat seseorang mengalami penyakit demam
berdarah, darah dapat keluar dan mengalir lewat pori-pori kulit, sebab untuk membekukan
darah trombositnya tidak cukup. Menurut penelitian di Universitas Munich, Jerman,
trombosit pun bermanfaat untuk memperkuat daya tahan tubuh kita.
Prosesnya, ketika terluka, trombosit kita akan berkumpul di luka tersebut, kemudian
membeku. Lalu, luka tersebut menutup. Trombosit itu kemudian menuntun bakteri ke
limpa. Setelah itu, bakteri tadi dikepung oleh sel-sel dendritik yang fungsinya sebagai
daya tahan tubuh. Bakteri kemudian terbunuh. Secara umum, fungsi utama trombosit
adalah untuk membentuk sumbatan mekanis selama respons haemostatik berfungsi
normal terhadap luka vaskuler. Reaksi trombosit pada adhesi, pembebasan, agregasi, dan
fusi, sebaik aktivitas prokoagulan. Ada beberapa makanan yang bisa membantu kita
menaikkan trombosit, di antaranya jus buah bit, jus jambu biji merah, jus kulit manggis,
dan buah-buahan lainnya. Makanan bervitamin K sangat cocok membentuk trombosit di
dalam tubuh kita.
Harus ada trombosit normal dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, supaya
bisa terjadi hemostasis primer yang normal pula dan supaya tugas trombosit terpenuhi
dalam membentuk sumbat trombosit inisial. Peran trombosit yang berlangsung teratur
bisa menghasilkan fungsi hemostasis normal yang vital untuk pembentukan
sumbat hemostatik primer. Hal ini melibatkan adhesi trombosit, agregasi trombosit, dan
akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit lain.
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma
dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan
masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan
diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan
mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin
kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber
yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin
penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di
Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan
darah
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di
intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal,
mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia,
dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V,
tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh
kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X.
Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau
diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor
akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif
labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser
dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi,
sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic
globulin dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi,
diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan
faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan
berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka
untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks
dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat
membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat
menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor.
Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat
dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX.
Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak
dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi
dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan
trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin
monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea,
fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor
ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan
protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan
jaringan yang berdekatan pada darah, pada setiap kejadian tersebut, mekanisme ini akan
menyebabkan pembentukan aktivator protrombin.
Protrombin adalah senyawa globulin yang larut dan dihasilkan di hati
dengan bantuan vitamin K (perubahan protrombin yang belum aktifmenjadi trombin yang
aktif dipercepat oleh ion kalsium (Ca)). Fibrinogen adalah protein yang larut dalam
plasma darah.
Aktivator protrombin ini dibentuk melalui 2 cara, yaitu jalur ekstrinsik yang
dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jalur intrinsik yang berawal
di dalam darah itu sendiri.
a) Langkah-langkah jalur ekstrinsik
yaitu pelepasan faktor jaringan atau tromboplastin jaringan, selanjutnya
mengaktifasi faktor X, yaitu ( Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi,
menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan) yang dibentuk oleh
kompleks lipoprotein dari faktor jaringan dan bergabung dengan faktor VII,
yaitu (Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan panas
dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik), kemudian dengan hadirnya ion Ca2+
akan membentuk faktor X yang teraktivasi. Selanjutnya faktor X yang teraktivasi tersebut
akan segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, juga dengan faktor V untuk membenuk
senyawa yang disebut aktivator protrombin.
b) Langkah-langkah jalur intrinsik
yaitu pengaktifan faktor XII yaitu factor Hageman faktor: faktor koagulasi yang
stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan
memulai jalur intrinsik dari koagulasi dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah
yang terkena trauma, kemudian faktor XII yang teraktivasi ini akan mengaktifkan
faktor XI, yaitu factor Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil
yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi, kemudian faktor XI yang teraktivasi
ini akan mengaktifkan faktor IX, faktor IX yang teraktivasi bekerja sama dengan
faktor VIII terakivasi dan dengan fosfolipid trombosit dan faktor 3 dari trombosit
yang rusak, akan mengkatifkan faktor X. Disini jelas bahwa bila faktor VIII atau
trombosit kurang maka langkah ini akan terhambat. Faktor VIII adalah faktor yang
tidak dimiliki oleh penderita hemofilia. Trombosit tidak dimiliki oleh penderita
trombositopenia. Faktor X yang teraktivasi akan bergabung dengan faktor V dan
trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut aktivator protrombin.
Perubahan Trombin Menjadi Trombin:
Setelah aktivator protrombin terbentuk akibat pecahnya pembuluh darah maka
dengan adanya ion Ca2+ dalam jumlah yang mencukupi, akan menyebabkan perubahan
protrombin menjadi trombin. Trombosit juga berperan dalam pengubahan protrombin
menjadi trombin, karena banyak protrombin mula-mula melekat pada reseptor protrombin
pada trombosit yang telah berikatan pada jaringan yang rusak. Pengikatan ini akan
mempercepat pembentukan trombin dan protrombin yag terjadi dalam jaringan dimana
pembekuan diperlukan.
Protrombin adalah protein plasma yang tidak stabil dan dengan mudah pecah
menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil, salah satu diantaranya trombin. Vitamin K
juga sangat berperan dalam pembekuan darah karena kurangnya vitamin K akan
menurunkan kadar protrombin sampai sedemikian rendahnya hingga timbul pendarahan.
Perubahan Fibrinogen Menjadi Fibrin:
Trombin adalah enzim protein dengan kemampuan proteolitik yang bekerja
terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan empat peptida yang berberat molekul rendah
dari setiap molekul fibrinogen sehingga membentuk molekul fibrin monomer yang
memiliki kemampuan untuk berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer yang lain.
Dengan cara demikian, dalam beberapa detik banyak molekul fibrin monomer
berpolimerisasi menjadi benang-benang fibrin yang panjang, sehingga terbentuk
retikulum bekuan.
Namun benang-benang fibrin ini ikatannya tidak kuat dan mudah diceraiberaikan,
maka dalam beberapa menit berikutnya akan terjadi proses yang akan memperkuat
jalinan/ikatan tersebut. Proses ini melibatkan zat yang disebut faktor stabilisasi fibrin.
Trombin yang tadi berperan dalam membentuk fibrin, juga mengaktifkan faktor stabilisasi
fibrin yang kemudian akan membentuk ikatan kovalen antara molekul fibrin monomer,
sehingga saling keterkaitan antara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga
menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.
Bekuan darah yang terdiri dari jaringan benang fibrin yang berjalan dari segala
arah dan menjerat sel-sel darah, trombosit, dan plasma. Benang-benang fibrin juga
melekat pada pembuluh darah yang rusak; oleh karena itu bekuan darah menempel pada
lubang di pembuluh darah dan dengan demikian mencegah kebocoran darah.
5. Gangguan pembekuan darah
Hemofilia
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari
ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.Darah pada seorang penderita
hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan
darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang
normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah
kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul
dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan
pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para
penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian
organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
1. Sel darah merah ( Eritrosit ) berfungsi mengikat oksigen dari paru–paru untuk
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh
untuk dikeluarkan melalui paru–paru.
2. Sel darah putih ( Leukosit ) berfungsi sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem
retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai
pengangkut yaitu mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
terus ke pembuluh darah.
3. Keping – keping darah ( Trombosit ) fungsinya memegang peranan penting dalam
pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah
tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus- menerus. Trombosit
lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut
trombositopenia.
4. Plasma darah fungsinya mengangkut sari-sari dari makanan untuk didistribusikan ke
sel-sel serta bertugas untuk membawa sisa pembakaran dari sel-sel menuju tempat
pembuangan, selain itu plasma darah juga menghasilkan sebuah zat kekebalan tubuh
yang dapat melindungi diri dari penyakit yang biasa disebut dengan zat antibody.
Mekanisme Edema :
1. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh
kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang
interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan
rongga badan (terjadi edema).
2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan),
maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke
dalam saluran limfe akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat
mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor
ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal
yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan
tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).
3. Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh
air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit
atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini
bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan
tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas
kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan
osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium
bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan
menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi
infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
4. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya
ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula
sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah
secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa
lambung kelenjar (abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala
albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan.
Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan edema umum.
5. Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga
tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan
tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas
kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan
edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue
tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang
renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat
tersebut mudah timbul edema.
6. Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada
yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni.
Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium
dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis
hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan
ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).
Mekanisme yang berhubungan secara umum diantaranya : penurunan tekanan osmotic koloid,
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, obstrukso limfatik,
dan kelebihan natrium dan air tubuh.
1. Penurunan tekanan osmotic koloid. Bila protein plasma di dalam darah menipis, kekuatan
ke dalam menurun, yang memungkinkan gerakan ke dalam jaringan. Ini menimbulkan
akumulasi cairan dalam jaringan dengan penurunan volume plasma sentral. Ginjal
berespons terhadap penurunan volume sirkulasi melalui aktivasi system aldosteron-renin-
angiotensin, yang mengakibatkan reabsorbsi tambahan terhadap natrium dan air. Volume
intravaskuler meningkat sementara. Namun, karena defidit protein plasma belum
diperbaiki, penurunan tekanan osmotic koloid tetap rendah dalam proporsi terhadap
tekanan hidrostatik kapiler. Akibatnya cairan intravaskuler bergerak kedalam jaringan,
memperburuk edema dan status sirkulasi.
4. Obstruksi limfatik. Penyebab paling umum dari obstruksi limfatik adalah pengangkatan
limfonodus dan pembuluh darah melalui pembedahan untuk mencegah penyebaran
keganasan. Terapi radiasi, trauma, metastasis keganasan, dan inflamasi dapat juga
menimbulkan obstruksi luas pada pembuluh darah. Obstruksi limfatik menimbulkan
retensi kelebihan cairan dan protein plasma dalam cairan interstisial. Pada saat protein
mengumpul dalam ruang interstisial, lebih banyak air bergerak ke dalam area. Edema
biasanya lokal.
5. Kelebihan air tubuh dan natrium. Pada gagal jantung kongestif, curah jantung menurun
pada saat kekuatan kontraksi menurun. Untuk mengkompensasi, peningkatan jumlah
aldosteron menyebabkan reytensi natrium dan air. Volume plasma meningkat, begitu juga
tekanan kapiler intervaskular vena. Jantung yang gagal ini tidak mampu memompa
peningkatan aliran balik vena ini, dan cairan dipaksa masuk ke dalam interstisial.
E. Proses Penggumpalan Darah Didalam Dan Diluar Tubuh Yang Disebut Dengan Trombus
Bahaya yang diakibatkan oleh trombus hampir sama dengan emboli. Keduanya
menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah, hanya saja yang membedakan adalah
proses terjadinya sumbatan. Trombus lebih mengarah pada cedera sel endotel pembuluh
darah yang menyebabkan agregasi trombosit untuk pemulihan jaringan yang rusak, tapi
terkadang proses ini dapat menyumbat aliran darah sehingga ia dikatakan trombus.
Proses Pembentukan Thrombus
Pada saat tertentu apabila aliran darah cepat (seperti dalam arteri-arteri), massa yang
terbentuk dari trombosit akan terlepas dari dinding pembuluh tetapi kemudian diganti dengan
trombosit yang lain.
Trombus mempunyai bentuk khas dan lapisan trombosit dan diliputi oleh Leukosit,
eritrosit dan fibrin. Dari luar permukaan trombus nampak sebagai batu karang dengan garis-
garis (Line of zahn). Trombus warnanya putih dan merah berbutir-butir. Bila dipotong maka
tampak garis-garis yang berlapis-lapis putih kelabu
Penyebab trombus :
Atherosclerosis
Trombosit mengalir pada zone perifer dan dibatasi dari dinding pembuluh oleh
zone plasma. Bila aliran darah melambat maka trombosit masuk kedalam zone plasma
shg kontak dengan endotel bertambah
Perubahan aliran darah lebih sering pada vena daripada arteri. Trombus juga
sering terjadi pada keadaan varices yaitu vena-vena yang melebar. Varices sering
ditemukan pada tempat-tempat berikut ini:
Pleksus pampiniformis
Pleksus hemorrhoidalis
Infark paru-paru
Tumor ganas
Thromboplebitis
Thromboangitis obliterans
Fresh trombus
Old trombus
Arteri
Vena
Jantung
Dalam pembuluh limfe tidak terbentuk trombus karena pada pembuluh limfe tidak
terdapat trombosit jadi hanya dapat terjadi coagulum
Vens-vena profunda betis selain itu juga terdapat pada vena pelvis, mesenterium
dan vena pelvis
Tungkai bawah
Coronaria
Renalis
Mesentrica
Akibat-akibat trombus :
Stasis darah
Bendungan pasif
Ischemi
Nekrosis
Merupakan jalur tambahan yang di mana cairan dapat mengalir dari ruang interstisial
ke dalam darah. Limfatik dapat mengangkut protein dan zat-zat partikel besar yang tidak
dapat dipindahkan keluar jaringan dengan absorpsi langsung ke dalam kapiler darah.
Pengeluaran protein dari ruang interstisial merupakan fungsi penting, tanpa fungsi ini
manusia akan meninggal dalam waktu 24 jam. Pembentukan cairan limfe berasal dari cairan
interstisial yang mengalir ke dalam sistem limfatik. Cairan limfe yang pertama kali mengalir
dari setiap jaringan mempunyai komposisi yang hampir sama dengan cairan interstisial.
Sistem limfatik juga merupakan salah satu jalan utama untuk absorpsi zat makanan
dari saluran cerna terutama absorpsi lemak. Setelah memakan makanan berlemak, cairan
limfe dalam duktus torasikus akan mengandung 1-2% lemak.
Nodus Limfe
1. Menyaring cairan limfe sebelum kembali ke darah.
2. Sel pertahanan tubuh dalam nodus limfe merusak substansi asing dan memberikan respons
imun terhadap antigen.
3. Nodus limfe membengkak apabila terjadi infeksi (trapping function)
Imunitas
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua organisme atau
toksin yang masuk ke jaringan dan organ. Kemampuan ini dinamakan imunitas (kekebalan).
Sistem imunitas khusus membentuk antibodi serta limfosit untuk menyerang dan menghancurkan
mikroorganisme spesifik atau toksin.
Ketika benda asing masuk ke dalam tubuh, sistem imun segera menghasilkan zat yang akan
bereaksi dan membuat substansi tersebut tidak berbahaya. Protein asing disebut antigen dan
substansi yang dihasilkan untuk berespons terhadap antigen disebut antibodi. Bila sistem imun
terpapas pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respons imun yang mungkin terjadi.
Sistem komplemen terlibat dalam mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik untuk
memberikan suatu hal yang penting. Berbagai komponen dalam sistem imun melakukan interaksi
yang erat dan saling bergantung satu sama lain sehingga sistem ini sangat efektif.
Peradangan: mengacu pada serangkaian proses non-spesifik yang saling berhubungan dan
diaktifkan sebagai respons terhadap invasi benda asing dan kerusakan jaringan. Tujuan akhir dari
peradangan adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang cedera agar keduanya
dapat mengisolasi, menghancurkan agen yang masuk, membersihkan, dan mempersiapkan
jaringan untuk proses penyembuhan.
Pertahanan oleh makrofag: ketika bakteri masuk ke dalam tubuh melalui kerusakan kulit,
makrofag sudah berada di daerah tersebut untuk segera memfagosit mikroba asing yang masuk.
Makrofag menahan infeksi selama periode satu jam pertama sebelum mekanisme lain dapat
dilakukan.
Vasodilatasi lokal: segera setelah invasi mikroba, arteriol di daerah tersebut berdilatasi sehingga
terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera. Vasodilatasi lokak disebabkan oleh histamin
yang dikeluarkan ke jaringan yang rusak oleh sel mast yaitu sejenis sel yang terikat ke jaringan.
Peningkatan permeabilitas kapiler: histamin yang dikeluarkan bertujuan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Melalui pembesaran pori-pori kapiler, protein plasma dalam keadaan
normal tidak dapat keluar dari pembuh darah tetapi dapat lolos ke jaringan yang meradang.
Edema lokal: protein plasma yang bocor tertimbun di cairan interstisial dan menimbulkan
tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik lokal ini disertai peningkatan tekanan darah kapiler
sehingga meningkatkan filtrasi dan menurunkan reabsorpsi cairan menembus kapiler
bersangkutan. Keadaan ini menimbulkan edema lokal. Timbulnya rasa nyeri disebabkan distensi
lokal dalam jaringan yang membengkak sehingga ujung-ujung reseptor neuron aferen yang
pesarafan daerah tersebut tertekan.
Tabel 13.1 Respons imun non-spesifik dan spesifik terhadap infeksi bakteri
Mekanisme imun non-spesifik Mekanisme imun spesifik
Peradangan
1. Pengambilan bakteri invasif oleh 1. Pengolahan dan penyajian bakteri oleh
mikrofag. makrofag ke sel B spesifik untuk antigen
tersebut.
2. Proliferasi dan diferensiasi klon sel B
2. Respons vaskular yang diinduksi oleh menjadi sel plasma dan sel pengikat.
histamin untuk meningkatkan aliran darah Sekresi antibodi oleh sel plasma yang
ke tempat peradangan sehinggal lebih mengikat bakteri secara spesifik.
banyak sel efektor imun dan protein 3. Penguatan oleh interkulin yang
plasma yang datang. dikeluarkan oleh makrofag.
3. Pengepungan tempat peradangan oleh 4. Penguatan oleh sel T penolong yang telah
bekuan fibrin. diaktifkan oleh antigen bakteri yang sama
4. Emigrasi neutrofil dan monosit/ makrofag yang telah diolah dan disajikan oleh
ke tempat peradangan untuk mengambil mikrofag.
dan menghancurkan benda asing dan 5. Pengikat antibodi dengan bakteri dan
untuk membersihkan debris sel. penguatan mekanisme non-spesifik yang
5. Sekresi zat perantara kimiawi oleh sel menyebabkan destruksi bakteri yang
fagositik yang meningkatkan respons bersangkutan.
imun non-spesifik dan spesifik serta - Bakteri sebagai opsonin untuk
mencetuskan gejala lokal dan sistemik meningkatkan aktivitas fagosit.
yang terkait dengan infeksi. - Pengaktifan sistem komplemen.
- Stimulasi sel pembunuh, yang secara
langsung melisiskan bakteri.
Respons imun spesifik dimulai dengan aktivitas makrofag (Antigen Presenting cell) yang
memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel sitem
imun spesifik. Dengan rangsangan antigen yang telah diproses sel-sel sitem imun neproliferasi
(beradaptasi dengan ginjal) dan berdiferensiasi (membedakan) sehingga menjadi sel yang
memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen. Respons imun spesifik
mencakup imunitas yang diperantarai oleh antibodi yang dilaksanakan oleh turunan limfosit B
dan imunitas yang diperantarai oleh sel yang dilaksanakan oleh limfosit T.
Respons imun spesifik adalah serangan selektif yang ditunjukkan untuk membatasi atau
menetralisir serangan tertentu yang oleh tubuh telah disiapkan untuk dihadapi, karena tubuh
sebelumnya sudah pernah terpajan ke sasaran tersebut.
Terdapat dua kelas respons imun spesifik, yaitu:
1. Imunitas yang diperantarai oleh antibodi atau imunitas humoral yang melibatkan
pembentukan antibodi oleh limfosit B diartikan sebagai sel plasma,
2. Imunitas yang diperantarai oleh sel atau imunitas seluler, melibatkan
pembentukan limfosit T aktif yang secara langsung menyerang sel-sel yang tidak
diinginkan.
Komponen spesifik dari sistem imun spesifik melakukan persiapan secara selektif
menyerang bahan asing. Sistem ini tidak saja mampu mengenali molekul asing sebagai sesuatu
yang berbeda, tetapi juga mampu membedakan jutaan molekul asing yang berbeda-beda.
Yang termasuk imun spesifik adalah limfosut yang dilengkapi dengan molekul asing spesifik
yang dikenal sebagai antigen. Selama perkembangan, limfosit secara tidak sengaja dibentuk
untuk menyerang sel tubuh sendiri sehingga tidak dapat berfungsi.
Perbedaan utama di kedua jenis respons ilmu ini adalah dalam hal sensivitas dan
pembentukan memoru terhadap antigen tertentu. Beberapa hal pada respons imun spesifik tidak
terdapat pada imun non-spesifik, namun kedua jenis respons ini saling meningkatkan efektivitas
dan respons imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan
komponen lain yang terdapat dalam sistem imun. Interaksi ini berlangsung bersama-sama
sehingga menghasilkan suatu aktivitas biologik yang seirama dan serasi serta merupakan
mekanisme yang terjadi tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Dengan masuknya kinin,
histamin, serta zat lain, neutrofil dan monosit dapat masuk menangkap, dan memfagosit
kerusakan serta kematian bakteri dan sel dari area luka. Apabila proses ini berjalan dengan baik
luka akan sembuh.
Dua kelompok besar imun: imunitas yang disertai oleh antibodi dan imunitas yang
diperantarai oleh sel imunitas seluler, hasil keduanya akan meningkatkan limfosit ke antigen
spesifik yang bertanggung jawab untuk imunitas humoral.
Sistem Imun
Semua mekanisme digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai
perlindungan terhadapt bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Imunitas mengacu kepada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi benda asing atau sel
abnormal yang potensial berbahaya. Aktivitas yang berkaitan dengan sistem pertahanan imun
yang berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan atau menetralisir benda-benda di
dalam tubuh yang dianggap asing oleh tubuh normal.
1. Pertahanan terhadap patogen atau mikroorganisme penyebab penyakir misalnya virus dan
bakteri.
2. Pengeluaran sel yang rusak misalnya sel darah merah yang sudah tua, jaringan yang sudah
rusak oleh trauma penyakit, penyembuhan luka serta perbaikan jaringan.
3. Identifikasi dan destruksi sel abnormal atau muatan yang berasal dari tubuh sendiri.
Fungsi ini diberi nama survenes immune, misalnya mekanisme pertahanan internal
terhadap kanker.
4. Respons imun yang tidak sesuai dapat menimbulkan alergi yaitu tubuh bereaksi terhadap
zat kimia dari lingkungan yang tidak berbahaya. Penyakit autoimun yaitu saat sistem
pertahanan secara salah menghasilkan antobodi terhadap tubuh sendiri sehingga terjadi
kerusakan sel-sel jenis tertentu di dalam tubuh.
Pertahanan Tubuh
1. Kekebalan aktif alami: diperoleh ketika sakit, dimana antobodi tetap di dalam darah
untuk mencegah serangan penyakit yang sama. Tie imun ini juga dihasilkan oleh apa yang
disebut infeksi non-klinis, di mana tubuh terpapar pada sejumlah kecil mikroorganisme
dalam jumlah yang tidak cukup untuk memunculkan suatu gejala definitif (gejala pasti)
tetapi cukup untuk menstimulasi produk antibodi.
2. Kekebalan aktif buatan: diberikan kepada anak-anak dan orang yang bepergian untuk
mencegah terkena penyakit yang serius atau fatal. Suntikan mikroorganisme yang sudah
mati atau hidup diberikan dan tubuh berespons dengan menghasilkan antibodi. Dengan
cara inilah imun aktif dibuat. Toksin yang tidak berbahaya juga digunakan untuk
memberikan imun tipe ini. Toksin adalah racun kimia yang dihasilkan mikroorganisme,
jika diberikan dalam kondisi tidak berbahaya toksin juga dapat bekerja sebagai antigen.
Mikroorganisme yang dilemahkan disebut vaksin dan toksin yang dilemahkan disebut
toksoid. Banyak penyakit dapat dicegah dengan imun aktif buatan. Beberapa penyakit
yang umum ialah batuk, difteri, campak, cacar, poliomielitis, dan tuberkolosis.
3. Kekebalan pasif alami: diperoleh bayi sebelum lahir sebagai antibodi yang diturunkan
ibu kepada janin.
4. Kekebalan pasif buatan: bermanfaat untuk mencegah penyakit dan untuk pengobatan.
Antibodi dihasilkan orang lain/hewan lalu disuntikkan ke dalam tubuh seseorang yang
beresiko. Kekebalan pasif selalu hidup dalam jangka waktu singkat sebagai aintibodi yang
dihancurkan setelah waktu singkat.
reaksi antigen-antibodi secara normal terjadi di dalam aliran darah dan dibawa oleh sistem
mikrofag monosit. Ketika reaksi imun terjadi di jaringan, sel-sel di dalamnnya rusak atau
hancur akibat efek samping reaksi tersebut, hal ini dikenal sebagai alergi. Reaksi alergi
sering disebabkan oleh substansi seperti protein yang disebut algergen. Reaksi alergi pada
jaringan membuat lepasnya histamin yang menyebabkan kemerahan dan pembengkakan
pada kulit seperti pada urtikaria dan menghasilkan cairan hangat, selain itu juga dapat
menyebabkan konstriksi otot polos pada saluran pernapasan sehingga menimbulkan asma.
5. Autoimun: suatu keadaan di mana tubuh membuat antibodi melawan selnya sendiri.
Banyak penyakit yang berasal dari autoimun di antaranya rematroid atritis dan demam
rematik.
Mekanisme Peradangan
Ketika salah satu bagian dari tubuh terluka seperti telapak kaki, maka kuman penyakit
akan masuk ke dalam telapak kaki yang terluka, kemudian kuman penyakit akan mengeluarkan
kinin, histamin, dan zat lain sehingga darah yang keluar semakin banyak. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah bereduksi masuk ke dalam jari tangan yang terluka. Luka tersebut akan merah,
panas, sakit, bengkak sehingga fungsi kaki akan terganggu. Pembuluh darah membawa lebih
banyak nutrisi serta O2 ke daerah yang luka karena metabolisme bertambah dan suhu sel menjadi
panas. Jika proses ini berjalan dengan baik, maka luka akan cepat sembuh.
Masuknya kini, histamin dan zat lain pembuluh kapiler bocor menyebabkan terjadinya
edema dan protein menggumpal di daerah luka. Hal ini menimbulkan nyeri serta bengkak yang
berkangsung sementara kemudian terjadi batasan untuk bergerak sebelum luka sembuh. Saat
protein menggumpal di daerah luka, protein akan bertukar dengan fibrin sehingga luka akan
sembuh.
Sebagian besar sel T tergolong populasi penolong ataupun penekan yang tidak secara
langsung ikut serta dalam destruksi patogen imunologik (terkait dengan imun). Sel ini secara
kolektif memodulasi aktivitas sel B dan sel T sitotoksik dan aktivitas makrofag.
Sel T memiliki umur panjang karena harus secara terus-menerus menghasilkan antibodi
setelah diubah menjadi sel plasma akibat stimulasi antigen. Dengan demikian imunisasi pada
respons seluler serupa dengan respons humoral, tetapi berlangsung lama. Sel T secara simultan
dapat menekan atau mempermudah sekresi antibodi sel B, selain itu juga dapat meningkatkan
atau menghambat kemampuan sel-sel T sitotoksik dalam menghancurkan sel korban.
Sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun, terutama melalui sekresi limfokin
(imunitas perantaraan sel) yaitu sebagian dari zat-zat perantara kimiawi yang dihasilkan oleh sel
T.
1. Mengeluarkan faktor pertumbuhan sel B untuk meningkatkan kemampuan sel aktif dalam
menghasilkan antibodi.
2. Mengeluarkan faktor pertumbuhan, meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (rangsangan
spesifik) terhadap antigen yang masuk.
3. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T berfungsi menarik lebih banyak neutrofil
dan calon makrofag ke tempat invasi.
4. Meningkatkan data fagosit makrofag dalam mempertahankan tubuh dari bakteri
tuberkolosis yang biasa dilakukan oleh makrofag yang non-aktif.
Antigen
Antigen atau imunogen adalah setiap bahan yang dapat menikbulkan imun spesifik pada
manusia dan hewan. Komponen antigen yang disebut determinan antigen adalah bagian antigen
yang dapat meningkatkan antibodi.
Determinan antigen (epitop) adalah komponen kimia terkecil dari suatu antigen yang
dapat membangkitkan respons imun. Suatu antigen dapat memiliki dua atau lebih molekul
determinan antigen, satu molekul pun dalam keadaan yang sesuai dapat menstimulasi respons
yang jelas.
Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat mengiduksi respons imun,
tetapi senyawa ini menjadi imunologik jika bersatu dengan carrier (pembawa penyakit) yang
berat molekulnya besar seperti protein serum. Determinan antigen dengan berat molekul yang
rendah akan menjadi imunogen bila diikat oleh molekul besar (carrier) sehingga dapat
meningkatkan antibodi. Carrier sering digabung dengan hapten dalam pemberian imunisasi.
Hapten dapat berupa obat antibiotik, zat tambahan makanan, atau kosmetik. Banyak
senyawa dengan berat molekul kecil yang jika berkonjugasi dengan carrier dalam tubuh dapat
membentuk imunoginisitas, misalnya pada beberapa orang penisilin tersebut bergabung dengan
protein serum dan mampu memicu respons imun.
Pembagian Antigen
1. Antigen menurut epitop
a. Unideterminan uniseluler: hanya satu jenis determinan pada satu molekul.
b. Unidetarminan multivalent: beberapa jenis determinan ditemukan pada satu
molekul.
c. Multiterminan univalent: terdiri dari banyak epitop yang bermacam-macam, tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (sebagian besar protein).
d. Multideterminan multivalent: banyak macam determinan dan banyak dari setiap
macam pada satu molekul yang dimiliki dan kompleks.
2. Antigen menurut spesifik
a. Heteroantigen: dimiliki banyak spesies.
b. Xenoantigen: banyak dimiliki oleh spesies tertentu.
c. Alloantigen (Isoantigen): spesifik untuk individu dalam satu spesies.
d. Antigen organ spesifik: hanya dimiliki oleh organ tertentu.
e. Auto antigen: dimiliki oleh tubuh itu sendiri.
3. Antigen menurut ketergantungan terhadap sel T.
a. T Dependent: memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B agar dapat
menimbulkan respons antibodi antigen dalam golongan lain.
b. T Independent: tidak merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk membentuk
antibodi berupa molekul besar yang dipecah dalam badan secara perlahan-lahan.
4. Antigen menurut sifat kimia.
a. Hidrat arang (polisakarida): umumnya bersifat imunogenik dan dapat
menimbulkan respons terutama pembentukan antibodi. Contoh: respons imun
yang ditimbulkan oleh golongan darah A, B, dan O berasal dari polisakarida pada
permukaan sel darah.
b. Lipid: biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat carrier
protein dan dianggap sebagai hapten. Contoh: sponilipid.
c. Asam nukleat: tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat carrier.
DNA terlihat dalam bentuk heliks (bentuk rantai)
d. Protein: kebanyakan protein adalah imunogenik, umumnya multi determinan dan
univalen (valensi satu)
Antibodi
Antibodi atau imunoglobin (Ig): adalah suatu protein yang dapat larut yang dihasilkan
oleh sistem imun sebagai respons terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi khusus dengan
antigen tersebut. Antibodi merupakan golongan protein yang dibentuk sel plasma atau proliferasi
sel B akibat kontak dengan antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Semua molekul
mempunyai 4 polipeptida dasar yang terdiri dari 2 rantai berat dan 2 rantai ringan yang identik,
dihubungkan satu sama lainnya dengan ikatan sulfida (senyawa sulfur).
Klasifikasi ini didasarkan pada cara-cara antibodi berfungsi, protein dari kelima subklas
tersebut terdiri atas empat rantai polipeptide yang saling berhubungan dan tersusun seperti huruf
Y. Setiap antibodi hanya dapat berintegrasi dengan satu jenis antigen yang secara spesifik cocok
dengannya seperti kunci dan anak kunci. Variasi yang luar biasa dalam fragmen-fragmen tempat
pengikatan antigen ini membentuk sejumlah besar antibodi yang mampu berkaitan secara spesifik
dengan jutaan jenis antigen.
Dengan cara-cara tersebut antibodi mampu secara langsung menghancurkan bakteri atau
bahan lain yang tidak diperlukan serta dapat menyebabkan destruksi antigen yang melekat
padanya secara spesifik untuk memperkuat mekanisme pertahanan letal non-spesifik yang lain.
Respons antigen-antibodi yang berlebihan dapat merusak sel-sel normal serta sel-sel asing.
Penyakit kompleks imun juga dapat terjadi akibat aktivitas peradangan yang berlebihan yang
disebabkan adanya kompleks imun yang terbentuk oleh antigen tubuh sendiri dan antibodi yang
terbentuk.
Fungsi antibodi adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan tubuh terhadap berbagai penyerangan mikroorganisme asing melalui
beberapa cara.
2. Membantu tubuh untuk membersihkan diri dari mikroorganisme penyerang dengan cara
memfasilitasi fagosit.
3. Meningkatkan pelepasan substansi vasoaktif, seperti histamin.
Imunitas Pasif
Terjadi jika antibodi dipindahkan dari satu individu ke individu lain.
1. Imunitas pasif alami: terjadi pada janin pada saat antobodi IgG ibu masuk menembus
plasenta. Antibodi IgG memberi perlindungan sementara (mingguan-bulanan) pada sitem
imun yang imatur (tidak matang).
2. Imunitas pasif buatan: imunitas yang diberikan melalui injeksi antibodi yang diproduksi
oleh orang atau heran yang kebal karena pernah terpapar suatu antigen. Misalnya antibodi
dari kuda yang sudah kebal terhadap racun ular tertentu dapat diinjeksikan pada individu
yang dipatuk ular sejenis.
Imunitas pasif merupakan imunitas pinjaman yang diperoleh segera setelah menerima
antobodi yang sudah dikenal. Pemindahan antibodi kelas IgG secara normal terjadi dari ibu ke
janin melewati plasenta selama perkembangan intrauterus. Selain itu, kolostrum (susu pertama)
yang dihasilkan oleh ibu telah mengandung antibodi IgA yang dapat menambah perlindungan
bayi yang disusui.
Antibodi yang dipindahkan secara pasif biasanya diuraikan dalam waktu kurang dari
satu bulan, tetapi sementara itu bayi baru lahir mendapatkan perlindungan imun penting yang
dimiliki ibu sampai bayi tersebut secara aktif mulai membentuk sendiri respons imunnya.
Kemampuan membentuk antibodi belum muncul sampai satu bulan setelah lahir.
Imunitas pasif secara klinis bertujuan untuk menghasilkan perlindungan segera dan
meningkatkan resistensi terhadap suatu agen infeksius yang sangat virulen (efek patologis) dan
berpotensial mematikan yang terpajan pada orang yang bersangkutan misalnya: virus rabies,
toksin tetanus pada individu yang belum di imunisasi dan bisa ular. Biasanya antibodi yang
diberikan di dapat dari sumber lain (bukan dari manusia) yang telah terpajan ke bentuk antigen
yang sudah dilemahkan.
Untuk memperoleh antibodi dalam jumlah besar, sering digunakan kuda atau sapi.
Penyuntikan yang mengandung antibodi ini (antiserum atau antitoksin) bermanfaat untuk
menghasilkan proteksi segera terhadap penyakit atau toksin tertentu. Penerima mungkin
membentuk repons imun terhadap antibodi yang diberikan tersebut, karena antibodi ini adalah
protein asing yang dapat berakibat reaksi alergi hebat yang dikenal sebagai serum sickness.