Anda di halaman 1dari 10

BAB 7

LARANGAN PERGAULAN BEBAS


KELAS PAI II E

FOTO NAMA MOTTO NO HP

Hidup adalah seni


menggambar tanpa
PELMA SORAYA 085793318048
menghapus.
(John W. Gardner)

NIM KELAS EMAIL


1192020184 PAI II E pelmasoraya12@gmail.com

LARANGAN PERGAULAN BEBAS


TEMA : ZINA
Q.S AL-ISRA’ AYAT 32

PEMBAHASAN

A. QS. Al-Isra’ Ayat 32 dan Terjemah

﴾۳۲‫ا‬:‫اح َشةااۖااا َو َس ۤا َاءا َسبِيْلااا﴿اإلسراءا‬


ِ َ‫الز ٰنىاااِنَّهاا َكانَااف‬
ِّ ‫لاتَ ْق َربُواا‬
‫َو َ ا‬
Wa lā taqrabuz-zinā innahụ kāna fāḥisyah, wa sā`a sabīlā

“Dan janganlah kamu medekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(RI, 2010:285)

B. Terjemah Perkata

‫َكانَا‬ ‫اِنَّها‬ ‫الز ٰنىا‬


ِّ ‫لاتَ ْق َربُوا‬
‫َو َ ا‬
sesungguhnya Dan janganlah kalian
(ia) adalah zina
ia (zina) dekati
‫َسبِيْلا‬ ‫َو َس ۤا َءا‬ ِ َ‫ف‬
‫اح َشةا‬
jalan (hidup) dan seburuk-buruk perbuatan keji

C. Asbab an-Nuzul
Martsad bin Abi Martsad membawa para tawanan perang dari Mekah ke
Madinah. Di mekah ada eorang wanita jahat bernama Anaq, ia adalah temannya
Martsad, Anaq mengajaknya berzina. Martsad berkata, ‘ Hai Anaq, Allah telah
mengharamkan zina.’ Kemudian setelah Martsad sampai di Madinah, ia datang
kepada Rasulullah saw. dan berkata, ‘ ya Rasulullah saw. apakah saya boleh
menikah dengan Anaq ?’ Rasulullah tidak menjawab, hingga akhirnya turunlah
ayat ini. (HAMKA, 2015:300)

D. Isi Kandungan QS. Al-Isra’ Ayat 32 Menurut Para Mufasir

1. Tafsir Ibnu Katsir


Allah SWT. berfirman guna melarang hamba-hambaNya dari
perbuatan zina, mendekatinya, dan berinteraksi dengan hal-hal yang
menimbulkan atau menyeret kepada perzinahan. “Dan janganlah kamu
mendekati perzinahan. Sesungguhnya perzinahan itu merupakan perbuatan
keji.” yakni dosa yang besar, “ Dan jalan yang buruk.” yakni perzinahan itu
merupakan jalan dan prilaku yang buruk.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Umamah,
‫ان افتى اشابا ااتى االنبيا افقال ايارسول اهللا اائذن الي ابالزنى افأقبل االقوم اعليها‬ ّ
‫ا"اجلس"افجلسافقالا‬:‫افقالا‬,‫امهامها؛افقالا"ادنه"افدنامنهاقريبا‬:‫فزجروهاوقالوا‬
‫ ا"ول االناس ايحبونها‬:‫ ال او اهللا اجعلني اهللا افداك اقال ا‬:‫" ااتحبه المك" اقال ا‬
‫الوهللااياارسولاهللااجعلنياهللاافداكاقالا‬:‫لمهاتهم"اقالا"افتحبهالبنتكا؟اقالا‬
‫"ولالناس ايحبونه البناتهم"اقال ا"افتحبه الختك؟" اقال الوهللا اجعلني اهللا افداكا‬
‫اولهللااجعلنيا‬:‫"اقالا"افتحبهالعمتكا؟"اقالا‬..‫قالا"ولالناسايحبونهالخواتهما‬
‫الواهللاا‬:‫"ولالناسايحبونهالعماتهم"اقالا"افتحبهالخالتك"اقالا‬:‫اقالا‬,‫هللاافداك‬
‫ا‬:‫اولالناسايحبونهالخالتهم"اقالافوظعايدهاعليهاوقالا‬:‫اقالا‬,‫جعلنياهللاافداك‬
‫اواحصنافرجه" اقالافلمايكنابعداذلكاالفتىايلتفتا‬,‫اللهمااغفرذنبه اواطهرققلبه‬
‫الىاشيءاااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااا‬
“Ada seorang pemuda belia menemui Nabi saw. dia berkata, ya
Rasulallah, izinkan aku berzina,’ maka orang-orang datang
mengerumuninya, lalu mencacinya. Mereka berkata, ‘cukup, jangan kau
teruskan,’ Rasulullah bersabda, ‘dekatkanlah dia,’ kemudia pemuda itu
mendekati Nabi saw. beliau bersabda, ‘ duduklah!’ pemuda itu duduk. Nabi
saw. bersabda, ‘apakah kamu ingin bila ibumu berzina?’ dia menjawab
‘tidak, demi Allah. Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu’.
Nabi saw. bersabda, ‘orang-orang pun tidak ingin bila ibunya berzina.
Apakah kamu ingin anak putrimu berzina?’ dia menjawab ‘tidak, demi
Allah. Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu’. Nabi saw.
bersabda ‘orang-orang pun tidak ingin anak putrinya berzina. Apakah
kamu ingin saudara perempuanmu berzina?’ dia menjawab ‘tidak, demi
Allah. Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu’. Nabi saw.
bersabda, ‘orang-orang pun tidak ingin saudara perempuan mereka
berzina, apakah kamu ingin bibi (dari ayahmu) berzina?’ dia menjawab
‘tidak, demi Allah. Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu’.
Nabi saw. bersabda, ‘ orang-orang pun tidak ingin bibi mereka berzian,
apakah kamu ingin saudara ibumu berzina?’ dia menjawab ‘tidak, demi
Allah. Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu’. Nabi saw.
bersabda, ‘orang-orang pun tidak ingin bila saudara ibu mereka berzina’.
Beliau memegang pemuda itu seraya berdoa, ‘ya Allah, ampunilah
dosanya, bersihkanlah kalbunya, dan jagalah kemaluannya.’ Setelah itu, si
pemuda tidak lagi melirik perempuan lain.” (Ar-Rifa’i, 2000:55-57)

2. Tafsir Jalalain
‫)اقبيحاا(و َسا َء)ا‬
َ ‫ُوااالزنَا)اأبلغامنالاتأتوها(انَّهُا َكانَ افَا ِح َشة‬
ِّ ‫عظيماا( َولَاتَق َرب‬
‫(اااااااااا‬Al-Mahally & Asy-syuyuthi, 2010:232)‫)اا‬۳۲(‫سبِيل)ا‬ َ (‫ابئسا‬
(Dan janganlah kalian mendekati zina) larangan untuk melakukannya
jelas lebih keras lagi (sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji) perbuatan yang buruk (dan seburuk-buruknya) sejelek-jelek (jalan)
adalah perbuatan zina itu.(Terjemah Tafsir Jalalain, n.d.)

3. Tafsir Al-Misbah
Karena faktor lain yang mendorong mereka membunuh anak-anak
perempuan adalah kekhawatiran diperkosa atau berzina, maka lebih jauh
ayat ini memerintahkan semua anggota masyarakat agar menghindari sebab-
sebab yang dapat mengantar kearah itu.
Al-Biqa’I menulis bahwa karena dalam pembunuhan anak terdapat
unsur kekikiran dan dalam perzinahan terdapat unsur pemborosan, maka
ayat ini melanjutkan dengan larangan berzina. Disisi lain, dalam perzinahan
terdapat pembunuhan akibat tidak jelasnya siapa ayah sang anak,
sebagaimana ia menjadi sebab adanya sesuatu yang batil sedang
pembunuhan adalah menghilangkan sesuatu yang haq.
Sayyid Quthub menulis bahwa dalam perzinahan terdapat pembunuhan
dalam beberapa segi. Pertama pada penempatan sebab kehidupan (sperma)
bukan pada tempatnya yang sah. Ini biasa disusul keinginan untuk
menggugurkan, yakni membunuh janin yang dikandung. Kalau ia dilahirkan
hidup, maka biasanya ia dibiarkan begitu saja tanpa ada yang meemlihara
dan mendidiknya, yang ini merupakan salah satu bentuk pembunuhan.
Perzinahan juga merupakan pembunuhan terhadap masyarakat yang
merajalela di tengah-tengahnya keburukan ini, karena disini menjadi tidak
jelas atau bercampur baur ketutunan seseorang serta menjadi hilang
kepercayaan menyangkut kehormatan dan anak, sehingga hubungan antar
masyarakat melemah yang akhirnya mengantar kepada kematian umat.
Disisi lain perzinahan juga membunuh masyarakat dari segi kemudahan
melampiaskan nafsu sehingga kehidupan rumah tangga menjadi sangat
rapuh, bahkan tidak dibutuhkan lagi. Keluarga menjadi sangat rapuh
padahal ia merupakan wadah yang terbaik untuk mendidik dan
mempersiapkan generasi muda memikul tanggung jawabnya. Demikian
kurang lebih tulisan Sayyid Quthub, ketika menghubungkan ayat ini dengan
ayat lalu dan mendatang.
Ayat ini menegaskan bahwa : dan janganlah kamu mendekati zina
dengan melakukan hal-hal walau dalam bentuk menghayalkannya sehingga
dapat mengantar kamu terjerumus dalam keburukan itu : sesungguhnya ia,
yakni zina adalah suatu perbuatan amat keji yang melampaui batas dalam
ukuran apa pun dan suatu jalan yang buruk dalam menyalurkan kebutuhan
biologis.
Sementara ulama menggarisbawahi bahwa membunuh anak karena
takut miskin merupakan tanda prasangka buruk kepada Allah, sedang
membunuhnya karena khawatir mereka berzina adalah upaya
membinasakan keturnan, yang pertama bertentangan dengan peng-agungan
Allah dan yang kedua merupakan pertanda tiada kasih sayang.
Dalam pengamatan sejumlah ulama Al-Quran, ayat-ayat yang
menggunakan kata “janganlah mendekati” seperti ayat di atas, biasanya
merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa/nafsu
untuk melakukannya. Dengan demikian larangan mendekati mengandung
makna larangan untuk yidak terjerumus dalam rayuan suatu yang tidak
berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Hubungan seks
seperti perzinahan, maupun ketika istri sedang haid, demikian pula
perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat, kaera
itu Al-Quran melarang mendekatinya. Memang, siapa yang berada di
sekeliling suatu jurang, ia dikhawatirkan terjerumus kedalamnya. Adapun
pelanggaran yang tidak memiliki rangsangan yang kuat, maka biasanya
laranga tertuju kepada perbuatan itu, bukan larangan mendekatinya.
Firman-Nya ‫( ساء اسبيل‬jalan yang buruk), dipahami oleh sementara
ulama dalam arti jalan buruk karena ia mengantar menuju neraka. Ibn
‘Asyur memahami kata ‫ سبيل‬dalam arti perbuatan yang menjadi kebiasaan
seseorang. Thabathaba’I memahaminya dalam arti jalan untuk
mempertahankan kehidupan. Ulama ini menghubungkan pemahamannya itu
dengan QS. Al-Ankabut (29) : 29 yang menyipati kebiasaan buruk kaum
Nabi Luth as. yakni melakukan homoseksual sebagai ‫تقطعون االسبيل‬
(memutus jalan). Jalan yang mereka putus itu adalah jalan kelanjutan
keturunan, karena kelakuan tersebut tidak menghasilkan keturunan dan
kelanjutan jenis manusia. Berbeda dengan perzinahan, yang melakukannya
dapat memperoleh anak dan kelanjutan jenis pun dapat terlaksana tetapi
cara dan jalan itu adalah jalan yang sangat buruk.(Shihab, 2002:457-459)

4. Tafsir Al-Maraghi
‫الز ٰنىاااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااا‬
ِّ ‫لاتَ ْق َربُواا‬
‫َو َ ا‬
(Al-Maraghi, 1998:76-78)Allah swt. melarang hamba-hambaNya
mendekati perzinahan, yaitu melakukan sebab-sebabnya dan hal-hal yang
mendorong kesana. Selain melarang perbuatan berzina itu sendiri sebagai
suatu ungkapan, bahwa larangan berzina adalah benar-benar keterangan
bahwa perbuatan itu sangat buruk. Larangan itu kemudian oleh Allah diberi
alasan dengan firman-Nya.
Mafsadat zina
‫او َس ۤا َاءا َسبِيْلاااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااااا‬ ِ َ‫اِنَّهاا َكانَااف‬
َ ‫اح َشة‬
Sesungguhnya berzina adalah nyata keburukannya dan memuat
banyak kerusakan. Diantara kerusakan yang terpenting adalah :
1. Pencampuran dan kekacauan nasab, apabila seorang laki-laki ragu
mengenai anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan lacur, apakah ia
anaknya atau anak orang lain. Maka, laki-laki itu tak mau mendidiknya,
dan seterusnya dia tak akan mau mengurusinya. Hal ini menyebabkan
tersia-sianya keturunan dan hancurnya dunia.
2. Membuka pintu hura-hura dan kegoncangan diantara sesama manusia
karena mempertahankan kehormatan. Berapa banyak kita dengar
peristiwa-peristiwa pembunuhan yang timbul karena keinginan berzina,
sehingga sewaktu-waktu kita mendengan perisriwa pembunuhan, maka
orang langsung mengatakan periksalah soal perempuan.
3. Wanita yang sudah dikenal dan termasyhur sebagai pelacur, akan
dipandang kotor oleh setiap laki-laki yang masih waras tabiatnya,
sehingga tak akan terjadi kemesraan antara perempuan seperti itu dengan
suaminya. Dan dengan demikian, akan terjadi ketentraman dan
keserasian yang dijadikan oleh Allah sebagai kasih sayang antara sesama
manusia dengan firman-Nya :
‫اج َع َل ابَينَ ُكما َّم َو َّدةا‬ َ َ‫زوجاالِّتَس ُكنُواااِلَيه‬
َ ‫ااو‬ َ َ‫ق الَ ُكما ِام ْن ااَنفُ ِس ُكماا‬
َ َ‫َو ِم ْن ا َءايَتِ ِه ااَ ْن اخَ ل‬
‫)ااااااااااااااااااااااااا‬۲1‫ا‬:‫ومايَتَفَ َّكرُونَ ا(االروما‬ ٍ َ‫تالّق‬ ٍ َ‫ااِ َّنافِىا َذلِكَ الي‬,‫َو َرح َمة‬
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum : 21)
4. Tujuan diciptakannya perempuan, bukan sekedar pelampiasan syahwat
belaka. Akan tetapi ia dijadikan sekutu bagi kaum laki-laki dalam
mengatur rumah tangga dan mempersiapkan tugas-tugas disana, seperti
makanan, minuman, pakaian, dan agar menjadi penjaga dan pengurus
anak-anak dan para pembantu. Tugas ini tak bisa dilaksanakan dengan
sempurna, kecuali apabila wanita itu menjadi partner khusus bagi
seorang lelaki saja, bukan untuk yang lain-lain.
Garis besarnya, bahwa perzinahan adalah kekejian yang amat sangat,
karena dengan adanya perzinahan itu nasab menjadi kacau, dan jadilah
saling bunuh membunuh, sembelih-menyembelih, karena mempertahankan
kehormatan. Dan bahwa perzinahan adalah cara yang buruk ditinjau dari
segi mempersamakan antara manusia dan binatang yang tidak
memperjodohkan betina khusus dengan jantannya.(Tafsir Menurut Mufasir,
n.d.)
E. Implikasi .
Di dalam ayat ini jelaskan bahwa janganlah mendekati zina. Artinya,
segala sikap dan tingkah laku yang dapat membawa kepada zina janganlah
dilakukan dan hendaklah di jauhi. Karena larangan mendekati lebih dalam
daripada larangan melakukannya. Yakni perkara yang dianggap keji baik oleh
syara’, akal, maupun fitrah manusia, karena di dalamnya terdapat sikap berani
terhadap larangan yang terkait dengan hak Allah, hak wanita, hak keluarganya
atau suaminya, mencampuradukkan nasab dan mafsadat lainnya.
Menurut Ibnu Rusyd zina adalah persetubuhan yang dilakukan bukan
karena nikah yang sah/semu nikah dan bukan juga karena kepemilikan hamba
sahaya.(Audah, 2007:147) Sedangkan menurut Hamka berzina adalah segala
persetubuhan di luar nikah atau yang tidak sah nikahnya.(Hamka, 1983:4)
Zina merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman hudud atau
had yakni suatu hukuman yang diberlakukan terhadap pelanggaran yang
menyangkut hak Allah.(Al-Syaukani:158) Dengan demikian, hukuman tindak
pidana zina telah diatur oleh Al-Quran karena merupakan hak Allah swt. secara
mutlak. Ada dua macam perbuatan zina yang mendapat hukuman wajib bagi
pelakunya, yaitu: Ghairu Muhsan,(Mujieb, 2002:453) artinya suatu zina yang
dilakukan oleh orang yang belum pernah melangsungkan perkawinan yang
sah.(Djamali, 2002:199) Artinya pelaku zina yang masih bujang atau perawan,
yaitu mereka yang belum menikah.
Untuk hukuman yang dibebankan pada pelaku zina dengan
status ghair muhsan adalah dera seratus kali, berdasarkan QS. An-Nur (24): 2.
Ayat ini menggambarkan ketegasan dalam menegakkan hukuman had, dilarang
memberi belas kasihan dalam menjatuhkan hukuman atas kekejian yang
dilakukan oleh dua orang pezina tersebut, juga ada larangan membatalkan
hukuman had atau berlemah lembut dalam menegakkannya. Oleh karenanya
dilarang menunda penegakan agama Allah dan mengundurkan hak-Nya.
Pelaksanaan hukuman hendaknya dilaksanakan di depan khalayak ramai, yaitu
sekelompok orang-orang yang beriman, sehingga diharapkan memberi efek
jera dan mempengaruhi jiwa orang orang yang telah melakukan perbuatan zina
dan memberi pelajaran bagi orang-orang yang menyaksikan pelaksanaan
hukuman tersebut.
Selain didera seratus kali, pelaku zina ghair muhsan juga
diasingkan selama setahun, hal ini bersandar pada keterangan
Ibnu al-Munẓir yang mengatakan: “Dalam kasus seorang pelayan
yang berzina dengan majikan putri, Rasulullah saw. bersumpah
bahwa beliau akan memutusinya berdasarkan Kitabullah.
Kemudian beliau menyatakan, bahwasanya pelayan tersebut
harus dihukum dera sebanyak seratus kali dan diasingkan selama
setahun.” Itulah penjabaran dari firman Allah dan itulah yang
dipidatokan oleh Umar bin Khattab di atas mimbar dan yang
kemudian diamalkan atau dipraktekkan oleh para Khulafa Rasyidin dan
mengamininya. Hal tersebut menjadi dasar ijma’ (konsensus).(Al-Syaukani)
Sementara Muhsan, adalah suatu zina yang dilakukan oleh orang yang
sudah baligh, berakal, merdeka dan sudah pernah bercampur secara sah dengan
orang lain jenis kelaminnya.(Djamali, 2002:47)
Hukuman bagi pelaku zina yang berstatus muhsan adalah rajam. Rajam
adalah hukuman mati dengan cara dilempari dengan batu. Karena hukuman
rajam tidak tersebut secara jelas dalam Al-Quran, maka kaum Khawarij
mengingkarinya. Menurut mereka hukuman bagi pezina muhsan maupun ghair
muhsan adalah sama yaitu didera. Pasal hukum rajam dalam Al-Quran tidak
ada, tetapi hanya atas pernyataan Umar ibn Khattab yang pernah melihat Nabi
Muhammad SAW memerintahkan perajaman bagi pezina muhsan.(Djamali,
2002:199)
Pemberian hukuman yang lebih berat bagi pelaku zina muhsan, adalah
balasan bagi pelaku yang telah mendapatkan kesempatan dari Allah untuk
merasakan hubungan seksualitas yang sah, melalui perkawinan. Dengan
demikian pengingkaran terhadap nikmat yang telah diberikan harus dibalas
dengan kepedihan rajam. Sedangkan zina ghairu muhsan dihukum dera dan
pengasingan adalah karena mungkin sifat keingintahuannya yang mendorong
untuk berbuat zina sedang dia belum menikah sehingga tidak ada tempat untuk
menyalurkan keingintahuannya secara syar’i. Karena memang secara fitrah
terdapat kecenderungan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu Islam
menghalalkan nikah dan menghramkan zina. Jadi hubungan apapun antara laki-
laki dan perempuan di luar batasan syariat dinamakan zina.
Hukum bagi pelaku zina baru dapat ditetapkan apabila memenuhi unsur-
unsur perbuatan zina dengan beberapa kriteria.(Haliman, 1970:399) Pertama,
melakukan persetubuhan di luar perkawinan yang sah dan disengaja. Kedua,
pelaku adalah mukallaf. Ketiga, zina adalah persetubuhan yang dilakukan
dalam kondisi sadar tanpa paksaan. Keempat, terdapat bukti-bukti telah terjadi
perzinaan.(Departemen Agama, 1993:568)
Pada laki-laki dan pada perempuan ada yang dinamakan syahwat. Dalam
sebuah hadits dikatakan apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah
khalwat berdua-duaan maka yang ketiganya adalah syaitan. Ketika kita
sedang duduk sendiri akal kita dan pertimbangan budi dapat berbicara, tetapi
kalau seorang laki-laki telah berduaan saja dengan seorang perempuan, akal
budi tidak bicara lagi karena yang bicara ialah syahwat itu. Apabila nafsu itu
sudah terpenuhi, mungkin akal akan bicara dan menyesal. Tetapi sebelum
terpenuhi, segala yang lain gelap belaka.
Khalwat, yaitu berdua-duaan laki-laki dengan perempuan adalah termasuk
mendekati zina. Islam mengharamkan khalwat.(Hasan, 2006:534) Bahkan
khalwat dengan mahram sendiri pun hendaklah dibatasi, sebab itu pula maka
diharamkan meminum minuman yang memabukkan, apabila telah mabuk,
orang tidak dapat lagi mengendalikan diri. Dan dilarang perempuan-
perempuan memakai pakaian yang dapat membangkitkan syahwat, dan
termasuk juga mendeketi zina melihat film-film, gambar-gambar dan
majalah-majalah telanjang, porno, nyanyian-nyanyian yang berisi ajakan
buruk, dansa-dansa dan peluk-pelukan, termasuk juga larangan bepergian jauh
perempuan (musafir) tidak dihantar oleh suaminya atau mahramnya.
Marion Hylard hampir 30 tahun bekerja dibagian penyakit wanita dan
rumah sakit bersalin di Toronto, kanada. Dia telah sampai kepada suatu
kesimpulan bahwa pergaulan bebas banyak membawa korban terhadap wanita.
Maka amatlah mengerikan jika kita memikirkan kehidupan modern ini. Segala
sesuatu yang akan mendekati zina terbuka dimana-mana. Film-film cabul,
majalah dan buku-buku porno dan akhir-akhir ini kebebasan bergaul itu
sudah lebih mencolok lagi.(Hamka, 1983:57)
Dahulu di tanah air kita, amatlah tabu jika ada perempuan ang hamil di
luar nikah. Tetapi akhir-akhir ini menikahkan perempuan yang lebih dahulu
hamil guna menutup malu sudah menjadi hal yang biasa dalam
masyarakat kita. Oleh karena itu, telah merajalela adanya anak-anak di luar
nikah, perempuan yang hamil tidak bersuami, sampai timbul pula satu mata
pencarian yang jahat, yaitu menjual secara gelap anak-anak yang lahir di luar
nikah itu. Dan karena itu pula, pada beberapa negara modern sudah tidak
dilarang lagi menggugurkan anak dalam kandungan.
Sejak adanya gerakan Keluarga Berencana maka obat-obat atau pil atau
alat pencegah kehamilan sebahagian besar disalah-gunakan orang untuk
mencegah lahirnya anak-anak sebagai hasil perzinahan. Di samping itu, maka
timbullah penyakit-penyakit yang amat berbahaya dan merusak keturunan
tersebab dari perzinahan, yaitu penyakit HIV AIDS, Sifilis dan Gonore yang
amat sulit untuk disembuhkan
Dengan ini semua seharusnya bertambahlah keyakinan kita terhadap
firman Allah SWT. pada ayat ini :’’Dan janganlah mendekati zina:
sesungguhnya zina itu adalah keji dan seburuk-buruknya jalan.’’ Dalam
rangkaian menjaga jangan sampai kita mendekati zina, Islam banyak
memberikan peraturan sopan santun yang nampaknya kecil tetapi sangat
penting dan berpengaruh, atau yang disebut dengan etika.
Di dalam sunnah Nabi SAW., mencarikan jodoh anak baik laki-laki atau
perempuan adalah kewajiban orang tua, sehingga imam Syafi’i setelah melihat
ketika dia habis sembahyang tahajjud zakar anak laki-lakinya bangun tengah
dia tidur, siangnya dicarikannya istri untuk anak tersebut. Dan kepada orang
yang mempunyai anak perempuan yang telah pantas untuk menikah,
Rasulullah SAW. bersabda yang artinya “Jika telah datang kepadamu orang
yang engkau senangi agama dan perangainya kawinkanlah dia. Kalau tidak
begitu. Niscaya fitnahlah yang akan timbul, dan kerusakan yang besar.’’
(Huda, 2015:384)
Semuanya itu adalah sebagai pelengkap dari perintah ayat ini, yaitu jangan
mendekati zina, malahan kalau ada keinginan dan kesanggupan dibolehkan
laki-laki menikah sampai empat kali, asal sanggup adil dan menafkahinya.
Jadi larangan mendekati zina dilengkapi dengan mempermudah pernikahan.
Bukan sebagai kerusakan masyarakat modern yang terbaik sama sekali, yaitu
mempermudah dan memperlebar pintu kepadazina dan mempersukar jalan
kepada pernikahan.
F. Kesimpulan
Segala sikap dan tingkah laku yang dapat membawa kepada zina
janganlah dilakukan dan hendaknya dijauhi. Zina itu sendiri adalah segala
persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau yang tidak sah nikahnya.
Adapun faktor-faktor terjadinya zina yaitu: (1) Dengan cara berkhalwat
berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan itu termasuk mendekati
zina, Islam mengharamkan khalwat bahkan khalwat dengan mahram
sendiripun hendaklah dibatasi, (2) Dilarang perempuan-perempuan memakai
pakaian yang dapat membangkitkan syahwat, berpakaian tetapi bertelanjang,
(3) Melihat hal-hal yang mendekati zina yaitu film-film, gambar-gambar dan
majalah telanjang, porno, nyanyi-nyanyian yang berisi ajakan buruk, dansa-
dansa dan peluk-pelukan, (4) Larangan bepergian jauh untuk perempuan
(musafir ) tidak diantar suaminya atau mahramnya.
Adapun akibat perzinahan antara lain: (1) Timbullah penyakit-penyakit
yang amat berbahaya dan merusak keturunan tersebab dari zina, yaitu penyakit
HIV AIDS, sifilis, dan Gonore, (2) Selain itu percampuran dan kekacauan
nasab, (3) Wanita yang sudah dikenal dan termasyhur sebagai pelacur, akan
dipandang kotor oleh setiap laki-laki yang masih waras tabiatnya, sehingga
tidak terjadi kemesraan antara perempuan seperti itu dengan suaminya. Dengan
demikian tidak terjadi ketentraman dan keserasian yang dijadikan oleh Allah
sebagai kasih sayang antara sesama manusia, tujuan diciptakannya perempuan,
bukan sekedar sebagai pelampiasan syahwat belaka. Akan tetapi, ia dijadikan
sebagai sekutu bagi laki-laki dalam mengatur rumah tangga dan
mempersiapkan tugas-tugas di sana, seperti makanan, minuman dan pakaian,
dan agar menjadi penjaga dan pengurus anak-anak dan para pembantu. Tugas
ini tak bisa dilaksanakan dengan sempurna, kecuali apabila wanita itu
menjadi partner khusus bagi seorang lelaki saja, bukan untuk yang lain-lain.
Zina adalah kekejian yang amat sangat, karena dengan adanya perzinahan itu
nasab menjadi kacau, dan jadilah saling bunuh-membunuh, karena
mempertahankan kehormatan. Dan perzinahan adalah cara yang buruk
ditinjau dari segi mempersamakan antara manusia dan binatang yang tidak
memperjodohkan betina khusus dengan jantannya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahally, J. M., & Asy-syuyuthi, J. (2010). Tafsir Jalalain. CV. Pustaka


Assalam.
Al-Maraghi, A. M. (1998). Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Toha Putra.
Al-Syaukani, A.-I. M. (n.d.). Kitab Nailul Authar. 158.
http//groups.yahoo.com/group/alqanitat/message/158
Ar-Rifa’i, M. N. (2000). Tafsir Ibnu Katsir. Gema Insani Press.
Audah, A. Q. (2007). Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Kharisma Ilmu.
Departemen Agama. (1993). Surat Tashih. Citra Effhar.
Djamali, A. (2002). Hukum Islam. Mandar Maju.
Haliman. (1970). Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahli Sunnah.
Bulan Bintang.
Hamka. (1983). Tafsir Al-Azhar Juz XVII. Pustaka Panjimas.
HAMKA. (2015). Tafsir Al-Azhar diperkaya dengan pendekatan sejarah, sosiologi,
tasawu, ilmu kalam, sastra, dan psikologi. Gema Insani Press.
Hasan, A. H. (2006). Tafsir Al-Ahkam. Kencana.
Huda, S. (2015). Zina dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang. 12.
Mujieb, M. A. (2002). Kamus Istilah Fiqh. Pustaka Firdaus.
RI, K. A. (2010). Al-Qur’an Al-Karim. Institut Quantum Akhyar.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah. Lentera Hati.
Tafsir Menurut Mufasir. (n.d.). http://docplayer.info/33694634-Bab-ii-tafsir-q-s-al-
israa-ayat-32-menurut-mufassir-perbuatan-yang-keji-dan-suatu-jalan-yang-
buruk-tabel-1-pengertian-mufradat.html
Terjemah Tafsir Jalalain. (n.d.). https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-17-al-isra/ayat-
32

Anda mungkin juga menyukai