Anda di halaman 1dari 36

KA

SUMBER KEBAHAGIAAN

Oleh Śrī Śrīmad


A. C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda
Ācārya-Pendiri International Society for Krishna Consciousness
DAFTAR ISI

5 Ka, Sumber
Kebahagiaan

19 Sosok
yang Sempurna

29 Ka,
Objek Cinta
GAMBAR 1
yang Tertinggi

Judul asli
KA
The Reservoir of
Pleasure
Copyright © 2006
The Bhaktivedanta
Book Trust
International, Inc.
Śrī Śrīmad
A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda
KA
Śrīla Prabhupāda bertolak dari India tahun 1965,
Sumber
pada usia enampuluh sembilan tahun, untuk me-
Kebahagiaan
menuhi permintaan guru spiritualnya yang me-
Alih bahasa: Tim merintahkan dirinya untuk mengajarkan ilmu
Penerjemah pengetahuan Kesadaran Ka ke seluruh dunia.
Hak cipta © Dalam kurun waktu duabelas tahun beliau mener-
dilindungi Undang- bitkan sekitar tujuhpuluh edisi terjemahan dan
undang ulasan atas pustaka suci Veda, yang kini menjadi
ISBN 979-9384-13-3 buku acuan standar di universitas-universitas di
seluruh dunia. Sementara itu, Srila Prabhupāda
terus-menerus berkeliling dunia membangun ma-
Cetakan pertama, syarakat internasionalnya, menjadikannya sebuah
2006: 5000 exp perkumpulan mendunia yang terdiri atas āśrama-
āśrama, sekolah, kuil, dan komunitas pertanian.
Penerbit: Hanuman Sakti
di bawah lisensi
Beliau meninggalkan bumi ini pada tahun 1977 di
The Bhaktivedanta
Vndāvana, India, tempat tersuci bagi Śrī Ka.
Book Trust Murid-muridnya lalu meneruskan perkumpulan
yang telah beliau rintis.
KA
SUMBER KEBAHAGIAAN

Oleh Śrī Śrīmad


A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda
Ācārya-Pendiri International Society
for Krishna Consciousness

Penerbit: Hanuman Sakti


di bawah lisensi

þ
THE BHAKTIVEDANTA BOOK TRUST
GAMBAR 2
DUA HALAMAN FULL
TULISAN MENUMPUK DENG
FONT WARNA PUTIH
K
A
SUMBER
KEBAHAGIAAN
Ka—getaran suara ini bersifat transen-
dental (melampaui hal-hal material). Ka
berarti kebahagiaan tertinggi. Setiap manusia
mencari kebahagiaan. Akan tetapi, kita tidak
mengetahui cara yang sempurna untuk men-
cari kebahagiaan. Dalam usaha kita untuk
mencari kebahagiaan melalui konsep hidup
yang materialistik, kita dibuat frustrasi pada
setiap langkah karena kita tidak memiliki
informasi mengenai tingkatan yang harus

GAMBAR 2
HALAMAN FULL
MENUMPUK DENGAN
T WARNA PUTIH
6

dicapai untuk bisa mendapatkan kebahagiaan sejati. Untuk dapat


menikmati kebahagiaan sejati, pertama-tama orang harus mengerti
bahwa dirinya bukanlah badan ini, melainkan kesadaran. Sebenar-
nya tidak persis kesadaran, sebab kesadaran itu sebenarnya meru-
pakan tanda-tanda dari identitas kita yang sejati: kita adalah roh
(jiwa) yang murni, yang kini terkungkung di dalam badan material.
Ilmu pengetahuan modern tidak memberikan penekanan terhadap
hal ini; oleh sebab itu para ilmuwan kadangkala tersesat dalam pe-
mahaman tentang roh. Akan tetapi, keberadaan sang roh adalah
sebuah fakta. Fakta ini bisa dimengerti oleh semua orang melalui
hadirnya kesadaran. Seorang anak kecil pun dapat mengerti bahwa
kesadaran itu adalah tanda-tanda adanya sang roh.
Keseluruhan proses yang sedang berusaha kita pelajari dari
Bhagavad-gītā (Nyanyian Tuhan) adalah bagaimana membawa diri
kita menuju tingkat kesadaran. Jika kita bertindak dari tataran ke-
sadaran, maka kita tidak akan lagi terdorong ke tataran konsep
badaniah ini. Kemudian, jika kita mampu tetap berada pada tataran
tersebut, jika kita bisa terus bertindak dalam kesadaran yang murni,
maka pada saat badan ini berakhir kita akan terbebas dari pence-
maran material. Kehidupan spiritual kita akan terbangkitkan. Hasil
akhirnya adalah bahwa pada kehidupan kita yang berikutnya, se-
telah kita meninggalkan badan ini, kita akan memeroleh kehidupan
spiritual yang sempurna dan abadi. Sang roh bersifat kekal, seperti
yang sudah kita bahas sebelumnya.
Kesadaran tidak hancur bahkan setelah badan ini hancur. Seba-
liknya, kesadaran dipindahkan ke jenis badan yang lain, lalu kem-
bali membuat kita sadar akan konsep hidup material. Hal itu juga
diuraikan di dalam Bhagavad-gītā. Pada saat kematian, jika kesa-
daran kita suci, kita bisa yakin bahwa kehidupan kita yang berikut-
nya tidak akan bersifat material—kehidupan kita yang berikutnya
akan menjadi spiritual. Jika kesadaran kita tidak suci pada saat
kematian tiba, maka setelah meninggalkan badan ini kita akan
dipaksa untuk menerima badan material lagi. Seperti itulah proses
yang berjalan. Itulah Hukum Alam.
Sekarang ini kita memiliki badan yang terbatas. Badan yang kita
lihat ini adalah badan kasar. Badan ini persis seperti pakaian dan
jaket: di balik jaket ada pakaian, dan di balik pakaian ada badan.
Demikian pula, sang roh yang murni tertutupi oleh pakaian dan
jaket. Yang merupakan pakaian sang roh adalah pikiran, kecerdasan
dan ego palsu. Ego palsu maksudnya konsep yang salah yang mem-
buat kita menganggap diri kita adalah materi (zat), sebuah produk
dunia material ini. Konsep yang salah ini membuat diri kita ter-
7

kungkung. Sebagai contoh, oleh karena saya lahir di India, saya


menganggap diri saya adalah orang India. Oleh karena Anda lahir
di Amerika, Anda menganggap diri Anda orang Amerika. Akan
tetapi, sebagai roh yang murni kita bukanlah orang India ataupun
orang Amerika. Kita adalah roh yang suci. Hal-hal lainnya ini hanya-
lah sebutan-sebutan. Orang Amerika, orang India, orang Indonesia,
orang Jerman, atau orang Inggris; kucing atau anjing, lebah atau
kelelawar, suami atau istri: semua ini hanyalah julukan-julukan.
Dalam kesadaran spiritual, kita terbebas dari semua julukan-julukan
tersebut. Keadaan terbebas tersebut tercapai apabila kita senantiasa
terhubung dengan Roh Tertinggi, Ka.
Masyarakat Kesadaran Krishna Internasional dimaksudkan untuk
membuat diri kita senantiasa terhubung dengan Ka. Ka dapat
senantiasa terhubung dengan kita sebab Ka mahaperkasa. Oleh
karena itu, Ka bisa terhubung sepenuhnya dengan kita melalui
kata-kata-Nya. Tidak ada perbedaan antara Ka dan kata-kata
Ka. Itulah artinya mahaperkasa. Mahaperkasa berarti bahwa
segala sesuatu mengenai Ka memiliki potensi atau kemampuan
yang sama dengan Ka. Sebagai contoh, di dunia material ini,
jika kita merasa haus dan kita menginginkan air minum, hanya
mengucapkan “Air, air, air, air,” tidak akan bisa memuaskan dahaga
kita, sebab kata “air” ini tidak memiliki potensi yang sama dengan
air itu sendiri. Kita membutuhkan air yang sebenarnya untuk me-
muaskan dahaga kita. Namun, di dunia transendental (dunia yang
melampaui dunia material) yang mutlak, tidak ada perbedaan seperti
itu. Nama Ka, sifat Ka, kata-kata Ka—segalanya adalah
Ka dan segalanya memberikan kepuasan yang sama.
Beberapa orang berargumen bahwa Arjuna bisa berbicara dengan
Ka karena Ka hadir di hadapannya, sedangkan Ka tidak
hadir bagi diri kita. Jadi bagaimana kita bisa mendapatkan petunjuk
dari Ka? Namun, sebenarnya tidaklah demikian. Ka hadir
melalui kata-kata-Nya, yakni Bhagavad-gītā. Di India, apabila kita
berbicara tentang Bhagavad-gītā atau Śrīmad-Bhāgavatam, biasa-
nya kita melakukan puja dengan mempersembahkan bunga-bungaan,
atau dengan mempersembahkan benda-benda lain yang dibutuhkan
dalam pemujaan. Demikian pula dalam agama Sikh, walaupun me-
reka tidak memiliki suatu wujud Arca tertentu, mereka memuja kitab
yang bernama Granthasahib. Barangkali beberapa dari Anda pernah
mendengar tentang kelompok komunitas Sikh. Mereka memuja
Grantha. Demikian pula, kaum Muslim memuja Al-Quran, dan orang-
orang Kristen memuja Injil. Merupakan sebuah fakta bahwa Yesus
Kristus hadir melalui kata-kata beliau. Ka juga hadir melalui kata-
kata-Nya.
8

Kepribadian-kepribadian yang datang dari dunia transendental


ini, baik Tuhan maupun putra Tuhan, mempertahankan identitas
transendentalnya tanpa tercemar oleh dunia material. Itulah kebe-
saran mereka. Kita terbiasa mengatakan bahwa Tuhan Mahabesar.
Mahabesar atau mahaperkasa berarti bahwa Tuhan tidak berbeda
dengan nama-Nya, sifat-Nya, kegiatan-Nya, dan ajaran-Nya. Oleh
sebab itu, pembahasan Bhagavad-gītā sama baiknya dengan pem-
bahasan bersama Ka Sendiri.
Ka berada di hati Anda, dan Ka juga berada di hati saya.
Īśvara sarva-bhūtānā hd deśe ‘rjuna tihati [Bg. 18.61]. Tuhan
bersemayam di hati setiap orang. Tuhan tidaklah jauh dari kita.
Tuhan senantiasa hadir di dekat kita. Tuhan begitu baik hingga
Tuhan tetap bersama kita menemani kita menjalani kelahiran demi
kelahiran yang terjadi berulangkali. Tuhan sedang menunggu kapan
kita akan beralih kepada-Nya. Tuhan begitu murah hati hingga
walaupun kita mungkin telah melupakan-Nya, Dia tidak pernah
melupakan kita. Seorang anak barangkali melupakan ayahnya, tapi
seorang ayah tidak pernah melupakan anaknya. Demikian pula,
Tuhan, ayah yang asli bagi segalanya, ayah semua orang, ayah
semua makhluk hidup, tidak akan pernah mengabaikan kita.
Barangkali kita memiliki badan-badan yang berbeda-beda, namun
badan-badan itu hanyalah pakaian dan jaket kita. Badan itu tidak
ada hubungannya dengan identitas kita yang sejati. Identitas kita
yang sejati adalah roh yang suci, dan roh yang suci tersebut adalah
bagian percikan dari Tuhan. Terdapat 8.400.000 jenis kehidupan.
Bahkan para ahli biologi dan ahli anthropologi pun tidak mampu
menghitung secara akurat ada berapa banyak jenis kehidupan. Akan
tetapi, dari Kitab Suci wahyu yang absah kita memeroleh informasi
ini. Terdapat 400.000 jenis kehidupan manusia, dan terdapat
8.000.000 jenis kehidupan lainnya. Akan tetapi Ka, Tuhan Yang
Maha Esa, menyatakan bahwa semua jenis kehidupan itu, apakah
itu binatang, manusia, ular, dewa, setengah dewa—apa pun—mereka
semua sejatinya adalah putra-putra-Nya.
Sang ayah memberikan benih, yang diterima oleh sang ibu. Ke-
mudian badan terbentuk, sesuai dengan badan sang ibu. Dan ketika
badan sudah terbentuk sepenuhnya, ia keluar—baik dari kucing,
dari anjing, atau dari manusia. Itulah proses berketurunan. Sang
ayah memberikan benih, dan benih itu terendam di dalam dua jenis
cairan sekresi di dalam rahim sang ibu, dan pada malam pertama
badan itu masih berbentuk seperti sebutir biji. Kemudian, perlahan-
lahan ia berkembang. Berkembanglah sembilan lubang: dua telinga,
dua mata, hidung, mulut, perut, kemaluan, dan dubur.
9

Sesuai dengan karma-nya yang terakhir, seseorang mendapatkan


badan untuk dia bisa menikmati ataupun menderita. Seperti itulah
proses kelahiran dan kematian. Setelah menyelesaikan kehidupan
saat ini, orang kembali mengalami kematian, lalu ia kembali masuk
ke dalam rahim ibu tertentu. Maka kemudian lahir jenis badan yang
lain lagi. Inilah proses reinkarnasi.
Kita hendaknya sangat cerdas untuk mengetahui cara bagaimana
kita bisa menghentikan proses kelahiran dan kematian serta per-
gantian badan yang terjadi berulangkali ini. Itulah hak istimewa
yang dimiliki oleh bentuk kehidupan manusia. Kita dapat meng-
hentikan proses pergantian badan yang terjadi berulangkali, yang
terjadi melalui kelahiran dan kematian ini. Kita bisa mendapatkan
kembali wujud spiritual kita yang sejati dan merasa penuh keba-
hagiaan, penuh pengetahuan dan kehidupan yang abadi. Itulah
tujuan evolusi sang roh. Kita hendaknya tidak melewatkan kesem-
patan ini. Keseluruhan proses untuk menuju pembebasan (moksa)
dimulai persis pada saat kita memulai kegiatan mengucapkan dan
mendengarkan nama suci Tuhan pada saat ini. Saya ingin memper-
lihatkan bahwa kegiatan mengucapkan nama suci Tuhan (Hare
Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare Hare, Hare Rāma, Hare Rāma,
Rāma Rāma, Hare Hare) dan mendengarkan kebenaran-kebenaran
dari Kitab Bhagavad-gītā ini sama baiknya dengan pergaulan secara
langsung dengan Ka. Hal ini dinyatakan di dalam Bhagavad-
gītā. Proses ini disebut kīrtana. Bahkan jika seseorang tidak mengerti
bahasanya, namun hanya dengan mendengarkannya saja ia akan
tetap memeroleh manfaat yang baik. Aset yang diperolehnya ini
akan membawanya ke arah kehidupan yang saleh, bahkan jika ia
tidak memahaminya—seperti itulah kekuatan yang dimiliki oleh
mantra ini.
Ada dua topik mengenai Ka. Dua jenis topik. Topik yang satu
adalah Bhagavad-gītā ini. Bhagavad-gītā disabdakan oleh Ka.
Dan topik yang satu lagi yang mengenai Ka adalah Śrīmad-
Bhāgavatam. Kitab ini membahas tentang Ka. Jadi, ada dua jenis
K    a kathā (topik), dan keduanya memiliki potensi yang sebanding
sebab keduanya berhubungan dengan Ka.
Oleh karena Bhagavad-gītā disabdakan di tengah Medan Perang
Kuruketra, beberapa orang menanyakan apa urusan kita dengan
medan pertempuran itu. Kita tidak punya urusan apa pun dengan
medan pertempuran manapun. Kita mencari pengetahuan tentang
alam spiritual. Lalu, mengapa kita mesti membahas mengenai medan
pertempuran itu? Oleh karena Ka berada di medan pertempuran
tersebut, itulah sebabnya keseluruhan medan pertempuran itu telah
10

di-Ka-kan. Seperti halnya ketika arus listrik melewati logam, kese-


luruhan logam itu terisi listrik; demikian pula, ketika Ka tertarik
pada suatu hal, maka hal tersebut menjadi di-Ka-kan. Jika tidak
demikian, kita tidak perlu membahas tentang Medan Perang Kuru-
ketra. Itulah kebesaran Tuhan Śrī Ka.
Kebesaran Tuhan ini juga diuraikan dalam Śrīmad-Bhāgavatam.
Di dalam kitab tersebut ada banyak Ka kathā. Pustaka Veda
penuh berisi Ka kathā. Kitab-kitab Veda artinya kitab-kitab yang
berisi Ka kathā. Kitab-kitab Suci, termasuk Kitab-kitab Veda,
barangkali nampak berbeda-beda, namun semuanya dimaksudkan
untuk Ka kathā. Jika kita hanya mendengarkan saja topik-topik
tentang Ka ini, maka apa hasilnya? Topik-topik tersebut adalah
getaran suara rohani yang suci, dan hasilnya adalah tercapainya
kesadaran spiritual.
Banyak hal yang tidak baik telah menumpuk di hati kita dise-
babkan oleh pencemaran material yang terjadi selama banyak ke-
lahiran yang sudah kita jalani. Banyak kali kelahiran—bukan hanya
kelahiran saat ini, namun juga kelahiran-kelahiran sebelumnya. Jadi,
apabila Ka kathā ini masuk ke dalam hati kita, maka pencemaran
yang telah menumpuk itu akan dibersihkan. Hati kita akan dibersih-
kan dari segala jenis sampah. Dan, begitu semua sampah ini dising-
kirkan, maka kita berada dalam kesadaran yang murni.
Sangatlah sulit untuk menghilangkan semua julukan-julukan palsu
dari diri kita. Sebagai contoh, saya orang India. Tidaklah mudah
untuk segera berpikir bahwa diri saya bukan orang India, melainkan
diri saya adalah roh yang suci. Demikian pula, bukanlah pekerjaan
yang mudah bagi siapa pun untuk mengakhiri pengidentifikasian
dirinya dengan julukan-julukan badaniah ini. Namun, jika kita terus
saja mendengarkan Ka kathā, maka hal itu akan menjadi sangat
mudah. Lakukanlah percobaan. Lakukanlah eksperimen untuk me-
lihat betapa mudahnya Anda akan mampu membebaskan diri Anda
dari semua julukan ini. Tentu saja, tidaklah mungkin kita bisa mem-
bersihkan sampah dari pikiran kita secara tiba-tiba, namun kita
segera merasakan bahwa pengaruh alam material telah berkurang.
Alam material bekerja dalam tiga sifat—kebaikan (sattvam), nafsu
(rajas), dan kebodohan (tamas). Kehidupan dalam sifat kebodohan
adalah kehidupan yang tanpa harapan. Kehidupan dalam sifat nafsu
adalah kehidupan materialistik. Orang yang dipengaruhi oleh sifat
nafsu ia menginginkan kenikmatan palsu dalam keberadaan material
ini. Oleh karena ia tidak mengetahui kebenaran, ia berkeinginan
untuk memerah energi Tuhan hanya untuk menikmati materi (zat).
Sifat seperti ini disebut sifat nafsu. Sementara bagi orang yang berada
11

dalam sifat kebodohan, mereka tidak memiliki sifat nafsu maupun


sifat kebaikan. Mereka berada dalam kehidupan yang paling gelap.
Dengan berada dalam sifat kebaikan, setidaknya secara teori kita
dapat mengerti siapa diri kita, apa sebenarnya dunia ini, siapa
Tuhan, dan apa hubungan kita dengan-Nya. Inilah yang disebut
sifat kebaikan.
Dengan mendengarkan Ka kathā, kita akan terbebas dari ting-
katan kebodohan dan nafsu. Kita akan ditempatkan dalam sifat
kebaikan. Setidaknya kita akan mendapatkan pengetahuan yang
sejati—pengetahuan tentang siapa sebenarnya diri kita ini. Sifat
kebodohan itu bagaikan keberadaan binatang. Kehidupan binatang
penuh dengan penderitaan. Akan tetapi, binatang tidak tahu bahwa
ia sedang menderita. Ambilah contoh tentang babi. Tentu saja, di
New York City ini tidak ada nampak babi. Namun di desa-desa di
India kita bisa melihat banyak babi. Oh, betapa menderitanya kehi-
dupan babi itu, tinggal di tempat yang kotor, makan kotoran, dan
selalu dalam keadaan tidak bersih. Namun, si babi merasa sangat
bahagia makan kotoran, selalu melakukan hubungan seks dengan
babi betina, dan juga menjadi semakin gemuk. Si babi menjadi sa-
ngat gemuk disebabkan semangat menikmati yang ada padanya
kendati baginya itu adalah kenikmatan seks.
Kita hendaknya tidak menjadi seperti babi, menganggap diri kita
sangat bahagia. Dengan bekerja keras siang dan malam, lalu mela-
kukan hubungan seks—kita menganggap bahwa dengan cara seperti
ini kita sedang berbahagia. Tapi itu bukanlah kebahagiaan. Hal ini
diuraikan di dalam Bhāgavatam sebagai kebahagiaan seekor babi.
Kebahagiaan manusia tercapai apabila ia berada dalam sifat ke-
baikan. Dalam keadaan itu baru ia bisa mengerti apa itu kebahagiaan
yang sejati.
Jika kita mendengarkan Ka kathā dalam rutinitas kita sehari-
hari, maka hasilnya adalah: semua hal kotor di hati kita, yang telah
bertumpuk selama kehidupan demi kehidupan yang telah kita jalani,
akan dibersihkan. Sebagai sebuah fakta, kita akan melihat bahwa
diri kita tidak lagi berada dalam sifat kebodohan atau dalam sifat
nafsu, kita akan berada dalam sifat kebaikan. Bagaimana kedudukan
dalam sifat kebaikan itu?
Dalam kehidupan ini kita akan menemukan diri kita merasa riang
dalam setiap keadaan. Kita tidak akan pernah merasa murung. Di
dalam Bhagavad-gītā kita menemukan bahwa inilah yang disebut
keadaan brahma-bhūta (tingkat tertinggi sifat kebaikan). Kitab-kitab
Veda mengajarkan kepada kita bahwa diri kita bukanlah zat (badan)
ini . Kita adalah Brahman. Aha brahmāsmi. Śrīpāda Śa karācārya
12

mengajarkan ajaran ini kepada dunia. Diri kita bukanlah zat ini;
kita adalah Brahman, roh. Apabila keinsafan spiritual benar-benar
telah dicapai, maka gejala-gejala hidup kita akan berubah. Bagai-
manakah gejala-gejala tersebut? Apabila seseorang berada dalam
kesadaran spiritualnya, maka ia tidak akan lagi memiliki keinginan
nafsu dan dia tidak memiliki rasa penyesalan. Penyesalan terjadi
jika kita mengalami kerugian, dan keinginan nafsu tertuju pada
keuntungan.
Dua penyakit telah memberi ciri bagi dunia material ini: Kita
bernafsu menginginkan sesuatu yang tidak kita miliki. “Jika saya
mendapatkan hal-hal ini maka saya akan bahagia. Saya tidak punya
uang, tapi jika saya mendapatkan uang satu juta dolar, maka saya
akan bahagia.” Dan apabila kita memiliki uang satu juta dolar, entah
bagaimana caranya uang itu akan habis. Kemudian kita akan me-
ratap, “Oh, saya kehilangan uang saya!” Apabila kita bernafsu ingin
memeroleh sesuatu, maka itu merupakan suatu jenis penderitaan
bagi kita. Dan apabila kita mengalami kerugian atau kehilangan,
hal itu juga merupakan penderitaan. Akan tetapi, jika kita berada
dalam keadaan brahma-bhūta, kita tidak akan menderita ataupun
bernafsu menginginkan sesuatu. Kita akan memandang semua orang
dan segala sesuatu secara sejajar. Bahkan jika kita berada di tengah-
tengah gangguan yang mengerikan sekalipun, kita tidak akan merasa
terganggu. Itulah yang disebut sifat kebaikan.
Bhāgavatam berarti ilmu pengetahuan tentang Tuhan. Jika sese-
orang mantap dalam ilmu pengetahuan tentang Tuhan, ia akan
berada dalam kedudukan brahma-bhūta. Dari tingkatan brahma-
bhūta tersebut, kita harus bekerja, sebab di sini kita dianjurkan
untuk bekerja. Selama kita memiliki badan material ini, kita harus
bekerja. Kita tidak bisa berhenti bekerja; tidaklah mungkin kita
bisa berhenti bekerja. Akan tetapi, kita harus menjalankan taktik
yoga. Dengan cara demikian, bahkan sambil kita melakukan pe-
kerjaan biasa, yakni pekerjaan yang sudah ditetapkan bagi kita baik
oleh takdir ataupun karena keadaan, maka tidak ada kerugian bagi
kita. Misalkan bahwa dalam tugas kewajibannya seseorang harus
berdusta, dan jika ia tidak berdusta maka bisnisnya tidak akan ber-
jalan. Berdusta bukanlah hal yang baik, jadi sepatutnya ia menyim-
pulkan bahwa bisnisnya itu tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip
moralitas sehingga mau tidak mau ia harus meninggalkan bisnisnya
tersebut. Namun demikian, di dalam Bhagavad-gītā kita menemukan
anjuran agar kita tidak meninggalkan tugas kewajiban kita. Bahkan
jika kita ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa dimana pen-
caharian kita tidak bisa berjalan tanpa kita melakukan perbuatan
yang tidak jujur, kita hendaknya tidak meninggalkan tugas kewa-
13

jiban. Namun, kita hendaknya berusaha untuk membuatnya menjadi


suci. Bagaimana hal itu bisa menjadi suci? Kita hendaknya tidak
mengambil hasil pahala dari pekerjaan kita. Hasil itu dimaksudkan
untuk Tuhan.
Sukta berarti kegiatan-kegiatan saleh. Dan dukta berarti
kegiatan-kegiatan yang tidak saleh. Pada tataran material kita bisa
berbuat saleh ataupun tidak saleh. Kegiatan yang kita lakukan bisa
merupakan suatu kegiatan yang saleh, kegiatan yang tidak saleh,
ataupun kegiatan yang merupakan campuran, saleh dan tidak saleh.
Śrī Ka menyarankan agar kita bertindak dengan pengetahuan
tentang Tuhan, atau bhakti kepada Tuhan. Apa maksud dari penge-
tahuan tersebut? Itu berarti bahwa kita adalah bagian percikan dari
kesadaran tertinggi, atau bahwa kita ini bukanlah badan. Jika kita
mengidentifikasi diri kita sebagai orang Amerika, sebagai orang
India, orang ini atau orang itu, maka itu artinya kita berada pada
tataran material. Kita hendaknya tidak mengidentifikasi diri kita
apakah sebagai orang Amerika atau sebagai orang India, melainkan
sebagai kesadaran yang suci. Diri kita adalah kesadaran yang tunduk
pada kesadaran tertinggi; dengan kata lain, kita adalah pelayan
Tuhan. Tuhan adalah kesadaran tertinggi, dan kita adalah pelayan-
pelayan-Nya. Jadi, untuk pemahaman kita saat ini, ketundukan ber-
arti kedudukan sebagai pelayan.
Secara umum kita tidak menjalankan pekerjaan sebagai seorang
pelayan dalam hubungan dengan Tuhan. Tidak ada seorang pun
yang mau menjadi pelayan, melainkan semua orang ingin menjadi
majikan, sebab menjadi pelayan bukanlah hal yang sangat menye-
nangkan. Akan tetapi, menjadi pelayan Tuhan sama sekali tidak
seperti itu. Kadangkala pelayan Tuhan bisa menjadi majikan Tuhan.
Kedudukan sejati sang roh (jiwatma) adalah sebagai pelayan Tuhan,
namun di dalam Bhagavad-gītā kita dapat melihat bahwa sang
majikan, Ka, telah menjadi pelayan Arjuna. Arjuna duduk di atas
kereta, dan Ka menjadi kusir keretanya. Arjuna bukanlah pemilik
kereta itu. Dalam memahami hubungan spiritual kita hendaknya
tidak berpedoman pada hubungan material. Kendati semua bentuk
hubungan yang pernah kita alami di dunia ini ada di dunia spiritual,
hubungan tersebut tidaklah tercemar oleh materi (zat). Oleh sebab
itu hubungan tersebut suci dan transendental (melampaui hal-hal
material). Sifat hubungan itu berbeda. Apabila kita sudah maju dalam
konsep hidup spiritual, kita akan dapat mengerti bagaimana keadaan
yang sebenarnya di dunia spiritual atau dunia transendental itu.
Di sini Tuhan mengajarkan kepada kita tentang buddhi-yoga.
Buddhi-yoga berarti kita sadar sepenuhnya bahwa diri kita bukan-
14

lah badan ini; dan jika kita bertindak dengan pemahaman seperti
ini, maka kita bukanlah badan—kita adalah kesadaran. Itu merupa-
kan sebuah fakta. Kemudian, jika kita bertindak pada tataran ke-
sadaran, maka kita dapat mengatasi hasil pahala dari pekerjaan
yang baik ataupun pekerjaan yang buruk. Ini adalah tingkatan
transendental.
Itu berarti bahwa kita bertindak untuk pihak lain—untuk Tuhan.
Kita tidak memiliki urusan dengan untung dan rugi. Ketika kita
meraih untung, kita hendaknya tidak sombong. Kita hendaknya
berpikir, “Keuntungan ini untuk Tuhan.” Dan ketika kita mengalami
kerugian, kita hendaknya mengetahui bahwa itu bukanlah tanggung
jawab kita. Ini adalah tindakan Tuhan. Dengan demikian, kita akan
berbahagia. Hal ini harus kita latih: segala sesuatu untuk Tuhan.
Sifat transendental seperti ini harus kita kembangkan. Inilah rahasia
untuk melakukan pekerjaan dalam keadaan kita saat ini. Apabila
kita bekerja pada tataran kesadaran badaniah, maka kita diikat oleh
hasil atau reaksi dari pekerjaan itu. Namun jika kita bekerja melalui
kesadaran spiritual, kita tidak diikat baik oleh kegiatan-kegiatan
saleh ataupun oleh kegiatan-kegiatan jahat. Itulah tekniknya.
Manīśia —kata ini sangat bermakna. Manīśī berarti penuh pe-
mikiran. Apabila seseorang tidak penuh pemikiran, dia tidak akan
bisa mengerti bahwa dirinya bukanlah badan. Namun jika seseorang
sedikit saja memiliki sifat penuh pemikiran ini dia akan bisa me-
ngerti, “Oh, saya bukanlah badan ini. Saya adalah kesadaran.” Ter-
kadang, ketika kita sedang bersantai, kita dapat mengerti, “Oh, ini
jari-jemari saya, dan ini tangan saya. Ini telinga saya, dan ini hidung
saya. Semuanya milik saya, tapi saya ini siapa?” Saya merasakan se-
mua ini milik saya. Hanya diperlukan sedikit pemikiran. Semua ini
milik saya—mata saya, jari-jemari saya, dan tangan saya. Saya, saya,
saya, dan siapa saya itu? Itulah dia sang kesadaran, yang sedang
berpikir, “Ini milik saya.”
Kemudian, jika diri kita bukan badan ini, lalu mengapa kita mesti
bertindak untuk badan ini? Kita semestinya bertindak untuk diri
kita itu. Maka, bagaimana saya bisa bertindak untuk diri saya itu?
Bagaimana kedudukan saya? Saya adalah kesadaran. Tetapi, kesa-
daran yang bagaimana? Kesadaran yang tunduk—saya adalah bagian
dari kesadaran tertinggi. Lalu, bagaimana semestinya kegiatan saya?
Kegiatan saya semestinya berada di bawah bimbingan kesadaran
tertinggi. Seperti halnya di kantor, sang direktur adalah kesadaran
tertinggi. Sebagai contoh, di kantor semua karyawan bekerja di
bawah arahan sang manajer; oleh sebab itu mereka tidak memiliki
tanggung jawab langsung. Mereka hanya harus melakukan kewajiban
15

GAMBAR 3
16

mereka saja. Apakah kewajiban itu saleh atau tidak saleh—itu bukan
masalah. Dalam garis komando militer juga demikian. Ada perintah
dari sang kapten atau komandan. Para perwira harus melaksanakan
perintah tersebut. Seorang perwira tidak mempertimbangkan apakah
perintah itu baik atau tidak baik. Itu tidak penting. Ia hanya harus
menjalankannya, maka ia adalah seorang perwira sejati. Ia bertindak
dengan cara demikian dan ia memeroleh imbalan. Ia memeroleh
gelar dan kehormatan. Ia tidak memedulikan hal lain. Sang koman-
dan berkata, “pergilah dan bunuhlah musuh”, lalu sang perwira
akan memeroleh penghargaan. Apakah menurut Anda orang bisa
memeroleh penghargaan dengan cara membunuh? Tidak—peng-
hargaan itu diberikan atas tugas yang telah dilaksanakannya.
Demikian pula, di sini situasinya adalah bahwa Ka sedang
memerintahkan Arjuna. Ka adalah kesadaran tertinggi. Saya
adalah kesadaran, bagian percikan dari kesadaran tertinggi. Jadi,
tugas saya adalah bertindak menurut perintah kesadaran tertinggi
itu. Sebagai contoh, saya menganggap tangan saya sebagai satu
bagian dari badan saya. Sekarang, tangan saya ini bergerak sendiri.
“Sesuai perintah saya, saya ingin tangan saya bergerak. Saya ingin
kaki saya bergerak. Saya ingin mata saya terbuka lalu melihat.”
Jadi, saya sedang memberi perintah, dan bagian-bagian badan saya
ini lalu bekerja. Demikian pula, kita semua adalah bagian percikan
dari Yang Kuasa. Apabila kita melatih diri untuk bergerak dan ber-
tindak sesuai dengan perintah kesadaran tertinggi, maka kita akan
melampaui semua kegiatan saleh ataupun tidak saleh ini. Itulah
tekniknya. Apa hasil teknik ini? Kita terbebas dari ikatan kelahiran
dan kematian. Kita tidak lagi mengalami kelahiran dan kematian.
Para ilmuwan dan filsuf modern tidak memikirkan empat hal ini:
kelahiran, kematian, penyakit, dan usia tua. Mereka mengenyam-
pingkan hal-hal ini. “Oh, mari kita berbahagia. Mari kita nikmati
hidup ini.” Akan tetapi, kehidupan manusia dimaksudkan untuk
menemukan solusi atas ikatan kelahiran, kematian, penyakit, dan
usia tua. Jika sebuah peradaban belum menemukan solusi atas
empat masalah ini, maka peradaban tersebut bukanlah peradaban
manusia. Peradaban manusia dimaksudkan untuk menemukan solusi
sempurna atas hal-hal ini.
Jadi, Tuhan bersabda dalam Bhagavad-gītā, karma-ja buddhi-
yuktā . Karma-ja berarti kapan pun ada tindakan, maka pasti
akan ada hasil atau reaksinya. Jika orang bertindak buruk, maka
hasilnya akan buruk. Namun, dalam pemahaman yang lebih tinggi,
semua hasil atau reaksi itu, apakah baik ataupun buruk, semuanya
menyebabkan penderitaan. Andaikan bahwa sebagai hasil dari tin-
17

dakan yang baik, saya memeroleh kelahiran yang baik, penampilan


badaniah yang menawan, dan mendapatkan pendidikan yang baik.
Barangkali semua hal yang baik ini saya miliki, namun itu tidak
berarti bahwa saya terbebas dari penderitaan material. Penderitaan-
penderitaan material itu adalah kelahiran, kematian, usia tua dan
penyakit. Bahkan jika saya merupakan orang kaya, orang yang rupa-
wan, orang yang terdidik, lahir dalam keluarga bangsawan, dsb.,
tetap saja saya tidak bisa menghindari kematian, usia tua, dan
penyakit.
Jadi, kita semestinya tidak terlalu memikirkan kegiatan yang saleh
ataupun kegiatan tidak saleh. Kita hanya harus memikirkan kegiatan
yang transendental saja. Hal itu akan menyelamatkan kita dari ikatan
kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit. Itulah hendaknya yang
menjadi tujuan hidup kita. Kita hendaknya tidak menginginkan hal-
hal yang baik ataupun buruk. Sebagai contoh, misalkan ada sese-
orang yang sedang menderita akibat suatu penyakit. Ia berbaring
di kasur, makan, buang air, semua dilakukannya dalam keadaan
yang tidak nyaman. Ia juga harus minum obat yang terasa pahit.
Kebersihannya harus selalu dijaga oleh perawat; jika tidak, maka
baunya akan sangat tidak enak. Saat ia berbaring dalam keadaan
seperti ini, beberapa kawan datang kepadanya lalu menanyakan
bagaimana keadaannya. “Ya, saya merasa baik-baik saja.” Baik-baik
macam apa? Berbaring tidak nyaman di atas kasur, minum obat yang
terasa pahit, dan tidak bisa bergerak! Namun, kendati ia berada da-
lam segala ketidaknyamanan ini, ia berkata, “Saya baik-baik saja.”
Demikian pula, dalam konsep hidup kita yang materialistik, jika
kita berpikir, “Saya bahagia,” maka itu merupakan kebodohan. Tidak
ada kebahagiaan dalam kehidupan material. Tidaklah mungkin un-
tuk memeroleh kebahagiaan di dunia ini. Dalam keadaan seperti
ini, kita tidak mengetahui apa itu kebahagiaan. Itulah sebabnya
mengapa kata yang satu ini digunakan, manīśia —penuh pe-
mikiran.
Kita mencari kebahagiaan melalui cara-cara eksternal, atau artifisal
(dibuat-buat). Akan tetapi, berapa lama kebahagiaan itu bisa ber-
tahan? Kebahagiaan seperti itu tidak akan bertahan lama. Kita akan
kembali ke keadaan sedih. Misalkan, kita merasa bahagia dengan
cara mabuk. Itu bukanlah kebahagiaan kita yang sebenarnya. Misal-
kan saya dibuat tidak sadarkan diri dengan menggunakan obat bius,
dan saya tidak merasakan rasa sakit ketika menjalani operasi. Itu
tidak berarti bahwa saya tidak sedang dioperasi. Hal ini bersifat
artifisial. Kebahagiaan yang sejati, atau kehidupan yang sejati itu
benar-benar ada.
18

Seperti yang disabdakan di dalam Bhagavad-gītā oleh Śrī Ka,


orang yang penuh pemikiran akan meninggalkan reaksi atau hasil
dari pekerjaannya, sebab ia berada pada tataran kesadaran yang
murni. Hasilnya adalah bahwa belenggu kelahiran dan kematian,
penyakit dan usia tua ini akan berakhir. Akhir dari semua ini adalah
pertemuan dengan identitas yang sejati, Ka, sumber kenikmatan
dan kebahagiaan yang abadi. Di sanalah tempat terdapatnya keba-
hagiaan sejati yang kita cari-cari.

GAMBAR 4
19

SOSOK YANG
SEMPURNA
Kesadaran Ka adalah perkumpulan yang sangat penting yang
dimaksudkan untuk mengantarkan semua makhluk hidup kembali
kepada kesadaran aslinya. Seperti halnya ada banyak rumah sakit
jiwa, yang dibangun dengan tujuan untuk mengembalikan kesadaran
normal orang yang menderita sakit jiwa, demikian pula tujuan gerak-
an kesadaran Ka ini adalah untuk mengembalikan kesadaran
asli semua orang yang sedang menderita sejenis sakit jiwa di dunia
material ini.
Orang yang tidak sadar-Krsna dapat dimengerti sebagai orang
yang kurang lebih sakit jiwa. Pernah terjadi sebuah kasus pembu-
nuhan di India. Terdakwa dalam kasus itu mengatakan bahwa diri-
nya sakit jiwa sehingga ia tidak menyadari apa yang telah ia lakukan.
Jadi, untuk memeriksa apakah benar pada saat terjadinya pembu-
nuhan itu ia berada dalam keadaan sakit jiwa, didatangkanlah se-
orang psikiater untuk memeriksanya. Sang psikiater menyampaikan
pendapatnya dengan mengatakan bahwa ia telah memelajari banyak
kasus, dan semua pasien yang pernah ditanganinya kurang lebih
dalam keadaan sakit jiwa. Menurut dia pengadilan dapat melepaskan
orang ini dari tuntutan atas dasar hal ini, jika diinginkan demikian.
Seorang pujangga Vaiava yang agung menulis dalam sebuah sajak
berbahasa Benggali, “Apabila seseorang dirasuki hantu, maka yang
dikatakannya hanyalah hal-hal nonsens. Demikian pula, orang yang
berada di bawah pengaruh alam material adalah orang yang sedang
kerasukan, dan apa pun yang dikatakannya adalah hal nonsens.”
Walaupun seseorang merupakan seorang filsuf atau ilmuwan besar,
jika ia kerasukan hantu māyā, ilusi, teori apa pun yang dicipta-
kannya dan hal apa pun yang dibicarakannya kurang lebih adalah
hal yang nonsens.
Tujuan perkumpulan Kesadaran Ka ini adalah mengantar
orang yang demikian kembali pada kesadarannya yang asli, yakni
kesa-daran Ka, atau kesadaran yang jernih. Ketika air tercurah
dari awan sebagai hujan, air itu murni—tanpa pencemaran. Akan
tetapi, begitu air hujan menyentuh tanah, air itu tercampur dengan
lumpur dan menjadi keruh. Demikian pula, diri kita adalah roh,
20

bagian percikan dari Ka. Oleh karena itu kedudukan dasar kita
yang asli adalah semurni kedudukan Tuhan. Dinyatakan di dalam
Bhagavad-gītā, mamaivā śo jīva-loke: para makhluk hidup adalah
bagian percikan dari Ka (Bg. 15.7). Seperti halnya sebutir emas
adalah juga emas, demikian pula, diri kita adalah bagian sangat
kecil dari badan Tuhan sehingga secara kualitatif diri kita sebaik
Tuhan. Komposisi kimiawi badan Tuhan sama dengan komposisi
badan kita (bukan badan material melainkan badan spiritual kita),
sehingga badan kita adalah sebaik badan Tuhan, sebab komposisi
kimiawinya sama. Namun seperti halnya air hujan yang jatuh ke
tanah, kita pun mengalami kontak dengan dunia material ini, atau
alam material, yang dikendalikan oleh energi material Ka.
Apabila kita berbicara tentang alam, timbullah pertanyaan, “Alam
siapa?” Alam Tuhan. Alam ini tidaklah aktif secara tersendiri. Konsep
yang menyatakan bahwa alam aktif secara tersendiri adalah konsep
yang bodoh. Di dalam Bhagavad-gītā dinyatakan dengan jelas
bahwa alam material tidaklah bebas atau berdiri tersendiri. Apabila
orang yang kurang berpengetahuan melihat sebuah mesin sedang
bekerja, maka ia akan berpikir bahwa mesin itu bekerja secara oto-
matis, namun sebenarnya tidak demikian—ada pengendalinya,
walaupun terkadang kita tidak bisa melihat si pengendali yang
berada di balik mesin disebabkan oleh penglihatan kita yang
terbatas. Ada banyak mesin elektronik yang bekerja dengan sangat
menakjubkan, namun di balik alat-alat elektronik itu pasti ada se-
orang ahli mesin yang menekan tombol penggeraknya. Hal ini mu-
dah sekali untuk dimengerti. Oleh karena mesin itu adalah materi
(zat), ia tidak bisa bekerja dengan kemampuannya sendiri. Ia baru
bisa bekerja di bawah arahan sesuatu yang bersifat spiritual (sang
roh). Sebuah pemutar kaset dapat bekerja, namun ia bekerja di
bawah kendali seorang makhluk hidup, seorang manusia. Mesin
itu lengkap, namun jika ia tidak digerakkan oleh sang roh maka ia
tidak dapat bekerja. Demikian pula, kita hendaknya mengetahui
bahwa manifestasi alam semesta ini adalah sebuah mesin maha-
besar; namun di balik alam material itu ada Tuhan, Ka.
Ka bersabda di dalam Bhagavad-gītā, mayādhyakena prakti
sūyate sa-carācaram: “Alam material bekerja di bawah arahan dan
pengawasan-Ku.” (Bg. 9.10) Ada dua jenis makhluk hidup—yang
bisa berpindah tempat (misalnya umat manusia, binatang dan semut)
dan yang tidak bisa berpindah tempat (misalnya pepohonan dan
gunung). Ka mengatakan bahwa alam material, yang mengen-
dalikan kedua jenis makhluk hidup itu, bertindak di bawah arahan-
Nya. Ada suatu pengendalian tertinggi. Peradaban modern tidak
mengerti akan hal ini disebabkan oleh pengetahuan yang sempit.
21

Jadi gerakan kesadaran Ka ini berusaha untuk memberi pen-


cerahan kepada orang-orang. Semua orang sedang sakit jiwa sebab
mereka diarahkan oleh pengaruh tiga sifat alam material. Mereka
tidak sedang dalam keadaannya yang normal.
Ada begitu banyak universitas, khususnya di Amerika Serikat,
dan ada begitu banyak departemen pengetahuan—mengapa orang
tidak membahas topik ini? Di mana ada departemen untuk penge-
tahuan ini? Pada tahun 1968, ketika saya berada di Boston dan
diundang untuk berceramah di Institut Teknologi Massachusetts,
pertanyaan pertama yang saya angkat adalah, “Di mana ada depar-
temen teknologi yang menyelidiki perbedaan antara orang yang
sudah mati dan orang yang masih hidup?” Ketika seseorang mening-
gal dunia, ada sesuatu yang hilang pada dirinya. Adakah teknologi
yang dapat menggantikan sesuatu yang hilang itu? Mengapa para
ilmuwan tidak berusaha menemukan teknologi yang demikian?
Oleh karena ini adalah pokok bahasan yang sulit, maka mereka
mengenyampingkannya. Mereka sibuk dalam penemuan teknologi
untuk kegiatan makan, tidur, berhubungan badan, dan memper-
tahankan diri. Ini adalah teknologi bagi binatang. Binatang juga
berusaha sebaik mungkin untuk bisa makan enak, melakukan hu-
bungan seks yang menyenangkan, tidur, dan mempertahankan diri.
Apa beda antara pengetahuan manusia dan pengetahuan binatang?
Pengetahuan manusia hendaknya dikembangkan untuk menemukan
teknologi yang berurusan dengan perbedaan antara orang yang
masih hidup dengan orang yang sudah mati, antara badan yang
masih hidup dan sesosok mayat. Pengetahuan spiritual yang demi-
kian diajarkan oleh Ka pada permulaan Bhagavad-gītā. Arjuna
bercakap-cakap dengan Ka sebagai kawan. Tentu saja, apa saja
yang dikatakan Arjuna adalah benar, namun hal itu benar hanya
sampai tingkat tertentu. Ada pokok bahasan pengetahuan yang
melampaui tingkatan tersebut, yang disebut adhokaja, karena per-
sepsi langsung yang kita terapkan dalam pengetahuan material gagal
untuk bisa mendekati pengetahuan tersebut. Kita memiliki banyak
mikroskop berkemampuan tinggi untuk melihat sesuatu yang tidak
bisa kita lihat dengan penglihatan kita yang terbatas. Namun, tidak
ada mikroskop yang bisa digunakan untuk melihat sang roh yang
berada di dalam badan. Walau bagaimanapun sang roh itu memang
benar ada di dalam badan.
Bhagavad-gītā memberitahukan kepada kita bahwa di dalam
badan ini ada seorang pemilik badan. Saya adalah pemilik badan
saya ini, dan Anda adalah pemilik badan Anda masing-masing. Saya
biasa berkata “tangan saya.” Saya tidak pernah berkata “saya tangan.”
Oleh sebab itu, karena ini adalah “tangan saya,” maka diri saya
22

berbeda dari tangan ini. Apabila saya berkata “buku saya,” ini meng-
isyaratkan bahwa buku itu tidak sama dengan diri saya. Demikian
pula, ini adalah “meja saya,” “mata saya,” “kaki saya” “ini saya,” “itu
saya”—tapi di manakah saya itu? Usaha untuk mencari jawaban
atas pertanyaan ini, itulah yang namanya meditasi. Orang bertanya,
“Di manakah saya berada? Siapakah diri saya ini?” Kita tidak bisa
mencari jawaban bagi pertanyaan seperti itu melalui usaha-usaha
material. Oleh karena itulah semua universitas mengenyampingkan
hal ini: “Itu pokok bahasan yang sangat sulit.” Para insinyur merasa
sangat bangga karena mampu menciptakan kereta tak berkuda.
Dahulu kala kuda-kudalah yang menarik kereta, namun kini ada
mobil, sehingga para ilmuwan merasa sangat bangga. “Kami telah
menemukan kereta tak berkuda dan burung tak bersayap,” demikian
kata mereka. Mereka barangkali mampu menciptakan sayap buatan
untuk pesawat terbang. Akan tetapi, apabila mereka mampu men-
ciptakan suatu badan yang bisa bergerak tanpa roh, maka baru
mereka pantas menerima penghargaan. Penemuan seperti itu tidak
akan mungkin terjadi, sebab tidak ada mesin yang bisa bekerja tanpa
adanya sang roh. Bahkan komputer pun membutuhkan orang yang
sudah terlatih untuk bisa mengoperasikannya. Demikian pula, kita
hendaknya mengetahui bahwa mesin mahabesar yang dikenal seba-
gai manifestasi alam semesta atau alam material ini dikendalikan
oleh sang roh yang tertinggi. Roh Tertinggi itu adalah Ka. Para
ilmuwan sedang mencari sebab tertinggi atau pengendali tertinggi
alam material ini dan mereka mengajukan berbagai teori dan
dalil.Tetapi, cara kita memeroleh pengetahuan sangatlah mudah dan
juga sempurna karena kita mendengarkannya dari insan yang sem-
purna, Ka. Oleh karena Ka mengatakan demikian, kita segera
mengetahui bahwa mesin alam semesta, dan bumi adalah salah satu
bagiannya, bekerja dengan sangat baik dan menakjubkan karena
di balik mesin ini ada sesosok pengendali—Ka. Persis seperti
halnya di balik mesin apa pun pasti ada seorang pengendalinya,
demikian pula, di balik mesin mahabesar berupa alam material ini
ada Ka.
Cara kita dalam menerima pengetahuan sangatlah mudah. Buku
sabda Ka, Bhagavad-gītā, adalah buku pengetahuan yang diberi-
kan oleh insan yang sempurna. Orang barangkali berargumen bahwa
walaupun kita menerima Ka sebagai insan yang sempurna, orang
lain tidak demikian; tapi Ka adalah insan yang sempurna atas
bukti dari banyak otoritas. Kita menerima Ka sebagai insan yang
sempurna tidaklah secara bertingkah semau kita. Tidak. Ada banyak
otoritas pengetahuan Veda, misalnya Vyāsadeva, sang penyusun
semua kesusastraan Veda. Kitab-kitab Veda merupakan gudang ilmu
23

pengetahuan, dan penyusunnya, Vyāsadeva, menerima Ka se-


bagai Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa. Guru spiritual
Vyāsadeva, Nārada, menerima Ka sebagai Personalitas Tertinggi
Tuhan Yang Maha Esa dan guru spiritual Nārada, Brahmā, menerima
Ka sebagai Insan Tertinggi. Brahmā berkata, īśvara parama
k    a : “Pengendali tertinggi adalah Ka.”
Tidak ada seorang pun yang bisa mengatakan bahwa dirinya tidak
dikendalikan oleh pihak lain. Itu tidak mungkin. Semua orang, tidak
memandang betapa pun tinggi kedudukannya, pasti ada satu pihak
sebagai pengendali atas dirinya. Akan tetapi, tidak ada yang mengen-
dalikan Ka; karena itu Ka adalah Tuhan. Ka adalah pengen-
dali semua orang, dan tidak ada pihak yang mengendalikan Ka.
Ada banyak orang yang disebut-sebut sebagai Tuhan belakangan
ini. Persepsi tentang Tuhan telah menjadi sangat murahan. Khusus-
nya yang datang dari India. Orang di negara selain India sedikit
beruntung karena di luar India tidak ada orang yang menciptakan
tuhan-tuhan murahan. Akan tetapi, di India praktis tuhan-tuhan mu-
rahan seperti itu diciptakan setiap hari. Baru-baru ini salah seorang
murid saya menyampaikan bahwa seorang tuhan telah datang ke
Los Angeles dan orang-orang diminta untuk menyambutnya. Ka
bukanlah tuhan yang seperti itu. Saya telah menyebutkan di dalam
kata pengantar buku K    a bawa Ka bukanlah tipe Tuhan yang
diciptakan dalam sebuah pabrik ilmu mistik. Tidak. Ka tidaklah
dijadikan Tuhan, Ka adalah Tuhan.
Di balik alam material yang mahabesar, atau manifestasi alam se-
mesta ini, ada Tuhan—Ka—dan Dia diterima oleh semua otoritas.
Kita juga harus menerima pengetahuan yang sudah diterima oleh
para otoritas. Untuk memeroleh pendidikan kita pergi kepada se-
orang guru atau ke sekolah ataupun belajar dari ayah dan ibu.
Mereka semua ini adalah otoritas, dan kodrat kita adalah belajar
dari mereka. Pada masa kanak-kanak, kita biasa bertanya, “Ayah,
benda apa ini?” Ayah akan menjawab, “Ini pena,” “Ini kacamata,”
atau “Ini meja.” Jadi seorang anak belajar dari ayah dan ibunya—
”Ini meja, ini kacamata, ini pena, ini saudara perempuanmu, ini
saudara laki-lakimu, dst.” Demikian pula, jika kita mendapatkan
informasi dari otoritas, dan jika otoritas tersebut bukan penipu,
maka pengetahuan yang kita terima sempurna. Ayah dan ibu tidak
akan menipu anaknya apabila anaknya bertanya, mereka akan
memberikan informasi yang tepat dan benar. Jika kita mendapatkan
informasi dari orang yang benar, itulah pengetahuan yang sempurna.
Jika kita ingin memeroleh kesimpulan melalui cara spekulasi, itu
namanya tidak sempurna. Proses induktif, dimana kesimpulan umum
diambil setelah mempertimbangkan keadaan-keadaan tertentu, tidak
24

GAMBAR 5
25

akan pernah memberikan hasil yang sempurna. Proses seperti itu


selalu tidak sempurna.
Oleh karena kita mendapatkan informasi dari insan yang sem-
purna, Ka, maka apa pun yang kemudian kita sampaikan juga
sempurna. Saya tidak ada mengatakan sesuatu yang tidak disab-
dakan oleh Ka atau oleh para otoritas yang telah menerima Ka.
Itulah yang disebut sebagai suksesi murid (garis perguruan). Itulah
Kesadaran Ka. Di dalam Bhagavad-gītā Ka menganjurkan pro-
ses penerimaan pengetahuan ini (eva paramparā-prāptam ima
rajarayo vidu ). (Bg. 4.2) Pada zaman dahulu pengetahuan disam-
paikan secara turun-menurun melalui raja-raja suci yang agung yang
merupakan otoritas. Pada saat sekarang ini, yang merupakan otoritas
adalah pemerintah atau presiden. Akan tetapi, pada zaman dahulu
yang menjadi otoritas atau raja-raja adalah para   i—cendekia yang
sangat terpelajar atau pemuja Tuhan yang ahli pengetahuan, bukan
orang biasa. Sistem pemerintahan yang demikian sangatlah bagus.
Sebagai kepala pemerintahan, seseorang yang berbakat dan sudah
terlatih ia dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan
penuh kedamaian. Ada banyak contoh dalam peradaban Veda ten-
tang betapa sempurnanya raja-raja yang demikian. Dhruva Mahārāja
adalah salah satu contohnya. Dhruva Mahārāja pergi ke hutan untuk
mencari Tuhan, dan dengan manjalani tapa-brata yang berat ia ber-
temu Tuhan setelah enam bulan. Bagaimana bisa? Ia hanyalah se-
orang anak kecil yang berusia lima tahun, putra raja, dan badannya
sangat sensitif. Akan tetapi, sesuai dengan anjuran guru spiritualnya,
Nārada, ia pergi sendirian ke hutan. Pada bulan pertama di hutan,
ia hanya makan buah-buahan dan sayur-sayuran setiap tiga hari
sekali. Pada tiga bulan berikutnya ia hanya minum air sedikit setiap
enam hari sekali. Pada bulan berikutnya, ia hanya menghirup udara
setiap duabelas hari sekali. Secara penuh selama enam bulan itu ia
berdiri dengan satu kaki dan menjalani tapa-brata ini. Pada akhir
masa enam bulan ini, Tuhan termanifestasi di hadapannya. Ia
berhadap-hadapan langsung dengan Tuhan. Jika kita menjalani tapa-
brata yang demikian, memungkinkan bagi kita untuk juga melihat
Tuhan secara langsung berhadap-hadapan. Inilah kesempurnaan
hidup kita.
Perkumpulan Kesadaran Ka ini didasarkan atas tapa-brata,
namun pertapaannya tidaklah sulit sekali. Kami menganjurkan

Mahā-Vi u, perbanyakan K
 a yang menciptakan alam semesta
material, berada di luar jangkauan indera-indera dan peralatan material.
Para ilmuwan yang menyelidiki alam semesta tidak bisa menemukan
wujud Tuhan, seperti halnya seseorang yang menonton televisi tidak
bisa melihat produser acara yang sedang ditayangkan.
26

siswa-siswa kami untuk tidak melakukan hubungan seks yang di


luar aturan. Kita tidaklah menghentikan hubungan seks sama sekali,
melainkan kita menerapkan aturan tertentu atas kegiatan tersebut.
Kita tidaklah berhenti makan, melainkan kita menerapkan aturan
tertentu atas kegiatan makan itu; kita makan Ka prasādam, yaitu
makanan yang kita persembahkan terlebih dahulu kepada Ka.
Kita tidak mengatakan, “tidak makan,” melainkan “tidak makan
daging.” Apa sulitnya? Ka prasādam dibuat dari beraneka ragam
buah dan sayuran yang dimasak dengan baik, jadi tidak sulit untuk
hanya makan Ka prasādam. “Tidak melakukan hubungan seks
di luar aturan” artinya janganlah seperti kucing dan anjing—meni-
kahlah. Puaslah dengan memiliki hanya satu suami atau satu istri.
Hidup kita harus teratur dan kita harus menjalani pertapaan, kendati
kita tidak mampu menjalani jenis pertapaan berat seperti yang di-
lakukan oleh Dhruva Mahārāja. Pada masa sekarang ini tidaklah
mungkin bagi kita untuk meniru Dhruva Mahārāja. Namun, masih
memungkinkan bagi kita untuk menjalani metode yang sudah kita
tetapkan ini. Jika seseorang menerima prinsip-prinsip ini, ia akan
mencapai kemajuan dalam kesadaran spiritual, kesadaran Ka.
Sambil ia menapak maju dalam Kesadaran Ka, pengetahuannya
akan sempurna. Apa gunanya menjadi ilmuwan atau filsuf yang tidak
bisa mengatakan akan seperti apa kehidupannya pada kelahiran
yang berikutnya? Siswa-siswa dalam Kesadaran Ka ini dapat
dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan: akan seperti apa
kehidupan mereka yang berikutnya, siapa Tuhan, siapa diri kita
dan apa hubungan kita dengan Tuhan. Pengetahuan mereka sempur-
na sebab mereka membaca buku-buku pengetahuan yang sempurna,
seperti Bhagavad-gītā dan Śrīmad-Bhāgavatam.
Inilah prosess yang kita terapkan. Proses ini sangat mudah, dan
siapa pun dapat menjalaninya untuk menyempurnakan hidupnya.
Jika seseorang berkata, “Saya tidak terdidik; saya tidak bisa membaca
buku,” masih tetap ada kemungkinan baginya untuk bisa menyem-
purnakan hidupnya. Ia bisa mengucapkan Hare Ka. Ka telah
memberi kita satu lidah dan dua telinga, dan barangkali kita akan
terkejut mengetahui bahwa Ka diinsafi melalui lidah, bukan me-
lalui mata. Setelah lidah, maka indera-indera lainnya akan mengikuti,
namun lidah adalah yang utama. Kita harus mengendalikan lidah.
Bagaimana cara kita mengendalikannya? Hanya ucapkanlah Hare
Ka dan nikmatilah Ka prasādam.
Orang tidak bisa mengerti Ka melalui persepsi inderawi atau
melalui spekulasi. Itu tidak mungkin, sebab Ka sedemikian
agungnya hingga Ka tidak mampu dijangkau oleh indera-indera
kita. Ka dapat dimengerti melalui penyerahan diri. Oleh karena
27

itu Ka menganjurkan proses ini. Sarva-dharmān parityajya


mām eka śaraa vraja: “Tinggalkanlah semua proses dharma
yang lain dan hanya berserah-diri kepada-Ku.” (Bg. 18.66) Penyakit
kita adalah bahwa kita memiliki mentalitas pembangkang. Kita tidak
mau menerima otoritas. Namun, kendati kita mengatakan bahwa
kita tidak mau menerima adanya otoritas atau penguasa, alam sede-
mikian perkasanya hingga ia memaksakan kekuasaannya atas diri
kita. Kita dipaksa untuk menerima kekuasaan alam melalui indera-
indera. Mengatakan bahwa diri kita bebas adalah omong kosong;
itulah kebodohan kita. Kita berada di bawah kekuasaan, namun
tetap saja kita mengatakan bahwa kita tidak mau menerima otoritas.
Ini disebut māyā, ilusi. Akan tetapi, adalah benar bahwa kita me-
miliki kebebasan sampai taraf tertentu—kita bebas memilih apakah
berada di bawah kekuasaan indera-indera atau di bawah kekuasaan
Ka. Otoritas yang terbaik dan tertinggi adalah Ka, sebab Ka
adalah sosok yang senantiasa mengharapkan kebaikan kita dan
Ka senantiasa berbicara demi keuntungan kita. Mengingat bahwa
kita harus menerima suatu otoritas, mengapa tidak menerima otoritas
Ka? Hanya dengan cara mendengarkan tentang keagungan Ka
dari Bhagavad-gītā dan Śrīmad-Bhāgavatam dan dengan cara meng-
ucapkan nama Ka—Hare Ka—kita dapat segera menyempur-
nakan hidup kita.
GAMBAR 6
SATU HALAMAN FULL
K
A OBJEK CINTA
YANG TERTINGGI

(dari Buku Lautan Manisnya Rasa Bhakti)

Bhakti berarti “pelayanan suci”. Setiap jenis pelayanan atau


pengabdian mempunyai ciri menarik yang mendorong sang pelaku
untuk melanjutkan pelayanannya. Di dunia ini kita semua senantiasa
sibuk dalam sejenis pelayanan. Yang mendorong kita untuk mengab-
dikan diri seperti itu adalah kesenangan yang kita peroleh dari
pelayanan itu. Orang yang hidup berkeluarga bekerja keras siang-
malam karena didorong oleh rasa kasih sayang terhadap istri dan
anak-anaknya. Seorang yang dermawan bekerja dengan cara yang
sama demi kasih sayang terhadap keluarga yang lebih besar, dan
orang yang nasionalis bekerja demi kepentingan bangsa dan ne-
garanya.
Kekuatan yang mendorong orang yang dermawan, orang yang
berumah tangga dan orang yang nasionalis tersebut disebut rasa,
atau sejenis rasa (hubungan) yang manis sekali. Bhakti-rasa adalah
rasa manis yang lain daripada rasa biasa yang dinikmati oleh orang-
orang yang bekerja secara duniawi itu.
Orang duniawi bekerja keras siang dan malam untuk menikmati
sejenis rasa tertentu yang dipahami sebagai kepuasan indera-indera.
Kenikmatan atau rasa yang dialami dari rasa yang bersifat duniawi
itu bersifat tidak tahan lama. Karena itu, orang yang bekerja secara
duniawi selalu cenderung mengubah kedudukan kenikmatannya.
Seorang pengusaha tidak puas bekerja sepanjang minggu. Ia meng-
30

inginkan perubahan pada akhir pekan. Karena itu ia pergi ke suatu


tempat untuk berusaha melupakan aktivitas bisnisnya. Kemudian,
sesudah melupakan aktivitas bisnisnya selama berakhir pekan,
kembali dia mengubah kedudukannya dan memulai lagi kegiatan
bisnisnya seperti biasa. Kesibukkan material berarti menerima status
tertentu selama beberapa waktu, dan kemudian mengubah kedu-
dukan itu. Mengganti-ganti kedudukan seperti itu disebut dengan
istilah bhoga-tyāga, yang berarti kedudukan yang silih berganti an-
tara kenikmatan indera-indera dan pelepasan ikatan. Mahkluk hidup
tidak bisa tetap mantap dalam kenikmatan material ataupun dalam
pelepasan ikatan. Perubahan senantiasa terjadi, dan kita tidak dapat
berbahagia dalam kedua keadaan tersebut disebabkan oleh kedu-
dukan dasar kita yang kekal yakni sebagai bagian yang sangat kecil
dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Kepuasan indera-indera tidaklah tahan lama. Karena itu, kepuasan
indera-indera disebut capala-sukha, atau kebahagiaan yang ber-
kedip-kedip. Misalnya, kepala-keluarga biasa yang bekerja keras
siang dan malam berhasil menyenangkan hati para anggota keluar-
ganya dan dengan demikian ia menikmati sejenis rasa. Akan tetapi,
seluruh kemajuan kebahagiaan materialnya segera berakhir ketika
badannya berakhir pada saat dia tutup usia. Karena itu, kematian
adalah utusan Tuhan bagi golongan manusia yang ateis.
Penyembah Tuhan menginsafi adanya Tuhan melalui pelayanan
bhakti, sedangkan orang ateis menginsafi adanya Tuhan dalam
bentuk maut. Pada saat seseorang meninggal dunia, segala sesuatu
berakhir dan dia harus memulai babak kehidupan baru dalam ke-
adaan baru yang mungkin lebih tinggi atau mungkin lebih rendah
dibandingkan kehidupan sebelumnya. Di setiap bidang kegiatan—
politik, sosial, nasional maupun internasional—hasil kegiatan kita
akan berakhir pada akhir kehidupan ini. Itu sudah pasti.
Akan tetapi, bhakti-rasa, rasa manis yang dinikmati dalam pela-
yanan cinta kasih rohani kepada Tuhan, tidak berakhir pada waktu
kehidupan ini berakhir. Bhakti-rasa berjalan terus untuk selamanya.
Karena itu, Bhakti-rasa disebut amta, yang berarti sesuatu yang
tak pernah mati, melainkan hidup selamanya. Kenyataan ini dibenar-
kan dalam semua literatur Veda. Dalam Bhagavad-gītā dinyatakan
bahwa kemajuan sedikit saja dalam bhakti-rasa akan menyelamat-
kan sang penyembah dari bahaya yang paling besar—yaitu bahaya
kehilangan kesempatan untuk dilahirkan sebagai manusia. Berbagai
rasa yang kita peroleh dari perasaan kita dalam kehidupan sosial,
kehidupan keluarga atau kehidupan keluarga yang lebih besar dalam
masyarakat, kedermawanan, perikemanusiaan, nasionalisme, sosial-
31

isme, dsb., tidak menjamin kita akan dilahirkan sebagai manusia


dalam penjelmaan berikutnya. Kita menyiapkan penjelmaan kita
yang berikutnya melalui kegiatan nyata kita dalam kehidupan saat
ini. Mahkluk hidup diberikan jenis badan tertentu sebagai hasil
perbuatannya selama ia berada di dalam badan yang dimilikinya
sekarang.
Prinsip dasar keadaan hidup ialah bahwa pada umumnya kita
cenderung mencintai seseorang. Tidak ada seorang pun yang dapat
hidup tanpa mencintai orang lain. Setiap makhluk hidup memiliki
kecenderungan seperti ini. Binatang seperti harimau pun memiliki
kecenderungan mencintai sesuatu, setidak-tidaknya pada tingkatan
terpendam, dan manusia jelas berkecenderungan mencintai sesuatu.
Akan tetapi, kenyataan yang belum ditemukan adalah dimana kita
harus meletakkan cinta kasih kita supaya semua orang berbahagia.
Saat ini masyarakat manusia mengajarkan supaya kita mencintai
bangsa, keluarga atau diri kita sendiri, tetapi belum ada keterangan
tentang di mana kecenderungan mencintai sesuatu seharusnya di-
arahkan supaya semua orang berbahagia. Kenyataan yang belum
ditemukan itu adalah Ka, dan proses pelayanan bhakti meng-
ajarkan bagaimana cara menghidupkan kembali cinta kasih kita
yang asli terhadap Ka dan bagaimana cara menjadi mantap pada
kedudukan yang memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan
yang bahagia.
Pada tingkat dasar, seorang anak mencintai orang tuanya, kemu-
dian saudara-saudaranya. Setiap hari ia bertumbuh semakin dewasa
dan mulai mencintai keluarganya, para tetangga, masyarakat, ling-
kungan, bangsanya, ataupun seluruh masyarakat manusia. Tetapi
kecenderungan mencintai sesuatu tersebut belum terpuaskan,
bahkan dengan mencintai seluruh masyarakat manusia sekalipun.
Kecenderungan mencintai sesuatu dipuaskan dengan cara yang tetap
kurang sempurna sampai kita dapat mengetahui siapa kekasih yang
paling utama. Cinta kita hanya dapat dipuaskan sepenuhnya kalau
diletakkan pada Ka. Inilah inti dan hakikat dari ilmu pengetahuan
tentang Kesadaran Ka, yang mengajarkan bagaimana cara kita
dapat mencintai Ka dalam lima rasa manis yang bersifat tran-
sendental.
Kecenderungan kita untuk mencintai sesuatu meluas seperti ge-
taran sinar atau udara, tetapi kita tidak mengetahui batasnya. Bhakti-
yoga mengajarkan bagaimana cara mencintai semua makhluk hidup
secara sempurna melalui cara yang mudah, yaitu dengan cara men-
cintai Ka. Hingga saat ini kita belum berhasil mewujudkan keda-
maian dan keadaan selaras dalam masyarakat manusia, bahkan
32

melalui upaya-upaya mulia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa se-


kalipun, karena kita belum mengetahui metode yang benar. Metode-
nya sederhana sekali, tetapi harus dipahami dengan kepala dingin.
Lautan Manisnya Rasa Bhakti mengajarkan kepada semua orang
bagaimana cara melaksanakan metode yang sederhana dan wajar,
yaitu mencintai Ka, Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa.
Kalau kita mengerti bagaimana cara mencintai Ka, maka mudah
sekali kita segera mencintai semua makhluk hidup secara bersamaan.
Hal ini seperti menyiramkan air pada akar sebatang pohon atau
memberi makan kepada perut. Metode menyiramkan air pada akar
sebatang pohon adalah cara yang praktis dan ilmiah di mana-mana,
dan kita semua pernah mengalami kenyataan ini. Semua orang me-
ngetahui bahwa kalau kita makan sesuatu, atau dengan kata lain,
kalau kita memasukkan makanan ke dalam perut, maka energi yang
dihasilkan dari perbuatan itu segera disebarkan ke seluruh badan.
Begitu pula, apabila kita menyiramkan air pada akar tanaman,
energi yang dihasilkan segera disalurkan ke setiap cabang tumbuhan
itu, bahkan kepada cabang-cabang pohon yang paling besar se-
kalipun. Tidak mungkin kita menyirami setiap bagian pohon itu
daun demi daun, dan juga tidak mungkin kita memberi makan ke-
pada setiap anggota badan secara tersendiri. Lautan Manisnya Rasa
Bhakti akan mengajarkan kepada kita tentang bagaimana cara meng-
hidupkan saklar tunggal yang akan menyebabkan segala sesuatu
menjadi terang di mana-mana. Orang yang belum mengetahui me-
tode ini belum menangkap tujuan hidup yang sejati.
Sejauh menyangkut kebutuhan material, saat ini peradaban ma-
nusia sudah maju sekali dalam kehidupan yang nyaman, tapi kita
masih belum berbahagia karena kita belum menemukan tujuan yang
sebenarnya. Kesenangan hidup duniawi semata tidak cukup untuk
membahagiakan diri kita. Amerika Serikat adalah contoh yang jelas
tentang hal ini: negara terkaya di dunia itu memiliki segala fasilitas
kesenangan material, tetapi menghasilkan golongan manusia yang
bingung dan frustrasi sepenuhnya dalam kehidupannya. Dengan
ini saya mohon kepada orang yang bingung seperti itu supaya me-
melajari seni melakukan pelayanan bhakti sebagaimana diatur dalam
Lautan Manisnya Rasa Bhakti, dan saya yakin bahwa api kehidupan
material yang sedang berkobar di dalam hatinya akan segera di-
padamkan.

Cara pengucapan mahā-mantra Hare K


 a bukanlah hal yang baru.
Sekitar limaratus tahun silam Śrī Caitanya Mahāprabhu, inkarnasi ter-
akhir K
 a, memulai cara pengucapan nama suci Tuhan secara beramai-
ramai. Cara ini merupakan proses yang dianjurkan untuk mencapai
kesadaran yang sempurna pada zaman ini.
33

GAMBAR 7
34

Akar penyebab rasa kurang puas di hati kita ialah bahwa kecen-
derungan mencintai sesuatu yang terpendam di hati kita belum
terpuaskan, walaupun kita sudah maju sekali dalam cara-cara hidup
yang duniawi. Ilmu pengetahuan spiritual ini akan memberikan
isyarat-isyarat praktis tentang bagaimana cara kita dapat hidup di
dunia material ini sambil menekuni bhakti secara sempurna, dan
dengan demikian, segala keinginan kita akan terpenuhi dalam ke-
hidupan ini dan dalam penjelmaan berikutnya. Pengetahuan ini di-
sajikan bukan untuk mengutuk cara hidup yang duniawi, melainkan
diusahakan untuk memberikan keterangan kepada para rohaniwan,
filsuf dan rakyat umum tentang bagaimana cara mencintai Ka.
Seseorang bisa saja hidup tanpa kesulitan material, tetapi pada saat
yang sama dia hendaknya memelajari seni mencintai Ka.
Saat ini kita sedang membuat begitu banyak cara untuk meng-
gunakan kecenderungan kita mencintai sesuatu, tetapi kita masih
belum menemukan tujuan yang sejati: yaitu Ka. Kita sedang me-
nyirami semua bagian pohon tetapi lupa menyirami akarnya. Kita
sedang berusaha memelihara kesehatan dan kekuatan badan dengan
segala upaya, tetapi kita lupa memberikan makanan kepada perut.
Melupakan Ka juga berarti melupakan diri kita sendiri. Ke-
insafan diri yang sejati dan keinsafan terhadap Ka berjalan ber-
dampingan secara bersamaan. Misalnya, kalau kita melihat diri kita
pagi-pagi, itu berarti kita juga melihat matahari terbit. Tidak ada se-
orang pun yang dapat melihat dirinya sendiri tanpa melihat matahari
terbit. Seperti itu pula, keinsafan diri mustahil tercapai kalau sese-
orang belum menginsafi Ka.
Tuhan Śrī Caitanya Mahāprabhu, yang adalah Ka Sendiri,
muncul 519 tahun silam di Benggala dan memberi kita proses untuk
dapat mencapai cinta kasih yang murni kepada Tuhan pada zaman
ini. Hanya dengan terus-menerus mengucapkan dan mendengarkan
getaran suara rohani Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare
Hare, Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, kita dapat
mencapai tujuan hidup yang kita inginkan.
Kami mengundang semua orang dari segala warna kulit, dari se-
gala jalan keyakinan, dan dari segala jalan kehidupan, untuk datang
dan bergabung bersama kami mengucapkan mahā-mantra Hare
Ka dan merasakan potensi rohaninya. Setiap orang yang mene-
rapkan proses keinsafan Tuhan ini, yaitu Kesadaran Ka, tidak
memandang dari agama mana pun, akan mengembangkan cinta
kasihnya kepada Tuhan dan dengan demikian menyempurnakan
hidupnya.
35

Kini Anda bisa tetap terhubung


dengan sumber kebahagiaan . . .
Bhagavad-gītā Menurut Aslinya
Ajaran abadi Śrī Ka kepada Arjuna dalam
Bhagavad-gītā telah dipelajari sejak zaman
purba hingga zaman modern oleh para filsuf
dan para pemimpin dunia, baik Timur
maupun Barat.
Bhagavad-gītā Menurut Aslinya, terjemahan
Lautan Manisnya Rasa Bhakti
danpu
penjelasan hasil karya Śrī Śrīmad A.C.
Sains Bhakti-yoga yang Lengkap
Bhaktivedanta Swami Prabhupāda diakui oleh
Bhakti-rasa, rasa manis yang para sarjana dan digunakan sebagai buku
dinikmati dalam pelayanan cinta acuan di universitas-universitas di seluruh
kasih rohani kepada Tuhan, tidak dunia.
berakhir pada waktu kehidupan ini Lengkap dengan sloka asli dalam Bahasa
berakhir. Buku ini mengajarkan cara Sanskerta, terjemahan kata demi kata,
yang wajar untuk mencintai Ka, terjemahan, dan penjelasan rinci. 915
Personalitas Tertinggi Tuhan Yang halaman, 16 gambar berwarna.
Maha Esa, sehingga akan mudah bagi
kita untuk mencintai semua makhluk
hidup.

Di Luar Kelahiran dan Kematian


Apakah kita masih eksis setelah meninggal
dunia? Pustaka suci Veda menghadirkan
bukti yang menakjubkan tentang
petualangan luar biasa sang roh setelah
meninggal dunia. Bagaimana cara sang roh
berpindah dari satu badan ke badan lain?
Bagaimana cara menghentikan peredaran Kesempurnaan Yoga
kelahiran dan kematian? 62 halaman, 8
gambar berwarna. Pengertian yoga yang sejati dewasa
ini dikaburkan oleh orang-orang
tertentu yang mengkomersilkan yoga.
Buku ini berisi penjelasan gamblang
mengenai psikologi yoga, cara-cara,
dan tujuan yoga dan meditasi. Hasil
karya Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta
Swami Prabhupāda, seorang ahli yoga
terkemuka. 64 halaman, 8 gambar
Kehidupan berasal dari Kehidupan berwarna.

Tantangan yang mencengangkan terhadap teori ilmiah modern mengenai asal mula
kehidupan dan alam semesta. Sebuah kritik yang spontan namun brilian terhadap
sains modern, oleh Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda. Analisis
gamblang Śrīla Prabhupāda menyingkap asumsi-asumsi tersembunyi dan tidak
berdasar sama sekali yang menjadi landasan bagi doktrin modern menyangkut asal
mula dan tujuan kehidupan. 212 halaman.
K
 a berarti kebahagiaan tertinggi. Setiap manusia
mencari kebahagiaan. Akan tetapi, kita tidak
mengetahui cara yang sempurna untuk mencari
kebahagiaan. Dalam usaha kita untuk mencari
kebahagiaan melalui konsep hidup yang materialistik,
kita dibuat frustrasi pada setiap langkah karena kita
tidak memiliki informasi mengenai tingkatan yang
harus dicapai untuk bisa mendapatkan kebahagiaan
sejati. Untuk dapat menikmati kebahagiaan sejati,
pertama-tama orang harus mengerti bahwa dirinya
bukanlah badan ini, melainkan kesadaran.

Penulis, Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami


Prabhupāda, telah menulis lebih dari enampuluh karya
terjemahan, ulasan dan studi ringkas yang absah atas
pustaka sastra filsafat dan religi India. Buku-buku karya
beliau, yang keabsahannya sangat dihormati di
lingkungan akademis, digunakan sebagai buku acuan
standar di berbagai universitas di seluruh dunia.

Anda mungkin juga menyukai