SUMBER KEBAHAGIAAN
5 Ka, Sumber
Kebahagiaan
19 Sosok
yang Sempurna
29 Ka,
Objek Cinta
GAMBAR 1
yang Tertinggi
Judul asli
KA
The Reservoir of
Pleasure
Copyright © 2006
The Bhaktivedanta
Book Trust
International, Inc.
Śrī Śrīmad
A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda
KA
Śrīla Prabhupāda bertolak dari India tahun 1965,
Sumber
pada usia enampuluh sembilan tahun, untuk me-
Kebahagiaan
menuhi permintaan guru spiritualnya yang me-
Alih bahasa: Tim merintahkan dirinya untuk mengajarkan ilmu
Penerjemah pengetahuan Kesadaran Ka ke seluruh dunia.
Hak cipta © Dalam kurun waktu duabelas tahun beliau mener-
dilindungi Undang- bitkan sekitar tujuhpuluh edisi terjemahan dan
undang ulasan atas pustaka suci Veda, yang kini menjadi
ISBN 979-9384-13-3 buku acuan standar di universitas-universitas di
seluruh dunia. Sementara itu, Srila Prabhupāda
terus-menerus berkeliling dunia membangun ma-
Cetakan pertama, syarakat internasionalnya, menjadikannya sebuah
2006: 5000 exp perkumpulan mendunia yang terdiri atas āśrama-
āśrama, sekolah, kuil, dan komunitas pertanian.
Penerbit: Hanuman Sakti
di bawah lisensi
Beliau meninggalkan bumi ini pada tahun 1977 di
The Bhaktivedanta
Vndāvana, India, tempat tersuci bagi Śrī Ka.
Book Trust Murid-muridnya lalu meneruskan perkumpulan
yang telah beliau rintis.
KA
SUMBER KEBAHAGIAAN
þ
THE BHAKTIVEDANTA BOOK TRUST
GAMBAR 2
DUA HALAMAN FULL
TULISAN MENUMPUK DENG
FONT WARNA PUTIH
K
A
SUMBER
KEBAHAGIAAN
Ka—getaran suara ini bersifat transen-
dental (melampaui hal-hal material). Ka
berarti kebahagiaan tertinggi. Setiap manusia
mencari kebahagiaan. Akan tetapi, kita tidak
mengetahui cara yang sempurna untuk men-
cari kebahagiaan. Dalam usaha kita untuk
mencari kebahagiaan melalui konsep hidup
yang materialistik, kita dibuat frustrasi pada
setiap langkah karena kita tidak memiliki
informasi mengenai tingkatan yang harus
GAMBAR 2
HALAMAN FULL
MENUMPUK DENGAN
T WARNA PUTIH
6
mengajarkan ajaran ini kepada dunia. Diri kita bukanlah zat ini;
kita adalah Brahman, roh. Apabila keinsafan spiritual benar-benar
telah dicapai, maka gejala-gejala hidup kita akan berubah. Bagai-
manakah gejala-gejala tersebut? Apabila seseorang berada dalam
kesadaran spiritualnya, maka ia tidak akan lagi memiliki keinginan
nafsu dan dia tidak memiliki rasa penyesalan. Penyesalan terjadi
jika kita mengalami kerugian, dan keinginan nafsu tertuju pada
keuntungan.
Dua penyakit telah memberi ciri bagi dunia material ini: Kita
bernafsu menginginkan sesuatu yang tidak kita miliki. “Jika saya
mendapatkan hal-hal ini maka saya akan bahagia. Saya tidak punya
uang, tapi jika saya mendapatkan uang satu juta dolar, maka saya
akan bahagia.” Dan apabila kita memiliki uang satu juta dolar, entah
bagaimana caranya uang itu akan habis. Kemudian kita akan me-
ratap, “Oh, saya kehilangan uang saya!” Apabila kita bernafsu ingin
memeroleh sesuatu, maka itu merupakan suatu jenis penderitaan
bagi kita. Dan apabila kita mengalami kerugian atau kehilangan,
hal itu juga merupakan penderitaan. Akan tetapi, jika kita berada
dalam keadaan brahma-bhūta, kita tidak akan menderita ataupun
bernafsu menginginkan sesuatu. Kita akan memandang semua orang
dan segala sesuatu secara sejajar. Bahkan jika kita berada di tengah-
tengah gangguan yang mengerikan sekalipun, kita tidak akan merasa
terganggu. Itulah yang disebut sifat kebaikan.
Bhāgavatam berarti ilmu pengetahuan tentang Tuhan. Jika sese-
orang mantap dalam ilmu pengetahuan tentang Tuhan, ia akan
berada dalam kedudukan brahma-bhūta. Dari tingkatan brahma-
bhūta tersebut, kita harus bekerja, sebab di sini kita dianjurkan
untuk bekerja. Selama kita memiliki badan material ini, kita harus
bekerja. Kita tidak bisa berhenti bekerja; tidaklah mungkin kita
bisa berhenti bekerja. Akan tetapi, kita harus menjalankan taktik
yoga. Dengan cara demikian, bahkan sambil kita melakukan pe-
kerjaan biasa, yakni pekerjaan yang sudah ditetapkan bagi kita baik
oleh takdir ataupun karena keadaan, maka tidak ada kerugian bagi
kita. Misalkan bahwa dalam tugas kewajibannya seseorang harus
berdusta, dan jika ia tidak berdusta maka bisnisnya tidak akan ber-
jalan. Berdusta bukanlah hal yang baik, jadi sepatutnya ia menyim-
pulkan bahwa bisnisnya itu tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip
moralitas sehingga mau tidak mau ia harus meninggalkan bisnisnya
tersebut. Namun demikian, di dalam Bhagavad-gītā kita menemukan
anjuran agar kita tidak meninggalkan tugas kewajiban kita. Bahkan
jika kita ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa dimana pen-
caharian kita tidak bisa berjalan tanpa kita melakukan perbuatan
yang tidak jujur, kita hendaknya tidak meninggalkan tugas kewa-
13
lah badan ini; dan jika kita bertindak dengan pemahaman seperti
ini, maka kita bukanlah badan—kita adalah kesadaran. Itu merupa-
kan sebuah fakta. Kemudian, jika kita bertindak pada tataran ke-
sadaran, maka kita dapat mengatasi hasil pahala dari pekerjaan
yang baik ataupun pekerjaan yang buruk. Ini adalah tingkatan
transendental.
Itu berarti bahwa kita bertindak untuk pihak lain—untuk Tuhan.
Kita tidak memiliki urusan dengan untung dan rugi. Ketika kita
meraih untung, kita hendaknya tidak sombong. Kita hendaknya
berpikir, “Keuntungan ini untuk Tuhan.” Dan ketika kita mengalami
kerugian, kita hendaknya mengetahui bahwa itu bukanlah tanggung
jawab kita. Ini adalah tindakan Tuhan. Dengan demikian, kita akan
berbahagia. Hal ini harus kita latih: segala sesuatu untuk Tuhan.
Sifat transendental seperti ini harus kita kembangkan. Inilah rahasia
untuk melakukan pekerjaan dalam keadaan kita saat ini. Apabila
kita bekerja pada tataran kesadaran badaniah, maka kita diikat oleh
hasil atau reaksi dari pekerjaan itu. Namun jika kita bekerja melalui
kesadaran spiritual, kita tidak diikat baik oleh kegiatan-kegiatan
saleh ataupun oleh kegiatan-kegiatan jahat. Itulah tekniknya.
Manīśia—kata ini sangat bermakna. Manīśī berarti penuh pe-
mikiran. Apabila seseorang tidak penuh pemikiran, dia tidak akan
bisa mengerti bahwa dirinya bukanlah badan. Namun jika seseorang
sedikit saja memiliki sifat penuh pemikiran ini dia akan bisa me-
ngerti, “Oh, saya bukanlah badan ini. Saya adalah kesadaran.” Ter-
kadang, ketika kita sedang bersantai, kita dapat mengerti, “Oh, ini
jari-jemari saya, dan ini tangan saya. Ini telinga saya, dan ini hidung
saya. Semuanya milik saya, tapi saya ini siapa?” Saya merasakan se-
mua ini milik saya. Hanya diperlukan sedikit pemikiran. Semua ini
milik saya—mata saya, jari-jemari saya, dan tangan saya. Saya, saya,
saya, dan siapa saya itu? Itulah dia sang kesadaran, yang sedang
berpikir, “Ini milik saya.”
Kemudian, jika diri kita bukan badan ini, lalu mengapa kita mesti
bertindak untuk badan ini? Kita semestinya bertindak untuk diri
kita itu. Maka, bagaimana saya bisa bertindak untuk diri saya itu?
Bagaimana kedudukan saya? Saya adalah kesadaran. Tetapi, kesa-
daran yang bagaimana? Kesadaran yang tunduk—saya adalah bagian
dari kesadaran tertinggi. Lalu, bagaimana semestinya kegiatan saya?
Kegiatan saya semestinya berada di bawah bimbingan kesadaran
tertinggi. Seperti halnya di kantor, sang direktur adalah kesadaran
tertinggi. Sebagai contoh, di kantor semua karyawan bekerja di
bawah arahan sang manajer; oleh sebab itu mereka tidak memiliki
tanggung jawab langsung. Mereka hanya harus melakukan kewajiban
15
GAMBAR 3
16
mereka saja. Apakah kewajiban itu saleh atau tidak saleh—itu bukan
masalah. Dalam garis komando militer juga demikian. Ada perintah
dari sang kapten atau komandan. Para perwira harus melaksanakan
perintah tersebut. Seorang perwira tidak mempertimbangkan apakah
perintah itu baik atau tidak baik. Itu tidak penting. Ia hanya harus
menjalankannya, maka ia adalah seorang perwira sejati. Ia bertindak
dengan cara demikian dan ia memeroleh imbalan. Ia memeroleh
gelar dan kehormatan. Ia tidak memedulikan hal lain. Sang koman-
dan berkata, “pergilah dan bunuhlah musuh”, lalu sang perwira
akan memeroleh penghargaan. Apakah menurut Anda orang bisa
memeroleh penghargaan dengan cara membunuh? Tidak—peng-
hargaan itu diberikan atas tugas yang telah dilaksanakannya.
Demikian pula, di sini situasinya adalah bahwa Ka sedang
memerintahkan Arjuna. Ka adalah kesadaran tertinggi. Saya
adalah kesadaran, bagian percikan dari kesadaran tertinggi. Jadi,
tugas saya adalah bertindak menurut perintah kesadaran tertinggi
itu. Sebagai contoh, saya menganggap tangan saya sebagai satu
bagian dari badan saya. Sekarang, tangan saya ini bergerak sendiri.
“Sesuai perintah saya, saya ingin tangan saya bergerak. Saya ingin
kaki saya bergerak. Saya ingin mata saya terbuka lalu melihat.”
Jadi, saya sedang memberi perintah, dan bagian-bagian badan saya
ini lalu bekerja. Demikian pula, kita semua adalah bagian percikan
dari Yang Kuasa. Apabila kita melatih diri untuk bergerak dan ber-
tindak sesuai dengan perintah kesadaran tertinggi, maka kita akan
melampaui semua kegiatan saleh ataupun tidak saleh ini. Itulah
tekniknya. Apa hasil teknik ini? Kita terbebas dari ikatan kelahiran
dan kematian. Kita tidak lagi mengalami kelahiran dan kematian.
Para ilmuwan dan filsuf modern tidak memikirkan empat hal ini:
kelahiran, kematian, penyakit, dan usia tua. Mereka mengenyam-
pingkan hal-hal ini. “Oh, mari kita berbahagia. Mari kita nikmati
hidup ini.” Akan tetapi, kehidupan manusia dimaksudkan untuk
menemukan solusi atas ikatan kelahiran, kematian, penyakit, dan
usia tua. Jika sebuah peradaban belum menemukan solusi atas
empat masalah ini, maka peradaban tersebut bukanlah peradaban
manusia. Peradaban manusia dimaksudkan untuk menemukan solusi
sempurna atas hal-hal ini.
Jadi, Tuhan bersabda dalam Bhagavad-gītā, karma-ja
buddhi-
yuktā. Karma-ja
berarti kapan pun ada tindakan, maka pasti
akan ada hasil atau reaksinya. Jika orang bertindak buruk, maka
hasilnya akan buruk. Namun, dalam pemahaman yang lebih tinggi,
semua hasil atau reaksi itu, apakah baik ataupun buruk, semuanya
menyebabkan penderitaan. Andaikan bahwa sebagai hasil dari tin-
17
GAMBAR 4
19
SOSOK YANG
SEMPURNA
Kesadaran Ka adalah perkumpulan yang sangat penting yang
dimaksudkan untuk mengantarkan semua makhluk hidup kembali
kepada kesadaran aslinya. Seperti halnya ada banyak rumah sakit
jiwa, yang dibangun dengan tujuan untuk mengembalikan kesadaran
normal orang yang menderita sakit jiwa, demikian pula tujuan gerak-
an kesadaran Ka ini adalah untuk mengembalikan kesadaran
asli semua orang yang sedang menderita sejenis sakit jiwa di dunia
material ini.
Orang yang tidak sadar-Krsna dapat dimengerti sebagai orang
yang kurang lebih sakit jiwa. Pernah terjadi sebuah kasus pembu-
nuhan di India. Terdakwa dalam kasus itu mengatakan bahwa diri-
nya sakit jiwa sehingga ia tidak menyadari apa yang telah ia lakukan.
Jadi, untuk memeriksa apakah benar pada saat terjadinya pembu-
nuhan itu ia berada dalam keadaan sakit jiwa, didatangkanlah se-
orang psikiater untuk memeriksanya. Sang psikiater menyampaikan
pendapatnya dengan mengatakan bahwa ia telah memelajari banyak
kasus, dan semua pasien yang pernah ditanganinya kurang lebih
dalam keadaan sakit jiwa. Menurut dia pengadilan dapat melepaskan
orang ini dari tuntutan atas dasar hal ini, jika diinginkan demikian.
Seorang pujangga Vaiava yang agung menulis dalam sebuah sajak
berbahasa Benggali, “Apabila seseorang dirasuki hantu, maka yang
dikatakannya hanyalah hal-hal nonsens. Demikian pula, orang yang
berada di bawah pengaruh alam material adalah orang yang sedang
kerasukan, dan apa pun yang dikatakannya adalah hal nonsens.”
Walaupun seseorang merupakan seorang filsuf atau ilmuwan besar,
jika ia kerasukan hantu māyā, ilusi, teori apa pun yang dicipta-
kannya dan hal apa pun yang dibicarakannya kurang lebih adalah
hal yang nonsens.
Tujuan perkumpulan Kesadaran Ka ini adalah mengantar
orang yang demikian kembali pada kesadarannya yang asli, yakni
kesa-daran Ka, atau kesadaran yang jernih. Ketika air tercurah
dari awan sebagai hujan, air itu murni—tanpa pencemaran. Akan
tetapi, begitu air hujan menyentuh tanah, air itu tercampur dengan
lumpur dan menjadi keruh. Demikian pula, diri kita adalah roh,
20
bagian percikan dari Ka. Oleh karena itu kedudukan dasar kita
yang asli adalah semurni kedudukan Tuhan. Dinyatakan di dalam
Bhagavad-gītā, mamaivā
śo jīva-loke: para makhluk hidup adalah
bagian percikan dari Ka (Bg. 15.7). Seperti halnya sebutir emas
adalah juga emas, demikian pula, diri kita adalah bagian sangat
kecil dari badan Tuhan sehingga secara kualitatif diri kita sebaik
Tuhan. Komposisi kimiawi badan Tuhan sama dengan komposisi
badan kita (bukan badan material melainkan badan spiritual kita),
sehingga badan kita adalah sebaik badan Tuhan, sebab komposisi
kimiawinya sama. Namun seperti halnya air hujan yang jatuh ke
tanah, kita pun mengalami kontak dengan dunia material ini, atau
alam material, yang dikendalikan oleh energi material Ka.
Apabila kita berbicara tentang alam, timbullah pertanyaan, “Alam
siapa?” Alam Tuhan. Alam ini tidaklah aktif secara tersendiri. Konsep
yang menyatakan bahwa alam aktif secara tersendiri adalah konsep
yang bodoh. Di dalam Bhagavad-gītā dinyatakan dengan jelas
bahwa alam material tidaklah bebas atau berdiri tersendiri. Apabila
orang yang kurang berpengetahuan melihat sebuah mesin sedang
bekerja, maka ia akan berpikir bahwa mesin itu bekerja secara oto-
matis, namun sebenarnya tidak demikian—ada pengendalinya,
walaupun terkadang kita tidak bisa melihat si pengendali yang
berada di balik mesin disebabkan oleh penglihatan kita yang
terbatas. Ada banyak mesin elektronik yang bekerja dengan sangat
menakjubkan, namun di balik alat-alat elektronik itu pasti ada se-
orang ahli mesin yang menekan tombol penggeraknya. Hal ini mu-
dah sekali untuk dimengerti. Oleh karena mesin itu adalah materi
(zat), ia tidak bisa bekerja dengan kemampuannya sendiri. Ia baru
bisa bekerja di bawah arahan sesuatu yang bersifat spiritual (sang
roh). Sebuah pemutar kaset dapat bekerja, namun ia bekerja di
bawah kendali seorang makhluk hidup, seorang manusia. Mesin
itu lengkap, namun jika ia tidak digerakkan oleh sang roh maka ia
tidak dapat bekerja. Demikian pula, kita hendaknya mengetahui
bahwa manifestasi alam semesta ini adalah sebuah mesin maha-
besar; namun di balik alam material itu ada Tuhan, Ka.
Ka bersabda di dalam Bhagavad-gītā, mayādhyakena prakti
sūyate sa-carācaram: “Alam material bekerja di bawah arahan dan
pengawasan-Ku.” (Bg. 9.10) Ada dua jenis makhluk hidup—yang
bisa berpindah tempat (misalnya umat manusia, binatang dan semut)
dan yang tidak bisa berpindah tempat (misalnya pepohonan dan
gunung). Ka mengatakan bahwa alam material, yang mengen-
dalikan kedua jenis makhluk hidup itu, bertindak di bawah arahan-
Nya. Ada suatu pengendalian tertinggi. Peradaban modern tidak
mengerti akan hal ini disebabkan oleh pengetahuan yang sempit.
21
berbeda dari tangan ini. Apabila saya berkata “buku saya,” ini meng-
isyaratkan bahwa buku itu tidak sama dengan diri saya. Demikian
pula, ini adalah “meja saya,” “mata saya,” “kaki saya” “ini saya,” “itu
saya”—tapi di manakah saya itu? Usaha untuk mencari jawaban
atas pertanyaan ini, itulah yang namanya meditasi. Orang bertanya,
“Di manakah saya berada? Siapakah diri saya ini?” Kita tidak bisa
mencari jawaban bagi pertanyaan seperti itu melalui usaha-usaha
material. Oleh karena itulah semua universitas mengenyampingkan
hal ini: “Itu pokok bahasan yang sangat sulit.” Para insinyur merasa
sangat bangga karena mampu menciptakan kereta tak berkuda.
Dahulu kala kuda-kudalah yang menarik kereta, namun kini ada
mobil, sehingga para ilmuwan merasa sangat bangga. “Kami telah
menemukan kereta tak berkuda dan burung tak bersayap,” demikian
kata mereka. Mereka barangkali mampu menciptakan sayap buatan
untuk pesawat terbang. Akan tetapi, apabila mereka mampu men-
ciptakan suatu badan yang bisa bergerak tanpa roh, maka baru
mereka pantas menerima penghargaan. Penemuan seperti itu tidak
akan mungkin terjadi, sebab tidak ada mesin yang bisa bekerja tanpa
adanya sang roh. Bahkan komputer pun membutuhkan orang yang
sudah terlatih untuk bisa mengoperasikannya. Demikian pula, kita
hendaknya mengetahui bahwa mesin mahabesar yang dikenal seba-
gai manifestasi alam semesta atau alam material ini dikendalikan
oleh sang roh yang tertinggi. Roh Tertinggi itu adalah Ka. Para
ilmuwan sedang mencari sebab tertinggi atau pengendali tertinggi
alam material ini dan mereka mengajukan berbagai teori dan
dalil.Tetapi, cara kita memeroleh pengetahuan sangatlah mudah dan
juga sempurna karena kita mendengarkannya dari insan yang sem-
purna, Ka. Oleh karena Ka mengatakan demikian, kita segera
mengetahui bahwa mesin alam semesta, dan bumi adalah salah satu
bagiannya, bekerja dengan sangat baik dan menakjubkan karena
di balik mesin ini ada sesosok pengendali—Ka. Persis seperti
halnya di balik mesin apa pun pasti ada seorang pengendalinya,
demikian pula, di balik mesin mahabesar berupa alam material ini
ada Ka.
Cara kita dalam menerima pengetahuan sangatlah mudah. Buku
sabda Ka, Bhagavad-gītā, adalah buku pengetahuan yang diberi-
kan oleh insan yang sempurna. Orang barangkali berargumen bahwa
walaupun kita menerima Ka sebagai insan yang sempurna, orang
lain tidak demikian; tapi Ka adalah insan yang sempurna atas
bukti dari banyak otoritas. Kita menerima Ka sebagai insan yang
sempurna tidaklah secara bertingkah semau kita. Tidak. Ada banyak
otoritas pengetahuan Veda, misalnya Vyāsadeva, sang penyusun
semua kesusastraan Veda. Kitab-kitab Veda merupakan gudang ilmu
23
GAMBAR 5
25
Mahā-Vi u, perbanyakan K
a yang menciptakan alam semesta
material, berada di luar jangkauan indera-indera dan peralatan material.
Para ilmuwan yang menyelidiki alam semesta tidak bisa menemukan
wujud Tuhan, seperti halnya seseorang yang menonton televisi tidak
bisa melihat produser acara yang sedang ditayangkan.
26
GAMBAR 7
34
Akar penyebab rasa kurang puas di hati kita ialah bahwa kecen-
derungan mencintai sesuatu yang terpendam di hati kita belum
terpuaskan, walaupun kita sudah maju sekali dalam cara-cara hidup
yang duniawi. Ilmu pengetahuan spiritual ini akan memberikan
isyarat-isyarat praktis tentang bagaimana cara kita dapat hidup di
dunia material ini sambil menekuni bhakti secara sempurna, dan
dengan demikian, segala keinginan kita akan terpenuhi dalam ke-
hidupan ini dan dalam penjelmaan berikutnya. Pengetahuan ini di-
sajikan bukan untuk mengutuk cara hidup yang duniawi, melainkan
diusahakan untuk memberikan keterangan kepada para rohaniwan,
filsuf dan rakyat umum tentang bagaimana cara mencintai Ka.
Seseorang bisa saja hidup tanpa kesulitan material, tetapi pada saat
yang sama dia hendaknya memelajari seni mencintai Ka.
Saat ini kita sedang membuat begitu banyak cara untuk meng-
gunakan kecenderungan kita mencintai sesuatu, tetapi kita masih
belum menemukan tujuan yang sejati: yaitu Ka. Kita sedang me-
nyirami semua bagian pohon tetapi lupa menyirami akarnya. Kita
sedang berusaha memelihara kesehatan dan kekuatan badan dengan
segala upaya, tetapi kita lupa memberikan makanan kepada perut.
Melupakan Ka juga berarti melupakan diri kita sendiri. Ke-
insafan diri yang sejati dan keinsafan terhadap Ka berjalan ber-
dampingan secara bersamaan. Misalnya, kalau kita melihat diri kita
pagi-pagi, itu berarti kita juga melihat matahari terbit. Tidak ada se-
orang pun yang dapat melihat dirinya sendiri tanpa melihat matahari
terbit. Seperti itu pula, keinsafan diri mustahil tercapai kalau sese-
orang belum menginsafi Ka.
Tuhan Śrī Caitanya Mahāprabhu, yang adalah Ka Sendiri,
muncul 519 tahun silam di Benggala dan memberi kita proses untuk
dapat mencapai cinta kasih yang murni kepada Tuhan pada zaman
ini. Hanya dengan terus-menerus mengucapkan dan mendengarkan
getaran suara rohani Hare Ka, Hare Ka, Ka Ka, Hare
Hare, Hare Rāma, Hare Rāma, Rāma Rāma, Hare Hare, kita dapat
mencapai tujuan hidup yang kita inginkan.
Kami mengundang semua orang dari segala warna kulit, dari se-
gala jalan keyakinan, dan dari segala jalan kehidupan, untuk datang
dan bergabung bersama kami mengucapkan mahā-mantra Hare
Ka dan merasakan potensi rohaninya. Setiap orang yang mene-
rapkan proses keinsafan Tuhan ini, yaitu Kesadaran Ka, tidak
memandang dari agama mana pun, akan mengembangkan cinta
kasihnya kepada Tuhan dan dengan demikian menyempurnakan
hidupnya.
35
Tantangan yang mencengangkan terhadap teori ilmiah modern mengenai asal mula
kehidupan dan alam semesta. Sebuah kritik yang spontan namun brilian terhadap
sains modern, oleh Śrī Śrīmad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupāda. Analisis
gamblang Śrīla Prabhupāda menyingkap asumsi-asumsi tersembunyi dan tidak
berdasar sama sekali yang menjadi landasan bagi doktrin modern menyangkut asal
mula dan tujuan kehidupan. 212 halaman.
K
a berarti kebahagiaan tertinggi. Setiap manusia
mencari kebahagiaan. Akan tetapi, kita tidak
mengetahui cara yang sempurna untuk mencari
kebahagiaan. Dalam usaha kita untuk mencari
kebahagiaan melalui konsep hidup yang materialistik,
kita dibuat frustrasi pada setiap langkah karena kita
tidak memiliki informasi mengenai tingkatan yang
harus dicapai untuk bisa mendapatkan kebahagiaan
sejati. Untuk dapat menikmati kebahagiaan sejati,
pertama-tama orang harus mengerti bahwa dirinya
bukanlah badan ini, melainkan kesadaran.