Anda di halaman 1dari 145

LAPORAN

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA


DAN MONITORING, PELAPORAN
VERIFIKASI
TAHUN 2018

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM
DIREKTORAT INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MPV
Laporan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan
Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV)
Tahun 2018

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim
Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi
2019

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 i-


 
Ringkasan Eksekutif
Pada periode pertama, target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia
adalah mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41%
dengan dukungan kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as
usual) pada tahun 2030. Komitmen NDC Indonesia untuk periode selanjutnya
ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari
periode selanjutnya.

Guna pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap target yang tertuang
dalam NDC tersebut, perlu dilakukan upaya untuk memberikan gambaran lengkap
tentang data dan informasi pencapaian komitmen Indonesia secara berkala, yang
kredibel dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan
diakui di tingkat internasional. Hal ini penting, karena pada gilirannya capaian
komitmen Indonesia akan diakumulasikan dengan capaian dari Negara Pihak lainnya
untuk mendapatkan gambaran pencapaian global sebagai bagian dari proses global
stocktaking.

Untuk itu telah disusun berbagai regulasi/pedoman untuk mendukung pelaksanaan


Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Measurement, Reporting dan Verification
(MRV) baik berupa pedoman teknis maupun pengaturan kelembagaannya. Sebagai
gambaran dalam mendukung pelaksanaan inventarisasi GRK dan MRV telah disusun
dua buku yakni Panduan Penyusunan Metodologi Penghitungan Penurunan Emisi dan/
atau Peningkatan Serapan GRK (Perdirjen PPI Nomor 09 Tahun 2018) dan Buku
Pedoman Penjaminan dan Pengendalian Mutu (Quality Control/ Quality Assurance)
Inventarisasi GRK Indonesia (Perdirjen PPI Nomor 10 Tahun 2018).

Sebagai aksi nyata pelaksanaan mandat yang tertuang dalam regulasi tersebut, telah
disusun secara berkala Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan
Verifikasi (MPV) Nasional. Laporan ini secara garis besar memotret tentang data dan
informasi profil emisi GRK yang meliputi (1). Nilai emisi baseline periode 2010-2030;
(2). Penghitungan inventarisasi GRK tahun 2010 – 2017; (3). Capaian angka
penurunan emisi GRK yang diperoleh dari pengurangan angka emisi baseline tahun
2017 dan penghitungan inventarisasi GRK tahun 2017; dan (4). Capaian penurunan
emisi GRK terverifikasi dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga
pada tahun 2015-2017. Selain itu juga disajikan informasi terkait regulasi/panduan
serta upaya tindaklanjut perbaikan ke depan (plan of improvement).

Hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional yang tertuang dalam laporan ini
menunjukkan tingkat emisi GRK di tahun 2017 menjadi sebesar 1.150.772 Gg CO2e,
atau meningkat sebesar 124.879 Gg CO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000.
Sedangkan kontribusi penurunan emisi secara nasional pada tahun 2017 terhadap
target yang ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar 24,7% dari target

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 ii -


 
penurunan emisi sebesar 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU. Kontribusi dimaksud
berasal dari sektor energi sebesar 7,30%, sektor IPPU sebesar 0,02%, sektor
kehutanan sebesar 17,54%, sektor pertanian -0,25%, dan sektor limbah sebesar
0,03%.

Laporan ini disusun dengan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, BAPPENAS,


Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Pemerintah Daerah, dengan
tujuan untuk memberikan gambaran yang lengkap kepada seluruh pemangku
kepentingan terhadap pencapaian komitmen Indonesia dalam aksi menanggulangi
dampak perubahan iklim. Selain itu, semua proses yang dilakukan dalam penyusunan
laporan ini dapat dijadikan sebagai pijakan awal dalam mewujudkan pilar “Kebijakan
Satu Data GRK” yang merupakan salah satu dari Sembilan Strategi Implementasi
NDC.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 iii -


 
SAMBUTAN

Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan jantung


dari Paris Agreement yang tercapai dalam konferensi COP21
tahun 2015 lalu. NDC merupakan perwujudan dari upaya
setiap negara untuk mengurangi emisi dan beradaptasi
terhadap dampak perubahan iklim.

NDC Indonesia menggambarkan transisi dan komitmen


peningkatan aksi menuju pembangunan rendah emisi dan
berketahanan iklim periode 2015-2019 yang menjadi landasan
untuk menentukan tujuan lebih ambisius pasca-2020 dalam
rangka pencegahan kenaikan temperature global sebesar 2oC
dan berupaya membatasi kenaikan temperature global
sebesar 1,5oC dibandingkan masa pra-industri.

Dalam konteks penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), telah dilakukan aksi mitigasi
perubahan iklim oleh berbagai pihak, pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, dimana
seluruh aktivitas terkait aksi mitigasi terekam dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian
Perubahan Iklim (SRN PPI) sedangkan tingkat dan status emisi GRK telah termonitor dalam
Sistem Informasi GRK Nasional yang Sederhana, Mudah, Akurat, Ringkas dan Transparan
(SIGN SMART).

Guna mendukung sistem dalam penyediaan kebutuhan data dan informasi yang kredibel
dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan diakui di tingkat
internasional, telah disusun dua buku yakni Panduan Penyusunan Metodologi Penghitungan
Penurunan Emisi dan/ atau Peningkatan Serapan GRK dan Buku Pedoman Penjaminan dan
Pengendalian Mutu (Quality Control/ Quality Assurance) Inventarisasi GRK Indonesia.

Dari semua modalitas yang tersedia baik berupa pembangunan sistem informasi maupun
regulasi tersebut, telah menghasilkan data dan informasi secara berkala berupa profil emisi
GRK dan capaian target emisi GRK terverifikasi yang terhimpun ke dalam Laporan
Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MPV).

Diharapkan laporan ini dapat digunakan dalam melakukan monitoring dan evaluasi progres
implementasi NDC menuju pencapaian komitmen target penurunan emisi sebesar 29% dari
BAU 2030 dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak atas kontribusi dalam
penyediaan data hingga tersusunnya Laporan Inventarisasi GRK dan MPV Tahun 2018.
Semoga sumbangsih pemikiran untuk langkah perbaikan kedepan akan terus terjalin guna
mewujudkan komitmen Indonesia menuju pencapaian NDC 2030.

Jakarta, Maret 2019


Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 iv -


 
KATA PENGANTAR

Kerangka waktu periode komitmen I (pertama)


implementasi NDC dimulai pada tahun 2020 dan secara
regular dilakukan pembaharuan (update) lima tahun sekali
sesudahnya sesuai dengan Paris Agreement. Untuk itu
diperlukan upaya pemantauan yang mencakup kerangka
waktu tahun 2017-2019 (pra-2020) dan tahun 2020-2030
(pasca-2020).

Upaya monitoring dan evaluasi terhadap capaian


penurunan emisi secara berkala telah dilakukan dengan
membandingkan emisi Baseline dan tingkat emisi dari hasil
penghitungan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK).
Perolehan angka penurunan emisi GRK tersebut
selanjutnya diterjemahkan kedalam bentuk aksi mitigasi
yang telah dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga, dunia usaha, maupun penanggungjawab
aksi lainnya yang selanjutnya dilakukan proses MRV (Measurement, Reporting and
Verification).

Sebagaimana laporan tahun sebelumnya, Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring,


Pelaporan dan Verifikasi (MPV) secara garis besar mencakup data dan informasi Profil
emisi GRK yang meliputi:
1. Nilai emisi baseline periode 2010-2030, dimana nilai emisi baseline pada tahun 2017
sebesar 1.860 Juta ton CO2e;
2. Data penghitungan inventarisasi GRK tahun 2010 – 2017 yang menunjukkan angka pada
tahun 2017 sebesar 1.151 Juta ton CO2e;
3. Capaian angka penurunan emisi GRK yang diperoleh dari pengurangan angka emisi
baseline tahun 2017 dan penghitungan inventarisasi GRK tahun 2017 yakni sebesar 709
Juta ton CO2e;
4. Capaian penurunan emisi GRK terverifikasi dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh
Kementerian/ Lembaga pada tahun 2015-2017 sebesar 350,73 Juta ton CO2e.

Selain data dan informasi profil emisi, juga disajikan informasi terkait regulasi/ panduan serta
upaya tindak lanjut perbaikan kedepan (plan of improvement).

Diharapkan laporan ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam mempercepat proses dan
memberikan gambaran lengkap tehadap pencapaian komitmen Indonesia di tataran global.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang berkontribusi dalam
penyusunan Laporan ini.

Jakarta, Maret 2019


Direktur Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim

Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 v-


 
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan,
Verifikasi (MPV) Tahun 2018.

TIM PENYUSUN

Pengarah: Ruandha Agung Sugardiman


Penanggungjawab: Joko Prihatno
Penyusun:
1. Joko Prihatno
2. Irawan Asaad
3. Budiharto
4. Ratnasari
5. Hari Wibowo
6. Franky Zamzani
7. Wawan Gunawan
8. Fifi Novitri
9. Allan Rosehan
10. Rully Dhora Sirait
11. Akma Yeni Masri
12. Vinna Precylia
13. Saiful Lathif
14. Rusi Asmani
15. Heri Purnomo
16. Prasetyadi Utomo
17. Serly Andini Pertiwi
18. Erni Wibawanti
19. Kurnia Utama
20. Muhammad Ahsan Fuady
21. Hary Hapriyanto

ISBN: 978-602-73066-7-7

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam
bentuk fotocopy, cetak, micro film, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan
pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut:

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (2019). Laporan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi Nasional Tahun 2018.

Diterbitkan oleh:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi. Gd. Manggala Wanabakti Blok IV Lt.
6 Wing A. Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia Telp/Fax: 021 57903073.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 vi -


 
DAFTAR ISI

Hal
Ringkasan Eksekutif………………………………………………………………………………………….. i
Sambutan………………………………………………………………………………………………………… iv
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………… v
Tim Penyusun………………………………………………………………………………………………….. vi
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………… vii
Daftar Gambar…………………………………………………………………………………………………. ix
Daftar Tabel…………………………………………………………………………………………………….. xi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………… 1
BAB II. METODOLOGI………………………………………………………………………………….. 3
2.1. METODOLOGI INVENTARISASI GRK….………………………………………… 3
2.1.1. Kelembagaan Inventarisasi GRK ……………………………………….. 3
2.1.2. Metodologi Perhitungan Inventarisasi GRK………………………….. 7
2.2. METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK……….. 19
2.2.1. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK………… 19
2.2.2. Metodologi Perhitungan Verifikasi……………………………………… 19
BAB III. HASIL INVENTARISASI GRK NASIONAL……………………………................... 35
3.1. PROFIL EMISI GRK NASIONAL………………………………………............. 35
3.2. PROFIL EMISI SEKTORAL…………………………………………………………. 40
3.2.1. Sektor Energi………………………………………………………………….. 40
3.2.2. Sektor IPPU…………………….……………………………................... 52
3.2.3. Sektor AFOLU…………………………………………………………………. 60
3.2.3.1. Sektor Pertanian…………………………………………………. 61
3.2.3.2. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya... 72
3.2.4. Sektor Limbah ……………………………………………………………….. 84
BAB IV. HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK…………………………………………… 93
4.1. PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL…………………………………………….. 93
4.2. PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL…………………………………………….. 93
4.2.1. Sektor Energi………………………………………………………………….. 94
4.2.2. Sektor IPPU ………………………………………………..…………………. 98
4.2.3. Sektor Pertanian..………………………………………...…………………. 99
4.2.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya.............…. 100
4.2.5. Sektor Limbah…………………………………………..……………………… 102
BAB V. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI……………………….…………………………… 106
5.1. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI..…………………………………………… 106
5.1.1. Sektor Energi.…….…………………………………………………………….. 106
5.1.2. Sektor IPPU………...……………………………………………………………. 110
5.1.3. Sektor Pertanian..……………………………………………………………... 111
5.1.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya ...…………… 111
5.1.5. Sektor Limbah ………………………………………………………………….. 112
5.2. KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET
NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)…………….……….. 113
5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral…………………….……… 113
5.2.1.1. Sektor Energi ………………………………………….…………… 113
5.2.1.2. Sektor IPPU ……………………………………….……………….. 115
5.2.1.3. Sektor Pertanian...……………………………………………….. 116

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 vii -


5.2.1.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya ….. 118
5.2.1.5. Sektor Limbah……………………………………………….……… 120
5.2.2 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional …………………….…….. 121
BAB VI. RENCANA PERBAIKAN (PLAN OF IMPROVEMENT) ………………………..……… 123
6.1. Sektor Energi……………………………………………………………………………. 123
6.2. Sektor IPPU……………………………………………………………………………… 124
6.3. Sektor Pertanian………………………………………………………………………. 125
6.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya….……………………. 125
6.5. Sektor Limbah………………………………….……………………………………….. 126
BAB VII. PENUTUP………………………………………………………………………………………….. 127
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 viii -


DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2-1. Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional Menurut 7
Perpres 71/2011 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017
Gambar 2-2. Skema MRV Nasional 19
Gambar 2-3. Proses Verifikasi Capaian Aksi Mitigasi 21
Gambar 3-1. Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017 35
Gambar 3-2 Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017 36
(Tanpa Kehutanan dan Kebakaran Gambut)
Gambar 3-3. Kontribusi Emisi GRK Sektoral Terhadap Emisi GRK Nasional 37
Gambar 3-4. Kategori Utama Sumber Emisi GRK (IPCC-2006 GL) 40
Gambar 3-5. Sumber Emisi GRK Dari Sektor Energi 41
Gambar 3-6 Sub Kategori Sumber Emisi GRK Dari Kategori 41
Pembakaran Bahan Bakar
Gambar 3-7 Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Di 42
Industri Energi
Gambar 3-8. Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Pada Industri 42
Manufaktur
Gambar 3-9. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bakar Sektor 43
Transportasi
Gambar 3-10. Cakupan Emisi Fugitive Dari Produksi Bahan Bakar 44
Gambar 3-11. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Gas Tahun 48
2000– 2017
Gambar 3-12. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Sumber Tahun 2000 48
– 2017
Gambar 3-13. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Kegiatan Sub Sektor 49
Tahun 2000 – 2017
Gambar 3-14. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Bahan Bakar 50
Tahun 2000-2017
Gambar 3-15. Perbandingan Perhitungan Emisi dengan Menggunakan Reference 51
dan Sectoral ApproachTahun 2000-2017
Gambar 3-16. Sumber Emisi Dari Sektor IPPU 52
Gambar 3-17. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Mineral 53
Gambar 3-18. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Kimia 54
Gambar 3-19. Cakupan Sumber Emisi sektor IPPU dari Produksi Petrokimia 54
dan Carbon Black
Gambar 3-20. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Logam 54
Gambar 3-21. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Produk Non-Energi Dan 55
Pelarut
Gambar 3-22. Cakupan Emisi GRK Dari Kategori Industri Lain 55
Gambar 3-23. Tingkat Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2000-2017 59
Gambar 3-24. Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017 59
Gambar 3-25. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor AFOLU 60
Gambar 3-26. Kategori Sumber Emisi Dalam IPCC Guidelines Sektor Pertanian 61
Gambar 3-27. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Peternakan 62
Gambar 3-28. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Fermentasi Enterik Dan 62
Pengelolaan Kotoran Ternak Berdasarkan Jenis Ternak
Gambar 3-29. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pengelolaan Kotoran Ternak 63

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 ix -


 
Gambar 3-30. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sumber Agregat dan Sumber 64
Emisi Non-CO2 pada Lahan

Gambar 3-31. Emisi Dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-2017 66
Gambar 3-32. Tren Emisi Co2e Dari Sektor PeternakanTahun 2000-2017 67
Gambar 3-33. Emisi dari Pembakaran Biomassa pada Periode 2000 – 2017 68
Gambar 3-34. Emisi CO2 dari Aplikasi Kapur di Bidang Pertanian Tahun 2000-2017 68
Gambar 3-35. Emisi CO2 dari Aplikasi Pupuk Urea 2000-2017 69
Gambar 3-36. Emisi N2O dari tanah yang dikelola tahun 2000-2017 70
Gambar 3-37. Emisi Metana dari Budidaya Padi Tahun 2000-2017 71
Gambar 3-38. Cakupan Sumber Emisi GRK dari Sektor Kehutanan dan 73
Penggunaan Lahan Lainnya
Gambar 3-39. Emisi dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya 79
tahun 2000-2017 (Dengan Peat Fire)
Gambar 3-40. Emisi dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya 80
tahun 2000-2017 (Tanpa Peat Fire)
Gambar 3-41. Emisi dari Kebakaran Gambut 2000-2017 81
Gambar 3-42. Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan 81
Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2017
Gambar 3-43. Emisi Dekomposisi Gambut 2000-2017 82
Gambar 3-44. Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah 91
Gambar 3-45. Distribusi Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017 92
Gambar 4-1. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Padat 105
Domestik
Gambar 4-2. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Cair 105
Domestik
Gambar 5-1. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi 114
Gambar 5-2 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU 116
Gambar 5-3 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor 117
Pertanian
Gambar 5-4 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor 119
Kehutanan
Gambar 5-5. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah 121
Gambar 5-6. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap Target 122
NDC Tahun 2030
Gambar 5-7. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap BAU, 122
CM1, dan CM2

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 x-


 
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2-1. Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional 4
Tabel 2-2. Nilai GWP pada Second assessment report (SAR) yang Digunakan 9
pada Perhitungan Inventarisasi GRK
Tabel 2-3. Pengklasifikasian kategori antara IPCC GL 2006 dan Tabel 9
Kesetimbangan Energi
Tabel 2-4. Pembagian kelas umur, faktor emisi serta bobot ternak lokal 12
Tabel 2-5. Revisi Faktor Skala Jenis Tanah yang Berbeda dari Indonesia 14
Tabel 2-6. Faktor Skala Yang Disesuaikan Dengan Ekosistem Padi Dan Tata Air 15
Indonesia
Tabel 2-7. Faktor Skala Untuk Varietas Padi Yang Berbeda Di Indonesia 15
Tabel 3-1. Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017 36
Tabel 3-2. Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (Dengan FOLU dan Kebakaran 38
Gambut)
Tabel 3-3 Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (Tanpa FOLU dan Kebakaran 39
Gambut)
Tabel 3-4. Emisi GRK Dari Kegiatan Energi Tahun 2000-2017 46
Tabel 3-5. Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2017 47
Tabel 3-6. Perhitungan Emisi GRK Sektor Energi Menggunakan Metoda Reference 50
dan Sectoral Approach, Gg CO2e
Tabel 3-7. Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2017 51
Tabel 3-8. Emisi GRK Dari Sektor IPPU Tahun 2000-2017 57
Tabel 3-9. Emisi GRK Per Subkategori Sektor IPPU Tahun 2017 58
Tabel 3-10. Sumber Emisi Kunci Sektor IPPU Tahun 2017 60
Tabel 3-11. Sumber Emisi Kunci Sektor Pertanian 71
Tabel 3-12. Penyesuaian Kategori Tutupan Lahan KLHK dengan Kelas Penggunaan 74
Lahan IPCC
Tabel 3-13. Rerata Pertumbuhan Tahunan pada Berbagai Kategori Penggunaan 75
Lahan
Tabel 3-14. Karbon Stok dari Biomassa diatas Permukaan (AGB) untuk Berbagai 76
Tipe Penutupan Lahan.
Tabel 3-15. Faktor Emisi untuk Dekomposisi Gambut dari Berbagai Penutupan 78
lahan
Tabel 3-16. Emisi dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya Tahun 83
2000-2017 (Gg CO2e)
Tabel 3-17. Analisis Kategori Kunci sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan 84
Lainnya
Tabel 3-18. Tipe Dan Sumber Data Sektor Limbah 85
Tabel 3-19. Komposisi Sampah di TPA 87
Tabel 3-20. Dry Matter Content Sampah di TPA 87
Tabel 3-21. Parameter dan Faktor Emisi Limbah Cair Domestik 88
Tabel 3-22. Parameter Fraksi Populasi dan Derajat Penggunaan pada Pengolahan 89
Limbah Cair Domestik
Tabel 3-23. Emisi GRK Dari Sektor Limbah Tahun 2000-2017 91
Tabel 3-24. Analisis Kategori Kunci Sektor Limbah Tahun 2017 92
Tabel 4-1. Capaian Penurunan Emisi GRK Nasional 93
Tabel 4-2. Pernyataan (Klaim) Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Enargi Tahun 95
2017

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 xi -


 
Tabel 4-3. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sub Sektor Transportasi 97
Tahun 2017
Tabel 4-4. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Industri Tahun 2017 98
Tabel 4-5. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017 99
Tabel 4-6. Data Aktivitas Kegiatan Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 2010-2017 99
Tabel 4-7. Klaim Aksi Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 2010-2017 100
Tabel 4-8. Capaian Penurunan Emisi GRK/Peningkatan Serapan GRK Sektor 102
Kehutanan Tahun 2017
Tabel 4-9. Aksi Mitigasi Sektor Limbah Padat Domestik 103
Tabel 4-10 Aksi Mitigasi Sektor Limbah Cair Domestik 103
Tabel 4-11 Aksi Mitigasi Sektor Limbah Cair Industri 104
Tabel 4-12. Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017 104
Tabel 5-1. Kesesuaian Pernyataan (Klaim) Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor 107
Energi dengan Hasil Verifikasi Tahun 2017
Tabel 5-2. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Berbasis Industri 109
Tahun 2017
Tabel 5-3. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sub Sektor Transportasi 109
Tahun 2017
Tabel 5-4. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017 110
Tabel 5-5. Hasil Verifikasi terhadap Klaim Aksi Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 111
2017.
Tabel 5-6. Hasil Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan 112
Tahun 2017
Tabel 5-7. Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi 112
GRK Sektor Limbah Tahun 2017
Tabel 5-8. Target Nationally Determined Contribution (NDC) Tahun 2030 113
Tabel 5-9. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Energi tahun 2010 – 114
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Tabel 5-10. Progres capaian penurunan emisi GRK kategori IPPU tahun 2010 – 115
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Tabel 5-11. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Pertanian Tahun 2010 – 117
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Tabel 5-12. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun 2010 119
– 2017 dengan Target NDC tahun 2030
Tabel 5-13. Progres Capaian Penurunan emisi GRK kategori Limbah tahun 2010 – 120
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Tabel 5-14. Kontribusi Pencapaian Target NDC (2010-2017) 121

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 xii -


 
BAB I
PENDAHULUAN

Dampak perubahan iklim secara global telah menjadi perhatian utama masyarakat
internasional, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang memiliki berbagai
sumber daya alam, keanekaragaman hayati yang tinggi serta populasi penduduk yang
sangat besar, Indonesia sangat rentan terhadap dampak negatif meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan sekaligus memiliki potensi yang besar untuk
turut andil dalam mengatasi perubahan iklim. Salah satu langkah penting yang di lakukan
oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan mengesahkan Paris Agreement to the United
Nation Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) melalui
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016. Melalui
kesepakatan tersebut, Indonesia bersama dengan negara-negara di dunia berkomitmen
untuk menahan laju peningkatan suhu global dibawah 2°C dan melanjutkan upaya untuk
menekan kenaikan suhu global ke 1,5°C diatas tingkat pra–industrialisasi.
Untuk mencapai tujuan Paris Agreement tersebut, Indonesia, telah menetapkan
kontribusi target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), yang biasa disebut dokumen
Nationally Determined Contribution (NDC). NDC ini mencakup aspek aksi (mitigasi dan
adaptasi) dan dukungan sumber daya (pendanaan, peningkatan kemampuan dan alih
teknologi perubahan iklim). Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah
mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41% dengan
dukungan kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada
tahun 2030. Komitmen NDC Indonesia untuk periode selanjutnya ditetapkan
berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari periode
selanjutnya.
Untuk memantau perkembangan dan mengukur capaian target NDC tersebut,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
dan dioperasionalisasikan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 18 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, penyelenggaraan Inventarisasi GRK, serta Monitoring, Pelaporan,
Verifikasi (MPV) menjadi tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim.
Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan inventarisasi GRK dan MPV mengacu pada
pedoman yang ditetapkan Intergovernmetal Panel on Climate Change (IPCC Guidelines)
Tahun 2006. Inventarisasi GRK ditujukan untuk melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan, perolehan dan pemutakhirkan data dan informasi emisi GRK secara
periodik dari berbagai sumber emisi (source), serapan (sink), dan simpanan (stock).
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi ini secara umum bertujuan untuk (i) mengetahui dan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 1-


memantau tingkat dan status emisi GRK, (ii) merancang dan mengevaluasi kegiatan
mitigasi perubahan iklim, serta (iii) menyusun laporan status emisi GRK nasional.
Inventarisasi GRK dilakukan terhadap 4 (empat) kategori sumber emisi, yaitu energi,
proses industri dan penggunaan produk, pertanian dan kehutanan serta perubahan
penggunaan lahan lainnya, serta pengelolaan limbah.
Sementara pelaksanaan kegiatan monitoring, pelaporan dan verifikasi diperlukan untuk
menjamin bahwa kegiatan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi penurunan emisi GRK
dari kegiatan aksi mitigasi perubahan iklim dilakukan sesuai prinsip-prinsip yang telah
diakui di tingkat internasional, dengan menggunakan metodologi yang dapat
dikomparasi dan diakui oleh para pihak penandatangan konvensi (UNFCCC, 1992).
Dokumen ini adalah Laporan Inventarisasi GRK dan MPV serta penurunan emisi yang
terverifikasi sampai dengan tahun 2017. Laporan ini disusun sebagai media untuk
menyampaikan hasil inventarisasi, capaian penurunan emisi GRK, capaian komitmen
target NDC Indonesia, serta rencana perbaikan dan pengembangan kepada stakeholder
terkait dan publik. Dalam penyusunannya, laporan ini memenuhi prinsip transparan,
akurat, konsisten, komprehensif dan komparabel (TACCC), serta melibatkan
Kementerian/Lembaga terkait, BAPPENAS, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, tim pakar dari akademisi dan Lembaga Penelitian serta Pemerintah
Daerah.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 2-


 
BAB II
METODOLOGI

2.1 METODOLOGI INVENTARISASI GAS RUMAH KACA

2.1.1. Kelembagaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK)

Untuk mengatur pelaksanaan inventarisasi GRK, Pemerintah Indonesia telah


menerbitkan Peraturan Presiden nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Inventarisasi GRK Nasional. Peraturan Presiden tersebut memberikan mandat kepada
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menetapkan pedoman
penyelenggaraan inventarisasi GRK, mengkoordinasikan penyelenggaraan inventarisasi
GRK dan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap proses dan hasil inventarisasi
GRK.
Selanjutnya, dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Pasal 28 disebutkan bahwa Direktorat Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) mempunyai tugas untuk menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pengendalian perubahan iklim,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria termasuk dibidang inventarisasi GRK,
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan inventarisasi GRK, pelaksanaan
bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan evaluasi dan pelaporan
penyelenggaraan inventarisasi GRK.
Pengaturan lebih lanjut menyangkut tugas pokok dan fungsi Ditjen PPI dalam
inventarisasi GRK diatur didalam Peraturan Menteri LHK No. 18 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri LHK sebagaimana disebutkan di atas
memandatkan seluruh sektor dan pemerintah daerah dibawah koordinasi Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembangkan laporan pelaksanaan
Inventarisasi GRK yang dapat digunakan dalam penyusunan Laporan Inventarisasi GRK
di tingkat Nasional dan Internasional seperti National Communication (komunikasi
nasional) dan Biennial Update Report (BUR). Hasil inventarisasi GRK tersebut juga akan
dipergunakan untuk pengembangan kebijakan dan evaluasi pencapaian aksi mitigasi
penurunan emisi GRK.
Untuk memfasilitasi proses dan meningkatkan kualitas inventarisasi GRK, diperlukan
kelembagaan yang baik. Kelembagaan tersebut juga akan berperan penting dalam
proses penjaminan dan pengendalian mutu (Quality Assurance dan Quality Control)
(QA/QC) penyelenggaraan inventarisasi GRK. Dalam pelaksanaannya, kelembagaan
inventarisasi GRK Nasional, diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor
P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 3-


 
Berikut ini adalah kelembagaan inventarisasi GRK Nasional, yang tertera pada Lampiran
1 Peraturan Menteri LHK tersebut:
Tabel 2-1. Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional
1. EMISI GRK SEKTOR ENERGI
Koordinator Sektor : Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
(Pusat Data Dan Teknologi Informasi)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Reference Approach Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
Informasi
2 Pembangkit Listrik Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
Informasi
3 Minyak dan Gas (Fuel Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
+ Fugitive) Informasi
4 Pertambangan Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
Batubara (Fuel + Informasi
Fugitive)
5 Transportasi Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
Informasi
Kementerian Pusat Pengelolaan
Perhubungan Transportasi Berkelanjutan
6 Energi di Industri Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
Informasi
Kementerian Pusat Pengkajian Industri
Perindustrian Hijau dan Lingkungan
Badan Pusat Statistik Direktorat Statistik Industri
(BPS)
7 Energi di area Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
komersil Informasi
8 Energi di area Kementerian ESDM Pusat Data dan Teknologi
pemukiman Informasi

2. EMISI GRK SEKTOR PROSES INDUSTRI DAN PENGGUNAAN PRODUK (IPPU)


Koordinator Sektor : Kementerian Perindustrian Kementerian
Perindustrian (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Industri Hijau Dan
Lingkungan Hidup)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
1 Proses industri Kementerian Pusat Penelitian dan
Perindustrian Pengembangan Industri
Hijau dan LH, Pusat Data
dan Informasi
Badan Pusat Direktorat Statistik Industri
Statistik
2 Penggunaan produk Kementerian Pusat Data dan Teknologi
ESDM Informasi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 4-


 
3. EMISI GRK SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PENGGUNAAN
LAHAN LAINNYA (AFOLU)
a. PERTANIAN
Koordinator Sektor : Kementerian Pertanian (Biro Perencanaan)

SUMBER
NO. PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
EMISI
1 Peternakan Kementerian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Pertanian Hewan; Pusat Data dan Informasi; Biro
Perencanaan; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan; Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian Indonesia
Badan Pusat Direktorat Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
Statistik (BPS)
2 Sumber Kementerian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; Direktorat
Agregat dan Pertanian Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian;
Emisi Non Direktorat Jenderal Hortikultura; Direktorat
CO2 Jenderal Perkebunan; Pusat Data dan Informasi;
Biro Perencanaan; Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian; Balai Penelitian Lingkungan Pertanian;

Badan Pusat Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura


Statistik (BPS) dan Perkebunan

b. KEHUTANAN DAN PENGGUNAAN LAHAN LAINNYA


Koordinator Sektor : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Dit. Inventarisasi GRK Dan MPV)
SUMBER
NO. PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
EMISI
Kehutanan Kementerian Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan
dan Lingkungan Hidup Produksi Lestari; Pusat Data dan Infromasi;
Penggunaan dan Kehutanan Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan
Lahan Sumberdaya Hutan; Pusat Penelitian dan
Lainnya Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kebijakan; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi
Hutan; Dierktorat PKG, Ditjen PPKL
Kementerian Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
Pertanian
Badan Informasi Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik
Geospasial (BIG)
Lembaga Pusfatja, Deputi Bidang Penginderaan Jauh
Penerbangan dan
Antariksa
Nasional (LAPAN)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 5-


 
4. EMISI GRK SEKTOR PENGELOLAAN LIMBAH
Koordinator Sektor : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Dit. Pengelolaan Sampah)
NO. SUMBER EMISI PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR

1 Limbah padat Kementerian Lingkungan Direktorat Pengelolaan


domestic/Municipal Hidup dan Kehutanan Sampah
Solid Waste (MSW)
Kementerian Pekerjaan Direktorat Pengembangan
Umum dan Perumahan Sanitasi Lingkungan dan
Rakyat Pemukiman
2 Limbah cair domestik Kementerian Lingkungan Direktorat Pengendalian
Hidup dan Kehutanan Pencemaran Air
Kementerian Pekerjaan Direktorat Pengembangan
Umum dan Perumahan Sanitasi Lingkungan dan
Rakyat Pemukiman; Pusat Penelitian
dan Pengembangan
Perumahan dan Pemukiman
3 Limbah padat industri Kementerian Lingkungan Direktorat Pengelolaan Bahan
(termasuk obat- Hidup dan Kehutanan Berbahaya Beracun
obatan/limbah farmasi)
Kementerian Perindustrian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Industri Hijau
dan LH; Pusat Data dan
Informasi
4 Limbah cair industri Kementerian Lingkungan Sekretariat Ditjen.
Hidup dan Kehutanan Pengendaian Pencemaran
dan Kerusakan Lingkungan;
Direktorat Penilaian Kinerja
Pengelolaan Limbah B3
Kementerian Perindustrian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Industri Hijau
dan LH; Pusat Data dan
Informasi; Direktorat Industri
Minuman, Hasil Tembakau
dan Penyegar; Direktorat
Industri Makanan, Hasil Laut
dan Perikanan
Badan Pusat Statistik Direktorat Statistik Industri
(BPS)

Sesuai mandat yang tercantum di Perpres 71/2011 tersebut, penyusunan inventarisasi


GRK nasional melibatkan partisipasi aktif pemerintah sub-nasional (provinsi, kabupaten
dan kota). Namun demikian dalam pengembangan inventarisasi GRK nasional saat ini
hanya melibatkan K/L pusat. Dalam pengembangan inventarisasi GRK nasional, peran
pemerintah daerah diperkuat secara berkelanjutan. Sehingga di masa depan,
pengembangan inventarisasi GRK akan dilengkapi melalui pendekatan top-down dan
bottom-up, agar dapat dibandingkan perhitungan yang dilakukan di tingkat nasional
dengan agregasi hasil perhitungan yang dilakukan pemerintah daerah. Pengembangan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 6-


 
sistem inventarisasi GRK secara top-down dan bottom-up tersebut diilustrasikan pada
Gambar 2-1.

Gambar 2-1. Pengaturan Kelembagaan Inventarisasi GRK Nasional


Menurut Perpres 71 tahun 2011 dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor
P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017

2.1.2. Metodologi Perhitungan Inventarisasi GRK


A. Metodologi Umum
Metodologi yang digunakan pada perhitungan emisi GRK mengacu pada metode yang
ditetapkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change Guidelines dalam IPCC
Guidelines 2006. Penerapan metodologi ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
LHK Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang
Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 7-


 
Secara garis besar, perhitungan emisi/serapan GRK diperoleh melalui perkalian data
aktifitas dengan faktor emisi, atau dengan persamaan sederhana berikut:

Emisi/Penyerapan GRK = AD x EF

1. Data Aktifitas (AD)


Penyelenggara Inventarisasi GRK mengembangkan mekanisme kelembagaan dalam
pengumpulan data aktifitas yang diperlukan pada perhitungan sebagaimana rumus di
atas. Lembaga dan divisi yang ditunjuk pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah untuk melakukan pengumpulan data aktivitas mengidentifikasi jenis data dan
tahun ketersediaannya dan lembaga yang memiliki dan menyimpan data tersebut.
Pengumpulan dan pemutakhiran data dilakukan secara kontinyu dengan melibatkan K/L
terkait.

2. Faktor Emisi
Penyelenggara Inventarisasi GRK melakukan upaya pengumpulan dan pengembangan
faktor emisi lokal melalui kerjasama dengan instansi, lembaga, dan perguruan tinggi
yang melakukan penelitian faktor emisi.
Dalam hal faktor emisi lokal belum tersedia, maka digunakan faktor emisi lokal yang
tersedia untuk daerah lain atau faktor emisi nasional atau regional yang sudah tersedia
atau default yang ditetapkan IPCC. Kompilasi faktor emisi dari berbagai negara dan
wilayah dihimpun dalam Basis Data untuk Faktor Emisi (Emission Factor Database).
Pemilihan metodologi Inventarisasi GRK dilakukan menurut tingkat ketelitian (Tier),
semakin tinggi kedalaman metode yang dipergunakan maka hasil perhitungan
emisi/serapan GRK yang dihasilkan semakin rinci dan akurat. Tingkat ketelitian (tier)
terdiri dari:
a. Tier 1: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan dasar
(basic equation), data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber
data global, dan menggunakan faktor emisi default (nilai faktor emisi yang
disediakan dalam IPCC Guideline)
b. Tier 2: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang lebih
rinci, data aktivitas berasal dari sumber data nasional dan/atau daerah, dan
menggunakan faktor emisi lokal yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung.
c. Tier 3: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang
paling rinci (dengan pendekatan modeling dan sampling), dengan pendekatan
modeling faktor emisi lokal yang divariasikan dengan keberagaman kondisi yang
ada, sehingga emisi dan serapan memiliki tingkat kesalahan lebih rendah.
Untuk estimasi Inventarisasi GRK Nasional tahun 2000-2017 yang menjadi lingkup pada
laporan ini menggunakan metode IPCC Guidelines 2006 untuk Tier 1 dan Tier 2.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 8-


 
Sedangkan nilai Global Warming Potential (GWP) digunakan untuk mengkonversi data
emisi GRK non-CO2 menjadi karbon dioksida ekuivalen (CO2e), dengan mengikuti Second
Assessment Report (2nd AR of IPCC). Nilai GWP dimaksud sebagaimana tabel di bawah
ini.
Tabel 2-2. Nilai GWP pada Second Assessment Report (SAR) yang Digunakan
pada Perhitungan Inventarisasi GRK

No. Gas GWP (CO2e)


1 CO2 1
2 Methane (CH4) 21
3 Nitrous Oxide (N2O) 310
4 PFC-14 (CF4) 6.500
5 PFC-116 (C2F6) 9.200
6 Sulfur hexafluoride (SF6) 23.900

Adapun metodologi perhitungan emisi GRK pada masing-masing sektor diuraikan pada
paragraf berikut.

B. Metodologi Sektor Energi


Tingkat emisi GRK yang tercantum dalam inventarisasi sektor energi dihitung
menggunakan Tier 1 metode IPCC 2006 dengan nilai faktor emisi default dan data
aktivitas dalam unit energi (SBM, setara barel minyak) yang dikumpulkan dari Tabel
Kesetimbangan Energi (Energy Balance Table) pada Handbook of Energy and Economic
Statistics of Indonesia, yang dipublikasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (KESDM). Dalam menggunakan Tabel Kesetimbangan Energi (Energy Balance
Table) agar sesuai dengan kategori pada pedoman IPCC GL 2006 maka dilakukan
pengklasifikasian sebagaimana tersaji dalam Tabel 2-3.

Tabel 2-3. Pengklasifikasian kategori antara IPCC GL 2006 dan Tabel


Kesetimbangan Energi
Tabel Kesetimbangan Energi
Kategori IPCC 2006
(Energy Balance Table)
1A1a Main activity electricity and heat 2 e. Power plant
production PLN
Non-PLN

1A1b Petroleum refining 2 a. Refinery


2 b. LPG Plant
2 c. LNG Plant
3 a. During Transformation
3 b. Energy use / own use

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 9-


 
Tabel Kesetimbangan Energi
Kategori IPCC 2006
(Energy Balance Table)
1A1c Manufacture of solid fuels and other 2 d. Coal Processing Plant
energy industries
1A2 Manufacturing Industries and 6 a. Industry
Construction
1A3 Transport 6 b. Transportation
1A4a Commercial/institutional 6 d. Commercial
1A4b Residential 6 c. Household
1A4c Other Sector 6 e. Other sector
1B1 Solid Fuel 1 a. Production/Coal
1B2a Oil 1 a. Production/Crude Oil
4 Final Energy Supply / LPG
1B2b Natural Gas 1 a. Production/Natural Gas
4 Final Energy Supply / LPG

Pada laporan ini, terjadi rekalkulasi perhitungan emisi sektor energi yang berlaku pada
emisi tahun 2017 dan emisi tahun-tahun sebelumnya (2000-2016). Rekalkulasi dilakukan
pada kategori penggunaan energi pada “manufacturing industries and construction”
(kategori 1A2) akibat dikeluarkannya data penggunaan batu bara yang diekspor dan
diperdagangkan antar pedagang batubara domestik. Pada energy balance table yang
dimuat pada dokumen Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia (HEESI)
yang dipublikasi pada Oktober 2018 terdapat revisi data penggunaan batubara pada
industri.
Rekalkulasi menyebabkan data perhitungan emisi berbeda dengan yang telah dilaporkan
pada laporan sebelumnya, karena terjadi perbaikan kualitas data. Pada laporan
inventarisasi GRK dan MPV tahun 2017 (perhitungan emisi sampai dengan tahun 2016)
mengacu pada HEESI 2001-2015. Sementara pada pelaporan ini (perhitungan emisi
sampai dengan tahun 2017) merujuk kepada HEESI 2016 dan 2018, dimana pada HEESI
2016 terdapat revisi data 2000-2016, sedangkan pada HEESI 2018 terdapat revisi data
2007-2016.
Laporan ini masih menggunakan Tier 1, dimana faktor emisi menggunakan nilai default
IPCC Guideline 2006. Meskipun LEMIGAS (Lembaga Minyak dan Gas Bumi) selaku Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM telah
mengembangkan faktor emisi lokal untuk beberapa bahan bakar minyak, namun faktor
emisi ini belum dapat digunakan dalam perhitungan emisi karena faktor emisi setiap
jenis bahan bakar minyak tidak dibedakan antara kategori sub-sektor dimana bahan
bakar tersebut dibakar. Disamping itu, faktor emisi lokal yang dihasilkan hanya
mencakup gas CO2. Selain itu, pengembangan faktor emisi lokal lainnya juga telah
dilakukan oleh TEKMIRA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara, Kementerian ESDM) yang menghasilkan faktor emisi lokal untuk gas CO2 dari
pembakaran batubara. Namun tidak ada spesifikasi faktor emisi tersebut apakah untuk
batubara yang dibakar di industri, industri manufaktur, atau lainnya, disamping faktor

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 10 -


 
emisi lokal yang dihasilkan hanya untuk gas CO2, maka perhitungan emisi pada laporan
ini masih menggunakan nilai default IPCC.
Seperti yang tercantum dalam IPCC 2006 Guideline¸ emisi GRK dihitung menggunakan
kedua metoda, yaitu reference approach dan sectoral approach. Kedua metoda sering
menghasilkan hasil yang berbeda karena reference approach merupakan pendekatan
top-down dihitung menggunakan data agregat dari suplai energi primer nasional,
sementara sectoral approach merupakan pendekatan bottom-up dihitung menggunakan
data permintaan energi akhir, data transformasi energi, dan data terkait fugitif.
Perbedaan tingkat emisi GRK antara reference approach dan sectoral approach biasanya
tidak lebih dari 5%. Perbedaan ini sering dikarenakan oleh emisi fugitif GRK dan stock
change pada pengguna.

C. Metodologi Sektor IPPU


Estimasi nilai emisi GRK untuk sektor proses industri dan penggunaan produk
menggunakan metodologi yang tercantum pada pedoman IPCC 2006. Tier 1
memerlukan data aktifitas berupa data agregat statistik produksi produk industri, jumlah
penggunaan karbon, pelumas, lilin dan lain-lain secara aktual dalam skala nasional.
Pengumpulan data berdasarkan pada jenis industri yang pada salah satu proses atau
keseluruhan proses pembuatan produk mengemisikan atau berpotensi mengemisikan
GRK.
Pengembangan menuju Tier 2 sudah dilakukan untuk industri semen, ammonia dan
alumunium. Ketiga industri tersebut sudah mengembangkan faktor emisi lokal spesifik
untuk industri mesin melalui penelitian dan proyek Clean Mechanism Development
(CDM). Adanya pengembangan nilai faktor emisi ini akan mengakibatkan kualitas
perhitungan emisi semakin baik, disamping menurunkan nilai uncertainty.

D. Metodologi Sektor Pertanian


1. Peternakan
Emisi GRK dari peternakan yang disajikan dalam inventarisasi emisi GRK ini
menggunakan Tier 2 metode IPCC-2006. Penggunaan Tier yang lebih tinggi ini didukung
adanya pembagian data aktivitas berdasarkan jenis kelas umur, dan faktor emisi lokal
masing-masing jenis ternak. Estimasi emisi ternak ditentukan melalui perhitungan emisi
dengan mengalikan suatu data aktivitas (misalnya, jumlah populasi) dengan faktor emisi
lokal.
Perhitungan emisi terhadap kategori Emisi N2O langsung dan tidak langsung juga
menggunakan metodologi Tier 2 dengan data aktivitas populasi ternak berdasarkan kelas
umur, bobot ternak lokal namun dengan tambahan parameter mengenai sistem
pengelolaan limbah ternak yang diterapkan di Indonesia. Informasi mengenai sistem

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 11 -


 
pengelolaan limbah ini akan menentukan seberapa besar fraksi nitrogen yang terlepas
ke atmosfer. Sejauh ini belum pernah dilakukan survey terhadap porsi penggunaan
sistem pengelolaan limbah untuk masing-masing jenis ternak, untuk itu pada parameter
ini dilakukan dengan penilaian pakar (expert judgement).
Adapun pembagian kelas umur, faktor emisi dan bobot ternak lokal yang digunakan
dalam perhitungan seperti pada tabel 2-4 berikut:

Tabel 2-4. Pembagian kelas umur, faktor emisi serta bobot ternak lokal

EF CH4 EF CH4
Local
Enteric Manure
Sub livestock
Livestock Sex Percentage Fermentation Management
category weight
(%) (Kg CH4 (Kg CH4
(kg)
/year/head) /year/head)
Weaning (0-1 Female +
Beef cattle 19,3 18,1839 0,7822 63,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
25,85 27,1782 1,6202 134,48
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 18,15 41,7733 3,4661 286,00
Male
Mature (> 4 Female +
26,89 55,8969 3,6352 400,00
th) Male
Imported
Male 9,81 25,4879 7,9662 500,00
(fattening)
Weaning (0-1 Female +
Dairy cattle 21,73 16,5508 0,5167 46,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
24,03 35,0553 2,5152 198,64
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 21,7 51,9609 5,5262 275,00
Male
Female +
Mature (>4 th) 32,54 77,1446 12,181 402,50
Male
Weaning (0-1 Female +
Buffalo 16,32 20,5531 0,7476 100,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
20,67 41,1063 3,9864 200,00
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 20,74 61,6594 8,9695 300,00
Male
Mature (> 4 Female +
42,27 82,2126 15,9457 400,00
th) Male

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 12 -


 
EF CH4 EF CH4
Local
Enteric Manure
Sub livestock
Livestock Sex Percentage Fermentation Management
category weight
(%) (Kg CH4 (Kg CH4
(kg)
/year/head) /year/head)
Female +
27,12 2,2962 0,0252 8,00
Goat Weaning Male
Female +
26,9 2,6482 0,017 20,00
Yearling Male
Female +
45,98 3,2705 0,0295 25,00
Mature Male
Female +
27,66 1,3052 0,0079 8,00
Sheep Weaning Male
Female +
25,9 4,3304 0,0465 20,00
Yearling Male
Female +
46,44 5,2502 0,0752 25,00
Mature Male
Female +
32,3 0,4331 0,0013 15,00
Swine Weaning Male
Female +
32,74 1,0291 0,0075 60,00
Yearling Male
Female +
34,96 1,2785 0,0115 80,00
Mature Male
Female +
18,82 25,9888 0,5967 200,00
Horse Weaning Male
Female +
22,62 53,2693 2,5071 350,00
Yearling Male
Female +
58,56 74,8457 4,9494 500,00
Mature Male

Poultry

Native - - - - 0,0031 1,50

Layer - - - - 0,0043 2,00

Broiler - - - - 0,0039 1,20

Duck - - - - 0,0035 1,50

2. Pertanian
Emisi GRK dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 pada lahan dalam
inventarisasi emisi GRK diperkirakan menggunakan Tier 1 metode IPCC 2006 dengan
nilai faktor emisi default dan metode Tier 2 khusus untuk kategori budidaya padi sawah.
Emisi Non-CO2 dari biomas yang dibakar dibedakan dari pembakaran biomassa pada
lahan pertanian (cropland) dan pembakaran biomassa dari padang rumput (grassland)
dan perhitungannya dilakukan terpisah dengan menggunakan nilai faktor emisi default
dari IPCC (Tier 1).
Emisi dari aplikasi kapur pertanian dihitung dengan metodologi Tier 1 dengan data
aktifitas berupa konsumsi penggunaan kapur untuk pertanian. Kapur pertanian (dolomit)
umumnya digunakan pada perkebunan kelapa sawit, lahan kering masam dan tanah
gambut. Data konsumsi kapur diduga dari luas areal tanam dan dosis rekomendasi yang
digunakan karena data konsumsi kapur tidak tersedia. Dosis Dolomit yang umum
digunakan pada tanah sulfat masam adalah 2 ton/ha dan pada tanah gambut 0,5 ton/ha
dan biasanya diberikan 2 kali setahun pada musim hujan dan musim kemarau. Petani
lahan kering pada tanah masam umumnya tidak menggunakan kapur dalam budidaya

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 13 -


 
tanaman karena kapur sangat sulit didapatkan, sehingga diasumsikan hanya digunakan
pada perkebunan besar saja.
Emisi CO2 aplikasi pupuk urea dihitung dengan metodologi Tier 1 dengan data aktivitas
konsumsi pupuk urea pertanian. Jumlah pupuk urea yang digunakan dapat dihitung
melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan data konsumsi urea nasional untuk sektor
pertanian yang dikeluarkan oleh Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) atau
berdasarkan luas tanam dan dosis rekomendasi. Pupuk urea umumnya digunakan dalam
budidaya tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Dalam menghitung jumlah
pupuk tersebut digunakan beberapa asumsi agar jumlah pupuk urea yang dihitung
sesuai dengan penerapan di lapangan.
Emisi N2O dari tanah yang dikelola dihitung dari emisi langsung (direct N2O) dan tidak
langsung (indirect N2O) dengan metodologi Tier 1 menggunakan faktor emisi default
dari IPCC. Peningkatan N-tersedia dalam tanah meningkatkan proses nitrifikasi dan
denitrifikasi yang memproduksi N2O. Peningkatan N-tersedia dapat terjadi melalui
penambahan pupuk yang mengandung N atau perubahan penggunaan lahan dan atau
praktek-praktek pengelolaan yang menyebabkan mineralisasi N organik tanah.
Emisi CH4 dari budidaya padi sawah dihitung berdasarkan data aktifitas berupa luas lahan
persawahan, jenis tanah pada lahan persawahan, dan sistem pengairan yang diterapkan.
Metodologi yang digunakan untuk kategori ini sudah termasuk ke dalam Tier 2 karena
faktor emisi dan beberapa parameter yang digunakan sudah dikembangkan sendiri di
Indonesia. Parameter lokal yang digunakan adalah faktor koreksi (correction factor)
untuk jenis tanah, faktor skala (scalling factor) untuk tiap jenis sistem pengairan. Faktor
emisi lokal telah dikembangkan untuk setiap varietas padi di Indonesia.
Emisi CH4 dihitung dengan mengalikan faktor emisi harian dengan lama budidaya padi
sawah dan luas panen.
Emisi metana dari budidaya padi dihitung dengan menggunakan faktor emisi yang
dirangkum dari nilai-nilai lokal sawah di Indonesia. Faktor emisi dari sawah Indonesia
berkisar antara 0,67-79,86 g CH4/m2/musim dengan nilai default rata-rata 160.9 kg
CH4/ha/musim. Faktor skala tanah dimodifikasi, karena beberapa penelitian yang
dilakukan di Indonesia menemukan bahwa sifat-sifat tanah yang berbeda diperoleh
potensi yang berbeda produksi CH4. Selain itu, faktor skala untuk rezim air dan varietas
padi yang digunakan adalah faktor skala lokal (country specific) seperti disajikan pada
Tabel 2-5 dan Tabel 2-6.
Tabel 2-5 Revisi Faktor Skala Jenis Tanah yang Berbeda dari Indonesia

Jenis Tanah SF Tanah Adjusted


Alfisols 0,84 (0,32-1,59)
Andosols 1,02
Entisols 1,02 (0,94-1,09)
Histosols 2,39 (0,92-3,86)
Inceptisols 1,12 (1,0-1,23)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 14 -


 
Jenis Tanah SF Tanah Adjusted
Mollisols -
Oxisols 0,29 (0,1-0,47)
Ultisols 0,29
Vertisols 1,02 (0,94-1,09)

Tabel 2-6. Faktor Skala Yang Disesuaikan Dengan Ekosistem Padi Dan Tata
Air Indonesia
SF Adjusted SF
(IPCC (based on current
Category Sub Cetegory
Guidelines studies in
1996) Indonesia)
Upland None 0

Continuously Flooded 1,0 1,00


Single
Irrigated 0,5 (0,2-0,7)
Intermittently Aeration 0,46
Flooded Multiple (0,38-0,53)
0,2 (0,1-0,3)
Aeration
Lowland Flood Prone 0,8 (0,5-1,0) 0,49
Rainfed
Drought Prone 0,4 (0-0,5) (0,19-0,75)

Water Depth 50-100 cm 0,8 (0,6-1,0)


Deep Water
Water Depth < 50 cm 0,6 (0,5-0,8)

Tabel 2-7. Faktor Skala Untuk Varietas Padi Yang Berbeda Di Indonesia

Average emission
No Variety SF
(kg/ha/session)
1 Gilirang 496,9 2,46
2 Aromatic 273,6 1,35
3 Tukad Unda 244,2 1,21
4 IR 72 223,2 1,10
6 Cisadane 204,6 1,01
5 IR 64* 202,3 1,00
7 Margasari 187,2 0,93
8 Cisantana 186,7 0,92
9 Tukad Petanu 157,8 0,78
10 Batang Anai 153,5 0,76
11 IR 36 147,5 0,73
12 Memberamo 146,2 0,72
13 Dodokan 145,6 0,72
14 Way Apoburu 145,5 0,72
15 Muncul 127,0 0,63
16 Tukad Balian 115,6 0,57
17 Cisanggarung 115,2 0,57

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 15 -


 
Average emission
No Variety SF
(kg/ha/session)
18 Ciherang 114,8 0,57
19 Limboto 99,2 0,49
20 Wayrarem 91,6 0,45
21 Maros 73,9 0,37
22 Mendawak 255 1,26
23 Mekongga 234 1,16
24 IR42 269 1,33
25 Fatmawati 245 1,21
26 BP360 215 1,06
27 BP205 196 0,97
28 Hipa4 197 0,98
29 Hipa6 219 1,08
30 Rokan 308 1,52
31 Hipa 5 Ceva 323 1,60
32 Hipa 6 Jete 301 1,49
33 Inpari 1 271 1,34
34 Inpari 6 Jete 272 1,34
35 Inpari 9 Elo 359 1,77
36 Banyuasin 584,8 2,49
37 Batanghari 517,8 2,20
38 Siak Raya 235,2 1,00
39 Sei Lalan 152,6 0,65
40 Punggur 144,2 0,61
41 Indragiri 141,1 0,60
42 Air Tenggulang 140,0 0,60
43 Martapura 125,7 0,53

Berdasarkan berbagai data yang varietas yang digunakan oleh petani pada periode 2009-
2011 (sekitar 70% dari total luas tanam padi), diketahui bahwa rata-rata terbobot skala
faktor untuk varietas padi di sawah dengan irigasi terus menerus adalah 0,74. Nilai ini
digunakan untuk memperkirakan emisi dari daerah irigasi dimana tidak ada informasi
tentang varietas padi. Untuk sawah non-irigasi, SF untuk varietas padi akan sama
dengan 1,0, karena pengaruh kondisi air pada pengurangan emisi metana akan jauh
lebih dominan dibanding varietas. Dengan demikian pengaruh perubahan varietas dalam
mengurangi emisi tidak akan signifikan di daerah non-irigasi, sehingga SF yang
digunakan adalah 1,0 untuk daerah non-irigasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).

D. Metodologi Sektor Kehutanan


Metodologi yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya adalah IPCC Guidelines 2006 (IPCC, 2006) dengan
mengkombinasikan faktor emisi country/site specific dan faktor emisi default IPCC.
Persamaan untuk menghitung perubahan stok karbon pada semua kategori penggunaan
lahan adalah sebagai berikut:

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 16 -


 
ΔC = ΔC + ΔC + ΔC + ΔC + ΔC + ΔC
AFOLU FL CL GL WL SL OL
Dimana ΔC = perubahan stok karbon; AFOLU = Agriculture, Forestry and Other Land
Use; FL = Forest Land; CL = Crop Land; GL = Grassland; WL = Wetlands; SL =
Settlements; dan OL = Other Land.

Estimasi perubahan stok karbon juga memperhatikan subdivisi dari area lahan (seperti
zona iklim, ecotype, management regime dll.) yang dipilih untuk sebuah kategori
penggunaan lahan:
ΔC =∑ΔC
LU Lui
Dimana ΔCLU = perubahan stok karbon untuk sebuah kategori penggunaan lahan/land-
use (LU) seperti dijelaskan pada persamaan diatas; I = denotasi dari stratum spesifik
atau subdivisi dalam kategori penggunaan lahan (dengan kombinasi species, zona iklim,
ecotype, management regime dll.); dan I = 1 ke n.

Pada setiap kategori penggunaan lahan, perubahan stok karbon diestimasi dari 5 (lima)
tampungan karbon dengan menjumlahkan perubahan pada semua tampungan karbon
seperti persamaan dibawah:
ΔC = ΔC + ΔC + ΔC + ΔC + ΔC
Lui AB BB DW LI SO
Dimana ΔCLui = perubahan stok karbon untuk sebuah stratum dari sebuah kategori
penggunaan lahan; AB = above ground biomass; BB = below ground biomass; DW =
deadwood; LI = litter dan SO = soils.

Emisi dari dekomposisi lahan gambut dihitung untuk setiap kategori penggunaan lahan
pada lahan gambut dengan mengalikan luas area gambut dengan faktor emisi.
LLU Organic =∑(A•EF)

Dimana ΔCLU organic = Emisi CO2 dari dekomposisi gambut dari suatu kategori penggunaan
lahan di lahan gambut; A = Luas area dari suatu kategori penggunaan lahan; dan EF =
Faktor emisi dekomposisi gambut untuk suatu kategori penggunaan lahan.

Emisi dari kebakaran lahan gambut dihitung dengan menggunakan pendekatan yang
dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyusun FREL
nasional. Persamaan untuk menghitung emisi dari kebakaran lahan gambut mengikuti
IPCC Wetlands Supplement 2013 (IPCC, 2013):
Lfire = A x MB x CF X Gef

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 17 -


 
Dimana Lfire = emisi dari kebakaran lahan gambut; A = Luas area gambut yang terbakar;
MB = Massa bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran; CF = Faktor pembakaran
(nilai default = 1.0); dan Gef = Faktor emisi.
Pada periode 2000 – 2014 luasan area gambut yang terbakar diestimasi berdasarkan
data hotspot MODIS dengan tingkat kepercayaan (confidence level) lebih dari 80%yang
di overlay dengan peta raster dengan 1 × 1 km grid (ukuran pixel). Hotspot yang berada
dalam pixel mewakili daerah yang terbakar sekitar 76,9% dari grid 1 × 1 km (yaitu 7.690
ha). Hal ini berlaku untuk semua pixel terlepas dari jumlah hotspot yang ada didalam
pixel tersebut (KLHK, 2016).
Sejak tahun 2015 luasan area yang terbakar ditentukan dengan metode visual, dimana
luasan area terbakar diestimasi berdasarkan data hotspot MODIS, hotspot NOAA, data
spasial laporan penanggulangan kebakaran, dan digitasi secara manual visual pada citra
landsat 8.
Massa bahan bakar yang tersedia untuk pembakaran (MB) diperkirakan dari perkalian
rata-rata kedalaman gambut terbakar (D) dan bulk density (BD) dengan mengasumsikan
bahwa gambut yang terbakar rata-rata pada kedalaman 0,33 m (Ballhorn et.al, 2009)
dan bulk density adalah 0.153 ton/m3 (Mulyani et.al., 2012). Faktor emisi (Gef) dihitung
secara tidak langsung dari kandungan karbon organic (Corg), atau setara Corgx 3,67.
Sehingga total emisi dari kebakaran lahan gambut dihitung dari perkalian luasan area
terbakar sebesar 923.1 Ton CO2e/Ha.
Kebakaran biomassa selain mengemisi gas CO2 juga mengemisi gas NO2 dan CH4, untuk
perhitungan emisi gas non CO2 juga mengikuti IPCC GL Equation 2.27 yaitu
Lfire = A*MB*Cf*Gef*10-3

E. Metodologi Sektor Limbah


Tingkat emisi GRK di sektor limbah bergantung pada jumlah sampah yang diolah,
karakteristik dan tipe pengolahannya. Emisi GRK yang dihitung juga bergantung pada
metode penghitungannya. Dalam laporan ini, sudah dilakukan perbaikan untuk
mengestimasi emisi GRK dari pengelolaan sampah di TPA yaitu dengan menggunakan
metode FOD (First Order Decay) yang merupakan perbaikan dari metode mass balance
yang digunakan pada pelaporan SNC. Selain itu nilai parameter lokal untuk komposisi
sampah dan kandungan bahan kering (dry matter content) juga telah digunakan dalam
estimasi penghitungan emisi menggunakan metode FOD. Perbaikan juga telah dilakukan
untuk estimasi emisi GRK dari limbah cair industri, untuk beberapa jenis industri sudah
menggunakan parameter yang didapatkan dari industri secara langsung seperti debit air
limbah, COD dan tipe pengolahan limbah yang digunakan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 18 -


 
2.2. METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK
2.2.1. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK
Pelaksana verifikasi capaian penurunan emisi GRK atas laporan pelaksanaan aksi mitigasi
dilakukan oleh Tim MRV yang dibentuk melalui SK Dirjen PPI Nomor SK.8/PPI-IGAS/2015
tanggal 16 Oktober 2015.
Tim MRV ini berada dibawah tanggung jawab Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan
Iklim (PPI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun Tim MRV ini terdiri
dari Tim Teknis yaitu unit kerja dibawah Dirjen PPI dan tenaga ahli. Dalam melakukan
verifikasi, tim MRV juga melibatkan tim teknis dari masing-masing sektor melalui focus
group discussion.
Adapun skema MRV Nasional adalah sebagaimana skema berikut:

Gambar 2-2. Skema MRV Nasional

2.2.2. Metodologi Perhitungan Verifikasi


A. Metodologi Umum
Dalam melakukan perhitungan verifikasi atas hasil pemantauan rencana aksi yang
disampaikan oleh masing-masing sektor, tim verifikasi yang dibentuk melalui SK Dirjen
Nomor SK.8/PPI-IGAS/2015 tanggal 16 Oktober 2015 menggunakan metodologi
sebagaimana yang diatur pada Peraturan Dirjen PPI Nomor 9 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Metodologi Penghitungan Reduksi Emisi dan/atau Peningkatan
Serapan GRK dalam kerangka Verifikasi Aksi Mitigasi dengan mengacu Peraturan Menteri
LHK Nomor P.72/Menlhk/Setjen/kum.1/12/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang
Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya Perubahan Iklim.
Pelaksanaan verifikasi atas laporan pelaksanaan aksi mitigasi dilakukan dalam beberapa
tahapan, yaitu:
1. Pembentukan tim verifikator dan penjadwalan kegiatan verifikasi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 19 -


 
2. Penyepakatan metode verifikasi oleh penanggung-jawab aksi dan verifikator, yang
meliputi:
a. Kaji dokumen (desk review)
Metode kaji dokumen dilakukan dalam dua tahap: (1) terhadap laporan
pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim yang disampaikan oleh Penanggung
Jawab Aksi kepada verifikator dalam format laporan RAN-GRK; (2) terhadap data
yang diperoleh selama wawancara dengan para Penanggung Jawab aksi.
b. Wawancara (interview)
Wawancara dilakukan terhadap unit kerja terkait. Ruang lingkup wawancara
terkait sistem manajerial, metodologi dan detil data pendukung terkait
pengukuran penurunan emisi GRK, pendanaan, sistem pemantauan, dan
dokumen penunjang aksi.
Aspek Penilaian Verifikasi meliputi:
1. Cakupan verifikasi (baseline, data aktivitas, metode pemantauan, kuantitas
penurunan emisi/naiknya serapan emisi, kesesuaian dengan rencana mitigasi, sistem
manajerial dan pendanaan)
2. Penilaian kelengkapan data (struktur pelaksana aksi mitigasi, ketersediaan SOP,
ketersediaan dokumentasi)
3. Penilaian konsistensi, transparansi data
4. Penilaian akurasi data (penelusuran sumber data aktivitas, sumber data faktor emisi
dan paramater pendukung)
Untuk aspek penilaian verifikasi point 2 s.d. 4, pada sektor non lahan (energi, IPPPU dan
limbah) telah dikembangkan mekanisme penilaian kualitas data, sebagai berikut:
Penilaian terhadap kualitas data dilakukan melalui pemberian bobot penilaian
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, dengan batasan sebagai berikut:
 Kriteria Penilaian, dimaksudkan untuk mengetahui data aktivitas, faktor emisi
maupun metodologi penghitungan yang digunakan. Kriteria penilaian disusun dalam
3 kelompok penilaian, yaitu:
Nilai 1: apabila dalam menentukan data aktivitas, faktor emisi dan metodologi
penghitungan menggunakan asumsi tanpa referensi atau tidak ada
referensi/kajian/telaahan dari tenaga ahli.
Nilai 2: apabila dalam menentukan data aktivitas, faktor emisi dan metodologi
penghitungan masih menggunakan asumsi dengan didasarkan atas
referensi/kajian/telahaan dari tenaga ahli.
Nilai 3: apabila dalam menentukan data aktivitas, faktor emisi dan metodologi
penghitungan merupakan data lapangan atau hasil pengukuran dari tenaga ahli.
 Rentang Nilai, dimaksudkan untuk mengetahui hasil penilaian terhadap kualitas
data. Rentang nilai diperoleh dari perkalian antara nilai tertinggi pada kriteria dengan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 20 -


 
skor nilai yang dicantumkan sehingga hasilnya merupakan penilaian atas kualitas data
dari nilai terendah (Jelek) sampai dengan nilai tertinggi (Baik). Adapun rentang nilai
untuk penilaian kualitas data sebagai berikut:
 0 – 25 : Jelek
 26 – 50 : Kurang
 51 – 75 : Sedang
 76 – 100 : Baik
Metoda pelaksanaan verifikasi aksi mitigasi sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Menteri LHK Nomor 72 Tahun 2017 Pasal 7 yaitu sebagai berikut:

Gambar 2-3. Proses Verifikasi Capaian Aksi Mitigasi

Pelaksanaan verifikasi capaian penurunan emisi GRK untuk masing-masing sektor


dilakukan metodologi perhitungan yang mengacu pada metodologi yang telah dibangun
pada masing-masing penanggung jawab aksi di kementerian teknis terkait, meliputi :
1. Sektor Energi
a. Sektor Energi
Metodologi perhitungan untuk sektor energi yang dikembangkan oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengikuti petunjuk dari
Pedoman Umum PEP, serta beberapa aksi mitigasi telah menggunakan
metodologi dari UNFCCC.
Direktorat Konservasi, Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
(EBTKE) telah mempublikasi buku metodologi penghitungan capaian reduksi
emisi GRK untuk aksi mitigasi yang dilaksanakan oleh Ditjen EBTKE.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 21 -


 
b. Sub-sektor Transportasi
Perhitungan Penurunan Emisi GRK menggunakan proyeksi jumlah populasi
kendaraan BaU, asumsi % penurunan berdasarkan pengalaman data di luar
negeri dan penyesuaian kondisi di Indonesia, dsb. Dengan menggunakan
parameter meliputi tingkat pengurangan emisi, wilayah pengaruh (urban/ non
urban/ nasional), jenis kendaraan yang terpengaruh (mobil, motor, bus, truk),
tahun evaluasi.
Untuk metodologi perhitungan sektor transportasi digunakan oleh Kementerian
Perhubungan pada aksi mitigasi transportasi darat khususnya untuk aksi mitigasi
pembangunan ITS, reformasi sistem transit-BRT dan penerapan pengendalian
dampak lalu lintas (TIC) pada awalnya sudah berpedoman pada Petunjuk Teknis
Pengukuran, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) Pelaksanaan RAD GRK kelompok
bidang energi yang diterbitkan Bappenas. Pada aksi mitigasi subsektor
transportasi darat lainnya yaitu pembangunan Non Motorized Transport (NMT)
mengembangkan metode sendiri. Dalam perkembangannya karena data aktivitas
dari daerah belum terkomunikasikan dengan baik, maka dilakukan perhitungan
secara agregasi nasional (bukan local-based). Hal ini menyebabkan beberapa
parameter dilakukan rata-rata secara nasional.
Untuk aksi mitigasi perkereta-apian, Kementerian Perhubungan telah
mengembangkan metode tersendiri. Metode tersebut ditetapkan oleh Ditjen
Perkereta-apian tahun 2011. Ada kajian yang mendukung perhitungan tersebut,
namun menggunakan market share pengalihan moda dari kendaraan pribadi ke
kereta api yang maksimal yaitu hampir 90%.
Sedangkan untuk aksi mitigasi yang tercakup dalam subsektor transportasi
udara, Kementerian Perhubungan mengacu pada metodologi ICAO. Sejak tahun
2013, Ditjen Perhubungan Udara menghitung reduksi emisi dengan didampingi
ICAO. Aksi mitigasi emisi GRK yang dilakukan sub sektor transportasi laut
perhitungan mengikuti metode yang dikembangkan USEPA-ITF.
c. Sub-sektor Energi di Industri
Metodologi penghitungan emisi GRK, termasuk pengkategorian data aktivitas
serta faktor emisi yang digunakan mengacu pada World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD) CSI Protokol CO2 and Energy versi 3 yang
kompatibel dengan IPCC 2006 Guidelines for National Greenhouse Gas
Inventories yang telah diakui di tingkat nasional maupun internasional
(UNFCCC).
2. Sektor IPPU
Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Petunjuk Teknis Perhitungan dan
Pelaporan emisi CO2 di industri semen, yang mengacu kepada mengacu pada World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) CSI Protokol CO2 and
Energy versi 3 yang kompatibel dengan IPCC 2006 Guidelines for National

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 22 -


 
Greenhouse Gas Inventories yang telah diakui di tingkat nasional maupun
internasional (UNFCCC).
3. Sektor Pertanian
Verifikasi sektor pertanian dilakukan terhadap aksi/kegiatan mitigasi penurunan
emisi GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi (Kementerian Pertanian).
Aksi/kegiatan mitigasi yang diverifikasi meliputi kegiatan: (1) Budidaya Padi Sawah
(SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi), (2) UPPO (Unit Penggunaan Pupuk Organik)
(3) Batamas (Biogas Ternak Asal Masyarakat). Perhitungan capaian penurunan emisi
GRK sektor kehutanan mengacu pada metode IPCC 2006 melalui pendekatan
penghitungan emisi baseline (emisi sebelum dilakukan aksi/kegiatan mitigasi)
dikurangi dengan emisi aktualnya (emisi setelah dilakukan aksi/kegiatan mitigasi).

4. Sektor Kehutanan
Verifikasi sektor kehutanan dilakukan terhadap aksi/kegiatan mitigasi penurunan
emisi GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi (Ditjen teknis lingkup KLHK
dan BRG). Aksi/kegiatan mitigasi yang diverifikasi meliputi kegiatan: (1) penurunan
deforestasi, (2) peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan,
baik di hutan alam (penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman, (3)
rehabilitasi lahan terdegradasi, (4) restorasi lahan gambut, dan (5) pengendalian
peat fire (kebakaran gambut). Perhitungan capaian penurunan emisi GRK sektor
kehutanan mengacu pada metode IPCC 2006 melalui pendekatan penghitungan
emisi baseline (emisi sebelum dilakukan aksi/kegiatan mitigasi) dikurangi dengan
emisi aktualnya (emisi setelah dilakukan aksi/kegiatan mitigasi).
5. Sektor Limbah
Perhitungan terhadap reduksi emisi GRK sektor limbah mengacu pada metode IPCC
2006, dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Penentuan baseline, adalah kondisi pada saat sebelum dilaksanakan mitigasi
(business as usual). Kondisi tanpa mitigasi pada pengelolaan limbah adalah pada
saat gas rumah kaca (karbondioksida, metan dan dinitro-oksida) dihasilkan dari
limbah, dan tidak dilakukan pemanfaatan GRK tersebut atau tidak dilakukan
pencegahan lepasnya GRK ke atmosfer.
b. aktivitas aksi mitigasi pada bidang pengelolaan limbah padat domestik dengan
pengukuran langsung dan estimasi emisi

Adapun metodologi perhitungan emisi GRK pada masing-masing sektor diuraikan


sebagai berikut:

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 23 -


 
B. Metodologi Sektor Energi
Metode penghitungan capaian reduksi emisi GRK untuk beberapa aksi mitigasi pada
Kementerian ESDM telah mengikuti pedoman penyusunan metodologi GRK yang telah
diluncurkan oleh KLHK pada tanggal 25 Oktober 2018.
Aksi mitigasi yang telah mengikuti kaidah-kaidah dalam pedoman tersebut baru pada
aksi mitigasi yang dilakukan oleh Ditjen EBTKE, sedangkan aksi mitigasi lainnya yang
dilakukan oleh Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Migas dan Ditjen Minerba masih
menggunakan metodologi penghitungan dengan asumsi yang dibangun oleh direktorat
terkait.
Aksi mitigasi yang telah mengikuti kaidah-kaidah dalam pedoman penyusunan
metodologi GRK tersebut, yaitu:
1. Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
a. Lampu Compact Fluorescent Lamp (CFL)
b. Piranti Pengkondisi Udara (Air Conditioning)
2. Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi:
a. PLTP
b. PLTMH
c. PLTM
d. PLTS
e. PLT Hybrid
f. PLT Biomassa
3. Pemanfaatan Biogas
4. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
5. Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
6. Pemanfaatan Biodiesel
7. Program konversi minyak tanah ke LPG
8. Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
a. Tenaga Surya
b. Retrofing Lampu LED
9. Fuel Switching BBM Transportasi (RON 88 ke RON 90 dan 92)

Secara detil metodologi penghitungan untuk setiap aksi mitigasi di sektor energy yaitu:
1. Penerapan Mandatori Manajemen Energi
Sistem Pelaporan Online Manajemen Energi (POME) dibangun pada tahun 2014 untuk
memfasilitasi pelaporan dari industri dengan penggunaan konsumsi energi diatas
6000 TOE. Sampai dengan tahun 2017 jumlah perusahaan padat energi (konsumsi
energi diatas 6000 TOE) yang telah melapor sebanyak 126 Perusahaan. Penginputan
data ke POME dilakukan oleh manajer energi yang tersertifikasi.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 24 -


 
Metodologi penghitungan yaitu penghitungan reduksi emisi GRK didapat dari
penghematan penggunaan energi yang merupakan emiter GRK per tahun (kWh) x
faktor emisi grid (kg CO2/kWh).

2. Peningkatan Efisiensi Peralatan Rumah Tangga


Melalui penerapan label hemat energi pada lampu swaballast berdasarkan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2014 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat
Energi untuk Lampu Swaballast.
Dalam aksi mitigasi ini, kegiatan yang dipantau dan dilaporkan adalah penggunaan
lampu hemat energi di rumah tangga. Pendekatan ini didapatkan melalui total jumlah
lampu yang dilaporkan, yaitu jumlah lampu yang diproduksi oleh perusahaan di dalam
negeri.
Metodologi penghitungan yaitu didapat dari peningkatan efisiensi lampu (watt) x jam
operasional per tahun x faktor emisi grid (kg CO2/kWh).
3. Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Melalui pembangunan PLTMH (Mikrohidro), PLTM (Minihidro), PLTS (Surya), PLT
Hybrid dan PLT Biomassa melalui penyediaan oleh Kementerian ESDM serta
pembangunan PLTP oleh swasta yang tidak masuk pasar karbon internasional
(sumber: DJEBTKE).
Metodologi penghitungan reduksi emisi GRK dengan memperhatikan:
 Jumlah jam operasional adalah 8760 jam x capacity faktor
 Capacity faktor PLTMH = 70%, PLTS = 20%, PLT Hybrid = 20%, PLT Bimoassa =
90%
Reduksi emisi didapat dari data terpasang x jumlah jam operasional per tahun x
faktor emisi jaringan ketenagalistrikan.
4. Pemanfaatan Biogas
Penghitungan reduksi emisi GRK pada aksi Pemanfaatan Biogas didapatkan dari
pengurangan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan konversi minyak tanah
(baseline) ke biogas.
Metodologi penghitungan yaitu volume digester biogas x rasio substitusi minyak tanah
oleh biogas x efisiensi digester.
Emisi mitigasi: leakage (kebocoran), dianggap sekitar 10% dari emisi baseline (Data
Aktivitas x Faktor Emisi)
5. Penggunaan Gas Alam sebagai Bahan Bakar Kendaraan Umum Perkotaan
 Penghitungan reduksi emisi GRK didapat dari:
 emisi gasoline – emisi gas alam (CNG/compressed natural gas).
 Emisi gas alam = konsumsi gas alam x faktor emisi
 Emisi gasoline = konsumsi setara gasoline x faktor emisi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 25 -


 
6. Pemanfaatan Biodiesel
Melalui implementasi mandatori pemanfaatan biodiesel oleh Pertamina (sumber:
DJEBTKE).
Reduksi emisi GRK dari pemanfaatan Biodiesel, dalam pelaporan tidak bias
diakumulasikan antara tahun pelaporan dan tahun sebelumnya. Hal ini karena
biodiesel habis digunakan pada tahun pelaporan, berbeda dengan Biogas yang masih
menghasilkan Biogas setiap tahun.
Metodologi penghitungan yaitu data pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN, kL) x
faktor emisi baseline (diesel dan solar).
7. Reklamasi Pasca Tambang
Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerba menggunakan faktor emisi tier 2 IPCC
Guidelines 2006 yang diperoleh melalui kajian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM
pada tahun 2010.
Berdasarkan referensi “Kajian Investigasi dan Mitigasi GRK pada Kegiatan
Pertambangan” tahun 2010 oleh PT Nakarya Sembada, bahwa faktor serapan emisi
dari daerah reklamasi adalah 37,6 Ton CO2/Ha, dari area reklamasi yang berumur 1
tahun dengan jenis tanaman pioner (sengon, trembesi, gamal, jabon, dll).
Estimasi penyerapan ini dilakukan secara linier di mana faktor emisi dianggap sama
di tahun-tahun pengamatan dengan data yang tersedia, meskipun serapan karbon
senantiasa berubah di tahun berikutnya karena dipengaruhi faktor-faktor eksternal
maupun internal.
Metodologi penghitungan yaitu luas lahan yang efektif reklamasi sebagai hutan untuk
serapan karbon x faktor emisi (rata-rata serapan tahunan dalam satuan ton CO2e/Ha.
Dari hasil akurasi data, maka aksi mitigasi Reklamasi Pasca Tambang akan dihitung
untuk capaian reduksi emisi GRK di sektor kehutanan.
8. Ketenagalistrikan
Meliputi Pembangunan PLTA, Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit
Listrik dan Penggunaan Cogenaration pada Pembangkit Listrik.
Metodologi penghitungan yaitu:
 Pembangunan PLTA : produksi listrik tahunan x faktor emisi pembangkitan pada
lokasi
 PLTU CCT : penghematan batubara x faktor emisi batubara x NCV (nilai kalor
batubara)
9. Program Konversi Minyak Tanah ke LPG
Melalui realisasi penggunaan tabung LPG 3 kg di seluruh Indonesia.
Metodologi penghitungan didapatkan melalui Emisi minyak tanah – Emisi LPG
Emisi LPG : konsumsi LPG x faktor emisi
Emisi Minyak Tanah = konsumsi setara minyak tanah x faktor emisi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 26 -


 
10. Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas (PJU Cerdas)
Melalui realisasi penggunaan tabung LPG 3 kg di seluruh Indonesia.
Metodogi penghitungan didapatkan melalui:
- Mitigasi : selisih produksi x faktor emisi listrik
- Selisih produksi listrik : jumlah unit x (daya lampu terpasang baru-daya
lampu terpasang lama) x lama pemakaian setahun x loses

Untuk sub-sektor transportasi yaitu:


1. Transportasi Darat
a. Mendorong Pembinaan dan Pengembangan Sistem Transit – Bus Transit (BRT)
Metodologi penghitungan didapat dari: Jumlah Penurunan Emisi GRK dari BRT
yaitu jumlah bus untuk BRT x faktor konversi x jumlah tahun program)/jumlah
angkutan umum x faktor emisi CO2
b. Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di Jalan Nasional
(Area Traffic Control System / ATCS)
Metodologi Perhitungan Penurunan Emisi GRK dengan cara: rata2 konsumsi
bahan bakar sebelum penerapan ITS – rata2 konsumsi bahan bakar sesudah
penerapan ITS) x (faktor emisi x total trip per tahun) / 1000
c. Penggunaan Solar Cell pada PJU
Reduksi Emisi dihitung dari: jumlah PJU per wilayah x nilai energi 1 lampu x jam
operasi per tahun x faktor emisi
2. Transportasi Laut
a. Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Solar Cell
pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP))
Metode perhitungan penurunan emisi GRK yaitu penggunaan BBM SBNP x faktor
emisi
b. Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis)
Metode perhitungan penurunan emisi GRK yaitu rata-rata daya Genset x Load
Factor x FE CO2 x jam operasi setahun
3. Transportasi Udara
Metodologi penghitungan pada transportasi udara mengacu pada “ICAO Calculator”
4. Transportasi Kereta Api
Akurasi data untuk aksi mitigasi transportasi kereta api sama baik untuk jalur ganda
lintas utara Jawa, KA Perkotaan Jabodetabek maupun jalur KA Trans Sumatera, yaitu
sebagai berikut:
 Metode pendekatan: shifting
 Rumus yang digunakan untuk menghitungan penurunan emisi GRK:

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 27 -


 
 Indikasi pengurangan emisi kendaraan bermotor oleh KA = Jumlah emisi
kendaraan bermotor yang direduksi dengan KA – Jumlah emisi yang dihasilkan
oleh KA
 Asumsi yang digunakan:
 Jumlah penumpang yang melewati/rute (q) dihitung dengan mengalikan prediksi
jumlah penumpang tahunan dengan load factor sebesar 0,7. Load factor sebesar
0,7 diperoleh dari rata-rata tingkat okupansi penumpang sebesar 60-80% yang
merupakan hasil Studi Perhitungan Load Factor Kereta Api Ekonomi Nasional
(2009) yang menggambarkan tingkat okupansi penumpang sebesar 70%.
 Panjang rata-rata perjalanan (p) diperoleh dengan mengalikan panjang lintasan
dengan 0.5. Nilai 0.5 diambil dengan mengasumsikan hanya 50% dari jumlah
penumpang yang menjalani lintasan program/proyek tersebut.
 Proporsi pengguna kendaraan bermotor yang menggunakan KA (emisi yang
direduksi dengan KA) adalah truk=0.2; bus=0.2; mobil=0.2; sepeda motor=0.4.

Sedangkan untuk sub-sektor energy di industry pada aksi mitigasi Pemanfaatan Bahan
Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi, metodologi penghitungan yang digunakan yaitu:
a. Perhitungan baseline per aksi per tahun dilakukan dengan cara :
 Memperhatikan nilai Emission Intensity Fuel Component (Ton CO2/TJ):
280,64
 Emission Fuel Component pada Baseline Industri:
Data Aktivitas (Produksi Cementitius) x Faktor Emisi (Emission
Intensity Fuel Component)
b. Perhitungan Inventory per aksi per tahun dilakukan dengan:
c. Memperhatikan nilai Emission Intensity Fuel Component (Ton CO2/TJ) yang
ditentukan oleh industri dan berubah setiap tahun.
d. Emission Fuel Component pada Inventory:
Data Aktivitas (Produksi Cementitius) x Faktor Emisi (Emission Intensity
Fuel Component)
e. Perhitungan Reduksi Emisi GRK dilakukan dengan :
Baseline – Inventory = Reduksi (Ton CO2e)

Dalam proses verifikasi mempertimbangkan pemutakhiran data pendukung detil pada


pengukuran reduksi emisi GRK untuk menyesuaikan dengan informasi valid yang
tersedia pada dan untuk tahun pengamatan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 28 -


 
C. Metodologi Sektor Pertanian
1. Budidaya Padi Sawah (SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi)
Data aktivitas yang digunakan dalam kegiatan budidaya padi sawah adalah:
 Luas panen
 Varietas dan umur budidaya padi
 Pengelolaan air selama budidaya padi sawah
 Jenis dan jumlah bahan organik yang dikembalikan ke lahan sawah
 Jenis tanah

Emisi metane dihitung dengan rumus sebagai berikut:

CH4 rice = A x t x (Efc x SFw x Sfo x SFr x SFs) x 10-6

Dimana:
CH4 rice : Emisi metane dari budidaya padi sawah
A : Luas panen padi sawah
T : Lama budidaya padi sawah untuk kondisi, hari
Efc : Faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan
penggenangan terus menerus dan tanpa pengembalian bahan
organik
SFw : Faktor skala yang menjelaskan pengelolaan air selama
periode budi daya
Sfo : Faktor skala yang menjelaskan jneis dan jumlah
pengembalian bahan organik yang diterapkan pada periode
budidaya padi sawah
SFr : Faktor skala varietas padi sawah
SFs : Faktor skala jenis tanah.

2. UPPO (Unit Penggunaan Pupuk Organik)


Aksi mitigasi UPPO dihitung dengan mengaplikasikan pupuk organik dan pupuk
subsidi dengan asumsi pemupukan dilakukan sebesar 5 ton pupuk organik dan pupuk
subsidi setiap Ha lahan. Besarnya penurunuan emisi dari aksi mitigasi dilakukan
dengan rumus:

C tanah = A X SOC x F LU X F mg x F1.

C tanah : Jumlah penambahan carbon dalam tanah


A : Luas lahan dengan penambahan pupuk
SOC Ref : Karbon tanah sebesar 47 ton C/Ha
F LU : faktor untuk long term management cultivated sebesar 0.48
F mg : Skala full tillage sebesar 1
F1. : High with manure sebesar 1,44

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 29 -


 
Penurunan emisi dihitung dengan menghitung perbedaan antara aksi mitigasi
dengan baseline dibagi 20 tahun. Selanjutnya dilakukan konversi satuan menjadi
Juta Ton CO2e dengan menggunakan Global Warming Potential yang hasil akhirnya
berupa CO2e.

Data aktivitas yang diperlukan untuk menghitung emisi dari aplikasi pupuk organik
adalah:
 Jumlah pupuk urea yang digunakan sebelum aksi (baseline) dan sesudah aksi
mitagasi dalam ton
 Jumlah pupuk organik yang digunakan, dalam ton
 Dosis pupuk urea dan pupuk organik, dalam ton/ha.

3. Batamas (Biogas Ternak Asal Masyarakat)


Verifikasi terhadap aksi mitigasi Batamas dilakukan dengan menghitung emisi
metane dari pemanfaatan kotoran ternak untuk menghasilkan biogas dengan
mengalikan jumlah kotoran ternak dengan faktor emisi dengan rumus:

CH4 ternak = P ternak x % pembuangan x FE ternak.

Dimana:
CH4 ternak : Emisi GRK dari kotoran ternak kg CH4/tahun
P ternak : Populasi ternak
% : Persentase populasi ternak yang kotorannya
pembuangan dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dalam
kegiatan mitigasi (%)
FE ternak : Faktor emisi CH4 kotoran ternak (kg CH4/ekor/tahun)

D. Metodologi Sektor Kehutanan


1. Penurunan deforestasi
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan penurunan deforestasi
dilakukan melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan tingkat
rujukan emisi hutan (TREH/FREL) dari deforestasi dengan emisi aktual dari
deforestasi yang terjadi pada tahun berjalan.
2. Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan
alam (penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman.
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan peningkatan penerapan prinsip
pengelolaan hutan berkelanjutan dilakukan melalui pendekatan penghitungan
dengan cara pengurangan tingkat rujukan emisi hutan (TREH/FREL) dari
degradasi hutan dengan emisi aktual dari degradasi hutan yang terjadi pada
tahun berjalan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 30 -


 
3. Rehabilitasi lahan terdegradasi
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan rehabilitasi lahan terdegradasi
dilakukan melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan emisi dari
tutupan lahan nonhutan yang menjadi hutan dengan emisi aktual dari tutupan
lahan berupa hutan yang berasal dari nonhutan pada tahun berjalan.
4. Restorasi lahan gambut
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan restorasi lahan gambut
dilakukan melalui pendekatan penghitungan dengan cara pengurangan tingkat
rujukan emisi hutan (TREH/FREL) dari dekomposisi gambut (peat decomposition)
dengan emisi aktual dari dekomposisi gambut (peat decomposition) pada tahun
berjalan.
5. Pengendalian peat fire (kebakaran gambut)
Verifikasi capaian penurunan emisi dari kegiatan pengendalian peat fire
(kebakaran gambut) dilakukan melalui pendekatan penghitungan emisi baseline
dari peat fire (kebakaran gambut) dengan emisi aktual dari dari peat fire
(kebakaran gambut) pada tahun berjalan.

E. Metodologi Sektor Limbah

Prinsip dasar perhitungan reduksi emisi dan/atau peningkatan serapan GRK


adalah sebagai berikut:
a. Reduksi emisi GRK dihitung sebagai selisih antara jumlah emisi GRK sebelum adanya
aksi mitigasi (emisi baseline) dan jumlah emisi sesudah adanya aksi mitigasi (emisi
aksi).
b. Untuk aksi mitigasi yang meningkatkan serapan GRK, hasil aksi mitigasi adalah
peningkatan serapan (PS) atau selisih antara jumlah serapan GRK setelah adanya
aksi mitigasi (serapan aksi) dan jumlah serapan sebelum adanya aksi mitigasi
(serapan baseline).
Secara lebih detil, berikut diuraikan metodologi penghitungan reduksi emisi GRK untuk
proses verifikasi pada aksi mitigasi tiap sub sektor limbah:
(i) Sub sektor limbah padat domestik
Baseline pada aksi mitigasi pada sub sektor limbah padat domestic ini adalah emisi
GRK dari pengelolaan limbah padat domestik di TPA dalam satuan Ton CO2e di tahun
berjalan sampai dengan 2030.

Data aktivitas baseline:


Berat sampah masuk ke TPA (ton/thn), komposisi sampah dan dry matter content
di TPA menggunakan data nasional, jumlah sampah yang dibakar (open burning),
jumlah sampah yang tidak terkelola.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 31 -


Data aktivitas mitigasi:
1. Kelompok aksi reduksi emisi GRK:
Berat sampah masuk ke TPA (ton/thn), komposisi sampah di TPA menggunakan
data nasional, volume LFG yang dimanfaatkan (dibakar/flaring, pembangkit listrik,
sambungan rumah tangga/SRT).
2. Kelompok aksi methane avoidance (pencegahan pembentukan gas metan):
Jumlah sampah masuk TPA (ton/tahun), jumlah sampah yang dikomposkan
(ton/tahun) atau (kg/tahun), jumlah sampah kertas yang didaur ulang, volume LFG
yang masuk pembangkit listrik, berat sampah yang dijadikan RDF (ton/thn)

Emisi baseline – emisi setelah mitigasi

Emisi baseline:
Berat sampah masuk TPA x komposisi sampah di TPA x dry matter content x
parameter default IPCC

Emisi setelah mitigasi :


Kelompok aksi reduksi emisi GRK :
[Berat sampah masuk TPA x komposisi sampah di TPA x dry matter content x
parameter default IPCC] - volume LFG yang dimanfaatkan

Kelompok aksi methane avoidance:


a. 3R (kertas);
Berat sampah kertas yang didaur ulang x komposisi sampah kertas di TPA x dry
matter content kertas x parameter default IPCC
b. Komposting;
Emisi GRK dari proses komposting + [Berat sampah organik yang dikomposkan x
komposisi sampah organik di TPA x dry matter content sampah organik x parameter
default IPCC 2006]
Catatan: sampah organik terdiri dari sisa makanan dan sampah taman
c. PLTSA
Reduksi gas metan per Kwh listrik (14 MW per 1000 ton sampah) yang dihasilkan
(dengan asumsi komposisi gas metan di LFG 50% dan heating value LFG 1.500
kkal/kg (low heating value). Emisi mitigasi = (ukur langsung volume LFG di meter
gas ke power plant x % CH4) + (LFG di meter ukur flaring x % CH4) + (produksi
listrik netto x EF listrik grid)
Catatan: sampah organic terdiri dari sisa makanan dan sampah taman

d. RDF
Project emission = insinerasi sampah + pemakaian listrik sendiri + PS impor (grid)
+ fuel untuk genset.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 32 -


 
Emisi mitigasi = BAU (unmanaged deep + konsumsi listrik impor) – [(produksi listrik
netto x EF listrik grid) - project emission]

(ii) Sub sektor limbah padat industri


Data aktivitas mitigasi: Volume lumpur yang ditangani (dikeluarkan dari unit IPAL),
Berat limbah padat yang dipakai untuk bahan bakar (ton/tahun), Berat lumpur yang
dikomposkan

Emisi baseline: Emisi dari sludge anaerobik (MCF 0,8)


Emisi setelah mitigasi: Emisi dari sludge yang aerobik

 Penanganan lumpur dari IPAL industri Catatan: Apabila lumpur digunakan


sebagai bahan bakar maka terdapat emisi dari pembakaran biomassa dan
bahan bakar yang digunakan untuk pengeringan
 Pemanfaatan limbah padat industri (biomass solid waste) sebagai bahan bakar
alternative
 Pemanfaatan lumpur sebagai kompos

(iii) Sub sektor limbah cair domestik


Baseline sektor: Emisi GRK dari pengelolaan limbah cair domestik dalam satuan
Ton CO2e di tahun berjalan sampai dengan 2030

Data aktivitas baseline: Jumlah penduduk, laju BOD per kapita (kg
BOD/orang/tahun), konsumsi protein (kg protein/orang/tahun), % penggunaan
tangki septik dan non tangki septik di tingkat desa dan perkotaan

Data aktivitas mitigasi: Jumlah penduduk, laju BOD per kapita (kg
BOD/orang/tahun), konsumsi protein (kg protein/orang/tahun), % penggunaan
tangki septik dan non tangki septik di tingkat desa dan perkotaan, volume gas CH4
yang dimanfaatkan (dibakar/flaring, pembangkit listrik, sambungan rumah
tangga/SRT)

Emisi baseline: [Jumlah penduduk x laju BOD per kapita x fraksi jenis pengolah
limbah x faktor emisi] + [Jumlah penduduk x konsumsi protein per kapita x
parameter default IPCC 2006 x faktor emisi]

Emisi setelah mitigasi: [Jumlah penduduk x laju BOD per kapita x fraksi jenis
pengolah limbah x faktor emisi] – volume gas CH4 yang dimanfaatkan + [Jumlah
penduduk x konsumsi protein per kapita x parameter default IPCC 2006 x faktor
emisi]

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 33 -


 
Asumsi:
Untuk penduduk pedesaan penggunaan tangki septic 52% dan non tangki septic
48%; Untuk penduduk perkotaan penggunaan tangki septic 79% dan non tangki
septic 21%.

(iv) Sub sektor limbah cair industri


Baseline kegiatan: Emisi GRK dari pengelolaan limbah cair industri dalam satuan Ton
CO2e di tahun berjalan sampai dengan 2030.
Data aktivitas baseline: Total Produksi (ton/tahun), Nilai COD INLET & Outlet (mg/l),
Debit air limbah (liter/hari)
Data aktivitas mitigasi: Biodigester POME untuk pembangkit listrik maupun suplai
panas industri dengan kapasitas ekivalen = ... MWe
Sludge yang dimanfaatkan (ton/tahun) untuk: i) kompos, ii) bahan bakar di boiler,
iii) bahan baku

Emisi baseline – emisi setelah mitigasi

Emisi baseline:
- Limbah cair POME: Emisi tanpa pemanfaatan biogas POME
- Limbah cair pulp paper: Emisi dari sludge yang tidak termanfaatkan (asumsi
baseline: i) sludge di-landfillkan, ii) sludge diolah di IPAL sludge)

Emisi setelah mitigasi:


- Biogas POME: Emisi setelah pemanfaatan biogas POME untuk bahan bakar
alternative.
- Limbah cair pulp paper: Pemanfaatan IPAL sludge (contoh: kompos, bahan
bakar, bahan baku)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 34 -


 
BAB III
HASIL INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

3.1. PROFIL EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) NASIONAL

Hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca (GRK) nasional menunjukkan tingkat
emisi GRK di tahun 2017 adalah 1.150.772 Gg CO2e, meningkat sebesar 124.879 Gg
CO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000. Untuk emisi pada tahun 2017 masing-masing
kategori/sektor, adalah sebagai berikut:
1. Energi, sebesar 558.890 Gg CO2e
2. Proses Industri dan Penggunaan Produk, sebesar 55.395 Gg CO2e
3. Pertanian, sebesar 121.686 Gg CO2e
4. Kehutanan dan Kebakaran Gambut, sebesar 294.611 Gg CO2e.
5. Limbah, sebesar 120.191 Gg CO2e

Profil emisi GRK selama periode 2000-2017 secara lebih lengkap digambarkan pada
grafik pada Gambar 3-1 di bawah ini.

Gambar 3-1. Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 2000-2017, terjadi
lonjakan emisi GRK Nasional pada tahun 2015 yang sebagian besar disebabkan emisi
pada kebakaran gambut (peat fire). Kategori FOLU dan kebakaran gambut menyumbang
emisi sebesar 1.569.064 Gg CO2e (terdiri dari 766.194 Gg CO2e dari FOLU dan 802.870
Gg CO2e dari kebakaran gambut) dari total emisi pada tahun tersebut sebesar 2.372.559

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 35 -


 
Gg CO2e. Sedangkan pada tahun 2017, emisi dari FOLU dan kebakaran gambut dapat
ditekan masing-masing menjadi 282.098 Gg CO2e dan 12.513 Gg CO2e. Sedangkan emisi
pada sektor lainnya pada tahun 2016 dan 2017 mengalami perubahan
(peningkatan/penurunan) yang deltanya tidak terlalu besar terhadap total emisi pada
tahun dimaksud, sebagaimana tergambar pada grafik di bawah ini.
900,000

800,000

700,000

600,000
Em issio n (G g C O2 e )

500,000

400,000

300,000

200,000

100,000


2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Energy 317,609 341,919 349,485 378,050 380,434 376,988 386,100 402,989 391,784 405,653 453,235 507,357 540,419 496,030 531,142 536,306 538,025 558,890
IPPU (all gases) 42,883 48,269 41,688 41,402 43,146 42,296 38,641 35,919 36,499 37,546 36,033 35,910 40,078 39,110 47,489 49,297 55,307 55,395
Agriculture 95,201 94,134 93,856 94,863 96,586 98,492 97,828 101,487 98,659 102,956 104,501 103,161 106,777 106,814 107,319 111,830 116,690 121,686
Waste 64,832 67,602 70,063 73,061 75,225 77,216 82,578 83,933 85,023 89,326 87,669 91,853 95,530 100,515 102,834 106,061 112,351 120,191
Total 520,525 551,924 555,092 587,376 595,391 594,992 605,147 624,329 611,964 635,482 681,438 738,281 782,803 742,469 788,784 803,495 822,373 856,161

Gambar 3-2. Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017 (Tanpa Kehutanan
dan Kebakaran Gambut)

Emisi GRK Nasional secara detail pada masing-masing kategori/sektor dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini.

Tabel 3-1. Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017


Energi IPPU Pertanian FOLU Peat Fire Limbah Total
Tahun
(Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e)
2000 317.609 42.882,56 95.201 343.797 161.571 64.832 1.025.893
2001 341.919 48.269,11 94.134 329.243 50.885 67.602 932.053
2002 349.485 41.688,16 93.856 373.189 301.753 70.063 1.230.034
2003 378.050 41.402,45 94.863 328.958 132.075 73.061 1.048.410
2004 380.434 43.145,65 96.586 475.851 232.018 75.225 1.303.260
2005 376.988 42.296,03 98.492 439.638 258.887 77.216 1.293.516
2006 386.100 38.641,24 97.828 479.246 510.710 82.578 1.595.103
2007 402.989 35.919,48 101.487 553.803 62.747 83.933 1.240.878
2008 391.784 36.498,63 98.659 513.712 81.744 85.023 1.207.420
2009 405.653 37.546,31 102.956 620.566 299.920 89.326 1.555.967
2010 453.235 36.032,83 104.501 383.405 51.383 87.669 1.116.226
2011 507.357 35.910,40 103.161 427.310 189.026 91.853 1.354.617
2012 540.419 40.077,58 106.777 487.928 207.050 95.530 1.477.781
2013 496.030 39.109,53 106.814 402.252 205.076 100.515 1.349.797
2014 531.142 47.488,95 107.319 480.033 499.389 102.834 1.768.206

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 36 -


 
Energi IPPU Pertanian FOLU Peat Fire Limbah Total
Tahun
(Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e)
2015 536.306 49.297,37 111.830 766.194 802.870 106.061 2.372.559
2016 538.025 55.307,45 116.690 545.181 90.267 112.351 1.457.821
2017 558.890 55.394,51 121.686 282.098 12.513 120.191 1.150.772

Pada tahun 2017, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi GRK
nasional adalah sektor Energi (48%), diikuti oleh sektor kehutanan dan kebakaran
gambut (26%) dan pertanian (11%), sebagaimana Gambar 3-3 (a). Sebaran kontribusi
pada tahun 2017 menunjukkan pergeseran yang signifikan dibandingkan dengan
kontribusi sektoral pada tahun-tahun sebelumnya. Gambar 3-3 (b) dan Gambar 3-3 (c)
menunjukkan bahwa kecenderungan setiap tahun sektor kehutanan dan kebakaran
gambut merupakan sektor penyumbang emisi terbesar terhadap emisi GRK Nasional
yang cenderung mencapai atau melebihi 50% dari total emisi nasional. Pada tahun 2015
dan 2016 berturut-turut sektor kehutanan dan kebakaran gambut menyumbang emisi
sebesar 66% dan 43%. Dengan demikian, pada tahun 2017 terjadi penurunan emisi
sektor kehutanan dan kebakaran gambut yang sangat signifikan.

Tahun 2017

Tahun 2016 Tahun 2015

Gambar 3-3. Kontribusi Emisi GRK Sektoral Terhadap Emisi GRK Nasional

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 37 -


 
Analisis Kategori Kunci
Analisis kategori kunci (key category analysis) yang dilakukan terhadap sub kategori
berdasarkan IPCC 2006, diperoleh hasil sebagaimana Tabel 3-2. Terdapat 19 subkategori
emisi/serapan yang menjadi kunci utama dan menyumbang hingga 95% dari total emisi
dan serapan GRK.

Tabel 3-2. Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (Dengan FOLU dan Kebakaran
Gambut)
Emisi Emisi
(Gg CO2e) Absolut Level/
No. Kode Kategori (Gg CO2e) Rank Kumulatif

1 Other Peat Decomposition 358,851.28 358,851.28 17.26% 17.26%

2 3B1a Forest Remaining Forest (337,833.89) 337,833.89 16.25% 33.50%

3 3B2b Non-Cropland to Cropland 302,293.56 302,293.56 14.54% 48.04%


4 1.A.1 Energy Industries 258,041.30 258,041.30 12.41% 60.45%
5 1.A.3 Transportation 147,229.53 147,229.53 7.08% 67.53%

6 3B3b Non-Grassland to Grassland (124,470.16) 124,470.16 5.99% 73.51%


Manufacturing Industries and 77.58%
1.A.2
7 Construction 84,578.12 84,578.12 4.07%
8 3B6b Non-Otherland to Otherland 60,621.37 60,621.37 2.92% 80.50%
Industrial Wastewater
9 4D2 Treatment and Discharge 55,145.60 55,145.60 2.65% 83.15%
10 3C7 Rice Cultivation 42,835.00 42,835.00 2.06% 85.21%
Unmanaged Solid Waste
11 4A2 Disposal 36,905.10 36,905.10 1.77% 86.98%
12 3C4 Direct N2O Soils 35,992.16 35,992.16 1.73% 88.71%
13 1.A.4.b Residential 34,862.65 34,862.65 1.68% 90.39%
14 2.A.1 Cement 29,092.28 29,092.28 1.40% 91.79%
Domestic Wastewater
15 4D1 Treatment and Discharge 22,830.92 22,830.92 1.10% 92.89%
16 1.B.2 Oil and Natural Gas 19,911.68 19,911.68 0.96% 93.85%
17 3B5b Non-Settlement to Settlement 19,015.55 19,015.55 0.91% 93.80%
18 3A1 Enteric fermentation 13,790.81 13,790.81 0.66% 94.47%
19 Other Peat Fire 12,512.62 12,512.62 0.60% 95.07%

Meskipun sektor energi secara total menyumbang sebagian besar (48%) emisi pada
tahun 2017, namun besaran absolute GRK baik yang dilepas atau diserap sebagian besar
dari subkategori sektor FOLU. Dalam hal ini, dekomposisi gambut dan perubahan
tutupan lahan dari non cropland to cropland menyumbang emisi GRK masing-masing
17.26% dan 14.54% dari total emisi nasional, namun terdapat serapan pada lahan hutan
sebesar 16.25% dan lahan padang rumput sebesar 5.99%. Sedangkan pada sektor
energi, subkategori penyumbang emisi terbesar adalah industri energi (termasuk
didalamnya pembangkitan listrik), yakni sebesar 12.41% dari total emisi dan serapan
nasional.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 38 -


 
Terdapat 19 subkategori yang menyumbang 95% emisi dan serapan GRK pada tahun
2017 yang selanjutnya disebut sebagai kategori kunci, dengan 5 subkategori terbesar
secara berturut-turut meliputi emisi pada dekomposisi gambut, serapan pada lahan
hutan, emisi pada lahan pertanian, emisi pada industri energi, dan emisi akibat
transportasi. Dengan mengetahui kategori kunci emisi/serapan GRK ini, maka
subkategori inilah yang selanjutnya dijadikan sasaran dalam upaya reduksi emisi, baik
dengan mengurangi emisi maupun dengan meningkatkan serapan GRK.
Analisis kategori kunci juga dilakukan terhadap sektor selain FOLU dan kebakaran
gambut, dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 3-3. Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (tanpa FOLU dan kebakaran
gambut)
No. Kode Kategori Emisi Emisi Absolut Level/ Kumulatif
(Gg CO2e) (Gg CO2e) Rank
1 1.A.1 Energy Industries 258,041 258,041 30.14% 30.14%
2 1.A.3 Transportation 147,230 147,230 17.20% 47.34%
3 1.A.2 Manufacturing 84,578 84,578 9.88% 57.21%
Industries and
Construction
4 4D2 Industrial Wastewater 55,146 55,146 6.44% 63.66%
Treatment and
Discharge
5 3C7 Rice Cultivation (3C7) 42,835 42,835 5.00% 68.66%
6 4A2 Unmanaged Solid 36,905 36,905 4.31% 72.97%
Waste Disposal
7 3C4 Direct N2O Soils (3C4) 35,992 35,992 4.20% 77.17%
8 1.A.4.b Residential 34,863 34,863 4.07% 81.25%
9 2.A.1 Cement 29,092 29,092 3.40% 84.64%
10 4D1 Domestic Wastewater 22,831 22,831 2.67% 87.31%
Treatment and
Discharge
11 1.B.2 Oil and Natural Gas 19,912 19,912 2.33% 89.64%
12 3A1 Enteric fermentation 13,791 13,791 1.61% 91.25%
(3A1)
13 3C5 Indirect N2O Soils (3C5) 9,499 9,499 1.11% 92.36%
14 1.A.5 Non Specified 9,095 9,095 1.06% 93.42%
15 2.C.1 Iron and Steel 8,196 8,196 0.96% 94.38%
16 2.B.1 Ammonia 6,962 6,962 0.81% 95.19%

Terdapat 16 subkategori emisi yang menjadi kunci utama dan menyumbang hingga 95%
dari total emisi GRK selain sektor FOLU dan kebakaran gambut, dengan 5 subkategori
terbesar secara berturut-turut meliputi meliputi emisi pada industri energi, transportasi,
penggunaan energi di industri, limbah cair industri, dan budidaya sawah.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 39 -


 
3.2. PROFIL EMISI SEKTORAL
Bab ini membahas rangkuman Inventarisasi GRK Nasional Indonesia tahun 2017.
Inventarisasi GRK Nasional mencakup rincian emisi antropogenik berdasarkan sumber
dan resapan, yang dihitung menggunakan IPCC 2006 Guidelines (Gambar 3-4).
Inventarisasi GRK nasional mencakup sektor-sektor sebagai berikut: (a) energi, (b)
proses industri dan penggunaan produk, (c) pertanian, kehutanan dan penggunaan
lahan lainnya; dan (d) limbah.
1. Energy
2. Industrial Processes and Product Use (IPPU)

GHG Sources 3. Agriculture, Forestry, and Other Land Use (AFOLU)


4. Waste
5. Other

Gambar 3-4. Kategori Utama Sumber Emisi GRK

3.2.1 Sektor Energi

A. Kategori Sumber Emisi GRK dari Sektor Energi

Kegiatan Pengadaan dan Penggunaan Energi merupakan salah satu sektor penting
dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK). Cakupan inventarisasi sektor energi
meliputi kegiatan pengadaan/penyediaan energi dan penggunaan energi.
Pengadaan/penyediaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer (misal minyak mentah,
batubara);
2. Konversi energi primer menjadi energi sekunder yaitu energi yang siap pakai
(konversi minyak mentah menjadi BBM di kilang minyak, konversi batubara menjadi
tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik), dan
3. Kegiatan penyaluran dan distribusi energi.
Adapun penggunaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan bakar untuk peralatan tidak bergerak atau stasioner (di industri,
komersial, dan rumah tangga), dan
2. Peralatan yang bergerak (transportasi).

Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, sumber emisi sektor energi dikelompokkan ke dalam
tiga kategori, yaitu (a) pembakaran bahan bakar, (b) emisi fugitif dari produksi bahan
bakar, dan (c) kegiatan transportasi, injeksi, dan penyimpanan CO2 (terkait Carbon
Capture Storage-CCS). Oleh karena kegiatan CCS belum dilaksanakan di Indonesia,
hanya 2 sumber emisi (poin a dan b) saja yang dibahas dalam laporan ini. Ruang lingkup
sumber emisi GRK dari sektor energi dapat dilihat pada Gambar 3-5.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 40 -


 
1A. Fuel Combus on
Energy 1B. Fugi ve emissions from fuels produc on
1C. CO2 Transport and Storage (related to CCS)

Gambar 3-5. Sumber Emisi GRK Dari Sektor Energi

1. Pembakaran Bahan Bakar

Emisi GRK yang berasal dari pembakaran bahan bakar termasuk emisi yang dihasilkan
oleh industri energi, manufaktur, industri (tidak termasuk konstruksi), transportasi, dan
sumber-sumber lainnya seperti rumah tangga, komersial, dan ACM (Agriculture,
Construction, and Mining), sebagaimana Gambar 3-6. Pembakaran bahan bakar dari
konstruksi tercakup di dalam sub sektor ACM (1A4 Other Sources). Pada sub sektor ACM
untuk pelaporan ini masih belum dapat dilakukan disagregasi data untuk masing-masing
komponen sub sektor tersebut, dan menjadi bagian dari rencana perbaikan jangka
panjang.

1A1 Energy Industry


1A2 Manufacturing Industry and Construc on
Fuel Combus on
1A3 Transporta on
1A4 Other Sources: residen al, commerce, ACM

Gambar 3-6. Sub Kategori Sumber Emisi GRK Dari Kategori Pembakaran
Bahan Bakar

Pembakaran Bahan Bakar di Industri Energi

Emisi GRK dari kategori ini mencakup semua emisi yang dihasilkan selama pembakaran
bahan bakar pada produksi listrik dan panas, industri minyak bumi, dan manufaktur
bahan bakar padat. Produksi listrik termasuk listrik yang dihasilkan oleh PLN, pembangkit
listrik mandiri, dan pembangkit listrik swasta. Emisi GRK yang berasal dari produksi
panas dan gabungan panas dan listrik, dimana biasanya terjadi di industri, sudah
dihitung sebagai emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada industri manufaktur.
Industri minyak bumi mencakup industri hulu migas, penyulingan minyak, produksi LNG
dan LPG.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 41 -


 
1A1a Electricity and Heat Produc on
Fuel Combus on in
1A1b Oil and Gas Industry (upstream produc on, oil
Energy Industry/
refining, LNG liquefac on, LPG produc on)
Producers
1A1c Manufacture of Solid Fuels

1A1ai Electricity Genera on (PLN, IPP, Cap ve)


1A1a Electricity and 1A1aii Combined Heat & Power (CHP)
Heat Produc on 1A1aiii Heat Plant

Gambar 3-7. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Di
Industri Energi

Pembakaran Bahan Bakar di Industri Manufaktur

Industri manufaktur mencakup semua jenis industri yang diketahui menggunakan


pembakaran bahan bakar sebagai sumber energinya. Sebetulnya hampir semua industri
masuk di dalam kategori ini. Di Indonesia, data konsumsi bahan bakar industri
dikumpulkan dari data penjualan bahan bakar ke industri-industri tersebut, dimana
merupakan data agregat. Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar di industri
manufaktur dihitung dari agregat data konsumsi bahan bakar tersebut. Hal yang perlu
menjadi catatan adalah emisi GRK dan pembakaran bahan bakar pada pertambangan
mineral dimasukkan ke dalam kategori ini. Bagaimanapun, GRK dari pembakaran bahan
bakar pada kegiatan pertambangan bahan bakar yang tercakup dalam ACM akan
dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.

1A2a Iron & Steel


1A2b Non‐Ferrous Metals
1A2c Chemicals
1A2d Pulp, Paper and Print
1A2e Food Processing, Beverage and Tobacco
Manufacturing Industry 1A2f Non‐Metallic Minerals
and Construc on 1A2g Transport Equipment
1A2h Machinery
1A2i Mining (excluding fuels) and Quarrying
1A2j Wood and Wood Products
1A2k Construc on
1A2l Tex le and Leather
1A2m Non‐Specified Industry

Gambar 3-8. Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Pada
Industri Manufaktur

Perbaikan/improvement signifikan yang dilakukan pada perhitungan emisi sektor energi


yang dilaporkan pada laporan ini adalah disagregasi data pembakaran bahan bakar pada
industri manufaktur (Kategori 1A2). Pada laporan-laporan sebelumnya emisi sektor
energi hanya dibitung berdasarkan penggunaan energi di industri secara agregat. Pada
laporan ini, emisi dilaporkan penggunaan energi pada industri:

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 42 -


 
1) Besi dan baja (1A2a),
2) Industri kimia : ammonium fertilizer, EDC/VCM, carbide, Ethylene oxide, and
others (1A2c)
3) Industri pulp, paper dan print (1A2d)
4) Industri Food Processing, Beverages, and Tobacco (1A2e)
5) Industri Non-metallic mineral : cement, ceramic dan glass (1A2f)
6) Industri lainnya selain 5 subkategori di atas : Non-specified industry (1A2m),
dimana data aktifitas yang digunakan adalah berdasarkan penggunaan energi yang
dilaporkan oleh industri pada level pabrik kepada Kementerian Perindustrian.

Pembakaran Bahan Bakar Sektor Transportasi


Menurut panduan IPCC 2006 emisi dari sektor transportasi mencakup emisi yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar penerbangan sipil, transportasi darat, kereta
api, navigasi air, dan transportasi lainnya (jalur pipa dan off road). Emisi yang dilaporkan
pada inventarisasi kali ini menggunakan data konsumsi bahan bakar agregat. Data
konsumsi untuk sektor transportasi dikelompokkan sesuai jenis bahan bakar. Sebagai
contoh avgas dan avtur hanya digunakan pada penerbangan sipil, maka emisi dari
penerbangan sipil dapat dihitung dari data konsumsi avgas dan avtur. Namun
perhitungan emisi tersebut tidak dapat dibedakan antara penerbangan domestik dan
internasional karena data konsumsi yang ada merupakan data agregat keduanya. Semua
jenis bensin (RON 88, RON 92, RON 95, Bio-RON 88, dan Bio-RON 92) hanya digunakan
untuk transportasi darat (mobil dan motor). Untuk bahan bakar seperti gas dan solar,
perhitungan emisi GRK tidak dapat dibedakan berdasarkan jenis transportasi karena data
konsumsi solar merupakan data agregat. Bahan bakar solar termasuk diesel 51,
ADO/HSD, IDO, MFO, dan Bio-solar. Transportasi bahan bakar melalui jalur pipa seperti
minyak dan gas serta transfer material industri sudah termasuk dalam industri terkait.
1A3a Civil Avia on

1A3b Road Transport

1A3 Transport 1A3c Railways

1A3d Water‐borne Naviga on

1A3e Other Transport

Gambar 3-9. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bakar Sektor
Transportasi

Pada subsektor transportasi, improvement signifikan yang dilakukan pada perhitungan


emisi yang dilaporkan pada laporan ini adalah disagregasi data pembakaran bahan bakar
pada transportasi (Kategori 1A3), dimana pada laporan-laporan sebelumnya hanya
menyajikan emisi dari penggunaan energi pada transportasi secara agregat. Pada
laporan ini telah dapat dilaporkan disagregasi emisi dari penggunaan energi pada:

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 43 -


 
1) Emisi GRK pada Civil Aviation (1A3a)
2) Emisi GRK pada Land transportation (yang terdiri dari Road Transportation (1A3b)
dan Kereta api (1A3c). Perlu dicatat bahwa data pembakaran bahan bakar pada
transportasi darat belum dapat dipisahkan antara transportasi jalan raya dan kereta
api.
3) Emisi GRK pada Water Borne Navigation (1A3d).
Sementara kategori Other/non-specified (1A3e) merujuk pada subsector yang tidak
termasuk ke dalam kategori yang telah disebutkan sebelumnya (1A3a-d), seperti
pembakaran bahan bakar pada agriculture, construction, dan mining (ACM). Pada
pelaporan ini, belum dapat dipisahkan perhitungan emisi pada ACM karena keterbatasan
ketersediaan data yang dapat merinci penggunaan bahan bakar untuk ketiga subsector
tersebut (ACM). Untuk mendisagregasi data ACM dibutuhkan kegiatan survey yang
sangat kompleks dan besar yang mempunyai konsekuensi kebutuhan anggaran dan
sumberdaya manusia yang besar, sementara nilai emisi GRK yang dihasilkan dari ACM
relative rendah.

Pembakaran Bahan Bakar Sektor Lainnya


Emisi GRK dari kategori ini mencakup pembakaran bahan bakar yang dihasilkan di
perumahan, komersial, dan ACM (Agriculture, Construction, and Mining). Emisi GRK dari
perumahan dan komersial dihasilkan dari pembakaran bahan bakar LPG, gas pipa, dan
minyak tanah. Emisi GRK dari ACM tidak dapat dibedakan sesuai dengan sub sektor,
yaitu pertanian (termasuk perikanan), konstruksi, dan tambang, tapi dapat dibedakan
berdasarkan jenis bahan bakar. Bensin, ADO, dan minyak tanah digunakan pada
peralatan bergerak di kegiatan pertanian termasuk perikanan. Minyak bakar digunakan
pada aktivitas perikanan. ADO dan IDO digunakan di sub sektor tambang dan konstruksi.

2. Emisi Fugitif dari Produksi Bahan Bakar


Emisi fugitive dari produksi bahan bakar hanya termasuk gas CH4 yang dihasilkan dari
fasilitas produksi migas (hulu), penyulingan dan proses, dan distribusi. Semua
pertambangan batu bara Indonesia merupakan tambang terbuka (permukaan), oleh
karena itu emisi fugitive dari pertambangan batu bara hanya mencakup emisi selama
kegiatan pertambangan.

1B1 Solid Fuels 1B1a Coal Mining and Handling


1B1b Spontaneous combus on

1B2ai Ven ng
1B2a Oil 1B2aii Flaring
1B Fugi ve 1B2 Oil and Nat. Gas 1B2aiii All other
emissions 1B2bi Ven ng
1B2b Nat. gas 1B2bii Flaring
1B2biii All other

1B3 Other emissions from energy produc on

1B1ai Underground mines


1B1aii1 Mining
1B1a Coal Mining and 1B2aii Surface mines
Handling 1B2aii2 Post Mining
1B2aiii All other

Gambar 3-10. Cakupan Emisi Fugitive Dari Produksi Bahan Bakar

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 44 -


 
B. Jenis Gas
Berdasarkan Pedoman IPCC GL 2006 gas rumah kaca yang diestimasi dalam sektor
energi adalah CO2, CH4 dan N2O.

C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan meliputi emisi GRK yang dihasilkan pada tahun 2000
sampai 2017.

D. Sumber Data
Seluruh data dan informasi terkait inventarisasi emisi GRK sektor energi berasal dari:
Tabel Kesetimbangan Energi dalam Handbook of Energy and Economic Statistics of
Indonesia tahun 2018 yang diterbitkan oleh Pusdatin, Kementerian Energi dan Sumber
Daya (ESDM). Data dari tabel kesetimbangan energi berupa data konsumsi bahan bakar
pada suatu kategori, produk yang dihasilkan dari kategori tersebut dan data transformasi
energi. Unit data aktivitas dalam Tabel Kesetimbangan Energi adalah BOE sehingga
menurut pedoman IPCC GL 2006 perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi Kiloliter atau
Ton dengan faktor konversi yang tersedia dalam Handbook of Energy and Economic
Statistics of Indonesia.
Rekalkulasi perhitungan emisi pada sektor energi dilakukan pada kategori
“manufacturing industries and construction” (1A2) berdasarkan revisi pada sumber data
sebagai berikut : pada Laporan inventarisasi GRK dan MPV tahun 2017 (perhitungan
emisi sampai dengan tahun 2016) mengacu pada HEESI 2001-2015, sementara pada
pelaporan ini (perhitungan emisi sampai dengan tahun 2017) merujuk kepada HEESI
2016 dan 2018, dimana pada HEESI 2016 terdapat revisi data tahun 2000-2016,
sedangkan pada HEESI 2018 terdapat revisi data tahun 2007-2016.
Sedangkan khusus untuk data penggunaan gas pada kategori industry, surat Kepala
Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM Nomor: 186/03/SJD.3/2019 tanggal 22 April
2019 menyatakan klarifikasi lanjutan bahwa konsumsi gas yang digunakan sebagai
pembakaran pada industry menggunakan Tabel Indonesia Energy Balance Table 2017
pada halaman 16 dokumen HEESI 2018 dan tidak merujuk pada Tabel 5.1.2 Energy
Consumption in Industrial Sector halaman 42 pada dokumen publikasi yang sama.

E. Perhitungan Emisi GRK


Emisi pada sektor energi menggunakan 2 pendekatan:
1. Sektoral approach: pendekatan konsumsi energi (berdasarkan data penggunaan
energi)
2. Refference approach: pendekatan produksi energi (berdasarkan jenis bahan bakar
yang diproduksi dan digunakan)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 45 -


 
Sectoral Approach : Tingkat Emisi GRK berdasarkan Sektor
Emisi GRK sektoral dari kegiatan energi selama periode 2000-2017 terangkum pada
Tabel 3-4 di bawah ini. Sedangkan rincian pada masing-masing sub kategori pada
sektor energy tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 3-5.

Tabel 3-4. Emisi GRK Dari Kegiatan Energi Tahun 2000-2017


Tahun Emisi Sektor Energi (Gg CO2e)

2000 317.609

2001 341.919

2002 349.485

2003 378.050

2004 380.434

2005 376.988

2006 386.100

2007 402.989

2008 391.784

2009 405.653

2010 453.235

2011 507.357

2012 540.419

2013 496.030

2014 531.142

2015 536.306

2016 538.025

2017 558.890

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 46 -


 
Tabel 3-5. Emisi GRK Per Subkategori Sektor Energi Tahun 2017
2017

CO2 CH4 N2O Total


Code Categories

GgCO2 GgCH4 GgN2O Gg CO2e

1 Energy 527.095 1.240 19 558.890

1.A Fuel Combustion 520.209 526 18 536.988

1.A.1 Energy Industries 256.949 4 3 258.041

Main activity electricity and heat


1.A.1.a 242.552 3,26 3,26 243.629
production

1.A.1.b Petroleum refining 14.326 0,26 0,03 14.341

1.A.1.c Coal Processing 71 0,00 0,00 71

Manufacturing Industries and


1.A.2 83.773 12 2 84.578
Construction

1.A.2.a Iron and Steel 341 0,01 0,00 342

1.A.2.c Chemical 5.649 0,44 0,06 5.678

1.A.2.d Pulp, Paper, and Print 1.747 0,18 0,03 1.759

1.A.2.e Food Processing, Beverages, and Tobacco 493 0,01 0,00 494

1.A.2.f Non-Metallic Minerals 3.749 0,12 0,02 3.756

1.A.2.m Non-specified Industry 71.796 11,75 1,66 72.557

1.A.3 Transport 144.169 41 7 147.230

1.A.3.a Civil Aviation 13.291 0,09 0,37 13.408

1.A.3.b Land Transportation (Road and Railways) 130.748 40,63 6,74 133.689

1.A.3.c Water-Borne Navigation 131 0,01 0,00 132

1.A.4 Other Sectors 26.271 468 6 38.045

1.A.4.a Commercial/Institutional 3.109 2,72 0,05 3.182

1.A.4.b Residential 23.161 465 6,22 34.863

1.A.5 Other 9.046 1,22 0,07 9.095

1.B Fugitive emissions 6.887 714 0 21.901

1.B.1 Solid Fuels - 95 - 1.990

1.B.1.a Underground coal mining -

1.B.1.b Surface coal mining - 95 1.990

1.B.2 Oil and Natural Gas 6.887 620 0 19.912

1.B.2.a Oil 2.208 537 0 13.504

1.B.2.b Natural gas 4.679 82 0,01 6.408

Other emissions from Energy


1.B.3 - - - -
Production

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 47 -


 
Tabel 3-5 menunjukkan bahwa emisi GRK yang dihasilkan dari sektor energi di
Indonesia didominasi oleh CO2 yaitu sebesar 94%, seperti tergambar juga pada Gambar
3-11. Hal ini berkorelasi positif dengan sumber emisi pada sektor energi yang didominasi
oleh emisi GRK dari pembakaran bahan bakar (Gambar 3-12). Data pada Tabel 3-5
serta Gambar 3-12 menunjukkan bahwa pembakaran bahan bakar baik untuk
pembangkit listrik, industri, transportasi, dan subkategori pembakaran lainnya (area
biru) menyumbangkan emisi GRK sekitar 96,13% dari total emisi sektor energi,
sedangkan sisanya adalah emisi fugitive (area merah) yang tidak sengaja terlepas
selama proses pembakaran bahan bakar.

CO2 CH4 N2O


1%
5%

94%

Gambar 3-11. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Gas Tahun 2017
Thousands

600

500

400
Ggram CO2-e

300

200

100

-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

1.A Fuel Combustions 1.B Fugitives

Gambar 3-12. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Sumber Tahun 2000 –
2017

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 48 -


 
Kecenderungan emisi sektor energi meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan
peningkatan kebutuhan dan penggunaan energi (Gambar 3-13). Sepanjang kurun
waktu Tahun 2000-2017 dapat dilihat bahwa penggunaan energi pada industri energi
(termasuk didalamnya penggunaan bahan bakar pada pembangkit listrik dan panas,
kilang minyak, dan proses batu bara) merupakan penyumbang emisi terbesar pada
sector energi, yang diikuti oleh penggunaan bahan bakar untuk transportasi, serta energi
pada manufaktur pada urutan ketiga.

600

1.A.1.C Coal Processing


500
1.B.1 Fugitives Solid Fuels
Mining
400 1.A.4.A Commercial
Emission (MTon CO2e)

1.A.5 Non-Specified
300
1.A.1.B Oil and Gas Refineries

1.B.2 Fugitives Oil and Gas


200 Upstream
1.A.4.B. Residential
100 1.A.2 Manufacturer

1.A.3 Transportation
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017

Gambar 3-13. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Kegiatan Sub
Sektor Tahun 2000 – 2017

Reference Approach: Tingkat Emisi GRK berdasarkan Jenis Bahan Bakar


Berdasarkan reference approach, inventarisasi emisi GRK dilakukan berdasarkan jenis
bahan bakar yang supply pada level nasional. Merujuk pada data trend konsumsi bahan
bakar nasional pada periode 2000-2017, konsumsi bahan bakar didominasi oleh minyak
(bahan bakar cair), diikuti oleh batu bara (bahan bakar padat), dan gas alam (bahan
bakar gas). Pada tahun 2017, bahan bakar cair meliputi 43,07% dari konsumsi bahan
bakar domestik, yakni sebesar 1.278 MMBOE; diikuti oleh bahan bakar padat (31,45%),
dan bahan bakar gas (25,48%). Khusus tahun 2017, terjadi kecenderungan penurunan
jumlah bahan bakar cair dan peningkatan bahan bakar padat dibandingkan dengan
tahun 2016. Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar cair (39,81%), padat (41,90%), dan gas (18,29%) dari total emisi GRK sebesar
541.338 Gg CO2e. Gambar 3-14 menunjukkan konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis
bahan bakar dan emisi GRK yang dihasilkan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 49 -


 
MBOE
MBOE
600,000

1,400

500,000
1,200

1,000 400,000

800

Emisi CO2e
300,000

600

200,000

400

100,000
200

0 ‐
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Liquid Fuels Solid Fuels Gas Fuels Liquid Fuels Emission Solid Fuels Emission Gas Fuels Emission

Gambar 3-14. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Bahan
Bakar Tahun 2000-2017

Perbandingan antara Reference dan Sectoral Approaches dalam Perhitungan


Tingkat Emisi CO2
Hasil perhitungan emisi GRK menunjukkan bahwa perhitungan CO2 menggunakan
sectoral approach 3,72% lebih tinggi (Tabel 3-6). Hal ini disebabkan dalam perhitungan
emisi menggunakan sectoral approach terdapat perhitungan emisi fugitive (yang tidak
diperhitungkan apabila emisi dihitung hanya berdasarkan jumlah bahan bakar yang
dibakar). IPCC menyebutkan secara umum perbedaan perhitungan dengan
menggunakan kedua pendekatan ini adalah berkisar 5%.
Tabel 3-6. Perhitungan Emisi GRK Sektor Energi Menggunakan Metoda
Reference Dan Sectoral Approach, Gg CO2e

Metode dan Sumber Emisi 2017 Emission (Gg CO2e)

Metode: Reference Approach


1. Liquid Fuels 215.526
2. Solid Fuels 226.794
3. Gas Fuels 99.018
Total Reference Approach 541.338
Metode: Sectoral Approach
1.A Fuel Combustion 536.988
1.B Fugitives Emissions 21.901
Total Sectoral Approach 558.890
Discrepancy 3,14%

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 50 -


 
600

Thousands

500

400
Gg CO2 eq

300

200

sectoral
100 reference

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 3-15. Perbandingan Perhitungan Emisi dengan Menggunakan


Reference dan Sectoral Approach Tahun 2000-2017

F. Sumber Emisi Kunci


Terdapat 4 (empat) kategori yang menyumbang hingga maksimal 95% emisi dan
serapan GRK pada tahun 2017 yang selanjutnya disebut sebagai kategori kunci, yakni
energi industri (penggunaan bahan bakar pada pembangkit listrik dan panas, kilang
minyak, dan proses batubara), yang diikuti oleh penggunaan bahan bakar pada
transportasi, industri dan manufaktur, serta penggunaan bahan bakar pada perumahan.
Analisis kategori kunci secara detail dapat dilihat pada Tabel 3-7.
Tabel 3-7. Sumber Emisi Kunci Sektor Energi Tahun 2017

Total GHG
Level/Rank Cumulative
Code Category Emissions
(%) (%)
(Gg CO2e)

1.A.1 Energy Industries 258,041 46% 46.17%


1.A.3 Transport 147,230 26% 72.51%
Manufacturing Industries
1.A.2
and Construction 84,578 15% 87.65%
1.A.4.b Residential 34,863 6% 93.88%
1.B.2 Oil and Natural Gas 19,912 4% 97.45%
1.A.5 Other 9,095 2% 99.07%
1.A.4.a Commercial/Institutional 3,182 1% 99.64%
1.B.1 Solid Fuels 1,990 0% 100.00%

TOTAL 558,890

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 51 -


 
3.2.2. Sektor IPPU

A. Kategori Sumber Emisi


Pada bab ini pembahasan hanya mencakup emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses
produksi, sedangkan untuk emisi yang berasal dari penggunaan energi dibahas pada
sektor energy. Berbagai macam sumber emisi GRK dari industri di Indonesia
diklasifikasikan berdasarkan tipe industri. Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe industri
dikelompokkan menjadi industri mineral, kimia, logam, penggunaan produk bahan bakar
non-energi dan pelarut, elektronik dan lain-lain. Dalam laporan ini kegiatan inventarisasi
GRK hanya mencakup emisi dari (i) produksi mineral, seperti semen, kapur, kaca/gelas
dan proses lain penggunaan karbonat (keramik dan penggunaan soda abu), (ii) produksi
kimia, seperti ammonia, asam nitrat, karbida, dan petrokimia (methanol, etilen, etilen
diklorida, dan carbon black), (iii) produski logam (besi dan baja, alumunium, timbal, dan
seng), (iv) penggunaan produk bahan bakar non-energi dan pelarut (pelumas dan lilin
parafin) dan (v) lain-lain yaitu penggunaan karbonat untuk industri pulp dan kertas serta
industri makanan dan minuman.
Emisi GRK dari kegiatan produksi kimia (seperti asam adipat, kaprolaktan, glyoxal,
titanium oksida dan industri soda abu) tidak termasuk dalam cakupan inventarisasi GRK
karena industri tersebut tidak beroperasi di Indonesia. Selain itu, sumber emisi GRK dari
industri ferroalloy, elektronik dan produk manufaktur lainnya (pelarut dan penggunaan
produk lain) juga tidak dihitung lagi karena sulit untuk mendapatkan data.

2A Mineral Industry

2B Chemical Industry

2C Metal Industry

2D Non‐Energy Products from Fuels and Solvent Use


2 Industrial Processes and
Product Use
2E Electronic Industry

2F Product Uses as Subs tutes for Ozone Deple ng Substances

2G Other Product Manufacture and Use

2H Others (pulp paper, F/B, etc.)

Gambar 3-16. Sumber Emisi Dari Sektor IPPU

Hingga periode pelaporan ini ini, emisi dari kegiatan proses industri elektronik tidak
diestimasi karena data yang tersedia merupakan data agregat antara industri yang
merupakan sumber emisi GRK dan yang tidak menghasilkan emisi, seperti industri
perakitan. Sedangkan untuk emisi GRK terkait penggunaan bahan pengganti Ozone
Depleting Substances (ODS) juga sulit untuk diestimasi karena data stok ODS tidak

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 52 -


 
tersedia. Walaupun data impor ODS dapat dilacak tetapi jumlah penggunaannya tidak
dapat diketahui. Saat ini pemerintah sedang mencatat data impor bahan pengganti ODS
dimana data tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi penurunan
emisi GRK tetapi tetap saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan inventarisasi GRK.

1. Industri Mineral
Emisi dari industri mineral mencakup emisi terkait kegiatan proses kimia dalam industri
semen (produksi klinker), kapur, kaca/gelas dan industri yang menggunakan karbonat
dalam prosesnya. Gambar 3-17 memperlihatkan cakupan sumber emisi GRK dari
industri mineral yang dilaporkan dalam dokumen ini. Untuk penggunaan karbonat pada
produksi non-metallurgical magnesia dan other tidak diestimasi karena tidak digunakan
di Indonesia.

2A1 Cement

2A2 Lime Produc on

2A Mineral 2A3 Glass Produc on


Industry 2A4a Ceramics
2A4 Other Process Uses of Carbonates 2A4b Other Uses of Soda Ash
2A4c Non Metallurgical Magnesia Produc on
2A5 Other 2A4d Other

Gambar 3-17. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Mineral

2. Industri Kimia
Mengacu pada Pedoman IPCC 2006, proses produksi di industri kimia yang tercakup
dalam inventarisasi GRK adalah amonia, asam nitrat, karbida, asam adipat, kaprolaktam,
glioksal, dan asam glioksilat, titanium dioksida, produksi soda abu alami, dan petrokimia
(metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam). Namun untuk beberapa jenis
industri seperti asam adipat, kaprolaktam, glioksal, asam glioksilat, titanium dioksida,
dan industri soda abu tidak dilakukan estimasi emisi GRK karena industry tersebut tidak
ada di Indonesia. Untuk saat ini keberadaan dan penggunaan produk-produk tersebut
berasal dari impor. Estimasi emisi GRK dari jenis industri kimia yang dibahas dalam
laporan ini terbatas pada industri yang berada di Indonesia dan ketersediaan data-data
yang diperlukan. Industri tersebut antara lain: industri amonia, asam nitrat, karbida,
metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam (lihat Gambar 3-18 dan 3-19).

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 53 -


 
Gambar 3-18. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Kimia

2B8a Methanol

2B8b Ethylene

2B8 Petrochemical and Carbon 2B8c Ethylene Dichloride and VCM


Black Produc on
2B8d Ethylene Dioxide

2B8e Acrylonitrile

2B8f Carbon Black

Gambar 3-19. Cakupan Sumber Emisi sektor IPPU dari Produksi Petrokimia
dan Carbon Black

3. Industri Logam
Berdasarkan Pedoman IPCC 2006, industri logam mencakup jenis-jenis industri seperti
besi & baja, ferroalloy, alumunium, magnesium, timbal dan seng (Gambar 3-20).
Namun dalam laporan ini, estimasi emisi pada inventarisasi GRK dari industri logam
hanya kegiatan produksi besi & baja, alumunium, timbal dan seng. Hal ini dikarenakan
belum tersedianya data untuk industri tersebut.

2C1 Iron and Steel Produc on

2C2 Ferroalloys Produc on

2C3 Aluminum Produc on

2C Metal Industry 2C4 Magnesium Produc on

2C5 Lead Produc on

2C6 Zinc Produc on

2C7 Other

Gambar 3-20. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Logam

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 54 -


 
4. Penggunaan Produk Non-Energi dan Pelarut
Penggunaan produk yang yang termasuk dalam kategori ini mencakup pelumas,
lilin/parafin dan pelarut. Gambar dibawah memperlihatkan lingkup sumber emisi GRK
dari penggunaan produk yang dibahas dalam laporan ini.

2D1 Lubricant Use

2D Non‐Energy Products from 2D2 Paraffin Wax Use


Fuels and Solvent Use
2D3 Solvent Use

2D4 Other

Gambar 3-21. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Produk Non-Energi
Dan Pelarut

5. Industri Lainnya
Emisi GRK dari kategori industri lainnya mencakup emisi terkait penggunaan karbonat
selama kegiatan produksi pada industri pulp/kertas dan makanan/minuman. Dalam
industri pulp/kertas, karbonat digunakan pada proses lime kiln dan proses make-up
bahan kimia untuk proses lime kiln. Walaupun jumlah penggunaan karbonat tersebut
tidak signifikan, proses tersebut tetap akan melepaskan emisi GRK ke atmosfer.

2H1 Pulp and Paper Industry

2H Other 2H2 Food and Beverages Industry

2H3 Others

Gambar 3-22. Cakupan Emisi GRK Dari Kategori Industri Lain

Secara garis besar, kategori sumber emisi yang dihitung pada laporan ini meliputi:
1. Produksi Mineral: cement (2A1), lime (2A2), glass (2A3), and other process utilizing
carbonates (ceramics (2A4a), soda ash (2A4b), other carbonate consumption
(2A4d);
2. Produksi Kimia: ammonia production (2B1), nitric acid (2B2), carbide (2B5), and
petrochemicals (2B8);
3. Produksi Metal: iron and steel (2C1), aluminium (2C3), lead (2C5), and zinc (2C6);
4. Produk Non-energy products dari bahan bakar dan pelarut: lubricant (2D1) and
paraffin wax (2D2); and
5. Industri lainnya seperti penggunaan karbonat pada pulp and paper industry (2H1)
dan industry makanan dan minuman (2H2). Pada industry pulp/kertas, karbonat
digunakan sebagai bahan kimia selama proses rekaustikisasi. Meskipun jumlah
karbonat tidak signifikan, namun proses kimia yang terjadi masih melepaskan emisi
GRK.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 55 -


 
Sedangkan sumber kategori yang tidak dihitung dalam laporan ini, antara lain :
1. Emisi GRK dari produksi kimia untuk kategori adipic acid productions (2B3),
caprolactam, glyoxal, glyoxylic acid (2B4), titanium dioxide (2B6), dan natural soda
ash (2B7), fluorochemical production (2B9), karena kategori ini tidak tersedia di
Indonesia.
2. Emisi GRK dari ferroalloy (2C2) dan magnesium production (2C4) juga tidak
termasuk yang dilaporkan karena keterbatasan dalam pengumpulan data.
3. Emisi GRK dari electronic industry (2E1-2E4) tidak diestimasi pada pelaporan ini
karena data yang tersedia hanya dalam jumlah agregat (dari industry yang
menghasilkan emisi GRK dan dari industry yang tidak menghasilkan emisi GRK,
seperti industry perakitan).
4. Emisi GRK dari penggunaan produk sebagai substitusi untuk Ozone Depleting
Substances (ODS) (2F1-2F4) tidak tersedia, begitu pula dengan penggunaan
karbonat pada produksi non-metallurgical magnesia dan industry lainnya.

B. Jenis Gas
Tipe emisi GRK dari sektor IPPU mencakup 5 gas yaitu CO2, CH4, N2O, dan
perfluorocarbon (PFC) dalam bentuk CF4 and C2F6. Pada sektor industri, CO2 biasanya
dilepaskan dari kegiatan pembakaran bahan bakar. Pada beberapa industri, emisi juga
dihasilkan selama proses produksi dan penggunaan produk. Berdasarkan IPCC GL 2006,
emisi GRK dari hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak dilaporkan dalam kategori IPPU
karena sudah tercakup dalam kategori energi. Oleh karena itu pada bab ini hanya
dibahas emisi GRK dari kegiatan proses industri dan penggunaan produk saja.

C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam dokumen ini mencakup emisi GRK yang
dihasilkan dari tahun 2000-2017.

D. Sumber Data
Data dan informasi terkait inventarisasi GRK sektor IPPU diperoleh dari PPIHLH,
Kementerian Perindustrian, dokumen Statistik Industri diterbitkan oleh BPS, dan
handbook of energy yang diterbitkan Kementerian ESDM. Perlu diperhatikan bahwa
seluruh data kegiatan industri telah dikonsolidasi dan diverifikasi melalui beberapa
rangkaian pertemuan dan diskusi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Beberapa update yang dilakukan dalam pelaporan ini untuk sektor IPPU antara lain:
1. Penerapan Tier 2 untuk industri semen, ammonia, asam nitrat, dan aluminium karena
keterlibatan industri tersebut pada proyek CDM.
2. Untuk sumber data, Indonesia saat ini mempunyai sistem pengumpulan data yang
baru dibawah koordinasi Kementerian Perindustrian, dimana untuk industri tertentu
data aktifitas yang digunakan merupakan data yang langsung dilaporkan oleh

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 56 -


 
industri pada level pabrik yang dilaporkan oleh industri langsung kepada
Kementerian Perindustrian melalui sistem aplikasi online Sistem Industri Nasional
(SIINAS). Industri tersebut adalah sement, amoniak dan urea, besi dan baja, dan
industry kimia. Sedangkan untuk industri lainnya diharapkan dapat dilakukan
improvement hal yang sama pada masa yang akan datang, sehingga dapat
meminimalisir penggunaan asumsi berdasarkan kapasitas industri seperti yang
digunakan pada perhitungan emisi pada tahun-tahun sebelumnya.

Beberapa data diperoleh langsung dari Kementrian Perindustrian seperti data jumlah
produksi klinker, amonia, asam nitrat, karbida, metanol, etilen, etilen diklorida dan
carbon black. Dari Industri logam, data produksi besi dan baja dan alumunium juga
diperoleh dari Kementrian Perindustrian. Untuk kategori penggunaan pelumas dan
lilin parafin diperoleh dari Handbook of Energy Kementrian ESDM. Sedangkan untuk
data lainnya diperoleh dari dokumen Statistik Industri Manufaktur BPS melalui
penelusuran kode Industrial Standard International Classification (ISIC) untuk semua
tipe produksi dari jenis industri yang termasuk diatas.

E. Perhitungan Emisi GRK


Emisi GRK sektoral dari IPPU selama periode 2000-2017 terangkum pada Tabel 3-8 di
bawah ini. Sedangkan rincian pada masing-masing sub kategori pada sektor IPPU tahun
2017 dapat dilihat pada Tabel 3-9.

Tabel 3-8. Emisi GRK Dari Sektor IPPU Tahun 2000-2017


Tahun Emisi Sektor IPPU untuk 3 gas Emisi Sektor IPPU untuk
utama (CO2, CH4, N2O) seluruh gas (CO2, CH4, N2O, CF4,
(Gg CO2e) C2F6)
(Gg CO2e)
2000 42.611 42.883

2001 47.997 48.269

2002 41.416 41.688


2003 41.131 41.402
2004 42.874 43.146
2005 42.024 42.296
2006 38.358 38.641
2007 35.646 35.919
2008 36.224 36.499
2009 37.274 37.546
2010 35.881 36.033
2011 35.864 35.910
2012 40.031 40.078

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 57 -


 
Tahun Emisi Sektor IPPU untuk 3 gas Emisi Sektor IPPU untuk
utama (CO2, CH4, N2O) seluruh gas (CO2, CH4, N2O, CF4,
(Gg CO2e) C2F6)
(Gg CO2e)
2013 39.114 39.164
2014 47.450 47.489
2015 49.247 49.297
2016 55.260 55.307
2017 55.346 55.395

Tabel 3-9. Emisi GRK Per Subkategori Sektor IPPU Tahun 2017

Emisi 2017
Code Categories (Gg CO2e)

Mineral
2.A.1 Cement 29.092
2.A.2 Lime 124
2.A.3 Glass 2
2.A.4.a Ceramics 3,0
2.A.4.b Other Uses of Soda Ash 2.409
Chemical
2.B.1 Ammonia 6.962
2.B.2 Nitric Acid 1.396
2.B.5 Carbide 25
2.B.8.a Methanol 308
2.B.8.b Ethylene 1.783
2.B.8.c Ethylene Dichloride and VCM 407
2.B.8.f Carbon Black 219
Metal

2.C.1 Iron and Steel 8.196


2.C.3 Aluminium 441
2.C.5 Lead 74
2.C.6 Zinc 69
Non-Energy Products from Fuels and Solvent Use

2.D.1 Lubricant Use 211


2.D.2 Paraffin Wax Use 3.536
Others
2.H.1 Pulp and Paper Industry 132
2.H.2 Food and Beverages Industry 5,00
TOTAL 53.395

Dari Tabel 3-8 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan terjadi kecenderungan
penurunan emisi GRK sektor IPPU dari tahun 2000-2007, namun kemudian meningkat

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 58 -


 
secara gradual hingga tahun 2017. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 3-
23. Komposisi emisi pada setiap subkategori sektor IPPU (Gambar 3-24) menunjukkan
bahwa pada tahun 2017, lebih dari separuh emisi dari sektor energi berasal dari industri
semen, yang diikuti oleh industri besi baja pada urutan kedua.

50000

Ceramics

Food and Beverages Industry

Zinc

40000 Carbide

Glass

Pulp and Paper Industry

Lead

30000 Lime
Ggram CO2‐e

Carbon Black

Lubricant Use

Other Uses of Soda Ash

20000 Ethylene Dichloride and VCM

Methanol

Aluminium

Nitric Acid

10000 Ethylene

Paraffin Wax Use

Iron and Steel

Ammonia

0 Cement
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 3-23. Tingkat Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2000-2017

1% 1% Cement
1%
3%
4% Ammonia

3% Iron and Steel

6%
Paraffin Wax Use

Ethylene

15% Nitric Acid


53%
Aluminium

Methanol

13%
Ethylene Dichloride and VCM

Other Uses of Soda Ash

Gambar 3-24. Komposisi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017

F. Sumber Emisi Kunci


Tabel 3-10 menunjukkan tingkat emisi yang berada dalam kumulatif range 95% dari
total emisi IPPU yang merupakan sumber emisi kunci, yakni terdiri dari industri semen,
besi dan baja, serta ammonia.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 59 -


 
Tabel 3-10. Sumber Emisi Kunci Sektor IPPU Tahun 2017
Total GHG Emissions
Code Category Level/Rank Cumulative
2017 (Gg CO2e)

2A1 Cement 29,092 53% 52.52%
2C1 Iron and Steel 8,196 15% 67.31%
2B1 Ammonia 6,962 13% 79.88%
2D2 Paraffin Wax Use 3,536 6% 86.26%
2A4b Other Use of Soda Ash 2,409 4% 90.61%
2B8b Ethylene 1,783 3% 93.83%
2B2 Nitric Acid 1,396 3% 96.35%
2C3 Alumunium 441 1% 97.15%
2B8c Ethylene Dichloride 407 1% 97.88%
2B8a Methanol 308 1% 98.44%
2B8f Carbon Black 219 0% 98.83%
2D1 Lubricant Use 211 0% 99.22%
Others ‐ natrium carbonate in
2H1 pulp&paper industry 132 0% 99.45%
2A2 Lime 124 0% 99.68%
2C5 Lead 74 0% 99.81%
2C6 Zinc 69 0% 99.94%
2B5 Carbide 25 0% 99.98%
Others ‐ natrium carbonate in
2H2 food&beverages industry 5 0% 99.99%
2A4a Ceramic 3 0% 100.00%
2A3 Glass 2 0% 100.00%
TOTAL 55,395

3.2.3. Sektor AFOLU


Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, sektor pertanian dan peternakan termasuk kedalam
sumber emisi dari sector AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use). AFOLU
sendiri dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu (a) peternakan (livestock), (b) lahan
(land), (c) sumber agregat dan emisi nonCO2 dari lahan (aggregate sources and non-
CO2 emissions sources on land), (d) others. Di Indonesia sektor pertanian dan
peternakan biasanya cukup disebut sektor pertanian dengan cakupan sumber emisi GRK
(GRK) dari sektor AFOLU disajikan pada Gambar 3-25.

3A. Livestock
Agriculture,
Forestry, and 3B. Land
Other Land
Use (AFOLU) 3C. Aggregate Sources and non‐CO2 Emissions
sources on land
3D. Other

Gambar 3-25. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor AFOLU

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 60 -


 
3.2.3.1 Pertanian
A. Kategori Sumber Emisi
Kategori-kategori sumber emisi di dalam IPCC Guidelines 2006 dari sektor pertanian
yang dihitung dalam laporan ini dapat dilihat pada Gambar 3-26, antara lain:
1. Peternakan (3A); yaitu emisi dari fermentasi enterik (3A1), pengelolaan kotoran
ternak (3A2a), termasuk emisi langsung N2O dari pengelolaan kotoran ternak pada
ladang penggembalaan ternak (3A2b) dan emisi tidak langsung N2O dari
pengelolaan kotoran ternak pada ladang penggembalaan ternak (3C6)
2. Pembakaran biomassa residu pertanian (3C1b)
3. Pembakaran biomassa pertanian berpindah (3C1c)
4. Aplikasi kapur pertanian (3C2) dari pengelolaan lahan pertanian (penggunaan
limestone dan dolomite)
5. Aplikasi pupuk urea (3C3) pada lahan pertanian
6. Emisi langsung N2O dari tanah terkelola (3C4); aplikasi nitrogen pada tanah terkelola
7. Emisi tidak langsung N2O dari tanah terkelola (3C5); deposisi atmosferik dari
nitrogen volatil pada tanah terkelola
8. Emisi dari budidaya padi sawah (3C7); emisi metana dari budidaya persawahan padi.

Gambar 3-26. Kategori Sumber Emisi Dalam IPCC Guidelines Sektor


Pertanian

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 61 -


 
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian Tahun 2017 ini disusun
berdasarkan data-data inventarisasi gas rumah kaca sektor pertanian peride tahun 2000-
2016 dengan sumber data utama diperoleh dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)
Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Asosiasi Produsen Pupuk
Indonesia (APPI).

1. Peternakan
Kategori sumber emisi GRK dari peternakan yaitu emisi GRK dari fermentasi enterik
dan pengelolaan kotoran ternak (Gambar 3-27). Emisi dari kedua sumber tersebut
dikategorikan berdasarkan populasi ternak, yaitu sapi perah, sapi lainnya, kerbau,
domba, kambing, unta, kuda, keledai dan keledai, babi, dan unggas. Emisi metana dari
unta dan keledai tidak diperkirakan karena keterbatasan data.

3A1 Enteric Fermenta on

3A Livestock
3A2 Manure Management

Gambar 3-27. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Peternakan

Beef Cattle
Dairy Cattle

Beef Cattle
Dairy Cattle

Catatan: Dicoret berarti tidak dihitung


Gambar 3-28. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Fermentasi Enterik Dan
Pengelolaan Kotoran Ternak Berdasarkan Jenis Ternak

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 62 -


 
Emisi Metana dari Fermentasi Enterik
Ternak menghasilkan metana sebagai produk sampingan dari fermentasi enterik,
proses pencernaan di mana karbohidrat dipecah oleh mikroorganisme menjadi molekul
sederhana untuk diserap ke dalam aliran darah. Sumber utama metana adalah ternak
ruminansia (misalnya, sapi, domba) dengan jumlah moderat yang dihasilkan dari
ternak non ruminansia (misalnya, babi, kuda).

Pengelolaan Kotoran Ternak


Metana yang dihasilkan selama penyimpanan dan penanganan pupuk, dan dari kotoran
disimpan di padang rumput. Dekomposisi pupuk kandang dalam kondisi anaerob
(misalnya, dengan tidak adanya oksigen) selama penyimpanan dan perawatan
menghasilkan CH4. Kondisi ini terjadi paling mudah ketika sejumlah besar hewan dikelola
di daerah terbatas (misalnya, peternakan sapi, penggemukan sapi, dan babi dan unggas
peternakan), dan di mana kotoran dibuang dalam sistem berbasis cairan.

Selain itu, selama penyimpanan dan pengelolaan kotoran ternak, N2O bisa mengemisi
sebelum diaplikasikan ke tanah (Gambar 3-29). Emisi N2O yang dihasilkan oleh kotoran
dalam sistem yang 'pastura, range dan paddock' bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung dari tanah. Oleh karena itu, emisi N2O tidak langsung dilaporkan di bawah
kategori N2O Emisi dari Tanah Terkelola (3C6). Emisi N2O langsung terjadi melalui
kombinasi nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung dalam pupuk. Emisi N2O
tidak langsung akibat volatilisasi nitrogen yang terjadi terutama dalam bentuk amonia
dan NOx.
3A2a Methane from Manure Management
3A2 Manure
Management
3A2b Direct N2O Emissions from Manure Management System

Gambar 3-29. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pengelolaan Kotoran Ternak

2. Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan


Dalam sektor ini, sumber emisi diklasifikasikan ke dalam enam kategori, yaitu (a) emisi
GRK dari pembakaran biomassa, (b) aplikasi kapur pertanian, (c) aplikasi pupuk urea,
(d) emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola, (e) emisi N2O tidak langsung dari tanah
yang dikelola, (f) emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan kotoran ternak dan (g)
budidaya padi sawah. Dalam laporan ini, emisi dari pembakaran biomassa di lahan hutan
dan lahan lainnya tidak dihitung, karena data aktivitas mengenai kawasan hutan yang
terbakar dan jenis lahan lainnya tidak tersedia.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 63 -


 
Gambar 3-30. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sumber Agregat dan Sumber
Emisi Non-CO2 pada Lahan

3. Pembakaran Biomassa
Emisi dari pembakaran biomassa tidak hanya mencakup CO2, tetapi juga GRK lainnya,
atau prekursor, karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar, termasuk karbon
monoksida (CO), metana (CH4), senyawa organik yang mudah menguap non-metana
(NMVOC) dan nitrogen (misalnya N2O, NOx.). Emisi GRK non-CO2 diperkirakan untuk
semua kategori penggunaan lahan. Namun dalam laporan ini, hanya emisi dari
pembakaran biomassa di lahan pertanian (Cropland) dan padang rumput (Grassland)
yang dihitung.

4. Aplikasi Kapur Pertanian


Kapur pertanian digunakan untuk mengurangi keasaman tanah dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman dalam sistem lahan yang dikelola, khususnya lahan pertanian
dan hutan yang dikelola. Penambahan karbonat untuk tanah dalam bentuk kapur
(misalnya, batu kapur (CaCO3), atau dalam bentuk dolomit (CaMg (CO3)2) juga
menyebabkan emisi CO2 sebagai kapur karbonat terlarut dan bikarbonat (2HCO3-) yang
terlepas, yang berkembang menjadi CO2 dan air (H2O).

5. Aplikasi Pupuk Urea


Penambahan urea pada tanah selama pemupukan akan mengakibatkan hilangnya CO2
yang sebelumnya berada dalam pupuk selama proses produksi industri yang diproduksi
itu. Urea (CO(NH2)2) diubah menjadi amonium (NH4+), ion hidroksil (OH-) dan bikarbonat
(HCO3-), dengan adanya air dan enzim urease. Serupa dengan reaksi tanah terhadap
penambahan kapur, bikarbonat yang terbentuk berkembang menjadi CO2 dan air (H2O).

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 64 -


 
6. Emisi N2O dari tanah yang dikelola
Emisi N2O yang dihasilkan dari input N antropogenik atau N mineralisasi terjadi secara
langsung (yaitu langsung dari tanah dimana N ditambahkan/dirilis), dan secara tidak
langsung: (i) setelah penguapan NH3 dan NOx dari tanah dikelola dan dari pembakaran
bahan bakar fosil dan pembakaran biomassa, dan redeposition lanjutan gas tersebut dan
produk mereka NH4+ dan NO3- ke tanah dan air; dan (ii) setelah pencucian dan limpasan
dari N, terutama sebagai NO3-, dari tanah yang dikelola.

7. Budidaya Padi Sawah


Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di sawah tergenang menghasilkan metana
(CH4), yang melarikan diri ke atmosfer terutama oleh transportasi melalui tanaman padi.
Jumlah tahunan CH4 dari suatu area sawah merupakan fungsi dari jumlah dan durasi
tanaman tumbuh, rezim air sebelum dan selama periode budidaya, dan perubahan tanah
organik dan anorganik. Jenis tanah, suhu, dan varietas padi juga mempengaruhi emisi
CH4.

B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis emisi GRK yang dihasilkan dari sektor
peternakan adalah CH4 dan N2O. Sedangkan emisi GRK dari sumber agregat dan sumber
emisi non-CO2 pada lahan adalah CO2, CH4 dan N2O.

C. Periode Inventarisasi
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam laporan ini mencakup emisi GRK pada tahun
2000 sampai 2017.

D. Sumber Data
1. Peternakan
Populasi ternak dan informasi yang terkait dengan inventarisasi emisi GRK yang
dikumpulkan dari sumber publikasi tunggal, yaitu Statistik Pertanian (2000 - 2017) dari
Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian (PUSDATIN).

2. Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan


Data aktivitas yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari sumber agregat dan
sumber emisi non-CO2 pada lahan diperoleh dari berbagai sumber publikasi. Data
aktivitas estimasi emisi GRK dari pembakaran biomassa dan pengapuran bersumber dari
PUSDATIN Kementerian Pertanian; Aplikasi urea, emisi langsung dan tidak langsung N2O
dari tanah yang dikelola, dan emisi N2O tidak langsung dari manajemen kotoran
diterapkan data kegiatan yang diperoleh dari PUSDATIN Kementerian Pertanian dan
APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia). Sementara itu, aktivitas data untuk

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 65 -


 
memperkirakan emisi metana dari budidaya padi diperoleh dari PUSDATIN Kementerian
Pertanian dan BPS (Badan Pusat Statistik).

E. Perhitungan Emisi GRK


Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa pada tahun 2000, total emisi GRK dari
tiga gas utama (CO2, CH4 dan N2O) dari sektor pertanian adalah sebesar 95.201 Gg CO2e,
pada tahun 2017, meningkat secara signifikan menjadi 121.686 Gg CO2e. Berdasarkan
sumbernya, pada tahun 2017 emisi utama dari sektor pertanian berasal dari kegiatan
budidaya padi sawah (37%), emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola (29%) dan
fermentasi enterik dari ternak (11%). Emisi dari sektor pertanian untuk seluruh kategori
pada tahun 2000-2017 dapat dilihat pada Gambar 3-31.

Gambar 3-31. Emisi dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-
2017

1. Peternakan
Pada tahun 2017, total emisi dari sektor peternakan yaitu sebesar 22.714 Gg CO2e, lebih
tinggi dari emisi sektor peternakan pada tahun 2016 yaitu 21.922 Gg CO2e (Gambar 3-
32). Hal ini disebabkan oleh kenaikan beberapa jenis ternak.
Sumber emisi terbesar terhadap total emisi pada tahun 2017 dari sektor peternakan
adalah dari kategori emisi CH4 dari fermentasi enteric dengan persentase 61%, diikuti
oleh emisi N2O langsung dari pengelolaan kotoran ternak (28%), emisi CH4 dari
pengelolaan kotoran ternak dan emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan kotoran
ternak (6%).

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 66 -


 
Gambar 3-32. Trend Emisi Co2e Dari Sektor Peternakan Tahun 2000-2017

2. Estimasi Emisi Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan

Beberapa perhitungan emisi nasional dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2
didasarkan pada agregasi emisi di level provinsi, untuk budidaya padi dan pembakaran
biomassa (lahan pertanian dan padang rumput), data yang dikumpulkan dari tingkat
provinsi, sedangkan untuk urea dan aplikasi kapur pertanian serta N2O dari tanah yang
dikelola, data dikumpulkan dari tingkat nasional. Dengan demikian, variasi dalam kondisi
biofisik antar provinsi tersebut dipertimbangkan dalam menentukan faktor emisi.
Berdasarkan sumbernya, emisi GRK dari sumber agregat dan non-CO2 sumber emisi di
darat dapat disampaikan di bawah ini.

3. Emisi dari Pembakaran Biomassa

Emisi dari pembakaran padang rumput (Biomass Burning Grassland) dihitung


berdasarkan luas panen padi ladang (gogo) pada periode 2000-2017. Sedangkan emisi
dari pembakaran lahan pertanian (Biomass Burning Cropland) dihitung berdasarkan data
luas panen padi dan produksi padi sawah. Kedua data tersebut bersumber dari Pusdatin
Kementerian Pertanian. Hasil perhitungan menunjukkan tren penurunan dari padang
rumput yang terbakar pada setiap tahunnya, sedangkan emisi dari pembakaran lahan
pertanian meningkat (Gambar 3-33). Total emisi dari pembakaran biomassa pada
tahun 2017 adalah 3.056 Gg CO2e.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 67 -


 
Gambar 3-33. Emisi Dari Pembakaran Biomassa pada Periode 2000 - 2017

4. Aplikasi Kapur Pertanian


Emisi CO2 dari aplikasi kapur pertanian dihitung dari pendekatan jumlah aplikasi kapur
pertanian (sesuai dosis yang dianjurkan) untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan
kakao, yang ditanam pada asam sulfat dan tanah organik. Sedangkan aplikasi kapur
pertanian untuk tanaman pangan jarang diterapkan oleh petani. Dengan menggunakan
metode ini, emisi CO2 dari pengapuran pada 2000-2017 ditunjukkan pada Gambar 3-
34. Konsumsi kapur di Indonesia meningkat secara konsisten dengan perluasan lahan
gambut untuk perkebunan kelapa sawit setelah tahun 2000. Emisi CO2 dari pengapuran
2.289 Gg CO2 pada tahun 2017.

Gambar 3-34. Emisi CO2 Dari Aplikasi Kapur Di Bidang Pertanian Tahun
2000-2017

5. Aplikasi Pupuk Urea


Data aktivitas konsumsi urea untuk tahun 2000-2017 berasal dari konsumsi pupuk di
pasar domestik dari APPI (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia). Selain itu, aplikasi urea
juga diperkirakan dari perkebunan kelapa sawit (termasuk perkebunan rakyat) dengan
mengalikan dosis yang dianjurkan urea dengan luas perkebunan. Emisi CO2 dari aplikasi
urea di sektor pertanian diperlihatkan pada Gambar 3-35, dengan emisi sebesar 3.900

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 68 -


 
Gg CO2 pada tahun 2000 dan 5.300 Gg CO2 pada tahun 2017. Tren peningkatan emisi
dari aplikasi urea mengikuti peningkatan produksi tanaman khususnya padi, di mana
area panen padi sawah yang cenderung dari tahun ke tahun.

Gambar 3-35. Emisi CO2 Dari Aplikasi Pupuk Urea 2000-2017

6. Emisi N2O dari Tanah yang Dikelola


Urea, amonium sulfat (AS) dan nitrogen, fosfor dan kalium (NPK) adalah jenis umum
dari pupuk nitrogen anorganik (N) yang paling umum digunakan dalam pertanian di
Indonesia. Urea dan AS juga merupakan pupuk anorganik berbasis nitrogen yang paling
banyak yang digunakan dalam perkebunan besar dan tanaman (APPI, 2008). Selain itu,
jenis pupuk tersebut juga diterapkan pada buah-buahan, sayuran dan tanaman tahunan
lainnya dengan nilai ekonomi yang tinggi. Konsentrasi nitrogen pada urea, AS dan NPK
adalah 46%, 21% dan 15% masing-masing (Petrokimia Gresik, 2008). Data konsumsi
pupuk Urea, AS dan NPK diperoleh dari APPI.
Emisi N2O langsung dari tanah yang dikelola dihitung dari tingkat aplikasi pupuk N dan
pupuk kandang. Emisi N2O langsung pada sawah tergenang dihitung berdasarkan luas
panen padi, selain itu Emisi N2O langsung juga dihitung dari tanah yang dikelola
(tanaman pangan, hortikultura, sayuran, buah-buahan serta perkebunan). Emisi N2O di
tanah yang dikelola tahun 2000-2017 ditunjukkan pada Gambar 3-36. Fluktuasi N2O
emisi langsung dari tanah yang dikelola dapat dikaitkan dengan konsumsi urea, NPK dan
AS di bidang pertanian di Indonesia.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 69 -


 
Gambar 3-36. Emisi N2O Dari Tanah Yang Dikelola Tahun 2000-2017

Pada tahun 2000, emisi langsung N2O adalah 26.775 Gg CO2e dan meningkat menjadi
35.992 Gg CO2e pada tahun 2017. Demikian juga untuk emisi N2O tidak langsung, angka
menunjukkan tren peningkatan emisi. Pada tahun 2017 (9.500 Gg CO2e) mengalami
peningkatan dibandingkan dengan emisi tahun 2000 (7.236 Gg CO2e). Peningkatan emisi
N2O dari tanah yang dikelola ini sejalan dengan adanya peningkatan lahan sawah yang
signifikan pada tahun 2017 yang diikuti dengan adanya peningkatan konsumsi pupuk
ammonium sulfat dan NPK selain penggunaan pupuk Urea dan pupuk kandang.

7. Budidaya Padi Sawah


Data aktivitas yang digunakan untuk menghitung emisi dari budidaya padi berdasarkan
data dari lahan sawah dan intensitas tanam bersumber dari Pusdatin Kementerian
Pertanian dan BPS tahun 2000-2017. Faktor skala untuk tanah dibobotkan berdasarkan
proporsi jenis tanah di tingkat provinsi. Pembobotan juga digunakan untuk menentukan
faktor skala nasional untuk varietas padi, yang dihitung dengan mempertimbangkan
proporsi semua varietas padi yang digunakan di tingkat provinsi. Nilai ini diterapkan
untuk semua tahun inventarisasi. Emisi CH4 dari budidaya padi sawah di Indonesia pada
tahun 2000 dan 2017 adalah 38.587 CO2e dan 42.835 CO2e (Gambar 3-37).
Kenaikan emisi yang terjadi di tahun 2016 dapat dikaitkan dengan peningkatan luas
lahan sawah dalam rangka swasembada pangan yang merupakan program prioritas dari
Kementerian Pertanian.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 70 -


 
Gambar 3-37. Emisi Metana Dari Budidaya Padi Tahun 2000-2017

F. Sumber Emisi Kunci Sektor Pertanian


Berdasarkan analisis kategori kunci pada sektor pertanian, emisi dari budidaya sawah,
N2O langsung dari pengolahan tanah, fermentasi enteric, N2O tidak langsung dari
pengolahan tanah, N2O langsung dari pengelolaan kotoran ternak, pemupukan urea dan
liming, merupakan sumber emisi yang menghasilkan emisi terbesar di sektor pertanian,
seperti pada Tabel 3-11.
Tabel 3-11. Sumber emisi kunci Sektor Pertanian

Emisi Emisi Kumulatif


Kode Kategori Sumber Emisi Gas
(GgCO2e) (%) (%)
3C7 Rice Cultivation CO2 42.835 35% 35%
3C4 Direct N2O Soils CO2 35.992 30% 65%
3A1 Enteric Fermentation CO2 13.791 11% 76%
3C5 Indirect N2O Soils CO2 9.500 8% 84%
3 A 2b Direct N2O Manure Management CO2 6.311 5% 89%
3C3 Urea Fertilization CO2 5.300 4% 93%
3C2 Liming CO2 2.289 2% 95%
3C1 Biomass Burning CL CO2 1.930 2% 97%
3C6 Indirect N2O Manure Management CO2 1.307 1% 98%
3A2 Manure Management CO2 1.306 1% 99%
3C2 Biomass Burning GL CO2 1.125 1% 100%

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 71 -


 
3.2.3.2. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya
Sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya merupakan salah satu sektor utama
yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan inventarisasi gas rumah kaca,
terutama karena perannya dalam siklus karbon. Sebagian besar dari pertukaran karbon
antara atmosfer dan biosfer terestrial terjadi di hutan. Status dan pengelolaan hutan
menentukan apakah biosfer terestrial menyerap atau mengemisi karbon.
Nilai ketidakpastian/uncertainty yang besar dalam inventarisasi GRK sektor kehutanan
dan penggunaan lahan lainnya telah dinyatakan dalam banyak laporan negara-negara
di dunia. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan data aktivitas serta faktor emisi,
metodologi dan asumsi yang digunakan dalam analisis. Jenis data aktivitas dan faktor
emisi yang sangat perlu ditingkatkan, untuk mendapatkan estimasi perubahan cadangan
karbon yang reliable pada ekosistem terestrial, adalah data pertumbuhan/riap biomassa
tahunan (annual biomass increament) dan biomassa di atas permukaan (above ground
biomass).
Semua studi mengindikasikan bahwa pada periode 1990, hutan Indonesia masih
menyerap karbon lebih banyak daripada emisinya (net sink). Namun, berdasarkan
laporan Second National Communication (SNC, 2010), Indonesia menjadi negara
pengemisi karbon, yang menyebutkan bahwa emisi dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya (termasuk emisi dari kebakaran gambut) berkontribusi
sebesar 60% dari total emisi pada tahun 2000. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
analisa pada 1st Biennial Update Report (BUR, 2015) yang menyatakan bahwa emisi
sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya menyumbang sebesar 48% pada tahun
2012. Puncaknya pada tahun 2015, emisi sektor kehutanan dan penggunaan lahan
lainnya berkontribusi sebesar 63% dari total emisi. Tetapi pada tahun 2017, emisi dari
sektor Kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat diturunkan sehingga menjadi
25% dari total emisi.
Hal inilah yang menyebabkan perubahan status Indonesia dari penyimpan karbon ke
emiter terutama disebabkan perubahan dari emisi dan serapan karbon pada sektor
kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini
memberikan pengaruh yang besar dalam total emisi GRK di Indonesia.

A. Sumber Kategori Emisi/Serapan GRK


Pada sektor ini, emisi/serapan GRK dikategorisasikan berdasarkan 6 (enam) kategori
penggunaan lahan utama IPCC, dimana pada setiap kategori penggunaan lahan tersebut
dikelompokkan menjadi lahan yang tetap/tersisa dalam kategori penggunaan lahan yang
sama dan lahan yang berubah ke pengunaan lahan lahan lainnya. Untuk itu,
emisi/serapan GRK dari setiap kategori penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi 12
kategori, yaitu: (1) forest land remaining forest land, (2) land converted to forest land,
(3) cropland remained crop land, (4) land converted to cropland, (5) grassland remaining
grassland, (6) land converted to grassland, (7) wetlands remaining wetlands, (8) land
converted to wetlands, (9) settlements remaining settlements, (10) land converted to

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 72 -


 
settlements, (11) other land remaining other land dan(12) land converted to other land
(Gambar 3-38).

Idealnya, total emisi/serapan GRK dari perubahan stok karbon pada setiap kategori
penggunaan lahan merupakan penjumlahan dari semua kategori tersebut dengan
memperhitungkan 5 (lima) tampungan karbon, yaitu: (i) biomassa diatas permukaan
tanah; (ii) biomassa dibawah permukaan tanah; (iii) pohon mati; (iv) serasah; dan (v)
bahan organik tanah. Tapi perhitungan emisi GRK dari kehutanan dan penggunaan
lahan lainnya hanya memperhitungkan tampungan karbon biomasa di atas permukaan
tanah dan bahan organik tanah pada lahan gambut.

3B1a Forest Land Remaining Forest Land


3B1 Forest Land 3B1bi Cropland converted to Forest Land
3B1b Land Converted to Forest
3B1bii Grassland converted to Forest Land
Land
3B1biii Wetlands converted to Forest Land
3B1biv Se lements converted to Forest Land
3B1bv Other Land converted to Forest Land
3B2a Cropland Remaining Cropland
3B2 Cropland 3B2bi Forest Land converted to Cropland
3B2b Land Converted to 3B2bii Grassland Land converted to Cropland
Cropland
3B2biii Wetlands converted to Cropland
3B2biv Se lements converted to Cropland
3B2bv Other Land converted to Cropland
3B3a Grassland Remaining Grassland
3B. Land 3B3 Grassland
3B3bi Forest Land converted to Grassland
3B3b Land Converted to
3B3bii Cropland converted to Grassland
Grassland
3B3biii Wetlands converted to Grassland
3B3biv Se lements converted to Grassland
3B3bv Other Land converted to Grassland

3B4ai Peatlands Remaining Peatlands


3B4a Wetlands Remaining Wetlands
3B4aii Flooded Land Remaining Flooded Land
3B4 Wetlands 3B4bi Land converted for peat extrac on
3B4b Land Converted to
Wetlands 3B4bii Land converted to flooded land

3B5a Se lements Remaining Se lements


3B5 Se lements 3B5bi Forest Land converted to Se lements
3B5b Land Converted to 3B5bii Cropland converted to Se lements
Se lements
3B5biii Grassland converted to Se lements
3B5biv Wetlands converted to Se lements
3B5bv Other Land converted to Se lements
3B6a Other Land Remaining Other Land
3B6 Other Land 3B6bi Forest Land converted to Other Land
3B6b Land Converted to Other
3B6bii Cropland converted to Other Land
Land
3B6biii Grassland converted to Other Land
3B6biv Wetland converted to Other Land
3B6bv Se lements converted to Other Land

Gambar 3-38. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Kehutanan Dan
Penggunaan Lahan Lainnya

B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis GRK utama dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya adalah CO2, CH4 dan N2O.

C. Periode Inventarisasi
Inventarisasi emisi GRK yang dilaporkan pada laporan ini adalah untuk periode 2000-
2017.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 73 -


 
D. Sumber Data
Peta tutupan lahan yang dihasilkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan data aktivitas untuk menghitung emisi
GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Set data tutupan lahan yang
tersedia dan digunakan untuk melengkapi inventarisasi GRK pada sektor ini adalah data
tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2017.
Peta tutupan lahan ditafsirkan secara manual/visual dari citra satelit Landsat menjadi 23
kelas tutupan dan divalidasi dengan ground checking dan citra resolusi tinggi. Daerah
minimum yang digambarkan poligon adalah 0,25 cm2 pada skala peta 1: 50.000 yang
sama dengan 6,25 ha. Masalah umum yang ditemukan dalam citra satelit Landsat,
seperti SLC-off dan adanya daerah yang tertutup awan, diperbaiki dengan cara
menggabungkan citra satelit Landsat multi-temporal.
Karena klasifikasi kategori penggunaan lahan dalam IPCC Guideline 2006 terbagi
menjadi 6 kategori penggunaan lahan utama, maka kategori tutupan lahan yang
digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dikelompokkan mengikuti
kategori penggunaan lahan IPCC seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3-12. Untuk
memastikan variasi antar daerahturut diperhitungkan dalam inventarisasi GRK dari
sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, dilakukan stratifikasi tutupan lahan
berdasarkan 7 (tujuh) kelompok pulau utama yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali dan Nusa Tanggara, Maluku dan Papua serta dipisahkan berdasarkan 2
(dua) jenis tanah (mineral dan gambut).
Tabel 3-12. Penyesuaian Kategori Tutupan Lahan KLHK dengan Kelas
Penggunaan Lahan IPCC

No Land-cover class 2006 IPCC GL Abbreviation Keterangan


Forest
1. Primary dryland forest Forest FL Natural forest
2. Secondary dryland forest Forest FL Natural forest
3. Primary mangrove forest Forest FL Natural forest
4. Secondary mangrove forest Forest FL Natural forest
5. Primary swamp forest Forest FL Natural forest
6. Secondary swamp forest Forest FL Natural forest
7. Plantation forest Forest FL Plantation forest
Other Land Use
8. Estate crop Crop land CL Non-forest
9. Pure dry agriculture Crop land CL Non-forest
10. Mixed dry agriculture Crop land CL Non-forest
11. Dry shrub Grassland GL Non-forest
12. Wet shrub Grassland GL Non-forest
13. Savanna and Grasses Grassland GL Non-forest
14. Paddy Field Crop land CL Non-forest
15. Open swamp Wetland WL Non-forest
16. Fish pond/aquaculture Wetland WL Non-forest

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 74 -


 
No Land-cover class 2006 IPCC GL Abbreviation Keterangan
17. Transmigration areas Settlement ST Non-forest
18. Settlement areas Settlement ST Non-forest
19. Port and harbor Other land OL Non-forest
20. Mining areas Other land OL Non-forest
21. Bare ground Other land OL Non-forest
22. Open water Wetland WL Non-forest
23. Clouds and no-data No data - Non-forest

Faktor emisi/serapan biomassa yang digunakan dalam inventarisasi GRK diambil dari
beberapa studi spesifik di Indonesia. Rerata pertumbuhan tahunan dari kategori
penutupan lahan yang berbeda mengacu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan maupun sumber lainnya (Tabel 3-13). Stok karbon untuk semua kategori
penutupan lahan terutama dari lahan hutan, didapat dari pengukuran pada plot sampling
permanen (PSP) dari National Forest Inventory (NFI). Untuk itu, data kemudian
distratifikasikan kedalam 7 pulau di Indonesia. Diameter setinggi dada (DBH) dan
kerapatan kayu/wood density (WD) dari setiap individu pohon dalam Plot Sample
Permanent dikonversi menjadi data biomassa diatas permukaan tanah (AGB)
menggunakan model allometrik dari Chave et.al (2005) untuk hutan tropis. Model ini
digunakan karena allometrik spesifik lokal untuk 6 tipe hutan tidak semuanya
direpresentasikan di 7 (tujuh) pulau Indonesia. Model ini diketahui sesuai dan sama
baiknya dengan model lokal yang dikembangkan di hutan tropis Indonesia (Rutishauser
et al., 2013; Manuri et al., 2014). Data rerata karbon stok dari biomassa diatas
permukaan (AGB) untuk berbagai tipe hutan pada tujuh pulau tersedia pada Tabel 3-
14.

Tabel 3-13. Rerata Pertumbuhan Tahunan Pada Berbagai Kategori


Penggunaan Lahan
IPCC MAI
Land use/cover Source
Category (tC/ha/year)
Shrubs GL 0,2 National FREL, 2015

Swamp Shrubs GL 0,6 National FREL, 2015

Dry land Primary Forest FL 0 National FREL, 2015

Dry land secondary forest FL 1,075 Mean of MoFor 1998

Mangrove Primary Forest FL 0 National FREL, 2015

Mangrove Secondary Forest FL 2,8 MoFor, 1998

Swamp Primary Forest FL 0 National FREL, 2015

Swamp Secondary Forest FL 1,075 Mean of MoFor 1998

Plantation Forest FL 4,8 National FREL, 2015

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 75 -


 
IPCC MAI
Land use/cover Source
Category (tC/ha/year)
Settlement SL 0,2 National FREL, 2015

Agriculture Plantation CL 2,52 National FREL, 2015

Mining OL 0 National FREL, 2015

Dry land agriculture CL 0,2 National FREL, 2015

Dry land agriculture mixed with shrubs CL 0,6 National FREL, 2015

Swamp WL 0,1 National FREL, 2015

Savannah/ grassland GL 0,2 National FREL, 2015

Rice paddy CL 0 National FREL, 2015

Ponds OL 0 National FREL, 2015

Open land OL 0,1 National FREL, 2015

Transmigration CL 1,32 National FREL, 2015

Tabel 3-14. Karbon Stok Dari Biomassa Diatas Permukaan (AGB) Untuk
Berbagai Tipe Penutupan Lahan
95% Confidence N of plot
Mean AGB
Forest type Main island Interval measuremen
(t ha-1)
(t ha-1) t
Bali Nusa Tenggara 274,4 247,4 301,3 52

Jawa nd Nd Nd Nd

Kalimantan 269,4 258,2 280,6 333

Maluku 301,4 220,3 382,5 14


Primary
Dryland Forest Papua 239,1 227,5 250,6 162

Sulawesi 275,2 262,4 288,1 221

Sumatera 268,6 247,1 290,1 92

Indonesia 266,0 259,5 272,5 874

Bali Nusa Tenggara 162,7 140,6 184,9 69

Jawa 170,5 Na Na 1

Secondary Kalimantan 203,3 196,3 210,3 608


Dryland Forest Maluku 222,1 204,5 239,8 99

Papua 180,4 158,5 202,4 60

Sulawesi 206,5 194,3 218,7 197

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 76 -


 
95% Confidence N of plot
Mean AGB
Forest type Main island Interval measuremen
(t ha-1)
(t ha-1) t
Sumatera 182,2 172,1 192,4 265

Indonesia 197,7 192,9 202,5 1299

Bali Nusa Tenggara na Na na na

Jawa na Na na na

Kalimantan 274,8 269,2 281,9 3

Maluku Na Na na na
Primary
Swamp Forest Papua 178,8 160,0 197,5 67

Sulawesi 214,4 -256,4 685,2 3

Sumatera 220,8 174,7 266,9 22

Indonesia 192,7 174,6 210,8 95

Bali Nusa Tenggara na Na na na

Jawa na Na na na

Kalimantan 170,5 158,6 182,5 166

Maluku na Na na na
Secondary
Swamp Forest Papua 145,7 106,7 184,7 16

Sulawesi 128,3 74,5 182,1 12

Sumatera 151,4 140,2 162,6 160

Indonesia 159,3 151,4 167,3 354


Primary
Mangrove Kalimantan 263,9 209,0 318,8 8
Foresta,b,c
Secondary
Kalimantan dan
Mangrove 201,7 134,5 244,0 12
Sulawesi
Forestb,c
Keterangan :aMurdiyarso et al. (2009); b Krisnawati et al. (2014);c Donato et al. (2011);
nd = no data; na = not applicable.

Faktor emisi untuk dekomposisi gambut diambil dari 2013 Supplement to the 2006 IPCC
Guidelines for National GHG Inventory: Wetlands (IPCC, 2013) dan hasil studi lainnya di
Indonesia yang dikonversi ke ton CO2e, seperti yang dipresentasikan pada Tabel 3-15.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 77 -


 
Tabel 3-15. Faktor Emisi Untuk Dekomposisi Gambut Dari Berbagai
Penutupan Lahan
Emission confidence
No. Land cover 95% Sources
(t CO2 ha-1 th-1) interval
1. Primary forest 0 0 0 IPCC (2006)

2. Secondary forest 19 -3 35 IPCC (2013)

3. Plantation forest 73 59 88 IPCC (2013)

4. Estate crop 40 21 62 IPCC (2013)

5. Pure dry agriculture 51 24 95 IPCC (2013)

6. Mixed dry agriculture 51 24 95 IPCC (2013)

7. Dry shrub 19 -3 35 IPCC (2013)

8. Wet shrub 19 -3 35 IPCC (2013)


Savannah and
9. 35 -1 73 IPCC (2013)
Grasses
10. Paddy Field 35 -1 73 IPCC (2013)
Waterlogged condition,
11. Open swamp 0 0 0 assumed zero CO2
emission
Waterlogged condition,
12. Fish pond/aquaculture 0 0 0 assumed zero CO2
emission
Assumed similar to
13. Transmigration areas 51 24 95 mixed upland
agriculture
Assumed similar to
14. Settlement areas 35 -1 73
grassland
Assumed zero as most
15. Port and harbor 0 0 0 surface is sealed with
concrete
Assumed similar to
16. Mining areas 51 24 95
bare land
17. Bare ground 51 24 95 IPCC (2013)
Waterlogged condition,
18. Open water 0 0 0 assumed zero CO2
emission
19. Clouds and no-data nd nd Nd
Keterangan: nd = no data.
The number of Emission Factor taken from IPCC Wetland Supplement (2013) based on
Table 2.1 “Tier 1 CO2 Emission/Removal Factors for Drained Organic Soils in all Land-Use
Categories”. The Emission Factor value in the Table 2.1 was in CO2-C, then converted to
CO2 (Multiplied with 3.67).

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 78 -


 
E. Perhitungan Emisi/Serapan GRK
Emisi Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnnya dari tahun 2000-2017
dirangkum menggunakan format IPCC Guideline 2006 seperti disajikan pada Tabel 3-
16 maupun digambarkan dalam Gambar 3-39 dan Gambar 3-40.
Emisi pada tahun 2016 dan 2017 berturut-turut sebesar 635.448 Gg CO2e dan 294.611
Gg CO2e. Tabel 3-16 menunjukkan bahwa sumber emisi utama dari sektor kehutanan
dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2016 adalah dekomposisi gambut pada
urutan pertama dengan emisi sebesar 357.896 Gg CO2e, perubahan lahan dari Non
Cropland to Cropland pada urutan kedua dengan emisi sebesar 276.700 Gg CO2e, dan
perubahan lahan dari Non-Otherland to Otherland pada urutan ketiga dengan emisi
sebesar 136.482 Gg CO2e. Sedangkan pada tahun 2017, nilai emisi GRK dari ketiga
sumber utama tersebut berturut-turut sebesar 358.851 Gg CO2e, 302.294 Gg CO2e, dan
60.621 Gg CO2e.

Gambar 3-39. Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lahan Lainnya
Tahun 2000-2017 (Dengan Peat Fire)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 79 -


 
Gambar 3-40. Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lahan Lainnya
Tahun 2000-2017 (Tanpa Peat Fire)

Rata-rata emisi GRK selama periode tahun 2000-2017 adalah sebesar 687.905 Gg
CO2e/tahun. Terjadi peningkatan emisi yang ekstrem pada tahun 2006, 2009, 2014, dan
2015 yang disebabkan oleh fenomena El Nino, sehingga menyebabkan kebakaran lahan
gambut dengan intensitas yang cukup lama dan mencakup wilayah yang cukup luas.
Luas kebakaran gambut pada tahun 2006, 2009, 2014, dan 2015 secara berturut-turut
adalah 553.255 ha, 324.905 ha, 540.991 ha, dan 869.754 ha. Sedangkan deforestasi
pada tahun tersebut secara berturut-turut adalah lebih kurang 842,6 ribu ha, 913,8 ribu
ha, 568 ribu ha dan 1,22 juta ha.
Pada tahun 2015, kebakaran lahan gambut seluas 869.745 ha dengan emisi sebesar
802.870 Gg CO2e. Pada tahun 2016 dilakukan berbagai upaya untuk mengendalikan dan
menanggulangi kebakaran gambut, sehingga kebakaran lahan gambut dapat diturunkan
menjadi 97.787 ha dengan nilai emisi sebesar 90.267 Gg CO2e, pada tahun 2017, luas
kebakaran lahan kembali dapat ditekan menjadi 13.555 ha dengan emisi sebesar 12.512
Gg CO2e.
Emisi dari biomasa di atas permukaan tanah ini berasal dari kedua jenis tanah: gambut
dan mineral. Grafik menunjukkan bahwa dalam tahun 2000 – 2017 terjadi beberapa
peningkatan yang signifikan, yaitu pada tahun 2004, 2007, 2009 dan 2015. Peningkatan
emisi pada tahun-tahun ini sebagian besar disumbang oleh sub kategori Non Otherland
to Otherland dan Non-Cropland to Cropland. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
peningkatan deforestasi.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 80 -


 
Gambar 3-41. Emisi dari Kebakaran Gambut 2000 - 2017

Selan itu, Gas Non-CO2 yang dihasilkan dari kebakaran menambah emisi dari biomass
diatas permukaan tanah yaitu pada sub kategori Non Otherland to Otherland. Besarnya
gas non CO2 dari kebakaran tahun 2017 yaitu CH4 sebesar 609 Gg CO2e dan N2O sebesar
438 Gg CO2e.
Sedangkan penurunan tingkat emisi dari biomasa di atas permukaan tanah terjadi pada
tahun 2010, 2013, 2016, dan 2017. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan
cadangan karbon, khususnya pada sub kategori Forestland remaining Forestland.

Gambar 3-42. Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan
Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2017

Pada umumnya, emisi dari dekomposisi gambut ini mempunyai kecenderungan yang
tetap, dan mengalami peningkatan secara linear. Peningkatan emisi dari dekomposisi
gambut kemungkinan besar disebabkan oleh pembukaan lahan gambut untuk
kepentingan lain diluar sektor kehutanan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 81 -


 
Gambar 3-43. Emisi Dekomposisi Gambut 2000-2017

Secara ringkas, sumber emisi GRK pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan
Lainnya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu emisi dari 1) biomasa di atas permukaan tanah
(above ground biomass) akibat penggunaan lahan lainnya, 2) dekomposisi gambut, dan
3) kebakaran gambut seperti digambarkan pada Gambar 3-41, Gambar 3-42, dan
Gambar 3-43. Sedangkan Tabel 3-16 menggambarkan perubahan-perubahan nilai
emisi GRK dari tahun 2000-2017.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 82 -


 
Tabel 3-16. Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lainnya Tahun 2000-2017 (Gg CO2e)
Code Source Category 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
3B1a Forest remaining Forest       20.678       17.537      37.002        7.495       56.129       35.824       51.523       61.158       27.650      66.632 ‐      17.655                77 ‐      11.839 ‐  192.135  ‐   127.701  ‐260.052,13 ‐293.629,08 ‐     337.834
3B1b Non‐Forest to Forest ‐        1.260 ‐        1.274 ‐       1.320 ‐       1.187 ‐        2.647 ‐        2.805 ‐        2.603 ‐        2.152 ‐         2.225 ‐       2.734 ‐        5.183 ‐         4.819 ‐         4.095 ‐      4.909  ‐        3.675  ‐2.592,53 ‐2.222,96 ‐          2.048
3B2a Cropland remaining Cropland ‐      41.587 ‐      41.626 ‐     41.541 ‐     41.595 ‐      41.450 ‐      41.219 ‐      40.778 ‐      39.835 ‐      38.855 ‐     37.671 ‐      37.464 ‐       36.985 ‐      36.758 ‐    35.886  ‐      33.729  ‐6.417,86 ‐21.757,19           5.668
3B2b Non‐Cropland to Cropland       29.609       22.931      36.709      29.186       93.413       71.680       90.222    140.197     131.466   167.580       38.641        45.658       95.266    197.494       141.481  273.025,06 276.700,42      302.294
3B3a Grassland remaining Grassland             ‐             ‐             ‐            ‐             ‐             ‐             ‐             ‐              ‐            ‐             ‐              ‐              ‐            ‐              ‐ 0 0                    ‐
3B3b Non‐Grassland to Grassland       36.335       32.319      40.338      36.348       34.802       30.338       34.659       40.477       36.592      47.774       18.164        21.088       25.342 ‐    69.383         17.118  ‐11.782,76 56.379,61 ‐     124.470
3B4a Wetland remaining Wetland             ‐             ‐             ‐            ‐             ‐             ‐             ‐             ‐              ‐            ‐             ‐              ‐              ‐            ‐              ‐ 0 0                    ‐
3B4b Non‐Wetland to Wetland             ‐             ‐             ‐            ‐             ‐             ‐             ‐             ‐              ‐            ‐             ‐              ‐              ‐            ‐              ‐ 0 0                    ‐
3B5a Settlement remaining Settlement             ‐             ‐             ‐            ‐             ‐             ‐             ‐             ‐              ‐            ‐             ‐              ‐              ‐            ‐              ‐ 0 0                    ‐
3B5b Non‐Settlement to settlement         1.863         2.199        1.775        1.614         1.482             971         1.348         1.240             931        1.390         1.370          1.677          1.753         1.975         10.257  593,8 35.330,86         19.016
3B6a Otherland remaining Otherland             ‐             ‐             ‐            ‐             ‐             ‐             ‐             ‐              ‐            ‐             ‐              ‐              ‐            ‐              ‐ 0 0                    ‐
3B6b Non‐Otherland to Otherland       29.585       29.626      31.679      27.448       59.692       64.031       58.587       59.892       60.804      74.028       72.564        78.020       89.692    163.653       134.546  413.797,21 136.482,71         60.621
Biomas FOLU       75.221       61.712    104.643      59.308    201.420    158.820    192.957    260.977     216.363   316.998       70.436     104.715     159.361     60.809     138.298        406.571        187.284 ‐        76.753
Other Peat Decomposition    268.575    267.531    268.545   269.650    274.431    280.818    286.289    292.825     297.349   303.567    312.968     322.595     328.567    341.443       341.735  359.623,16 357.896,12      358.851
Total emission without Peat Fire    343.797    329.243    373.189   328.958    475.851    439.638    479.246    553.803     513.712   620.566    383.405     427.310     487.928   402.252     480.033        766.194        545.180      282.098
Other Peat Fire    161.571       50.885    301.753   132.075    232.018    258.887    510.710       62.747       81.744   299.920       51.383     189.026     207.050    205.076       499.389  802.870,00 90.267,18         12.513
Total emission with Peat Fire    505.368    380.129    674.941   461.034    707.870    698.525    989.956    616.550     595.456   920.485    434.788     616.335     694.978   607.328     979.422    1.569.064        635.448      294.611

 
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 83 -
F. Sumber Emisi Kunci
Berdasarkan analisis kategori kunci sebagaimana Tabel 3-17, sumber emisi/serapan kunci
pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya tahun 2017 adalah Peat
Decomposition dengan kontribusi emisi sebesar 29%, Forest Remaining Forest dengan
kontribusi serapan sebesar 28%, Non-Cropland to Cropland dengan kontribusi emisi sebesar
25%, Non-Grassland to Grassland dengan kontribusi serapan 10% dan Non-Otherland to
Otherland dengan kontribusi emisi sebesar 5%.

Tabel 3-17 Analisis Kategori Kunci Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan
Lainnya

Emisi Kontribusi Kumulatif


Kode Kategori Sumber Emisi Gas
(Gg CO2e) Emisi (%) (%)
Other Peat Decomposition CO2 358.851,28 29 29
3B1a Forest Remaining Forest CO2 -337.833,89 28 57
3B2b Non-Cropland to Cropland CO2 302.293,56 25 82
3B3b Non-Grassland to Grassland CO2 -124.470,16 10 92
3B6b Non-Otherland to Otherland CO2 60.621,37 5 97

3.2.4 Sektor Limbah

A. Kategori Sumber Emisi GRK


Dalam IPCC guideline 2006, sumber utama emisi GRK dari sektor limbah adalah kegiatan
pengelolaannya. Sumber ini diklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu: (a) Pengelolaan limbah
padat domestik (sampah) di TPA/landfill, pengelolaan biologi atau komposting, pembakaran
terbuka (open burning) dan insinerasi, (b) pengelolaan limbah cair domestik (baik pengelolaan
terpusat di IPAL maupun pengelolaan dengan septic tank, cubluk, dan lainnya), (c)
pengelolaan limbah cair industri dan (d) pengelolaan sampah industri.

Pada laporan 1st BUR dan TNC baru diperhitungkan emisi dari 3 sub kategori saja yaitu: limbah
padat domestik (domestik solid waste), limbah cair domestik (domestic wastewater) dan
limbah cair industri (industrial wastewater). Pada laporan 2nd BUR dan laporan ini, dilakukan
perbaikan dengan menyertakan sumber emisi dari kategori baru yaitu limbah padat industri
(industrial slid waste), meskipun baru sebatas penghitungan emisi dari lumpur (sludge) pada
industri pulp dan kertas yang dilandfill-kan (landfill of sludge removal), lumpur dari kertas
yang dikomposkan (composting of sludge removal), dan penanganan lumpur dari industri
kertas (sludge handling).

B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe emisi GRK dari sektor limbah mencakup CO2, CH4, dan N2O.
Emisi CO2 yang dihitung berasal dari kegiatan insinerasi dan pembakaran terbuka. Untuk CH4
sebagian besar dihasilkan dari proses anaerobic seperti proses pembusukan sampah di TPA

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 84 -


 
dan degradasi materi organic pada unit IPAL. Sedangkan N2O dihasilkan dari proses biologis
pada kegiatan komposting dan IPAL domestik.

C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan adalah periode tahun 2000-2017.

D. Sumber Data
Data aktivitas dan parameter terkait lainnya diklasifikasikan berdasarkan kategori dalam IPCC
guideline 2006, yaitu pengelolaan limbah padat domestik, pengelolaan limbah cair domestik
dan pengelolaan limbah cair industri.

1. Pengelolaan Limbah Padat Domestik


Limbah padat domestik yang diolah di TPA berasal dari permukiman, pertamanan, pasar, area
komersial, dan lain-lain di daerah perkotaan dan pedesaan. Namun demikian sampah padat
domestik dari daerah perkotaan umumnya diolah di TPA, sedangkan sampah padat domestik
dari daerah pedesaan umumnya diolah setempat dengan jalan open burning dan/atau open
dumping. Jumlah sampah padat domestik tahunan diperoleh dari dokumen ADIPURA yang
disampaikan oleh seluruh kota di Indonesia digunakan sebagai data aktivitas. Dokumen
tersebut juga memberikan informasi mengenai fraksi rata-rata sampah yang dibawa ke TPA.
Berdasarkan informasi ini, fraksi sampah dibuang ke TPA rata-rata adalah 72,76%. Angka ini
digunakan dalam memperkirakan tingkat emisi gas rumah kaca pengelolaan sampah di TPA.
Perbaikan data dilakukan pada data jumlah sampah yang masuk TPA, composting, 3R dan
LFG recovery berdasarkan update data ADIPURA dilengkapi hasil survey dan monitoring
Kementerian LHK. Meskipun data ADIPURA telah tersedia sejak tahun 2003, namun sebelum
2014 laporan TNC hanya mengcover data provinsi/kabupaten/kota yang kurang memadai dan
baru pada setelah tahun 2014 tersedia data ADIPURA yang mengcover lebih banyak data
provinsi/kabupaten/kota. Tipe dan sumber data untuk sektor limbah dapat dilihat pada table
di bawah ini.

Tabel 3-18. Tipe Dan Sumber Data Sektor Limbah

Kategori IPCC Tipe Data Tahun Sumber Data

Limbah Padat 2000-2017: data


Domestik aktual
Jumlah timbulan sampah ADIPURA
1990-1999: back-
4A2 TPA, casting
DA Bulk Density: 0,347 ton/m3 Survei komposisi sampah di
4B1 Komposting
Sumatera Utara, Sumatera
limbah padat Komposisi Sampah
Selatan, Riau, DKI Jakarta
domestik
Dry Matter Content dan Jawa Timur

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 85 -


 
Kategori IPCC Tipe Data Tahun Sumber Data
4C Pembakaran Fraksi Jenis Pengolahan Sampah
Terbuka a. TPA: 72,76%
ADIPURA &
b. Pembakaran Terbuka: 21%
IPCC GL 2006
c. Komposting 0,03%
d. Daur Ulang: 0,05%
e. Lainnya (tidak dikelola): 6%
MCF: 0,8 (TPA open dumping)
FE IPCC GL 2006
DOC: default
Limbah Padat
Industri
Data lumpur (sludge) yang
 Ditjen PSLB3
4A1 TPA limbah dikeluarkan dari WWTP
 Data pabrik Pulp dan
padat industri DA Landfilling of sludge 2010 - 2017
Kertas
Composting of sludge
4B2 Komposting Sludge handling
limbah padat
industry

4E Lainnya FE Default IPCC GL 2006


(sludge handling)
Populasi penduduk 2000-2017 BPS
4D1 Limbah Cair DA BOD: 40 g/orang/hari IPCC GL 2006
Domestik Konsumsi Protein/orang/tahun 2000-2017 Statistik Kesra BPS
FE Default IPCC GL 2006
 Statistik Industri
Manufaktur, BPS
 Statistik Pertanian
Kementerian Pertanian,
 Asosiasi Pulp dan Kertas
Total Produksi
2000-2017 Indonesia,
 Direktorat Mintegar,
4D2 Limbah Cair DA
PPIHLH Kementerian
Industri Perindustrian
 Data Olah Statistik
Perikanan
Flow rate limbah cair PROPER, Industri, Permen
COD Inlet LH, dan Asosiasi

FE Default IPCC GL 2006

Parameter lokal seperti komposisi sampah dan dry matter content dikembangkan oleh KLHK
dengan lokasi pilot studi yang semula hanya di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan,
saat ini telah berkembang ke Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta dan Riau. Tabel di bawah ini
menunjukan nilai perbandingan komposisi sampah antara nilai rata-rata hasil penelitian di
lokasi pilot dengan nilai default IPCC GL 2006.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 86 -


 
Tabel 3-19. Komposisi Sampah di TPA

Komposisi Sampah (% berat basah)


IPCC GL
No. Komponen 2006
Sumatera Sumatera DKI Jawa Rata-
Riau
Utara Selatan Jakarta Timur Rata*) (Asia
Tenggara)
1 Sisa Makanan 54,62% 56,62% 47,23% 49,72% 53,30% 49,86% 43,50%
2 Kertas 11,39% 10,01% 11,34% 10,79% 3,63% 10,82% 12,90%
3 Nappies 6,06% 5,35% 7,50% 5,93% 6,26% 6,04% -
4 Taman 8,02% 5,90% 4,12% 7,70% 9,02% 7,39% -
5 Kayu 0,01% 0,44% 3,50% 0,78% 0,60% 0,95% 9,90%
6 Tekstil 3,28% 2,43% 3,56% 4,10% 2,30% 3,97% 2,90%
7 Karet dan Kulit 0,84% 0,59% 1,79% 0,37% 0,07% 0,51% 0,60%
8 Plastik 13,15% 16,15% 16,74% 19,26% 23,42% 18,80% 6,30%
9 Logam 0,37% 0,50% 0,84% 0,30% 0,21% 0,35% 1,30%
10 Kaca 1,59% 1,11% 1,46% 0,59% 0,75% 0,71% 2,20%
Lain-lain
11 (anorganik, 0,68% 0,90% 1,94% 0,47% 0,44% 0,60% 5,40%
inert)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2017
*) Penghitungan nilai rata-rata dilakukan menggunakan metode weighted average.

Sementara untuk nilai dry matter content masih menggunakan nilai di Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan dikarenakan nilai dari provinsi lainnya masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut.
Tabel 3-20. Dry matter content sampah di TPA

Dry matter content (%berat basah)


Komponen Sumatera Sumatera Rata- IPCC 2006 GL
Selatan Utara rata (Asia Tenggara)
a. Sisa makanan 23% 59% 46% 40%
b. Kertas + kardus + nappies 51% 44% 48% 90%
c. Kayu dan sampah taman 50% 57% 55% 85%
d. Tekstil 56% 73% 64% 80%
e. Karet & Kulit 84% 89% 90% 84%
f. Plastik 76% 57% 68% 100%
g. Logam 100% 97% 97% 100%
h. Gelas 92% 66% 79% 100%
i. Lainnya (inert) 85% 95% 92% N/A
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

2. Limbah Padat Industri

Penghitungan limbah padat industri adalah kategori baru yang telah mulai dimasukkan dalam
perhitungan pada laporan 2nd BUR dan laporan tahun 2017, tapi masih terbatas pada
penghitungan emisi dari lumpur (sludge) pada industri pulp dan kertas yang dilandfill-kan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 87 -


 
(landfill of sludge removal), lumpur dari kertas yang dikomposkan (composting of sludge
removal), dan penanganan lumpur dari industri kertas (sludge handling). Emisi limbah padat
industri memungkinkan untuk dihitung karena tersedia data yang diperoleh dari industri pulp
dan kertas. Data terdiri dari kapasitas produksi, parameter organic dari pengolahan air limbah
di WWTP dan sludge removal and treatment. Data hanya diperoleh untuk periode 2010 –
2017 sehingga estimasi untuk tahun 2000 – 2009 tidak dapat dilakukan.

3. Limbah Cair Domestik


Limbah cair domestik pada umumnya diolah ditempat atau dialirkan menuju pusat pengolahan
limbah cair ataupun dibuang tanpa pengolahan melalui saluran pembuangan menuju sungai.
Data aktivitas dari limbah cair domestik adalah TOW (Total Organics in Wastewater) yang
merupakan jumlah BOD (kg) total yang dihitung berdasarkan jumlah populasi penduduk
dikalikan dengan kg BOD perkapita. Parameter BOD/orang/tahun digunakan untuk
mengestimasi nilai TOW (Total Organics in Wastewater) dan faktor emisi (EF = Bo* MCF, kg
CH4/kg BOD) merujuk pada nilai default IPCC GL 2006 untuk Negara Asia, Timur Tengah dan
Afrika sebesar 40 gram/kapita/hari. Sedangkan untuk parameter konsumsi protein sudah
menggunakan data spesifik Indonesia yang diterbitkan oleh BPS setiap tahunnya. Tabel 3-
21 memperlihatkan parameter dan faktor emisi yang digunakan.
Pada pengolahan limbah cair domestik, cakupan inventory diperluas dengan adanya sumber
emisi GRK dari pengolahan menggunakan biodigester yang dilengkapi dengan gas recovery.
Sebagai catatan, pada laporan TNC, sumber GRK dari pengolahan limbah cair domestic hanya
mencakup emisi GRK dari pengolahan septik tank. Data penggunaan septik tank pada TNC
merujuk data Riskesdas, sedangkan pada 2nd BUR merujuk data Statistik Kesra yang
dikeluarkan oleh BPS (lebih lengkap tersedia setiap tahun).
Tabel 3-21. Parameter Dan Faktor Emisi Limbah Cair Domestik

Parameter Karakteristik
40 Gram/org/hari atau
BOD
setara 14,6 Kg/org/tahun
Kapasitas Produksi CH4 max 0,60 kg CH4/kgBOD
Konsumsi Protein Konsumsi Protein
Tahun Tahun
(Kg/org/thn) (Kg/org/thn)
2000 17,76 2009 19,84
2001 17,76 2010 20,08
2002 19,87 2011 20,53
Konsumsi Protein per orang per
2003 20,21 2012 19,40
tahun*
2004 19,95 2013 19,37
2005 20,17 2014 19,68
2006 19,58 2015 20,12
2007 21,05 2016 20,68
2008 20,98 2017 22,70
Fraksi N dalam protein 0,16 kg N/kg protein
F non-consump protein 1,10

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 88 -


 
Parameter Karakteristik
F industri dan komersil co-
discharged protein 1,25
N lumpur (default = 0) 0 kGram
Faktor Emisi N2O 0,005 kg N2O-N/kg N
Faktor konversi kg N2O-N menjadi
kg N2O, 44/28 1,571
Emisi dari IPAL (default = 0) - kg N2O-N/year
Sumber: Nilai default IPCC GL (2006); * Susenas – BPS (2017)

Tabel 3-22. Parameter Fraksi Populasi dan Derajat Penggunaan Pada Pengolahan
Limbah Cair Domestik

Treatment Fraction Degrees of Utilization

Before 2010 (assumed)


Septic tank 0,50 0,52
Rural
Non Septic tank 0,50 0,48
Septic tank 0,50 0,79
Urban
Non Septic tank 0,50 0,21
2010 (updated with processed data from Welfare Statistics and MoEF monitoring of treatment facilities)
Septic tank 0,502 0,53
Rural
Non Septic tank 0,502 0,47
Septic tank 0,498 0,79
Urban Non Septic tank 0,498 0,21
Bio-digesters 0,498 0,00001
2011
Septic tank 0,4952 0,45
Rural
Non Septic tank 0,4952 0,55
Septic tank 0,5048 0,79
Urban Non Septic tank 0,5048 0,21
Bio-digesters 0,5048 0,00002
2012
Septic tank 0,4883 0,47
Rural
Non Septic tank 0,4883 0,53
Septic tank 0,5117 0,79
Urban Non Septic tank 0,5117 0,21
Bio-digesters 0,5117 0,00006
2013
Septic tank 0,4813 0,56
Rural
Non Septic tank 0,4813 0,44
Septic tank 0,5187 0,82
Urban Non Septic tank 0,5187 0,18
Bio-digesters 0,5187 0,00007
2014
Septic tank 0,4742 0,59
Rural
Non Septic tank 0,4742 0,41
Septic tank 0,5258 0,80
Non Septic tank 0,5258 0,17
Urban
Centralized 0,5258 0,03
Bio-digesters 0,5258 0,00008
2015
Septic tank 0,467 0,62
Rural
Non Septic tank 0,467 0,38
Septic tank 0,533 0,82
Non Septic tank 0,533 0,16
Urban
Centralized 0,533 0,03
Bio-digesters 0,533 0,00008
2016
Septic tank 0,4604 0,65
Rural
Non Septic tank 0,4604 0,35

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 89 -


 
Treatment Fraction Degrees of Utilization
Septic tank 0,5396 0,83
Non Septic tank 0,5396 0,15
Urban
Centralized 0,5396 0,02
Bio-digesters 0,5396 0,00008
2017
Septic tank 0,4536 0,68
Rural
Non Septic tank 0,4536 0,32
Septic tank 0,5463 0,85
Non Septic tank 0,5463 0,14
Urban
Centralized 0,5463 0,012
Bio-digesters 0,5463 0,00008

4. Limbah Cair Industri


Emisi GRK dari limbah cair industri diestimasi berdasarkan jumlah limbah cair yang diolah,
karakteristik limbah dan tipe unit pengolahannya. Parameter seperti COD /m3 dan debit air
limbah digunakan untuk mengestimasi nilai TOW (total organics degradable material in
wastewater for each industry sector, kg COD/yr). Pada laporan ini nilai COD dan debit air
limbah diperoleh dari beberapa sumber seperti PROPER, penelitian lokal (BPPT dan
universitas), peraturan menteri LH dan asosiasi industri. Sedangkan untuk beberapa kategori
industri yang belum ada penelitian masih menggunakan nilai default IPCC GL 2006. Cakupan
industri dalam laporan kali ini sama dengan laporan TNC dan 2nd BUR yaitu sebanyak 22 tipe
industry. Parameter terkait faktor emisi masih menggunakan nilai default IPCC GL 2006.
Penghitungan emisi GRK dari limbah cair industri khususnya kertas sudah memasukkan data
pengurangan lumpur/sludge dari WWTP meskipun hanya pada tahun 2010 - 2017. Sementara
revisi dilakukan terhadap parameter data pada tapioka (starch), yaitu dengan menggunakan
default MCF = 0,3, sebelumnya pada TNC menggunakan default MCF = 0,2 dengan
pertimbangan pengolahan industri starch adalah shallow anaerobic, sehingga faktor emisi
starch berubah dari semula FE = 0,005 Kg CH4/Kg BOD menjadi FE = 0,075 Kg CH4/Kg BOD.

E. Perhitungan Emisi GRK


Emisi GRK sektoral dari limbah selama periode 2000-2017 terangkum pada tabel di bawah ini.
Semua kategori cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan tingkat
kenaikan yang relatif kecil tanpa lonjakan yang signifikan. Angka emisi sektor limbah
mengalami kenaikan setelah dilakukan rekalkulasi untuk periode 2000 s/d 2017 pada kategori
limbah padat domestik, limbah cair domestik dan limbah cair industri. Penghitungan emisi
GRK dari limbah cair industri khususnya kertas sudah memasukkan data pengurangan
lumpur/sludge dari WWTP.
Berdasarkan Tabel 3-23 dan Gambar 3-44, diketahui bahwa total emisi sektor limbah pada
tahun 2017 adalah sebesar 120.191 Gg CO2e, meningkat dari tahun 2016 yang angka emisinya
hanya 112.351. Pengolahan limbah cair industri masih menjadi penyumbang emisi terbesar
dari sektor limbah dengan angka sebesar 55.146 Gg CO2e atau sebesar 45,88%.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 90 -


 
Tabel 3-23. Emisi GRK Dari Sektor Limbah Tahun 2000-2017

GHG MSW GHG DWW GHG IWW GHG ISW GHG TOTAL
Tahun
(Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) ((Gg CO2e)
2000 28.198 14.977 21.658 64.832
2001 28.950 15.196 23.456 67.602
2002 29.649 15.658 24.755 70.063
2003 30.310 15.926 26.825 73.061
2004 30.939 16.129 28.157 75.225
2005 31.546 16.392 29.278 77.216
2006 32.135 16.560 33.882 82.578
2007 32.630 16.982 34.322 83.933
2008 33.153 17.222 34.648 85.023
2009 33.801 17.330 38.195 89.326
2010 34.783 17.602 35.195 89 87.669
2011 36.005 18.087 37.655 106 91.853
2012 37.173 18.537 39.713 107 95.530
2013 38.272 19.893 42.245 105 100.515
2014 39.220 20.448 43.043 123 102.834
2015 40.097 21.162 44.657 145 106.061
2016 41.149 21.871 49.211 121 112.351
2017 42.099 22.830 55.146 116 120.191

GHG Industrial Solid Waste (GgCO2-e)


GHG Industrial Wastewater (GgCO2-e)
GHG Domestic Wastewater (GgCO2-e)
140.000 GHG Domestic Solid Waste (GgCO2-e)
120.000

100.000

80.000

60.000

40.000

20.000

-
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017

Gambar 3-44. Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 91 -


 
Adapun distribusi emisi GRK sektor limbah tahun 2017 ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

GHG ISW
0,10%
GHG MSW
GHG IWW 35,03
45,88%

GHG DWW 18,99%

Gambar 3-45. Distribusi Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017

F. Analisis Kategori Kunci

Berdasarkan analisis kategori kunci (the key category analysis), diketahui sumber utama emisi
pada sektor limbah ada pada 3 (tiga) kategori, yaitu pengolahan limbah cair domestik
(industrial wastewater treatment and discharge), pengelolaan limbah padat domestik pada
TPA (unmanaged solid waste disposal), dan pengolahan limbah cair domestic (domestic
wastewater) (Tabel 3-24).

Tabel 3-24. Analisis Kategori Kunci Sektor Limbah Tahun 2017

Total
Level/ Kumulatif
Kode Kategori GHG
Rank (%) (%)
Emissions
4 D2 Industrial Wastewater Treatment and Discharge 55.146 45,88 45,88
4 A2 Unmanaged Solid Waste Disposal 36.905 30,70 76,59
4 D1 Domestic Wastewater 22.830 18,99 95,58
4 C Open Burning of waste 5.193 4,32 99,90
4 E1 Sludge handling 99 0,08 99,99
4 A1 Managed Solid Waste Disposal 15 0,01 100
4B2 Biological Treatment of Industrial Solid Waste 1,57 0,00 100
4B1 Biological Treatment of Domestik Solid Waste 0,57 0,00 100
TOTAL 120.191

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 92 -


 
BAB IV
HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK

4.1. PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL

Pada UNFCCC Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah
menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26%
(dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun
2020. Komitmen Indonesia tersebut dipertegas kembali melalui dokumen Nationally
Determined Contribution (NDC) pertama pada bulan November 2016 dengan menetapkan
target penurunan GRK sebesar 29 % (unconditional) sampai dengan 41% (conditional)
dibandingkan dengan skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030. Secara nasional,
target penurunan emisi pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton
CO2e pada target unconditional (CM1) dan sebesar 1.081 juta Ton CO2e pada target
conditional (CM2).

Untuk memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi mitigasi pada
semua sektor oleh penanggung jawab aksi mitigasi. Berdasarkan hasil capaian penurunan
emisi GRK secara nasional dapat diketahui bahwa pada tahun 2016 terjadi penurunan emisi
GRK sebesar 190 juta Ton CO2e dan pada tahun 2017 dengan penurunan sebesar 360,81
juta Ton CO2e, sebagaimana pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1. Capaian Penurunan Emisi GRK Nasional

Capaian Penurunan Emisi GRK


No. Sektor
Tahun 2017 (Ton CO2e)
1. Energi 49.751.639,35
2. IPPU 786.280,23
3. Kehutanan 309.406.137
4. Pertanian 510.000
5. Limbah 354.440
Total 360.808.496,58
Mton 360,81

4.2. PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL

Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk Rencana
Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 61 Tahun 2011 dan Penyelenggaran Inventarisasi GRK Nasional melalui Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2011. Sesuai amanat yang tercantum pada Peraturan Presiden
Nomor 61 Tahun 2011 tersebut, disebutkan bahwa penanggung jawab aksi mitigasi adalah
kementerian teknis sesuai tugas fungsi masing-masing kementerian.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 93 -


 
4.2.1 Sektor Energi

A. Sub-Sektor Energi

Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional GRK (RAN
GRK) dinyatakan bahwa Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) selaku
penanggung jawab aksi mitigasi perubahan iklim di sektor energi memiliki target reduksi emisi
GRK sebesar 0,038 Giga Ton CO2e.
Pada tahun 2017, pelaksanaan verifikasi dilakukan terhadap 7 (tujuh) aksi mitigasi perubahan
iklim di sektor energi yang menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM dalam Perpres Nomor
61 Tahun 2011, 4 (empat) aksi mitigasi perubahan iklim di luar Perpres Nomor 61 Tahun
2011, dan 2 (dua) aksi mitigasi perubahan iklim yang baru dilaksanakan pada tahun 2017
(kegiatan baru).
Aksi mitigasi yang termasuk dalam Perpres No. 61 Tahun 2011:
1. Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi
2. Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
a. Lampu Compact Fluorescent Lamp (CFL)
b. Piranti Pengkondisi Udara (Air Conditioning)
3. Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi:
a. PLTP
b. PLTMH
c. PLTM
d. PLTS
e. PLT Hybrid
f. PLT Biomassa
4. Pemanfaatan Biogas
5. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
6. Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
7. Reklamasi lahan pasca tambang

Aksi mitigasi di luar Perpres No. 61 Tahun 2011:


8. Pemanfaatan Biodiesel
9. Aksi mitigasi sektor ketenagalistrikan
a. Pembangunan PLTA
b. Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit Listrik
c. Penggunaan Cogeneration pada Pembangkit Listrik
10. Program konversi minyak tanah ke LPG
11. Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
a. Tenaga Surya
b. Retrofing Lampu LED

Kegiatan Baru (Tahun 2017):


12. Fuel Switching BBM Transportasi (RON 88 ke RON 90 dan 92)
13. Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 94 -


 
Pada pelaksanaan 7 (tujuh) aksi mitigasi perubahan iklim yang termasuk di dalam Perpres
Nomor 61 Tahun 2011, dan 4 (empat) aksi mitigasi perubahan iklim di luar Perpres Nomor 61
Tahun 2011, serta 2 (dua) aksi mitigasi yang baru dilaksanakan pada tahun 2017, Penanggung
Jawab Aksi menyatakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2017 KESDM telah melakukan
reduksi emisi gas rumah kaca sebesar 44.759.553,17 Ton CO2e.
Pernyataan (klaim) reduksi emisi GRK tahun 2017 disampaikan oleh Kementerian ESDM pada
pertemuan KLHK dengan KESDM pada tanggal 11 Februari 2019 sebagaimana tercantum pada
Tabel 4.2.

Tabel 4-2. Pernyataan (Klaim) Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Energi Tahun
2017
No. AKSI MITIGASI SEKTOR ENERGI TAHUN 2017
SESUAI DENGAN TARGET NDC
Sesuai Peraturan Presiden No.61/2011
1 Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat 4.478.605,14
energi
2 Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
Compact Flourensent Lamp (CFL) 5.332.207,41
Piranti pengkonidsi udara (Air Conditioning) 2.615.617,42
3 Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi
-PLTP 8.050.647,00
-PLTMH 16.365,00
-PLTM 1.107.613,00
-PLTS 25.929,00
-PLT Hybrid 893,59
-PLT Biomassa 1.129.076,00
4 Pemanfaatan Biogas 11.814,39
5 Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum 204,17
perkotaan
6 Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui 81.852,18
pipa
7 Reklamasi lahan reklamasi pasca tambang 2.217.129,42
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61 / 2011 25.067.953,72 
Di luar peraturan Presiden No.61 / 2011
8 Pemanfaatan Biodisel 3.830.609,00
9 Aksi Mitigasi Sektor Ketenagalistrikan
-pembangunan PLTA 325.191,14
-penggunaan Clean Coal Technology pada pembangkit listrik 1.020.007,31
-penggunaan cogeneration pada pembangkit listrik 2.022.800,39
10 Program Konversi Minyak Tanah ke LPG 12.428.455,14
11 Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
-Tenaga Surya 2.326,00
-Retrofitting Lampu LED 7.662,47
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61 / 2011 19.637.051,45
Kegiatan Baru
12 Fuel switching BBM Transportasi (RON 88ke RON 90 dan 92) 53.501,00
13 Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energy (LTSHE) 1.047,00
Total Mitigasi Kegiatan Baru 54.548,00
TOTAL 44.759.553,17
MTon CO2 44,76

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 95 -


 
B. Sub-sektor Energi di Transportasi

Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional GRK (RAN-
GRK) dinyatakan bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku penanggung jawab
aksi mitigasi perubahan iklim di sub sektor transportasi bersama dengan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM), memiliki target penurunan emisi GRK sebesar 0,038
Giga Ton CO2e.
Aksi mitigasi yang termasuk dalam Perpres No. 61 Tahun 2011, meliputi:
1. Pembangunan ITS (Inteligent Transport System)
2. Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas (Trafic Impact Control/TIC)
3. Penerapan Manajemen Parkir
4. Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing (dikombinakan dengan angkutan
umum massal cepat)
5. Reformasi Sistem Transit Bus Rapid Transit (BRT) / semi BRT
6. Peremajaan Armada Angkutan Umum
7. Pemasangan Converter Kit (gasifikasi angkutan umum)
8. Pelatihan dan sosialisasi smart driving (eco-driving)
9. Membangun Non Motorized Transport (Pedesterian dan jalur sepeda)
10. Pengembangan KA Perkotaan Bandung
11. Pembangunan double-double track (termasuk elektrifikasi)
12. Pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) baru
13. Modifikasi Kereta Rel Diesel (KRD) menjadi Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE)
14. Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta North-South Tahap I dan Tahap II
15. Pembangunan jalur Kereta Api (KA) Bandara Soekarno Hatta
16. Pembangunan Monorail Jakarta
17. Pembangunan/peningkatan dan preservasi jalan
Sesuai amanat pada Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Kemenhub sebagai penanggung jawab aksi di sub sektor
transportasi telah melakukan aksi mitigasi perubahan iklim di 4 (empat) sub sektor
transportasi yang meliputi:
1. Transportasi Darat, dengan aksi mitigasi yaitu:
a. Mendorong Pembinaan dan Pengembangan Sistem Transit – Bus Rapid Transit
(BRT)
b. Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di Jalan
Nasional/(Area Traffic Control System/ ATCS)
c. Penggunaan Solar Cell pada PJU (Penerangan Jalan Umum)
2. Transportasi Laut, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Solar
Cell pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
b. Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis)
3. Transportasi Udara, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Peremajaan Armada Angkutan Udara

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 96 -


 
b. Penyempurnaan system dan prosedur pengoperasian serta perawatan pesawat
udara (Efisiensi Operasional Penerbangan)
c. Performance Base Navigation (PBN)
d. Penghijauan Lingkungan Bandar udara
e. Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
4. Transportasi Perkeretaapian, meliputi:
a. Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara Jawa
b. Pembangunan KA Perkotaan Jabodetabek
c. Terbangunnya Jalur KA Trans Sumatera
Pada pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim di sub sektor transportasi, Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) selaku Penanggung Jawab Aksi menyatakan bahwa untuk tahun
2017 telah melakukan reduksi emisi GRK sebesar 3.545.210 Ton CO2e.
Capaian penurunan emisi GRK untuk setiap aksi mitigasi sebagaimana tertuang pada Tabel
4-3 di bawah ini.
Tabel 4-3. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sub Sektor Transportasi
Tahun 2017
No. Sub Sektor Klaim Capaiaan
Reduksi Emisi GRK
I. TRANSPORTASI DARAT
1 Mendorong Pembinaan daan Pengembangan Sistem Transit-Bus Rapid 165.704,00
Transit (BRT)/Semi BRT
2 Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di 203.116,00
Jalan Nasional / (Area Traffic Control System / (ATCS)
3 Penggunaan Solar Cell pada PJU 615,00
Total 369.435,00
MTon CO2 369,44
II. TRANSPORTASI UDARA
1 Peremajaan Armada Angkutan Udara 429.836,00
2 Penyempurnaan system & prosedur pengoprasian serta perawatan 519.476,00
pesawat udara (Efisiensi Operasional Penerbangan)
3 Performance Base Navigation (PBN) 362.317,00
4 Penghijauaan Lingkungan Bandar Udara 10.147,00
5 Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan 331,00
Total 1.322.107,00
MTon CO2 1.322,11
III. TRANSPORTASI LAUT
1 Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi 141.800,00
Solar Cell Pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
2 Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal 5.868,00
Perintis)
Total 147.668,00
MTon CO2 147,67
IV. TRANSPORTASI KERETA API
1 Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara Jawa 613.000,00
2 Pembangunan KA Perkotaan Jabodetabek 857.000,00
3 Terbangunnya Jalur KA Trans Sumatera 236.000,00
Total 1.706.000,00
MTon CO2 1.706,00
TOTAL I-IV 3.545.210,00
MTon CO2 3.545,21

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 97 -


 
C. Sub-sektor Energi di Industri

Aksi mitigasi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian untuk sektor energi dalam
periode tahun 2017, yaitu Konservasi dan audit energi melalui pemanfaatan bahan bakar
alternatif dan efisiensi energi di industri semen dari 13 (tiga belas) perusahaan industri.
Untuk tahun 2017, Kementerian Perindustrian selaku Penanggung Jawab Aksi di sub sektor
energi menyatakan bahwa dalam periode 2017 telah melakukan reduksi emisi GRK dari aksi
mitigasi berupa pemanfaatan bahan bakar alternative dan efisiensi energi di industri sebesar
1.493.507,21 Ton CO2.
Pernyataan (klaim) reduksi Emisi GRK dari Kementerian Perindustrian tahun 2017
sebagaimana tertuang pada Tabel 4-4.
Tabel 4-4. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Industri Tahun 2017

No. Aksi Mitigasi Klaim Capaian Reduksi Emisi


GRK Tahun 2017
(Ton CO2e)
1. Konservasi dan audit energi melalui pemanfaatan 1.446.876,19
bahan bakar alternatif dan efisiensi energi di industri
semen

Jumlah 1.446.876,19

4.2.2 Sektor IPPU


Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tersebut dinyatakan bahwa Kementerian
Perindustrian selaku penanggung jawab aksi mitigasi perubahan iklim di sektor industri
memiliki target reduksi emisi GRK tahun 2020 sebesar 0,001 Giga Ton CO2e. Pencapaian
target reduksi emisi GRK tersebut dilakukan melalui aksi mitigasi yaitu:
1. Penerapan modifikasi proses dan teknologi
2. Konservasi dan audit energi
3. Penghapusan Bahan Perusak Ozon (BPO)
Sesuai dengan Pedoman Penyusunan Metodologi Penghitungan Reduksi Emisi GRK dan/atau
Peningkatan Serapan GRK dalam Kerangka Verifikasi Aksi Mitigasi, disebutkan bahwa untuk
Sektor IPPU terdapat 4 (empat) aksi mitigasi yaitu:
1. Penurunan Clinker Ratio di Industri Semen
2. Efisiensi proses produksi Amonia (unit reformer) sehingga menurunkan emisi CO2 dari unit
produksi Amonia
3. Pemanfaatan Scrap pada Industry Besi Baja seeing menurunkan emisi emisi CO2 dari unit
EAF (Electric Arc Furnace) dan BOF (Basic Oxygen Furnace)
4. Penggunaan teknologi Secondary Catalis untuk reduksi Emisi N2O dengan cara konversi
N2O menjadi N2 dan Oksigen.
Untuk itu pada tahun 2017, Kementerian Perindustrian baru melaksanakan 1 (satu) aksi
mitigasi yaitu Penurunan Clinker Ratio di Industri Semen, yang mana masuk dalam kelompok
aksi mitigasi yaitu Penerapan Modifikasi Proses dan Teknologi. Pelaksanaan aksi mitigasi
tersebut pada 13 (tiga belas) industri semen.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 98 -


Terhadap pelaksanaan aksi mitigasi di 13 (tiga belas) industri semen tersebut, Kementerian
Perindustrian selaku Penanggung Jawab Aksi menyatakan bahwa dalam periode 2017 telah
melakukan reduksi emisi GRK sebesar 786.280,23 Ton CO2.
Pernyataan (klaim) reduksi Emisi GRK dari Kementerian Perindustrian tahun 2017
sebagaimana tertuang pada Tabel 4-5.

Tabel 4-5. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017

No Aksi Mitigasi Klaim Reduksi Emisi GRK


Tahun 2017
1 Penurunan Ratio Clinker 786.280,23
Total 786.280,23

4.2.3 Sektor Pertanian


Aksi mitigasi sektor pertanian terdiri atas 3 aksi yang telah dilaksanakan dan disepakati
menggunakan tahun 2010 sebagai base year, yaitu :
1. Penerapan teknologi budidaya tanaman : SRI (System of Rice Intensification), SLPTT
(Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang berganti menjadi GPPTT
(Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu), VRE (Penerapan Varietas Rendah Emisi).
2. Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida : UPPO (Unit Pengolahan Pupuk
Organik)
3. Pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk Biogas : BATAMAS
(Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat).

Tabel 4-6. Data Aktivitas Kegiatan Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 2010-2017
Aksi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Mitigasi
SLPTT (Ha) 2.310.989 2.274.024 3.131.073 3.728.725 3.565.188 356.950 2.154.673 -
SRI (Ha) 1.240 11.180 60.300 207.000 180.000 200.000 200.000** -
UPPO (Unit) 340 1.476 1.576 1.999 1.999* 1.999* 2.574 1.400
BATAMAS 952 1.172 1.416 1.592 1.592* 796* 398* 199*
(Unit)
Keterangan
* Data BATAMAS adalah data pengadaan tahun berjalan ditambah dengan kumulatif 50% tahun sebelumnya (berdasarkan
keterangan Ditjen PKH , Kementan bahwa pada tahun berikutnya, digester yang masih berfungsi hanya 50% saja)
** Data SRI yang digunakan adalah data tahun sebelumnya

Sumber: Lampiran Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Nomor: B-2811/RC.310/A/07/2018 tanggal 5 Juli 2018
tentang Penyampaian PEP RAN GRK Tahun 2017

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 99 -


 
Tabel 4-7. Klaim Aksi Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 2010-2017
Penurunan Emisi (Ton CO2e)
Kegiatan
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Penerapan
Teknologi
Budidaya
Tanaman
11.500.000 15.460.000 13.760.000 13.000.000 15.640.000 1.560.000 6.650.000 -
(SLPTT,SRI,
Varietas
Rendah
Emisi)

UPPO+
Subsidi
3.800 16.500 17.600 210.000 210.000 210.000 250.000 240.000
Pupuk
Organik

Batamas 578.000 520.000 699.000 427.000 213.000 107.000 53.000 270.000

Total
Penurunan 12.080.000 16.000.000 14.480.000 13.640.000 16.060.000 1.880.000 6.950.000 510.000
Emisi

4.2.4 Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya


Aksi mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dan lahan gambut berdasarkan Perpres 61
Tahun 2011 tersebut terdiri atas 13 kegiatan inti dan 17 kegiatan pendukung, dengan
penanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (KemPUPera), Kementerian Pertanian, dan Bappenas.
Rencana aksi sektor kehutanan yang terdapat dalam Perpres 61 Tahun 2011 tersebut
berlangsung pada periode 2010-2014, sehingga setelah tahun 2014 sektor kehutanan tidak
lagi mengacu kepada rencana aksi yang terdapat dalam Perpres tersebut. Rencana
aksi/kegiatan yang dilakukan sektor kehutanan setelah tahun 2014 meliputi 6 skenario upaya
penurunan emisi GRK/peningkatan serapan GRK sektor kehutanan sebagai strategi
pencapaian target NDC, yaitu:
1. Penurunan deforestasi (<0,45 - 0,325 Mha/tahun di 2030)
2. Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam
(penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman
3. Rehabilitasi 12 juta ha lahan terdegradasi pada tahun 2030 atau 800.000 ha/tahun
dengan tingkat kesuksesan sebesar 90%
4. Restorasi lahan gambut seluas 2 juta ha pada tahun 2030 dengan tingkat kesuksesan
sebesar 90%
5. Pengendalian peat fire (kebakaran gambut)
Sesuai dengan rencana aksi/kegiatan dalam upaya reduksi emisi dan/atau serapan GRK sektor
kehutanan, Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim telah
menerbitkan “Pedoman Penentuan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim” berdasarkan budget
tagging yang meliputi aksi/kegiatan: (1) Pencegahan Penurunan Tutupan Hutan Alam atau
Konversi Hutan Alam (Penurunan Laju Deforestasi dan Degradasi), (2) Pengelolaan Hutan
Lestari Berkelanjutan (Sustainable Forest Management), (3) Pembangunan Hutan Tanaman

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 100 -


 
Industri (HTI), (4) Rehabilitasi Kawasan Hutan (Regenerasi/tanpa penebangan), (5)
Rehabilitasi Hutan Produksi dan Lahan (dengan Rotasi), (6) Restorasi Gambut, (7)
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dan (8) Pemulihan Lahan Gambut.
Untuk memudahkan operasionalisasi dalam verifikasi aksi mitigasi reduksi emisi dan/atau
serapan GRK sektor kehutanan, maka aksi/kegiatan mitigasi reduksi emisi dan/atau serapan
GRK sektor kehutanan diklasifikasikan ke dalam 6 kelompok aksi/kegiatan sesuai dengan
“Pedoman Penyusunan Metodologi Penghitungan Reduksi Emisi dan/atau
Peningkatan Serapan GRK dalam Kerangka Verifikasi Aksi Mitigasi” yang diterbitkan
oleh Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV, Ditjen PPI sebagai berikut:
1. Penurunan deforestasi
2. Penurunan degradasi hutan
3. Pengelolaan hutan lestari (SFM)
a. Penerapan teknik Reduce Impact Logging (RIL)
b. Penerapan teknik pengelolaan hutan lestari
c. Permudaan alami
4. Peningkatan cadangan karbon
a. Rehabilitasi lahan
b. Penanaman pengayaan (enrichment planting)
c. Penanaman hutan tanaman
5. Peningkatan peranan konservasi (the role of conservation)
a. Penetapan areal bernilai konservasi tinggi (NKT/HCV)
6. Pengelolaan lahan gambut
a. Pemulihan lahan gambut berdasarkan tipe tutupan lahan
b. Pembasahan gambut (rewetting) berdasarkan metode muka air tanah
c. Kebakaran gambut (peatfire)
Keenam kelompok aksi/kegiatan mitigasi reduksi emisi dan/atau serapan GRK sektor
kehutanan tersebut telah memperhatikan skenario upaya penurunan emisi GRK/peningkatan
serapan GRK sektor kehutanan sebagai strategi pencapaian target NDC dan jenis
aksi/kegiatan mitigasi berdasarkan budget tagging.
Penanggung jawab aksi mitigasi sektor kehutanan dalam upaya reduksi emisi dan/atau
serapan GRK adalah Ditjen teknis lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) serta Badan Restorasi Gambut (BRG). Aksi-aksi/kegiatan-kegiatan mitigasi sektor
kehutanan dalam upaya reduksi emisi dan/atau serapan GRK berdasarkan budget tagging
terdiri atas 8 aksi/kegiatan dan 45 komponen aksi/kegiatan yang berdampak langsung dalam
reduksi emisi dan/atau serapan GRK serta 8 aksi/kegiatan dan 42 komponen aksi/kegiatan
yang berdampak tidak langsung dalam reduksi emisi dan/atau serapan GRK.
Aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan yang berdampak/berkontribusi langsung merupakan
aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan yang dapat diukur capaian targetnya dan memberikan
dampak/kontribusi secara jelas terhadap reduksi emisi dan/atau serapan GRK sektor
kehutanan. Sedangkan yang dimaksud aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan yang
berdampak/berkontribusi tidak langsung merupakan aksi/kegiatan mitigasi sektor kehutanan
yang tidak dapat diukur capaiannya secara pasti terhadap reduksi emisi dan/atau serapan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 101 -


 
GRK di sektor kehutanan, namun aksi/kegiatan mitigasi tersebut dapat mendukung reduksi
emisi dan/atau serapan GRK.
Aksi mitigasi sektor kehutanan dalam upaya reduksi emisi dan/atau serapan GRK pada tahun
2017 berdasarkan Laporan Capaian Penurunan Emisi GRK Tahun 2017 Sektor Kehutanan yang
disampaikan oleh Subdit Pemantauan Aksi Mitigasi Berbasis Lahan, Direktorat Mitigasi
Perubahan Iklim, Ditjen PPI sebagai unit pelaksana pemantauan aksi mitigasi (Tabel 4-6)
dapat diketahui bahwa, sektor kehutanan memberikan kontribusi dalam mereduksi emisi GRK
sebesar 309.406.137 Ton CO2e. Kegiatan yang memberikan kontribusi terbesar adalah
pengendalian kebakaran gambut (peat fire). Dimana pada tahun 2017, kebakaran gambut
terjadi pada lahan seluas 13.362 ha dan berkontribusi dalam mereduksi emisi GRK sebesar
238.854.036 Ton CO2e.

Tabel 4-8. Capaian Penurunan Emisi GRK/Peningkatan Serapan GRK Sektor


Kehutanan Tahun 2017
Baseline Emisi Aktual Mitigasi
No Kelompok Aksi Mitigasi
(Ton CO2e) (Ton CO2e) (Ton CO2e)
1 Penurunan Deforestasi 293.208.920 216.070.490 77.138.430
2 Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan
hutan berkelanjutan, baik di hutan alam
58.002.762 42.615.736 15.387.026
(penurunan degradasi) maupun di hutan
tanaman
3 Rehabilitasi lahan terdegradasi -1.061.497 -353.151 708.346
4 Restorasi Gambut 336.169.578 358.851.279 -22.681.701
5 Pengendalian Peat Fire (Kebakaran Gambut) 251.366.656 12.512.621 238.854.036
Total Penurunan Emisi GRK 309.406.137
Sumber: Laporan Capaian Penurunan Emisi GRK Tahun 2017 Sektor Kehutanan, Subdit Pemantauan Aksi Mitigasi Berbasis
Lahan, Direktorat Mitigasi PI, Ditjen PPI

4.2.5 Sektor Limbah

Pada target pencapaian penurunan emisi GRK Nasional yang dicantumkan dalam dokumen
NDC, aksi mitigasi untuk sub sektor limbah padat domestik difokuskan pada: peningkatan
penerapan LFG recovery, prosentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R
(sampah kertas), prosentase pemanfaatan sampah untuk PLTSa/RDF. Tabel 4-9 menyajikan
target penurunan emisi dari kelompok aksi mitigasi limbah padat domestik berdasarkan BAU,
skenario CM 1 dan skenario CM2. Sedangkan aksi mitigasi limbah cair domestik difokuskan
pada sludge recovery, pemanfaatan gas metan, dan penggunaan sistem aerobik.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 102 -


 
Tabel 4-9. Aksi Mitigasi Sektor Limbah Padat Domestik
No Aksi Mitigasi BAU CM1 CM2
1 Peningkatan penerapan LFG Tidak ada aksi LFG recovery LFG recovery
recovery from 2010 to 2030 mitigasi mereduksi CH4 dari mereduksi CH4 dari
dalam pengelolaan TPA 0,65% di tahun 2010 0,65% di tahun 2010
menjadi 10% di 2030 menjadi 10% di 2030
2 Peningkatan persentase Tidak ada aksi 22% di tahun 2020, 22% di tahun 2020,
pemanfaatan sampah melalui mitigasi 30% di tahun 2030 30% di tahun 2030*
composting dan 3R (kertas)
3 Peningkatan persentase Tidak ada aksi mencapai 3% dari mencapai 3% dari total
PLTSa/RDF dibandingkan dengan mitigasi total sampah di 2020 sampah di 2020 dan
total timbulan sampah dan meningkat meningkat menjadi 5%
menjadi 5% di 2030** di 2030
pengembangan PLTSa pengembangan PLTSa
di 7 kota di 12 kota
tambahan***
Keterangan :
* Merujuk pada target nasional dalam pengelolaan sampah 2015 – 2025
** Mempertimbangkan perencanaan pemerintah dalam pengembangan PLTSa di 7 kota dan kecenderungan saat
ini dalam hal pemanfaatan sampah melalui RDF di industry
*** Mempertimbangkan ukuran kota, potensi mitigasi dalam RDF dan laju pertumbuhan penduduk

Tabel 4-10. Aksi Mitigasi Sektor Limbah Cair Domestik

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 103 -


 
Tabel 4-11. Aksi Mitigasi Sektor Limbah Cair Industri

Berkaitan dengan kendala dalam ketersediaan data dari sumber atau penyedia data, klaim
capaian penurunan emisi dari pengelolaan limbah baru dapat terlaporkan untuk aksi – aksi
yang dilakukan pada tahun 2016. Pada saat laporan ini disusun, pengumpulan data aksi
mitigasi tahun 2017 sedang berlangsung. Total klaim capaian penurunan emisi dari seluruh
aksi mitigasi dari sektor limbah adalah sebesar 354,44 Ggram CO2e dengan uraian seperti
yang tersaji dalam Tabel 4.12.

Tabel 4-12. Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017

Reduksi emisi
No Aksi Mitigasi
(Ton CO2e)

1 Limbah padat domestik 170.740


a. LFG recovery dari TPA 146.940
b. Pengomposan 12.130
c. 3R (kertas) 11.670
d. PLTSa/RDF -
2 Limbah padat industri 89.340
a. Pemanfaatan sludge IPAL sebagai bahan baku 62.340
b. Pemanfaatan sludge IPAL sebagai bahan bakar 26.550
c. Pemanfaatan sludge IPAL sebagai kompos 450

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 104 -


 
Reduksi emisi
No Aksi Mitigasi
(Ton CO2e)

3 Limbah cair domestik 64.250


a. Operasionalisasi IPLT aerobic 63.510
b. Pengambilan lumpur tinja untuk diolah di IPLT (khusus DKI) 590
c. Operasionalisasi IPAL Komunal dengan biodigester 150
4 Limbah cair industri 30.120
a. Pemanfaatan gas metan dari POME 24.290
b. Pemanfaatan gas metan dari bio-digesters 5.830
Total Penurunan Emisi 354.440

X 1.000
250 LFG + 3R & Kompos

200
Emisi (TonCO2e)

150

100

50

-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar 4-1. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah


Padat Domestik

X 1.000
450
400
350
Emisi (Ton CO2e)

300
250
200
150
100
50
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar 4-2. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Cair
Domestik

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 105 -


 
BAB V
PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI

5.1. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI


Hasil verifikasi terhadap data klaim capaian penurunan emisi GRK yang disampaikan oleh
penanggung jawab aksi sektor terkait dipaparkan pada paragraph berikut.

5.1.1. Sektor Energi


Pada Pedoman Penyusunan Metodologi Penghitungan Reduksi Emisi GRK dan/atau
Peningkatan Serapan GRK dalam Kerangka Verifikasi Aksi Mitigasi, disebutkan bahwa untuk
sektor energi terdapat 4 (empat) kelompok aksi, tetapi Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral (KESDM) menyampaikan 5 (lima) kelompok aksi, hal ini disebabkan untuk kelompok
aksi mitigasi Reklamasi Pasca Tambang menjadi aksi mitigasi yang dilakukan oleh KESDM
(Dirjen Minerba). Berdasarkan metodologi penghitungan, maka kegiatan reklamasi pasca
tambang merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan serapan GRK sehingga dalam proses
verifikasi akan dihitung pada sektor kehutanan.
Kelompok aksi mitigasi sektor energi, sesuai dengan laporan capaian reduksi emisi GRK yang
disampaikan oleh KESDM, yaitu:
1. Renewable Energy (Energi Terbarukan)
a. Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (PLTP,
PLTMH, PLTM, PLTS, PLT Hybrid dan PLT Biomassa)
b. Pemanfaatan Biogas
c. Pemanfaatan Biodiesel
d. Pembangunan PLTA
e. Tenaga Surya
2. Clean Coal Technology
a. Penggunaan Clean Coal Technology pada Pembangkit Listrik
3. Fuel Switching (Penggunaan Bahan Bakar Rendah Karbon)
a. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
b. Program konversi Minyak Tanah ke LPG
c. Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
d. Fuel switching BBM Transportasi (RON 88 ke RON 90 dan 92)
e. Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)
4. Energy Efficiency (Efisiensi Energi)
a. Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi
b. Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
- Compact Fluorencent Lamp (CFL)
- Piranti pengkondisi udara (Air Conditioning)
c. Retrofing Lampu LED
d. Penggunaan Cogeneration pada Pembangkit Listrik

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 106 -


 
5. Post Mining Reclamation (Reklamasi Pasca Tambang)
a. Reklamasi lahan pasca tambang
Setelah melalui tahapan verifikasi dengan tenaga ahli di sektor energi, hasil verifikasi
menunjukkan bahwa KESDM telah berhasil mereduksi emisi GRK untuk tahun 2017 sebesar
39.214.736,69 Ton CO2e dari 44.759.553,17 Ton CO2e yang diklaim oleh KESDM.
Hasil pencermatan terhadap pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK sektor energi
untuk tahun 2017 dan hasil verifikasi dapat dilihat pada Tabel 5-1.
Tabel 5-1. Kesesuaian Pernyataan (Klaim) Capaian Reduksi Emisi GRK sektor
Energi dengan Hasil Verifikasi Tahun 2017

No AKSI MITIGASI SEKTOR ENERGY DENGAN TARGET NDC TAHUN


TARGET NDC 2030 KLAIM VERIFIKASI

I RE as Power & RE as Fuel 170,45

Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan


dan Konservasi Energi

1 -PLTP 8.050.647,00 9.727.688,55

2 -PLTMH 16.365,00 12.278,55

3 -PLTM 1.107.613,00 1.111.700,06

4 -PLTS 25.929,00 25.928,51

5 -PLT Hybrid 893,59 893,59

6 -PLT Biomassa 1.129.076,00 1.129.076,00

7 Pemanfaatan Biogas 11.814,39 11.814,39

8 Pemanfaatan Biodisel 3.830.609,00 5.926.452,47

9 Pembangunan PLTA 325.191,14 325.191,14

10 Tenaga Surya 2.326,00 3.679,57

Sub Total 14.500.464,12 18.274.702,29

MTon CO2 14.50 18,27

II Clean Coal Combution 31,8

11 Penggunaan Clean Coal Technology pada 1.020.007,31 1.020.007,31


Pembangkit Listrik

Sub Total 1.020.007,31 1.020.007,31

MTon CO2 1,02 1,02

III Fuel Switching 10,02

12 Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar 204,17 204,17


angkutan umum perkotaan

13 Program Konversi Minyak Tanah ke LPG 12.428.455,14 6.567.619,50

14 Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas 81.852,18 81.852,18


bumi melalui pipa

15 Fuel switching BBM Transportasi (RON 88ke RON 90 53.501,00 54.643,54


dan 92)

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 107 -


 
No AKSI MITIGASI SEKTOR ENERGY DENGAN TARGET NDC TAHUN
TARGET NDC 2030 KLAIM VERIFIKASI

16 Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energy 1.047,00 1.047,18


(LTSHE)

Sub Total 12.565.059,49 6.705.366,56

MTon CO2 12,57 6,71

IV Energy Efficiency 96,38

17 Penerapan mandatori manajemen energi untuk 4.478.605,14 4.478.605,14


penggunaan padat energi

Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga

18 Compact Flourensent Lamp (CFL) 5.332.207,41 2.629.606,44

19 Piranti pengkonidsi udara (Air Conditioning) 2.615.617,42 1.855.125,52

Penerapan Inpres No.13 Tahun 2011 tentang


Penghematan Energi dan Air

20 Retrofitting Lampu LED 7.662,47 11.393,62

21 Penggunaan Cogeneration pada Pembangkit Listrik 2.022.800,39 2.022.800,39

Sub Total 14.456.892,83 10.997.531,11

MTon CO2 14,46 11,00

V Post Mining Reclamation 5,46

22 Reklamasi lahan pasca tambang 2.217.129,42 2.217.129,42

Sub Total 2.217.129,42 2.217.129,42

MTon CO2 2,22 2,22

TOTAL I – V 44.759.553,17 39.214.736,69

MTon CO2 44,76 39,21

Terdapat perbedaan nilai pada pernyataan capaian reduksi emisi dengan hasil verifikasi
capaian reduksi emisi. Hal ini disebabkan karena:
1) Pada beberapa aksi mitigasi setelah dilakukan penghitungan kembali dengan
memperhatikan metodologi penghitungannya oleh Tenaga Ahli, nilai yang diklaim oleh
KESDM mengalami perubahan hasilnya.
2) Pada aksi mitigasi Reklamasi Lahan Pasca Tambang, tidak dihitung pada sektor energi,
aksi mitigasi ini merupakan kegiatan rehabilitasi tanaman sehingga akan menjadi
penghitungan pada aksi mitigasi untuk sektor lahan.

Dari hasil verifikasi terhadap capaian reduksi emisi GRK tahun 2017 di sub sektor energi di
industri untuk aksi mitigasi pemanfaatan bahan bakar alternatif dan efisiensi energi di Industri
Semen menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan karena penggunaan metode
perhitungan sudah menggunakan data baseline per aksi dengan tahun dasar 2010.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 108 -


 
Hasil pencermatan terhadap pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK sub sektor energi
di industri untuk tahun 2017 yang disampaikan oleh Kementerian Perindustrian setelah melalui
proses verifikasi dapat dilihat pada Tabel 5-2.

Tabel 5-2. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Berbasis Industri
Tahun 2017
Capaian Reduksi Emisi GRK
No. Aksi Mitigasi
(ton CO2e)
Klaim Verifikasi
1. Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif dan 1.446.876,19 1.446.876,19
Efisiensi Energi
Jumlah 1.446.876,19 1.446.876,19

Dari hasil verifikasi terhadap capaian reduksi emisi GRK di sub sektor transportasi untuk tahun
2017 menunjukkan jumlah yang lebih besar dari klaim.
Dari pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK yang disampaikan oleh Kementerian
Perhubungan sebesar 3.545.210 Ton CO2e, hasil verifikasi menunjukkan nilai yang lebih besar
yaitu 2.222.823,18 Ton CO2e. Hal ini disebabkan karena adanya penghitungan kembali
capaian reduksi emisi GRK.
Pada aksi mitigasi transportasi udara terdapat kegiatan penghijauan lingkungan bandar udara,
penghitungan akan dilakukan pada sektor lahan. Hal ini disebabkan kegiatan ini akan
meningkatkan serapan GRK bukan mereduksi emisi GRK, sehingga dalam penghitungan
capaiannya masuk ke sektor lahan (kehutanan).
Hasil pencermatan terhadap pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK sub sektor
transportasi untuk tahun 2017 yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan setelah
melalui proses verifikasi dapat dilihat pada Tabel 5-3.
Tabel 5-3. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sub Sektor Transportasi
Tahun 2017
Reduksi Emisi GRK Tahun 2017
No. Sub Sektor
Klaim Verifikasi
I. TRANSPORTASI DARAT
1 Mendorong Pembinaan dan Pengembangan Sistem 165.704,00 165.704,00
Transit-Bus Rapid Transit (BRT)/Semi BRT
2 Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk 203.116,00 203.116,00
Kelancaran Lalu Lintas di Jalan Nasional / (Area
Traffic Control System / (ATCS)
3 Penggunaan Solar Cell pada PJU 615,00 615,00
Sub Total 369.435,00 369.435,00
MTon CO2 369,44 369,44
II. TRANSPORTASI UDARA
1 Peremajaan Armada Angkutan Udara 429.836,00

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 109 -


 
Reduksi Emisi GRK Tahun 2017
No. Sub Sektor
Klaim Verifikasi
2 Penyempurnaan system & prosedur pengoprasian 519.476,00
serta perawatan pesawat udara (Efisiensi
Operasional Penerbangan)
3 Performance Base Navigation (PBN) 362.317,00
4 Penghijauaan Lingkungan Bandar Udara 10.147,00
5 Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan 331,00
Sub Total 1.322.107,00 -
MTon CO2 1.322,11 -
III. TRANSPORTASI LAUT
1 Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan 141.800,00 141.800,00
(Pembangunan Teknologi Solar Cell Pada Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
2 Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi 5.868,00 5.868,00
Kapal) (Kapal Perintis)
Sub Total 147.668,00 147.668,00
MTon CO2 147,67 147,67
IV. TRANSPORTASI KERETA API
1 Pembangunan Jalur Ganda Lintas Utara Jawa 613.000,00 613.434,00
2 Pembangunan KA Perkotaan jabodetabek 857.000,00 856.828,00
3 Terbangunnya Jalur KA Trans Sumatera 236.000,00 235.458,00
Sub Total 1.706.000,00 1.705.720,00
MTon CO2 1.706,00 1.705,72
TOTAL I-IV 3.545.210,00 2.222.823,18
MTon CO2 3.545,21 2.222,82

5.1.2. Sektor IPPU


Untuk kegiatan penurunan emisi GRK tahun 2017, Kementerian Perindustrian baru
menyampaikan 1 (satu) aksi mitigasi yaitu penurunan clinker ratio di 13 (tiga belas) industri
semen. Pernyataan (klaim) reduksi emisi GRK tersebut selanjutnya dilakukan verifikasi oleh
Tim MRV KLHK.
Dengan memperhatikan metodologi yang digunakan dalam penghitungan reduksi emisi GRK
di sektor IPPU, maka terdapat persamaan jumlah antara klaim reduksi emisi GRK yang
disampaikan oleh Kementerian Perindustrian dengan hasil verifikasi yang dilakukan oleh Tim
MRV KLHK yaitu sebesar 786.280,23 Ton CO2.
Pernyataan (klaim) reduksi Emisi GRK dari Kementerian Perindustrian tahun 2017 dan Hasil
Verifikasi sebagaimana tertuang pada Tabel 5-4

Tabel 5-4 Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017

No Aksi Mitigasi Reduksi Emisi GRK Tahun 2017


Klaim Reduksi
1 Penurunan Ratio Clinker di Industri Semen 786.280,23 786.280,23
Total 786.280,23 786.280,23

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 110 -


5.1.3. Sektor Pertanian
Hasil verifikasi capaian penurunan emisi GRK untuk sektor pertanian diuraikan pada
paragraph berikut.
Tabel 5-5. Hasil Verifikasi terhadap Klaim Aksi Mitigasi Sektor Pertanian Tahun
2017.

No Penurunan Emisi (Juta ton CO2e)


Kegiatan
Klaim Verifikasi
1 Penerapan teknologi budidaya
tanaman (SLPTT, STI, Varietas - 10,72
Rendah Emisi)
2 UPPO+ Subsidi Pupuk Organik 0,24 0,40
3 Batamas 0,27 0,02
Penurunan Emisi 0,51 11,14
Sumber: Laporan Verifikasi Sektor Pertanian Tahun 2017

Tabel 5-5. memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan antara klaim dan verifikasi yang
signifikan. Hal ini disebabkan dalam penghitungan klaim dari Kementerian Pertanian data aksi
mitigasi Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman tidak dihitung melainkan hanya dari SLPTT
dan SRI saja yang mana pada tahun 2017 tidak terdapat aksi sehingga memberikan angka
capaian sebesar 0. Namun dalam hitung ulang yang dilakukan oleh KLHK penurunan emisi
dari aksi Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman tahun 2017 dicapai dari aksi Varietas
Rendah Emisi seluas 5.874.524 hektar yang menurunkan emisi sebesar 10,72 juta ton CO2e.
Penurunan emisi terverifikasi dari 3 aksi mitigasi sektor pertanian tahun 2017 sebesar 11,14
juta ton CO2e.

5.1.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya


Berdasarkan hasil verifikasi terhadap Laporan Capaian Penurunan Emisi GRK Tahun 2017
Sektor Kehutanan diketahui bahwa capaian reduksi emisi dan/atau serapan GRK sektor
kehutanan dari 5 aksi mitigasi utama yang dilakukan oleh penanggung jawab aksi/kegiatan
mitigasi sektor kehutanan (Tabel 5-6) yang dilaporkan adalah sebesar 309.406.137 ton
CO2e, sedangkan berdasarkan hasil verifikasi terhadap capaian tersebut adalah sebesar
295.582.790 ton CO2e (nilai capaian dalam laporan lebih tinggi apabila dibandingkan nilai
hasil verifikasi). Sehingga perbedaan antara nilai capaian dalam laporan dengan nilai hasil
verifikasi terhadap capaian dalam laporan adalah sebesar 13.823.347 ton CO2e (nilai capaian
dalam laporan lebih tinggi apabila dibandingkan nilai hasil verifikasi terhadap capaian).
Untuk 2 aksi mitigasi utama memiliki nilai yang sama antara nilai capaian dalam laporan yang
disampaikan dengan nilai hasil verifikasi. Kedua aksi mitigasi utama tersebut adalah: (1)
restorasi gambut meningkatkan emisi GRK sebesar 22.681.701 ton CO2e dan (2) pengendalian
peatfire (kebakaran gambut) berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK sebesar
238.854.036 ton CO2e.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 111 -


 
Sedangkan untuk tiga aksi mitigasi utama lainnya memiliki nilai yang berbeda antara nilai
capaian dalam laporan yang disampaikan dengan nilai hasil verifikasi. Ketiga aksi mitigasi
utama tersebut adalah: (1) penurunan deforestasi memiliki nilai capaian pada laporan
berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK sebesar 77.138.430 ton CO2e, sedangkan hasil
verifikasi terhadap capaian dari penurunan deforestasi menurunkan emisi GRK sebesar
64.859.080 ton CO2e; (2) peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan,
baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun di hutan tanaman memiliki nilai capaian
pada laporan berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK sebesar 15.387.026 ton CO2e,
sedangkan hasil verifikasi terhadap capaian dari peningkatan penerapan prinsip pengelolaan
hutan berkelanjutan, baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun di hutan tanaman
menurunkan emisi GRK sebesar 15.259.721 ton CO2e; dan (3) rehabilitasi lahan terdegradasi
memiliki nilai capaian pada laporan berkontribusi dalam menurunkan emisi GRK sebesar
708.346 ton CO2e, sedangkan hasil verifikasi terhadap capaian dari rehabilitasi lahan
terdegradasi meningkatkan emisi GRK sebesar 708.346 ton CO2e.

Tabel 5-6. Hasil Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun
2017
No. Kelompok Aksi Mitigasi Sektor Klaim (ton CO2e) Verifikasi (ton CO2e)
Kehutanan
1 Penurunan Deforestasi 77.138.430 64.859.080
2 Peningkatan penerapan prinsip 15.387.026 15.259.721
pengelolaan hutan berkelanjutan, baik
di hutan alam (penurunan degradasi)
maupun di hutan tanaman
3 Rehabilitasi lahan terdegradasi 708.346 -708.346
4 Restorasi Gambut -22.681.701 -22.681.701
Pengendalian Peat Fire (Kebakaran 238.854.036 238.854.036
5
Gambut)
Total 309.406.137 295.582.790

5.1.5. Sektor Limbah


Hasil verifikasi terhadap capaian penurunan emisi dari sektor limbah pada tahun 2017 adalah
sebesar 354.440 Ton CO2e. Hasil ini telah berkontribusi sebesar 0,36% dari total BAU yang
telah ditetapkan dalam NDC sebesar 0,12%. Detail tercantum pada Tabel 5-7.

Tabel 5-7. Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi
GRK Sektor Limbah Tahun 2017

Tahun Klaim penurunan emisi (Ton CO2e)


Klaim Emisi Verifikasi Emisi
2017 354.440 354.440

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 112 -


 
5.2. KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET NATIONALLY
DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)

5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral


Dokumen NDC Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target
conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario business as usual (BaU) di tahun 2030.
Untuk pencapaian target unconditional sendiri telah diuraikan proporsi kontribusi lima sektor
dalam upaya penurunan emisi GRK, yang terdiri dari sektor kehutanan sebesar 17,2%, sektor
energi sebesar 11%, sektor pertanian sebesar 0,32%, sektor Industrial Process and Product
Use (IPPU) sebesar 0,10%, dan sektor limbah sebesar 0,38%, sebagaimana tertuang pada
Tabel 5-8 berikut:

Tabel 5-8. Target Nationally Determined Contribution (NDC) Tahun 2030

5.2.1.1 Sektor Energi

Sektor energi mempunyai target penurunan emisi GRK sebesar 314 MTon CO2e atau setara
11% dengan kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter
Measure/CM1). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor energi yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat (KESDM, Kementerian
Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan) yang disebut sebagai kontribusi RAN GRK,
berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah terkait pengadaan dan penggunaan
energi, peran aktif pihak swasta dan masyarakat yang telah melakukan berbagai tindakan
yang bersifat mitigasi sektor energi. Untuk kontribusi penurunan selain RAN GRK belum
teridentifikasi secara menyeluruh. Pencapaian penurunan emisi yang diperoleh dari aksi
mitigasi yang tercatat dan terverifikasi telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena
itu, berikut ini diuraikan kontribusi penurunan emisi sektor energi pada tahun 2017 terhadap
target NDC tahun 2030 sebesar 11% dengan menggunakan pendekatan perhitungan
berdasarkan perbandingan antara BAU dan Inventory, sebagaimana Tabel 5-9 dan Gambar
5-1.
Pada tahun 2017, tingkat emisi aktual berada pada level 208 MTon CO2e dibawah tingkat
emisi BaU pada tahun tersebut, sehingga terdapat penurunan emisi GRK sebesar 7,3% dari

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 113 -


 
11% target kontribusi yang ditetapkan untuk sektor energi pada tahun 2030. Dari 208 MTon
CO2e tersebut, 49,75 MTon CO2e berasal dari aksi mitigasi yang tertuang dalam RAN GRK dan
diklaim oleh sektor terkait. Dengan demikian, terdapat kurang lebih 158 MTon CO2e
penurunan emisi GRK yang merupakan dampak dari aksi lainnya yang dilakukan oleh berbagai
pihak, baik pemerintah maupun pihak selain pemerintah, maupun dampak kebijakan tertentu
yang belum dapat diungkapkan/tercatat dengan baik, antara lain : 1) jumlah pembangkit yang
belum semua terlaporkan sebagai klaim reduksi emisi GRK; 2) aksi mitigasi di sub sektor
transportasi terutama transportasi laut dan udara; 3) penggunaan energi di industri yang
dilaporkan melalui klaim baru mencakup efisiensi energi pada industri semen; 4) energi di
bangunan (gedung dan rumah tinggal) yang belum terlaporkan.
Tabel 5-9. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Energi tahun 2010 –
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Penurunan Emisi Target
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Inventory
(Mton CO2e) 453,24 507,36 540,42 496,03 531,14 536,31 538,03 558,89
BAU
453,00 511,00 550.00 590.00 639,00 664,00 723,00 767,36
(Mton CO2e)
Penurunan
Penurunan
Emisi
dari BAU 314 0 3,64 9,58 93,97 107,86 127,69 184,97 208,47
Berdasarkan
(Mton CO2e)
BAU
Progres
Capaian
11 0 0,13 0,34 3,29 3,78 4,47 6,48 7,30
terhadap
2030 (%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 34,04 39,81 49,75
Sektor
Kontribusi
(Mton CO2e)
RAN
Terverifikasi
31,62 36,70 42,88
(Mton CO2e)
Belum
2,42 3,11 6,87
Terverifikasi

900

800 7.3 %
6.5 %

700 4.5 %
3.8 %
EMISI (JUTA TON CO2E)

3.3 %
600 0.3 %
0.1 %

500 0%

400

300

200

100

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory Energy 453.24 507.36 540.42 496.03 531.14 536.31 538.03 558.89
BAU (Mton CO2e) 453.00 511.00 550.00 590.00 639.00 664.00 723.00 767.36
Penurunan dari BAU (Mton CO2e) 0 3.64 9.58 93.97 107.86 127.69 184.97 208.47
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0 0.13 0.34 3.29 3.78 4.47 6.48 7.30

Gambar 5-1. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 114 -


 
5.2.1.2 Sektor IPPU
Sektor IPPU mempunyai target penurunan emisi GRK sebesar 2,75 MTon CO2e atau setara
0,1% dengan kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter
Measure/CM1). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor proses industri dan penggunaan produk yang telah dilakukan oleh pemerintah
pusat (Kementerian Perindustrian) yang disebut sebagai kontribusi RAN GRK, berbagai
program dan kebijakan pemerintah daerah terkait proses industri dan penggunaan produk,
peran aktif pihak swasta dan masyarakat yang telah melakukan berbagai tindakan yang
bersifat mitigasi sektor IPPU. Namun, untuk kontribusi penurunan selain RAN GRK belum
teridentifikasi dengan baik dan menyeluruh.
Pencapaian penurunan emisi yang diperoleh dari aksi mitigasi yang tercatat dan terverifikasi
telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena itu, berikut ini diuraikan kontribusi
penurunan emisi sektor IPPU pada tahun 2017 terhadap target NDC tahun 2030 sebesar 0,1%
dengan menggunakan pendekatan perhitungan berdasarkan perbandingan antara BAU dan
Inventory, sebagaimana Tabel 5-10 dan Gambar 5-2
Pada tahun 2017, tingkat emisi aktual berada pada level 0,64 MTon CO2e dibawah tingkat
emisi BaU pada tahun tersebut, sehingga terdapat penurunan emisi GRK sebesar 0,02% dari
0,1% target kontribusi yang ditetapkan untuk sektor IPPU pada tahun 2030. Sebanyak 0,78
MTon CO2e berasal dari aksi mitigasi yang tertuang dalam RAN GRK dan diklaim oleh sektor
terkait. Dengan demikian, seluruh penurunan emisi GRK yang terpantau melalui penurunan
emisi aktual sebanyak 0,64 MTon CO2e di bawah emisi baseline telah terjelaskan melalui aksi
mitigasi yang diklaim oleh sektor, bahkan nilai penurunan emisi berdasarkan aksi mitigasi lebih
besar dibandingkan dengan pendekatan selisih baseline dengan inventory. Hal ini disebabkan
klaim yang disampaikan dari sektor IPPU memperhitungkan jumlah penurunan emisi dari 14
industri semen (sementara jenis industri yang lain belum diperhitungkan dalam klaim sektor
IPPU)

Tabel 5-10. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2010 –
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Penurunan Emisi Target 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 201
2030 7
Inventory
36 36 40 39 47 49 55 55
(Mton CO2e)
BAU
36 37 42 41 50 53 56 56
(Mton CO2e)
Penurunan
Penurunan
Emisi
dari BAU 2,75 0,19 1,16 1,65 1,75 2,30 3,98 0,69 0,64
Berdasarkan
(Mton CO2e)
BAU
Progres
Capaian
0,1 0,01 0,04 0,06 0,06 0,08 0,14 0,02 0,02
terhadap 2030
(%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 1,43 0,97 0,78
Sektor (Mton
Kontribusi
CO2e)
RAN
Terverifikasi
1,43 0,97 0,78
(Mton CO2e)
Belum
- - -
Terverifikasi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 115 -


 
100

Emisi (Juta ton CO2 eq)


80

60 0,02% 0,02%
0,14%
0,08%
0,06% 0,06%
0% 0,04%
40

20

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 36 36 40 39 47 49 55 55
BAU 36 37 42 41 50 53 56 56
Penurunan dari BAU 0,19 1,16 1,16 1,75 2,3 3,98 0,69 0,64
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0,01 0,04 0,06 0,06 0,08 0,14 0,02 0,02

Gambar 5-2. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU

5.2.1.3 Sektor Pertanian


Untuk sektor pertanian, target penurunan emisi GRK dengan kondisi skenario tanpa
persyaratan mitigasi-unconditional (Counter Measure/CM1) sebesar 0,32% (setara 9 MTon
CO2e). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang berbasis
sektor pertanian yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) yang
mengidentifikasi kontribusi berdasarkan aksi yang telah dilakukan melalui berbagai program
dan kebijakan pemerintah daerah, peran aktif pihak swasta dan masyarakat.
Berdasarkan hasil perhitungan inventarisasi GRK tahun 2017 dapat diketahui bahwa emisi GRK
sektor pertanian tahun 2017 adalah sebesar 121,69 MTon CO2e, sedangkan emisi baseline
NDC (BAU) sektor kehutanan pada tahun 2016 adalah sebesar 114,6 MTon CO2e. Sehingga
emisi aktual hasil inventarisasi GRK sektor pertanian berada 7,05 MTon CO2e di atas emisi
baseline NDC (BAU) pada tahun 2017. Dengan kata lain, berdasarkan perbandingan emisi
baseline dengan emisi aktual, tidak terdapat penurunan emisi GRK pada sektor pertanian pada
tahun 2017. Meskipun upaya aksi mitigasi yang dilakukan Kementerian Pertanian
menunjukkan 11,14 MTon CO2e penurunan emisi GRK berhasil dilakukan sektor pertanian,
namun aksi tersebut belum cukup untuk membuat emisi aktual berada di bawah emisi
baseline, antara lain disebabkan terjadinya perubahan program secara internal dari
Kementerian Pertanian dan tidak dilanjutkannya beberapa aksi mitigasi. Diperlukan upaya
yang lebih besar untuk menurunkan emisi sektor pertanian, tidak hanya pada kategori kunci
(rice cultivation) namun pada semua kategori lainnya.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 116 -


 
Tabel 5-11. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Pertanian tahun 2010
– 2017 dengan Target NDC tahun 2030

Target
Penurunan Emisi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Inventory
104,50 103,16 106,78 106,81 107,32 111,83 116,69 121,69
(Mton CO2e)
BAU
110,51 111,13 111,41 112,08 112,78 113,52 114,28 114,64
(Mton CO2e)
Penurunan
Emisi Penurunan
dari BAU 9 6,01 7,97 4,63 5,27 5,46 1,69 -2,41 -7,05
Berdasarkan
BAU (Mton CO2e)
Progres
Capaian
0,32 0,21 0,28 0,16 0,19 0,19 0,06 -0,09 -0,25
terhadap
2030 (%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 12,08 16,00 14,48 13,64 16,06 1,88 6,95 0,51
Sektor
Kontribusi
(Mton CO2e)
RAN
Terverifikasi
8,78 9,78 10,04 9,66 9,11 6,93 9,08 11,14
(Mton CO2e)
Belum
Terverifikasi

150

-0,1% -0,3%
120 0,3% 0,2% 0,2% 0,2% 0,1%
0,2%
Emisi (Juta ton CO2e)

90

60

30

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 104,5 103,16 106,78 106,81 107,32 111,83 116,69 121,69
BAU 110,51 111,13 111,41 112,08 112,78 113,52 114,28 114,64
Penurunan dari BAU 6,01 7,97 4,63 5,27 5,46 1,69 -2,41 -7,05
Progres Capaian terhadap 2030
0,21 0,28 0,16 0,19 0,19 0,06 -0,09 -0,25
(%)

Gambar 5-3. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor


Pertanian

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 117 -


 
5.2.1.4 Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya

Untuk sektor kehutanan, target penurunan emisi GRK dengan kondisi skenario tanpa
persyaratan mitigasi-unconditional (Counter Measure/CM1) sebesar 17,2% (setara 497
MTon CO2e). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor kehutanan dan gambut yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat
(Kementerian LHK) yang mengidentifikasi kontribusi berdasarkan aksi yang telah dilakukan
melalui berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah, peran aktif pihak swasta dan
masyarakat.
Berdasarkan hasil perhitungan inventarisasi GRK tahun 2017 dapat diketahui bahwa emisi GRK
sektor kehutanan tahun 2017 adalah sebesar 294,6 MTon CO2e, sedangkan emisi baseline
NDC (BAU) sektor kehutanan pada tahun 2017 adalah sebesar 801 MTon CO2e. Sehingga
capaian penurunan emisi GRK sektor kehutanan pada tahun 2017 berdasarkan perbandingan
antara emisi aktual hasil inventarisasi GRK sektor kehutanan dengan emisi baseline NDC (BAU)
sektor kehutanan adalah sebesar 506,7 MTon CO2e. Nilai ini setara dengan 17,54% dari 497
MTon CO2e atau 17% target penurunan pada tahun 2030. Dengan sangat signifikannya
penurunan emisi pada kebakaran gambut dan perubahan penutupan lahan, maka penurunan
emisi yang signifikan pun terjadi pada tahun 2017. Hal ini diuraikan pada Tabel 5-12 dan
Gambar 5-4. Keberhasilan penurunan emisi GRK sektor kehutanan tersebut perlu terus
dipertahankan mengingat pada tahun-tahun mendatang masih terdapat tantangan alam
terutama berupa terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat El-Nino yang diprediksi akan
melanda wilayah Indonesia yang dapat mengakibatkan turunnya capaian penurunan emisi
GRK sektor kehutanan tersebut.
Dari penurunan emisi sektor kehutanan sebesar 506,7 MTon CO2e yang terpantau melalui
pendekatan penurunan tingkat emisi aktual dibandingkan tingkat emisi baseline, sebanyak
295.6 MTon CO2e teridentifikasi akibat adanya sejumlah aksi/program/kegiatan yang
berdampak penurunan emisi. Dengan demikian, terdapat kurang lebih 211,1 MTon CO2e
penurunan emisi GRK yang merupakan dampak dari aksi/program/kegiatan lainnya yang
dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun pihak selain pemerintah, maupun
dampak kebijakan tertentu yang belum dapat diungkapkan/tercatat dengan baik.
Aksi/program/kegiatan lainnya tersebut, diantaranya adalah 1) penurunan emisi dari perennial
crops; 2) penurunan emisi dari timber plantation; 3) penurunan emisi dari sebagian peat fire.
Selain itu, ada potensi penurunan emisi yang belum terukur dalam laporan yang disampaikan,
yaitu dari aktivitas/kegiatan penanaman/rehabilitasi dengan umur tanaman kurang dari 5
tahun.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 118 -


 
Tabel 5-12. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan tahun
2010 – 2017 dengan Target NDC tahun 2030
Penurunan Emisi Target
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Inventory FOLU
383,40 427,31 487,93 402,25 480,03 766,19 545,18 282,10
(Mton CO2e)
Inventory Peat
51,38 189,03 207,05 205,08 499,39 802,87 90,27 12,51
Fire (Mton CO2e)
Inventory Total
434,79 616,34 694,98 607,33 979,42 1569,06 635,45 294,61
Penurunan (Mton CO2e)
Emisi BAU
647 769 771 768 766 765 764 801
Berdasarka (Mton CO2e)
n BAU Penurunan dari
BAU 497 212,21 152,66 76,02 160,67 -213,42 -804,06 128,55 506,72
(Mton CO2e)
Progres Capaian
terhadap 2030 17,2 7,34 5,28 2,63 5,56 -7,39 -27,83 4,45 17,54
(%)
Klaim
Penurunan RAN
-538,41 132,72 309,41
oleh Sektor
Kontribusi
(Mton CO2e)
Aksi
Terverifikasi
Mitigasi -538,41 132,72 295,58
(Mton CO2e)
Belum
- - -
Terverifikasi
     

1600 -27,8%

1400
Emisi (Juta ton CO2 eq)

1200

-7,4%
1000
5,3% 2,6% 5,6% 4,5% 17,5%
800
7,3%

600

400

200

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 434,79 616,34 694,98 607,33 979,42 1569,06 635,45 294,61
BAU 647 769 771 768 766 765 764 801
Penurunan dari BAU 212,21 152,66 76,02 160,67 -213,42 -804,06 128,5 506,72
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0,01 0,04 0,06 0,06 506,72 0,14 0,02 0,02

Gambar 5-4. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor


Kehutanan

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 119 -


 
5.2.1.5. Sektor Limbah
Sektor limbah mempunyai target penurunan emisi GRK sebesar 11 MTon CO2e atau setara
0,38% dengan kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter
Measure/CM1). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor limbah yang dikategorikan ke dalam 4 subsektor limbah padat domestik,
limbah padat industri, limbah cair domestik dan limbah cair industri). Sejauh ini pengukuran
reduksi emisi sektor limbah sudah berbasis angka nasional, namun belum menyeluruh.
Berdasarkan hasil perhitungan inventarisasi GRK tahun 2017 dapat diketahui bahwa emisi
aktual sektor limbah tahun 2017 adalah sebesar 120,19 MTon CO2e, sedangkan emisi baseline
pada tahun tersebut sebesar 121 MTon CO2e. Sehingga berdasarkan perbandingan antara
emisi aktual hasil inventarisasi GRK sektor limbah dengan emisi baseline, terjadi penurunan
emisi sebesar 0,81 MTon CO2e atau 0,034% dari 0,38% target penurunan pada tahun 2030.
Hal ini diuraikan pada Tabel 5-13 dan Gambar 5-5.
Dari 0,81 MTon CO2e emisi yang terpantau turun dibandingkan emisi baseline, 0,35 MTon
CO2e diantaranya berasal dari aksi mitigasi yang telah diidentifikasi oleh Kementerian LHK.
Dengan demikian, terdapat 0,46 MTon CO2e penurunan emisi GRK yang merupakan dampak
dari aksi lainnya yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah daerah, swasta, maupun
masyarakat. Selain itu, selisih atau gap yang dihasilkan antara klaim capaian ini juga dapat
terjadi karena belum terpetakannya seluruh data aktifitas aksi mitigasu baik di tingkat lokal
maupun nasional. Dampak kebijakan tertentu juga dapat memberikan pengaruh terhadap
pelaksanaan aksi mitigasi di lapangan, salah satu contohnya adalah pelaksanaan aksi
pembangkit tenaga listrik dari sampah (PLTSa) yang belum berjalan optimal karena belum
adanya kejelasan regulasi yang mengaturnya.
Tabel 5-13. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Limbah tahun 2010 –
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Penurunan Emisi Target 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Inventory
88 91,85 95,53 100,51 102,83 106,06 112,35 120,19
(Mton CO2e)
BAU (Mton
88 92,00 96,00 101,00 103,00 106,00 113,00 121,00
CO2e)
Penurunan
Penurunan
Emisi
dari BAU 11 0 0,15 0,47 0,49 0,17 0,40 0,65 0,81
Berdasarkan
(Mton CO2e)
BAU
Progres
Capaian
0,38 0 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 0,03
terhadap
2030 (%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 0,05 10,52 11,58 0,35
Sektor (Mton
Kontribusi
CO2e)
RAN
Terverifikasi
0,05 10,52 11,58 0,35
(Mton CO2e)
Belum
- - - -
Terverifikasi

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 120 -


 
150

0,03%

Emisi (Juta ton CO2 e)


120 0,02%
0,01% 0,01%
0,02%
0,02%
0,01%
0%
90

60

30

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 88 91,85 95,53 100,51 102,83 106,06 112,35 120,19
BAU 88 92 96 101 103 106 113 121
Penurunan dari BAU 0 0,15 0,47 0,49 0,17 0,4 0,65 0,81
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 0,03

Gambar 5-5. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah

5.2.2 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional


Berdasarkan uraian pada sub bab 5.2, kontribusi penurunan emisi secara nasional pada tahun
2017 terhadap target yang ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar 24,7% dari
target penurunan emisi sebesar 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU. Terdapat rekalkulasi
pada perhitungan tingkat emisi aktual hingga tahun 2017, sehingga menyebabkan nilai
penurunan emisi mengalami perubahan dari laporan IGRK dan MPV tahun 2017. Laporan ini
merupakan revisi atas perhitungan kontribusi pencapaian target NDC atas laporan
sebelumnya. Hal ini disajikan pada Tabel 5-14 dan Gambar 5-6.

Tabel 5-14. Kontribusi Pencapaian Target NDC (2010-2017)


Target
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Tingkat Emisi Aktual
(Mton CO2e) - 1116 1354 1478 1349 1767 2372 1457 1151
BAU NDC
(Mton CO2e) 2869 1334 1521 1570 1610 1670 1703 1768 1860
Penurunan Emisi
(Mton CO2e) 834 218 167 92 261 -97 -669 311 709
Kontribusi
Pencapaian Target
NDC (%) 29 7.6 5.8 3.2 9.1 -3.4 -23.3 10.8 24.7

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 121 -


 
2500 Tingkat Emisi Aktual -23,3
BAU NDC
2000 24,7
10,8
-3,4
Emisi (Juta ton CO2 e)

3,2 9,1
5,8
1500
7,6

1000

500

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar 5-6. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap Target


NDC Tahun 2030

Berdasarkan Tabel 5-14 dan Gambar 5-6 dapat dilihat bahwa emisi aktual Indonesia berada
pada level 709 MTon CO2e dibawah tingkat emisi baseline pada tahun 2017, atau setara
dengan 24,7% terhadap target 29% pada tahun 2030.
Sedangkan apabila dibandingkan dengan target menurut skenario CM1 dan CM2 diilustrasikan
pada Gambar 5-7.

Gambar 5-7. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap BAU,


CM1, dan CM2

Berdasarkan Gambar 5-7 bahwa kontribusi penurunan emisi pada tahun 2017 sebesar
24,7% apabila dibandingkan dengan skenario CM1 dan CM2 maka masih diperlukan usaha
lebih besar dari seluruh sektor untuk memenuhi target yang telah ditetapkan dalam NDC.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 122 -


 
BAB VI
RENCANA PERBAIKAN
(PLAN OF IMPROVEMENT)

Penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca, monitoring, pelaporan dan verifikasi perlu
bersifat adaptif terhadap perkembangan pengetahuan dan pengalaman pendugaan emisi
dan serapan GRK, serta ketersediaan data-data terkini dan terbarukan. Untuk itu beberapa
alternatif upaya pengembangan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Peningkatan dokumentasi dan pencatatan data melalui mekanisme pengumpulan data
yang lebih terstruktur dari setiap kategori dan sub kategori emisi GRK;
2. Penerapan sistem penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC) di semua level baik level
sub sektor, sektor dan nasional sesuai dengan pedoman QA/QC yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Dirjen PPI Nomor 10 Tahun 2018;
3. Pengembangan sistem penyimpan data dan informasi inventarisasi GRK. Pengarsipan
data perlu dilakukan untuk semua kategori sebagai bagian penting dalam mendukung
pelaksanaan verifikasi, menjamin transparansi, serta penjaminan dan pengendalian
mutu (QA/QC);
4. Peningkatan kualitas data aktivitas maupun faktor emisi dari data terkecil, utamanya
pada sektor yang mempunyai key category dan uncertainty tinggi. Upaya perbaikan
difokuskan pada sumber/rosot yang sudah diidentifikasi sebagai kategori kunci serta
untuk meningkatkan kualitas inventarisasi GRK ke Tier yang lebih tinggi;
5. Perlunya penggunaan faktor emisi yang bersifat country/site specific/lokal, sehingga
perhitungan Inventarisasi GRK dapat menghasilkan data dengan kualitas yang lebih
baik, melalui proses pembahasan dan penilaian oleh Tim Panel Methodology;
6. Penyesuaian jenis aksi mitigasi sesuai dengan Peraturan Dirjen PPI Nomor 10 Tahun
2018 tentang Penyusunan Metodologi Perhitungan Penurunan Emisi GRK;
7. Pengembangan rencana aksi mitigasi yang sejalan dengan kegiatan Inventarisasi GRK.

6.1. Sektor Energi


Rencana perbaikan di sektor energi melalu pengembangan factor emisi lokal dan perbaikan
pencatatan dan kualitas data, antara lain meliputi:
1. Data fuel combustion yang digunakan mengacu pada HEESI 2016 and 2018, dimana
HEESI 2016 merupakan revisi dari data 2000-2006, sementara itu HEESI 2018 merupakan
revisi dari data 2007-2016.
2. Emisi IGRK yang dihasilkan dari fuels combustion dalam industri manufaktur
didisagregasikan ke dalam 1.A.2.a Iron and steel, 1.A.2.c Chemicals (ammonium fertilizer,
EDC/VCM, carbide, Ethylene oxide, and others), 1.A.2.d Pulp, Paper, and Print, 1.A.2.e
Food Processing, Beverages, and Tobacco, 1.A.2.f Non-metallic minerals (cement,
ceramic and glass), and 1.A.2.m Non-specified industry. Data yang dipergunakan pada
industri tersebut didapat langsung dari level pabrik melalui Kementerian Perindustrian.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 123 -


 
3. Pada sub-sektor transport inventarisasi emisi GRK diagregasi ke dalam 1.A.3.a Civil
Aviation, Land transportation (1.A.3.b Road Transportation and 1.A.3.c Railway), dan
1.A.3.d Water Borne Navigation. Dalam sub-sektor transport ini data fuel combustion
untuk transport darat belum dapat dilakukan disagregasi ke dalam transport jalan dan
kereta api.
4. Dalam kategori other/non-specified yang mencakup sub-sektor yang tidak termasuk
dalam kategori utama seperti pertanian, konstruksi dan pertambangan (ACM), emisi dari
kategori ini masih menggunakan agregasi karena keterbatasan data terkait dengan
penggunaan bahan bakar. Dalam penghitungan emisi sub-sektor ACM yang kontribusi
emisi GRK termasuk rendah misalnya guna melakukan perhitungannya memerlukan
survei yang lebih matang yang membutuhkan waktu dan biaya yang cukup tinggi.
5. Dalam penentuan faktor emisi masih mempergunakan default EF dalam IPCC Guideline
2016. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh LEMIGAS yang telah mengembangkan
faktor emisi lokal untuk beberapa jenis bahan bakar cair pada tiga tahun terakhir. Hal
yang sama dilakukan oleh TEKMIRA yang melakukan studi untuk mengembangkan faktor
emisi lokal yang dihasilkan dari batu bara. TEKMIRA merencanakan studi lebih lanjut
untuk mengembangkan faktor emisi lokal untuk beberapa jenis gas dan kategori sub-
sektor. Diperlukan pengembangan Faktor Emisi lokal melalui pembahasan di Tim Panel
Methodology.
6. Penggunaan Tier - 2 untuk pembangkit yang telah disesuaikan antara sektor dan sub
sektornya sesuai ketentuan IPCC 2006;
7. Perbaikan pendataan penggunaan energi di sektor transportasi khususnya untuk
transportasi darat, laut dan udara.

6.2. Sektor IPPU


Rencana perbaikan di sektor IPPU perbaikan pencatatan dan kualitas, antara lain meliputi:
1. Pendekatan Tier 2 diterapkan dalam industri semen, ammonia, nitric acid dan aluminium
karena keterlibatan industri tersebut dalam proyek CDM, untuk dapat dilakukan di industri
lainnya;
2. Penguatan pendataan dari sistem yang ada yaitu SIINAS untuk memperoleh data
langsung dari industri melalui sistem aplikasi di Kementerian Perindustrian, untuk
memperoleh datan terbaik berbasis Industri. Hal ini telah diterapkan untuk industri
semen, industri ammonia dan pupuk urea, industri besi dan baja, serta industri kimia.
Diharapkan bahwa untuk selanjutnya hal yang sama akan diterapkan untuk jenis industri
yang lain guna meminimalisasi penggunaan asumsi yang selama ini digunakan untuk
mengukur emisi;
3. perbaikan pendataan untuk pelaporan inventarisasi F gases di industri aluminium dan
juga di refrigerator dan penggunaan AC;
4. Perbaikan pendataan aksi mitigasi dari industri pulp and paper, industri amonia dan
industri lainnya.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 124 -


 
6.3. Sektor Pertanian

Rencana perbaikan di sektor pertanian antara lain:


1. Perlunya penggunaan faktor emisi lokal pada kategori-kategori kunci. Sebagian besar
perhitungan inventarisasi GRK sektor pertanian masih menggunakan faktor emisi default
dari IPCC (Tier 1), kecuali pada pada perhitungan emisi CH4 dari budidaya padi sawah;
2. Perbaikan kualitas data pada perhitungan emisi GRK yang menggunakan metode
penilaian pakar (expert judgement), misalnya pada faktor pembakaran pada kategori
pembakaran biomassa dan manure management system (MMS) pada kategori
peternakan;
3. Untuk sub-sektor peternakan perhitungan emisi CH4 akan diteliti berdasarkan jenis pakan
(hijauan ternak/pakan fermentasi/pakan kering), perhitungan N2O akan diteliti
berdasarkan musim (karena adanya perbedaan jumlah kotoran maupun urine ternak
antara musim kemarau dan musim hujan), serta perhitungan emisi dengan menggunakan
komposisi umur pertahun (karena adanya perbedaan komposisi umur setiap tahun);
4. Perlunya perbaikan data untuk aktivitas pemupukan. Data penggunaan pupuk yang
tersedia baik di Kementerian Pertanian maupun Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia hanya
meliputi pupuk subsidi, tidak tersedia data penggunaan pupuk non-subsidi di perkebunan;
5. Perbaikan data untuk aktifitas penggunaan kapur pertanian. Data penggunaan kapur
pertanian didapat dari asumsi luasan perkebunan dan dosis penggunan per tahun. Perlu
dilakukan sebuah survei ke perusahaan atau mekanisme yang dapat membuat
perusahaan memberikan informasi mengenai jumlah pupuk/kapur pertanian yang
digunakan;
6. Perbaikan pendataan aksi mitigasi untuk aksi mitigasi penggunaan pupuk organik di
pertanian dan perkebunan;
7. Perbaikan pendataan untuk pemanfaatan manure untuk biogas.

6.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya

Rencana perbaikan di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, antara lain :
1. Penggunaan faktor emisi untuk kebakaran gambut perlu ditinjau ulang, mengingat
pemakaian faktor emisi 923,1 Ton CO2e/ha dianggap over-estimate, maka diperlukan
pembahasan berbagai hasil penelitian dan untuk disepakati di Panel Methodology;
2. Peningkatan ketersediaan data (khususnya analisis perubahan tutupan lahan), dari
penggunaan data 2 tahun sebelum pelaporan (T-2) menjadi 1 tahun sebelum pelaporan
(T -1);
3. Pada perhitungan dekomposisi gambut, penentuan stok karbon yang digunakan perlu
diselaraskan dengan FREL;
4. Perlunya dilakukan rekalkulasi untuk luas kebakaran gambut tahun 2000 – 2014,
dengan menggunakan metode yang sama ketika menghitung luas kebakaran pada
tahun 2015 – saat ini (metode visual);
5. Perbaikan pencatatan dan kualitas data aksi mitigasi di kategori perennial crop (karet,
kopi dan palm oil) dan aksi mitigasi dari peat fire;
6. Penggunaan faktor emisi lokal untuk timber plantation.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 125 -


 
7. Perbaikan pendataan untuk aksi mitigasi berupa penanaman yang berumur dibawah 5
tahun. Perbaikan pendataan tersebut dilakukan melalui overlay data koordinat
penanaman dengan perubahan tutupan lahan dari grassland ke secondary forest yang
pada tahun 2017 mengalami peningkatan yang signifikan;
8. Perbaikan pendataan untuk peat decomposition melalui kombinasi antara tutupan lahan
dengan hasil pemantauan water level gambut;
9. Perbaikan pendataan untuk kebakaran hutan dan lahan dengan memisahkan penyebab
kebakaran (natural disturbances atau anthropogenic);
10. Penghitungan inventarisasi untuk karbon tanah dibawah tegakan mangrove;
11. Perbaikan pendataan untuk aksi mitigasi penurunan kerusakan mangrove dan
penghitungan emisi dari AGB, litter, kayu mati, dan karbon tanah mangrove.

6.5. Sektor Limbah

Rencana perbaikan di sektor limbah antara lain:


1. Memasukkan lebih banyak data komposisi sampah di TPA dengan mencakup jumlah TPA
yang lebih banyak;
2. Mengoptimalkan pengumpulan hasil-hasil penelitian dari Pusat Penelitian Pengembangan
Pemukiman dan institusi lainnya terkait data karakteristik sampah (Dry matter content
dan DOC), data karakteristik BOD limbah cair domestik dan tipe pengolahan limbah
(WWTP);
3. Memasukkan lebih banyak lagi data emisi GRK dari landfill limbah padat industri atau
pengolahan lumpur WWTP dari industry selain pulp dan kertas;
4. Perlu adanya penambahan data biodigester dari kegiatan yang realisasinya lebih besar
daripada yg telah dihimpun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seperti
yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan lainnya.
5. Perbaikan data sludge recovery waste water treatment plant limbah cair industri yang
telah dikumpulkan Direktorat PSLB3 KLHK (data 2015-2017), dengan melengkapi data
produksi pabrik (kapasitas produksi riil/ bukan terpasang dan jenis produknya) di masing-
masing tahun;
6. Penambahan data biodigester baik dari operasionalisasi IPAL Komunal maupun
pemanfaatan gas metan.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 126 -


 
BAB VII
PENUTUP

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi ini memuat profil
emisi, hasil inventarisasi, capaian penurunan emisi, capaian komitmen target NDC Indonesia,
serta rencana perbaikan dan pengembangan inventarisasi GRK dan MRV, yang disusun
bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait selaku penanggung jawab sektor,
Kementerian Perekonomian, dan BAPPENAS.

Hasil analisis menunjukkan bahwa emisi GRK tahun 2017 adalah sebesar 1.151 Juta ton
CO2e dan kontribusi penurunan emisi secara nasional pada tahun 2017 terhadap target yang
ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar 24,7% dari target penurunan emisi
sebesar 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU.

Laporan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi tentang pencapaian
target dari komitmen NDC, sebagai kontrol terhadap progress capaian NDC, serta monitoring
dan evaluasi progres implementasi NDC menuju pencapaian komitmen target penurunan emisi
di tingkat nasional maupun global.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 127 -


 
DAFTAR PUSTAKA

BAPPENAS. (2010). Policy scenarios of reducing carbon emission from Indonesia’s peatland.
National Development Planning Agency. UK-Aid and British Council. Jakarta.
FAO. Global Fuel Wood Data. http://faostat3.fao.org
Intergovernmental Panel on Climate Change (2006). IPCC-2006 Guidelines for National Green
House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4.
Intergovernmental Panel on Climate Change (2013). Supplement to the 2006 IPCC Guidelines
for National Greenhouse Gas Inventories: Wetlands
Kementerian Lingkungan Hidup (2010). Indonesia Second National Communication Under the
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum.
Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional Buku II Volume 3 Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Indonesia Third National
Communication Under the United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC). Jakarta
Kementerian Pertanian (2014). Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Pertanian.
Krisnawati, H., Adinugroho, W.C., Imanuddin, R. and Hutabarat, S. (2014). Estimation of
Forest Biomass for Quantifying CO2 Emissions in Central Kalimantan: a comprehensive
approach in determining forest carbon emission factors. Research and Development Center
for Conservation and Rehabilitation, Forestry Research and Development Agency, Bogor.
Intergovernmental Panel on Climate Change, (2006), IPCC-2006 Guidelines for National Green
House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4
Manuri, S., Brack, C., Nugroho, N.P., Hergoualc’h, K., Novita, N., Dotzauer, H., Verchot, L.,
Putra, C.A.S., & Widyasari. (2014). Tree biomass equations for tropical peat swamp forest
ecosystems in Indonesia. For. Ecol. Manage. 334: 241-253.
Margono B. A., Potapov P. V., Turubanova S., Fred Stolle F., Matthew Hansen C. M. (2014).
Primary forest cover loss in Indonesia over 2000- 2012. Nature Climate Change 4, 730-735
(2014) doi:10.1038/nclimate2277.
Mulyani et al., (2012). Basis data karakteristik tanah gambut di Indonesia. in Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan - 2012.
http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Murdiyarso, D., Donato, D., Kauffmann, B., Kurnianto, S., Stidham, M. and Kanninen, M.
(2009). Carbon storage in mangrove and peatland ecosystems: a preliminary accounts from
plots in Indonesia. CIFOR Working Paper 48.
Republik Indonesia (2011) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Jakarta.

Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 128 -


 
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM
DIREKTORAT INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MONITORING PELAPORAN VERIFIKASI

MANGGALA WANABAKTI IV, 6TH FLOOR, WING A


JL. GATOT SUBROTO, SENAYAN
JAKARTA – INDONESIA

TELEPON: +62 (21) 57903073


FAKSIMILI: +62 (21) 57903073
E-MAIL: TU.IGRKPPI@GMAIL.COM

Anda mungkin juga menyukai