Guna pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap target yang tertuang
dalam NDC tersebut, perlu dilakukan upaya untuk memberikan gambaran lengkap
tentang data dan informasi pencapaian komitmen Indonesia secara berkala, yang
kredibel dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan
diakui di tingkat internasional. Hal ini penting, karena pada gilirannya capaian
komitmen Indonesia akan diakumulasikan dengan capaian dari Negara Pihak lainnya
untuk mendapatkan gambaran pencapaian global sebagai bagian dari proses global
stocktaking.
Sebagai aksi nyata pelaksanaan mandat yang tertuang dalam regulasi tersebut, telah
disusun secara berkala Laporan Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan
Verifikasi (MPV) Nasional. Laporan ini secara garis besar memotret tentang data dan
informasi profil emisi GRK yang meliputi (1). Nilai emisi baseline periode 2010-2030;
(2). Penghitungan inventarisasi GRK tahun 2010 – 2017; (3). Capaian angka
penurunan emisi GRK yang diperoleh dari pengurangan angka emisi baseline tahun
2017 dan penghitungan inventarisasi GRK tahun 2017; dan (4). Capaian penurunan
emisi GRK terverifikasi dari aksi mitigasi yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga
pada tahun 2015-2017. Selain itu juga disajikan informasi terkait regulasi/panduan
serta upaya tindaklanjut perbaikan ke depan (plan of improvement).
Hasil perhitungan inventarisasi GRK nasional yang tertuang dalam laporan ini
menunjukkan tingkat emisi GRK di tahun 2017 menjadi sebesar 1.150.772 Gg CO2e,
atau meningkat sebesar 124.879 Gg CO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000.
Sedangkan kontribusi penurunan emisi secara nasional pada tahun 2017 terhadap
target yang ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar 24,7% dari target
Dalam konteks penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), telah dilakukan aksi mitigasi
perubahan iklim oleh berbagai pihak, pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, dimana
seluruh aktivitas terkait aksi mitigasi terekam dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian
Perubahan Iklim (SRN PPI) sedangkan tingkat dan status emisi GRK telah termonitor dalam
Sistem Informasi GRK Nasional yang Sederhana, Mudah, Akurat, Ringkas dan Transparan
(SIGN SMART).
Guna mendukung sistem dalam penyediaan kebutuhan data dan informasi yang kredibel
dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan diakui di tingkat
internasional, telah disusun dua buku yakni Panduan Penyusunan Metodologi Penghitungan
Penurunan Emisi dan/ atau Peningkatan Serapan GRK dan Buku Pedoman Penjaminan dan
Pengendalian Mutu (Quality Control/ Quality Assurance) Inventarisasi GRK Indonesia.
Dari semua modalitas yang tersedia baik berupa pembangunan sistem informasi maupun
regulasi tersebut, telah menghasilkan data dan informasi secara berkala berupa profil emisi
GRK dan capaian target emisi GRK terverifikasi yang terhimpun ke dalam Laporan
Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MPV).
Diharapkan laporan ini dapat digunakan dalam melakukan monitoring dan evaluasi progres
implementasi NDC menuju pencapaian komitmen target penurunan emisi sebesar 29% dari
BAU 2030 dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak atas kontribusi dalam
penyediaan data hingga tersusunnya Laporan Inventarisasi GRK dan MPV Tahun 2018.
Semoga sumbangsih pemikiran untuk langkah perbaikan kedepan akan terus terjalin guna
mewujudkan komitmen Indonesia menuju pencapaian NDC 2030.
Selain data dan informasi profil emisi, juga disajikan informasi terkait regulasi/ panduan serta
upaya tindak lanjut perbaikan kedepan (plan of improvement).
Diharapkan laporan ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam mempercepat proses dan
memberikan gambaran lengkap tehadap pencapaian komitmen Indonesia di tataran global.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang berkontribusi dalam
penyusunan Laporan ini.
TIM PENYUSUN
ISBN: 978-602-73066-7-7
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (2019). Laporan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi Nasional Tahun 2018.
Diterbitkan oleh:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
Direktorat Inventarisasi GRK dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi. Gd. Manggala Wanabakti Blok IV Lt.
6 Wing A. Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta 10270, Indonesia Telp/Fax: 021 57903073.
Hal
Ringkasan Eksekutif………………………………………………………………………………………….. i
Sambutan………………………………………………………………………………………………………… iv
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………… v
Tim Penyusun………………………………………………………………………………………………….. vi
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………… vii
Daftar Gambar…………………………………………………………………………………………………. ix
Daftar Tabel…………………………………………………………………………………………………….. xi
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………… 1
BAB II. METODOLOGI………………………………………………………………………………….. 3
2.1. METODOLOGI INVENTARISASI GRK….………………………………………… 3
2.1.1. Kelembagaan Inventarisasi GRK ……………………………………….. 3
2.1.2. Metodologi Perhitungan Inventarisasi GRK………………………….. 7
2.2. METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK……….. 19
2.2.1. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK………… 19
2.2.2. Metodologi Perhitungan Verifikasi……………………………………… 19
BAB III. HASIL INVENTARISASI GRK NASIONAL……………………………................... 35
3.1. PROFIL EMISI GRK NASIONAL………………………………………............. 35
3.2. PROFIL EMISI SEKTORAL…………………………………………………………. 40
3.2.1. Sektor Energi………………………………………………………………….. 40
3.2.2. Sektor IPPU…………………….……………………………................... 52
3.2.3. Sektor AFOLU…………………………………………………………………. 60
3.2.3.1. Sektor Pertanian…………………………………………………. 61
3.2.3.2. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya... 72
3.2.4. Sektor Limbah ……………………………………………………………….. 84
BAB IV. HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK…………………………………………… 93
4.1. PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL…………………………………………….. 93
4.2. PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL…………………………………………….. 93
4.2.1. Sektor Energi………………………………………………………………….. 94
4.2.2. Sektor IPPU ………………………………………………..…………………. 98
4.2.3. Sektor Pertanian..………………………………………...…………………. 99
4.2.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya.............…. 100
4.2.5. Sektor Limbah…………………………………………..……………………… 102
BAB V. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI……………………….…………………………… 106
5.1. PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI..…………………………………………… 106
5.1.1. Sektor Energi.…….…………………………………………………………….. 106
5.1.2. Sektor IPPU………...……………………………………………………………. 110
5.1.3. Sektor Pertanian..……………………………………………………………... 111
5.1.4. Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya ...…………… 111
5.1.5. Sektor Limbah ………………………………………………………………….. 112
5.2. KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET
NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)…………….……….. 113
5.2.1 Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral…………………….……… 113
5.2.1.1. Sektor Energi ………………………………………….…………… 113
5.2.1.2. Sektor IPPU ……………………………………….……………….. 115
5.2.1.3. Sektor Pertanian...……………………………………………….. 116
Gambar 3-31. Emisi Dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-2017 66
Gambar 3-32. Tren Emisi Co2e Dari Sektor PeternakanTahun 2000-2017 67
Gambar 3-33. Emisi dari Pembakaran Biomassa pada Periode 2000 – 2017 68
Gambar 3-34. Emisi CO2 dari Aplikasi Kapur di Bidang Pertanian Tahun 2000-2017 68
Gambar 3-35. Emisi CO2 dari Aplikasi Pupuk Urea 2000-2017 69
Gambar 3-36. Emisi N2O dari tanah yang dikelola tahun 2000-2017 70
Gambar 3-37. Emisi Metana dari Budidaya Padi Tahun 2000-2017 71
Gambar 3-38. Cakupan Sumber Emisi GRK dari Sektor Kehutanan dan 73
Penggunaan Lahan Lainnya
Gambar 3-39. Emisi dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya 79
tahun 2000-2017 (Dengan Peat Fire)
Gambar 3-40. Emisi dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan lainnya 80
tahun 2000-2017 (Tanpa Peat Fire)
Gambar 3-41. Emisi dari Kebakaran Gambut 2000-2017 81
Gambar 3-42. Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan 81
Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2017
Gambar 3-43. Emisi Dekomposisi Gambut 2000-2017 82
Gambar 3-44. Emisi GRK dari Kegiatan Pengelolaan Limbah 91
Gambar 3-45. Distribusi Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017 92
Gambar 4-1. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Padat 105
Domestik
Gambar 4-2. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Cair 105
Domestik
Gambar 5-1. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi 114
Gambar 5-2 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU 116
Gambar 5-3 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor 117
Pertanian
Gambar 5-4 Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor 119
Kehutanan
Gambar 5-5. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah 121
Gambar 5-6. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap Target 122
NDC Tahun 2030
Gambar 5-7. Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (2010-2017) Terhadap BAU, 122
CM1, dan CM2
Dampak perubahan iklim secara global telah menjadi perhatian utama masyarakat
internasional, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang memiliki berbagai
sumber daya alam, keanekaragaman hayati yang tinggi serta populasi penduduk yang
sangat besar, Indonesia sangat rentan terhadap dampak negatif meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan sekaligus memiliki potensi yang besar untuk
turut andil dalam mengatasi perubahan iklim. Salah satu langkah penting yang di lakukan
oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan mengesahkan Paris Agreement to the United
Nation Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) melalui
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016. Melalui
kesepakatan tersebut, Indonesia bersama dengan negara-negara di dunia berkomitmen
untuk menahan laju peningkatan suhu global dibawah 2°C dan melanjutkan upaya untuk
menekan kenaikan suhu global ke 1,5°C diatas tingkat pra–industrialisasi.
Untuk mencapai tujuan Paris Agreement tersebut, Indonesia, telah menetapkan
kontribusi target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), yang biasa disebut dokumen
Nationally Determined Contribution (NDC). NDC ini mencakup aspek aksi (mitigasi dan
adaptasi) dan dukungan sumber daya (pendanaan, peningkatan kemampuan dan alih
teknologi perubahan iklim). Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah
mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan menjadi 41% dengan
dukungan kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada
tahun 2030. Komitmen NDC Indonesia untuk periode selanjutnya ditetapkan
berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari periode
selanjutnya.
Untuk memantau perkembangan dan mengukur capaian target NDC tersebut,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
dan dioperasionalisasikan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 18 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, penyelenggaraan Inventarisasi GRK, serta Monitoring, Pelaporan,
Verifikasi (MPV) menjadi tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim.
Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan inventarisasi GRK dan MPV mengacu pada
pedoman yang ditetapkan Intergovernmetal Panel on Climate Change (IPCC Guidelines)
Tahun 2006. Inventarisasi GRK ditujukan untuk melaksanakan kegiatan
penyelenggaraan, perolehan dan pemutakhirkan data dan informasi emisi GRK secara
periodik dari berbagai sumber emisi (source), serapan (sink), dan simpanan (stock).
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi ini secara umum bertujuan untuk (i) mengetahui dan
SUMBER
NO. PENANGGUNG JAWAB SUBSEKTOR
EMISI
1 Peternakan Kementerian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Pertanian Hewan; Pusat Data dan Informasi; Biro
Perencanaan; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan; Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian Indonesia
Badan Pusat Direktorat Peternakan, Perikanan dan Kehutanan
Statistik (BPS)
2 Sumber Kementerian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; Direktorat
Agregat dan Pertanian Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian;
Emisi Non Direktorat Jenderal Hortikultura; Direktorat
CO2 Jenderal Perkebunan; Pusat Data dan Informasi;
Biro Perencanaan; Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian; Balai Penelitian Lingkungan Pertanian;
Emisi/Penyerapan GRK = AD x EF
2. Faktor Emisi
Penyelenggara Inventarisasi GRK melakukan upaya pengumpulan dan pengembangan
faktor emisi lokal melalui kerjasama dengan instansi, lembaga, dan perguruan tinggi
yang melakukan penelitian faktor emisi.
Dalam hal faktor emisi lokal belum tersedia, maka digunakan faktor emisi lokal yang
tersedia untuk daerah lain atau faktor emisi nasional atau regional yang sudah tersedia
atau default yang ditetapkan IPCC. Kompilasi faktor emisi dari berbagai negara dan
wilayah dihimpun dalam Basis Data untuk Faktor Emisi (Emission Factor Database).
Pemilihan metodologi Inventarisasi GRK dilakukan menurut tingkat ketelitian (Tier),
semakin tinggi kedalaman metode yang dipergunakan maka hasil perhitungan
emisi/serapan GRK yang dihasilkan semakin rinci dan akurat. Tingkat ketelitian (tier)
terdiri dari:
a. Tier 1: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan dasar
(basic equation), data aktivitas yang digunakan sebagian bersumber dari sumber
data global, dan menggunakan faktor emisi default (nilai faktor emisi yang
disediakan dalam IPCC Guideline)
b. Tier 2: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang lebih
rinci, data aktivitas berasal dari sumber data nasional dan/atau daerah, dan
menggunakan faktor emisi lokal yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung.
c. Tier 3: metode perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang
paling rinci (dengan pendekatan modeling dan sampling), dengan pendekatan
modeling faktor emisi lokal yang divariasikan dengan keberagaman kondisi yang
ada, sehingga emisi dan serapan memiliki tingkat kesalahan lebih rendah.
Untuk estimasi Inventarisasi GRK Nasional tahun 2000-2017 yang menjadi lingkup pada
laporan ini menggunakan metode IPCC Guidelines 2006 untuk Tier 1 dan Tier 2.
Adapun metodologi perhitungan emisi GRK pada masing-masing sektor diuraikan pada
paragraf berikut.
Pada laporan ini, terjadi rekalkulasi perhitungan emisi sektor energi yang berlaku pada
emisi tahun 2017 dan emisi tahun-tahun sebelumnya (2000-2016). Rekalkulasi dilakukan
pada kategori penggunaan energi pada “manufacturing industries and construction”
(kategori 1A2) akibat dikeluarkannya data penggunaan batu bara yang diekspor dan
diperdagangkan antar pedagang batubara domestik. Pada energy balance table yang
dimuat pada dokumen Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia (HEESI)
yang dipublikasi pada Oktober 2018 terdapat revisi data penggunaan batubara pada
industri.
Rekalkulasi menyebabkan data perhitungan emisi berbeda dengan yang telah dilaporkan
pada laporan sebelumnya, karena terjadi perbaikan kualitas data. Pada laporan
inventarisasi GRK dan MPV tahun 2017 (perhitungan emisi sampai dengan tahun 2016)
mengacu pada HEESI 2001-2015. Sementara pada pelaporan ini (perhitungan emisi
sampai dengan tahun 2017) merujuk kepada HEESI 2016 dan 2018, dimana pada HEESI
2016 terdapat revisi data 2000-2016, sedangkan pada HEESI 2018 terdapat revisi data
2007-2016.
Laporan ini masih menggunakan Tier 1, dimana faktor emisi menggunakan nilai default
IPCC Guideline 2006. Meskipun LEMIGAS (Lembaga Minyak dan Gas Bumi) selaku Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM telah
mengembangkan faktor emisi lokal untuk beberapa bahan bakar minyak, namun faktor
emisi ini belum dapat digunakan dalam perhitungan emisi karena faktor emisi setiap
jenis bahan bakar minyak tidak dibedakan antara kategori sub-sektor dimana bahan
bakar tersebut dibakar. Disamping itu, faktor emisi lokal yang dihasilkan hanya
mencakup gas CO2. Selain itu, pengembangan faktor emisi lokal lainnya juga telah
dilakukan oleh TEKMIRA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara, Kementerian ESDM) yang menghasilkan faktor emisi lokal untuk gas CO2 dari
pembakaran batubara. Namun tidak ada spesifikasi faktor emisi tersebut apakah untuk
batubara yang dibakar di industri, industri manufaktur, atau lainnya, disamping faktor
Tabel 2-4. Pembagian kelas umur, faktor emisi serta bobot ternak lokal
EF CH4 EF CH4
Local
Enteric Manure
Sub livestock
Livestock Sex Percentage Fermentation Management
category weight
(%) (Kg CH4 (Kg CH4
(kg)
/year/head) /year/head)
Weaning (0-1 Female +
Beef cattle 19,3 18,1839 0,7822 63,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
25,85 27,1782 1,6202 134,48
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 18,15 41,7733 3,4661 286,00
Male
Mature (> 4 Female +
26,89 55,8969 3,6352 400,00
th) Male
Imported
Male 9,81 25,4879 7,9662 500,00
(fattening)
Weaning (0-1 Female +
Dairy cattle 21,73 16,5508 0,5167 46,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
24,03 35,0553 2,5152 198,64
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 21,7 51,9609 5,5262 275,00
Male
Female +
Mature (>4 th) 32,54 77,1446 12,181 402,50
Male
Weaning (0-1 Female +
Buffalo 16,32 20,5531 0,7476 100,00
th) Male
Yearling (1-2 Female +
20,67 41,1063 3,9864 200,00
th) Male
Female +
Young (2-4 th) 20,74 61,6594 8,9695 300,00
Male
Mature (> 4 Female +
42,27 82,2126 15,9457 400,00
th) Male
Poultry
2. Pertanian
Emisi GRK dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 pada lahan dalam
inventarisasi emisi GRK diperkirakan menggunakan Tier 1 metode IPCC 2006 dengan
nilai faktor emisi default dan metode Tier 2 khusus untuk kategori budidaya padi sawah.
Emisi Non-CO2 dari biomas yang dibakar dibedakan dari pembakaran biomassa pada
lahan pertanian (cropland) dan pembakaran biomassa dari padang rumput (grassland)
dan perhitungannya dilakukan terpisah dengan menggunakan nilai faktor emisi default
dari IPCC (Tier 1).
Emisi dari aplikasi kapur pertanian dihitung dengan metodologi Tier 1 dengan data
aktifitas berupa konsumsi penggunaan kapur untuk pertanian. Kapur pertanian (dolomit)
umumnya digunakan pada perkebunan kelapa sawit, lahan kering masam dan tanah
gambut. Data konsumsi kapur diduga dari luas areal tanam dan dosis rekomendasi yang
digunakan karena data konsumsi kapur tidak tersedia. Dosis Dolomit yang umum
digunakan pada tanah sulfat masam adalah 2 ton/ha dan pada tanah gambut 0,5 ton/ha
dan biasanya diberikan 2 kali setahun pada musim hujan dan musim kemarau. Petani
lahan kering pada tanah masam umumnya tidak menggunakan kapur dalam budidaya
Tabel 2-6. Faktor Skala Yang Disesuaikan Dengan Ekosistem Padi Dan Tata
Air Indonesia
SF Adjusted SF
(IPCC (based on current
Category Sub Cetegory
Guidelines studies in
1996) Indonesia)
Upland None 0
Tabel 2-7. Faktor Skala Untuk Varietas Padi Yang Berbeda Di Indonesia
Average emission
No Variety SF
(kg/ha/session)
1 Gilirang 496,9 2,46
2 Aromatic 273,6 1,35
3 Tukad Unda 244,2 1,21
4 IR 72 223,2 1,10
6 Cisadane 204,6 1,01
5 IR 64* 202,3 1,00
7 Margasari 187,2 0,93
8 Cisantana 186,7 0,92
9 Tukad Petanu 157,8 0,78
10 Batang Anai 153,5 0,76
11 IR 36 147,5 0,73
12 Memberamo 146,2 0,72
13 Dodokan 145,6 0,72
14 Way Apoburu 145,5 0,72
15 Muncul 127,0 0,63
16 Tukad Balian 115,6 0,57
17 Cisanggarung 115,2 0,57
Berdasarkan berbagai data yang varietas yang digunakan oleh petani pada periode 2009-
2011 (sekitar 70% dari total luas tanam padi), diketahui bahwa rata-rata terbobot skala
faktor untuk varietas padi di sawah dengan irigasi terus menerus adalah 0,74. Nilai ini
digunakan untuk memperkirakan emisi dari daerah irigasi dimana tidak ada informasi
tentang varietas padi. Untuk sawah non-irigasi, SF untuk varietas padi akan sama
dengan 1,0, karena pengaruh kondisi air pada pengurangan emisi metana akan jauh
lebih dominan dibanding varietas. Dengan demikian pengaruh perubahan varietas dalam
mengurangi emisi tidak akan signifikan di daerah non-irigasi, sehingga SF yang
digunakan adalah 1,0 untuk daerah non-irigasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010).
Estimasi perubahan stok karbon juga memperhatikan subdivisi dari area lahan (seperti
zona iklim, ecotype, management regime dll.) yang dipilih untuk sebuah kategori
penggunaan lahan:
ΔC =∑ΔC
LU Lui
Dimana ΔCLU = perubahan stok karbon untuk sebuah kategori penggunaan lahan/land-
use (LU) seperti dijelaskan pada persamaan diatas; I = denotasi dari stratum spesifik
atau subdivisi dalam kategori penggunaan lahan (dengan kombinasi species, zona iklim,
ecotype, management regime dll.); dan I = 1 ke n.
Pada setiap kategori penggunaan lahan, perubahan stok karbon diestimasi dari 5 (lima)
tampungan karbon dengan menjumlahkan perubahan pada semua tampungan karbon
seperti persamaan dibawah:
ΔC = ΔC + ΔC + ΔC + ΔC + ΔC
Lui AB BB DW LI SO
Dimana ΔCLui = perubahan stok karbon untuk sebuah stratum dari sebuah kategori
penggunaan lahan; AB = above ground biomass; BB = below ground biomass; DW =
deadwood; LI = litter dan SO = soils.
Emisi dari dekomposisi lahan gambut dihitung untuk setiap kategori penggunaan lahan
pada lahan gambut dengan mengalikan luas area gambut dengan faktor emisi.
LLU Organic =∑(A•EF)
Dimana ΔCLU organic = Emisi CO2 dari dekomposisi gambut dari suatu kategori penggunaan
lahan di lahan gambut; A = Luas area dari suatu kategori penggunaan lahan; dan EF =
Faktor emisi dekomposisi gambut untuk suatu kategori penggunaan lahan.
Emisi dari kebakaran lahan gambut dihitung dengan menggunakan pendekatan yang
dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyusun FREL
nasional. Persamaan untuk menghitung emisi dari kebakaran lahan gambut mengikuti
IPCC Wetlands Supplement 2013 (IPCC, 2013):
Lfire = A x MB x CF X Gef
4. Sektor Kehutanan
Verifikasi sektor kehutanan dilakukan terhadap aksi/kegiatan mitigasi penurunan
emisi GRK yang dilakukan oleh Penanggung Jawab Aksi (Ditjen teknis lingkup KLHK
dan BRG). Aksi/kegiatan mitigasi yang diverifikasi meliputi kegiatan: (1) penurunan
deforestasi, (2) peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan,
baik di hutan alam (penurunan degradasi hutan) maupun di hutan tanaman, (3)
rehabilitasi lahan terdegradasi, (4) restorasi lahan gambut, dan (5) pengendalian
peat fire (kebakaran gambut). Perhitungan capaian penurunan emisi GRK sektor
kehutanan mengacu pada metode IPCC 2006 melalui pendekatan penghitungan
emisi baseline (emisi sebelum dilakukan aksi/kegiatan mitigasi) dikurangi dengan
emisi aktualnya (emisi setelah dilakukan aksi/kegiatan mitigasi).
5. Sektor Limbah
Perhitungan terhadap reduksi emisi GRK sektor limbah mengacu pada metode IPCC
2006, dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Penentuan baseline, adalah kondisi pada saat sebelum dilaksanakan mitigasi
(business as usual). Kondisi tanpa mitigasi pada pengelolaan limbah adalah pada
saat gas rumah kaca (karbondioksida, metan dan dinitro-oksida) dihasilkan dari
limbah, dan tidak dilakukan pemanfaatan GRK tersebut atau tidak dilakukan
pencegahan lepasnya GRK ke atmosfer.
b. aktivitas aksi mitigasi pada bidang pengelolaan limbah padat domestik dengan
pengukuran langsung dan estimasi emisi
Secara detil metodologi penghitungan untuk setiap aksi mitigasi di sektor energy yaitu:
1. Penerapan Mandatori Manajemen Energi
Sistem Pelaporan Online Manajemen Energi (POME) dibangun pada tahun 2014 untuk
memfasilitasi pelaporan dari industri dengan penggunaan konsumsi energi diatas
6000 TOE. Sampai dengan tahun 2017 jumlah perusahaan padat energi (konsumsi
energi diatas 6000 TOE) yang telah melapor sebanyak 126 Perusahaan. Penginputan
data ke POME dilakukan oleh manajer energi yang tersertifikasi.
Sedangkan untuk sub-sektor energy di industry pada aksi mitigasi Pemanfaatan Bahan
Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi, metodologi penghitungan yang digunakan yaitu:
a. Perhitungan baseline per aksi per tahun dilakukan dengan cara :
Memperhatikan nilai Emission Intensity Fuel Component (Ton CO2/TJ):
280,64
Emission Fuel Component pada Baseline Industri:
Data Aktivitas (Produksi Cementitius) x Faktor Emisi (Emission
Intensity Fuel Component)
b. Perhitungan Inventory per aksi per tahun dilakukan dengan:
c. Memperhatikan nilai Emission Intensity Fuel Component (Ton CO2/TJ) yang
ditentukan oleh industri dan berubah setiap tahun.
d. Emission Fuel Component pada Inventory:
Data Aktivitas (Produksi Cementitius) x Faktor Emisi (Emission Intensity
Fuel Component)
e. Perhitungan Reduksi Emisi GRK dilakukan dengan :
Baseline – Inventory = Reduksi (Ton CO2e)
Dimana:
CH4 rice : Emisi metane dari budidaya padi sawah
A : Luas panen padi sawah
T : Lama budidaya padi sawah untuk kondisi, hari
Efc : Faktor emisi baseline untuk padi sawah dengan
penggenangan terus menerus dan tanpa pengembalian bahan
organik
SFw : Faktor skala yang menjelaskan pengelolaan air selama
periode budi daya
Sfo : Faktor skala yang menjelaskan jneis dan jumlah
pengembalian bahan organik yang diterapkan pada periode
budidaya padi sawah
SFr : Faktor skala varietas padi sawah
SFs : Faktor skala jenis tanah.
Data aktivitas yang diperlukan untuk menghitung emisi dari aplikasi pupuk organik
adalah:
Jumlah pupuk urea yang digunakan sebelum aksi (baseline) dan sesudah aksi
mitagasi dalam ton
Jumlah pupuk organik yang digunakan, dalam ton
Dosis pupuk urea dan pupuk organik, dalam ton/ha.
Dimana:
CH4 ternak : Emisi GRK dari kotoran ternak kg CH4/tahun
P ternak : Populasi ternak
% : Persentase populasi ternak yang kotorannya
pembuangan dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas dalam
kegiatan mitigasi (%)
FE ternak : Faktor emisi CH4 kotoran ternak (kg CH4/ekor/tahun)
Emisi baseline:
Berat sampah masuk TPA x komposisi sampah di TPA x dry matter content x
parameter default IPCC
d. RDF
Project emission = insinerasi sampah + pemakaian listrik sendiri + PS impor (grid)
+ fuel untuk genset.
Data aktivitas baseline: Jumlah penduduk, laju BOD per kapita (kg
BOD/orang/tahun), konsumsi protein (kg protein/orang/tahun), % penggunaan
tangki septik dan non tangki septik di tingkat desa dan perkotaan
Data aktivitas mitigasi: Jumlah penduduk, laju BOD per kapita (kg
BOD/orang/tahun), konsumsi protein (kg protein/orang/tahun), % penggunaan
tangki septik dan non tangki septik di tingkat desa dan perkotaan, volume gas CH4
yang dimanfaatkan (dibakar/flaring, pembangkit listrik, sambungan rumah
tangga/SRT)
Emisi baseline: [Jumlah penduduk x laju BOD per kapita x fraksi jenis pengolah
limbah x faktor emisi] + [Jumlah penduduk x konsumsi protein per kapita x
parameter default IPCC 2006 x faktor emisi]
Emisi setelah mitigasi: [Jumlah penduduk x laju BOD per kapita x fraksi jenis
pengolah limbah x faktor emisi] – volume gas CH4 yang dimanfaatkan + [Jumlah
penduduk x konsumsi protein per kapita x parameter default IPCC 2006 x faktor
emisi]
Emisi baseline:
- Limbah cair POME: Emisi tanpa pemanfaatan biogas POME
- Limbah cair pulp paper: Emisi dari sludge yang tidak termanfaatkan (asumsi
baseline: i) sludge di-landfillkan, ii) sludge diolah di IPAL sludge)
Hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca (GRK) nasional menunjukkan tingkat
emisi GRK di tahun 2017 adalah 1.150.772 Gg CO2e, meningkat sebesar 124.879 Gg
CO2e dibanding tingkat emisi tahun 2000. Untuk emisi pada tahun 2017 masing-masing
kategori/sektor, adalah sebagai berikut:
1. Energi, sebesar 558.890 Gg CO2e
2. Proses Industri dan Penggunaan Produk, sebesar 55.395 Gg CO2e
3. Pertanian, sebesar 121.686 Gg CO2e
4. Kehutanan dan Kebakaran Gambut, sebesar 294.611 Gg CO2e.
5. Limbah, sebesar 120.191 Gg CO2e
Profil emisi GRK selama periode 2000-2017 secara lebih lengkap digambarkan pada
grafik pada Gambar 3-1 di bawah ini.
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 2000-2017, terjadi
lonjakan emisi GRK Nasional pada tahun 2015 yang sebagian besar disebabkan emisi
pada kebakaran gambut (peat fire). Kategori FOLU dan kebakaran gambut menyumbang
emisi sebesar 1.569.064 Gg CO2e (terdiri dari 766.194 Gg CO2e dari FOLU dan 802.870
Gg CO2e dari kebakaran gambut) dari total emisi pada tahun tersebut sebesar 2.372.559
800,000
700,000
600,000
Em issio n (G g C O2 e )
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
‐
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Energy 317,609 341,919 349,485 378,050 380,434 376,988 386,100 402,989 391,784 405,653 453,235 507,357 540,419 496,030 531,142 536,306 538,025 558,890
IPPU (all gases) 42,883 48,269 41,688 41,402 43,146 42,296 38,641 35,919 36,499 37,546 36,033 35,910 40,078 39,110 47,489 49,297 55,307 55,395
Agriculture 95,201 94,134 93,856 94,863 96,586 98,492 97,828 101,487 98,659 102,956 104,501 103,161 106,777 106,814 107,319 111,830 116,690 121,686
Waste 64,832 67,602 70,063 73,061 75,225 77,216 82,578 83,933 85,023 89,326 87,669 91,853 95,530 100,515 102,834 106,061 112,351 120,191
Total 520,525 551,924 555,092 587,376 595,391 594,992 605,147 624,329 611,964 635,482 681,438 738,281 782,803 742,469 788,784 803,495 822,373 856,161
Gambar 3-2. Profil Emisi GRK Nasional Tahun 2000-2017 (Tanpa Kehutanan
dan Kebakaran Gambut)
Emisi GRK Nasional secara detail pada masing-masing kategori/sektor dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini.
Pada tahun 2017, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi GRK
nasional adalah sektor Energi (48%), diikuti oleh sektor kehutanan dan kebakaran
gambut (26%) dan pertanian (11%), sebagaimana Gambar 3-3 (a). Sebaran kontribusi
pada tahun 2017 menunjukkan pergeseran yang signifikan dibandingkan dengan
kontribusi sektoral pada tahun-tahun sebelumnya. Gambar 3-3 (b) dan Gambar 3-3 (c)
menunjukkan bahwa kecenderungan setiap tahun sektor kehutanan dan kebakaran
gambut merupakan sektor penyumbang emisi terbesar terhadap emisi GRK Nasional
yang cenderung mencapai atau melebihi 50% dari total emisi nasional. Pada tahun 2015
dan 2016 berturut-turut sektor kehutanan dan kebakaran gambut menyumbang emisi
sebesar 66% dan 43%. Dengan demikian, pada tahun 2017 terjadi penurunan emisi
sektor kehutanan dan kebakaran gambut yang sangat signifikan.
Tahun 2017
Gambar 3-3. Kontribusi Emisi GRK Sektoral Terhadap Emisi GRK Nasional
Tabel 3-2. Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (Dengan FOLU dan Kebakaran
Gambut)
Emisi Emisi
(Gg CO2e) Absolut Level/
No. Kode Kategori (Gg CO2e) Rank Kumulatif
Meskipun sektor energi secara total menyumbang sebagian besar (48%) emisi pada
tahun 2017, namun besaran absolute GRK baik yang dilepas atau diserap sebagian besar
dari subkategori sektor FOLU. Dalam hal ini, dekomposisi gambut dan perubahan
tutupan lahan dari non cropland to cropland menyumbang emisi GRK masing-masing
17.26% dan 14.54% dari total emisi nasional, namun terdapat serapan pada lahan hutan
sebesar 16.25% dan lahan padang rumput sebesar 5.99%. Sedangkan pada sektor
energi, subkategori penyumbang emisi terbesar adalah industri energi (termasuk
didalamnya pembangkitan listrik), yakni sebesar 12.41% dari total emisi dan serapan
nasional.
Tabel 3-3. Analisis Kategori Kunci Tahun 2017 (tanpa FOLU dan kebakaran
gambut)
No. Kode Kategori Emisi Emisi Absolut Level/ Kumulatif
(Gg CO2e) (Gg CO2e) Rank
1 1.A.1 Energy Industries 258,041 258,041 30.14% 30.14%
2 1.A.3 Transportation 147,230 147,230 17.20% 47.34%
3 1.A.2 Manufacturing 84,578 84,578 9.88% 57.21%
Industries and
Construction
4 4D2 Industrial Wastewater 55,146 55,146 6.44% 63.66%
Treatment and
Discharge
5 3C7 Rice Cultivation (3C7) 42,835 42,835 5.00% 68.66%
6 4A2 Unmanaged Solid 36,905 36,905 4.31% 72.97%
Waste Disposal
7 3C4 Direct N2O Soils (3C4) 35,992 35,992 4.20% 77.17%
8 1.A.4.b Residential 34,863 34,863 4.07% 81.25%
9 2.A.1 Cement 29,092 29,092 3.40% 84.64%
10 4D1 Domestic Wastewater 22,831 22,831 2.67% 87.31%
Treatment and
Discharge
11 1.B.2 Oil and Natural Gas 19,912 19,912 2.33% 89.64%
12 3A1 Enteric fermentation 13,791 13,791 1.61% 91.25%
(3A1)
13 3C5 Indirect N2O Soils (3C5) 9,499 9,499 1.11% 92.36%
14 1.A.5 Non Specified 9,095 9,095 1.06% 93.42%
15 2.C.1 Iron and Steel 8,196 8,196 0.96% 94.38%
16 2.B.1 Ammonia 6,962 6,962 0.81% 95.19%
Terdapat 16 subkategori emisi yang menjadi kunci utama dan menyumbang hingga 95%
dari total emisi GRK selain sektor FOLU dan kebakaran gambut, dengan 5 subkategori
terbesar secara berturut-turut meliputi meliputi emisi pada industri energi, transportasi,
penggunaan energi di industri, limbah cair industri, dan budidaya sawah.
Kegiatan Pengadaan dan Penggunaan Energi merupakan salah satu sektor penting
dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK). Cakupan inventarisasi sektor energi
meliputi kegiatan pengadaan/penyediaan energi dan penggunaan energi.
Pengadaan/penyediaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber energi primer (misal minyak mentah,
batubara);
2. Konversi energi primer menjadi energi sekunder yaitu energi yang siap pakai
(konversi minyak mentah menjadi BBM di kilang minyak, konversi batubara menjadi
tenaga listrik di pembangkit tenaga listrik), dan
3. Kegiatan penyaluran dan distribusi energi.
Adapun penggunaan energi meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Penggunaan bahan bakar untuk peralatan tidak bergerak atau stasioner (di industri,
komersial, dan rumah tangga), dan
2. Peralatan yang bergerak (transportasi).
Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, sumber emisi sektor energi dikelompokkan ke dalam
tiga kategori, yaitu (a) pembakaran bahan bakar, (b) emisi fugitif dari produksi bahan
bakar, dan (c) kegiatan transportasi, injeksi, dan penyimpanan CO2 (terkait Carbon
Capture Storage-CCS). Oleh karena kegiatan CCS belum dilaksanakan di Indonesia,
hanya 2 sumber emisi (poin a dan b) saja yang dibahas dalam laporan ini. Ruang lingkup
sumber emisi GRK dari sektor energi dapat dilihat pada Gambar 3-5.
Emisi GRK yang berasal dari pembakaran bahan bakar termasuk emisi yang dihasilkan
oleh industri energi, manufaktur, industri (tidak termasuk konstruksi), transportasi, dan
sumber-sumber lainnya seperti rumah tangga, komersial, dan ACM (Agriculture,
Construction, and Mining), sebagaimana Gambar 3-6. Pembakaran bahan bakar dari
konstruksi tercakup di dalam sub sektor ACM (1A4 Other Sources). Pada sub sektor ACM
untuk pelaporan ini masih belum dapat dilakukan disagregasi data untuk masing-masing
komponen sub sektor tersebut, dan menjadi bagian dari rencana perbaikan jangka
panjang.
Gambar 3-6. Sub Kategori Sumber Emisi GRK Dari Kategori Pembakaran
Bahan Bakar
Emisi GRK dari kategori ini mencakup semua emisi yang dihasilkan selama pembakaran
bahan bakar pada produksi listrik dan panas, industri minyak bumi, dan manufaktur
bahan bakar padat. Produksi listrik termasuk listrik yang dihasilkan oleh PLN, pembangkit
listrik mandiri, dan pembangkit listrik swasta. Emisi GRK yang berasal dari produksi
panas dan gabungan panas dan listrik, dimana biasanya terjadi di industri, sudah
dihitung sebagai emisi GRK dari pembakaran bahan bakar pada industri manufaktur.
Industri minyak bumi mencakup industri hulu migas, penyulingan minyak, produksi LNG
dan LPG.
Gambar 3-7. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Di
Industri Energi
Gambar 3-8. Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bahan Bakar Pada
Industri Manufaktur
Gambar 3-9. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pembakaran Bakar Sektor
Transportasi
1B2ai Ven ng
1B2a Oil 1B2aii Flaring
1B Fugi ve 1B2 Oil and Nat. Gas 1B2aiii All other
emissions 1B2bi Ven ng
1B2b Nat. gas 1B2bii Flaring
1B2biii All other
C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan meliputi emisi GRK yang dihasilkan pada tahun 2000
sampai 2017.
D. Sumber Data
Seluruh data dan informasi terkait inventarisasi emisi GRK sektor energi berasal dari:
Tabel Kesetimbangan Energi dalam Handbook of Energy and Economic Statistics of
Indonesia tahun 2018 yang diterbitkan oleh Pusdatin, Kementerian Energi dan Sumber
Daya (ESDM). Data dari tabel kesetimbangan energi berupa data konsumsi bahan bakar
pada suatu kategori, produk yang dihasilkan dari kategori tersebut dan data transformasi
energi. Unit data aktivitas dalam Tabel Kesetimbangan Energi adalah BOE sehingga
menurut pedoman IPCC GL 2006 perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi Kiloliter atau
Ton dengan faktor konversi yang tersedia dalam Handbook of Energy and Economic
Statistics of Indonesia.
Rekalkulasi perhitungan emisi pada sektor energi dilakukan pada kategori
“manufacturing industries and construction” (1A2) berdasarkan revisi pada sumber data
sebagai berikut : pada Laporan inventarisasi GRK dan MPV tahun 2017 (perhitungan
emisi sampai dengan tahun 2016) mengacu pada HEESI 2001-2015, sementara pada
pelaporan ini (perhitungan emisi sampai dengan tahun 2017) merujuk kepada HEESI
2016 dan 2018, dimana pada HEESI 2016 terdapat revisi data tahun 2000-2016,
sedangkan pada HEESI 2018 terdapat revisi data tahun 2007-2016.
Sedangkan khusus untuk data penggunaan gas pada kategori industry, surat Kepala
Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM Nomor: 186/03/SJD.3/2019 tanggal 22 April
2019 menyatakan klarifikasi lanjutan bahwa konsumsi gas yang digunakan sebagai
pembakaran pada industry menggunakan Tabel Indonesia Energy Balance Table 2017
pada halaman 16 dokumen HEESI 2018 dan tidak merujuk pada Tabel 5.1.2 Energy
Consumption in Industrial Sector halaman 42 pada dokumen publikasi yang sama.
2000 317.609
2001 341.919
2002 349.485
2003 378.050
2004 380.434
2005 376.988
2006 386.100
2007 402.989
2008 391.784
2009 405.653
2010 453.235
2011 507.357
2012 540.419
2013 496.030
2014 531.142
2015 536.306
2016 538.025
2017 558.890
1.A.2.e Food Processing, Beverages, and Tobacco 493 0,01 0,00 494
1.A.3.b Land Transportation (Road and Railways) 130.748 40,63 6,74 133.689
94%
Gambar 3-11. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Gas Tahun 2017
Thousands
600
500
400
Ggram CO2-e
300
200
100
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 3-12. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Sumber Tahun 2000 –
2017
600
1.A.5 Non-Specified
300
1.A.1.B Oil and Gas Refineries
1.A.3 Transportation
0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Gambar 3-13. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Kegiatan Sub
Sektor Tahun 2000 – 2017
1,400
500,000
1,200
1,000 400,000
800
Emisi CO2e
300,000
600
200,000
400
100,000
200
0 ‐
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Liquid Fuels Solid Fuels Gas Fuels Liquid Fuels Emission Solid Fuels Emission Gas Fuels Emission
Gambar 3-14. Tingkat Emisi GRK Sektor Energi Berdasarkan Jenis Bahan
Bakar Tahun 2000-2017
Thousands
500
400
Gg CO2 eq
300
200
sectoral
100 reference
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Total GHG
Level/Rank Cumulative
Code Category Emissions
(%) (%)
(Gg CO2e)
TOTAL 558,890
2A Mineral Industry
2B Chemical Industry
2C Metal Industry
Hingga periode pelaporan ini ini, emisi dari kegiatan proses industri elektronik tidak
diestimasi karena data yang tersedia merupakan data agregat antara industri yang
merupakan sumber emisi GRK dan yang tidak menghasilkan emisi, seperti industri
perakitan. Sedangkan untuk emisi GRK terkait penggunaan bahan pengganti Ozone
Depleting Substances (ODS) juga sulit untuk diestimasi karena data stok ODS tidak
1. Industri Mineral
Emisi dari industri mineral mencakup emisi terkait kegiatan proses kimia dalam industri
semen (produksi klinker), kapur, kaca/gelas dan industri yang menggunakan karbonat
dalam prosesnya. Gambar 3-17 memperlihatkan cakupan sumber emisi GRK dari
industri mineral yang dilaporkan dalam dokumen ini. Untuk penggunaan karbonat pada
produksi non-metallurgical magnesia dan other tidak diestimasi karena tidak digunakan
di Indonesia.
2A1 Cement
Gambar 3-17. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Mineral
2. Industri Kimia
Mengacu pada Pedoman IPCC 2006, proses produksi di industri kimia yang tercakup
dalam inventarisasi GRK adalah amonia, asam nitrat, karbida, asam adipat, kaprolaktam,
glioksal, dan asam glioksilat, titanium dioksida, produksi soda abu alami, dan petrokimia
(metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam). Namun untuk beberapa jenis
industri seperti asam adipat, kaprolaktam, glioksal, asam glioksilat, titanium dioksida,
dan industri soda abu tidak dilakukan estimasi emisi GRK karena industry tersebut tidak
ada di Indonesia. Untuk saat ini keberadaan dan penggunaan produk-produk tersebut
berasal dari impor. Estimasi emisi GRK dari jenis industri kimia yang dibahas dalam
laporan ini terbatas pada industri yang berada di Indonesia dan ketersediaan data-data
yang diperlukan. Industri tersebut antara lain: industri amonia, asam nitrat, karbida,
metanol, etilen, etilen diklorida, dan karbon hitam (lihat Gambar 3-18 dan 3-19).
2B8a Methanol
2B8b Ethylene
2B8e Acrylonitrile
Gambar 3-19. Cakupan Sumber Emisi sektor IPPU dari Produksi Petrokimia
dan Carbon Black
3. Industri Logam
Berdasarkan Pedoman IPCC 2006, industri logam mencakup jenis-jenis industri seperti
besi & baja, ferroalloy, alumunium, magnesium, timbal dan seng (Gambar 3-20).
Namun dalam laporan ini, estimasi emisi pada inventarisasi GRK dari industri logam
hanya kegiatan produksi besi & baja, alumunium, timbal dan seng. Hal ini dikarenakan
belum tersedianya data untuk industri tersebut.
2C7 Other
Gambar 3-20. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Industri Logam
2D4 Other
Gambar 3-21. Cakupan Sumber Emisi Sektor IPPU Dari Produk Non-Energi
Dan Pelarut
5. Industri Lainnya
Emisi GRK dari kategori industri lainnya mencakup emisi terkait penggunaan karbonat
selama kegiatan produksi pada industri pulp/kertas dan makanan/minuman. Dalam
industri pulp/kertas, karbonat digunakan pada proses lime kiln dan proses make-up
bahan kimia untuk proses lime kiln. Walaupun jumlah penggunaan karbonat tersebut
tidak signifikan, proses tersebut tetap akan melepaskan emisi GRK ke atmosfer.
2H3 Others
Secara garis besar, kategori sumber emisi yang dihitung pada laporan ini meliputi:
1. Produksi Mineral: cement (2A1), lime (2A2), glass (2A3), and other process utilizing
carbonates (ceramics (2A4a), soda ash (2A4b), other carbonate consumption
(2A4d);
2. Produksi Kimia: ammonia production (2B1), nitric acid (2B2), carbide (2B5), and
petrochemicals (2B8);
3. Produksi Metal: iron and steel (2C1), aluminium (2C3), lead (2C5), and zinc (2C6);
4. Produk Non-energy products dari bahan bakar dan pelarut: lubricant (2D1) and
paraffin wax (2D2); and
5. Industri lainnya seperti penggunaan karbonat pada pulp and paper industry (2H1)
dan industry makanan dan minuman (2H2). Pada industry pulp/kertas, karbonat
digunakan sebagai bahan kimia selama proses rekaustikisasi. Meskipun jumlah
karbonat tidak signifikan, namun proses kimia yang terjadi masih melepaskan emisi
GRK.
B. Jenis Gas
Tipe emisi GRK dari sektor IPPU mencakup 5 gas yaitu CO2, CH4, N2O, dan
perfluorocarbon (PFC) dalam bentuk CF4 and C2F6. Pada sektor industri, CO2 biasanya
dilepaskan dari kegiatan pembakaran bahan bakar. Pada beberapa industri, emisi juga
dihasilkan selama proses produksi dan penggunaan produk. Berdasarkan IPCC GL 2006,
emisi GRK dari hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak dilaporkan dalam kategori IPPU
karena sudah tercakup dalam kategori energi. Oleh karena itu pada bab ini hanya
dibahas emisi GRK dari kegiatan proses industri dan penggunaan produk saja.
C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam dokumen ini mencakup emisi GRK yang
dihasilkan dari tahun 2000-2017.
D. Sumber Data
Data dan informasi terkait inventarisasi GRK sektor IPPU diperoleh dari PPIHLH,
Kementerian Perindustrian, dokumen Statistik Industri diterbitkan oleh BPS, dan
handbook of energy yang diterbitkan Kementerian ESDM. Perlu diperhatikan bahwa
seluruh data kegiatan industri telah dikonsolidasi dan diverifikasi melalui beberapa
rangkaian pertemuan dan diskusi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Beberapa update yang dilakukan dalam pelaporan ini untuk sektor IPPU antara lain:
1. Penerapan Tier 2 untuk industri semen, ammonia, asam nitrat, dan aluminium karena
keterlibatan industri tersebut pada proyek CDM.
2. Untuk sumber data, Indonesia saat ini mempunyai sistem pengumpulan data yang
baru dibawah koordinasi Kementerian Perindustrian, dimana untuk industri tertentu
data aktifitas yang digunakan merupakan data yang langsung dilaporkan oleh
Beberapa data diperoleh langsung dari Kementrian Perindustrian seperti data jumlah
produksi klinker, amonia, asam nitrat, karbida, metanol, etilen, etilen diklorida dan
carbon black. Dari Industri logam, data produksi besi dan baja dan alumunium juga
diperoleh dari Kementrian Perindustrian. Untuk kategori penggunaan pelumas dan
lilin parafin diperoleh dari Handbook of Energy Kementrian ESDM. Sedangkan untuk
data lainnya diperoleh dari dokumen Statistik Industri Manufaktur BPS melalui
penelusuran kode Industrial Standard International Classification (ISIC) untuk semua
tipe produksi dari jenis industri yang termasuk diatas.
Tabel 3-9. Emisi GRK Per Subkategori Sektor IPPU Tahun 2017
Emisi 2017
Code Categories (Gg CO2e)
Mineral
2.A.1 Cement 29.092
2.A.2 Lime 124
2.A.3 Glass 2
2.A.4.a Ceramics 3,0
2.A.4.b Other Uses of Soda Ash 2.409
Chemical
2.B.1 Ammonia 6.962
2.B.2 Nitric Acid 1.396
2.B.5 Carbide 25
2.B.8.a Methanol 308
2.B.8.b Ethylene 1.783
2.B.8.c Ethylene Dichloride and VCM 407
2.B.8.f Carbon Black 219
Metal
Dari Tabel 3-8 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan terjadi kecenderungan
penurunan emisi GRK sektor IPPU dari tahun 2000-2007, namun kemudian meningkat
50000
Ceramics
Zinc
40000 Carbide
Glass
Lead
30000 Lime
Ggram CO2‐e
Carbon Black
Lubricant Use
Methanol
Aluminium
Nitric Acid
10000 Ethylene
Ammonia
0 Cement
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1% 1% Cement
1%
3%
4% Ammonia
6%
Paraffin Wax Use
Ethylene
Methanol
13%
Ethylene Dichloride and VCM
3A. Livestock
Agriculture,
Forestry, and 3B. Land
Other Land
Use (AFOLU) 3C. Aggregate Sources and non‐CO2 Emissions
sources on land
3D. Other
1. Peternakan
Kategori sumber emisi GRK dari peternakan yaitu emisi GRK dari fermentasi enterik
dan pengelolaan kotoran ternak (Gambar 3-27). Emisi dari kedua sumber tersebut
dikategorikan berdasarkan populasi ternak, yaitu sapi perah, sapi lainnya, kerbau,
domba, kambing, unta, kuda, keledai dan keledai, babi, dan unggas. Emisi metana dari
unta dan keledai tidak diperkirakan karena keterbatasan data.
3A Livestock
3A2 Manure Management
Beef Cattle
Dairy Cattle
Beef Cattle
Dairy Cattle
Selain itu, selama penyimpanan dan pengelolaan kotoran ternak, N2O bisa mengemisi
sebelum diaplikasikan ke tanah (Gambar 3-29). Emisi N2O yang dihasilkan oleh kotoran
dalam sistem yang 'pastura, range dan paddock' bisa terjadi secara langsung dan tidak
langsung dari tanah. Oleh karena itu, emisi N2O tidak langsung dilaporkan di bawah
kategori N2O Emisi dari Tanah Terkelola (3C6). Emisi N2O langsung terjadi melalui
kombinasi nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung dalam pupuk. Emisi N2O
tidak langsung akibat volatilisasi nitrogen yang terjadi terutama dalam bentuk amonia
dan NOx.
3A2a Methane from Manure Management
3A2 Manure
Management
3A2b Direct N2O Emissions from Manure Management System
Gambar 3-29. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Pengelolaan Kotoran Ternak
3. Pembakaran Biomassa
Emisi dari pembakaran biomassa tidak hanya mencakup CO2, tetapi juga GRK lainnya,
atau prekursor, karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar, termasuk karbon
monoksida (CO), metana (CH4), senyawa organik yang mudah menguap non-metana
(NMVOC) dan nitrogen (misalnya N2O, NOx.). Emisi GRK non-CO2 diperkirakan untuk
semua kategori penggunaan lahan. Namun dalam laporan ini, hanya emisi dari
pembakaran biomassa di lahan pertanian (Cropland) dan padang rumput (Grassland)
yang dihitung.
B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis emisi GRK yang dihasilkan dari sektor
peternakan adalah CH4 dan N2O. Sedangkan emisi GRK dari sumber agregat dan sumber
emisi non-CO2 pada lahan adalah CO2, CH4 dan N2O.
C. Periode Inventarisasi
Inventarisasi GRK yang dilaporkan dalam laporan ini mencakup emisi GRK pada tahun
2000 sampai 2017.
D. Sumber Data
1. Peternakan
Populasi ternak dan informasi yang terkait dengan inventarisasi emisi GRK yang
dikumpulkan dari sumber publikasi tunggal, yaitu Statistik Pertanian (2000 - 2017) dari
Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian (PUSDATIN).
Gambar 3-31. Emisi dari Sektor Pertanian Menurut Kategori Tahun 2000-
2017
1. Peternakan
Pada tahun 2017, total emisi dari sektor peternakan yaitu sebesar 22.714 Gg CO2e, lebih
tinggi dari emisi sektor peternakan pada tahun 2016 yaitu 21.922 Gg CO2e (Gambar 3-
32). Hal ini disebabkan oleh kenaikan beberapa jenis ternak.
Sumber emisi terbesar terhadap total emisi pada tahun 2017 dari sektor peternakan
adalah dari kategori emisi CH4 dari fermentasi enteric dengan persentase 61%, diikuti
oleh emisi N2O langsung dari pengelolaan kotoran ternak (28%), emisi CH4 dari
pengelolaan kotoran ternak dan emisi N2O tidak langsung dari pengelolaan kotoran
ternak (6%).
2. Estimasi Emisi Sumber Agregat dan Sumber Emisi Non-CO2 pada Lahan
Beberapa perhitungan emisi nasional dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2
didasarkan pada agregasi emisi di level provinsi, untuk budidaya padi dan pembakaran
biomassa (lahan pertanian dan padang rumput), data yang dikumpulkan dari tingkat
provinsi, sedangkan untuk urea dan aplikasi kapur pertanian serta N2O dari tanah yang
dikelola, data dikumpulkan dari tingkat nasional. Dengan demikian, variasi dalam kondisi
biofisik antar provinsi tersebut dipertimbangkan dalam menentukan faktor emisi.
Berdasarkan sumbernya, emisi GRK dari sumber agregat dan non-CO2 sumber emisi di
darat dapat disampaikan di bawah ini.
Gambar 3-34. Emisi CO2 Dari Aplikasi Kapur Di Bidang Pertanian Tahun
2000-2017
Pada tahun 2000, emisi langsung N2O adalah 26.775 Gg CO2e dan meningkat menjadi
35.992 Gg CO2e pada tahun 2017. Demikian juga untuk emisi N2O tidak langsung, angka
menunjukkan tren peningkatan emisi. Pada tahun 2017 (9.500 Gg CO2e) mengalami
peningkatan dibandingkan dengan emisi tahun 2000 (7.236 Gg CO2e). Peningkatan emisi
N2O dari tanah yang dikelola ini sejalan dengan adanya peningkatan lahan sawah yang
signifikan pada tahun 2017 yang diikuti dengan adanya peningkatan konsumsi pupuk
ammonium sulfat dan NPK selain penggunaan pupuk Urea dan pupuk kandang.
Idealnya, total emisi/serapan GRK dari perubahan stok karbon pada setiap kategori
penggunaan lahan merupakan penjumlahan dari semua kategori tersebut dengan
memperhitungkan 5 (lima) tampungan karbon, yaitu: (i) biomassa diatas permukaan
tanah; (ii) biomassa dibawah permukaan tanah; (iii) pohon mati; (iv) serasah; dan (v)
bahan organik tanah. Tapi perhitungan emisi GRK dari kehutanan dan penggunaan
lahan lainnya hanya memperhitungkan tampungan karbon biomasa di atas permukaan
tanah dan bahan organik tanah pada lahan gambut.
Gambar 3-38. Cakupan Sumber Emisi GRK Dari Sektor Kehutanan Dan
Penggunaan Lahan Lainnya
B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC Guidelines 2006, jenis GRK utama dari sektor kehutanan dan
penggunaan lahan lainnya adalah CO2, CH4 dan N2O.
C. Periode Inventarisasi
Inventarisasi emisi GRK yang dilaporkan pada laporan ini adalah untuk periode 2000-
2017.
Faktor emisi/serapan biomassa yang digunakan dalam inventarisasi GRK diambil dari
beberapa studi spesifik di Indonesia. Rerata pertumbuhan tahunan dari kategori
penutupan lahan yang berbeda mengacu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan maupun sumber lainnya (Tabel 3-13). Stok karbon untuk semua kategori
penutupan lahan terutama dari lahan hutan, didapat dari pengukuran pada plot sampling
permanen (PSP) dari National Forest Inventory (NFI). Untuk itu, data kemudian
distratifikasikan kedalam 7 pulau di Indonesia. Diameter setinggi dada (DBH) dan
kerapatan kayu/wood density (WD) dari setiap individu pohon dalam Plot Sample
Permanent dikonversi menjadi data biomassa diatas permukaan tanah (AGB)
menggunakan model allometrik dari Chave et.al (2005) untuk hutan tropis. Model ini
digunakan karena allometrik spesifik lokal untuk 6 tipe hutan tidak semuanya
direpresentasikan di 7 (tujuh) pulau Indonesia. Model ini diketahui sesuai dan sama
baiknya dengan model lokal yang dikembangkan di hutan tropis Indonesia (Rutishauser
et al., 2013; Manuri et al., 2014). Data rerata karbon stok dari biomassa diatas
permukaan (AGB) untuk berbagai tipe hutan pada tujuh pulau tersedia pada Tabel 3-
14.
Dry land agriculture mixed with shrubs CL 0,6 National FREL, 2015
Tabel 3-14. Karbon Stok Dari Biomassa Diatas Permukaan (AGB) Untuk
Berbagai Tipe Penutupan Lahan
95% Confidence N of plot
Mean AGB
Forest type Main island Interval measuremen
(t ha-1)
(t ha-1) t
Bali Nusa Tenggara 274,4 247,4 301,3 52
Jawa nd Nd Nd Nd
Jawa 170,5 Na Na 1
Jawa na Na na na
Maluku Na Na na na
Primary
Swamp Forest Papua 178,8 160,0 197,5 67
Jawa na Na na na
Maluku na Na na na
Secondary
Swamp Forest Papua 145,7 106,7 184,7 16
Faktor emisi untuk dekomposisi gambut diambil dari 2013 Supplement to the 2006 IPCC
Guidelines for National GHG Inventory: Wetlands (IPCC, 2013) dan hasil studi lainnya di
Indonesia yang dikonversi ke ton CO2e, seperti yang dipresentasikan pada Tabel 3-15.
Gambar 3-39. Emisi Dari Sektor Kehutanan Dan Penggunaan Lahan Lainnya
Tahun 2000-2017 (Dengan Peat Fire)
Rata-rata emisi GRK selama periode tahun 2000-2017 adalah sebesar 687.905 Gg
CO2e/tahun. Terjadi peningkatan emisi yang ekstrem pada tahun 2006, 2009, 2014, dan
2015 yang disebabkan oleh fenomena El Nino, sehingga menyebabkan kebakaran lahan
gambut dengan intensitas yang cukup lama dan mencakup wilayah yang cukup luas.
Luas kebakaran gambut pada tahun 2006, 2009, 2014, dan 2015 secara berturut-turut
adalah 553.255 ha, 324.905 ha, 540.991 ha, dan 869.754 ha. Sedangkan deforestasi
pada tahun tersebut secara berturut-turut adalah lebih kurang 842,6 ribu ha, 913,8 ribu
ha, 568 ribu ha dan 1,22 juta ha.
Pada tahun 2015, kebakaran lahan gambut seluas 869.745 ha dengan emisi sebesar
802.870 Gg CO2e. Pada tahun 2016 dilakukan berbagai upaya untuk mengendalikan dan
menanggulangi kebakaran gambut, sehingga kebakaran lahan gambut dapat diturunkan
menjadi 97.787 ha dengan nilai emisi sebesar 90.267 Gg CO2e, pada tahun 2017, luas
kebakaran lahan kembali dapat ditekan menjadi 13.555 ha dengan emisi sebesar 12.512
Gg CO2e.
Emisi dari biomasa di atas permukaan tanah ini berasal dari kedua jenis tanah: gambut
dan mineral. Grafik menunjukkan bahwa dalam tahun 2000 – 2017 terjadi beberapa
peningkatan yang signifikan, yaitu pada tahun 2004, 2007, 2009 dan 2015. Peningkatan
emisi pada tahun-tahun ini sebagian besar disumbang oleh sub kategori Non Otherland
to Otherland dan Non-Cropland to Cropland. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
peningkatan deforestasi.
Selan itu, Gas Non-CO2 yang dihasilkan dari kebakaran menambah emisi dari biomass
diatas permukaan tanah yaitu pada sub kategori Non Otherland to Otherland. Besarnya
gas non CO2 dari kebakaran tahun 2017 yaitu CH4 sebesar 609 Gg CO2e dan N2O sebesar
438 Gg CO2e.
Sedangkan penurunan tingkat emisi dari biomasa di atas permukaan tanah terjadi pada
tahun 2010, 2013, 2016, dan 2017. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan
cadangan karbon, khususnya pada sub kategori Forestland remaining Forestland.
Gambar 3-42. Emisi Biomas Di Atas Permukaan Tanah Dari Kehutanan Dan
Penggunaan Lahan Lainnya 2000-2017
Pada umumnya, emisi dari dekomposisi gambut ini mempunyai kecenderungan yang
tetap, dan mengalami peningkatan secara linear. Peningkatan emisi dari dekomposisi
gambut kemungkinan besar disebabkan oleh pembukaan lahan gambut untuk
kepentingan lain diluar sektor kehutanan.
Secara ringkas, sumber emisi GRK pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan
Lainnya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu emisi dari 1) biomasa di atas permukaan tanah
(above ground biomass) akibat penggunaan lahan lainnya, 2) dekomposisi gambut, dan
3) kebakaran gambut seperti digambarkan pada Gambar 3-41, Gambar 3-42, dan
Gambar 3-43. Sedangkan Tabel 3-16 menggambarkan perubahan-perubahan nilai
emisi GRK dari tahun 2000-2017.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV 2018 83 -
F. Sumber Emisi Kunci
Berdasarkan analisis kategori kunci sebagaimana Tabel 3-17, sumber emisi/serapan kunci
pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya tahun 2017 adalah Peat
Decomposition dengan kontribusi emisi sebesar 29%, Forest Remaining Forest dengan
kontribusi serapan sebesar 28%, Non-Cropland to Cropland dengan kontribusi emisi sebesar
25%, Non-Grassland to Grassland dengan kontribusi serapan 10% dan Non-Otherland to
Otherland dengan kontribusi emisi sebesar 5%.
Tabel 3-17 Analisis Kategori Kunci Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan
Lainnya
Pada laporan 1st BUR dan TNC baru diperhitungkan emisi dari 3 sub kategori saja yaitu: limbah
padat domestik (domestik solid waste), limbah cair domestik (domestic wastewater) dan
limbah cair industri (industrial wastewater). Pada laporan 2nd BUR dan laporan ini, dilakukan
perbaikan dengan menyertakan sumber emisi dari kategori baru yaitu limbah padat industri
(industrial slid waste), meskipun baru sebatas penghitungan emisi dari lumpur (sludge) pada
industri pulp dan kertas yang dilandfill-kan (landfill of sludge removal), lumpur dari kertas
yang dikomposkan (composting of sludge removal), dan penanganan lumpur dari industri
kertas (sludge handling).
B. Jenis Gas
Berdasarkan IPCC GL 2006, tipe emisi GRK dari sektor limbah mencakup CO2, CH4, dan N2O.
Emisi CO2 yang dihitung berasal dari kegiatan insinerasi dan pembakaran terbuka. Untuk CH4
sebagian besar dihasilkan dari proses anaerobic seperti proses pembusukan sampah di TPA
C. Periode Waktu
Inventarisasi GRK yang dilaporkan adalah periode tahun 2000-2017.
D. Sumber Data
Data aktivitas dan parameter terkait lainnya diklasifikasikan berdasarkan kategori dalam IPCC
guideline 2006, yaitu pengelolaan limbah padat domestik, pengelolaan limbah cair domestik
dan pengelolaan limbah cair industri.
Parameter lokal seperti komposisi sampah dan dry matter content dikembangkan oleh KLHK
dengan lokasi pilot studi yang semula hanya di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Selatan,
saat ini telah berkembang ke Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta dan Riau. Tabel di bawah ini
menunjukan nilai perbandingan komposisi sampah antara nilai rata-rata hasil penelitian di
lokasi pilot dengan nilai default IPCC GL 2006.
Sementara untuk nilai dry matter content masih menggunakan nilai di Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan dikarenakan nilai dari provinsi lainnya masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut.
Tabel 3-20. Dry matter content sampah di TPA
Penghitungan limbah padat industri adalah kategori baru yang telah mulai dimasukkan dalam
perhitungan pada laporan 2nd BUR dan laporan tahun 2017, tapi masih terbatas pada
penghitungan emisi dari lumpur (sludge) pada industri pulp dan kertas yang dilandfill-kan
Parameter Karakteristik
40 Gram/org/hari atau
BOD
setara 14,6 Kg/org/tahun
Kapasitas Produksi CH4 max 0,60 kg CH4/kgBOD
Konsumsi Protein Konsumsi Protein
Tahun Tahun
(Kg/org/thn) (Kg/org/thn)
2000 17,76 2009 19,84
2001 17,76 2010 20,08
2002 19,87 2011 20,53
Konsumsi Protein per orang per
2003 20,21 2012 19,40
tahun*
2004 19,95 2013 19,37
2005 20,17 2014 19,68
2006 19,58 2015 20,12
2007 21,05 2016 20,68
2008 20,98 2017 22,70
Fraksi N dalam protein 0,16 kg N/kg protein
F non-consump protein 1,10
Tabel 3-22. Parameter Fraksi Populasi dan Derajat Penggunaan Pada Pengolahan
Limbah Cair Domestik
GHG MSW GHG DWW GHG IWW GHG ISW GHG TOTAL
Tahun
(Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) (Gg CO2e) ((Gg CO2e)
2000 28.198 14.977 21.658 64.832
2001 28.950 15.196 23.456 67.602
2002 29.649 15.658 24.755 70.063
2003 30.310 15.926 26.825 73.061
2004 30.939 16.129 28.157 75.225
2005 31.546 16.392 29.278 77.216
2006 32.135 16.560 33.882 82.578
2007 32.630 16.982 34.322 83.933
2008 33.153 17.222 34.648 85.023
2009 33.801 17.330 38.195 89.326
2010 34.783 17.602 35.195 89 87.669
2011 36.005 18.087 37.655 106 91.853
2012 37.173 18.537 39.713 107 95.530
2013 38.272 19.893 42.245 105 100.515
2014 39.220 20.448 43.043 123 102.834
2015 40.097 21.162 44.657 145 106.061
2016 41.149 21.871 49.211 121 112.351
2017 42.099 22.830 55.146 116 120.191
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
-
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
GHG ISW
0,10%
GHG MSW
GHG IWW 35,03
45,88%
Berdasarkan analisis kategori kunci (the key category analysis), diketahui sumber utama emisi
pada sektor limbah ada pada 3 (tiga) kategori, yaitu pengolahan limbah cair domestik
(industrial wastewater treatment and discharge), pengelolaan limbah padat domestik pada
TPA (unmanaged solid waste disposal), dan pengolahan limbah cair domestic (domestic
wastewater) (Tabel 3-24).
Total
Level/ Kumulatif
Kode Kategori GHG
Rank (%) (%)
Emissions
4 D2 Industrial Wastewater Treatment and Discharge 55.146 45,88 45,88
4 A2 Unmanaged Solid Waste Disposal 36.905 30,70 76,59
4 D1 Domestic Wastewater 22.830 18,99 95,58
4 C Open Burning of waste 5.193 4,32 99,90
4 E1 Sludge handling 99 0,08 99,99
4 A1 Managed Solid Waste Disposal 15 0,01 100
4B2 Biological Treatment of Industrial Solid Waste 1,57 0,00 100
4B1 Biological Treatment of Domestik Solid Waste 0,57 0,00 100
TOTAL 120.191
Pada UNFCCC Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009, Pemerintah Indonesia telah
menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26%
(dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun
2020. Komitmen Indonesia tersebut dipertegas kembali melalui dokumen Nationally
Determined Contribution (NDC) pertama pada bulan November 2016 dengan menetapkan
target penurunan GRK sebesar 29 % (unconditional) sampai dengan 41% (conditional)
dibandingkan dengan skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030. Secara nasional,
target penurunan emisi pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton
CO2e pada target unconditional (CM1) dan sebesar 1.081 juta Ton CO2e pada target
conditional (CM2).
Untuk memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi mitigasi pada
semua sektor oleh penanggung jawab aksi mitigasi. Berdasarkan hasil capaian penurunan
emisi GRK secara nasional dapat diketahui bahwa pada tahun 2016 terjadi penurunan emisi
GRK sebesar 190 juta Ton CO2e dan pada tahun 2017 dengan penurunan sebesar 360,81
juta Ton CO2e, sebagaimana pada Tabel 4-1.
Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk Rencana
Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden
Nomor 61 Tahun 2011 dan Penyelenggaran Inventarisasi GRK Nasional melalui Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2011. Sesuai amanat yang tercantum pada Peraturan Presiden
Nomor 61 Tahun 2011 tersebut, disebutkan bahwa penanggung jawab aksi mitigasi adalah
kementerian teknis sesuai tugas fungsi masing-masing kementerian.
A. Sub-Sektor Energi
Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional GRK (RAN
GRK) dinyatakan bahwa Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM) selaku
penanggung jawab aksi mitigasi perubahan iklim di sektor energi memiliki target reduksi emisi
GRK sebesar 0,038 Giga Ton CO2e.
Pada tahun 2017, pelaksanaan verifikasi dilakukan terhadap 7 (tujuh) aksi mitigasi perubahan
iklim di sektor energi yang menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM dalam Perpres Nomor
61 Tahun 2011, 4 (empat) aksi mitigasi perubahan iklim di luar Perpres Nomor 61 Tahun
2011, dan 2 (dua) aksi mitigasi perubahan iklim yang baru dilaksanakan pada tahun 2017
(kegiatan baru).
Aksi mitigasi yang termasuk dalam Perpres No. 61 Tahun 2011:
1. Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi
2. Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
a. Lampu Compact Fluorescent Lamp (CFL)
b. Piranti Pengkondisi Udara (Air Conditioning)
3. Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi:
a. PLTP
b. PLTMH
c. PLTM
d. PLTS
e. PLT Hybrid
f. PLT Biomassa
4. Pemanfaatan Biogas
5. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan
6. Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa
7. Reklamasi lahan pasca tambang
Tabel 4-2. Pernyataan (Klaim) Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Energi Tahun
2017
No. AKSI MITIGASI SEKTOR ENERGI TAHUN 2017
SESUAI DENGAN TARGET NDC
Sesuai Peraturan Presiden No.61/2011
1 Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat 4.478.605,14
energi
2 Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga
Compact Flourensent Lamp (CFL) 5.332.207,41
Piranti pengkonidsi udara (Air Conditioning) 2.615.617,42
3 Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi
-PLTP 8.050.647,00
-PLTMH 16.365,00
-PLTM 1.107.613,00
-PLTS 25.929,00
-PLT Hybrid 893,59
-PLT Biomassa 1.129.076,00
4 Pemanfaatan Biogas 11.814,39
5 Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum 204,17
perkotaan
6 Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui 81.852,18
pipa
7 Reklamasi lahan reklamasi pasca tambang 2.217.129,42
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61 / 2011 25.067.953,72
Di luar peraturan Presiden No.61 / 2011
8 Pemanfaatan Biodisel 3.830.609,00
9 Aksi Mitigasi Sektor Ketenagalistrikan
-pembangunan PLTA 325.191,14
-penggunaan Clean Coal Technology pada pembangkit listrik 1.020.007,31
-penggunaan cogeneration pada pembangkit listrik 2.022.800,39
10 Program Konversi Minyak Tanah ke LPG 12.428.455,14
11 Pembangunan Penerangan Jalan Umum Cerdas
-Tenaga Surya 2.326,00
-Retrofitting Lampu LED 7.662,47
Total Mitigasi Sesuai Perpres No. 61 / 2011 19.637.051,45
Kegiatan Baru
12 Fuel switching BBM Transportasi (RON 88ke RON 90 dan 92) 53.501,00
13 Pemasangan Lampu Tenaga Surya Hemat Energy (LTSHE) 1.047,00
Total Mitigasi Kegiatan Baru 54.548,00
TOTAL 44.759.553,17
MTon CO2 44,76
Dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional GRK (RAN-
GRK) dinyatakan bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku penanggung jawab
aksi mitigasi perubahan iklim di sub sektor transportasi bersama dengan Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (KESDM), memiliki target penurunan emisi GRK sebesar 0,038
Giga Ton CO2e.
Aksi mitigasi yang termasuk dalam Perpres No. 61 Tahun 2011, meliputi:
1. Pembangunan ITS (Inteligent Transport System)
2. Penerapan Pengendalian Dampak Lalu Lintas (Trafic Impact Control/TIC)
3. Penerapan Manajemen Parkir
4. Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing (dikombinakan dengan angkutan
umum massal cepat)
5. Reformasi Sistem Transit Bus Rapid Transit (BRT) / semi BRT
6. Peremajaan Armada Angkutan Umum
7. Pemasangan Converter Kit (gasifikasi angkutan umum)
8. Pelatihan dan sosialisasi smart driving (eco-driving)
9. Membangun Non Motorized Transport (Pedesterian dan jalur sepeda)
10. Pengembangan KA Perkotaan Bandung
11. Pembangunan double-double track (termasuk elektrifikasi)
12. Pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) baru
13. Modifikasi Kereta Rel Diesel (KRD) menjadi Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE)
14. Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta North-South Tahap I dan Tahap II
15. Pembangunan jalur Kereta Api (KA) Bandara Soekarno Hatta
16. Pembangunan Monorail Jakarta
17. Pembangunan/peningkatan dan preservasi jalan
Sesuai amanat pada Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Kemenhub sebagai penanggung jawab aksi di sub sektor
transportasi telah melakukan aksi mitigasi perubahan iklim di 4 (empat) sub sektor
transportasi yang meliputi:
1. Transportasi Darat, dengan aksi mitigasi yaitu:
a. Mendorong Pembinaan dan Pengembangan Sistem Transit – Bus Rapid Transit
(BRT)
b. Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk Kelancaran Lalu Lintas di Jalan
Nasional/(Area Traffic Control System/ ATCS)
c. Penggunaan Solar Cell pada PJU (Penerangan Jalan Umum)
2. Transportasi Laut, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Efisiensi Manajemen Operasional Pelabuhan (Pembangunan Teknologi Solar
Cell pada Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
b. Modernisasi Kapal (Peremajaan Kapal & Teknologi Kapal) (Kapal Perintis)
3. Transportasi Udara, dengan aksi mitigasi meliputi:
a. Peremajaan Armada Angkutan Udara
Aksi mitigasi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian untuk sektor energi dalam
periode tahun 2017, yaitu Konservasi dan audit energi melalui pemanfaatan bahan bakar
alternatif dan efisiensi energi di industri semen dari 13 (tiga belas) perusahaan industri.
Untuk tahun 2017, Kementerian Perindustrian selaku Penanggung Jawab Aksi di sub sektor
energi menyatakan bahwa dalam periode 2017 telah melakukan reduksi emisi GRK dari aksi
mitigasi berupa pemanfaatan bahan bakar alternative dan efisiensi energi di industri sebesar
1.493.507,21 Ton CO2.
Pernyataan (klaim) reduksi Emisi GRK dari Kementerian Perindustrian tahun 2017
sebagaimana tertuang pada Tabel 4-4.
Tabel 4-4. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Industri Tahun 2017
Jumlah 1.446.876,19
Tabel 4-5. Pernyataan Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017
Tabel 4-6. Data Aktivitas Kegiatan Mitigasi Sektor Pertanian Tahun 2010-2017
Aksi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Mitigasi
SLPTT (Ha) 2.310.989 2.274.024 3.131.073 3.728.725 3.565.188 356.950 2.154.673 -
SRI (Ha) 1.240 11.180 60.300 207.000 180.000 200.000 200.000** -
UPPO (Unit) 340 1.476 1.576 1.999 1.999* 1.999* 2.574 1.400
BATAMAS 952 1.172 1.416 1.592 1.592* 796* 398* 199*
(Unit)
Keterangan
* Data BATAMAS adalah data pengadaan tahun berjalan ditambah dengan kumulatif 50% tahun sebelumnya (berdasarkan
keterangan Ditjen PKH , Kementan bahwa pada tahun berikutnya, digester yang masih berfungsi hanya 50% saja)
** Data SRI yang digunakan adalah data tahun sebelumnya
Sumber: Lampiran Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Nomor: B-2811/RC.310/A/07/2018 tanggal 5 Juli 2018
tentang Penyampaian PEP RAN GRK Tahun 2017
UPPO+
Subsidi
3.800 16.500 17.600 210.000 210.000 210.000 250.000 240.000
Pupuk
Organik
Total
Penurunan 12.080.000 16.000.000 14.480.000 13.640.000 16.060.000 1.880.000 6.950.000 510.000
Emisi
Pada target pencapaian penurunan emisi GRK Nasional yang dicantumkan dalam dokumen
NDC, aksi mitigasi untuk sub sektor limbah padat domestik difokuskan pada: peningkatan
penerapan LFG recovery, prosentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R
(sampah kertas), prosentase pemanfaatan sampah untuk PLTSa/RDF. Tabel 4-9 menyajikan
target penurunan emisi dari kelompok aksi mitigasi limbah padat domestik berdasarkan BAU,
skenario CM 1 dan skenario CM2. Sedangkan aksi mitigasi limbah cair domestik difokuskan
pada sludge recovery, pemanfaatan gas metan, dan penggunaan sistem aerobik.
Berkaitan dengan kendala dalam ketersediaan data dari sumber atau penyedia data, klaim
capaian penurunan emisi dari pengelolaan limbah baru dapat terlaporkan untuk aksi – aksi
yang dilakukan pada tahun 2016. Pada saat laporan ini disusun, pengumpulan data aksi
mitigasi tahun 2017 sedang berlangsung. Total klaim capaian penurunan emisi dari seluruh
aksi mitigasi dari sektor limbah adalah sebesar 354,44 Ggram CO2e dengan uraian seperti
yang tersaji dalam Tabel 4.12.
Tabel 4-12. Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Limbah Tahun 2017
Reduksi emisi
No Aksi Mitigasi
(Ton CO2e)
X 1.000
250 LFG + 3R & Kompos
200
Emisi (TonCO2e)
150
100
50
-
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
X 1.000
450
400
350
Emisi (Ton CO2e)
300
250
200
150
100
50
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Gambar 4-2. Pernyataan Penurunan Reduksi Emisi Aksi Mitigasi Limbah Cair
Domestik
Terdapat perbedaan nilai pada pernyataan capaian reduksi emisi dengan hasil verifikasi
capaian reduksi emisi. Hal ini disebabkan karena:
1) Pada beberapa aksi mitigasi setelah dilakukan penghitungan kembali dengan
memperhatikan metodologi penghitungannya oleh Tenaga Ahli, nilai yang diklaim oleh
KESDM mengalami perubahan hasilnya.
2) Pada aksi mitigasi Reklamasi Lahan Pasca Tambang, tidak dihitung pada sektor energi,
aksi mitigasi ini merupakan kegiatan rehabilitasi tanaman sehingga akan menjadi
penghitungan pada aksi mitigasi untuk sektor lahan.
Dari hasil verifikasi terhadap capaian reduksi emisi GRK tahun 2017 di sub sektor energi di
industri untuk aksi mitigasi pemanfaatan bahan bakar alternatif dan efisiensi energi di Industri
Semen menunjukkan jumlah yang sama. Hal ini disebabkan karena penggunaan metode
perhitungan sudah menggunakan data baseline per aksi dengan tahun dasar 2010.
Tabel 5-2. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor Berbasis Industri
Tahun 2017
Capaian Reduksi Emisi GRK
No. Aksi Mitigasi
(ton CO2e)
Klaim Verifikasi
1. Pemanfaatan Bahan Bakar Alternatif dan 1.446.876,19 1.446.876,19
Efisiensi Energi
Jumlah 1.446.876,19 1.446.876,19
Dari hasil verifikasi terhadap capaian reduksi emisi GRK di sub sektor transportasi untuk tahun
2017 menunjukkan jumlah yang lebih besar dari klaim.
Dari pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK yang disampaikan oleh Kementerian
Perhubungan sebesar 3.545.210 Ton CO2e, hasil verifikasi menunjukkan nilai yang lebih besar
yaitu 2.222.823,18 Ton CO2e. Hal ini disebabkan karena adanya penghitungan kembali
capaian reduksi emisi GRK.
Pada aksi mitigasi transportasi udara terdapat kegiatan penghijauan lingkungan bandar udara,
penghitungan akan dilakukan pada sektor lahan. Hal ini disebabkan kegiatan ini akan
meningkatkan serapan GRK bukan mereduksi emisi GRK, sehingga dalam penghitungan
capaiannya masuk ke sektor lahan (kehutanan).
Hasil pencermatan terhadap pernyataan (klaim) capaian reduksi emisi GRK sub sektor
transportasi untuk tahun 2017 yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan setelah
melalui proses verifikasi dapat dilihat pada Tabel 5-3.
Tabel 5-3. Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sub Sektor Transportasi
Tahun 2017
Reduksi Emisi GRK Tahun 2017
No. Sub Sektor
Klaim Verifikasi
I. TRANSPORTASI DARAT
1 Mendorong Pembinaan dan Pengembangan Sistem 165.704,00 165.704,00
Transit-Bus Rapid Transit (BRT)/Semi BRT
2 Pemanfaatan Teknologi Lalu Lintas untuk 203.116,00 203.116,00
Kelancaran Lalu Lintas di Jalan Nasional / (Area
Traffic Control System / (ATCS)
3 Penggunaan Solar Cell pada PJU 615,00 615,00
Sub Total 369.435,00 369.435,00
MTon CO2 369,44 369,44
II. TRANSPORTASI UDARA
1 Peremajaan Armada Angkutan Udara 429.836,00
Tabel 5-4 Hasil Verifikasi Capaian Reduksi Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2017
Tabel 5-5. memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan antara klaim dan verifikasi yang
signifikan. Hal ini disebabkan dalam penghitungan klaim dari Kementerian Pertanian data aksi
mitigasi Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman tidak dihitung melainkan hanya dari SLPTT
dan SRI saja yang mana pada tahun 2017 tidak terdapat aksi sehingga memberikan angka
capaian sebesar 0. Namun dalam hitung ulang yang dilakukan oleh KLHK penurunan emisi
dari aksi Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman tahun 2017 dicapai dari aksi Varietas
Rendah Emisi seluas 5.874.524 hektar yang menurunkan emisi sebesar 10,72 juta ton CO2e.
Penurunan emisi terverifikasi dari 3 aksi mitigasi sektor pertanian tahun 2017 sebesar 11,14
juta ton CO2e.
Tabel 5-6. Hasil Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor Kehutanan Tahun
2017
No. Kelompok Aksi Mitigasi Sektor Klaim (ton CO2e) Verifikasi (ton CO2e)
Kehutanan
1 Penurunan Deforestasi 77.138.430 64.859.080
2 Peningkatan penerapan prinsip 15.387.026 15.259.721
pengelolaan hutan berkelanjutan, baik
di hutan alam (penurunan degradasi)
maupun di hutan tanaman
3 Rehabilitasi lahan terdegradasi 708.346 -708.346
4 Restorasi Gambut -22.681.701 -22.681.701
Pengendalian Peat Fire (Kebakaran 238.854.036 238.854.036
5
Gambut)
Total 309.406.137 295.582.790
Tabel 5-7. Kesesuaian antara Klaim dengan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi
GRK Sektor Limbah Tahun 2017
Sektor energi mempunyai target penurunan emisi GRK sebesar 314 MTon CO2e atau setara
11% dengan kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional (Counter
Measure/CM1). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor energi yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat (KESDM, Kementerian
Perindustrian, dan Kementerian Perhubungan) yang disebut sebagai kontribusi RAN GRK,
berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah terkait pengadaan dan penggunaan
energi, peran aktif pihak swasta dan masyarakat yang telah melakukan berbagai tindakan
yang bersifat mitigasi sektor energi. Untuk kontribusi penurunan selain RAN GRK belum
teridentifikasi secara menyeluruh. Pencapaian penurunan emisi yang diperoleh dari aksi
mitigasi yang tercatat dan terverifikasi telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena
itu, berikut ini diuraikan kontribusi penurunan emisi sektor energi pada tahun 2017 terhadap
target NDC tahun 2030 sebesar 11% dengan menggunakan pendekatan perhitungan
berdasarkan perbandingan antara BAU dan Inventory, sebagaimana Tabel 5-9 dan Gambar
5-1.
Pada tahun 2017, tingkat emisi aktual berada pada level 208 MTon CO2e dibawah tingkat
emisi BaU pada tahun tersebut, sehingga terdapat penurunan emisi GRK sebesar 7,3% dari
900
800 7.3 %
6.5 %
700 4.5 %
3.8 %
EMISI (JUTA TON CO2E)
3.3 %
600 0.3 %
0.1 %
500 0%
400
300
200
100
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory Energy 453.24 507.36 540.42 496.03 531.14 536.31 538.03 558.89
BAU (Mton CO2e) 453.00 511.00 550.00 590.00 639.00 664.00 723.00 767.36
Penurunan dari BAU (Mton CO2e) 0 3.64 9.58 93.97 107.86 127.69 184.97 208.47
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0 0.13 0.34 3.29 3.78 4.47 6.48 7.30
Gambar 5-1. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Energi
Tabel 5-10. Progres Capaian Penurunan Emisi GRK Sektor IPPU Tahun 2010 –
2017 dengan Target NDC tahun 2030
Penurunan Emisi Target 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 201
2030 7
Inventory
36 36 40 39 47 49 55 55
(Mton CO2e)
BAU
36 37 42 41 50 53 56 56
(Mton CO2e)
Penurunan
Penurunan
Emisi
dari BAU 2,75 0,19 1,16 1,65 1,75 2,30 3,98 0,69 0,64
Berdasarkan
(Mton CO2e)
BAU
Progres
Capaian
0,1 0,01 0,04 0,06 0,06 0,08 0,14 0,02 0,02
terhadap 2030
(%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 1,43 0,97 0,78
Sektor (Mton
Kontribusi
CO2e)
RAN
Terverifikasi
1,43 0,97 0,78
(Mton CO2e)
Belum
- - -
Terverifikasi
60 0,02% 0,02%
0,14%
0,08%
0,06% 0,06%
0% 0,04%
40
20
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 36 36 40 39 47 49 55 55
BAU 36 37 42 41 50 53 56 56
Penurunan dari BAU 0,19 1,16 1,16 1,75 2,3 3,98 0,69 0,64
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0,01 0,04 0,06 0,06 0,08 0,14 0,02 0,02
Gambar 5-2. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor IPPU
Target
Penurunan Emisi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2030
Inventory
104,50 103,16 106,78 106,81 107,32 111,83 116,69 121,69
(Mton CO2e)
BAU
110,51 111,13 111,41 112,08 112,78 113,52 114,28 114,64
(Mton CO2e)
Penurunan
Emisi Penurunan
dari BAU 9 6,01 7,97 4,63 5,27 5,46 1,69 -2,41 -7,05
Berdasarkan
BAU (Mton CO2e)
Progres
Capaian
0,32 0,21 0,28 0,16 0,19 0,19 0,06 -0,09 -0,25
terhadap
2030 (%)
Klaim
Penurunan
RAN oleh 12,08 16,00 14,48 13,64 16,06 1,88 6,95 0,51
Sektor
Kontribusi
(Mton CO2e)
RAN
Terverifikasi
8,78 9,78 10,04 9,66 9,11 6,93 9,08 11,14
(Mton CO2e)
Belum
Terverifikasi
150
-0,1% -0,3%
120 0,3% 0,2% 0,2% 0,2% 0,1%
0,2%
Emisi (Juta ton CO2e)
90
60
30
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 104,5 103,16 106,78 106,81 107,32 111,83 116,69 121,69
BAU 110,51 111,13 111,41 112,08 112,78 113,52 114,28 114,64
Penurunan dari BAU 6,01 7,97 4,63 5,27 5,46 1,69 -2,41 -7,05
Progres Capaian terhadap 2030
0,21 0,28 0,16 0,19 0,19 0,06 -0,09 -0,25
(%)
Untuk sektor kehutanan, target penurunan emisi GRK dengan kondisi skenario tanpa
persyaratan mitigasi-unconditional (Counter Measure/CM1) sebesar 17,2% (setara 497
MTon CO2e). Target penurunan emisi GRK tersebut akan dicapai melalui aksi mitigasi yang
berbasis sektor kehutanan dan gambut yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat
(Kementerian LHK) yang mengidentifikasi kontribusi berdasarkan aksi yang telah dilakukan
melalui berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah, peran aktif pihak swasta dan
masyarakat.
Berdasarkan hasil perhitungan inventarisasi GRK tahun 2017 dapat diketahui bahwa emisi GRK
sektor kehutanan tahun 2017 adalah sebesar 294,6 MTon CO2e, sedangkan emisi baseline
NDC (BAU) sektor kehutanan pada tahun 2017 adalah sebesar 801 MTon CO2e. Sehingga
capaian penurunan emisi GRK sektor kehutanan pada tahun 2017 berdasarkan perbandingan
antara emisi aktual hasil inventarisasi GRK sektor kehutanan dengan emisi baseline NDC (BAU)
sektor kehutanan adalah sebesar 506,7 MTon CO2e. Nilai ini setara dengan 17,54% dari 497
MTon CO2e atau 17% target penurunan pada tahun 2030. Dengan sangat signifikannya
penurunan emisi pada kebakaran gambut dan perubahan penutupan lahan, maka penurunan
emisi yang signifikan pun terjadi pada tahun 2017. Hal ini diuraikan pada Tabel 5-12 dan
Gambar 5-4. Keberhasilan penurunan emisi GRK sektor kehutanan tersebut perlu terus
dipertahankan mengingat pada tahun-tahun mendatang masih terdapat tantangan alam
terutama berupa terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat El-Nino yang diprediksi akan
melanda wilayah Indonesia yang dapat mengakibatkan turunnya capaian penurunan emisi
GRK sektor kehutanan tersebut.
Dari penurunan emisi sektor kehutanan sebesar 506,7 MTon CO2e yang terpantau melalui
pendekatan penurunan tingkat emisi aktual dibandingkan tingkat emisi baseline, sebanyak
295.6 MTon CO2e teridentifikasi akibat adanya sejumlah aksi/program/kegiatan yang
berdampak penurunan emisi. Dengan demikian, terdapat kurang lebih 211,1 MTon CO2e
penurunan emisi GRK yang merupakan dampak dari aksi/program/kegiatan lainnya yang
dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun pihak selain pemerintah, maupun
dampak kebijakan tertentu yang belum dapat diungkapkan/tercatat dengan baik.
Aksi/program/kegiatan lainnya tersebut, diantaranya adalah 1) penurunan emisi dari perennial
crops; 2) penurunan emisi dari timber plantation; 3) penurunan emisi dari sebagian peat fire.
Selain itu, ada potensi penurunan emisi yang belum terukur dalam laporan yang disampaikan,
yaitu dari aktivitas/kegiatan penanaman/rehabilitasi dengan umur tanaman kurang dari 5
tahun.
1600 -27,8%
1400
Emisi (Juta ton CO2 eq)
1200
-7,4%
1000
5,3% 2,6% 5,6% 4,5% 17,5%
800
7,3%
600
400
200
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 434,79 616,34 694,98 607,33 979,42 1569,06 635,45 294,61
BAU 647 769 771 768 766 765 764 801
Penurunan dari BAU 212,21 152,66 76,02 160,67 -213,42 -804,06 128,5 506,72
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0,01 0,04 0,06 0,06 506,72 0,14 0,02 0,02
0,03%
60
30
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inventory 88 91,85 95,53 100,51 102,83 106,06 112,35 120,19
BAU 88 92 96 101 103 106 113 121
Penurunan dari BAU 0 0,15 0,47 0,49 0,17 0,4 0,65 0,81
Progres Capaian terhadap 2030 (%) 0 0,01 0,02 0,02 0,01 0,01 0,02 0,03
Gambar 5-5. Perbandingan Hasil Inventarisasi GRK terhadap BAU Sektor Limbah
3,2 9,1
5,8
1500
7,6
1000
500
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Berdasarkan Tabel 5-14 dan Gambar 5-6 dapat dilihat bahwa emisi aktual Indonesia berada
pada level 709 MTon CO2e dibawah tingkat emisi baseline pada tahun 2017, atau setara
dengan 24,7% terhadap target 29% pada tahun 2030.
Sedangkan apabila dibandingkan dengan target menurut skenario CM1 dan CM2 diilustrasikan
pada Gambar 5-7.
Berdasarkan Gambar 5-7 bahwa kontribusi penurunan emisi pada tahun 2017 sebesar
24,7% apabila dibandingkan dengan skenario CM1 dan CM2 maka masih diperlukan usaha
lebih besar dari seluruh sektor untuk memenuhi target yang telah ditetapkan dalam NDC.
Penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca, monitoring, pelaporan dan verifikasi perlu
bersifat adaptif terhadap perkembangan pengetahuan dan pengalaman pendugaan emisi
dan serapan GRK, serta ketersediaan data-data terkini dan terbarukan. Untuk itu beberapa
alternatif upaya pengembangan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Peningkatan dokumentasi dan pencatatan data melalui mekanisme pengumpulan data
yang lebih terstruktur dari setiap kategori dan sub kategori emisi GRK;
2. Penerapan sistem penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC) di semua level baik level
sub sektor, sektor dan nasional sesuai dengan pedoman QA/QC yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Dirjen PPI Nomor 10 Tahun 2018;
3. Pengembangan sistem penyimpan data dan informasi inventarisasi GRK. Pengarsipan
data perlu dilakukan untuk semua kategori sebagai bagian penting dalam mendukung
pelaksanaan verifikasi, menjamin transparansi, serta penjaminan dan pengendalian
mutu (QA/QC);
4. Peningkatan kualitas data aktivitas maupun faktor emisi dari data terkecil, utamanya
pada sektor yang mempunyai key category dan uncertainty tinggi. Upaya perbaikan
difokuskan pada sumber/rosot yang sudah diidentifikasi sebagai kategori kunci serta
untuk meningkatkan kualitas inventarisasi GRK ke Tier yang lebih tinggi;
5. Perlunya penggunaan faktor emisi yang bersifat country/site specific/lokal, sehingga
perhitungan Inventarisasi GRK dapat menghasilkan data dengan kualitas yang lebih
baik, melalui proses pembahasan dan penilaian oleh Tim Panel Methodology;
6. Penyesuaian jenis aksi mitigasi sesuai dengan Peraturan Dirjen PPI Nomor 10 Tahun
2018 tentang Penyusunan Metodologi Perhitungan Penurunan Emisi GRK;
7. Pengembangan rencana aksi mitigasi yang sejalan dengan kegiatan Inventarisasi GRK.
Rencana perbaikan di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, antara lain :
1. Penggunaan faktor emisi untuk kebakaran gambut perlu ditinjau ulang, mengingat
pemakaian faktor emisi 923,1 Ton CO2e/ha dianggap over-estimate, maka diperlukan
pembahasan berbagai hasil penelitian dan untuk disepakati di Panel Methodology;
2. Peningkatan ketersediaan data (khususnya analisis perubahan tutupan lahan), dari
penggunaan data 2 tahun sebelum pelaporan (T-2) menjadi 1 tahun sebelum pelaporan
(T -1);
3. Pada perhitungan dekomposisi gambut, penentuan stok karbon yang digunakan perlu
diselaraskan dengan FREL;
4. Perlunya dilakukan rekalkulasi untuk luas kebakaran gambut tahun 2000 – 2014,
dengan menggunakan metode yang sama ketika menghitung luas kebakaran pada
tahun 2015 – saat ini (metode visual);
5. Perbaikan pencatatan dan kualitas data aksi mitigasi di kategori perennial crop (karet,
kopi dan palm oil) dan aksi mitigasi dari peat fire;
6. Penggunaan faktor emisi lokal untuk timber plantation.
Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi ini memuat profil
emisi, hasil inventarisasi, capaian penurunan emisi, capaian komitmen target NDC Indonesia,
serta rencana perbaikan dan pengembangan inventarisasi GRK dan MRV, yang disusun
bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait selaku penanggung jawab sektor,
Kementerian Perekonomian, dan BAPPENAS.
Hasil analisis menunjukkan bahwa emisi GRK tahun 2017 adalah sebesar 1.151 Juta ton
CO2e dan kontribusi penurunan emisi secara nasional pada tahun 2017 terhadap target yang
ditetapkan dalam NDC tahun 2030 adalah sebesar 24,7% dari target penurunan emisi
sebesar 834 Juta Ton CO2e atau 29% dari BAU.
Laporan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi tentang pencapaian
target dari komitmen NDC, sebagai kontrol terhadap progress capaian NDC, serta monitoring
dan evaluasi progres implementasi NDC menuju pencapaian komitmen target penurunan emisi
di tingkat nasional maupun global.
BAPPENAS. (2010). Policy scenarios of reducing carbon emission from Indonesia’s peatland.
National Development Planning Agency. UK-Aid and British Council. Jakarta.
FAO. Global Fuel Wood Data. http://faostat3.fao.org
Intergovernmental Panel on Climate Change (2006). IPCC-2006 Guidelines for National Green
House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4.
Intergovernmental Panel on Climate Change (2013). Supplement to the 2006 IPCC Guidelines
for National Greenhouse Gas Inventories: Wetlands
Kementerian Lingkungan Hidup (2010). Indonesia Second National Communication Under the
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional Buku I Pedoman Umum.
Kementerian Lingkungan Hidup (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional Buku II Volume 3 Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2016). Indonesia Third National
Communication Under the United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC). Jakarta
Kementerian Pertanian (2014). Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Pertanian.
Krisnawati, H., Adinugroho, W.C., Imanuddin, R. and Hutabarat, S. (2014). Estimation of
Forest Biomass for Quantifying CO2 Emissions in Central Kalimantan: a comprehensive
approach in determining forest carbon emission factors. Research and Development Center
for Conservation and Rehabilitation, Forestry Research and Development Agency, Bogor.
Intergovernmental Panel on Climate Change, (2006), IPCC-2006 Guidelines for National Green
House Gas Inventories: AFOLU, Volume 4
Manuri, S., Brack, C., Nugroho, N.P., Hergoualc’h, K., Novita, N., Dotzauer, H., Verchot, L.,
Putra, C.A.S., & Widyasari. (2014). Tree biomass equations for tropical peat swamp forest
ecosystems in Indonesia. For. Ecol. Manage. 334: 241-253.
Margono B. A., Potapov P. V., Turubanova S., Fred Stolle F., Matthew Hansen C. M. (2014).
Primary forest cover loss in Indonesia over 2000- 2012. Nature Climate Change 4, 730-735
(2014) doi:10.1038/nclimate2277.
Mulyani et al., (2012). Basis data karakteristik tanah gambut di Indonesia. in Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan - 2012.
http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Murdiyarso, D., Donato, D., Kauffmann, B., Kurnianto, S., Stidham, M. and Kanninen, M.
(2009). Carbon storage in mangrove and peatland ecosystems: a preliminary accounts from
plots in Indonesia. CIFOR Working Paper 48.
Republik Indonesia (2011) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Jakarta.