Anda di halaman 1dari 10

TENGKANO DAN SUHARSONO: ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI DAN PENGENDALIANNYA

ULAT GRAYAK Spodoptera litura Fabricius


(LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) PADA TANAMAN KEDELAI
DAN PENGENDALIANNYA

Wedanimbi Tengkano dan Suharsono 1)

RINGKASAN than parasitoid and predator the agent is more pro-


Di Indonesia ulat grayak, S. litura, dapat menye- spective.
rang berbagai jenis tanaman kacang-kacangan. Keywords: soybean armyworm, Nuclear Polyhedro-
Bioekologi hama ini telah banyak diketahui ter- sis Virus (NPV), control technology.
masuk arti ekonomi, dan upaya pengendaliannya.
Pemahaman bioekologi ulat grayak perlu diketahui PENDAHULUAN
untuk dipakai sebagai salah satu pertimbangan guna
menentukan strategi pengendalian ulat grayak yang
Di Indonesia, tanaman kedelai sangat rentan
efektif. Penggunaan insektisida untuk mengenda- terhadap cekaman lingkungan biotik antara lain
likan ulat grayak pada tanaman kedelai yang intensif serangan berbagai jenis organisme pengganggu
telah banyak dilakukan, namun belum sepenuhnya tanaman (OPT), sehingga potensi hasil tidak
dapat menekan populasi ulat grayak. Atas pertim- tercapai. Salah satu jenis OPT penting pada
bangan biaya, keamanan lingkungan, dan strategi tanaman kedelai adalah ulat grayak, Spodoptera
pengendalian hama terpadu maka upaya mencari litura Fabricius, (Soehardjan dan Tengkano
pengendalian alternatif antara lain: penggunaan 1983; Tengkano dan Soehardjan 1985; Okada et
musuh alami, dan varietas tahan telah dilakukan.
al. 1988; Arifin 1992). Ulat grayak tersebar pada
Virus penyebab penyakit Nuclear Polyhedrosis Vi-
hampir seluruh propinsi di Indonesia, hampir
rus (NPV), pada ulat grayak merupakan entomopa-
thogenic virus yang banyak ditemukan di lapangan seluruh kabupaten di Jawa Timur, dan hampir
dan berpeluang untuk dapat dikembangkan, karena seluruh kabupaten di Lampung (Ditlintan-ATA
relatif mudah cara penanganannya dibanding 1989; Tengkano et al. 1991; Tengkano et al.
dengan penggunaan parasitoid dan predator. 2003).
Kata kunci: ulat grayak, Nuclear Polyhedrosis Kerusakan daun oleh ulat grayak menggang-
Virus (NPV), teknologi pengendalian gu proses fotosintesis dan akhirnya mengaki-
batkan kehilangan hasil panen. Besarnya kehi-
SUMMARY langan hasil tergantung pada tingkat kerusakan
Soybean armyworm, S. litura, attacks various le- daun dan tahap pertumbuhan tanaman waktu
gume crops in Indonesia. Bioecology, economics and terjadi serangan. Kerusakan daun sebesar
control method of the insect were known. The bio- 12,5%, menyebabkan kerugian ekonomi setara
ecology is one of the factor determining the effective- dengan biaya dua kali aplikasi insektisida.
ness of the armyworm control strategy. However, in-
tensified chemical use to control the armyworm on Berbagai cara pengendalian S. litura pada
soybean did not completely reduce the damage. tanaman kedelai telah dilakukan, namun sampai
Therefore, base on cost, environmental safety and the saat ini cara pengendalian yang dilakukan oleh
IPM concept, an alternative method such as the use petani kedelai masih mengandalkan pengenda-
of natural enemies, resistance variety has now been lian secara kimiawi. Hal ini karena penggunaan
implemented. Entomopathogenic virus, Nuclear insektisida untuk pengendalian hama mudah
Polyhedrosis Virus (NPV) a viral disease on army-
dilaksanakan, manjur, dan hasilnya cepat di-
worm was commonly attack the larvae. Due to easier
ketahui, tetapi cara pengendalian kimiawi yang
tidak tepat dapat menimbulkan kerugian baik
secara ekonomi maupun secara ekologis.
1
Peneliti Proteksi Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian, Kotak Pos 66 Malang 65101, Upaya menemukan alternatif pengendalian
Telp. (0341) 801468, e-mail: blitkabi@telkom.net S. litura melalui berbagai penelitian dengan
menggunakan virus entomopatogenik telah
Diterbitkan di Bul. Palawija No. 10: 43–52 (2005).

43
BULETIN PALAWIJA NO. 10, 2005

dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut. Fase VI merupakan fase akhir pembungaan
Saat ini telah diperoleh isolat SlNPV, yaitu isolat dan awal pembentukan polong. Kerusakan pada
JTM972c yang diketahui efektif mengendalikan periode fase tersebut sampai fase VII akan
S. litura pada tanaman kedelai, setara dengan menyebabkan jumlah biji per polong dan ukuran
insektisida lamda sihalotrin (Matador) (Bedjo et biji berkurang. Fase VII merupakan periode
al. 2000). pengisian biji yang berlangsung cepat sekali,
Tujuan pengendalian hama pada pertanaman gangguan pada periode ini akan menurunkan
kedelai adalah untuk melindungi tanaman ter- hasil lebih besar dibandingkan dengan gang-
hadap kerusakan yang diakibatkannya guna guan yang sama pada periode sebelum dan
mendapatkan hasil panen yang maksimal. sesudahnya. Kerusakan daun sebesar 50% pada
Kegiatan pengendalian hama memerlukan biaya fase VII akan menyebabkan kehilangan hasil
yang berbeda-beda, tergantung pada cara sebesar 18%, tetapi hanya 9% pada fase IV, 3%
pengendalian yang digunakan. Selain per- pada fase III dan I, serta 7% pada fase IX
bedaan biaya, terdapat juga perbedaan efek- (Hanway dan Thomson 1967).
tifitas dan efisiensi serta dampaknya terhadap Penelitian Tengkano dan Sutarno (1982)
kelestarian lingkungan hidup. menunjukkan bahwa kerusakan daun pada fase
Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pembungaan akan menyebabkan bunga yang
pengendalian yang maksimum dan menekan terbentuk banyak yang gugur. Kehilangan luas
serendah mungkin dampak negatif yang daun 50% menyebabkan hasil panen berkurang
diakibatkannya maka diperlukan pengetahuan 17,3%. Kerusakan daun pada fase generatif
mengenai tanaman kedelai, ulat grayak, musuh menyebabkan hasil panen dan bobot biji kedelai
alami, tanaman inang yang lain, dan cara-cara menurun.
pengendaliannya. Kerusakan daun pada fase VI dan VII dapat
Tulisan ini menguraikan pola pertumbuhan menyebabkan kehilangan hasil panen yang
tanaman kedelai, daerah penyebaran dan besar, maka kehadiran ulat grayak pada tanam-
bioekologi ulat grayak, metode pemantauan, cara an kedelai sebagai hama pemakan daun penting
penilaian serangan, dan cara pengendaliannya. untuk diantisipasi.

SERANGAN ULAT GRAYAK PADA FASE DAERAH PENYEBARAN ULAT GRAYAK


PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI S. litura F. (= Prodenia litura) termasuk
Berbagai varietas kedelai unggul yang telah dalam famili Noctuidae, Ordo Lepidoptera. Nama
dilepas memiliki ragam fenotipik antara lain: umum serangga ini adalah Common cutworm,
umur berbunga, hasil, dan responnya terhadap Tobacco cutworm, Cotton bowlworm, dan Army-
cekaman lingkungan (Puslitbangtan 1991; worm. Armyworm mula-mula dialih bahasakan
Sumarno et al. 1982). Pengetahuan tentang menjadi ulat tentara kemudian menjadi ulat
sifat-sifat pertumbuhan tanaman kedelai sangat grayak (Soekarna 1985).
penting diketahui untuk mengelola tanaman Daerah penyebaran S. litura
guna mencapai produksi tinggi.
S. litura tersebar luas di beberapa negara
Kedelai berbunga rata-rata pada umur 36 tropik dan subtropik, yaitu Jepang, Korea, Cina,
hari setelah tanam (HST) dan fase generatif Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, dan
berkisar dari 46–51 hari. Banyaknya bunga beberapa pulau di Pasifik (Suryana dan Mochida
kedelai yang terbentuk dan bunga yang menjadi 1987).
polong dipengaruhi oleh varietas dan ling-
kungan. Berdasarkan fase pertumbuhannya Di Indonesia ulat grayak terdapat di 22 pro-
Hanway dan Thomson (1967) membuat sistem pinsi dengan luas serangan rata-rata mencapai
deskripsi fase pertumbuhan tanaman kedelai 11,163 ha/tahun. Daerah serangan utamanya
khususnya untuk tipe indeterminit yang dibagi adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,
ke dalam 11 tingkatan. Reaksi tanaman ter- Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara
hadap kerusakan pada berbagai tahap pertum- (Ditlintan-ATA 1989). Hasil survei di 18 Kabu-
buhan dan bagian tanaman berbeda-beda. paten propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa

44
TENGKANO DAN SUHARSONO: ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI DAN PENGENDALIANNYA

S. litura dijumpai di 16 Kabupaten, di Kabu- melalui tanah. Pada siang hari larva instar-5
paten Malang dan Bondowoso tidak ditemukan dan instar-6 berlindung di dalam atau di atas
karena S. litura kelangkaan tanaman kedelai tanah tertutupi oleh daun-daun kering dan aktif
saat pengamatan (Tengkano et al. 1991). makan atau merusak daun kedelai pada malam
Meskipun para petani telah melakukan pengen- hari.
dalian dengan insektisida, tingkat kerusakan Ciri khas S. litura pada stadia larva, adalah
daun masih di atas 12,5%. adanya dua buah bintik hitam berbentuk seperti
bulan sabit pada setiap ruas abdomen, terutama
BIOEKOLOGI ULAT GRAYAK
ruas ke empat dan ke tujuh yang dibatasi oleh
Untuk dapat mengendalikan hama pada garis-garis lateral dan dorsal berwarna kuning
umumnya dan S. litura pada khususnya diper- yang membujur sepanjang badan (Noch et al.
lukan informasi mengenai perikehidupan hama 1983).
bersangkutan dan faktor-faktor yang mempe-
Kepompong terbentuk di dalam rongga-
ngaruhi kehidupannya.
rongga tanah, berwarna coklat. Stadium pupa
Biologi S. litura berlangsung selama 7–10 hari dengan rata-rata
8,5 hari. Stadium ngengat berlangsung selama
Ngengat berwarna agak keabu-abuan.
1–13 hari dengan rata-rata 9,3 hari. Daur hidup
Ngengat betina meletakkan telur secara ber-
S. litura dari telur hingga ngengat bertelur ber-
kelompok pada permukaan bawah daun dan
langsung selama 28 hari (Arifin 1992).
kadang-kadang pada permukaan atas daun.
Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari, Arifin (1991b) menyatakan bahwa peluang
antara pukul 18.00 s/d pukul 03.00 dini hari hidup dari telur hingga larva instar-1, awal
(Tengkano et al. 1997). Produksi telur dapat kepompong, dan awal ngengat berturut-turut
mencapai 3000 butir per induk betina, terbagi 94%; 15%; dan 11%.
dalam 11 kelompok dengan rata-rata 350 butir
Ekologi S. litura
telur per kelompok. Kelompok telur ditutup bulu-
bulu halus berwarna merah sawo. Stadium telur Pertumbuhan dan perkembangan populasi S.
berlangsung 3–5 hari dengan rata-rata 3 hari litura dipengaruhi oleh faktor internal dari
(Kalshoven 1981; Noch et al. 1983). serangga itu sendiri dan faktor luar, yaitu
makanan (tanaman inang), musuh alami, dan
Setelah telur menetas, larva tinggal untuk
iklim.
sementara waktu di tempat telur diletakkan, dan
makan daun tersebut secara berkelompok. Tanaman inang S. litura
Setelah habis dan tinggal epidermis daun bagian
S. litura memiliki banyak jenis tanaman
atas, larva akan pindah ke daun-daun yang lain
inang, baik tanaman yang dibudidayakan
dalam satu rumpun tanaman kedelai. Perpin-
maupun tidak. Keberadaan suatu jenis tanaman
dahan larva instar-1 dan instar-2 dibantu tiupan
inang memungkinkan S. litura berada di suatu
angin dan benang pintal untuk berayun. Sta-
tempat. Ngengat S. litura dapat terbang sejauh
dium larva berlangsung selama 13–17 hari
1,5 km/4 jam pada malam hari (Salama dan
dengan rata-rata 14 hari (Noch et al., 1983).
Shoukry 1972) sehingga S. litura mencapai
Stadium larva terdiri atas enam instar dengan berbagai jenis tanaman inang yang tersebar
umur larva instar-1, instar-2, dan instar-3 luas.
berturut-turut adalah 2-3 hari, 2-3 hari, dan 2-
Selain kedelai tanaman inang S. litura
3 hari. Lama stadium telur, larva, kepompong,
adalah kacang tanah, kacang hijau, tembakau,
dan ngengat berturut-turut sekitar 2, 16, 9, dan
cabai, bawang merah, ubijalar, buncis, kacang
9 hari. Lebih lanjut dilaporkan bahwa masa
panjang, bayam, dan talas. Pengelolaan
prapeneluran, peneluran, dan pasca peneluran
tanaman inang dalam upaya pengelolaan hama
berturut-turut selama 2, 6, dan 1 hari. Larva
pada umumnya dan S. litura pada khususnya
instar-3 dan instar-4 berpindah dari satu
penting untuk dikaji, agar tidak tersedia sepan-
tanaman ke tanaman yang lain dengan cara
jang tahun dan tidak dalam keadaan melimpah.
berjalan dari daun ke daun yang lain atau

45
BULETIN PALAWIJA NO. 10, 2005

Musuh alami Nuclear Ployhidrosis Virus (NPV), yaitu SlNPV


isolat JTM97c (Bedjo et al. 2000). Hasil penelitian
Okada et al. (1988), melaporkan bahwa
Arifin dan Waskito (1986) menunjukkan bahwa
musuh alami hama yang berasosiasi dengan
SlNPV isolat dari Lampung efektif mengen-
tanaman kedelai di Indonesia cukup banyak,
dalikan larva S. litura instar-1 sampai instar-3
terdiri dari 61 jenis predator, 41 jenis parasitoid,
dengan tingkat kematian 80%, lebih rendah bila
dan empat kelompok penyakit serangga yaitu
dibandingkan dengan isolat JTM97c. Isolat
bakteri, cendawan, nematoda, dan virus.
JTM97c sangat efektif mengendalikan larva,
1. Predator dengan tingkat kematian mencapai 100%.
Cendawan entomopatogen M. Anisopliae
Beberapa predator S. litura antara lain:
berpotensi tinggi sebagai salah satu agens hayati
Oxyopes javanus Thorell, Lycosa pseudoannu-
dalam pengendalian ulat grayak dengan tingkat
lata, Paederus fuscipes, Rhinocoris sp., Andralus
mortalitas mencapai 83% (Prayogo dan
sp., Coranus sp., Vespidae, dan Solenopsis
Tengkano 2002a; Prayogo dan Tengkano 2002b;
geminata. Di alam, jenis-jenis predator tersebut
Prayogo dan Tengkano 2002c; Prayogo dan
dapat dijumpai di suatu lokasi dan pada tahap
Tengkano 2004; Prayogo et al. 2005). NPV telah
pertumbuhan tanaman kedelai tertentu. Oleh
berhasil diproduksi secara besar-besaran dengan
sebab itu dalam usaha pengendalian S. litura,
menggunakan teknologi tinggi di Amerika
keberadaan musuh alami tersebut perlu diper-
Serikat, Rusia, dan Finlandia. Harga produk
hatikan. Arifin (1991c) melaporkan bahwa jenis
NPV tersebut sangat mahal karena biaya pro-
musuh alami dan jumlah individu musuh alami
duksi mahal (Stair dan Fraser 1981; Bull et al.
pada pertanaman kedelai yang tidak disemprot
1979).
insektisida lebih banyak daripada yang disem-
prot insektisida. Hal ini menyebabkan laju daya Iklim
bertahan hidup S. litura pada pertanaman
Kalshoven (1981) melaporkan bahwa hujan
kedelai yang tidak disemprot insektisida lebih
lebat dapat mencuci larva muda S. litura
rendah dibanding dengan yang disemprot
sehingga populasi larva akan menurun drastis.
insektisida (Arifin 1991a).
Laporan Abdillah (1984 dalam Suharto 1987)
2. Parasitoid S. litura bertentangan dengan Kalshoven (1981), karena
terbukti tidak ada hubungan yang erat antara
Selain dikendalikan oleh predator, populasi S.
curah hujan dengan tangkapan ngengat S.
litura juga dikendalikan oleh parasitoid. Infor-
litura jantan. Fakta menunjukkan bahwa
masi/data parasitoid S. litura di Indonesia masih
serangan berat S. litura dapat terjadi pada
terbatas, antara lain Snellenius manilae Ashmed
musim hujan di lahan kering dan musim
(Braconidae), Megoselia scalaris Loew (Phori-
kemarau di lahan sawah.
dae), Peribaea orbata Wied (Tachinidae) (Arifin
1991c; Yamamoto dan Sosromarsono 1985), dan
METODE PEMANTAUAN DAN
Telenomus sp.
PENILAIAN SERANGAN
Pemanfaatan berbagai jenis parasitoid untuk
Pengamatan atau pemantauan dapat dilaku-
pengendalian S. litura perlu dikaji lebih lanjut
kan terhadap intensitas serangan dan populasi
dan daya kerja atau fungsinya di alam perlu
telur dan larva.
ditingkatkan.
Pengamatan Intensitas Serangan
3. Patogen S. litura
Stadium S. litura yang merusak tanaman
Arifin (1992) melaporkan bahwa patogen
kedelai hanya larva, dan bagian tanaman
yang menyerang S. litura adalah Borrelinavirus
kedelai yang dirusak terutama daun meskipun
litura dan Bacillus thuringiensis Berliner.
kadang-kadang dapat merusak polong muda.
Selain virus dan bakteri, berbagai jenis cen-
Pengamatan intensitas serangan hanya
dawan entomopatogen banyak menyerang larva
ditujukan pada kerusakan helai daun.
S. litura di lahan kedelai (Prayogo et al. 2002).
Dari berbagai jenis patogen tersebut, yang telah Serangan larva instar-1 dan instar-2 me-
siap untuk diaplikasikan di lapangan hanya nyebabkan helaian daun kedelai tampak putih

46
TENGKANO DAN SUHARSONO: ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI DAN PENGENDALIANNYA

sebagian atau seluruhnya. Larva instar-3 dan Pemantauan Populasi S. litura


instar-4 biasanya merusak daun muda yang Ngengat dapat hadir di pertanaman kedelai
belum membuka penuh dan dapat ditemukan 1– pada saat daun tunggal baru membuka penuh
3 ekor larva per helai daun. Setelah daun mem- dan telurnya diletakkan pada kotiledon atau
buka penuh terdapat tanda serangan berupa daun tunggal. Kejadian ini jarang terjadi di
lubang-lubang lebar memanjang dan apabila lapangan. Tanaman kedelai yang paling disukai
populasi tinggi tanaman tampak meranggas. untuk peneluran adalah tanaman umur 42 hari
Larva yang sudah tua (instar-5 dan instar-6), setelah tanam (HST). Kelompok telur pada 42
dapat merusak seluruh helaian daun termasuk HST sedikit lebih tinggi bila dibandingkan
tulang-tulang daun. dengan pada tanaman umur 35 HST juga sedikit
Intensitas serangan dinilai menggunakan lebih tinggi dibandingkan kelompok telur yang
rumus sebagai berikut: diletakkan pada 28 HST (Tengkano et al. 1997).
Berdasarkan data tersebut di atas, maka
(ni x vi) dianjurkan untuk melakukan pemantauan
P = Σ –––––––––– x 100%
terhadap populasi telur, larva instar-1, instar-2,
ZN
dan instar-3 sejak 14 HST sampai tanaman
Keterangan: berumur 63 HST.

P = persentase kerusakan daun Cara penentuan tanaman contoh secara di-


agonal sebanyak lima unit contoh, dan apabila
ni = banyaknya daun yang menunjukkan
populasi mencapai ambang kendali (AK) dapat
skor ke-i
dilakukan pengendalian dengan insektisida. AK
vi = skor daun ke i (i: 0–4) telur, larva instar-1, larva instar-2, dan larva
Z = skor tertinggi (4) instar-3 S. litura disajikan pada Tabel 1.
N = banyaknya daun yang diamati Untuk memantau distribusi dan migrasi
ngengat S. litura dapat digunakan sex feromone.
Nilai skor daun rusak adalah sebagai berikut:
Suharto (1987) melaporkan bahwa sex feromone
0 = tidak ada kerusakan yang digunakan adalah Cis 9, trans 11 TDDA +
1 = <25% daun rusak Cis 9 trans 12 TDDA produksi Takeda Chemial
2 = 25 – <50% daun rusak Industry, Jepang. Alat pemantau ini tidak dapat
digunakan untuk peramalan infestasi S. litura
3 = 50– <75% daun rusak
karena ternyata tidak ada hubungan yang erat
4 = <75% daun rusak antara hasil tangkapan ngengat jantan dan
Telah direkomendasikan bahwa tingkat infestasi. Hal ini berarti ngengat tertangkap sex
kerusakan daun ekonomis (ambang kerusakan feromone datang dari jauh. Kalshoven (1981)
ekonomis) adalah 12,5% (Ditlintan 1989; melaporkan bahwa imago dapat terbang sejauh
Tengkano dan Sutarno 1982). 5 km per malam.

Tabel 1. Ambang kendali (AK) S. litura.

Populasi kelompok atau ekor per rumpun


––––––––––––––––––––––––––––––––––––
Stadia tanaman kedelai Telur Larva Larva Larva
instar-1 instar-2 instar-3
V6 – V7 (fase vegetatif) 0,021 5,21 3,35 1,94
R1 – R2 (fase pembungaan) 0,035 8,47 5,46 3,20
R3 – R4 (fase pembentukan polong) 0,035 8,44 5,56 3,24
R5 – R6 (fase pengisian polong) 0,071 17,08 10,82 6,21
Sumber: Arifin (1994).

47
BULETIN PALAWIJA NO. 10, 2005

PENGENDALIAN ULAT GRAYAK dan S. litura pada khususnya melalui kelang-


Komponen teknologi pengendalian S. litura kaan tanaman inang pada musim sebelumnya
selain pestisida yang siap pakai masih terbatas, sehingga taraf perkembangan populasi hama di
oleh karena itu cara pengendalian yang banyak alam menjadi terbatas.
diterapkan petani adalah cara kimiawi. Bebe- Tanaman Perangkap
rapa cara pengendalian yang dapat diterapkan
untuk S. litura adalah sebagai berikut. Penggunaan tanaman perangkap bertujuan
untuk menciptakan suatu keadaan supaya
Cara Bercocok Tanam populasi hama yang akan dikendalikan me-
Pengendalian dengan cara bercocok tanam ngumpul pada areal terbatas. Dengan demikian
terdiri atas beberapa cara yaitu sanitasi, tanam pengendalian hanya dilakukan pada tanaman
serempak, pergiliran tanaman, dan tanaman perangkap.
perangkap. Chari et al. (1985) menganjurkan untuk
mengkombinasikan antara pengendalian hayati,
Sanitasi zat pengatur tumbuh serangga, bahan anti
Di daerah endemik S. litura untuk kedelai makan, dan tanaman perangkap untuk mengen-
lahan sawah, lahan dibersihkan untuk mengeks- dalikan S. litura. Tanaman perangkap yang
pose pupa S. litura terhadap musuh alami dapat digunakan adalah bunga Matahari dan
(Chari et al. 1985). Dengan demikian populasi Jarak.
awal pada pertanaman berikutnya akan ber- Hasil penelitian Tengkano et al. (1997),
kurang. menunjukkan bahwa kedelai MLG 3023 lebih
Tanam Serempak disukai ngengat S. litura untuk meletakkan
telurnya. Dengan demikian dapat dikemukakan
Pengendalian hama dengan cara tanam bahwa MLG 3023 berpeluang untuk digunakan
serempak akan sangat menunjang keberhasilan sebagai tanaman perangkap ngengat S. litura.
cara-cara pengendalian yang lain. Dampak dari Manfaat penggunaan tanaman perangkap ada-
bertanam serempak adalah terjadinya penu- lah mengurangi insektisida atau agens hayati
runan populasi awal hama, sehingga kehilangan yang digunakan untuk pengendalian S. litura.
hasil per satuan luas dapat diperkecil. Biaya pemantauan dan pengendalian akan
Tanam serempak dilakukan dengan selisih berkurang sekitar 76% apabila luas tanaman
waktu tanam tidak lebih dari 10 hari. Luas areal perangkap 24% dari total luas lahan yang seha-
tanam sekurang-kurangnya satu wilayah kerja rusnya akan ditanami kedelai (tanaman utama).
penyuluh pertanian (WKPP) (1WKPP = 600–
1000 ha) (Ditlitan-ATA, 1989), namun pene- Cara Mekanis
rapan di lapangan banyak menghadapi kendala. Pengendalian secara mekanis dapat dila-
Tanam serempak tidak saja untuk tanaman kukan dengan mengambil kelompok telur,
kedelai, tetapi juga tanaman kacang-kacangan kelompok larva instar-1, instar-2, dan instar-3,
yang lain seperti kacang panjang, kacang hijau, larva instar-4, instar-5, dan instar-6. Waktu ter-
dan kacang tanah pada hamparan yang sama. baik untuk mengumpulkan dan mengambil
larva adalah pagi hari dan sore hari.
Pergiliran Tanaman
Cara Biologi
Menurut Arifin (1992), bahwa pergiliran
tanaman untuk pengendalian S. litura kurang Telah diketahui bahwa salah satu faktor yang
cocok karena hama ini bersifat polifag. Namun mengendalikan S. litura di alam adalah musuh
demikian, dalam penerapan pengendalian hama alami. Musuh alami yang menyerang S. litura
terpadu (PHT), pergiliran tanaman dan tanam terdiri dari tiga kelompok yaitu predator, parasi-
serempak merupakan kunci keberhasilan pene- toid, dan patogen.
rapan berbagai teknologi pengendalian hama. Pemanfaatan predator, parasitoid telur, para-
Tujuan pergiliran tanaman tersebut adalah sitoid larva, dan parasitoid pupa belum dilaku-
untuk menekan populasi hama pada umumnya kan, karena data penelitiannya masih jauh dari
cukup. Patogen S. litura terdiri atas empat

48
TENGKANO DAN SUHARSONO: ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI DAN PENGENDALIANNYA

kelompok yaitu cendawan, bakteri, nematoda, faatan NPV di Indonesia penting untuk
dan virus. Pemanfaatan bakteri tampaknya dilakukan di masa mendatang.
kurang memberikan harapan, sedangkan pe-
manfaatan cendawan entomopatogen berpe- Varietas Tahan S. litura
luang besar (Prayogo & Tengkano 2002a; Penggunaan varietas tahan untuk mengen-
Prayogo & Tengkano 2002b; Prayogo & Teng- dalikan S. litura dimaksudkan untuk menekan
kano 2002c; Prayogo & Tengkano 2002d) tetapi keperidian serangga dan untuk meningkatkan
data penunjangnya belum tersedia dan masih kematiannya tetapi varietas tersebut hanya
dalam taraf penelitian. menderita kehilangan hasil yang relatif kecil.
Pemanfaatan virus sebagai agens hayati Sampai sekarang, varietas kedelai unggul tahan
pengendali S. litura telah dilakukan, baik di luar S. litura belum ditanam petani.
negeri maupun di dalam negeri. Okada (1977) Hasil penelitian tahun 1989/1990 di Balai
telah melaporkan bahwa kepekaan larva ulat Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Bogor
grayak terhadap Spodoptera litura Nuclear menunjukkan bahwa varietas/galur Soden,
Polyhidrosis Virus (SlNPV) berbeda antar instar Himezirazu, Lokon, No.29, Akidatsu, S/887-46,
larva. Di Indonesia, penelitian virus patogen S/887-96, S/887-39, dan S/887-51 berpengaruh
serangga telah dilakukan sejak tahun 1980 buruk terhadap pertumbuhan dan keperidian S.
dengan bantuan tenaga ahli dari JICA. litura (Sugiarto dan Naito 1991). Hasil peneli-
Arifin (1988) melaporkan bahwa NPV dengan tian Suharsono (1986) di Taiwan, menunjukkan
konsentrasi sebesar 2,3 x 10 7 PIBs/ml dengan bahwa galur-galur kedelai PI 171444, PI 171451,
volume semprot sebanyak 500 l/ha terbukti PI 227687, dan PI 229358 memiliki sifat tahan
efektif untuk mengendalikan ulat grayak instar- terhadap S. litura dengan tingkat antibiosis
1 sampai instar-3. Waktu penyemprotan terbaik yang berbeda. Selanjutnya dikemukakan juga
adalah pada sore hari. Lebih lanjut dikemu- bahwa PI 171444 memiliki sifat antibiosis yang
kakan bahwa hasil penelitian di rumah kaca kuat terhadap S. litura.
(RK) menyebabkan kematian S. litura mencapai Di Balai Penelitian Tanaman Kacang-ka-
80%, sedangkan di lapangan kematian larva cangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) saat ini
hanya 35–40%. Bedjo (1997) melaporkan bahwa telah dilepas satu varietas kedelai tahan S.
di lapang dengan penambahan bahan pelindung litura, yaitu varietas Ijen dan satu galur
dan volume semprot 300 l/ha dan dosis SlNPV No.B 4 F 4W80/80-115-1-47 yang diduga tahan
1,5 x 1012 menyebabkan kematian sampai 60%. terhadap ulat grayak (Muchlis 2003 komunikasi
Selanjutnya tingkat efektifitasnya diperbaiki pribadi). Berdasarkan informasi tersebut,
hingga mencapai 90% (Bedjo 1998). Keefektifan pengendalian S. litura dengan varietas tahan
isolat SlNPV JTM972c setara dengan keefektifan memiliki harapan besar, dan saat ini sumber-
insektisida lamda sihalotrin (Bedjo et al. 2000), sumber ketahanan untuk ulat grayak, yaitu
dan saat ini siap digunakan petani. Krishnaiah IAC-80-596-1 dan IAC-100 telah ditemukan
et al. (1985) melaporkan bahwa dua kali pe- tidak saja tahan terhadap ulat grayak tetapi juga
nyemprotan suspensi NPV terhadap S. litura hama pengisap polong (Suharsono 2001).
keefektifannya sama/setara dengan penyem-
protan dengan insektisida. Hasil penelitian Cara Kimiawi
Narayanan (1985) menunjukkan bahwa keefek- Di tingkat petani, sampai sekarang masih
tifan granulosis virus yang diisolasi dari larva mengandalkan pengendalian hama kedelai
S. litura yang mati sangat tinggi. Kematian pada termasuk S. litura dengan cara kimiawi. Insekti-
stadia telur dan stadia larva instar-1 sampai sida yang efektif untuk mengendalikan S. litura
instar-5 mencapai 100% dan 50% untuk larva telah banyak dianjurkan oleh Komisi Pestisida.
instar terakhir. Patogen ini membunuh larva tua Penggunaan insektisida yang sangat intensif
lebih cepat daripada larva yang lebih muda. di lahan kedelai akan memberikan dampak
Lebih lanjut Narayanan (1985) mengemukakan buruk terhadap kerentanan S. litura terhadap
bahwa telur dan larva S. litura untuk semua insektisida. Endo et al. (1988) melaporkan
instar sangat rentan terhadap virus tersebut. bahwa S. litura di lapangan telah menunjukkan
Berdasarkan informasi ini eksplorasi dan peman-

49
BULETIN PALAWIJA NO. 10, 2005

penurunan sifat kerentanannya terhadap populasi telur, larva instar-1 s/d instar-3 mulai
insektisida. umur 14 HST s/d 63 HST.
Dampak lain dari penggunaan insektisida 3. Salah satu isolat SlNPV yaitu JTM97c mempu-
dengan dosis subletal adalah meningkatkan nyai daya bunuh dan efektifitas setara dengan
keperidian serangga hama pada umumnya dan insektisida lamda sihalutrin (Matador).
S. litura pada khususnya (Harnoto et al. 1987). 4. Peluang untuk pengendalian S. litura dengan
Selain itu penggunaan insektisida di lahan agens hayati dan varietas tahan ulat grayak
kedelai berdampak buruk terhadap kelang- (varietas Ijen) mempunyai peluang untuk
sungan hidup musuh alami (Arifin 1991a; dikembangkan.
Tengkano et al. 1992). 5. Eksplorasi, identifikasi, dan pemanfaatan
Soejitno (1987) mengemukakan bahwa ke- agens hayati secara berkelanjutan perlu
efektifan insektisida terhadap S. litura ter- dilakukan.
gantung pada jenis insektisida dan instar larva.
Makin muda instar larva makin rentan terhadap UCAPAN TERIMA KASIH
perlakuan insektisida. Hal yang sama dilaporkan Penulis mengucapkan banyak terima kasih
Laba dan Soekarna (1986) bahwa tingkat kema- kepada Dr. Marwoto, Dr. Nasir Saleh, dan Dr.
tian larva S. litura dipengaruhi oleh instar larva Yusdar Hilman atas koreksi naskah ini. Kepada Ir.
dan jenis insektisida. Yu (1981 dalam Soekarna Yusmani Prayogo dan Purwantoro, SP juga
1985) juga melaporkan bahwa LD50 dari beberapa disampaikan terimakasih yang tidak terbatas atas
jenis insektisida meningkat dengan meningkat- bantuannya dalam penyiapan pustaka dari internet
nya instar larva S. litura. Larva instar-6 lebih dan dalam pengetikan naskah ini. Juga disampaikan
toleran terhadap insektisida. Oleh karena itu terima kasih kepada Fitriyanto atas bantuannya.
Soejitno (1987) menyarankan supaya melaku-
kan pemantauan populasi S. litura selama per- DAFTAR PUSTAKA
tumbuhan tanaman, untuk menentukan waktu Arifin, M. dan W.I.S. Waskito. 1986. Kepekaan ulat
aplikasi insektisida. Apabila ditemukan telur S. grayak kedelai (Spodoptera litura) terhadap Nuclear
litura sekitar umur 30 HST maka aplikasi Polyhidrosis Virus. Seminar Hasil Penelitian
insektisida dilakukan pada empat hari setelah Tanaman Pangan, Puslitbangtan. Sukamandi, 16–
18 Januari 1986. J. Palawija: 74–78.
pemantauan. Pemantauan populasi S. litura
dilakukan sejak 14 HST sampai dengan 63 HST Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan volume
dengan interval satu minggu. Tanaman contoh Nuclear Polyhedrosis Virus terhadap kematian ulat
ditentukan secara diagonal sebanyak lima unit grayak kedelai Spodoptera litura F. Penelitian
Pertanian 8(1): 12–14.
contoh dan apabila populasi larva S. litura in-
star-1 dan/atau instar-2 dan/atau instar-3 Arifin, M. 1991a. Daya tahan hidup ulat grayak
mencapai ambang kendali (AK) maka aplikasi Spodoptera litura F. setelah aplikasi insektisida pada
kedelai. hlm: 141–148. Dalam S. Hardjosumadi et
insektisida dapat dilakukan. Dengan terse-
al. (Red). Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan
dianya virus SlNPV maka penggunaan insek- Balittan Bogor. 21–22 Februari 1990. Vol. 1.
tisida dapat diganti dengan agens hayati
tersebut. Arifin, M. 1991b. Laju Pertumbuhan intrinsik ulat
grayak Spodoptera litura F. pada tanaman kedelai.
Lokakarya Hasil Penelitian Komoditas dan Studi
KESIMPULAN DAN SARAN Khusus, Badan Litbang Pertanian. Deptan dan
Dari berbagai informasi mengenai S. litura Ditjendikti, Depdikbud di Cisarua Bogor, 13–15 Mei
dan cara pengendaliannya dapat disimpulkan 1991. 16 hlm.
sebagai berikut. Arifin, M. 1991c. Peranan musuh alami ulat grayak
1. S. litura merupakan OPT penting pada Spodoptera litura F. pada berbagai kondisi
lingkungan pertanaman kedelai. Pros. Sem. Biol.
tanaman kedelai di Indonesia. Das.II di Bogor. 14 Pebr. 1990. hlm. 207–214.
2. Untuk melakukan tindakan pengendalian
Arifin, M. 1992. Bioekologi, serangan, dan pengendalian
dengan insektisida perlu mempertimbangkan hama pemakan daun kedelai. hlm 81–103. Dalam
ambang kendali dengan pemantauan terhadap Marwoto et al. (Peny.). Risalah Lokakarya Pengen-

50
TENGKANO DAN SUHARSONO: ULAT GRAYAK PADA TANAMAN KEDELAI DAN PENGENDALIANNYA

dalian Hama Terpadu Tanaman Kedelai, 8–10 Krishnaiah, K., N. Ramakrishnan, dan P.C. Reddy. 1985.
Agutus 1991. Balittan Malang. Control of Spodoptera litura F. on blackgram by
Nuclear polyhedrosis virus. Indian J. of Agric. Sci.
Arifin, M. 1994. Economic Injury Level and Sequential
55(12): 775–776.
Sampling Technique for the Common Cutworm
Spodoptera litura F. on Soybean. p:13–37. In Subandi Laba, I.W. dan D. Soekarna. 1986. Mortalitas larva ulat
et al.(Eds). Contr. Centr. Res. Inst. Food Croops grayak (Spodoptera litura F.) pada berbagai instar
Bogor. No. 82. (1994): 37 hlm. dan perlakuan beberapa insektisida pada tanaman
kedelai. hlm 64–72. Dalam M. Syam dan Yuswadi
Bedjo. 1997. Uji keefektifan SlNPV dan HaNPV dengan
(Peny.). Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan.
bahan pembawa untuk pengendalian hama kedelai.
Vol I Palawija. Badan Litbang Pertanian.
Makalah Seminar Regional HPTI. Majalah Ilmiah
Puslitbangtan.
Pembangunan UPN “ Veteran” Surabaya, hlm.108–
114. Narayanan, K. 1985. Susceptibility of Spodoptera litura
(F.) to a granulosis virus. Current Sci. India, 54(24):
Bedjo. 1998. Pengaruh jumlah dan jenis bahan pembawa
1288–1289.
terhadap efektivitas NPV. Makalah Seminar Hasil
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi- Noch. I.R., A. Rahayu, A. Wahyu, and O. Mochida. 1983.
umbian, Balitkabi. 11 hlm. (Belum dipubilkasi). Bionomi ulat grayak Spodoptera litura Fabricius
(Lepidoptera:Noctuidae) sebagai salah satu hama
Bedjo, M. Arifin, M. Rahadju, dan Sumartini. 2000.
kacang-kacangan. Kongres Entomologi II. Jakarta,
Pemanfaatan Nuclear Polyhedrosis Virus, Bacillus
24–26 Januari 1983. 12 hlm.
thuringiensis, dan Metarhizium anisopliae sebagai
biopestisida untuk mengendalikan hama kedelai. Okada, M. 1977. Studies on the Utilization and Mass
Laporan Teknis PAATP. Balitkabi. 32 hlm. production of Spodoptera litura nuclear polyhedro-
sis virus for Control on the Tobacco cutworm,
Bull, D.L., V.S. House, J.R. Ables, dan R.K. Morrison.
Spodoptera litura Fabricius. Plant Protection Res.
1974. Selective methods for managing insect pest of
Vol. 10. 1977, p:102–128, Tokyo, Japan.
cotton. Journal Econ. Entomol. 72: 841–846.
Okada, T., W. Tengkano, and T. Djuwarso. 1988. An
Chari, M.S., T.M. Bharpoda, and S.N. Patel. 1985. Stud-
outline on soybean pests in Indonesia in faunistic
ies on integrated management of Spodoptera litura
aspects. Seminar Dec. 6,1988. Bogor Research Insti-
F. in tobacco nursery. Tobacco Research, 11 (2):93–
tute for Food Crops, Bogor. 37p.
98.
Patrick, C.R., G.L. Lentz, S. Stewart, and A. Thomp-
Ditlintan. 1989. Pedoman pengamatan dan pelaporan
son. 2004. Soybean Insect and Mite Control. Agricul-
perlindungan tanaman pangan. Direktorat Perlin-
tural Extension Service, The University of Tennes-
dungan Tanaman, Jakarta 45 hlm.
see. PB 705. 11 p.
Ditlintan-ATA. 1989. Organisme pengganggu tanaman
Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002a. Pengaruh
kedelai dan strategi pengendaliannya. Lokakarya
konsentrasi dan frekuensi aplikasi Metarhizium
Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu
anisopliae isolat Kendalpayak terhadap tingkat
Tanaman Tingkat Nasional. Direktorat Perlin-
kematian Spodoptera litura. Majalah Ilmiah Sainteks
dungan Tanaman-ATA 162. Jatisari, Juli–Sept. 1989.
Universitas Semarang. 11 hlm.
49 hlm.
Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002b. Pengaruh media
Endo, S., Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J.
tumbuh terhadap daya kecambah, sporulasi dan
Soejitno, and T. Okada. 1988. Insecticide suceptibility
virulensi Metarhizium anisopliae (Metchnikoff)
of Spodoptera litura F. collected from three locations
Sorokin isolat Kendalpayak pada larva Spodoptera
in Indonesia. Seminar at BORIF, 24 June 1988. 18p.
litura. Sainteks. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian.
Hanway, J.J. and H.E. Thomson. 1967. How a soybean (9)4: 233–242.
plant develops. Special Report No. 55. Iowa State Univ.
Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002c. Pengaruh umur
17p.
larva Spodoptera litura terhadap efektifitas
Harnoto, Mujiono, dan A. Naito. 1987. Pengaruh Metarhizium anisopliae isolat Kendalpayak. Dalam
insektisida pada konsentrasi subletal terhadap N.R. Nganro, C. Sugandawati, M. Zairin Jr, A.
keperidian Spodoptera litura Fabricius. hlm. 361– Basukriadi, A. Tahir, P. Sukardi, I. Sulistyo, B.
364. Dalam S. Adisoemarto et al.(Eds.). Prosiding Subardjo, T. Hardiyati, E. Yuwono, Y. Sistina (Eds.).
Kongres Enomologi II, Jakarta 24-26 Januari 1983. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera (19)3: 70–76.
PEI. Jakarta.
Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002d. Pengaruh tempat
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. dan lama penyimpanan suspensi spora Metarhizium
Revised and translated by P.A. van der Laan. Ichtiar anisopliae terhadap tingkat kematian larva Spodop-
Baru-van Hoeve. Jakarta. 710 p. tera litura. Hlm. 259-268. Dalam K. Mulya, S. Rusli,

51
BULETIN PALAWIJA NO. 10, 2005

Supriyadi, E.A. Wikardi, M. Djazuli, E. Karmawati, Suharsono. 1986. Kajian antibiosis pada tanaman kedelai
D. Manohara, O. Rostiana (Eds.). Prosiding Seminar terhadap Spodoptera litura dan Orgyia sp. Penelitian
Nasional dan Pameran Pertanian Organik, Jakarta, Palawija. 1(2):58–63.
2–3 Juli 2002.
Suharsono, 2001. Kajian aspek ketahanan galur kedelai
Prayogo, P., W. Tengkano, dan Suharsono. 2002. Jamur terhadap hama pengisap polong Riptortus linearis
entomopatogen pada Spodoptera litura dan F. Disertasi Doktor. Univ. Gadjah Mada. Jogjakarta.
Helicoverpa armigera. Seminar Hasil Penelitian 144 p. Belum dipublikasikan.
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang, 25–26
Suharto, H. 1987. Review of Research on Spodoptera
Juni 2002. 16 p.
litura F. on Soybean at Sukamandi Research Insti-
Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2004. Pengaruh tute for Food Crops. p: 209–215. In J.W.T. Bottema,
konsentrasi dan frekuensi aplikasi Metarhizium F. Dauphin, and G. Gijsbers (Eds.). Soybean Research
anisopliae isolat Kendalpayak terhadap tingkat and Development in Indonesia. The CGPRT Centre.
kematian Spodoptera litura. Dalam Sudjatinah, No. 10.
Umiyati, P. Bintoro, P.Widiyaningrum, I.O. Utami
Sumarno, A. Dimyati, dan T. Sutarman. 1982. Deskripsi
(Eds.). Sainteks. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian
Varietas Unggul Kacang-kacangan. Puslitbangtan.
(10)3: 209–216.
23p.
Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prodpek
Surjana, T. dan O. Mochida. 1987. Distribusi populasi
cendawan entomopatogen Metarrhizium anisopliae
Spodoptera litura (Fabricius) di Pulau Jawa. p:138-
untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura
142. Dalam S.Adisarwanto et al.(Eds.). Prosiding
pada kedelai. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kongres Enomologi II, Jakarta 24–26 Januari 1983.
Pertanian 24(1): 19–26.
PEI. Jakarta.
Tengkano, W. and T. Sutarno. 1982. Influence of Leaf
Tengkano, W., Harnoto, M. Taufiq, dan M. Iman. 1992.
attack at generative stage on yield of Orba soybean
Dampak negatif insektisida terhadap musuh alami
variety. Penelitian Pertanian 2: 51–53.
pengisap polong. Seminar Hasil Penelitian Pendu-
Puslitbangtan. 1991. Varietas Unggul Tanaman Pangan kung Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Pro-
(High Yielding Varieties of Food Crops). 16p. gram Nasional PHT, Bappenas dengan Faperta-IPB.
29p.
Salama, H.S. and Shoukry, A. 1972. Fligh range of the
moth of Cotton leaf worm Spodoptera littoralis (Bois). Tengkano, W. dan M. Soehardjan. 1985. Jenis-jenis
Zeitschrift fur Angewandte Entomologie, 72(2):181– hama pada berbagai fase pertumbuhan tanaman
184. kedelai. p. 295–318. Dalam Somaatmadja et al. (Eds).
Kedelai. Puslitbangtan, Bogor.
Soehardjan, M dan W. Tengkano. 1983. Pengendalian
hama kedelai. Kongres Entomologi II. Jakarta, 24– Tengkano, W dan T. Sutarno. 1982. Influence of leaf
26 Januari 1983. 17p. attact at generative stage on yield of Orba soybean
variety. Penelitian Pertanian, 2:51–53.
Soejitno, J. 1987. Status and Curent Research of Soy-
bean Insect Pest in Indonesia, p.217–226. In.J.W.T. Tengkano, W., T. Okada, Suharsono, Bedjo, dan A.
Bottema, F. Dauphin, and G. Gijsbers (Eds.). Soy- Basyir. 1991. Penyebaran dan komposisi jenis
bean Research and Development in Indonesia. The serangga hama kedelai di Propinsi Jawa Timur.
CGPRT Centre. No. 10. Dalam S. Hardjosumadi et al. (Red.). Seminar
Balittan Bogor, 21–22 Februari 1990. Vol(1):97–118.
Soekarna, D. 1985. Ulat grayak dan pengendaliannya.
Jurnal penelitian & Pengembangan Pertanian. IV Tengkano, W., Matadjib, D. Kilin, dan M. Iman. 1997.
(3):65–70. Identifikasi jenis tanaman yang paling menarik bagi
imago Ophiomyia phaseoli dan Spodoptera litura F.
Stair, E.R. dan T. Fraser. 1981. Changes in growth and
p 387–402. Prosiding Seminar Nasional Tantangan
virulence of nuclear polyhedrosis virus. Journal
Entomologi pada Abad XXI, Bogor, 8 Januari 1997.
Invertebr. Path. 35: 230–235.
PEI Cabang Bogor-Proyek PHT.
Sugiarto, B. and A. Naito. 1991. Varietal resistance of
Yamamoto, I. Dan S. Sosromarsono. 1985. Ecological
Soybean to leaf feeder. Proceeding of Final Seminar
impact of pest management in Indonesia. Tokyo Univ.
of Strengthening of Pioneering Research for Palawija
of Agric. 84p.
Crops Production: In ATA-378-AARD-CRIFC-BORIF-
JICA, p.45–50.

52

Anda mungkin juga menyukai