Anda di halaman 1dari 9

PROGRAM K3

Materi kuliah Program K3:


1. Pengantar Pelaksanaan Program K3 Perusahaan
2. Pelaksanaan Program K3 Perusahaan
3. Petunjuk Teknis K3
4. Manajemen Program K3 Perusahaan
5. Sistem Inspeksi Program K3
6 - Penyusunan Program K3
7 - Pelaksanaan Program K3 Perusahaan
8 - Organisasi dan Manajemen Program K3 Pemerintah
9 - Manejemen Risiko Kebakaran, tanggap darurat dan evakuasi

Pertemuan 5
Sistem Inspeksi Program K3

Beberapa definisi untuk Inspeksi :


Arti secara umum: Pemeriksaan dengan seksama; pemeriksaan secara langsung tentang
pelaksanaan peraturan, tugas.
Inspeksi adalah sistem yang baik untuk menemukan suatu masalah dan menaksir jumlah risiko
sebelum terjadi accident dan kerugian lain yang dapat muncul (Bird, Frank E, and George L.
Germain, 1990)
Inspeksi K3 adalah suatu proses untuk menemukan potensi bahaya yang ada ditempat kerja
untuk mencegah terjadinya kerugian maupun kecelakaan ditempat kerja dalam penerapan
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.

Tujuan Program Inspeksi K3

1. Sebagai upaya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap sumber-sumber


bahaya K3. 
2. Inspeksi dilakukan untuk menjamin agar setiap tempat kerja berjalan sesuai dengan UU,
standart, norma maupun petunjuk teknis yang berkaitan dengan bidang K3 yang
ditetapkan baik oleh pemerintah maupun kebijakan perusahaan.
3. Inspeksi secara regular dan khusus akan dapat digunakan sebagai bahan diskusi dengan
TK terhadap isu-isu K3 yang sedang dihadapi. TK merupakan orang yang paling
mengenal terhadap aspek kerja, peralatan, mesin-mesin dan proses operasional di tempat
kerja sehingga mereka merupakan sumber informasi yang berharaga. dengan adanya
komunikasi dan koordinasi yang lancar antara manajemen dengan TK diharapkan dapat
memperbaiki performansi atau kinerja K3 di perusahaan.
Jenis Inspeksi yang sering digunakan adalah Inspeksi Rutin. Direncakan dengan cara WALK-
THROUGH SURVEY keseluruh area kerja dan bersifat komprehensif. Jadwal pelaksanakan
rutin (Sudah ditentukan : 1x bulan). Dilakukan bersama-sama ahli K3 atau perwakilan tenaga
kerja dengan pihak manajemen.

Bagi perusahaan yang tidak memiliki ahli K3 sendiri, dapat menggunakan ahli K3 dari luar
perusahaan yang akan membantu memberikan saran-saran tentang penanganan masalah-masalah
K3 di tempat kerja. Pelaksanaan Inspeksi terhadap sumber-sumber bahaya pada area khusus
sebaiknya dilakukan dengan melibatkan seseorang yang mempunyai keahlian khusus. Hasil yang
ditemukan segera ditindak lanjuti, dan setiap permasalahan yang telah diidentifikasi dari hasil
survey harus selalu tercatat dan dibukukan. Setiap laporan inspeksi harus  inspeksi harus
ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan inspeksi. Hasil inspeksi yang telah ditulis dalam
bentuk laporan harus disampaiakan kepada pihak manajemen, sehingga langkah perbaikan
segera dilakukan

Keuntungan :

 Inspektur dapat mencurahkan segala perhatiannya untuk melakukan inspeksi.


 Inspektur dapat melakukan observasi menyeluruh tentang K3 di tempat kerja

Checklist yang akan digunakan  untuk inspeksi telah disiapkan dengan baik. Laporan temuan dan
rekomendasi segera dapat dibuat untuk meningkatkan kesadaran tentang adanya bahaya di
tempat kerja, serta tindakan korektif yang sesuai segera di implementasikan dalam upaya
mengadakan sarana pencegahan kecelakaan dan kerugian yang lebih besar.

Sumber : http://achmadfresdyan.blogspot.com/2013/12/inspeksi-k3.html, diakses 26 Oktober


2018, 15:43 WIB

Pertemuan 6 
Penyusunan Program K3

Sebagai sebuah sistem manajemen, K3 tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan. Program K3 yang telah ditetapkan akan berjalan efektif jika
didukung dan dilaksanakan oleh seluruh bagian atau departemen yang ada dalam suatu
organisasi perusahaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan program K3 harus
mempertimbangkan semua aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi,
finansial, sosial, psikologi, budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi
perhatian bagi para pakar, akademisi dan praktisi K3 dalam penyusunan dan pelaksanaan
program K3 yang terarah dan terencana.
Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3
Sebuah organisasi perusahaan perlu mengembangkan strategi perencanaan yang baik dalam
menerapkan aspek K3 melalui program-program yang disusun berdasarkan prinsip yang
terencana dan terarah. Dalam sebuah sistem manajemen, perencanaan sebuah program harus
mempertimbangkan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realiable, Timetable).
Sebuah program K3 harus bersifat spesifik yang berarti bahwa program-program yang dibuat
sedapat mungkin tidak menimbulkan kebingunan bagi pihak yang diberi tugas untuk
melaksanakannya, mudah terukur dalam hal pencapaian hasilnya dengan ditetapkannya target
dan indikator keberhasilan pencapaiannya. Sebuah program K3 juga harus bersifat mudah untuk
dilaksanakan sehingga dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan
serta realistis dalam hal pembiayaan dan kemampuan orang yang melaksanakannya dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dalam menetapkan program K3 terdapat beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan, salah
satunya adalah OHSAS 18001:2007 klausul 4.8.3 tentang objektif dan program K3 “Organisasi
harus menetapkan, menjalankan dan memelihara dokumen objektif K3pada fungsi dan tingkatan
yang sesuai dalam organisasi”. Menurut  Ramli (2009),  untuk mencapai objektif yang telah
ditetapkan, organisasi harus menyusun program kerja yang merefleksikan kebijakan organisasi.

Rencana kerja ini disusun untuk setiap tingkatan manajemen sebagai landasan operasional
dengan mempertimbangkan:

 Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap tingkatan,


fungsi dan departemen. Program K3 sebaiknya diintegrasikan dengan program organisasi
secara keseluruhan sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran
organisasi.
 Sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja yang telah
ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.
 Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.

Dasar  Penyusunan Program K3


Dalam penyusunan program K3 dalam suatu perusahaan, terdapat landasan atau dasar-dasar yang
melatarbelakangi pembuatan suatu program diantaranya adalah hasil risk assessment dari suatu
kegiatan produksi untuk mengetahui potensi-potensi bahaya dan resiko ditempat kerja. Terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian resiko yaitu, metode
kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Sebelum melakukan penilaian resiko perlu diketahui
bisnis proses suatu kegiatan produksi suatu industri, dalam setiap tahapan proses produksi
terdapat beberapa bahaya yang dapat menimpa pekerja sehingga berpotensi menyebabkan
kecelakaan dan gangguan kesehatan.

Faktor-faktor penyebab yang dapat membahayakan tenaga kerja sudah seharusnya dicegah,
dikendalikan, diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Untuk mencegah berbagai gangguan yang
muncul, maka terlebih dahulu perlu diketahui  proses produksi dan identifikasi permasalahannya,
cara pemantauan, dan standar-standar yang berlaku.

Sebagai contoh misalnya pada industri garmen. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang umum ditemukan di industri garmen
adalah sebagai berikut :

Faktor Lingkungan Kerja memungkinkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga


kerja, sebagaimana terlihat pada penjelasan di bawah ini.
Proses Produksi dan Faktor Lingkungan Kerja

 Gudang Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde


 Pola dan Pemotongan Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
 Menjahit : penerangan, iklim kerja, getaran, debu, uap formaldehyde
 Pemotong Sisa Benang : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
 Pengecekan Kualitas : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
 Seterika : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
 Finishing: penerangan, iklim kerja, debu, kapas, uap formaldehyde
 Pengemasan : penerangan, iklim kerja, debu karton, uap formaldehyde

Catatan :
Formaldehyde digunakan secara langsung untuk anti ngengat dan anti jamur pada proses
finishing. Jenis formaldehid yang juga digunakan adalah Aminoplastis (Urea formaldehid Resin)
yang bermanfaat sebagai anti kusut pada proses pembuatan kain katun (cotton). Di Amerika
(CPSC, 1979) kira-kira 85% tekstil menggunakan treatment Aminoplastis.

Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja


Hal-hal yang menjadi permasalahan berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada
industri garmen adalah sebagai berikut :

 Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran


 Bagian Pola/ potong memiliki potensi bahaya jari tangan terpotong, tersengat arus litrik
 Bagian Jahit memiliki potensi bahaya jari terkena jarum, tersengat arus listrik, kebakaran
 Bagian Pasang Kancing memiliki potensi bahayajari tergencet mesin kancing, tersengat
arus listrik
 Bagian Seterika memiliki potensi bahaya tersengat arus listrik, kebakaran
 Bagian Pengemasan memiliki potensi bahaya tergores, barang terjatuh

Keserasian peralatan dan sarana kerja dengan tenaga kerja


Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan oleh pihak perusahaan dan disesuaikan
dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan
yang disebabkan ketidakserasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat
menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan
kerja. Beberapa permasalahan seperti ini yang ditemukan di industri garmen :

 Bagian pemotongan kain, jahit dan seterika, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah
ukuran meja, kursi duduk, sikap dan sistem kerja
 Bagian pengemasan, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah kegiatan angkat
junjung, sikap dan cara kerja, ruang gerak.

Beberapa permasalahan di atas sangat umum ditemukan di industri garmen. Dan seperti
kebanyakan yang terjadi di industri, terkadang penyelesaian permasalahan tersebut mendapatkan
resistansi dari manajemen.

Identifikasi Masalah Industri Garmen di Indonesia


Berdasarkan Baseline Reports : Worker Perspectives from the Factory and Beyond yang disusun
oleh ILO, ada beberapa masalah tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya di Industri
Garmen Indonesia. Secara garis besar berikut beberapa permasalahan di Industri Garmen yang
terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa industri garmen di Indonesia masih banyak
permasalahan yang merugikan pekerja atau buruh pabrik. Masalah-masalah yang muncul
berkaitan dengan aspek pendidikan, skill dan pengalaman kerja, upah buruh yang rendah,
kesejahteraan pekerja belum diperhatikan, jam kerja yang tidak teratur dan sebagainya. Para
pekerja industri garmen umumnya adalah wanita yang baru lulus SMP/SMA, sebagian dari
pekerja wanita sudah berkeluarga dan memiliki anak sehingga konsentrasinya terbagi kedalam
pekerjaan dan rumah tangga, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi
sehingga wanita yang sudah memiliki anak harus ikut mencari penghasilan. Tak jarang para
pekerja wanita tersebut mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari rekan kerja maupun
atasan seperti kekerasan seksual, perlakuan kasar berupa ucapan dan fisik.

Dari permasalahan yang ada, dapat disederhanakan bahwa permasalahan keselamatan dan
kesehatan kerja di industri garmen terkait dengan pekerja itu sendiri dan komitmen manajemen
terhadap masalah K3. Untuk itu perlu dibangun program-program keselamatan dan kesehatan
kerja yang dipayungi oleh komitmen dan kebijakan manajemen.

Sesuai dengan skema yang disusun oeh James Reason dalam bukunya Managing the Risks of
Organizational Accidents, bahwa penyebab dasar suatu insiden atau kecelakaan kerja adalah
kesalahan pada organisasi/ manajemen. Berdasarkan model tersebut, maka perlu disusun Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mencakup mulai dari komitmen dan
kebijakan manajemen hingga penerapan K3 di tempat kerja dan pekerja.

Pelaksanaan program K3 tidak akan berjalan efektif jika persoalan-persoalan tersebut belum
diatasi oleh pihak-pihak terkait, sehingga dalam penyusunan program K3 diharapkan dapat
mengakomodir aspek-aspek yang terkait. Cross cutting issue dalam K3 dapat direfleksikan
dalam suatu program K3 perusahaan seperti aspek psikologis sosial pekerja, budaya, kesadaran
akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja
serta meningkatkan komitmen manajemen dalam melaksanakan program K3 untuk mendukung
kelangsungan usaha yang kompetitif.

Berikut ini program K3 yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan garmen berdasarkan isu-
isu yang saling berkaitan:
Dari penyusunan program K3 tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

 Pelatihan kompetensi tertentu memberikan pengetahuan khusus kepada pekerja


mengenai ilmu/ keterampilan spesifik di bidang/ bagian kerjanya. Diharapkan dengan
mendapatkan pelatihan ini, minimal pekerja yang belum memiliki pengalaman kerja
mengetahui prosedur yang benar dalam melaksanakan pekerjaannya.
 Penyusunan SOP memberikan aturan-aturan tentang bagaimana dan apa yang boleh
serta tidak boleh dilakukan selama bekerja atau selama ada di tempat kerja. Dengan
menaati batasan-batasan yang ada, prekondisi tindakan tidak selamat dapat dihindari.
 OHS Toolbox Meeting sebagai media 2 arah dari pihak HSE dan pekerja untuk
menyampaikan informasi-informasi tentang keselamatan. Di samping itu sebagai sarana
pelatihan kepada pekerja tentang keselamatan spesifik pada bidang/ bagian tertentu.
 OHS Inspection merupakan cara dari HSE untuk mengevaluasi kelayakan K3 yang ada
di tempat kerja serta menemukan dan merekomendasikan perbaikan atas ketidaksesuaian
yang ditemukan di tempat kerja. Di samping itu, sesekali diadakan inspeksi bersama
jajaran manajemen dengan tujuan agar manajemen mengetahui kondisi terkini pekerja
dan tempat kerja khususnya mengenai permasalahan K3.
 OHS Forum merupakan forum mediasi antara HSE dan jajaran manajemen (level
supervisor ke atas) untuk membahas isu, permasalahan, dan ketidaksesuaian terkait K3
yang tidak dapat diselesaikan di level pekerja atau HSE, di dalamnya termasuk tentang
pengaturan jam kerja, lembur, dan tata krama hubungan atasan dan bawahan.
 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin) bermaksud menciptakan tempat kerja yang
nyaman dan aman bagi pekerja itu sendiri. Dengan begitu diharapkan stres akibat
kenyamanan ruang kerja dan permasalahan ergonomi di tempat kerja dapat dihindari.
 OHS Award sebagai wadah pemberian penghargaan bagi jajaran pekerja dan manajemen
yang berprestasi dalam menerapkan K3, termasuk yang melaksanakan rekayasa
administratif dan rekayasa teknis untuk tujuan menciptakan pekerjaan yang lebih selamat.
 Poster K3 berfungsi sebagai pengingat bagi seluruh pekerja tentang pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja dalam menunjang produktivitas.
 Pemeriksaan kesehatan sebagai komitmen manajemen melindungi sumber daya
manusianya dan sebagai usaha preventif kehilangan jam kerja orang.
 Sertifikasi SMK3 yang dapat dicapai memberikan nilai tambah bagi perusahaan
sehingga memberikan motivasi bagi manajemen dan pekerja untuk tetap
mempertahankan prestasi K3 yang telah dicapai.

Sumber: http://selamat-safety.blogspot.com/2014/05/prinsip-prinsip-penyusunan-program-
k3.html, diakses 26 Oktober 2018, 15:52 WIB

Anda mungkin juga menyukai