Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhamad Ramlan

Nim : D1012161061

A. Cikarang Dry Port (CDP) – Stasiun Tanjung Priuk


KA Kontainer relasi JICT – Cikarang Dry Port (CDP) dan menjadi layanan
KA Kontainer pertama yang menghubungkan layanan langsung ke Pelabuhan
Tanjung Priok. Layanan tersebut sejalan dengan program nasional dan menjadi
langkah awal Pemerintah dalam mewujudkan distribusi logistik antar moda.
Sejak diresmikan, layanan KA Pelabuhan relasi JICT - CDP mendapatkan
tanggapan positif dari industri logistik dan pelaku bisnis yang dibuktikan dengan
perkembangan layanan khususnya peningkatan frekuensi perjalanan yang
sebelumnya melayani satu rangkaian KA setiap hari menjadi dua rangkaian KA
setiap hari dengan total okupansi sebesar 240 TEUS untuk perjalanan pulang
pergi.
Cikarang Dry Port (CDP) ini khusus untuk mengurus kepabeanan barang-
barang yang masuk dan keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan
Tanjung Priok akan berfungsi sebagai pelabuhan tempat keluar masuk barang
atau Port Handling.

1. Cikarang Dry Port (CDP)


Cikarang Dry Port (CDP) diterjemahkan sebagai Pelabuhan Daratan Cikarang
adalah pelabuhan daratan yang terletak di dalam Kota Jababeka di Cikarang, Jawa
Barat, Indonesia. CDP didirikan pada tahun 2010 dengan total area seluas 200
hektar. CDP dioperasikan oleh PT Cikarang Inland Port, anak perusahaan PT
Jababeka Tbk, dan Kawasan Layanan Bea Cukai Terpadu yang pertama dan satu-
satunya di Indonesia. Sebagai model pelabuhan daratan di pedalaman, CDP
berfungsi sebagai perluasan pelabuhan yang menyediakan solusi untuk
kemacetan kronis dan penundaan di gerbang ekspor impor utama Tanjung Priok.
Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi dwell time (waktu bongkar muat
barang di pelabuhan) dari 3,2 hari menjadi target pemerintah 2,5 hari.
Untuk mencapai dwell time 2,5 hari, CDP dilibatkan oleh pemerintah untuk
memaksimalkan fungsinya. CDP telah dirancang sedemikian rupa untuk
terintegrasi dengan Tanjung Priok. Konsepnya adalah ketika Tanjung Priok telah
menyelesaikan sepenuhnya kegiatan bongkar muat, maka CDP menjalankan
tahap berikutnya yaitu perizinan pelabuhan. Untuk mempercepat prosesnya,
kereta barang akan membawa kontainer dari pelabuhan ke CDP untuk keperluan
inspeksi, administrasi, dan karantina. Untuk ekspor, proses serupa juga bisa
dilakukan. Integrasi antara Tanjung Priok dan CDP diyakini dapat meningkatkan
kapasitas pelabuhan hingga 8 juta TEU per tahun. Dengan CDP, seluruh rantai
pasokan dikoordinasikan dan disinkronkan untuk memfasilitasi produktivitas –
hal yang sangat penting untuk pengembangan industri. CDP sendiri mampu
menampung 250 ribu TEU.
Di bawah dukungan pemerintah, CDP didukung oleh akses jalan tol dan sistem
kereta api. Selain itu, akses baru ke CDP saat ini sedang dikembangkan. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Pelabuhan Indonesia II
(Pelindo II) berencana membangun saluran air pedalaman. Proyek ini untuk
mengoptimalkan sungai yang ada yaitu Cikarang Bekasi Laut (CBL) dengan
melebarkan sungai. Rute ini mulai dari Pelabuhan Tanjung Priok sampai CDP
dan akan digunakan sebagai alternatif transportasi baru. Ini akan lebih efisien
dalam hal waktu, energi dan keuangan. Tidak diperlukan aktivitas truk dan
kemacetan dapat dikurangi terutama di Jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta dan Jalan
Tol Jakarta–Cikampek. Memanfaatkan sungai juga berarti pemerintah tidak harus
membuat jalan tol baru. Intinya, pengembangan jalur air pedalaman atau
Cikarang Bekasi Laut (CBL) bertujuan untuk mengoptimalkan potensi jalur
sungai sebagai alternatif transportasi logistik yang akan menghubungkan Tanjung
Priok dengan daerah pedesaan.
2. Stasiun Tanjung Priuk
Stasiun Tanjung Priuk atau awam menyebutnya sebagai Stasiun Tanjung Priok
(TPK) merupakan stasiun kereta api kelas II yang terletak di seberang Pelabuhan
Tanjung Priok, Jakarta Utara. Stasiun yang terletak pada ketinggian +4 meter ini
termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta. Memiliki langgam bangunan art deco,
stasiun ini termasuk salah satu bangunan tua yang dijadikan cagar budaya DKI
Jakarta.
Stasiun ini memiliki delapan jalur kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus
ke arah Jakarta Kota, jalur 3 sebagai sepur lurus dari arah Jakarta Kota, jalur 6
sebagai sepur lurus ke arah Rajawali-Pasar Senen-Jatinegara, dan jalur 7 sebagai
sepur lurus dari arah Jatinegara-Pasar Senen-Rajawali. Di sayap barat laut
emplasemen stasiun ini terdapat percabangan jalur menuju pelabuhan tersebut.
Keberadaan Stasiun Tanjung Priuk tidak dapat dipisahkan dengan ramainya
Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan kebanggaan masa Hindia
Belanda itu, dan bahkan berperan sebagai pintu gerbang kota Batavia serta Hindia
Belanda. Stasiun ini pada dasarnya terbagi atas dua periode.
Periode ini, stasiun ini terletak persis di atas dermaga Pelabuhan Tanjung
Priok. Stasiun ini selesai dibangun oleh Burgerlijke Openbare Werken pada 1883
dan baru pada tahun 2 November 1885 diresmikan pembukaannya bersamaan
dengan pembukaan Pelabuhan Tanjung Priok.
Pengelolaan stasiun dan jalur kereta api Sunda Kelapa–Tanjung Priuk
diserahkan kepada jawatan kereta api negara, Staatsspoorwegen (SS). Sampai
dengan tahun 1900, dalam sehari tidak kurang dari 40 perjalanan kereta api rute
Tanjung Priuk–Batavia SS/NIS pp serta Tanjung Priuk–Kemayoran pp.
Periode kedua, sejak paruh akhir abad ke-19 hingga abad ke-20, aktivitas di
Pelabuhan Tanjung Priok kian meningkat, sehingga terjadi perluasan area
pelabuhannya yang mengakibatkan stasiun Tanjung Priuk digusur. Untuk
menggantikannya, pada tahun 1914 di sebelah gudang Sungai Lagoa dibangun
stasiun baru yang lebih megah. Dalam pembangunan itu, SS menugaskan Ir. C.W.
Koch sebagai arsitek utama. Stasiun baru ini, dibuka untuk umum pada 6 April
1925 yang bertepatan dengan peluncuran pertama kereta listrik rute Priok–
Meester Cornelis (Jatinegara).
Stasiun ini dibangun pada masa Gubernur Jenderal A.F.W. Idenburg (1909-
1916). Untuk menyelesaikan stasiun ini, diperlukan sekitar 1.700 tenaga kerja dan
130 di antaranya adalah pekerja berbangsa Eropa.

3. Apa kendala sehingga (kereta bandara atau kereta barang) belum menarik untuk
di gunakan oleh masyarakat
 Masa dwelling time untuk barang ekspor-impor masih di atas 3 hari
sehingga acap menimbulkan penumpukan.

4. Memberikan solusi apa yang bisa di lakukan untuk meningkatkan kinerja moda
kereta api
 Memangkas waktu bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung
Priok. Salah satu langkahnya dengan merealisasikan mangkraknya jalur
khusus kereta api barang dari Cikarang langsung ke Pelabuhan Tanjung
Priok.
 Kapasitas angkut akan dapat ditingkatkan bila dilakukan penambahan
jumlah trip penambahan jumlah lokomotif dan penambahan rel (dari
tunggal menjadi ganda), serta penyempurnaan sistem buka tutup pada
persimpangan jalan yang banyak terdapat pada jalur tersebut.
 Pelayanan harus seefisien dan sefektif mungkin dengan mengedepankan
tata kelola pemerintahan, yang baik dan bersih. Bekerja 24 jam dan wajib
bebas korupsi serta pungli.

Anda mungkin juga menyukai