REFERAT - Anastesi - Umum - Regional (RINDY ANTIKA)
REFERAT - Anastesi - Umum - Regional (RINDY ANTIKA)
Oleh :
Rindy Antika
NPM. 19360270
PEMBIMBING
Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dari-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
paper dengan judul “ANESTESI UMUM DAN ANESTESI REGIONAL”. Proses penulisan ini dapat
terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Winardi S Lesmana, Sp.An selaku pembimbing dalam melaksanakan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) SMF Ilmu Kedokteran Penyakit Dalam Rs. Umum Haji Mina Medan, Sumatera
Utara.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
Rindy Antika
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.A Anestesi Umum 5
A. Definisi Anastesi umum 5
B. Persiapan dan Penilaian Pasien Pra-Anestesi 5
C. Premedikasi 9
D. Induksi dan Rumatan Anestesi 10
E. Teknik Anestesi Umum 13
F. Tahapan Anestesi 14
G. Klasifikasi Obat Anestesi 16
H. Mekanisme Kerja Obat Anestesi 20
II.2.B Anestesi Regional 22
A. Definisi Anestesi Regional 22
B. Anatomi Anestesi Regional 22
C. Pembagian Anestesi Regional 24
D. Keuntungan 24
E. Kerugian 24
F. Persiapan Anestesi Regional 25
G. Klasifikasi Blok Sentral 25
H. Anestesi Spinal 25
I. Anestesi Epidural 32
J. Anestesi Kaudal 38
K. Anestesi Spinal Total 39
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 41
Daftar pustaka 42
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-
1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis
berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti
yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Obat
yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini
dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf
Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di Perifer.
Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik
disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan
yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada hewan akan membuat
hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan
diagnostik, terapeutik, atau pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancer. Tujuan
Anastesi Umum adalah Anestesi umum menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator
melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi operasi
Memasang alat monitor standar: EKG, oksimetri nadi, pengukur tekanan darah
yang tidak invasive, jalan masuk melalui vena, bila perlu: pengukur tekanan
darah arteri.
Page 5
2. Penilaian Pra-Bedah
Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas
yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang
akan dioperasi.
a) Anamnesis
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan
Page 6
darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks.
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society Of Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan risiko anestesi, karena dampak samping anestesi tidak dapat
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan
iskemia miokardium.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
Page 7
ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hepatik.
untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgitasi atau
muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak
dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung
dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu
antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong
sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah,
periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara
f) Masukan Oral
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang mengalami anesthesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia harus dipantangkan diri masukan
Page 8
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-
4 jam. Air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dan
C. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anesthesia diantaranya:
6. Menciptakan amnesia.
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang
tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapan membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-
15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya
misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum
jadwal operasi.
Page 9
Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi
(zofran,narfoz).
Induksi adalah usaha membawa / membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium
intramuskuler atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung
diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat
Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
T=Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
T=Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
Page 10
I=Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dimasukkan.
1) Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang
jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi bolus disuntikan dalam
kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien
yang kooperatif.
2) Induksi intramuskular
dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit
pasien tidur.
3) Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi
ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau dewasa yang
takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N20 : O2 = 3 : 1 aliran > 4
liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol % sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau
Page 11
pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk. Walaupun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang dilakukan,
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :
tidak berbau menyengat / merangsang, baunya enak, cepat membuat pasien tertidur
Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau midazolam.
Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata
5) Induksi Mencuri
Induksi mencuri ( steal induction ) dilakukan pada anak atau bayi yang sedang
tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada yang belum
terpasang jalur vena, harus dikerjakan hati-hati supaya pasien tidak terbangun. Induksi
mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan
pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak berapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru
2. Rumatan Anestesi
Page 12
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara intravena
(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
- Hipnosis
- Analgesia
- Relaksasi otot
Prosedur :
Page 13
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi
di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
3. Pemeliharaan
c. Teknik Intubasi
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis
( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )
Page 14
Gambar: Teknik Intubasi
f. Tahapan Anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
Penderita mengalami analgesi,
Rasa nyeri hilang,
Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa, berteriak,
menangis, menyanyi)
Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
Dapat terjadi mual dan muntah
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
Midriasis, hipertensi
Page 15
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur (pernapasan
perut)
Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut kehendak
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas;
lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
Page 17
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar
Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan
2. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital); benzodiazepine
(midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl, sufentanil, alfentanil,
remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa arylcylohexylamine yang dapat
menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan obat-obat lain ( droperianol, etomidate,
dexmedetomidine).
Barbiturat
Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
Hambat pernapasan di medula oblongata
Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
ketekolamin
Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP
Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis induksi
Na tiopental
Induksi : dosis tgt BB, keadaan fisik dan peny
Dws : 2-4ml lar 2,5% scr intermitten tiap 30-60 dtk ad capaian
Ketamin
sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat
analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral
relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
tingkatkan TD, nadi, curah jantung
Page 18
Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam (dormikum)
atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10
mg.
Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1% (1ml=10mg), 5%
(1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)
Page 19
sebagai anti kejang. Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam
30-90 mnt stlah pemberian scra oral dan 15 mnt slah injeksi intravena.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral
dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma
Penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara lambat
Analgesik (-)
Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi anestesia
pd pasien kardiovaskuler
Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama • Utk premedikasi
(neurolepanalgesia) & atasi konvulsi ok anestesi lokal • Dimetab mjd metabolit aktif
• T½ > seiring bertambahnya usia
ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)
Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi
pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
Page 20
2. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya
desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi
anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan saraf pusat.
Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada
banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah
serta dari darah ke otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi
masa pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.
Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan parsial :
1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi
Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi daripada
tekanan parsial yang diharapkan di jaringan
Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi
2. Ventilasi paru
Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi & jaringan
Zat larut dalam darah : halothan
3. Pemindahan gas anestetik dari alveoli ke aliran darah
Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke aliran darh
4. Pemindahan gas anestetik dari aliran darah ke sel jaringan tubuh
Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan parsial lebih mudah
tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah berpindah.
Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai
area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggi.
Page 21
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada
sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Efek samping
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting
adalah :
1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
2. Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini
juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis,
maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien
perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-
bedah.
a. Definisi
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.
Dapat pula di definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat
impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
b. Anatomi
a) Tulang Belakang ( Columna Vertebralis )
Page 22
Gambar: Anatomi tulang punggung
Tulang belakang (Columna Vertebralis). Tulang belakang merupakan penopang tubuh
utama. Terdiri atas jejeran tulang-tulang belakang (vertebrae). Di antara tulang-tulang vertebrae
terdapat discus invertebralis merupakan tulang rawan yang membentuk sendi yang kuat dan
elastis. Discus invertebralis memungkinkan tulang belakang bergerak ke segala arah. Jika dilihat
dari samping, tulang belakang membentuk lekukan leher (cervix), lekukan dada (thorax),
lekukan pinggul (lumbal), dan lekukan selangkang (sacral).
b) Medulla Spinalis
Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinalis,
dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.
Medulla spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis posterior.
Page 23
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus kulit: Kulit
Subkutis Ligamentum Supraspinosum Ligamentum interspinosum
Ligamentum Flavum Ruang Epidural Duramater Ruang Subarakhnoid.
d) Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupaka ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus
arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan jernih ini tak bewarna
mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang
dipunggung sekitar 24-45 ml.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.
Page 24
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris
(tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
h. Anastesi Spinal
Page 25
Gambar: Anestesi Spinal
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
Page 26
1. Pasien menolak
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
Page 27
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
Page 28
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-
100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat
hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-
20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml).
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
Page 29
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap
baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
Page 30
Gambar 4.Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6cm.
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
2. Besarnya dosis
Page 31
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
2. Nyeri punggung
4. Retensio urine
5. Meningitis
I. Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat
di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum
flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior
kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Page 32
Gambar 5.Anestesi Epidural
Bisa segmental
Reaksi sistemis
Mual – muntah
Page 33
akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk
operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien
akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler
(misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering
operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik
tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan
untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke
dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah
dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang
epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal,
biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung)
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan (misalnya
warfarin)
Page 34
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
Page 35
Gambar 6.Jarum Anestesi Epidural
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer
adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum
diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui
kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar
Page 36
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid
karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang
epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
Blok parsial + ++
Blok lengkap - -
Page 37
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml.
Page 38
Komplikasi:
j. Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal
melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa
tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus
venosus, felum terminale dan kantong dura.
Page 39
Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
Page 40
Tanda-tanda klinis:
tangan kesemutan
lidah kesemutan
napas berat
mengantuk kemudian tidak sadar
bradikardi dan hipotensi berat
henti napas
pupil midriasis.
Page 41
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anestesi umum adalah suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral, disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible yang terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi.
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang mencakup
beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anaesthesiologist (ASA).
Selama proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama melaksanakan anestesi
umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani dengan benar.
Anastesi regional adalah tindakan anastesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat
anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan
hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer.
Pembagian Anestesi yaitu Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dan kaudal (Tindakan ini sering dikerjakan) dan Blok perifer (blok saraf), misalnya
anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.
Page 42
DAFTAR PUSTAKA
1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
2. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa:
Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
3. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange. Stamford,
1996
6. Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-hari.
Bandung, 2010
8. Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo Jr. – 6th
ed.p. ; cm. Rev. ed. of: Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald D. Miller. 5th ed.
c2007.
Page 43