1610312062
Tesi, seorang dokter muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Anestesi
sedang mengamati persiapan praanestesi yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi
untuk operasi appendectomy pada Rino pasien laki-laki usia 20 tahun yang telah didiagnosis
Appendycitis. Pada saat ini diketahui bahwa Rino menderita asma intermittent, yang
kambuh hampir tiap bulan namun bisa reda dengan penggunaan spray salbutamol, sehingga
disimpulkan bahwa Rino masuk kriteria ASA 2. Dokter Spesialis Anestesi kemudian
memberikan obat sedasi, analgetik dan kortikosteroid untuk persiapan operasi. Rino
direncanakan menjalani pembiusan subarachnoid block yang ditambah dengan sedasi
ringan, walaupun sebenarnya bisa dengan general anesthesia atau epidural block. Namun
atas pertimbangan jenis dan lokasi operasi serta kepraktisan, subrachnoid block menjadi
pilihan. Selain Rino, Tesi bersama Dokter Spesialis Anestesi memeriksa seorang pasien laki-
laki berusia 52 tahun yang direncanakan untuk menjalani operasi laparatomi eksplorasi atas
indikasi ileus obstruksi ex causa tumor intra abdomen. Pada waktu diterima di IGD pasien
terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, tekanan darah terukur 80/40 mmHg dengan
nadi 120x per menit. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya asidosis metabolic,
gangguan elektrolit, anemia dan hipoalbumin. Pasien disimpulkan termasuk pada kriteria
ASA 3, dengan sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan
persiapan darah intraoperatif, mengingat kondisi praoperatif yang jelek dan jenis operasi
besar yang rentan kehilangan darah yang banyak. Alat-alat yang yang diperlukan untuk
resusitasi jantung dan paru juga telah dipersiapkan. Untuk perawatan post operatifnya
disarankan di ICU dengan persiapan ventilator. Untuk tambahan monitoring intra operatif
selain NIBP, laju nadi, SpO2, dan produksi urin, dipasang juga central venous catheter untuk
mengetahui kecukupan cairan pasien dan untuk pemberian obat-obatan inotropic serta
vasopressor apabila diperlukan.
STEP 1
1. Anestesi : keadaan tdidak peka terhadap rasa sakit, sangat berguna untuk melakukan suatu
tindakn pembedahan atau tindakan invasive.
2. Pranastesi : langkah awal dari rangkaian tindakan anastesi yang dilakukan terhadap pasien
bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif, menganalisis jenis
operasi, memilih jenis dan teknik anastesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi,
mempersiapkan obat dan alat anastesi
3. Appendectomy : eksisi appendix vermiformis.
4. Apendisitis : peradangan appendix vermiformis.
5. Asma intermiten : serangan asma yang terjadi < 1 kali seminggu, gejala asma malam < 2 kali
sebulan, serangan singkat tidak mengganggu aktivitas, nilai VEP1 atau APE ≥60 % tetapi ≤80
% nilai prediksi, variability > 30 %
6. Kriteria ASA 2 : (ASA : American Society of Anesthesiologist) penilaian status fisik pasien pra
operasi, meliputi penyakit yang akan dilakukan pembedahan, penyakit penyerta, fungsi
sistem respirasi dan sirkulasi, fungsi hepar dan endokrin, ssp, yang mempengaruhi
kemampuan toleransi terhadap efek obat anastesi.
ASA 2 : Pasien dengan gangguan sistemik ringan, tanpa batasan aktivitas fungsional.
7. Obat sedasi : obat yang menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi
verbal
8. Analgetik : obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri
9. Kortikosteroid : derivate hormone steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, yang
memiliki peranan penting seperti mengontrol espon inflamasi.
10. Pembiusan subarachnoid block : teknik dalam anastesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anastesi lokal ke dalam ruang subarachnoid dengan tujuan
mendapatkan analgesia setinggi dermatom tertentu sesuai dengan daerah yang diinginkan.
11. Sedasi minimal : keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap
perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi
kardiovaskular dan ventilasi tidak dipengaruhi
12. General anesthesia : tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran. Bebrapa teknik yang dapat dilakukan adalah teknik intravena, inhalasi, dan
intubasi dengan pemasangan endotracheal tube, atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena.
13. Epidural block : anastesi regional yang memblok rasa sakit di bagian tubuh tertentu, dengan
menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural).
14. Laparotomi eksplorasi : bedah terbuka yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnostik klinik
15. Ileus obstruksi : kerusakan atau hilangnya pasase isi saluran cerna karena sumbatan mekanik
sehingga lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus.
16. Asidosis metabolik : keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernapasan menjadi
lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam darah
dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
17. Anemia : konsentasi Hb dalam darah dibawah nilai yang diharapkan
18. Hipoalbumin : kadar albumin darah kurang dari 3,5 g/dl, disebabkan oleh produksi albumin
yang tidak adekuat (malnutris, luka bakar, infeksi, dan pada bedah mayor), katabolisme yang
berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan albumin dari tubuh,
hemoragik, ekskresi ginjal yang berlebihan, redistribusi dalam tubuh (bedah mayor dan
kondisi inflamasi)
19. ASA 3 : pasien dengan gangguan sistemik berat, dengan keterbatasan fungsional, satu atau
lebih penyakit moderat/sedang hingga penyakit berat.
20. Resusitasi jantung dan paru : teknik penyelamatan hidup yang terdiri dari dua komponen
yaitu kompresi dada dengan pernapasan bantuan mulut ke mulut.
21. ICU : (Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori
pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat
22. NIBP : (Non Invasive Blood Pressure)
23. Central venous catheter : kateter yang dipasang di vena besar (biasanya dipasang di vena
daerah leher, dada, groin). Tujuan dari pemasangan CVC adalah untuk memasukkan obat
interavena dalam jangka waktu yang lama (seperti antibiotik dan obat kemoterapi)
24. Inotropic : obat yang memengaruhi kontraksi otot jantung
25. Vasopressor : obat yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkna kontraktilitas otot
jantung
Tujuan: untuk menilai status kesehatan pasien dan segala penyulit sebelum
dilakukannya tindakan anestesi agar dokter anestesi dapat mempersiapkan semua
kebutuhan untuk tindakan tersebut.
3. Mengapa Rino yg menderita asma intermittent, yang kambuh hampir tiap bulan namun
bisa reda dengan penggunaan spray salbutamol dikategorikan masuk kriteria ASA 2?
Penyakit asma yang diderita Andi memiliki pengaruh terhadap pemilihan jenis anestesi
yang akan dilakukan. Penggunaan anestesi regional pada penderita penyakit asma lebih
aman dibanding anestesi umum karena kemungkinan komplikasi paru pasca bedah yang
lebih tinggi jika menggunakan anestesi umum.
ASA bertujuan untuk mengevaluasi derajat kesakitan atau status fisik seorang pasien
sebelum memilih obat anestesi yang tepat atau sebelum memulai tindak operatif.
ASA 2: Pasien dgn penyakit sistemik ringan hingga moderat, tanpa keterbatasan aktivitas
fisik.
ASA Klas 2 Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, selain
penyakit yang akan dioperasi. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung organik
tanpa pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan untuk
operasi hernia - Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi appendektomi.
4. Apa saja kategori ASA?
ASA Klas 1 Pasien tanpa gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik.
Proses patologis yang akan dilakukan operasi terbatas lokasinya dan tidak akan
menyebabkan gangguan sistemik. Contoh : - Seorang dewasa muda sehat akan menjalani
operasi hernia inguinalis.
ASA Klas 2 Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, selain penyakit
yang akan dioperasi. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung organik tanpa
pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan untuk operasi hernia -
Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi appendektomi.
ASA Klas 3 Pasien dengan gangguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya selain
penyakit yang akan dioperasi. Contoh : - DM berat dengan komplikasi vaskuler yang
memerlukan tindakan pembedahan.
ASA Klas 4 Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, selain
penyakit yang akan dioperasi . Contoh : - Pasien dengan dekompensasi jantung - Angina
pectoris yang terus-menerus - Insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal atau endokrin
ASA Klas 5 Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Contoh : -
Pasien shock karena perdarahan - Trauma kepala hebat dengan tekanan intrakranial yang
meningkat.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri agar pasien lebih nyaman. Bisa diberikan
analgesik narkotik seperti Morfin dan Petidin.
Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat.
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada
orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada
operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk
dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, kosmetik, lensa kontak
dan asesori lainnya.
5. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara
intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.
Kontraindikasi relatif:
10. Mengapa seorang pasien laki- laki,52 tahun harus dioperasi laparatomi eksplorasi atas
indikasi ileus obstruksi ex causa tumor intra abdomen?
11. Bagaimana interpretasi pasien terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, tekanan
darah terukur 80/40 mmHg dengan nadi 120x per menit dan hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya asidosis metabolic, gangguan elektrolit, anemia dan
hipoalbumin?
Anemia = bisa terjadi anemia akibat penyakit kronis (tumor intra abdomen)
14. Mengapa sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan
persiapan darah intraoperatif, mengingat kondisi praoperatif yang jelek dan jenis operasi
besar yang rentan kehilangan darah yang banyak? Karna kondisi dan hasil lab
15. Mengapa alat-alat yang yang diperlukan untuk resusitasi jantung dan paru perlu
dipersiapkan?
16. Mengapa untuk perawatan post operatifnya disarankan di ICU dengan persiapan
ventilator?
Ventilator digunakan pada pasien dengan penyakit atau kondisi-kondisi lain yang
mempengaruhi pernapasan sehingga pasien harus berusaha keras atau tidak mampu
untuk bernafas secara spontan.
NIBP: pengukuran tekanan sistolik, diastolik dan juga tekanan arteri rerata (MAP)
yang menggambarkan perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.
Laju nadi: pengukuran laju nadi merupakan suatu keharusan karena ggn. sirkulasi
sering terjadi selama pasien dalam pengaruh anestesi (selama operasi).
spO2: mengukur saturasi oksigen perifer, dapat diukur dengan pulse oxymetri.
Produksi urin: ditampung dan diukur volumenya setiap jam, terutama pada operasi
yang lama dan pemberian diuretik selama operasi.
1. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi
parenteral atau kemoterapi.
2. Penderita syok.
3. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi
resusitasi.
4. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps
seperti pada hipovolemia, ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada
orang gemuk atau tranfusi cairan dibutuhkan secara cepat.
5. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena perifer
telah digunakan atau rusak.
6. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure)
7. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.