Anda di halaman 1dari 14

Vinta Nuranisyah

1610312062

SKENARIO 1 : PERJUANGAN TESI DI BAGIAN ANESTESI

Tesi, seorang dokter muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Anestesi
sedang mengamati persiapan praanestesi yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi
untuk operasi appendectomy pada Rino pasien laki-laki usia 20 tahun yang telah didiagnosis
Appendycitis. Pada saat ini diketahui bahwa Rino menderita asma intermittent, yang
kambuh hampir tiap bulan namun bisa reda dengan penggunaan spray salbutamol, sehingga
disimpulkan bahwa Rino masuk kriteria ASA 2. Dokter Spesialis Anestesi kemudian
memberikan obat sedasi, analgetik dan kortikosteroid untuk persiapan operasi. Rino
direncanakan menjalani pembiusan subarachnoid block yang ditambah dengan sedasi
ringan, walaupun sebenarnya bisa dengan general anesthesia atau epidural block. Namun
atas pertimbangan jenis dan lokasi operasi serta kepraktisan, subrachnoid block menjadi
pilihan. Selain Rino, Tesi bersama Dokter Spesialis Anestesi memeriksa seorang pasien laki-
laki berusia 52 tahun yang direncanakan untuk menjalani operasi laparatomi eksplorasi atas
indikasi ileus obstruksi ex causa tumor intra abdomen. Pada waktu diterima di IGD pasien
terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, tekanan darah terukur 80/40 mmHg dengan
nadi 120x per menit. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya asidosis metabolic,
gangguan elektrolit, anemia dan hipoalbumin. Pasien disimpulkan termasuk pada kriteria
ASA 3, dengan sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan
persiapan darah intraoperatif, mengingat kondisi praoperatif yang jelek dan jenis operasi
besar yang rentan kehilangan darah yang banyak. Alat-alat yang yang diperlukan untuk
resusitasi jantung dan paru juga telah dipersiapkan. Untuk perawatan post operatifnya
disarankan di ICU dengan persiapan ventilator. Untuk tambahan monitoring intra operatif
selain NIBP, laju nadi, SpO2, dan produksi urin, dipasang juga central venous catheter untuk
mengetahui kecukupan cairan pasien dan untuk pemberian obat-obatan inotropic serta
vasopressor apabila diperlukan.

STEP 1

1. Anestesi : keadaan tdidak peka terhadap rasa sakit, sangat berguna untuk melakukan suatu
tindakn pembedahan atau tindakan invasive.
2. Pranastesi : langkah awal dari rangkaian tindakan anastesi yang dilakukan terhadap pasien
bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif, menganalisis jenis
operasi, memilih jenis dan teknik anastesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi,
mempersiapkan obat dan alat anastesi
3. Appendectomy : eksisi appendix vermiformis.
4. Apendisitis : peradangan appendix vermiformis.
5. Asma intermiten : serangan asma yang terjadi < 1 kali seminggu, gejala asma malam < 2 kali
sebulan, serangan singkat tidak mengganggu aktivitas, nilai VEP1 atau APE ≥60 % tetapi ≤80
% nilai prediksi, variability > 30 %
6. Kriteria ASA 2 : (ASA : American Society of Anesthesiologist) penilaian status fisik pasien pra
operasi, meliputi penyakit yang akan dilakukan pembedahan, penyakit penyerta, fungsi
sistem respirasi dan sirkulasi, fungsi hepar dan endokrin, ssp, yang mempengaruhi
kemampuan toleransi terhadap efek obat anastesi.
ASA 2 : Pasien dengan gangguan sistemik ringan, tanpa batasan aktivitas fungsional.
7. Obat sedasi : obat yang menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi
verbal
8. Analgetik : obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri
9. Kortikosteroid : derivate hormone steroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, yang
memiliki peranan penting seperti mengontrol espon inflamasi.
10. Pembiusan subarachnoid block : teknik dalam anastesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anastesi lokal ke dalam ruang subarachnoid dengan tujuan
mendapatkan analgesia setinggi dermatom tertentu sesuai dengan daerah yang diinginkan.
11. Sedasi minimal : keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon normal terhadap
perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi
kardiovaskular dan ventilasi tidak dipengaruhi
12. General anesthesia : tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran. Bebrapa teknik yang dapat dilakukan adalah teknik intravena, inhalasi, dan
intubasi dengan pemasangan endotracheal tube, atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena.
13. Epidural block : anastesi regional yang memblok rasa sakit di bagian tubuh tertentu, dengan
menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural).
14. Laparotomi eksplorasi : bedah terbuka yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnostik klinik
15. Ileus obstruksi : kerusakan atau hilangnya pasase isi saluran cerna karena sumbatan mekanik
sehingga lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus.
16. Asidosis metabolik : keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernapasan menjadi
lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam darah
dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida.
17. Anemia : konsentasi Hb dalam darah dibawah nilai yang diharapkan

18. Hipoalbumin : kadar albumin darah kurang dari 3,5 g/dl, disebabkan oleh produksi albumin
yang tidak adekuat (malnutris, luka bakar, infeksi, dan pada bedah mayor), katabolisme yang
berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan albumin dari tubuh,
hemoragik, ekskresi ginjal yang berlebihan, redistribusi dalam tubuh (bedah mayor dan
kondisi inflamasi)
19. ASA 3 : pasien dengan gangguan sistemik berat, dengan keterbatasan fungsional, satu atau
lebih penyakit moderat/sedang hingga penyakit berat.
20. Resusitasi jantung dan paru : teknik penyelamatan hidup yang terdiri dari dua komponen
yaitu kompresi dada dengan pernapasan bantuan mulut ke mulut.
21. ICU : (Intensive Care Unit) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori
pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat
22. NIBP : (Non Invasive Blood Pressure)
23. Central venous catheter : kateter yang dipasang di vena besar (biasanya dipasang di vena
daerah leher, dada, groin). Tujuan dari pemasangan CVC adalah untuk memasukkan obat
interavena dalam jangka waktu yang lama (seperti antibiotik dan obat kemoterapi)
24. Inotropic : obat yang memengaruhi kontraksi otot jantung
25. Vasopressor : obat yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkna kontraktilitas otot
jantung

1. Apa sajakah persiapan praanestesi yang biasanya dilakukansebelum operasi?

Tujuan: untuk menilai status kesehatan pasien dan segala penyulit sebelum
dilakukannya tindakan anestesi agar dokter anestesi dapat mempersiapkan semua
kebutuhan untuk tindakan tersebut.

i.Mengetahui status fisik pasien praoperatif


ii.Mengetahui & menganalisis jenis operasi
iii.Memilih jenis/teknik anesthesia yang sesuai
iv. Memprediksi kemungkinan penyulit yang dapat terjadi selama bedah atau pasca
bedah
v. Mempersiapkan obat untuk menanggulangi penyulit yang dipresiksi

2. Kenapa harus appendectomy?

Penanganan untuk kasus appendisitis adalah dengan pengangkatan appendiks


(apendektomi). Keterlambatan dalam tatalaksana akan memperburuk keadaan dan
bisa terjadi perforasi. Apabila tidak dilakukan, maka angka kematian akan tinggi,
terutama disebabkan karena peritonitis dan shock.

3. Mengapa Rino yg menderita asma intermittent, yang kambuh hampir tiap bulan namun
bisa reda dengan penggunaan spray salbutamol dikategorikan masuk kriteria ASA 2?

Penyakit asma yang diderita Andi memiliki pengaruh terhadap pemilihan jenis anestesi
yang akan dilakukan. Penggunaan anestesi regional pada penderita penyakit asma lebih
aman dibanding anestesi umum karena kemungkinan komplikasi paru pasca bedah yang
lebih tinggi jika menggunakan anestesi umum.

ASA bertujuan untuk mengevaluasi derajat kesakitan atau status fisik seorang pasien
sebelum memilih obat anestesi yang tepat atau sebelum memulai tindak operatif.
ASA 2: Pasien dgn penyakit sistemik ringan hingga moderat, tanpa keterbatasan aktivitas
fisik.
ASA Klas 2  Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, selain
penyakit yang akan dioperasi. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung organik
tanpa pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan untuk
operasi hernia - Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi appendektomi.
4. Apa saja kategori ASA?

ASA Klas 1  Pasien tanpa gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik.
Proses patologis yang akan dilakukan operasi terbatas lokasinya dan tidak akan
menyebabkan gangguan sistemik. Contoh : - Seorang dewasa muda sehat akan menjalani
operasi hernia inguinalis.

ASA Klas 2  Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, selain penyakit
yang akan dioperasi. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung organik tanpa
pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan untuk operasi hernia -
Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi appendektomi.

ASA Klas 3  Pasien dengan gangguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya selain
penyakit yang akan dioperasi. Contoh : - DM berat dengan komplikasi vaskuler yang
memerlukan tindakan pembedahan.

ASA Klas 4  Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, selain
penyakit yang akan dioperasi . Contoh : - Pasien dengan dekompensasi jantung - Angina
pectoris yang terus-menerus - Insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal atau endokrin

ASA Klas 5  Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Contoh : -
Pasien shock karena perdarahan - Trauma kepala hebat dengan tekanan intrakranial yang
meningkat.

5. Mengapa dr memberikan obat sedasi, analgetik dan kortikosteroid untuk persiapan


operasi?

Pemberian obat sedasi  menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup


sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan. Contohnya
pemberian Midazolam saat premedikasi.

Analgesik  untuk menghilangkan nyeri agar pasien lebih nyaman. Bisa diberikan
analgesik narkotik seperti Morfin dan Petidin.

Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat.

Kortikosteroid  diberikan untuk mencegah hipersktivitas saluran napas, menekan


inflamasi, mempertahankan cairan dan keseimbangan elektrolit dan memelihara fungsi
normal dari sistem kardiovaskuler, sist.imunologik, ginjal, otot rangka.

6. Apa saja persiapan pra-pembedahan ?

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada
orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada
operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk
dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, kosmetik, lensa kontak
dan asesori lainnya.
5. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara
intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.

7. Mengapa Rino direncanakan menjalani pembiusan subarachnoid block yang ditambah


dengan sedasi ringan, walaupun sebenarnya bisa dengan general anesthesia atau epidural
block?
1. Sedasi minimal
Tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana penderita masih dapat melakukan respon
secara normal dan perintah lisan, meskipun fungsi kognitif dan koordinasi sudah menurun
namun fungsi respirasi dan kardiovaskular tidak dipengaruhi.
2. Sedasi sedang
Tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana kesadaran menurun dengan respon
terhadap perintah lisan dan rangsang taktil sudah menurun namun tidak membutuhkan
intervensi lebih lanjut untuk menjaga patensi jalan nafas dan ventilasi spontan yang cukup
3. Sedasi dalam/anestesi umum
Tingkat sedasi dengan menggunakan obat dimana tingkat kesadaran menurun sehingga
penderita tidak memberikan respon terhadap perintah lisan namun berespon setelah
rangsang nyeri berulang. Kemampuan untuk menjaga ventilasi secara spontan mungkin akan
menurun sehingga membutuhkan bantuan ventilasi dan membuka jalan nafas.
Subarachnoid block atau spinal anestesi adalah menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam
ruang sub arachnoid didaerah antara vertebrae L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Dasar dari
pemilihan jenis obat anestesi lokal adalah durasi dari pembedahan itu sendiri dan kebutuhan
untuk segera pulih dan segera mobilisasi paska operasi.
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anesthesia umum ringan.
Kontraindikasi absolut:

Pasien menolak, infeksi tempat penyuntikan, hipovolemik berat, syok, gangguan


pembekuan darah, peningkatan TIK, fasilitasi resusitasi yang minim.

Kontraindikasi relatif:

Infeksi sistemik, kelainan neurologis, ggn. psikis, ggn. jantung, pembedahan


durasi lama, nyeri punggung, dan anak-anak karena kurang kooperatif.

8. Apakah yg dimaksud dengan subarachnoid block, general anesthesia epidural block?


 Anestesi regional atau "blok saraf" adalah bentuk anestesi yang hanya sebagian dari
tubuh dibius (dibuat mati rasa). Hilangnya sensasi di daerah tubuh yang dihasilkan
oleh pengaruh obat anestesi untuk semua saraf yang dilewati persarafannya
(seperti ketika obat bius epidural diberikan ke daerah panggul selama persalinan).
Jika pasien akan dilakukan operasi pada ekstremitas atas (misalnya bahu, siku atau
tangan), pasien akan menerima tindakan anestesi dengan suntikan (blok saraf tepi )
di atas atau di bawah tulang selangka (tulang leher), yang kemudian membius hanya
lengan yang dioperasi. Operasi pada ekstremitas bawah (misalnya pinggul, lutut,
kaki) akan dapat dilakukan dengan teknik anastesi epidural, spinal atau blok saraf
tepi yang akan membius bagian bawah tubuh pasien, atau seperti pada blok
ekstremitas atas, yaitu hanya memblokir persarafan pada daerah perifer.
 evaluasi pra Anestesi yang bertujuan untuk:
1. Menilai kondisi pasien. 2. Menentukan status fisik dan resiko. 3. Menentukan
pilihan tehnik Anestesi yang akan dilakukan. 4. Menjelaskan tehnik Anestesi, resiko
dan komplikasi serta keuntungannya, serta telah mendapat persetujuan melalui
informant consent (surat persetujuan tindakan)
 Evaluasi Pra Anestesi
9. Mengapa berdasarkan pertimbangan jenis dan lokasi operasi serta kepraktisan,
subrachnoid block menjadi pilihan?
Subarachnoid blok.
Tindakan anestesi dengan menggunakan obat anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam kanal
tulang belakang menggunakan jarum yang sangat kecil yaitu ruang subarachnoid. Pasien
menjadi benarbenar mati rasa dan tidak bisa bergerak dari sekitar bagian bawah menurun
sampai ke jari kaki. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi sinyal saraf.
Pasien tetap terjaga untuk prosedur ini tetapi mereka seringkali juga mendapatkan sedasi
untuk mengurangi kecemasan pasien. Anestesi Subarachnoid hanya boleh dilakukan pada
tempat dimana terdapat peralatan resusitasi yang adekuat dan obat-obatan resusitasi dapat
tersedia dengan cepat untuk menangani komplikasi tindakan. Tindakan ini harus dilakukan
oleh dokter yang memiliki kemampuan yang cukup atau dalam arahan seorang dokter yang
memiliki kemampuan yang cukup. Anestesi neuroaksial tidak boleh dilakukan hingga pasien
telah diperiksa oleh seseorang yang memiliki kualifikasi dan oleh seorang dokter yang
memiliki ijin untuk melakukan tindakan Subarachnoid blok.
Indikasi
a. Pembedahan daerah lower abdomen. b. Pembedahan daerah ekstremitas bawah c.
Pembedahan daerah urogenitalia
Kontra Indikasi
a. Absolut
1) Pasien menolak. 2) Syok. 3) Infeksi kulit didaerah injection.
b. Relatif
1) Gangguan faal koagulasi 2) Kelainan Tulang belakang 3) Peningkatan TIK 4) Pasien tidak
kooperatif
 Epidural anestesia adalah salah satu bentuk tehnik regional Anestesi yang paling
banyak digunakan dari blokade saraf. Untuk anestesi, epidural dapat digunakan baik
sebagai teknik tunggal atau dalam kombinasi dengan anestesi umum. Meskipun
teknik epidural gabungan tulang belakang ini semakin populer, lumbar epidural
analgesia masih merupakan pilihan pertama untuk menghilangkan rasa sakit selama
persalinan dan melahirkan. Dalam pengobatan nyeri akut dan kronis, lumbar
epidural analgesia sering digunakan keduanya sebagai alat diagnostik dan terapi.
Tindakan anestesi dengan menginjeksikan obat lokal anestesi ke ruang epidural baik
sebagai tehnik tunggal atau melalui kateter epidural yang diberikan secara
intermitten.
Indikasi
Pembedahan mulai dari leher ke bawah
Kontra Indikasi
a. Absolut.
1) Pasien menolak. 2) Syok. 3) Infeksi kulit didaerah injection.
b. Relatif
1) Gangguan faal koagulasi 2) Kelainan Tulang belakang 3) Peningkatan TIK 4) Pasien
tidak kooperatif

10. Mengapa seorang pasien laki- laki,52 tahun harus dioperasi laparatomi eksplorasi atas
indikasi ileus obstruksi ex causa tumor intra abdomen?
11. Bagaimana interpretasi pasien terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, tekanan
darah terukur 80/40 mmHg dengan nadi 120x per menit dan hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya asidosis metabolic, gangguan elektrolit, anemia dan
hipoalbumin?

Kesadaran apatis = kurangnya respon terhadap keadaan sekeliling ditandai dengan


tidak adanya kontak mata atau mata terlihat menerawang dan tidak fokus.

TD 80/40 mmhg = hipotensi

Nadi 120x/menit = takikardi

Gangguan elektrolit = biasanya didapatkan gambaran hiponatremi dan hipokalemi

Asidosis metabolic = asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi


serum bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah. Asidosis
pada pasien ini bisa disebabkan oleh keadaan hiponatremi dan hipokalemi.

Anemia = bisa terjadi anemia akibat penyakit kronis (tumor intra abdomen)

Hipoalbumin = disebabkan oleh masukan protein yang rendah, peningkatan


kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis.

12. Mengapa pasien disimpulkan termasuk kriteria ASA 3?


13. ASA Klas 3  Pasien dengan gangguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya
selain penyakit yang akan dioperasi.

14. Mengapa sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan
persiapan darah intraoperatif, mengingat kondisi praoperatif yang jelek dan jenis operasi
besar yang rentan kehilangan darah yang banyak? Karna kondisi dan hasil lab
15. Mengapa alat-alat yang yang diperlukan untuk resusitasi jantung dan paru perlu
dipersiapkan?
16. Mengapa untuk perawatan post operatifnya disarankan di ICU dengan persiapan
ventilator?

Ventilator digunakan pada pasien dengan penyakit atau kondisi-kondisi lain yang
mempengaruhi pernapasan sehingga pasien harus berusaha keras atau tidak mampu
untuk bernafas secara spontan.

Tujuan Pemasangan Ventilator

1. Mengurangi kerja pernapasan.

2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

3. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.

4. Menjamin hantaran O2 yang adekuat ke jaringan.


17. Mengapa harus dilakukan monitoring intra operatif selain NIBP, laju nadi, SpO2, dan
produksi urin, dipasang juga central venous catheter untuk mengetahui kecukupan cairan
pasien dan untuk pemberian obat-obatan inotropic serta vasopressor ?

NIBP: pengukuran tekanan sistolik, diastolik dan juga tekanan arteri rerata (MAP)
yang menggambarkan perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.

Laju nadi: pengukuran laju nadi merupakan suatu keharusan karena ggn. sirkulasi
sering terjadi selama pasien dalam pengaruh anestesi (selama operasi).

spO2: mengukur saturasi oksigen perifer, dapat diukur dengan pulse oxymetri.

Produksi urin: ditampung dan diukur volumenya setiap jam, terutama pada operasi
yang lama dan pemberian diuretik selama operasi.

11. Apa indikasi pemasangan Central Venous Catheter?

Indikasi Kateterisasi Vena Sentral :

1. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan cairan, contohnya total nutrisi
parenteral atau kemoterapi.
2. Penderita syok.
3. Kanulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi
resusitasi.
4. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps
seperti pada hipovolemia, ketika vena periper sulit ditemukan misalnya pada
orang gemuk atau tranfusi cairan dibutuhkan secara cepat.
5. Pada kerusakan vena, digunakan pada beberapa pasien dimana semua vena perifer
telah digunakan atau rusak.
6. Pengukuran tekanan vena sentral (Central Venous Pressure)
7. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis.

12. Mengapa dipersiapkan obat inotropik dan vasopressor?

Pemberian obat inotropic untuk persiapan jika sewaktu-waktu terjadi syok


kardiogenik yang diebabkan oleh kelebihan cairan.

- meningkatkan curah jantung i. inotropik: dobutamin, dopamin, epinefrin,


fosfosiesterase inhibitor

Sedangkan obat vasopressor adalah golongan yang memiliki efek farmakologi


membuat pembuluh darah berkonstriksi jika terjadi vasodilatasi sehingga terjadi
penurunan tekanan darah secara drastis. Konstriksi pembuluh darah diperlukan untuk
meningkatkan tekanan darah untuk menjaga perfusi darah ke organ-organ vital seperti
jantung dan otak.

Terapi syok hipovolemik i. Prinsip utama penanganan syok hipovolemik adalah -


terapi cairan - kristaloid : NaCl 0,9%, RL, RA, Ringerfundin - koloid : HES, gelatin,
albumin 5% - produk darah : WB, PRC, FFP, TC. - terapi definitif terhadap penyakit
dasarnya ii. Pada syok hipovolemik yang berkepanjangan dan tidak membaik dengan
terapi cairan maka dipertimbangkan pemberian vasopresor dan/atau inotropik

Syok hipovolemik terjadi karena terjadi penurunan volume intravaskular. 1)


Penyebab tersering adalah: - Kehilangan darah - Sequestrasi cairan di rongga ketiga
(third space), misalnya pada luka bakar, peritonitis, pankreatitis, obstruksi usus. -
Kehilangan melalui saluran gastrointestinal misalnya: diare, muntah, penghisapan
cairan lambung lewat pipa nasogastrik. - Kehilangan melalui ginjal misalnya,
ketoasidosis diabetikum, diabetes insipidus. - Kehilangan melalui kulit misalnya
berkeringat, luka bakar, dermatitis eksfoliatif, gangguan termoregulasi, heat stroke.

Anda mungkin juga menyukai