(Individu)
SUB UNIT :3
UNIT : JTG-84 (Desa Tritunggal)
KECAMATAN : Rembang
KABUPATEN : Rembang
PROVINSI : Jawa Tengah
Disusun Oleh :
SUBDIREKTORAT KKN
DIREKTORAT PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
I. LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
I.1 PENDAHULUAN
Kuliah kerja nyata (KKN) merupakan bentuk pengabdian mahasiswa kepada
masyarakat terkait dengan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi yang meliputi
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan KKN dirintis pada
tahun 1971-1973 oleh seorang pakar hukum yang bernama Koesnadi Hardjasoemantri.
Beliau merupakan alumni Universitas Gadjah Mada yang mencetuskan bahwa diperlukan
kurikulum pembelajaran yang mendidik mahasiswa untuk mengembangkan kecerdasan
konseptual dan kecerdasan sosial secara integratif. Berdasarkan pendapat tersebut,
beliau mengukuhkan kurikulum pembelajaran KKN pertama kali di Universitas Gadjah
Mada. Hingga kini kegiatan KKN dipertahankan menjadi mata kuliah wajib seluruh
mahasiswa Universitas Gadjah Mada.
Kuliah Kerja Nyata Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM)
Universitas Gadjah Mada dilaksanakan di Desa Tritunggal, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Tim KKN berangkat pada tanggal 9 Juni 2017, pukul
22.00 WIB. Perjalanan dari Yogyakarta ke lokasi KKN sekitar 8 jam. Tim KKN sampai di
Desa Tritunggal pada tanggal 10 Juni 2017, pukul 06.00 WIB. Sesampainya di Desa
Tritunggal, para anggota tim KKN tidak langsung diantarkan ke pondokan masing-
masing. Tim KKN menghadiri penyambutan dari kepala desa di balai desa Tritunggal.
Penyambutan dihadiri oleh seluruh mahasiswa KKN JTG-84 Rembang, dosen
pembimbing lapangan, tokoh masyarakat, dan Badan Permusyawarahan Desa. Setelah
upacara penyambutan dari kepala desa, semua anggota tim KKN diantarkan ke
pondokan masing-masing untuk beristirahat.
Desa Tritunggal berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Desa Punjulharjo
di sebelah timur, Jalan Pantura di sebelah selatan, dan Desa Pasar Banggi di sebelah
barat. Secara geografis, wilayah Desa Tritunggal cukup kecil dan didiami oleh 360
keluarga. Tanah Desa Tritunggal tidak terlalu subur sehingga kurang cocok digunakan
untuk kegiatan bertani. Kurangnya kesuburan tanah dan lokasi desa yang dekat dengan
laut menyebabkan mayoritas penduduk desa bekerja sebagai nelayan dan sebagian kecil
bekerja sebagai pengusaha tambak garam, guru, dan buruh pabrik.
Air bersih cukup sulit didapat di Desa Tritunggal karena air yang didapat dari
sumur adalah air payau. Untuk keperluan minum, penduduk Desa Tritunggal kebanyakan
menggunakan air mineral galon isi ulang dan air mineral gelas. Namun, ada juga warga
yang menggunakan air PAM yang direbus dan air sumur. Untuk kegiatan mandi, cuci,
kaskus (MCK), warga menggunakan air PAM dan air sumur Mati air cukup sering terjadi
di Desa Tritunggal. Yang paling sering mengalami mati air adalah Balai Desa dan PAUD.
Hal ini disebabkan karena air sekitar pompa sering surut. Ketika air menipis, udara
banyak yang masuk ke dalam pompa sehingga air sulit untuk naik keluar.
Penduduk Desa Tritunggal memiliki kebiasaan untuk melaut. Di desa ini terdapat
tradisi Nyadran, yaitu tradisi untuk pergi berlayar ke Pulau Karang yang letaknya tidak
jauh dari Pantai Nyamplung, Tritunggal. Kegiatan Nyadran dilakukan setahun sekali dan
bertempo seminggu setelah Lebaran. Tradisi lain yang dapat ditemui di Desa Tritunggal
adalah Sedekah Laut. Penduduk biasanya menjalankan tradisi ini pada pertengahan
bulan Agustus. Tradisi Sedekah Laut dilakukan dengan memberikan sajen berupa kepala
kambing yang dihanyutkan ke laut. Pemberian sajen ini bertujuan agar hasil laut
senantiasa melimpah sepanjang tahun.
Penduduk Desa Tritunggal sangat ramah, terutama sekretaris desanya yang
selalu meluangkan waktunya untuk sekedar berkumpul dengan mahasiswa KKN. Semua
penduduk Desa Tritunggal memeluk agama Islam. Anak-anak sejak PAUD sudah
diikutkan oleh orangtuanya ke Madrasah Ibtida’iyah Annuroniyah yang terletak di wilayah
timur Desa Tritunggal. Tingkat pendidikan yang ditempuh kebanyakan penduduk adalah
sekolah dasar. Penduduk banyak yang mengalami putus sekolah karena kondisi
ekonomi. Mayoritas orangtua tidak mendorong anaknya untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, melainkan menyuruh anaknya untuk pergi melaut.
Permasalahan lain yang ditemukan di Desa Tritunggal adalah orantua terlalu permisif
sehingga banyak anak-anak di bawah umur yang mengendarai sepeda motor hingga ke
jalan Pantura.
PEMBAHASAN
A. Hasil Kegiatan
1. Archaeology for Kids
Kode Sektor: 3.5.16
Klaster: Soshum
Sifat Program: Soshum
Kegiatan Archaeology for Kids dilakukan dengan tujuan untuk
memperkenalkan kepada anak-anak tentang tinggalan sejarah yang ada di
wilayah Rembang, termasuk Desa Tritunggal. Sasaran peserta
Archaeology for Kids adalah siswa SD Tritunggal dan siswa SMP Negeri 4
Rembang. Tinggalan sejarah sangat penting untuk dikenali dan dilestarikan
karena melalui tinggalan sejarah, masyarakat dapat mengetahui sejarah
dan budaya nenek moyang mereka serta mampu menjadi identitas suatu
daerah atau bangsa. Kegiatan Archaeology for Kids diadakan sebanyak
tiga kali pertemuan dengan sasaran peserta pertemuan pertama adalah
siswa SD kelas 1,2, dan 3, peserta pertemuan kedua adalah siswa SD kelas
4,5, dan 6, dan peserta pertemuan ketiga adalah siswa SMP kelas 7.
Pertemuan pertama dilasanakan bersama dengan pihak KPAD, sedangkan
pertemuan kedua dan ketiga dilaksanakan oleh tim KKN saja. Dalam
sosialisasi ini, diharapkan anak-anak dapat mengenali tinggalan sejarah
yang ada di sekitar mereka
2. Historical Outbond
Kode Sektor: 3.5.16
Klaster: Soshum
Sifat Program: Interdisipliner
Kegiatan Historical Outbond merupakan program keberlanjutan dari
Archaeology for Kids. Sama seperti program sebelumnya, kegiatan ini
diadakan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak terhadap tinggalan
sejarah di sekita mereka. Perbedaannya, pada kegiatan ini anak-anak akan
diajak langsung ke lokasi tinggalan sejarah yang ada di sekitar Desa
Tritunggal. Di lokasi tersebut, anak-anak diberi materi yang dikemas dalam
bentuk permainan outbond tentang bagaimana cara melestarikan tinggalan
sejarah yang ada. Pelaksanaan kegiatan ini didasari oleh fakta bahwa di
Desa Tritunggal, kesadaran anak-anak terhadap tinggalan sejarah cukup
rendah. Seharusnya, sudah menjadi tugas masyarakat untuk menyadarkan
dan mendidik anak-anak dalam mengenal tinggalan sejarah di sekitar
mereka serta bagaimana cara menjaga agar tinggalan sejarah yang ada
tetap lestari. Namun, aksi nyata dari masyarakat untuk menjalankan tugas
tersebut masih kurang. Perlu dilakukan tindakan langsung agar anak-anak
mampu menyadari keberadaan tinggalan sejarah, mendekatkan mereka ke
tempat di mana tinggalan sejarah itu berada, dan memberi pemahaman
pentingnya menjaga kelestarian tinggalan sejarah. Historical Outbond
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan pertama ditujukan
untuk anak-anak SD kelas 1,2, dan 3, sedangkan pertemuan kedua
ditujukan untuk anak-anak SD kelas 4,5,dan 6. Semua pertemuan diikuti
oleh siswa SD Tritunggal dengan antusias. Dengan demikian, diharapkan
anak-anak lebih mampu mengenal tinggalan sejarah di sekitar Desa
Tritunggal dan memiliki kesadaran untuk melestarikannya. Melalui program
ini, anak-anak juga diharapkan mampu bekerjasama dalam memecahkan
masalah-masalah sederhana terkait pelestarian tinggalan sejarah.
E. Temuan Baru dan/ atau Unik dalam Hal Kekayaan Alam, Teknologi
Lokal dan Budaya
Desa Tritunggal mempunyai kekayaan alam berupa pantai dan hasil
laut. Pantai yang dimiliki oleh Desa Tritunggal bernama Pantai Nyamplung.
Kini, Pantai Nyamplung sedang dikembangkan untuk menjadi pantai
wisata. Di desa ini juga terdapat tambak ikan maupun garam yang cukup
luas. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah bandeng dan mujair. Hasil dari
tambak ikan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-
hari sekaligus dijual ke pasar untuk menambah pendapatan. Ikan yang
didapatkan secara langsung dari laut maupun tambak sangat segar dan
lezat ketika dikonsumsi dibanding ikan yang didapatkan di pasar.
Setiap setahun sekali, penduduk Desa Tritunggal mengadakan
kegiatan Sedekahan Laut. Tradisi ini dilakukan pada pertengahan bulan
Agustus di mana masyarakat Desa Tritunggal memberikan sesajen ke
Pantai Nyamplung. Kegiatan Sedekahan laut diawali dengan tarian kuda
lumping yang diadakan di depan balai desa pada pagi hari. Menjelang
siang, terdapat arak-arakan yang berjalan ke arah pantai. Puncak dari
kegiatan ini adalah menghanyutkan kepala kambing ke Laut Jawa. Tradisi
Sedekahan Laut dijalankan sebagai ucap syukur atas hasil laut yang
didapatkan dan bertujuan agar hasil tangkapan melimpah sepanjang tahun.
F. Potensi pengembangan/keberlanjutan
Potensi yang dapat dikembangkan di Desa Tritunggal adalah
kesadaran para generasi muda, terutama anak-anak akan tinggalan
sejarah budaya di sekitar mereka dan kesadaran untuk memeliharanya
sehingga warisan budaya di desa mereka tetap lestari. Ruang baca yang
berisi kumpulan buku dapat dikembangkan menjadi perpustakaan desa di
mana warga mampu menggunakan fasilitas tersebut sebagai tempat untuk
belajar dan membaca. Perlu ada pendampingan dari pihak yang terkait
untuk keberlangsungan program-program yang telah diberikan oleh tim
KKN agar pengembangan potensi warga kian meningkat.
III. SARAN
Rumah warga Desa Tritunggal berpusat di wilayah bagian barat dan utara
desa, di perbatasan dengan Desa Pasar Banggi dan tambak garam. Sedangkan
wilayah bagian timur yang berbatasan dengan Desa Punjulharjo dan wilayah di tepi
jalan Pantura lebih sedikit warganya dan terpisah dengan sawah yang cukup luas.
Warga yang berdomisili di wilayah bagian timur Desa Tritunggal cukup sering
terlupakan dan hanya sedikit program yang menjangkau wilayah bagian timur. Untuk
KKN selanjutnya, program lebih diratakan hingga ke wilayah bagian timur.
Alangkah lebih baik apabila KKN berikutnya melakukan program
pendampingan Karang Taruna karena organisasi ini merupakan sarana utama para
generasi muda untuk membangun desa mereka. Pendampingan organisasi ini agar
berkembang menjadi lebih baik tidak hanya dilakukan sekali, melainkan berkali-kali
agar karakter pengurus Karang Taruna kian terbentuk.
IV. LAMPIRAN
1. Archaeology for Kids
2. Historical Outbond