KERETA API
DOSEN : DRS. MOCHAMAD TRIJONO SATRIJO, M.STr, MM
DISUSUN OLEH
PERTANYAAN:
1. Dalam pemetaan sistem operasi lalu lintas dan angkutan kereta api, apakah yang menjadi
outputnya, serta apa saja atribut yang ditawarkan?
3. Apa yang dimaksud dengan “Product life cycle” dalam manajemen operasi ? Cobalah
jelaskan.
4. Dalam pelayanan dikenal apa yang disebut dengan “service gap analysis” dari
Parasuraman dkk. Apakah inti nya ?
6. Perencana Operasi Angkutan Kereta api harus memastikan bahwa Stasiun sebagai salah
satu Input dalam Manajemen Operasi kereta api harus memenuhi persyaratan
keselamatan tertentu. Dalam keadaan darurat, semua penumpang kereta api yang masih
berada di Peron harus sudah bisa dievakuasi dalam waktu tertentu. Dalam Standar
Internasional (NFPA-130) ditentukan waktu maksimum pengosongan Peron tersebut
adalah 4 menit.
Panjang : 180 m
Lebar : 4m
Pertanyaan : Pada saat kondisi darurat, hitunglah apakah Peron bisa dikosongkan dalam
waktu 4 menit sesuai dengan standar NFPA-130 ?
Gunakan bantuan Tabel LOS untuk pejalan kaki dan Tabel untuk LOS untuk area
menunggu
7. Pengendalian pergerakan dan penggunaan sarana (rolling stock) diatas jalur kereta api
merupakan salah satu aktifitas operasi angkutan kereta api.
a. Berdasarkan apakah pengendalian tersebut dilakukan
b. Aktifitas apa saja yang dikendalikan?
8. Salah satu karakter fisik dari perkeretaapian adalah bahwa pergerakan kereta api itu
terikat dengan jalurnya. Sehingga diperlukan upaya pencegahan dari bahaya tabrakan
antar kereta api atau dengan yang lain.
Secara teknis, upaya ini bisa dilakukan dengan “sistem pengendalian operasi kereta api”.
Cobalah jelaskan Bagaimana cara melakukan pengendalian tersebut? (clue : berkaitan
dengan sistem persinyalan)
9. Dalam manajemen operasi kereta api, Perencana operasi kereta api haruslah memperhatikan
kapasitas lintas dari jalur sebelum memutuskan berapa jumlah kereta api yang akan
dijalankan. Karena bilamana jumlah kereta api yang dijalankan sudah melebihi kapasitas
lintasnya, maka akan terjadi kemungkinan jadwal perjalanan tidak terpenuhi, yang selain
mengakibatkan ketidak puasan pelanggan, juga menyebabkan inefisiensi.
Dalam soal ini disebutkan suatu lintas kereta api terdiri dari stasiun-stasiun A, B, C, D, E, F,
G dan H, Jarak A-B = 6 km, B-C = 8 km, C-D = 6 km, D-E = 7 km, E-F – 12 km, F-G = 8
km dan G-H = 10 km.
Di stasiun-stasiun itu dilengkapi dengan perangkat sinyal elektrik dengan blok otomatis,
lintas A - H lintas datar dan kecepatan rata-rata kereta api yang berjalan 80km/jam, besar
faktor effisiensi 60%, nilai C 1 = 0,25 menit, dan C 2 = 0,5 menit
Ditanya :
Dengan menggunakan rumus “scott”.
Untuk mengingatkan, kapasitas lintas dalam rumus “scott” ini dihitung berdasarkan jarak
petak blok terpanjang sebagai petak jalan penentu, dan kecepatan terendah diantara kereta api
yang beroperasi di lintas tersebut. Bilamana kecepatannya sama, maka kecepatan kereta api
tersebut yang digunakan.
Contoh menghitung waktu perjalanan kereta api untuk membuat gapeka dan dasar
perhitungan kapasitas lintas (Dinamika kendaraan rel Jilid 1, Drs. M. Subyanto)
Perhitungan ini tidak menggunakan rumus GLBB (gerak lurus berubah beraturan).
Periode akselerasi ditetapkan 1,5 menit, dan periode deselerasi ditetapkan 0,5 menit
(berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk kereta yang ditarik lokomotif)
Dalam pembuatan grafik perjalanan kereta api atau GAPEKA, maka pada umumnya
diambil harga rata-rata untuk kerugian waktu pada periode mula gerak dan periode
penghentian, yaitu sebagai berikut :
Contoh soal :
Pertanyaan :
Buatlah grafik perjalanan kereta api kilat dari A ke C, yang berangkat dari A
(km 0) jam 06.00 dan berhenti di B selama 5 menit.
Perhitungan :
Kecepatan operasi
Untuk petak jalan A-B terdapat Vi = 73 km/jam
Untuk petak jalan B-C terdapat Vi = 52 km/jam
t
A-B = 84x60/73 = 69' berangkat A jam 06.00
Mula gerak + penghentian = 2'
Didalam GAPEKA grafik perjalanan kereta api tersebut terlukis sebagai berikut :
Jadi tanpa menggunakan rumus GLBB (gerak lurus berubah beraturan) maka berdasarkan angka
empiris, periode akselerasi sudah diperoleh angka 1,5 menit, dan periode deselerasi diperoleh
angka 0,5 menit, yang harus ditambahkan pada waktu perjalanan.
JAWABAN:
1. Dalam pemetaan sistem operasi lalu lintas dan angkutan kereta api, yang menjadi output dan
atribut yang ditawarkan adalah berupa barang (produksi lokomotif dan produksi
gerbong/kereta) dan jasa/pelayanan (proses yang terjadi di perkeretaapian untuk
menghasilkan jasa pelayanan berupa perjalanan kereta api guna mengangkut penumpang atau
barang).
2. Manajemen Operasi bertanggung jawab terhadap Proses Transformasi dalam mengubah
Input menjadi Output dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Proses Transformasi itu
harus sedemikian rupa sehingga terhindar terjadinya gap antara harapan konsumen berkaitan
dengan apa yang mereka inginkan dengan persepsi manajemen dalam menterjemahkan
keinginan tersebut
Berikanlah contohnya dengan menggunakan flow-chart Input - Proses Transformasi –Output,
dalam konteks Manajemen Operasi angkutan Kereta api
3. “Product life cycle” dalam manajemen operasi yaitu
Penjelasan:
1. Pada umumnya perusahaan akan mengalami arus kas negative saat perusahaan
mengembangkan produk.
2. Produk berhasil, kerugian dapat teratasi.
3. Produk sukses dapat menghasilkan keuntungan sebelum siklus hidupnya
menurun.
4. Keuntungan menurun, harus memperkenalkan produk baru.
Tugas Manajer Operasi : mendesain sistem yg dapat membantu mengenalkan produk
baru dengan sukses. Organisasi perlu terus-menerus memperkenalkan produk baru agar
dapat bertahan hidup.
1. Fase Introduksi, produk dalam fase ini masih sedang disesuaikan dengan keinginan
pasar, kondisi ini memungkinkan terjadinya:
• Penelitian
• Pengembangan produk
• Modifikasi dan perbaikan proses
• Pengembangan pemasok
2. Fase Pertumbuhan, dalam fase ini desain produk mulai stabil dan diperlukan
peramalan kebutuhan kapasitas yang efektif.
3. Fase Kematangan, sebuah produk sudah dewasa, pesaing mulai bermunculan
(produksi jumlah besar dan inovatif).
4. Fase Penurunan, produk yang hampir mati:
• Dihentikan
• Mengenalkan produk baru
Menurut Parasuraman, Berry, dan Zethaml, 1990 yang dikutip oleh Soetjipto (1997) diantara
kelima kesenjangan di atas, kesenjangan kelimalah yang paling penting dan kunci untuk
menghilangkan kesenjangan tersebut adalah dengan cara menghilangkan kesenjangan 1
hingga kesenjangan 4.
Panjang : 180 m
Lebar : 4m
Pertanyaan : Pada saat kondisi darurat, hitunglah apakah Peron bisa dikosongkan dalam
waktu 4 menit sesuai dengan standar NFPA-130 ?
Gunakan bantuan Tabel LOS untuk pejalan kaki dan Tabel untuk LOS untuk area menunggu.
Penyelesaian:
= 1125 orang
= 4,573 menit
Jadi kesimpulannya yaitu tidak memenuhi syarat standar NFPA 130, karena 4,573 menit > 4
menit (walkway kurang lebar).
7. Pengendalian pergerakan dan penggunaan sarana (rolling stock) diatas jalur kereta api
merupakan salah satu aktifitas operasi angkutan kereta api.
a. Pengendalian tersebut dilakukan oleh Pengendali Perjalanan Kereta Api atau oleh OCC,
berdasarkan Gapeka.
Operasi KA berkaitan dengan semua aktifitas yang berhubungan dengan perjalanan KA,
yang meliputi.
Pengendalian pergerakan dan penggunaan saranan (rolling stock) di atas jalur Kereta
Api.
Semua permasalahan yang diakibatkan oleh pergerakan tersebut termasuk didalamny
fasilitas operasi perkeretaapian, serta kriteria, standar, prosedur yang dimaksud.
Agar pergerakan Kereta Api sesuai dengan Gapeka, maka diperlukan dukungan dari antara
lain:
8. Salah satu karakter fisik dari perkeretaapian adalah bahwa pergerakan kereta api itu terikat
dengan jalurnya. Sehingga diperlukan upaya pencegahan dari bahaya tabrakan antar kereta
api atau dengan yang lain. Secara teknis, upaya ini bisa dilakukan dengan “sistem
pengendalian operasi kereta api”. Cara melakukan pengendalian tersebut berkaitan dengan
sistem persinyalan yang digunakan :
1. Setempat
2. Daerah dan terpusat
Berlaku baik untuk persinyalan mekanik ataupun elektrik.
Pada sistem persinyalan fixed block, semua sinyal, wesel dan semua blok di monitor dan
dikendalikan oleh “interlocking”, yang terdiri atas susunan computer/relay yang dipasang
pada stasiun-stasiun tertentu, yang dioperasikan oleh ppka melalui “local control panel”
(lcp). Interlocking ini mengendalikan wesel, sinyal jalur dan berkaitan dengan info blok.
Susunan interlocking ini dikonfigurasikan sedemikian rupa agar jika terjadi
kerusakan/gangguan, maka perka tetap terjamin keselamatannya; dengan istilah umum di
perkeretaapian disebut sebagai “fail safe”.
Saat ini perkeretaapan indonesia, sebagian besar masih menggunakan sisitem persinyalan
fixed block, yang bahkan belum menerapkan amanat dari pm 52 tahun 2014 berkaitan
dengan skko (sistem keselamatan kereta api otomatis). Sumber daya manusia masih menjadi
faktor utama keselamatan perjalanan kereta api. Sistem kendali perjalanan kereta api masih
berada di tingkatan otomasi (grade of automation) goa-0, artinya operasi kereta api tanpa
atp ( juga tanpa ato). Dengan demikian, meskipus aspek sinyal masuk adalah merah, yang
berarti indikasi “berhenti”, kalau masinis tidak melakukan pengereman, akan berpotensi
terjadi kecelakaan. Sehingga melengkapi sistem persinyalan pada tahap awal dengan
automatic train stop sebelum dilengkapi dengan atp adalah sangat penting, sehingga dapat
mengurangi dampak “human error”
Sistem kendali kereta api
(train control system)
Namun, factor kesalahan manusia (human error) di system persinyalan fixed block GoA-0
sebagaimana yang dipergunakan oleh perkeretaapian Indonesia saat ini (PT,. KAI), ternyata
masih menjadi permasalahan. Sebab betapapun system persinyalan bersifat “FAIL SAFE” ,
tetapi bilaman terjadi pelanggaran aspek sinyal “BERHENTI”, maka potensi bahaya
tabrakan tetap muncul.
Sehingga pada fase berikutnya, untuk meningkatkan keselamatan operasi kereta api, dalam
hal ini adalah mengurangi tingkat kesalahan masinis, diadakan keterkaitan antara aspek
sinyal dengan pengereman pada sarana ka, sehingga bila terjadi kesalahan masinis, maka
pengereman akan secara bekerja secara otomatis sesuai yang dibutuhkan.
Untuk terjadinya keterkaitan ini diperlukan transponder/beacon/balise di jalur rel dan
receiver/balise antenna pada sarana. Sistem keterkaitan ini dikenal sebagai “ATP”
(AUTOMATIC TRAIN PROTECTION). ATP merupakan perangkat “VITAL”
Selain untk pengereman, transponder tersebut dimanfaatkan pula untuk mendeteksi posisi
kereta api, yang digunakan sebagai masukan pada computer on-board (pada sarana ka) untuk
mengkalkulasi jarak antar perka berurutan, kemudian digunakan untuk pengaturan jarak
aman antar perka berurutan.
Pengaturan jarak aman antar perka ini kemudian dijadikan dasar awal dari “MOVING
BLOCK”. Pada sistem persinyalan moving block, atp sudah dilengkapi dengan ATO
(AUTOMATIC TRAIN OPERATION).
Untuk sistem persinyalan moving block, MRT Jakarta adalah salah satu contoh
perkeretaapian perkotaan yang sudah menerapkan sistem keselamatan kereta api otomatis
dan masuk tingkatan “GoA-2”.
Karena sistem persinyalannya adalah moving block, maka di emplasemen stasiun tidak
terdapat fisik peraga persinyalan jalur. Di emplasemen terletak balise, PSD (PLATFORM
SCREEN DOOR) bilamana dilengkapi serta PID (PASSENGER INFORMATION
DISPLAY).
9. Diketahui: :
- Petak A-B = 6 km
- Petak B-C = 8 km
- Petak C-D = 6 km
- Petak D-E = 7 km
- Petak E-F = 12 km
- Petak F-G = 8 km
- Petak G-H = 10 km
- V rata-rata = 80km/jam
- Faktor effisiensi = 60%,
- C 1 = 0,25 menit
- C 2 = 0,5 menit
- t=c 1+ c 2=0,75 menit
- K=0,6
Ditanya :
Penyelesaian:
Petak A-B
s
v=
t
6 km
80 km/jam =
t
6 km
t= = 0,075 jam = 4,5 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
C= = = = 164,5
T +t 4,5+ 0,75 5,25
Petak B-C
s
v=
t
8 km
80 km/jam =
t
8 km
t= = 0,1 jam = 6 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
C= = = = 128
T +t 6+ 0,75 6,75
Petak C-D
s
v=
t
6 km
80 km/jam =
t
6 km
t= = 0,075 jam = 4,5 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
C= = = = 164,5
T +t 4,5+ 0,75 5,25
Petak D-E
s
v=
t
7 km
80 km/jam =
t
7 km
t= = 0,08 jam = 5,25 menit
80 km/ jam
B) PETAK A-B
T = 4,5 t = 0.75
A
B
PETAK B-C
T= 6 t = 0.75
B
PETAK C-D
T= 4,5 T = 0.75
C
PETAK D-E
T= 5,25 T = 0.75
D
PETAK E-F
T= 9 T = 0.75
E
PETAK F-G
T= 6 T = 0.75
F
PETAK G-H
T=7,5 T = 0.75