Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN OPERASI ANGKUTAN

KERETA API
DOSEN : DRS. MOCHAMAD TRIJONO SATRIJO, M.STr, MM

DISUSUN OLEH

NI LUH PUTU MEITHA FRANDINA


17.01.058
TD 3.2

POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT INDONESIA – STTD


D.IV TRANSPORTASI DARAT
TAHUN 2020
RESUME PERKULIAHAN MANAJEMEN OPERASI ANGKUTAN KA KELAS 3.2 (8 Juli
2020)

PERTANYAAN:

1. Dalam pemetaan sistem operasi lalu lintas dan angkutan kereta api, apakah yang menjadi
outputnya, serta apa saja atribut yang ditawarkan?

2. Manajemen Operasi bertanggung jawab terhadap Proses Transformasi dalam mengubah


Input menjadi Output dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Proses Transformasi itu
harus sedemikian rupa sehingga terhindar terjadinya gap antara harapan konsumen
berkaitan dengan apa yang mereka inginkan dengan persepsi manajemen dalam
menterjemahkan keinginan tersebut
Berikanlah contohnya dengan menggunakan flow-chart Input - Proses Transformasi –
Output, dalam konteks Manajemen Operasi angkutan Kereta api

3. Apa yang dimaksud dengan “Product life cycle” dalam manajemen operasi ? Cobalah
jelaskan.

4. Dalam pelayanan dikenal apa yang disebut dengan “service gap analysis” dari
Parasuraman dkk. Apakah inti nya ?

5. Manajemen Operasi bertanggung jawab terhadap Proses Transformasi dalam mengubah


Input menjadi Output dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Proses Transformasi itu
harus sedemikian rupa sehingga terhindar terjadinya gap antara harapan konsumen
berkaitan dengan apa yang mereka inginkan dengan persepsi manajemen dalam
menterjemahkan keinginan tersebut
Berikanlah contohnya dengan menggunakan flow-chart Input - Proses Transformasi –
Output, dalam konteks Manajemen Operasi angkutan Kereta api.

6. Perencana Operasi Angkutan Kereta api harus memastikan bahwa Stasiun sebagai salah
satu Input dalam Manajemen Operasi kereta api harus memenuhi persyaratan
keselamatan tertentu. Dalam keadaan darurat, semua penumpang kereta api yang masih
berada di Peron harus sudah bisa dievakuasi dalam waktu tertentu. Dalam Standar
Internasional (NFPA-130) ditentukan waktu maksimum pengosongan Peron tersebut
adalah 4 menit.

Diketahui : Peron Stasiun Kereta api

 Panjang : 180 m

 Lebar : 4m

 Sesuai PM 29 Thn. 2011, ukuran luasan untuk penumpang di peron


adalah 0,64 m²/orang pada jam sibuk (waktu terpadat)

 Peron dihubungkan dengan walkway/jalur untuk pejalan kaki menuju


keluar Stasiun dengan lebar 3 m

Pertanyaan : Pada saat kondisi darurat, hitunglah apakah Peron bisa dikosongkan dalam
waktu 4 menit sesuai dengan standar NFPA-130 ?

Gunakan bantuan Tabel LOS untuk pejalan kaki dan Tabel untuk LOS untuk area
menunggu

7. Pengendalian pergerakan dan penggunaan sarana (rolling stock) diatas jalur kereta api
merupakan salah satu aktifitas operasi angkutan kereta api.
a. Berdasarkan apakah pengendalian tersebut dilakukan
b. Aktifitas apa saja yang dikendalikan?

8. Salah satu karakter fisik dari perkeretaapian adalah bahwa pergerakan kereta api itu
terikat dengan jalurnya. Sehingga diperlukan upaya pencegahan dari bahaya tabrakan
antar kereta api atau dengan yang lain.
Secara teknis, upaya ini bisa dilakukan dengan “sistem pengendalian operasi kereta api”.
Cobalah jelaskan Bagaimana cara melakukan pengendalian tersebut? (clue : berkaitan
dengan sistem persinyalan)
9. Dalam manajemen operasi kereta api, Perencana operasi kereta api haruslah memperhatikan
kapasitas lintas dari jalur sebelum memutuskan berapa jumlah kereta api yang akan
dijalankan. Karena bilamana jumlah kereta api yang dijalankan sudah melebihi kapasitas
lintasnya, maka akan terjadi kemungkinan jadwal perjalanan tidak terpenuhi, yang selain
mengakibatkan ketidak puasan pelanggan, juga menyebabkan inefisiensi.
Dalam soal ini disebutkan suatu lintas kereta api terdiri dari stasiun-stasiun A, B, C, D, E, F,
G dan H, Jarak A-B = 6 km, B-C = 8 km, C-D = 6 km, D-E = 7 km, E-F – 12 km, F-G = 8
km dan G-H = 10 km.
Di stasiun-stasiun itu dilengkapi dengan perangkat sinyal elektrik dengan blok otomatis,
lintas A - H lintas datar dan kecepatan rata-rata kereta api yang berjalan 80km/jam, besar
faktor effisiensi 60%, nilai C 1 = 0,25 menit, dan C 2 = 0,5 menit
Ditanya :
Dengan menggunakan rumus “scott”.
Untuk mengingatkan, kapasitas lintas dalam rumus “scott” ini dihitung berdasarkan jarak
petak blok terpanjang sebagai petak jalan penentu, dan kecepatan terendah diantara kereta api
yang beroperasi di lintas tersebut. Bilamana kecepatannya sama, maka kecepatan kereta api
tersebut yang digunakan.

a. Hitunglah kapasitas tiap petak jalan


b. Buatlah grafik balok dari keadaan kapasitas tiap petak jalan
c. Petak jalan mana yang menjadi petak jalan penentu.
d. Berapa besar kapasitas lintas A-H itu?

10. Pelajari bahan kuliah tambahan berikut :

Contoh menghitung waktu perjalanan kereta api untuk membuat gapeka dan dasar
perhitungan kapasitas lintas (Dinamika kendaraan rel Jilid 1, Drs. M. Subyanto)

Perhitungan ini tidak menggunakan rumus GLBB (gerak lurus berubah beraturan).
Periode akselerasi ditetapkan 1,5 menit, dan periode deselerasi ditetapkan 0,5 menit
(berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk kereta yang ditarik lokomotif)
Dalam pembuatan grafik perjalanan kereta api atau GAPEKA, maka pada umumnya
diambil harga rata-rata untuk kerugian waktu pada periode mula gerak dan periode
penghentian, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk kereta api penumpang


Periode mula gerak = 1½ menit (Periode akselerasi)
Periode penghentian = ½ menit (Periode deselerasi)
Jumlah per etape = 2 menit

2. Untuk kereta api penumpang/barang


Periode mula gerak = 2 menit
Periode penghentian = 1 menit
Jumlah per etape = 3 menit

Contoh soal :

Petak jalan antara Jarak Vmax


Stasiun A ke B 84 km 90 km/jam
Stasiun B ke C 65 km 60 km/jam

Pertanyaan :

Buatlah grafik perjalanan kereta api kilat dari A ke C, yang berangkat dari A
(km 0) jam 06.00 dan berhenti di B selama 5 menit.

Perhitungan :

Kecepatan operasi
Untuk petak jalan A-B terdapat Vi = 73 km/jam
Untuk petak jalan B-C terdapat Vi = 52 km/jam

Perhitungan tempo perjalanan :


Dari A-B-C :

t
A-B = 84x60/73 = 69' berangkat A jam 06.00
Mula gerak + penghentian = 2'

Dari A ke B = 71’ Datang B jam 07.11


Berhenti di B = 5'

Jumlah = 76' Berangkat B jam 07.16

tB-C = 65x60/52 = 75'


mula gerak + penghentian = 2'

dari A – B – C = 153' Datang C jam 08.33

Didalam GAPEKA grafik perjalanan kereta api tersebut terlukis sebagai berikut :

Stasiun Jarak Vmax Vi= WIB


A (km 0) 06.00 07.00 08.00 09.
84 km 90 73
km/jam km/jam
07.11
07.16
B (km 84)
65 km 60 52
08.33
km/jam km/jam
C (km 149)

Jadi tanpa menggunakan rumus GLBB (gerak lurus berubah beraturan) maka berdasarkan angka
empiris, periode akselerasi sudah diperoleh angka 1,5 menit, dan periode deselerasi diperoleh
angka 0,5 menit, yang harus ditambahkan pada waktu perjalanan.
JAWABAN:

1. Dalam pemetaan sistem operasi lalu lintas dan angkutan kereta api, yang menjadi output dan
atribut yang ditawarkan adalah berupa barang (produksi lokomotif dan produksi
gerbong/kereta) dan jasa/pelayanan (proses yang terjadi di perkeretaapian untuk
menghasilkan jasa pelayanan berupa perjalanan kereta api guna mengangkut penumpang atau
barang).
2. Manajemen Operasi bertanggung jawab terhadap Proses Transformasi dalam mengubah
Input menjadi Output dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Proses Transformasi itu
harus sedemikian rupa sehingga terhindar terjadinya gap antara harapan konsumen berkaitan
dengan apa yang mereka inginkan dengan persepsi manajemen dalam menterjemahkan
keinginan tersebut
Berikanlah contohnya dengan menggunakan flow-chart Input - Proses Transformasi –Output,
dalam konteks Manajemen Operasi angkutan Kereta api
3. “Product life cycle” dalam manajemen operasi yaitu

Penjelasan:

1. Pada umumnya perusahaan akan mengalami arus kas negative saat perusahaan
mengembangkan produk.
2. Produk berhasil, kerugian dapat teratasi.
3. Produk sukses dapat menghasilkan keuntungan sebelum siklus hidupnya
menurun.
4. Keuntungan menurun, harus memperkenalkan produk baru.
Tugas Manajer Operasi : mendesain sistem yg dapat membantu mengenalkan produk
baru dengan sukses. Organisasi perlu terus-menerus memperkenalkan produk baru agar
dapat bertahan hidup.

1. Fase Introduksi, produk dalam fase ini masih sedang disesuaikan dengan keinginan
pasar, kondisi ini memungkinkan terjadinya:
• Penelitian
• Pengembangan produk
• Modifikasi dan perbaikan proses
• Pengembangan pemasok
2. Fase Pertumbuhan, dalam fase ini desain produk mulai stabil dan diperlukan
peramalan kebutuhan kapasitas yang efektif.
3. Fase Kematangan, sebuah produk sudah dewasa, pesaing mulai bermunculan
(produksi jumlah besar dan inovatif).
4. Fase Penurunan, produk yang hampir mati:
• Dihentikan
• Mengenalkan produk baru

4. Dalam pelayanan “service gap analysis” dari Parasuraman dkk adalah

Kelima gap (kesenjangan) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen perusahaan; kesenjangan


tersebut tercipta akibat manajemen perusahaan salah mengerti terhadap apa yang
diharapkan pelanggan.
2) Kesenjangan antara persepsi manajemen perusahaan atas harapan pelanggan dan
spesifikasi kualitas pelayanan; kesenjangan tersebut terjadi akibat kesalahan Jasa yang
Dirasakan Komunikasi Dari mulut ke Kebutuhan Personal Pengalaman Masa Lalu Jasa
yang Diharapkan Penyampaian Jasa Penjabaran Spesifikasi Persepsi Manajemen
Komunikasi Eksternal Konsumen Pemasar penerjemahan persepsi manajemen
perusahaan yang tepat atas harapan para pelanggan perusahaan ke dalam bentuk tolok
ukur kualitas pelayanan.

3) Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan pemberian pelayanan kepada


pelanggan; keberadaan kesenjangan tersebut lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan
sumber daya manusia perusahaan untuk memenuhi standar kualitas pelayanan yang telah
ditetapkan.

4) Kesenjangan antara pemberian pelayanan kepada pelanggan dan komunikasi eksternal;


kesenjangan tersebut tercipta karena perusahaan ternyata tidak mampu memenuhi jani-
janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai bentuk promosi.

5) Kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan pelayanan yang diterima;


kesenjangan tersebut ada sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan para pelanggan.

Menurut Parasuraman, Berry, dan Zethaml, 1990 yang dikutip oleh Soetjipto (1997) diantara
kelima kesenjangan di atas, kesenjangan kelimalah yang paling penting dan kunci untuk
menghilangkan kesenjangan tersebut adalah dengan cara menghilangkan kesenjangan 1
hingga kesenjangan 4.

5. Manajemen Operasi bertanggung jawab terhadap Proses Transformasi dalam mengubah


Input menjadi Output dalam rangka memenuhi permintaan pasar. Proses Transformasi itu
harus sedemikian rupa sehingga terhindar terjadinya gap antara harapan konsumen berkaitan
dengan apa yang mereka inginkan dengan persepsi manajemen dalam menterjemahkan
keinginan tersebut

Berikanlah contohnya dengan menggunakan flow-chart Input - Proses Transformasi –Output,


dalam konteks Manajemen Operasi angkutan Kereta api
6. Diketahui : Peron Stasiun Kereta api

 Panjang : 180 m

 Lebar : 4m

 Sesuai PM 29 Thn. 2011, ukuran luasan untuk penumpang di peron


adalah 0,64 m²/orang pada jam sibuk (waktu terpadat)

 Peron dihubungkan dengan walkway/jalur untuk pejalan kaki menuju


keluar Stasiun dengan lebar 3 m

Pertanyaan : Pada saat kondisi darurat, hitunglah apakah Peron bisa dikosongkan dalam
waktu 4 menit sesuai dengan standar NFPA-130 ?

Gunakan bantuan Tabel LOS untuk pejalan kaki dan Tabel untuk LOS untuk area menunggu.

Penyelesaian:

 Luas peron = pxl


= 180 x 4
= 720 m²
 Jumlah orang di peron ( Ptotal )
720
Ptotal =
0 , 64

= 1125 orang

 LOS pejalan kaki dengan luasan 0,64m²/org


LOS E
Pedestrian Space = 0,5 – 0,9 m²/org
Speed = 46 ͫ/ₘₘ
Flow per unit width = 66 – 82 P/m/min
Widht walkway = 3m
Flow on walkway = 82 x 3
= 246 P/m/min
 Waktu yang diperlukan untuk mengosongkan peron
1125
=
246

= 4,573 menit

Jadi kesimpulannya yaitu tidak memenuhi syarat standar NFPA 130, karena 4,573 menit > 4
menit (walkway kurang lebar).

7. Pengendalian pergerakan dan penggunaan sarana (rolling stock) diatas jalur kereta api
merupakan salah satu aktifitas operasi angkutan kereta api.

a. Pengendalian tersebut dilakukan oleh Pengendali Perjalanan Kereta Api atau oleh OCC,
berdasarkan Gapeka.
Operasi KA berkaitan dengan semua aktifitas yang berhubungan dengan perjalanan KA,
yang meliputi.
 Pengendalian pergerakan dan penggunaan saranan (rolling stock) di atas jalur Kereta
Api.
 Semua permasalahan yang diakibatkan oleh pergerakan tersebut termasuk didalamny
fasilitas operasi perkeretaapian, serta kriteria, standar, prosedur yang dimaksud.

b. Aktifitas yang dikendalikan yaitu berupa:


1. Waktu keberangkatan
2. Waktu kedatangan
3. Kecepatan
4. Headway (khususnya di KA Perkotaan)
5. Persilangan dan Penyusulan pada Jalur Tunggal
6. Penyusulan pada Jalur Ganda
7. Waktu Tunggu Stasiun (dwell time)
8. Pemulihan Waktu Perjalanan KA (recovery time)

Agar pergerakan Kereta Api sesuai dengan Gapeka, maka diperlukan dukungan dari antara
lain:

- Jalur (termasuk wesel dan crossing)


- Persinyalan dan Telekomunikasi
- Regulasi/Peraturan Operasi Kereta Api
- Dan sebagainya

8. Salah satu karakter fisik dari perkeretaapian adalah bahwa pergerakan kereta api itu terikat
dengan jalurnya. Sehingga diperlukan upaya pencegahan dari bahaya tabrakan antar kereta
api atau dengan yang lain. Secara teknis, upaya ini bisa dilakukan dengan “sistem
pengendalian operasi kereta api”. Cara melakukan pengendalian tersebut berkaitan dengan
sistem persinyalan yang digunakan :

1. sistem persinyalan fixed blok :


a. persinyalan mekanik
b. persinyalan elektrik
2. sistem persinyalan moving block (sudah diterapkan di mrt jakarta, goa-2)

SISTEM PERSINYALAN FIXED BLOCK


Pengaturan perjalanan kereta api dibedakan menjadi :

1. Setempat
2. Daerah dan terpusat
Berlaku baik untuk persinyalan mekanik ataupun elektrik.

Pada sistem persinyalan fixed block, semua sinyal, wesel dan semua blok di monitor dan
dikendalikan oleh “interlocking”, yang terdiri atas susunan computer/relay yang dipasang
pada stasiun-stasiun tertentu, yang dioperasikan oleh ppka melalui “local control panel”
(lcp). Interlocking ini mengendalikan wesel, sinyal jalur dan berkaitan dengan info blok.
Susunan interlocking ini dikonfigurasikan sedemikian rupa agar jika terjadi
kerusakan/gangguan, maka perka tetap terjamin keselamatannya; dengan istilah umum di
perkeretaapian disebut sebagai “fail safe”.

Saat ini perkeretaapan indonesia, sebagian besar masih menggunakan sisitem persinyalan
fixed block, yang bahkan belum menerapkan amanat dari pm 52 tahun 2014 berkaitan
dengan skko (sistem keselamatan kereta api otomatis). Sumber daya manusia masih menjadi
faktor utama keselamatan perjalanan kereta api. Sistem kendali perjalanan kereta api masih
berada di tingkatan otomasi (grade of automation) goa-0, artinya operasi kereta api tanpa
atp ( juga tanpa ato). Dengan demikian, meskipus aspek sinyal masuk adalah merah, yang
berarti indikasi “berhenti”, kalau masinis tidak melakukan pengereman, akan berpotensi
terjadi kecelakaan. Sehingga melengkapi sistem persinyalan pada tahap awal dengan
automatic train stop sebelum dilengkapi dengan atp adalah sangat penting, sehingga dapat
mengurangi dampak “human error”
Sistem kendali kereta api
(train control system)

SISTEM PERSINYALAN MOVING BLOCK

Namun, factor kesalahan manusia (human error) di system persinyalan fixed block GoA-0
sebagaimana yang dipergunakan oleh perkeretaapian Indonesia saat ini (PT,. KAI), ternyata
masih menjadi permasalahan. Sebab betapapun system persinyalan bersifat “FAIL SAFE” ,
tetapi bilaman terjadi pelanggaran aspek sinyal “BERHENTI”, maka potensi bahaya
tabrakan tetap muncul.

Sehingga pada fase berikutnya, untuk meningkatkan keselamatan operasi kereta api, dalam
hal ini adalah mengurangi tingkat kesalahan masinis, diadakan keterkaitan antara aspek
sinyal dengan pengereman pada sarana ka, sehingga bila terjadi kesalahan masinis, maka
pengereman akan secara bekerja secara otomatis sesuai yang dibutuhkan.
Untuk terjadinya keterkaitan ini diperlukan transponder/beacon/balise di jalur rel dan
receiver/balise antenna pada sarana. Sistem keterkaitan ini dikenal sebagai “ATP”
(AUTOMATIC TRAIN PROTECTION). ATP merupakan perangkat “VITAL”

Gambar cara kerja sistem ATP

Sistem persinyalan dengan atp ini, kita kenal dengan “GoA-1”

Semakin banyak jumlah transponder, maka pengaturan kecepatan/pengereman akan makin


baik.

Selain untk pengereman, transponder tersebut dimanfaatkan pula untuk mendeteksi posisi
kereta api, yang digunakan sebagai masukan pada computer on-board (pada sarana ka) untuk
mengkalkulasi jarak antar perka berurutan, kemudian digunakan untuk pengaturan jarak
aman antar perka berurutan.

Pengaturan jarak aman antar perka ini kemudian dijadikan dasar awal dari “MOVING
BLOCK”. Pada sistem persinyalan moving block, atp sudah dilengkapi dengan ATO
(AUTOMATIC TRAIN OPERATION).
Untuk sistem persinyalan moving block, MRT Jakarta adalah salah satu contoh
perkeretaapian perkotaan yang sudah menerapkan sistem keselamatan kereta api otomatis
dan masuk tingkatan “GoA-2”.

Karena sistem persinyalannya adalah moving block, maka di emplasemen stasiun tidak
terdapat fisik peraga persinyalan jalur. Di emplasemen terletak balise, PSD (PLATFORM
SCREEN DOOR) bilamana dilengkapi serta PID (PASSENGER INFORMATION
DISPLAY).

SISTIM PERSINYALAN FIXED BLOCK (BLOK TETAP)


SISTIM PERSINYALAN MOVING BLOCK (BLOK BERGERAK)

9. Diketahui: :

- Petak A-B = 6 km
- Petak B-C = 8 km
- Petak C-D = 6 km
- Petak D-E = 7 km
- Petak E-F = 12 km
- Petak F-G = 8 km
- Petak G-H = 10 km
- V rata-rata = 80km/jam
- Faktor effisiensi = 60%,
- C 1 = 0,25 menit
- C 2 = 0,5 menit
- t=c 1+ c 2=0,75 menit
- K=0,6

Ditanya :

a. Hitunglah kapasitas tiap petak jalan


b. Buatlah grafik balok dari keadaan kapasitas tiap petak jalan
c. Petak jalan mana yang menjadi petak jalan penentu.
d. Berapa besar kapasitas lintas A-H itu?

Penyelesaian:

a) Menentukan kapasitas lintas tiap petak blok

 Petak A-B
s
 v=
t
6 km
80 km/jam =
t
6 km
t= = 0,075 jam = 4,5 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 164,5
T +t 4,5+ 0,75 5,25
 Petak B-C
s
 v=
t
8 km
80 km/jam =
t
8 km
t= = 0,1 jam = 6 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 128
T +t 6+ 0,75 6,75
 Petak C-D
s
 v=
t
6 km
80 km/jam =
t
6 km
t= = 0,075 jam = 4,5 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 164,5
T +t 4,5+ 0,75 5,25

 Petak D-E
s
 v=
t
7 km
80 km/jam =
t
7 km
t= = 0,08 jam = 5,25 menit
80 km/ jam

K . 1440 0,6 x1440 86,4


 C = T +t = 5 ,25+0,75 = 5,25 = 144

 Petak E-F (petak jalan penentu)


s
 v=
t
12km
80 km/jam =
t
12km
t= = 0,15 jam = 9 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 88,6
T +t 9+ 0,75 9,75
 Petak F-G
s
 v=
t
8 km
80 km/jam =
t
8 km
t= = 0,1 jam = 6 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 128
T +t 6+ 0,75 6,75
 Petak G-H
s
 v=
t
10 km
80 km/jam =
t
10 km
t= = 0,125 jam = 7,5 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 104,7
T +t 7,5+0,75 8,25

B) PETAK A-B
T = 4,5 t = 0.75
A

B
PETAK B-C

T= 6 t = 0.75
B

PETAK C-D

T= 4,5 T = 0.75
C

PETAK D-E

T= 5,25 T = 0.75
D

PETAK E-F
T= 9 T = 0.75
E

PETAK F-G

T= 6 T = 0.75
F

PETAK G-H

T=7,5 T = 0.75

C) Petak jalan mana yang menjadi petak jalan penentu.


 Petak E-F (petak jalan penentu)
s
 v=
t
12km
80 km/jam =
t
12km
t= = 0,15 jam = 9 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 88,6
T +t 9+ 0,75 9,75
D) Berapa besar kapasitas lintas A-H itu?
 Petak E-F (petak jalan penentu)
s
 v=
t
12km
80 km/jam =
t
12km
t= = 0,15 jam = 9 menit
80 km/ jam
K . 1440 0,6 x 1440 864
 C= = = = 88,6
T +t 9+ 0,75 9,75
Jadi besar kapasitas lintas A-H adalah 88,6

Anda mungkin juga menyukai