Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kinerja perawat yang baik merupakan harapan seluruh pasien. Menurut
Mangkunegara (2015) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja perawat diukur dari pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga pasien
merasakan puas atau tidak puas (Kurniadih, 2013). Jadi kinerja perawat merupakan
produktivitas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai wewenang dan
tanggungjawabnya yang dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Penilaian kinerja
perawat merupakan bentuk penjaminan mutu layanan keperawatan.
Penilaian kinerja merupakan upaya menilai prestasi perawat dalam bekerja.
Penilaian kerja adalah sistem formal untuk mengkaji dan mengevaluasi kinerja
seseorang secara berkala berfungsi sebagai informasi tentang kemampuan individu
perawat dan membantu pimpinan mengambil keputusan dalam pengembangan
personalia (Sedarmayanti, 2013; Triwibowo, 2013). Penilaian kinerja merupakan alat
yang dapat dipercaya sebagai kontrol sumber daya manusia dan produktivitasnya,
namun faktanya kinerja perawat menjadi permasalahan disemua layanan keperawatan.
Kinerja perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Gibson (2008) terdapat
tiga variabel yang mempengaruhi kinerja individu yaitu 1) Variabel individu terdiri
dari kemampuan dan keterampilan, variabel psikologi terdiri dari persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi sedangkan variabel organisasi terdiri dari sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Ilyas (2013)
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja meliputi karakteristik pribadi yang
terdiri dari usia, jenis kelamin, pengalaman, orientasi dan gaya komunikasi, motivasi,
pendapatan dan gaji, lingkungan, organisasi, supervisi dan pengembangan karir. Dari
beberapa referensi diatas kinerja perawat tidak dapat terlepas dari faktor yang
mempengaruhinya. Kinerja perawat yang optimal tentunya akan memberikan
kontribusi dalam pelayanan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa saja Teori Konsep kinerja Management Keperawatan?
2. Bagaimana Tren Isu Kinerja dalam Management Keperawatanpa ?

1.3 Tujuan penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat ditarik beberapa tujuan masalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui Teori Konsep kinerja Management Keperawatan.
2. Untuk mengetahui Trend Issue Kinerja dalam Management Keperawatan.

1.4 Manfaat penulisan


Berdasarkan tujuan penulisan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat
penulisan sebagai berikut :
1. Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan makalah
mengenai tentang keperawatan dan mampu berfikir logis.
2. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai Teori Konsep kinerja
Management Keperawatan dan trend issue managament kepearwatan.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI KONSEP KINERJA


2.1.1 Definisi Kinerja
Kinerja berasal dari terjemahan kata performance (bahasa inggris) yang berarti
hasil pekerjaan (presentasi kerja). Namun sebenarna kinerja ini mempunyai arti
yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja (prestasi kerja), tetapi termasuk bagaimana
proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan demikian maka kinerja itu adalah
berkenaan dengan melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai pekerjaan tersebut
juga bisa dipahami kinerja itu berkenaan dengan apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya (Abdullah, 2014). Kinerja merupakan hasil
pekerjaan seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Lubis, Elinar, 2009 dalam
Wibowo, 2009).
Kinerja merupakan hasil dari suatu tindakan atau pelaksanaan tugas dari
seseorang pada suatu organisasi dalam periode waktu tertentu, dimana untuk dapat
menghasilkan kinerja yang baik seseorang memiliki kemampuan, kemauan, usaha
serta dukungan dari lingkungan. Menurut Swansburg dalam (Mustofa, 2008),
deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan
penilaian. Pertama tujuan, dimana tujuan ini akan mempengaruhi perilaku dalam
melakukan pekerjaan dalam organisasi, kedua ukuran untuk mengetahui bagaimana
pencapaian kinerja yang di ukur secara kuantitatif dan kualitatif dan ketiga
penilaian yang dilakukan secara reguler untuk memastikan pelaksanaan tugas
sesuai dengan proses dan tujuan dari kinerja setiap karyawan dimana setiap
pelaksanaan tugas berorientasi pada tujuan yang akan dicapai.
Terdapat berbagai pengertian mengenai kinerja yang dikemukan oleh para ahli,
diantaranya Mangkunegara (2004) menyatakan bahwa kinerja yang berasal dari
kata job performance yang dapat diartikan kombinasi hasil pekerjaan baik secara
kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang sesuai dengan beban tugas
dan tanggungjawab yang diberikan. Hal senada dikemukan oleh Ilyas (2002) yang
mendefinisikan kinerja adalah gambaran hasil dari sebuah pekerjaan yang
dilakukan baik kualitas maupun kuantitas pada sebuah organisasi. Kinerja dapat
dilihat baik secara individu maupun kelompok dalam sebuah organisasi. Pengertian

3
kinerja merupakan hasil dari tindakan sesuai dengan tugas, fungsi dan indikator
yang digunakan pada suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Kurniadi A,
2013).
Menurut Wibowo (2011), kinerja adalah prestasi atau hasil yang dicapai oleh
karyawan setelah melakukan suatu pekerjaan dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan kinerja adalah prestasi atau
hasil kerja seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang
ditugaskan sesuai dengan tujuannya dan tanggungjawabnya yang dapat dilihat baik
secara kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu.

2.1.2 Tujuan Kinerja


Menurut Abdullah, 2014 tujuan kinerja dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan.
2. Mendorong perubahan yang lebih berorientasi kinerja.
3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan.
4. Mendorong untuk mengembangkan kemampuan.
5. Membangun hubungan yang terbuka.

2.1.3 Kinerja Perawat


Berdasarkan penelitian Ali dalam Desri (2008) menyatakan, kinerja perawat
merupakan aplikasi pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima selama
mengikuti pendidikan sebagai perawat untuk dapat menerapkan ilmu dalam
memberikan pelayanan dan mempunyai tanggungjawab dalam meningkatkan
derajat kesehatan dan melayani pasien sesuai dengan tugas, fungsi dan kompetensi
yang dimiliki. Menurut Sulistyowati (2012), penilaian kinerja perawat harus
dilakukan sesuai dengan tingkat ilmu dan kompetensi yang dimiliki dengan
mengacu pada standar praktek keperawatan dimana hasil dari penilaian kinerja
disesuaikan dengan visi dari rumah sakit yang berdampak pada kinerja rumah sakit.
Sementara itu, DeLucia, Ott, & Palmieri (2009) menjelaskan kinerja dari
keperawatan dapat dilakukan melalui tiga ukuran yaitu kompetensi, tugas spesifik
perawat dan nursing-sensitive quality indicator.

2.1.4 Penilaian Kinerja Perawat

4
Penilaian kinerja menjadi salah satu alat yang baik dan dapat dipercaya yang
dilakukan oleh seorang pemimpin untuk dapat mengontrol karyawan dan
mempengaruhi produktifitas kerja. Penilaian kinerja merupakan sebuah proses
untuk melihat dan menyesuaikan hasil kerja seseorang pada sebuah organisasi
dengan menggunakan sebuah instrumen penilaian kinerja (Ilyas, 2002). Sementara
Huber (2010) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal)
merupakan proses untuk melakukan evaluasi terhadap hasil dari pekerjaan orang
lain. Penilaian kinerja dilakukan secara efektif dan efisien untuk memberikan
arahan perilaku dari karyawan dalam melakukan pekerjaan agar menghasilan
kualitas jasa pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan (Satria, 2013). Penilaian kinerja perawat adalah sebuah proses dimana
pencapaian kinerja individu atau kelompok diukur dan di evaluasi serta
dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan (Ellis & Hartley, 2012). Proses
penilaian kinerja perawat sebaiknya dilakukan secara efektif dalam mengarahkan
perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang mempunyai
kualitas yang baik (Depkes RI, 2012).
Manfaat dari penilaian kinerja dapat digunakan untuk memperbaiki proses
kerja, prestasi kerja, peningkatan kompensasi, melihat kebutuhan untuk melakukan
diklat keterampilan dan mengevaluasi hasil kerja dengan standar yang telah
ditetapkan. Kegunaan tersebut mengharuskan penilaian kinerja mampu
memberikan gambaran yang akurat dan obyektif mengenai prestasi kerja karyawan
(Mudayana, 2010). Berdasarkan Depkes RI tahun 2012 prinsip-prinsip penilaian
kinerja perawat dapat dijelaskan seperti berikut ini :
1. Pelaksanaan evaluasi kerja dilaksanakan sesuai dengan strandar pelaksanaan
pekerjaan dan posisi bertugas dari tenaga perawat. Penjelasan mengenai
standar pelaksanaan tugas telah dilakukan pada saat orientasi sebagai tujuan
yang harus diusahakan untuk dilakukan selama pelaksanaan tugas dan
dievaluasi sesuai sasaran yang sama.
2. Melakukan pengamatan tingkah laku dari sampel perawat sebaiknya dilakukan
dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerja sehari-hari, hal ini harus diperhatikan
dengan baik dan pengamatan dilakukan dengan konsisten untuk mencegah
terjadinya kesalahan yang tidak diinginkan.
3. Perawat dan supervisi sebaiknya diberikan salinan dari tugas dan fungsi
perawat, standar kerja yang dilaksanakan dan evaluasi yang akan dilakukan

5
sehingga pada saat dilakukan penilaian kinerja mempunyai kerangka
pemikiran yang sama.
4. Manajer perlu menjelaskan pada saat pertemuan dan evaluasi skala serta area
prioritas yang penting untuk dilaksanakan sesuai dengan standar keperawatan
untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.
5. Pada laporan evaluasi dibuatkan dan disusun dengan baik dan teratur sesuai
dengan instrumen evaluasi sehingga perawat tidak mengetahui bahwa dirinya
sedang dilakukan pengamatan dan penilaian kinerjanya.

2.1.5 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja


Dalam garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja itu dapat
digolongkan dalam dua hal, yaitu :
A. Faktor internal organisasi.
Antara lain meliputi faktor yang ada dalam diri, pengetahun dan keterampilan,
kompensasi yang dimiliki masing-masing, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.
B. Faktor eksternal organisasi.
Antara lain meliputi faktor fluktuasi nilan rupiah terhadap dolar AS, kenaikan
harga BBM dalam negeri, kenaikan suku bunga BI dan suku bunga bank-bank
nasional dan komersial lainnya, kondisi dan situasi kepemimpian yang kurang
favorable. Dari semua faktor mau tidak mau mengganggu konsentrasi kerja
dan berdampak pada penurunan kinerja (Abdullah, 2014).
Menurut Syair (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1) Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shif work)
bekarja dalam suatu tim.
2) Tingkat ketrampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam
manajemen dan supervisi serta ketrampilan dalam tehnik profesi.
3) Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan unit operasi.
4) Manajemen kinerja atau produktifitas yaitu manajemen yang efesien yaitu
dengan cara mengenali serta menghormati dan menghargai dan melindunggi
karyawan untuk mencapai peningkatan prestasi kerja.
5) Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja.
6) Kreatifitas dalam bekerja dan berada jalur yang benar dalam kerja.
Di samping hal tersebut diatas terdapat berbagai yang dapat mempengaruhi
prestasi kerja/produktivitas kerja antara lain (Wibowo: 2009) meliputi :

6
1) Sikap mental
Berupa motivasi kerja dan etika kerja.
2) Pendidikan
Pada umumya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai wawasan yang lebih luas.
3) Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila tenaga kerja semakin trampil, maka akan lebih
mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Tenaga kerja
akan menjadi lebih trampil apabila mempunyai kecakapan / kemampuan /
ability dan pengalaman kerja yang cukup.
4) Manajemen
Sistem yang diterapkan oleh pimpinan kepada bawahannya, apabila tepat akan
menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga kinerja bawahan semakin
meningkat.
5) Hubungan inter personal (HIP)
Dengan penerapan hubungan antar personal yang baik dan pengakuan, maka
akan menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi kerja, sehingga
meningkatkan prestasi kerja.
6) Tingkat penghasilan
Apabila tingkat kerja memadai maka dapat menimbulkan kosentrasi kerja dan
kemampuan yang dimiliki dan dapat dimanfatkan untuk meningkatkan
kuwalitas kerja.
7) Kebutuhan gizi dan kesehatan
Apabila tenaga kerja dapat terpenuhi kebutuhan gizi dan berbadan sehat, maka
akan lebih kuat bekerja dan semangat kerja yang tinggi dalam meningkatkan
kuwalitas kerja.
Berikut ini adalah faktor-faktor individu yang berhubungan dengan kinerja:
1) Umur
Hubungan kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasanya adalah adanya
keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia.
Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan menolak
teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada
pada karyawan yang lebih tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja
yang kuat, dan komitmen terhadap mutu.

7
2) Jenis Kelamin
Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan
memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, sosiabilitas,
atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan
bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif
dan lebih besar kemungkinaanya dari pada wanita dalam memiliki
pengharapan untuk sukses. Masih terdapat debat soal perbedaan pria dan
wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian.
Tidak ada data pendukung yang menyatakan bahawa pria atau wanita adalah
pekerja yang lebih baik. Hanya dalam bidang absensi perbedaan sering
ditemukan. Wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi.
3) Masa kerja
Masa kerja ternyata berhubungan secara negatif dengan keluar masuknya
karyawan dan kemangkiran, manun memiliki hubungan yang positif terhadap
produktifitas kerja. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang
karyawan merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya
karena telah beradapatasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga
seseorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaanya.
4) Tingkat Pendidikan
Dengan bertambahnya tingkat pendidikan atau jenjang pendidikan maka akan
meningkat pula kemampuan dan ketrampilan seseorang. Banyak penelitian
menemukan hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan kinerja.
Hal tersebut lebih disebabkan karena perbedaan harapan pekerja yang
berpendidikan tinggi cenderung berpengharapan mendapatkan penghasilan
yang lebih tinggi.
5) Status Perkawinan
Seorang tenaga kerja yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami
pergantian yang lebih rendah dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dari
pada rekan sekerjanya yang masih bujangan. Perkawinan memaksakan
peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat yang dapat membuat suatu
pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting.

6) Ras atau Suku Bangsa Perawat

8
Pada studi flaugher, campbell dan pike menunjukkan bahwa supervisor yang
mengadakan penilaian kinerja bagi orang kulit hitam dan kulit putih ternyata,
orang yang berkulit hitam memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan rekan-rekan kerja yang berkulit putih.

2.1.6 Faktor – Faktor Yang Membangun Kinerja


Ada sejumlah faktor apabila diperhatikan dan dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh akan memberikan kontribusi dalam membangun kinerja. Dari sekian
banyak faktor tersebut ada empat faktor yang paling dominan. Keempat faktor
dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Kompetensi
2) Pemberdayaan
3) Kompensasi
4) Penghargaan
(Abdullah, 2014)

2.1.7 Pengukuran Kinerja


Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Seorang perawat dikatakan profesional
jika memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan keperawatan profesional serta
memiliki sikap profesional sesuai kode etik profesi. Menegaskan bahwa yang
dimaksud dengan keterampilan profesional keperawatan bukan sekedar terampil
dalam melakukan prosedur keperawatan, tetapi mencakup keterampilan
interpersonal, keterampilan intelektual dan keterampilan teknikal. (Harlen, 2008)
Menurut Setiyana (2013) mengatakan bahwa banyak ditemukan fenomena di
rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan
pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti
kesalahan dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal
ini tentu sangat berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat
yang harus memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab
perawat bukan hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut Danang (2009) perawat
bertanggung jawab terhadap tugas fisik, administratif, menghadapi kecemasan, dan
keluhan yang muncul dari pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil

9
perawat yang baik oleh pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas
tambahan lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan kegiatan perawat.

2.1.8 Kinerja Perilaku


Dalam melaksanakan suatu pekerjaan banyak hal yang dapat mempengaruhi
perilaku kerja agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pengukuran kinerja
perilaku kerja dilihat dari lima indikator pengukuran.
1. Orientasi pelayanan
Pelayanan yang berkualitas dihasilkan oleh sumber daya yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang baik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Pelayanan yang baik dapat dilihat dari kepuasan pasien, untuk dapat
menghasilkan kepuasan pasien maka pelayanan harus berorientasi kepada
pasien. Menurut Saura,dkk dalam (Nova, 2013) orientasi layanan didefinisikan
sebagai sekumpulan sikap dan perilaku yang mempengaruhi kualitas interaksi
antara karyawan dengan pelanggan mereka.
Pada perawat, orientasi pelayanan yang berfokus kepada pasien harus
dimiliki oleh seluruh perawat. Dalam memberikan pelayanan selain
mempunyai pengetahuan yang bagus tetapi juga perilaku dari perawat perlu
dilakukan seperti memberikan salam, ramah dan senyum pada saat pelayanan,
bertindak cepat pada saat ada keluhan dari pasien dan juga selalu menjaga
kebersihan diri baik sebelum ataupun sesudah tindakan dengan mencuci
tangan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
interpersonalnya agar dapat lebih ramah, sigap, dan juga memahami kebutuhan
pelanggan pada saat bekerja (Permata, 2006). Pelayanan yang berkualitas maka
pasien yang puas terhadap pelayanan yang diberikan juga menandakan bahwa
kinerja dari pelayanan baik.
2. Integritas
Kualitas dari pelayanan yang baik merupakan yang wajib dilakukan oleh
seluruh karyawan demi mencapai tujuan dari organisasi. Setiap rumah sakit
mempunyai nilai-nilai luhur yang wajib dilaksanakan dan diamalkan dalam
perilaku sehari-hari yang tertuang dalam visi dan misi rumah sakit. Demikian
pula pada setiap unit atau katagori SDM memiliki nilai, prinsip dan etika kerja
tersendiri dalam melakukan pelayanan kesehatan. Pelayanan yang berkualitas
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya yaitu integritas dari karyawan.

10
Pelayanan yang kurang efektif dapat disebabkan oleh rendahnya nilai
integritas yang dimiliki karyawan sehingga karyawan dalam bertindak tidak
konsisten dan tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta
kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya (Yusnaena, 2013). Sehingga
integritas dapat diartikan sebagai suatu konsep yang menunjuk konsistensi
antara tindakan dengan sikap dan selalu menjunjung tinggi nilai dan prinsip
etika profesi pada setiap tindakan atau pelayanan. Selain itu menurut
Wuryanano (2011), integritas adalah suatu sikap dan perilaku konsisten untuk
menjunjung tinggi etika kerja dan etika profesi. Pribadi yang berintegritas
merupakan orang-orang yang kompeten, teliti dan handal dalam berperilaku,
dapat dipercaya oleh rekan kerjanya, bawahan dan atasannya serta pihak luar.
Indikator dari integritas menurut Hendarjanto dalam Herlina (2013) yaitu harus
memegang teguh prinsip, berperilaku terhormat, bersikap jujur, mempunyai
keberanian dan melakukan tindakan berdasarkan keyakinan akan keilmuannya
yang tidak ceroboh.
3. Komitmen
Setiap tenaga kesehatan mempunyai tugas dan fungsi masing-masing pada
sebuah rumah sakit. Tugas dari tenaga kesehatan ini ditunjukan dengan
perilaku kerja yang baik sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki. Perilaku kerja ini dapat dinilai dengan melihat sikap dari tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan yang harus sesuai dengan tujuan dari
organisasi. Sikap yang baik menunjukkan bahwa tenaga kesehatan tersebut
berkomitmen untuk melaksanakan tugasnya untuk mencapat tujuan bersama
dalam sebuah organisasi. Jadi komitmen organisasi dapat diartikan sebagai
penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai
perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya untuk
mencapai tujuan organisasi (Ristiana, 2013). Pendapat lain tentang komitmen
organisasi menurut Wahyudi (2011), bahwa komitmen menjadi lebih penting
karena merupakan sikap dari individu dalam organisasi untuk meningkatkan
dirinya dengan kuat dan loyal terhadap organisasi dengan menerima nilai dan
tujuan yang ada dalam organisasi.
Pada perawat, komitmen ini ditunjukan dengan melakukan setiap pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar praktek keperawatan yang disesuaikan
dengan nilai dan tujuan dari rumah sakit. Komitmen dari perawat merupakan

11
sikap yang baik dan loyal terhadap rumah sakit dimana semakin tinggi
komitmen dari perawat akan menghasilkan kinerja pelayanan yang semakin
baik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wahyudi (2011), yang menemukan
komitmen berkesinambungan merupakan faktor yang paling dominan dalam
menghasilkan kepuasan kerja perawat. Hal ini mengandung arti sebagaian
besar perawat memiliki loyalitas yang tinggi dalam bekerja dalam memberikan
pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Disiplin
Pada setiap rumah sakit mempunyai kebijakan atau peraturan yang wajib
ditaati oleh setiap pegawai yang berada di lingkungan rumah sakit tersebut.
Peraturan yang ada dapat berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis, salah
satu tujuan dibuatnya peraturan yaitu meningkatkan disiplin kerja pada
karyawan. Menurut Asmiarsih dalam (Napitupulu, 2011), disiplin merupakan
sebagai suatu kekuatan yang berada pada diri pekerja sehingga akan mau untuk
menerapkan keputusan, peraturan dan nilai-nilai dari pekerjaan itu sendiri serta
perilaku kerja. Disiplin diartikan bila karyawan yang tepat waktu kedatangan
dan kepulangan, mampu melakukan pekerjaan dengan baik sampai selesai,
mematuhi semua peraturan, norma dan nilai-nilai norma sosial dimasyarakat
(Alfrella, 2011). Jadi disiplin kerja pegawai merupakan sikap atau tingkah laku
seseorang yang diartikan sebagai rasa kesetiaan dan ketaatan pada peraturan di
tempat kerja baik yang secara lisan maupun tertulis sehingga dapat melakukan
pekerjaan dengan baik secara efektif dan efisien.
Menurut Soejono dalam (Mahardikawanto, 2013) mengatakan indikator
disiplin kerja dibagi menjadi dua yaitu kepatuhan terhadap peraturan dan
kesadaran pribadi seseorang. Kepatuhan peraturan dapat ditinjau dari
penggunaan waktu yang tepat, pelaksanaan sesuai dengan prosedur dan
peralatan kantor digunakan dengan baik sedangkan kesadaran pribadi ditinjau
dari cara berpakaian ditempat kerja, mempunyai tanggungjawab yang tinggi
dan kualitas hasil pekerjaan yang dihasilkan. Pada perawat tingkat disiplin
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang diantaranya yaitu jam kedatangan
dan kepulangan kerja, menaati prosedur temberian obat, waktu untuk
menyelesaikan tugas dan kewajiban perawat serta mematuhi peraturan di
rumah sakit maupun etika di profesi perawat baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Perawat yang mempunyai tingkat disiplin yang tinggi akan

12
mempengaruhi dari kinerja pelayanan yang diberikan, dimana perawat yang
kurang disiplin akan memberikan pelayanan yang kurang memuaskan
kepadapasien. Sesuai dengan hasil penelitian dari Garay (2013), memegang
teguh disiplin dan komitmen untuk mencapai tujuan menjadi salah satu hal
yang penting untuk mencapai kesuksesan dan hasil kinerja yang baik. Hasilnya
menunjukkan kinerja perawat di rumah sakit berhubungan dengan disiplin
kerja perawat.
5. Kerjasama
Keberhasilan kerja dapat diwujudkan dengan adanya kerja sama, dimana
dalam sebuah kerjasama tim akan tercipta energi dan sinergitas dari setiap
individu yang mempunyai pemikiran yang sama dan menjadi daya dorong
untuk mecapai tujuan bersama. Dalam sebuah kerjasama akan muncul ide-ide
dari beberapa orang, kemudia dapat dikomunikasikan dalam sebuah sinergitas
kekuatan untuk menyatukan ide yang akan dapat mengantarkan pada tujuan
dan kesuksesan bersama. Keunggulan dari adanya kerjasama yaitu bila terjadi
permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara individu maka dapat saling
melengkapi dan bersinergi bersama-sama mencari solusinya (Usman, 2014).
Pada pelayanan kesehatan sangat memerlukan kerjasama terutama oleh
tenaga kesehatan medis dan paramedis untuk memberikan pelayanan
kesehatan. Seperti yang disampaikan oleh Waluya (2000) bahwa pelayanan
kesehatan yang efektif dapat tercipta bila terjadi kerjasama yang baik antara
dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya. Setiap profesi tenaga kesehatan
mempunyai kompetensi kerja masing-masing, dimana tidak ada profesi yang
memiliki kuasa lebih tinggi sehingga apabila semua kompetensi tersebut
disatukan akan tercipta sebuah pelayanan kesehatan yang baik untuk mencapai
tujuan bersama. Berbagai faktor yang mempengaruhi dalam terciptaya sebuah
kerjasama yang baik diantaranya sikap untuk mau saling menerima, perbedaan
kompetensi dan tanggungjawab yang dimiliki serta cara komunikasi efektif
yang dilakukan dalam sebuah tim. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
berkualitas akan mampu tercipta bila kolaborasi antara tim kesehatan
terlaksana dengan baik.
2.2 Trend and issue Kinerja Perawat

N SUMBER TUJUAN METODE DAN HASIL

13
O PENELITIAN INSTRUMEN
1 Muthmainnah, Tujuan dari Serangkaian tinjauan Karena pencarian
Achir Yani penelitian ini pustaka dilakukan pada terbatas pada artikel
Syuhaimie adalah untuk 25 artikel yang yang diterbitkan dalam
Hamid (2018) mengidentifikasi diterbitkan dalam Indeks bahasa Inggris, tidak
pengaruh sistem Kumulatif Keperawatan mengherankan jika
“ remunerasi dan Sastra Kesehatan mayoritas sampel
Meningkatkan terhadap kinerja Sekutu (CINAHL), diambil dari populasi di
kinerja perawat perawat. MEDLINE, EMBASE, Amerika Serikat (28%),
melalui PsycINFO, dan basis Inggris (16%), dan
remunerasi: data Kesehatan Global. Australia (12%). Selain
tinjauan Literatur terbatas pada itu, meskipun
pustaka “ artikel yang diterbitkan penelusuran literatur
dalam bahasa Inggris kami mencakup artikel
antara Agustus 2006 dan yang diterbitkan dari
Agustus 2015. Data yang Agustus 2006 hingga
dikumpulkan relatif Agustus 2015, lebih
terhadap faktor-faktor dari setengah artikel
yang mempengaruhi (52%) telah diterbitkan
kinerja perawat, gaji sejak 2011. Hasil studi
pokok, rata-rata total menyatakan bahwa
remunerasi perawat, dan Hasil penelitian ini
dampak sistem menunjukkan bahwa
remunerasi. perbaikan sistem
remunerasi telah
dilakukan dan Sistem
remunerasi yang jelas
dan terkelola dengan
baik secara substansial
dapat meningkatkan
kinerja perawat,
sehingga meningkat

2 Khin Thandar Tujuan dari Survei cross-sectional Hasil penelitian

14
Aung dan Nor penelitian ini dilakukan pada 51 menunjukkan bahwa
Qurratul Ain adalah untuk manajer perawat di 98% (n = 50) responden
Binti Jamal mengeksplorasi Rumah Sakit Tengku memiliki persepsi
(2018) perspektif manajer AmpuanAfzan (HTAA), positif terhadap
perawat tentang Kuantan, Pahang, dengan program mentorship
“ Perspektif kinerja perawat menggunakan metode pada perawat yang baru
manajer dalam program convenience sampling. lulus, dengan rerata
perawat mentorship. nilai alpha Cronbach skor total adalah 125,29
tentang kinerja 0,994. Data dianalisis (SD ± 16,953). Skor
perawat dalam dengan menggunakan minimal 75 dan skor
program statistik deskriptif seperti maksimal 155.
mentorship “ Jenis kelamin responden Sementara itu, hanya
didominasi oleh 2% (n = 1) responden
perempuan (100%). Usia yang memiliki persepsi
rata-rata adalah 45,41 negatif terhadap
(SD ± 4,51). Dilihat dari program
tingkat pendidikan, pendampingan. Hasil
mayoritas responden penelitian menunjukkan
(76,5%) memiliki ijazah. bahwa manajer perawat
Mayoritas telah memiliki persepsi
berpraktik sebagai staf positif terhadap kinerja
perawat antara 11 hingga perawat yang baru lulus
20 tahun, dan sebagian dalam program
besar. mentorship, terkait
komunikasi efektif,
pengembangan
profesional, dan
pemikiran kreatif
mereka.

BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

15
Kinerja berasal dari terjemahan kata performance (bahasa inggris) yang
berarti hasil pekerjaan (presentasi kerja). Namun sebenarna kinerja ini mempunyai
arti yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja (prestasi kerja), tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan demikian maka kinerja itu
adalah berkenaan dengan melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai pekerjaan
tersebut juga bisa dipahami kinerja itu berkenaan dengan apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya (Abdullah, 2014).
Menurut Wibowo (2011), kinerja adalah prestasi atau hasil yang dicapai oleh
karyawan setelah melakukan suatu pekerjaan dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas disimpulkan kinerja adalah prestasi atau
hasil kerja seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang
ditugaskan sesuai dengan tujuannya dan tanggungjawabnya yang dapat dilihat baik
secara kuantitas maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu.

1.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai media untuk pengarahan dan pengetahuan serta sebagai literatur
bacaan lebih mengenai Konsep Teori Kinerja Keperawatan.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai media pengetahuan untuk lebih memahami dan mengetahui tentang
materi mengenai Konsep Teori Kinerja Keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

16
Muthmainnah, Achir Yani Syuhaimie Hamid (2018). Meningkatkan kinerja perawat
melalui remunerasi: tinjauan pustaka. Indonesia : Enfermería Clínica Publishers:
Elsevier
Khin Thandar Aung dan Nor Qurratul Ain Binti Jamal (2018). Perspektif manajer perawat
tentang kinerja perawat dalam program mentorship. Kuala lumpur, Malaysia:
Enfermería Clínica Publishers:Elsevier
Abdullah, M. (2014). Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo
Alimul Aziz H. (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisi Data. Jakarta:
Salemba Medika
Harlen, S (2008). Pengaruh Karakteristik Organisasi dan Individu Terhadap Stres Perawat
diruang Rawat Rumah Sakit Umum Daerah Porsea. Medan : Universitas Sumatera
Utara
Hasibuan. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan 9. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Ravianto, J. (2006). Produktivitas dan Manajemen, Jakarta: Lembaga Sarana Informasi
Usaha dan Produktivitas.
Abdullah Ma’aruf. (2014). Manajemen Bisnis Syariah. Banjarmasin: Aswaja Pressindo
Hidayat Syarifudin. (2011). Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju
Artoyo, S. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

17

Anda mungkin juga menyukai