Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TRANSFORMATOR

Trasformator atau dikenal sebagai Mesin Listrik Statis adalah alat yang dapat
memindahkan energi listrik dari suatu rangkaian listrik yang lain melalui suatu
gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
Transformator dapat dikelompokkan atas :
1. Berdasarkan frekuensi
a. Frekuansi Daya, 50 – 60 c/s
b. Frekuansi Pendengaran, 50 c/s – 20 k c/s
c. Frekuansi Radio, diatas 30 k c/s
2. Berdasarkan pemakaian dalam Bidang Tenaga Listrik :
a. Trasnformator Daya
b. Transformator Distribusi
c. Trasnformator Instrumen
3. Berdasarkan jumlah lilitan :
a. Transformator Step Up
b. Transformator Step Down
Mengingat bekerjanya transformator itu sendiri adalah berdasarkan prinsip
induksi elektromagnet, maka sudah pasti diperlukan adanya medium sebagai tempat
melalukan fluks bersama yaitu berupa gandengan magnet antara rangkaian input dan
output. Karena itu pada dasarnya trasnformator terdiri dari dua bagian utama yaitu inti
magnet dan kumparan, secara skema dapat dilukiskan seperti gambar 2.1. Inti magnet
atau disebut juga inti transformator terbuat dari pelat dinamo yang berlapis-lapis
tersebut adalah untuk memperkecil arus eddy (Eddy current). Sedangkan fungsi
daripada inti itu sendiri adalah sebagai tenpat melakukan fluks bersama.

Gambar 2.1 Skema trafo

46
Sedangkan kumparan pada setiap transformator terdiri dari dua bagian. Kumparan
dimana tenaga listik diberikan disebut kumparan primer, sedangkan kumparan yang
mensuplai daya pada beban disebut kuparan sekunder.
2.1. Transformasi Tanpa Beban
Jika kumparan prinmer disuplai dengan tegangan U1 yang sinusoida, maka akan
mengalir arus primer IO yang juga sinusoida. Dengan menganggap belitan primer reaktif
murni, maka arus IO akan tertinggal dari U1 sejauh 90O, seperti ditunjukkan gambar 2.2.

Gambar 2.2 Vektor trafo tanpa beban


Arus primer IO yang sinusoida akan mengakibatkan fluksi yang juga sinusoida.
φ=φ mSin ωt
Fluks yang sinusoida akan menghasilkan tegangan indusksi pada lilitan primer (Hukum
Faraday). Besarnya tegangan insuksi yang terbangkit dapat dihitung secara matetatis
seperti berikut :

e1 = - N1 dt
d
= - N1 dt øm Sin ωt
e1 =-N1ω ø m Cos ωt

e1 = ω - N1 øm Sin (ωt – 900)


Bagi persamaan tiga di atas jelas terlihat bahwa tegangan induksi e 1 tertinggal dari 
sejauh 900. Dan tengangan induksi e1 akan mencapai nilai maksimum pada saat Sin (ωt –
900) = 1.
E1 = ω N1 øm
Sehingga harga tegangan efektifnya (E) dapat dihitung, yaitu :

47
E1 = 0,707 E1m
= 0,707 ω N1  m
E1 = 4,44 N1 f  m
Dengan cara yang sama dengan kumparan primer, maka pada kumparan sekunder
dengan jumlah lilitan N2 akan terbangkit pula tengan induksi sebesar :
E2 =4 , 44 N 2 fφm
Sehingga :
E1 4 , 44 N 1
==
E2 4 , 44 N 2
E1 N 1
=
E2 N 2
Jika rugi tahanan dan fluks diabaikan maka berlaku :
E1 U1 N1
= = =a
E2 U2 N2
Dimana a disebut sebagai Perbandingan Transformasi.
2.2. Transformator Tampa beban.
Dalam keadaan transformator belum berbeban, pada kumparan primer mengalir
arus listrik beban nol (I0), yang disebur sebagai arus penguat. Kalau pada pembesaran
yang lalu, atus I0 dianggap arus induktif murni, tetapi pada kenyataannya bukanlah
demikian, kerena adanya rugi-rugi pada inti transformator, sehingga geseran fasanya
terhadap U1 bukan lagi 900 melainkan < 900. Diagram ekivalen transformator beban nol
dibayangkan seperti gambar 2.3 sedangkan diagram vektornya seperti gambar 2.4.

Gambar 2.3 dan gambar2.4 Ekivalen trafo dan Diagram vektor

Dari gambar 2.3 dan 2.4 terlihat bahwa arus penguat I0 terdiri dari dua komponen yaitu :

48
a. Arus komponen aktif (Iop) atau disebut juga arus rugi besi (rugi hysteresis
dan arus eddy).
b. Arus komponen reaktif (Iog) atau disebut juga arus pemagnetan, yaitu arus
yang menghasilkan fluksi.
Pada saat beban arus primer I0, jauh lebih kecil dari arus primer pada keadaan berbeban,
maka pada saat tanpa beban rugi tembaga dapat diabaikan.
2.3 . Transformator Dalam Keadaan Berbeban

Gambar 2.5 Trafo berbeban


Pada saat transformator belum dibebani, pada lilitan primer mengalir arus I 0. Arus I0 ini
akan membangkitkan fluksi pada inti transformator mengikuti persamaan seperti berikut
:
ggm = IO . N1...
ggm = ø . Rm...
Maka besarnya yang dibangkitkan oleh IO adalah :
Io N1
φ0 =
Rm
Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban Z, maka pada kumparan
sekunder akan mengalir arus sekunder I2 sebesar :
U2
I2=
Z
Arus beban I2 yang mengalir pada kumparan sekunder akan membangkitkan fluksi pula
sebesar :
I2 N 2
φ2 =
Rm

49
Ø2 ini akan cenderung menentang fluks bersama (Øo) yang telah ada sebelumnya. Agar
fluks bersama tersebut tidak berubah nilainya, maka pada kumparan primer mengalir
arus I2' yang akan membangkitkan fluksi untuk menentang fluksi yang dibangkitkan
oleh arus beban I2'.
Sehingga arus total pada kumparan primer menjadi :
I1 = I0 + I2'
Sedangkan fluksi yang dibangkitkan oleh I2' harus sama dengan fluksi yang
dibangkitkan I2 atau secara matematis dapat dituliskan seperti berikut :
Ø2' = Ø2
I ′ N1 I2 N2
2
=
Rm Rm

I '2 N 1=I 2 N 2
Apabila harga arus Io pada persamaan 13 dapat diabaikan karena sangat kecil dibanding
I2' maka :
I1 = I2'
Sehingga :
I1 N1 = I2 N2
I1 N2 1
= =
I2 N1 a
Contoh soal :
Sebuah trasnformator satu fase mempunyai lilitan primer dan sekunder masing-masing
400 dan 1000. Penampang inti 60 cm2. Jika belitan primer dihubungkan dengan jala-
jala 500 Volt, 50 Hz. Hitinglah :
a. Harga maksimum kerapatan fluksi (Bm)
b. E2
Penyelesaian :
a. E1 = 4,44 f N1 øm
E1
φm=
4 , 44 fN 1
500
= =0,00563Wb
4 ,44.50.400

50
φm
Bm=
A
0 , 00563
= −3
=0 , 938 Wb/m2
6 x 10
N2
E2 = . E1
b. N1

1000
= . 500
400
= 1250 Volt
2.4 . Rangkaian Ekivalen
Kalau pada pembahasan terdahulu rugi-rugi tahanan dan fluks bocor diabaikan,
maka pada analisis selanjutnya kerugian-kerugian tersebut akan diperhitungkan.
1. Tahanan Kumparan (R)
Seperti diketahui bahwa lilitan atau kumparan transformator itu sendiri
mempunyai tahanan (Resistansi). Kalai pada saat trasnformator belum dibebabani
Resistasnsi (tahanan) kumparan ini dapat diabaikan. Namum bila tarsnformator sudah
dibebani tahan tersebit seringkali harus diperhitungkan. Untuk memudahkan pengertian/
pemahaman rangaiannya dapat dilihap seperti gambar 2.6. sebagai berikut :

Gambar 2.6 Rangkaian trafo berbeban


Dimana :
R1 = Tahanan kumparan primer
R2 =Tahanan kumparan sekunder
Dengan adanya R1 dan R2 di atas, maka pada kumparan primer dan sekuder akan terjadi
drop tegangan sebesar I1 R1 dan I2 R2.
2. Reaktansi Kumparan (X)

51
Pengaliran arus pada kumparan transformator akan memindahkan fluksi.
Namum tidak semua fluksi yang dihasilkan kumparan tersebut merupsksn fluksi
bersama yang tertampung pada inti, tetapi akan terdapat kebocoran yang disebabkan
oleh adanya sebagain fluksi melalui udara. Kerugian ini merupakan kerugian
reaktansi, sehingga rangkaian ekivalennya dapat digabarkan sebagai berikut

Gambar 2.6 Reaktansi kumparan

Dimana : X1 = Rugi reaktansi pada kumparan primer


X2 = Rugi reaktansi pada kumparan sekunder
Dengan adanya X1 dan X2 di atas, akan terjadi pula drop tegangan sebesar I 1 X1
pada kumparan primer dan I2 X1 pada kumparan sekuder. Secara keseluruhan
rangkaian ekivalen ternsformator dapat dilukiskan seperti gambar 2.8.

Gambar 2.8 Rangkaian total ekivalen trafo


Dari rangakian ekivalen di atas, jelas terlihat bahwa secara matematis persamaan
tenagan pada sisi primer dan sekunder dapat dituliskan seperti berikut :

U 1 =E1 +I 1 R1 +I 1 X 1

52
E2 =U 2+I 2 R2 +I 21 X 2
Sedangkan vektor diagram dari rangkaian dan persamaan di atas dapat
dilukisakan seperti gambar 2. 9. untuk beban resistif.

Gambar 2.9 Vektor diagram rangkaian total


Dari persamaan diketahui, bahwa :
E1 N1
= =a
E2 N2

E1 = a E2
E1 =a ( U 2 + I 2 R 2 + I 2 X 2 )

=a ( I 2 . Z +I 2 R2 +I 2 X 2 )
I
12′
= atauI 2 =aI ′
Karena I2 a 2

E1 =a ( I ′ Z+a I ′ R 2+a I ′ X 2 )
Maka 2 2 2

=a 2 I ′ Z +a2 I ′ R2 + a2 I ′ X 2
2 2 2

Sehingga :
U 1 =a2 I ′ Z +a2 I ′ R 2 +a 2 I 2 X 2 +I 1 R 1 +I 1 X 1
2 2

Persamaan terakhir mengandung pengertian, apabila parameter rangkaian


sekunder dinyatakan dalam harga rangkaian primer harganya perlu dikalikan dengan
faktor a2. Untuk memudahkan penganalisaan rangakian ekivalen dapat dimodifikasikan
seperti gambar 2.10.

53
Gambar 2.10 Modifikasi rangkaian ekivalen
Analog dengan cara di atas, maka kalau parameter primer dinyatakan dalam

1
harga rangkaian sekunder, maka harganya perlu dikalikan dengan faktor a2 .
R2
Re q2 =R2 +
a2
Req1 = R1 + a2 R2
Contoh Soal :
Sebuah transformator satu fasa, 100 kVA, 11.000/2200 Volt, 50 Hz mempunyai
rugi-rugi besi 1,2 kW dan rugi kemagnetan 5 kvar. Resistansi primer dan
sekunder berturut-turut 6 ohm dan 0,24 ohm. Serta reaktansi primer dan
sekundernya 16 ohm dan 0,64 ohm. Jika trasnformator tersebut menyalurkan
daya ke beban sebesar 90 kW pada Cos φ 0,85 lead.
Hitunglah daya input dalam kVA.
Penyelesaian :
11.000
a= =5
2 .200
R1
Re2 =R2 +
a2
6
=0 , 24+
25
= 0,48 ohm
X1
Xe 2 =X 2 +
a2

54
16
=0 , 64+
25
= 1,28

Ze2 = 0,48 + j 1,28


Pout
I2=
U 2 . Cos ϕ
90.000
=
2200 .0,8
= 48,13 A
P Cu (kumparan) = I22 . Re2
= 48,132 . 0,48
= 1.111,92 watt
P input = P out + P inti + PCu
= 90.000 + 1200 + 1.111,92
= 92.311,92 watt
P out = Pout . tg α
= 90.000 tg arc Cos 0,85
= 55.780,62 Var
Q input = Q out + Q inti + Q kump
= 55.780,62 + 5000 + 2965,116
= 63.744,736 VAr

S input = √ Pin2 +Qin 2


= √ 92.311,922+63.745,736 2
= 112,18 kVA
2.5. Pengujian Transformator
1. Pengujian Beban Nol
Tujuan pengujian beban nol (tanpa beban) adalah untuk mengetahui atau
menentukan rugi beban nol (tanpa beban) atau rugi inti (rugi besi dan arus beban
nol (Io) yang diperlukan Ro dan Xo.
Salah satu ujung kumparan, biasanya kumparan tegangan tinggi diabiarkan
dalam keadaan terbuka dan kumparan yang lain (kumparan tenagan rendah)

55
dihubungkan pada sumber tengagan dan frekuensi yang sesuai, seperti
ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pengujian trafo beban nol


Sebuah watt meter dan amper meter dihubungkan pada kumparan tengangan
rendah yang dalam hal ini sebagai kumparan primer. Bila pada kumparan primer
tersebut diberikan tegangan nominal, maka flux yang terbangkit pada inti juga nominal,
dan mengingat arus beban nol (Io) sangat kecil (biasanya 2-10% berbeban), maka rugi
tembaganya dapat diabaikan. Oleh sebab itu daya yang terbaca pada watt meter praktis
merupakan rugi inti, rugi besi).
Kadang-kadang kumparan sekunder dilengkapi pula dengan sebuah volt meter
untuk mengukur besarnya ggl induksi yang terbangkit. Hal ini akan membantu
memperhatikan perbandingan transformasi (a).
Dengan memperhatikan diagram ekivalen dan vektor diagram transformasi beban
nol, maka parameter-parameter yang lain dapat dihitung sebagai berikut :
Po = U1 I0 . Cos φ 0
P0
Cos φ 0 = U 1. I0

I0p = I0 . Cos φ 0 I0q = I0 . Sin φ 0


U1
R0 =
I0 p
U1
X 0=
I 0q
Contoh Soal :
Diketahui : Trasnformator 1 phasa, 2200/200, 50 Hz

56
Io = 0, 6 A
Po = 400 W
Uo = 2200 V
Ditanya : a). Iop
b). Ioq
c). Ro
d). Xo
e). Cos φo
f). Lukis vector diagram
Penyelesaian :
Po 400
Iop= = =0 , 182 A
a). Uo 2200

b). Ioq=√ Io 2 −Iop 2


=√ 0,6 2−0,1822
= 0,572
Uo 2200
Ro= =
c). Iop 0 , 182
= 12,087,9
Uo 2200
Xo= =
d). Ioq 0 ,572
= 3,846,15
Po 400
Cos ϕo= =
e). Uo. Io 2200. 0,6
2.7 . Pengujian Tranformator Hubungan Singkat
Seperti diketahui bahwa lilitan primer dan sekunder transformator terbuat dari
kawat tembaga, sehingga apabila lilitan-lilitan tersebut dibuat dialiri arus listrik yang
cukup besar (pada saat transformator dibebani), maka sudah jelas akan terdapat
kerugian tembaga pada kedua lilitan tersebut. Kalau rugi inti dapat diketahui dari
pengujian beban nol, maka rugi tembaga dapat diketahui dengan pengujian hubung
singkat, seperti ditunjukkan pada gambar 2. 12 berikut ini.

57
Gambar 2.12 Pengujian hubung singkat.
Dari gambar rangkaian di atas dapat diamati bahwa impendansi beban sama
dengan nol, maka berarti hanya Ze = Re + j Xe yang membatasi arus. Untuk itu
besarnya tegangan yang masuk dari sumber perlu dijaga jangan sampai terlalu besar
agar supaya arus yang mengalir tidak melebihi arus nominal.
Karena arus Io relatif kecil dibanding arus Ibs, maka rugi inti dapat diabaikan
sehingga daya yang terbaca pada watt meter praktis merupakan rugi tembaga (Peu.)
Dengan diketahuinya harga-harga Phs, Ihs dam Uhs, maka besarnya Re dan Xe dapat
dihitung seperti berikut :
Uhs
Ze 1 =
Ihs
Karena daya yang terbaca pada wattmeter adalah merupakan rugi tembaga, maka :
Phs = Ihs2 . Re1
Sehingga :
Phs
Re1 =
Ihs 2
Xe 1= √ Ze 2 −Re2
Phs adalah merupakan jatuh tegangan dalam belitan primer dan sekunder. Jika
R1 dapar diukur, maka R2' dapat dihitung yaitu :
R2' = Re1 – R1
Sedangkan vektor diagram tegangan dan impendansi dari pengujian hubung
singkat ini adalah adalah seperti ditunjukkan gambar 2.13

58
Gambar 2.13 Vektor diagram
Contoh Soal :
Diketahui : Transformator 1 phasa, 880/110 V, 50 Hz
R1 = 0,85 X1 = 4,8
R2 = 0,012 X2 = 0,07
Ditanya : Tentukan tegangan yang terpasang pada primer (Uhs) untuk
menghasilkan Ihs sebesar 15 A.
Penyelesaian :
Re1 = R1 + R2'
= R1 + a 2 R2
Re1 = 0,85 + 82 . 0,012
= 1,618
Xe1 = X1 + X2'
= X1 + a2 X2
= 4,8 + 82 . 0,7
= 9,28

Ze1 = √ Re12+ Xe12


= 1,6182 + 9,282
= 9,42
Vhs = I.hs . Ze1
= 15 . 9,42
= 141,3 volt

59
2.7. Pengaturan Tegangan.
Bila transformator belum dibabani, tegangan U1 dianggap sama dengan tegangan
induksi E1 dan 0 U2 (tergangan terminal sekunder tanpa beban) sama dengan E2.
Namun setelah dibabani harga U2 tidak lagi akan sama dengan E2/o U2, karena adanya
drop tegangan yang disebabkan oleh impedansi ekivalen transformator tersebut. Bila
resistansi kumparan primer dipandang dari sisi sekunder, maka rangkaian ekivalennya
dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen


Selanjutnya beban transformator di atas adalah beban induksi (cos φ lalangging),
maka vektor diagramnya dapat dilukiskan seperti berikut :
AN =AD+DN
AN =I 2 Re2 Cos φ+I 2 Ze 2 Sinϕ
Analog dengan bahan induktf di atas, maka untuk beban kapasitif (Cos φ leading di
dapat drop tengangan sebesar :
AN = I2 Re2 Cos φ - I2 Xe2 Sin φ
2.8. Voltase Regulasi pada Transformator.
Seperti diketahui bahwa apabila transformator dibebani dengan tegangan primer,
maka akan terjadi drop tegangan yang disebabkan oleh impedansi internal transformator
tersebut, sehingga tegangan terminal sekunder akan turun dari harga pada saat belum
dibabani (beban nol). Perubahan tegangan sekunder antara beban nol dan beban penuh
disebut dengan pengaturan (Regulation of transformer).
Data diumpamakan :

60
O U2 : Tegangan terminal sekunder beban nol
U2 : Tegangan terminal sekunder beban penuh
Perubahan tegangan ujung sekunder dari beban nol ke beban penuh adalah O U2 – U2.
Apabila perubahan ini dibagi dengan O U2 di sebut pengaturan turun (Regulation
Down).
OU 2 −U 2
×100 %
Jadi % Regulation Down = OU 2

Bilamana dibagi dengan U2 disebut pengatiran naik (Regulation Up)


OU 2 −U 2
×100 %
Jadi % Regulation Up = OU 2

Dari dua jenis pengaturan di atas yang umum dipakai adalah regulasi turunm yaitu
presentasi perubahan tenagan dari tanpa beban ke beban penuh terhadap tegangan tanpa
beban.
Pengaturan O U2 dengan U2 secara aritmatik merupakan drop tegangan dalam
transfomator seperti diketahui besarnya adalah :
OU 2 −U 2 =I 2 Re2 Cos φ+ I 2 Xe 2 Sinϕ
Selanjutnya % Regulasi dapat ditulis :
I 2 Re2 Cos ϕ+I 2 Xe2 Sin φ
x 100 %
% Regulasi = OU 2

100 I 2 Re 2 Cos ϕ+100 I 2 Xe 2 Sin ϕ


= OU 2

I 2 Re2
100
OU 2 disebut resistif yang dinotasikan debgab
100 I 2 Re 2
OU 2 disebut reaktif drip dan dinotasikan dengan Ux.
Maka :
%Re gulasi=U r Cos ϕ+U x Sinϕ
a. Kondisi untuk regulasi Nol
OU 2 −U 2
%Re gulasi= x 100 %
OU 2

61
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa regulasi akan nol apabila O
U2 – U2 (drop tegangan sama dengan nol).
Dengan demikian berarti :
I2 Re2 Cos φ - Xe2 Sin φ = o
I2 Re2 Cos φ = I2 Xe2 Sin φ
Sinϕ I 2 Re2
=
Cos ϕ I 2 Xe 2
Re2
Tg ϕ=
Xe 2
Dari persamaan 35 di atas jelas bahwa Regulasi akan nol apabila beban

Re2
Tg
mempunyai geseran fasa (<φ) sebsar areus Xe 2

b. Kondisi untuk Regulasi Maximum


Regulasi akan mencapai harnga maksimum apabila turunan pertama regulasi
sama dengan nol, secara matematis dapat dihutung seperti berikut :

d I 2 Re2 Cos ϕ+ I 2 Xe 2 Sin ϕ I 2 Re2 Sin ϕ I 2 Xe 2 Cos ϕ


dϕ ( 0 U2 )
=0 −
0U2
+
0U2
=0

Sin ϕ I 2 Xe 2
=
Cos 2 I 2 Re2
Xe 2
Tg ϕ=
Re2
Jadi kondisi regulasi maksimum adalah sudut geseran fasa beban (<φ ) harus

Xe 2
Tg
sama dengan areus Re2

Contoh soal :
Apabila arus beban 125 A tegangan 600 volt dengan Cos φ = 0,8 lag.
Hitunglah :
a). % Regulasi
b). Ur dan Ux

62
c). < φ agar regulasi nol
d). < φ agar regulasi maksimum

Penyelesaian :
R1
Re2 =R2 +
a2
0,4
=0 , 01+
25
= 0,09
X2
Xe 2 =X 2 +
a2
1,2
=0 , 04 +
25
= 0,09
< φ = Areus Cos 0,8
= 36,870
Sin φ = 36,870
= 0,6
Drop tegangan = I2 Re2 Cos φ + I2 Xe2 Sin φ
(0 U2 – U2) = 125.0,026.0,8+125.0,09.0.6
= 9,35 volt
(0 U2 – U2) = U2 + drop tegangan
= 600 + 9,35
= 609,35
0U 2−U 2
x 100 %
a). Z Regulasi = 0U 2

9,35
x 100%
609,35

63
100. I 2 Re2
b) Ur =
0 U2
100.I 2 Re 2
=
609,35
= 0,533 %

100. I 2 Xe 2
Ux =
0 U2
100 . 125 . 0,09
=
609,35
= 1,846
Re2
c) Lϑ = areus tg
Xe2
0,026
= are tg
0,09
0
= 16,11
Xe 2
d) Lϑ = are tg
Re 2
0,09
= are tg
0,0026
0
= 73,88

64
2.9. Diagram Kapp Pada Tranformator.
Seperrti telah kita kethaui bahwa tegangan terminal sekunder akan turun apabila
beban transformator naik bila fktor daya langging. Dan sebaliknya untuk factor daya
leading, tegnagnan terminal sekunder akan naik kalau beban dinaikan. Oleh sebab itu
tegangan terminal sekunder tidak hanya tergantung pada beban tetapi juga pada factor
daya. Untuk menentukan besarnya drop degnan atau kenaikan tegangan yang ennatinya
akan digunakan untuk menghituing regulasi digunakan suatu diagram yang ditemukan
oleh Dr. Kapp sehingga dikenal dengan diagram Kapp.

Gambar 2.15 Diagram kapp.


Untuk menggambarkan diagram Kapp perlu dikethaui resistansi ekivalen dan
reaktansi ekivalen, dalam hal ini dipandang dari sisi sekunder (re2 dan xe2) jika T2
adalah arus beban sekunder, maka tegangan terminal sekunder berban didapatkan
dengan mengunakan tegangan terminal sekunder tanpa beban (O U2) dengan tegangan
drop I2 Re 2 dan I 2 Xe2 secara vector.
Tegangan O U2 yang konstan dilukiskan dengan sebuah lingkaran dengan jari-jari
O A konstran seperti gambar 18. lingkaran ini disebut lingkaran ggl tanpa beban. O I2
arus beban sekaligus dijadikan sebagai vector reveransi CB menunjukkan besarnya I2
Re 2 dan parallel dengan O I2 sedangkan AB merupakan I2 Xe2 yang dilukis tegak
lurus dengan CB.
Vektor OC seperti diketahui menujukkan tegangan terminal sekunder U2. karena
arus I2 konstan, maka segitiga tegangan drop ABC akan mempunyai size yang tetap
konstan. Ini menunjukkan bahwa ujung titik C dari U 2 akan terletak pada lingkaran yang
lain dengan titik pusat O’.

65
Titik O’ ini terletak secara veritkal di bawah 0 dengan jarak sebesar I2 Xe 2 dan dengan
jarak sebesar I2 ke sebelah kirinya. Adaikata diagram ini diperlukan untuk emgnetahui
tegangan drop bebam penuh pada factor daya langging dengan geseran fasa sebesar 
dapat dilakukan dengan melukis garis OLP miring terhadap O X dengan sudut sebesar 
LM menunjukkan besarnyua I2 Re2 ditunjukkan oleh MN yang dilukis tegak lurus
terhadap LM menunjukkan besarnya I2 Re2 ditunjukkan oleh MN yang dilukis tegak
lurus terhadap LM. Seperti diketahui sebelumnya bahwa OP adalah merupakan
tegangan tanpa beban OU2 dan I dentik dengan itu OL adalah merupakan tegangan U2.
oleh sebab itu tegangan drop dan presentase regulasi dapat dihitung seperti berikut :
Tegangan drop = OP – OL
= LP
Jadi regulasi :
U2 - U2
x 100 %
OU2
LP
x 100 %
OP
Formula di aas menujukkan bahwa untuk mendapatkan besarnya tegangan drop
segitiga tegangan drop LMN tidak perlu dilukiskan, tetapi cukup dengan radius OLP.
Diagram Kapp ini menujukkan secara jelas bagaimana turunnya tegangan terminal
sekunder jika sudut yang langging naik. Sebaliknya untuk factor daya leading jatuh
tegangan terminal sekunder akan turun sampai nol pada sudut o leading sehingga U2
= OU2 . apabila setelah ini sudut o semakin besar, maka tegangan terminal sekunder
U2 menjadi lebih ebsar dari O U2.
Diagram Kapp ini juga akan sangat membantu dalam menentukan variasi
pengaturan (regulasi) dengan factor daya. Namun diagram ini mempunyai kelemahan
karena panjang atau ukuran sisi segitiga impedansi sangat kecil dibandingkan dengan
jari-jkari lingkaran. Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil yang akurat diagram kapp
ini harus dilukis dengan skala yang besar.
2.10. Menentukan Polaritas Transformator
Untuk keperluan kerja parallel, pengoperasian transformator biasa menjadi auto
transformator dan lain sebagainya, maka polaritas transformator harus diketahui.
Polaritas transformator dapat ditentukan dengan cara melihat arah lilitan kumparan,

66
sehingga dapat ditentukan arah tegangan induksi yang dibangkitkan. Namun kadang-
kadang cara ini agak sulit dilakukan, karena biasanya kumparan transformator sudah di
kontruksi sedemikian rupa,sehingga sukar melihat arah lilitannya. Untuk itu dapat
ditempuh cara kedua yaitu dengan pengukuran.

Gambar 2.16 Mnentukan polaritas trafo


Salah satu ujung kumparan primer dan sekunder dihubungkan (dalam hal ini A
dan D), kemudian ujung kumparan AB diberi sumber tegangan sebesar V 1, lalu ukur
tegangan antara titik A dan C. Dari hasil Pengukuran ini akan terdapat du kemungkinan
yaitu U1 > U2 atau U1 < U2.
Apablia hasil pengukuran menunjukan kemungkinan yang pertama berarti
polaritas B = D dan ini dikenal dengan polaritas pengurangan (subtractive). Dan
bilaman hasil pengukuran menunjukan kemungkinan yang kedua, maka berarti polaritas
B ≠ D dan polaritas yang demikian dikenal dengan polaritas penjumlahan (additive).
2.11. Kerja Paralel Transformator.
Pertambahan beban pada suatu ketika menghendaki atau diperlukannya parallel
transformator, hal ini supaya beban yang di pikul transformator sesuai dengan
kemampua kVa nya. Sehingga tidak terjadi pembebanan lebih yangdapat meninmbulkan
panas dan bahkan kalau melebihi batas yang ditentukan dapat mengakibatkan
kerusakan pada transformator itu sendiri. Sebelum Memparalelkan transformator harus
dipenuhi syarat-syarat seperti berikut:

67
a. Polaritas transformator harus sama
b. Perbandingan tegangan harus sama
c. Tegangan impedansi pada keadaan beban penuh harus sama
d. Perbandingan R/X sebaiknya sama
e. Perbedaan kVa dari kedua transformatorsebaiknya tidak terlalu besar
(maksimum) 3 : 1)
Kasus-kasus kerja parallel transformator
a) Transformator Ideal
Yang dimaksud dengan transformator ideal yaitu dua transformator yang bekerja
paralel mempunyai perbandingan tegangan sama, segitiga tegangan impedansi
identik dalam ukuran dan model.

Gambar 2.17 Trafo ideal


Keterangan :
E = tegangan sekunder beban nol (O U2)
U2= tegangan terminal sekunder beban penuh
IA = arus yang diberikan transformator A
IB= arus yang diberikan transformator B
IT= arus total
Apabila transformator di atas dibebani dengan beban induktif (Cos  lagging)
maka vector diagramnya dapat dilukiskan seperti gambar 2.18.

68
Gambar 2.18 Trafo dengan beban induktif
Dari rangkaian ekivalen, besarnya arus dank VA yang dipakai masing-masing
transformator dapat dihitung seperti beriktut :
I A Z A = I B Z B = I T ZT
Z A ZB
ZT =
Z A + ZB
Sehingga :
ZB
IA =
Z A + ZB
Z
dan IB = IT A
Z A + ZB
Bila persamaan 39 dan 40 sama-sama dikalikan dengan U2 maka diperoleh :
ZB
IA . U2 = I T . U2
Z A + ZB
ZB
SA = ST
Z A + ZB

dan
ZA
IB . U2 = I T . U2
Z A + ZB
ZA
S B = ST
Z A+ Z B

Dimana :
SA = kVA yang dipikul transformator A
SB = kVA yang dipikul transformator B

69
Bila diperlihatkan vector diagram terlihat bahwa IA sefasa dengan IB dan IT, sehingga
penjumlahan IA dan IB untuk mendapatkan IT dapat dilakukan secara arithmatik.
IT = I A + I B
b. Perbandingan tegangan sama, R/X berbeda. Rangkaian ekivalen untuk kasus
yang kedua ini dapat dilukiskan seperti gambar 19.

Gambar 2.19 Rangkaian ekivalen.


Keterangan :
E = Tegangan sekunder beban nol (O U2)
U2 = tegangan terminal sekunder beban penuh
IA = arus yang diberikan transformator A
IB = arus yang diberikan transformator B
IT = arus total
Karena R/X dari kedua transformator tidak sama, berarti transformer tersebut akan
bekerja pada cos  yang berbeda sehingga IA . I B dan IT tidak akan sefasa.
Sedangkan besarnya arus dank VA yang dipilih oleh masing-masing transformator dapat
dihitung dengan cara yang sama dengan kasus pertama yaitu :
ZB
I A = IT
Z A+ Z B
Z
I B = IT A
Z A+ ZB
Z
S A = ST B
Z A + ZB
Z
S B = ST B
Z A + ZB

70
Dari vector diagram terlihat bahwa IA tidak sefasa dengan IB oleh sebab itu
penjumlahannya untuk mendapatkan IT tidak bisa dilaksankaan secara arithmatik seperti
halnya kasus pertama, melainkan harus secara vektoris.
IT = I A + I B .
c. Perbandingan tegangan tidak sama
Dalam hal ini perbandingan transformasi dari kedua transformator tersebut
berbeda, sehingga tegangan sekunder pada saat tanpa beban juga berbeda.

Gambar 2.20. Diagram vektor


Dari diagram vektor dapat dipahami bahw adengan tidak samanya tegangan EA
dengan EB maka dalam rangkaian tersebut akan terjadi arus sikurlasi yang ebsarnya
dapat dihitung seperti berikut :
E A −EB
IC =
Z A + ZB
sedangkan :

E A = I A Z A +U 2
EB = IB Z B+U 2
U 2 = IT . Z L
= (I A + I B ) ZL

71
sehingga :

E A = I A Z A +( I A + IB ) ZL
EB = IB Z B +U 2 +(I A + I B ) ZL

maka :
E A - E B= I A Z A - I A + I B

Jadi
I A Z A − I B + 2B
IC =
Z A + ZB
Contoh Soal :
Diketahui :
Dua buah transformator 1 bekerja parallel.
IT = 1000A cos = 0,8 log
EA = EB = 3300 volt
ZA = 0,1 + j 0,2
ZB = 0,03 + j 0,1
Ditanya : a) IA dan IB
b) Cos A dan Cos B
Penyelesaian :
a) U2 dijadikan referensi
I2 dalam komplek = 1000 (0,8 – j 0,6)
= 800 – j 600

72
ZB
I A=
Z A + ZB
(800 - j 600)(0,05 + J 0,1)
=
0,15 + J 0,3
40 + J 80 - J 30 + 60
=
0 ,15+ J 0,3
100 + J 50
=
0 ,15+ J 0,3
100 + J 50 0,15 + J 0,3
= .
0 ,15+ J 0,3 0,15− J 0,3
0,15 + J 0,3 + J 7,5 + 15
=
0 ,1125
= 266,666 - J 200
200
I A = √ 266,6662+ 2002

I A = 333,333 √36,87 0
√ arc tg
266,666

ZA
I B= IT .
Z A + ZB
(800 - j 600)(0,05 + J 0,2)
=
0,15 + J 0,3
200 - J 100
=
0 ,15+ J 0,3
200 + J 100 0,15 − J 0,3
=
0 ,15+ J 0,3 0,15− J 0,3
30 - J 60 + J 15 + 30
=
0,1125
360 - J 45
=
0 ,1125
= 533,333 - J 400
400
IB =

=
√ 533,3332+ 400 2
666,6666 √ 36,870
√ arc tg
533,333

b). Cos A = Cos 36,87o


= 0,8

73
Cos B = Cos 36,87o
= 0,8
2.12. Transformator instrumen.
Seperti diketahui bahwa pada umumnya alat-alat listrik terutama ampermeter dan
voltmeter hanya dirancang untuk mengukur arus dan tegangan yang tidak terlalu besar.
Namun dalam banyak hal kita juga sering dihadapkan pada pengukuran arus dan
tegangan yang cukup besar, seumpama pada sistem tegangan tinggi.
Maka untuk itu diperlukan transformator ukur,sehingga arus dan tegangan yang
besar dapat diukur dengan hanya menggunakan ampermeter dan voltmeter yang tidak
terlalu besar. Karenanya transformator ukur dengan hanya menggunakan ampermeter
dan voltmeter yang tidak terlalu besar. Karenanya transformator ukur yang lazim
digunakan ada dua yaitu transformator tegangan dan transformator arus.
2.12.1. Transformator Tegangan
Transformator tegangan digunakan untuk keperluan pengukuran tegangan dengan
rangkaian penggunaan seperti gambar 2.23

Gambar 2.23 Trafo tegangan


Dengan mengetahui jumlah lilitan N1 dan N2, penunjukkan voltmeter (V) serta
dengan menganggap transformator ideal, maka besarnya tegangan jaringan U1 dapat
dihitung seperti berikut :
N1
U1 = U 2
N2
2.12.2. Transformator Arus
Transformator arus digunakan untuk keperluan pengukuran arus, dengan
rangkaian penggunaan seperti gambar 2. 24

74
Gambar 2.24 Trafo arus
Jika jumlah lilitan primer N1 dan jumlah lilitan sekunder N2 maka berlaku
hubungan :
IL NL = LM N2
Sehingga dengan mengetahui besarnya IM, IL dapat dihitung yaitu :
N2
I L = IM .
N1

Untuk menjaga agar fluks normal tidak berubah , maka perlu dijaga agar sisi
sekunder selalu tertutup. Kalau terbuka ggm I2 N2 akan sama dengan nol (karena I2 = 0)
sedangkan ggm I1 N1 tetap ada, sehingga fluks normal akan terganggu.
2.13 . Transformator Tiga Phasa
Transformator tiga fasa pada dasarnya adalah gabungan dari tiga buah
transformator satu fasa. Namun bentuk penghematan dirancanglah khusus transformator
tiga fasa. Akan tetapi prinsip kerjanya tidak berbeda dengan prinsip kerja transformator
satu fasa, yaitu atas prinsip induksi elektromagnet.

75
Gambar 2.25 Trafo tiga fasa
Ujung – ujung kumparan primer diberi notasi A1 – A3, B1 – B3 dan C1 – C3,
sedangkan ujung –ujung kumparan sekunder diberi notasi a1 – a8, b1 – b8 dan c1 – c8.
Dan biasanya pada kebanyakan transformator 3 fasa, kumparan sekundernya terdiri dari
dua kumparan yang sama besar. Sehingga memungkinkan penyambungannya lebih
bervariasi. Secara bagan dapat digambarkan seperti gambar 2.27 berikut :

Gambar 2.26 Fluksi yang dibangkitkan


Seperti diketahui bahwa sistem arus tukar tiga fasa, masing – masing fasanya
berbeda fasa 120. Karenanya bila transformator tiga fasa dihubungkan ke jaringan
tiga fasa, maka pada inti akan terbangkit fluksi yang juga akan bergeser 120 antara
satu dengan lainnya seperti ditunjukkan gambar 2.26.

76
Gambar 2.27 Bagan trafo tiga fasa
Selanjutnya ggl induksi yang terbangkit pada kumparan primer maupun sekunder
juga akan mempunyai geseran fasa sebesar 120. Bilamana polaritas A1 sama dengan
a1 (perhatikan gambar2.27), maka vektor tegangan primer dan sekunder dapat
dilukiskan seperti berikut :

Gambar 2.28 Vektor tegangan


2. Sambungan Transformator Tiga Fasa
Pada dasarnya ada tiga cara penyambungan transformator tiga fasa.
a. Sambungan Bintang (Y)
b. Sambungan segitiga atau Delta (D)

77
c. Sambungan Zigzag (Z)
Dari ketiga cara diatas, penyambungan yang terakhir (zigzag) hanya dapat
dilaksanakan pada sisi sekunder.
a. Sambungan Bintang (Y)
Sebelum dilakukan penyambungan, terlebih dahulu harus diketahui polaritas masing
– masing kumparan, ujung awal dan ujung akhir serta arah lilitannya haruslah
searah.
Untuk hubungan bintang salah satu ujung dari ketiga kumparan disambung menjadi
satu dan dinamakan titik netral, seperti gambar 2. 29a, sedangkan vektor
diagramnya dapat dilukiskan seperti gambar 2. 29 b.

Gambar 2.29 Hubungan bintang


Gambar 2.29a dapat pula dimodifikasi menjadi gambar 2.30.
Dari gambar2.30 dapat dipahami bahwa terdapat dua jenis parameter tegangan
yaitu:

78
Gambar 7.30 Modifikasi hubungan bintang
Tegangan fasa (Uf), UAN, UBN, dan UCN.Tegangan Lin (UL) UAB, UBC dan UCA.
Hubungan antara kedua jenis tegangan diatas dapat ditulis :
UL = UF . 3
Sedangkan besarnya arus line sama dengan arus fasa.
IL= If Dan besarnya daya to:
PT = 3 Pf
= 3 . Uf . If Cos 
Jika ketiga kumparan transformator tersebut tepat seimbang, maka :
PT =√ 3 U L . I L . Cos ϑ

b. Sambungan segitiga atau Delta ()


ujung akhir kumparan pertama disambungkan dengan ujung mula kumparan kedua,
ujung akhir kumparan kedua disambungkan dengan ujung mula kumparan ketiga
dan seterusnya, seperti ditunjukkan gambar 7.31.a, sedangkan vektornya seperti
gambar 7.31 b.

Gambar 2.31 Hubungan segi tiga


Sambungan seperti gambar2. 31.a dapat pula dilukis seperti gambar 2.32

79
Gambar 2.32 Sambungan segi tiga

Dari gambar 2.32 dapat diketahui bahwa tegangan line sama dengan tegangan fasa.
UL= Uf
Sedangakan arus line sama dengan 3 arus fasa.

√3 arus fasa

IL = √3 . If
Dan daya totalnya, identik dengan hubungan bintang dapat dihitung seperti berikut :
PT = 3Uf. If . Cos 

PT = √3 UL IL . Cos

c. Sambungan Zigzag (Z)


Seperti diketahui bahwa kumparan sekunder transformator tiga fasa pada umumnya
terbagi menjadi dua bagian yang sama.
Dalam hubungan zigzag, ujung awal kumparan bagian kedua disambung menjadi
satu sehingga merupakan titik netral. Selanjutnya ujung kumparan pertama
dihubungkan dengan ujung kumparan yang lain dengan geseran 60, seperti
ditunjukkan gambar 2.33.

80
Gambar 2.33 Hubungan zigzag
Dari gambar dapat dipahami bahwa tegangan Nb8 adalah setengah a1 – a8 atau
setengah tegangan fasa. Dengan demikian tegangan Line to line atau UL (Ua1b1,Ub1c1
dan Uc1a1) dapat dihitung seperti berikut :

U Na 1 = √3 UNb 8

U Na1 = ½ √3 Uf
Dari gambar 41 diketahui bahwa :
Ua1b1 = 2 . O a1= 2 . Na1. C

30O = √3 Na1
Sehingga:
3
Ua1 b1 = √3 . ½ √3 = 2 Uf
3
Jadi UL = 2 Uf
Contoh soal
Sebuah transformator tiga fasa 100 kVA, 50 Hz, 3300/400 V, /Y Resistansi primer
dan sekunder per fasa masing – masing 3,5 ohm dan 0,02 ohm. Jika efisiensi beban
penuh 95,8 % pada p.f 0,8 Lag. Hitunglah Rugi inti (Pinti)

81
P out
η =
P in
P out
Pin =
η
80
=
0,958
Penyelesaian = 83,507 kW

Uf P
a =
Uf S
3300
=
400/ √3
33
= √3
4
= 14,3
Re2 = R 2 + R1 /a2

3,5
Re2 = 0,02+
(33/4 √ 3)2
= 0,037 ohm
S
I2 =
3 . UL
100 .000
=
√ 3 .400
= 144,337 A

Pcu = 3 . I22 . Re2


= 3.144,372 . 0,037
= 2,3 kW

Pin = Pout + Pcu + Pinti


Pinti = Pin - (Pout + Peu)
= 83,507 - (80 + 2,3)
= 1,207kW

82
2.14. Kelompok Hubungan Transformator tiga Fasa
Seperti diketahui bahwa kumparan primer dan sekunder transformator tiga fasa
memungkinkan untuk dihubungkan dalam berbagai tipe sambungan.Karena itu pada
transformator tiga fasa akan dikenal kelompok hubungan.Dalam menetukan kelompok
hubungan tersebut digunakan beberapa patokan sebagai berikut:
a. Notasi untuk tegangan tinggi (primer) D, Y.
b. Notasi untuk tegangan rendah (sekunder) d, y dan z.
c. Angka jam, menyatakan bagaimana letak sisi kumparan tegangan rendah
terhadap sisi kumparan tegangan tinggi.
Jarum jam panjang dibuat selalu menunjuk angka 12 dan dibuat berimpit dengan
vektor tegangan tinggi UA. Sedangkan letak vektor tegangan rendah UA merupakan
jarum pendek.
Sudut antara jarum jam panjang dan pendek adalah merupakan pergeseran fasa
antara vektor tegangan UA dan Va.

Gambar 2.34 Vektor tegangan


Kalau vektor tegangan tinggi dan tegangan rendah dilukis secara tepat dan
didapatkan pergeserannya seperti gambar 7.34, maka kelompok hubungan dari
transformator tersebut adalah Dy 5.
Adapun jenis – jenis kelompok hubungan yang lazim digunakan adalah seperti
terlihat dalam tabel berikut.

83

Anda mungkin juga menyukai