Anda di halaman 1dari 31

11.

Transformator Berbeban

Eko Kustiawan ST, MT


11. Transformator Berbeban (Eko Kustiawan)

1. Transformator Berbeban

 Rangkaian transformator berbeban resistif, RB, diperlihatkan oleh diatas.


 Tegangan induksi E2 (yang telah timbul dalam keadaan tranformator tidak
berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian sekunder dan memberikan
arus sekunder I2.
 Arus I2 ini membangkitkan fluksi yang berlawanan arah dengan fluksi
bersama Φ dan sebagian akan bocor (kita sebut fluksi bocor sekunder).
1. Transformator Berbeban (Cont.)
 Fluksi bocor ini, Φl2 , sefasa dengan I2 dan menginduksikan tegangan El2 di
belitan sekunder yang 90O mendahului Φl2.
 Seperti halnya untuk belitan primer, tegangan El2 ini diganti dengan suatu
besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor
sekunder X2 di rangkaian sekunder.
 Jika resistansi belitan sekunder adalah R2 , maka untuk rangkaian sekunder
kita peroleh hubungan :
….. (11.1)

dengan V2 adalah tegangan pada beban RB.


 Sesuai dengan hukum Lenz, arus sekunder membangkitkan fluksi yang
melawan fluksi bersama. Oleh karena itu fluksi bersama akan cenderung
mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer
juga cenderung mengecil.
 Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya
tak berubah, maka arus primer akan naik.
1. Transformator Berbeban (Cont.)
 Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban
hanyalah arus magnetisasi If , bertambah menjadi I1 setelah transformator
berbeban.
 Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama Φ
dipertahankan dan E1 juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka
persamaan rangkaian primer (6.2) tetap terpenuhi :
….. (11.2)

 Pertambahan arus primer dari If menjadi I1 adalah untuk mengimbangi fluksi


lawan yang dibangkitkan oleh I2 sehingga Φ dipertahankan. Jadi haruslah :
….. (11.3)

 Pertambahan arus primer (I1 − If) disebut arus penyeimbang yang akan
mempertahankan Φ.
1. Transformator Berbeban (Cont.)
 Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang
diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah
terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. Dari (11.3) kita peroleh
arus magnetisasi :

….. (11.4)
2. Diagram Fasor
 Dengan persamaan (11.1) dan (11.2) kita dapat menggambarkan secara
lengkap diagram fasor dari suatu transformator.
 Penggambaran kita mulai dari belitan sekunder dengan langkah-langkah:
 Gambarkan V2 dan I2 . Untuk beban resistif, I2 sefasa dengan V2.
 Selain itu kita dapat gambarkan I’2 = I2/a yaitu besarnya arus sekunder
jika dilihat dari sisi primer
 Dari V2 dan I2 kita dapat menggambarkan E2 sesuai dengan persamaan
(11.1) yaitu :

Sampai di sini kita telah menggambarkan diagram fasor rangkaian


sekunder.
 Untuk rangkaian primer, karena E1 sefasa dengan E2 maka E1 dapat kita
gambarkan yang besarnya E1 = aE2.
 Untuk menggambarkan arus magnetisasi If kita gambarkan lebih dulu Φ
yang tertinggal 90O dari E1. Kemudian kita gambarkan If yang
mendahului Φ dengan sudut histerisis γ. Selanjutnya arus belitan primer
adalah I1 = If + I’2.
2. Diagram Fasor (Cont.)
 Diagram fasor untuk rangkaian primer dapat kita lengkapi sesuai dengan
persamaan (11-2), yaitu

 Dengan demikian lengkaplah diagram fasor transformator berbeban.


 Gambar dibawah adalah contoh diagram fasor yang dimaksud, yang
dibuat dengan mengambil rasio transformasi N1/N2 = a > 1
2. Diagram Fasor (Cont.)
 Contoh 1.
Belitan primer suatu transformator yang dibuat untuk tegangan
220 V(rms) mempunyai jumlah lilitan 160. Belitan ini dilengkapi dengan titik
tengah (center tap).
a) Berapa persenkah besar fluksi maksimum akan berkurang jika
tegangan yang kita terapkan pada belitan primer adalah 110 V(rms)?
b) Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan
tegangan 55 V (rms) pada setengah belitan primer?
c) Berapa persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan
tegangan 110 V (rms) pada setengah belitan primer?
d) Jika jumlah lilitan di belitan sekunder adalah 40, bagaimanakah
tegangan sekunder dalam kasus-kasus tersebut di atas?
2. Diagram Fasor (Cont.)
Jawaban Contoh 1.
a) Dengan mengabaikan resistansi belitan, fluksi maksimum Φm adalah :

Jika tegangan 110 V diterapkan pada belitan primer, maka

Penurunan fluksi maksimum adalah 50 %, karena Φ′m = Φm / 2.

b) Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah belitan primer, maka :

Penurunan fluksi maksimum adalah 50 %, karena Φ″m = Φm / 2.


2. Diagram Fasor (Cont.)
Jawaban Contoh 1.
c) Jika tegangan 110 V diterapkan pada setengah belitan primer, maka :

Tidak terjadi penurunan fluksi maksimum, karena Φ′″m = Φm

d) Dengan N1/N2= 160/40 = 4 maka jika tegangan primer 220 V, tegangan


sekunder adalah 55 V. Jika tegangan primer 110 V, tegangan
sekundernya 229.5 V. Jika tegangan 55 V diterapkan pada setengah
belitan primer, tegangan sekunder adalah 27.5 V. Jika tegangan 110 V
diterapkan pada setengah belitan primer, tegangan sekunder adalah
55 V.
2. Diagram Fasor (Cont.)
 Contoh 2.
Sebuah transformator satu-fasa mempunyai belitan primer dengan 400
lilitan dan belitan sekunder 1000 lilitan. Luas penampang inti efektif
adalah 60 cm2. Jika belitan primer dihubungkan ke sumber 500 V(rms)
yang frekuensinya 50 Hz, tentukanlah kerapatan fluksi maksimum dalam inti
serta tegangan di belitan sekunder.

Jawaban Contoh 2
Dengan mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor, maka :

Tegangan belitan sekunder adalah :


2. Diagram Fasor (Cont.)
 TUGAS 3
Dari sebuah transformator satu-fasa diinginkan suatu perbandingan
tegangan primer / sekunder dalam keadaan tidak berbeban 6000/250 V.
Jika frekuensi kerja adalah 50Hz dan fluksi dalam inti transformator
dibatasi sekitar 0.06 weber, tentukan jumlah lilitan primer dan sekunder.
3. Rangkaian Ekivalen Transformator
 Transformator adalah piranti listrik. Dalam analisis, piranti-piranti listrik
biasanya dimodelkan dengan suatu rangkaian listrik ekivalen yang
sesuai.
 Secara umum, rangkaian ekivalen hanyalah penafsiran secara rangkaian
listrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku
suatu piranti.
 Untuk transformator, ada tiga persamaan yang menggambarkan
perilakunya, yaitu persamaan (11.1), (11.2) dan (11.4) yang kita tulis lagi
sebagai satu set persamaan (11.5)

….. (11.5)
3. Rangkaian Ekivalen Transformator (Cont.)
 Dengan hubungan maka maka persamaan
kedua dari (11.5) dapat ditulis sebagai :

….. (11.6)

 Dengan (11.6) maka (11.5) menjadi :

….. (11.7)
3. Rangkaian Ekivalen Transformator (Cont.)
 Dengan adalah arus, resistansi, dan reaktansi sekunder
yang dilihat oleh sisi primer. Dari persamaan (11.7) dibangunlah
rangkaian ekivalen transformator seperti gambar dibawah ini :

Gambar 11.2 Rangkaian Ekivalen diturunkan dari persamaan (11.7)


3. Rangkaian Ekivalen Transformator (Cont.)
 Arus magnetisasi dapat dipandang sebagai terdiri dari dua komponen,
yaitu Ic dan Iφ. Ic sefasa dengan E1 sedangkan Iφ 90O dibelakang E1.
 Dengan demikian maka impedansi Z pada rangkaian ekivalen Gb.6.2
dapat dinyatakan sebagai hubungan paralel antara suatu resistansi Rc
dan impedansi induktif jXφ sehingga rangkaian ekivalen transformator
secara lebih detil menjadi seperti Gb.11.3.

Gambar 11.3 Rangkaian Ekivalen lebih detil


4. Rangkaian Ekivalen Yang Disederhanakan
 Pada transformator yang digunakan pada tegangan bolak-balik yang
konstan dengan frekuensi yang konstan pula (seperti misalnya
transformator pada sistem tenaga listrik), besarnya arus magnetisasi
hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator.
 Keadaan ini bisa dicapai karena inti transformator dibangun dari
material dengan permeabilitas magnetik yang tinggi.
 Oleh karena itu, jika If diabaikan terhadap I1 kesalahan yang terjadi dapat
dianggap cukup kecil.
 Pengabaian ini akan membuat rangkaian ekivalen menjadi lebih
sederhana seperti terlihat pada Gb.11.4
4. Rangkaian Ekivalen Yang Disederhanakan (Cont.)

Gambar 11.4 Rangkaian Ekivalen Transformator


disederhanakan dan Diagram Fasornya.
5. Impedansi Masukan Transformator
 Resistansi beban B adalah RB = V2 / I2. Dilihat dari sisi primer resistansi
tersebut menjadi :

….. (11.8)

 Dengan melihat rangkaian ekivalen yang disederhanakan Gb.11.4,


impedansi masukan adalah :

….. (11.9)
6. Penentuan Parameter Transformator
 Dari rangkaian ekivalen lengkap Gb.11.3. terlihat ada enam parameter
transformator yang harus ditentukan, R1, X1, R′2, X′2, Rc, dan Xφ.
 Resistansi belitan primer dan sekunder dapat diukur langsung
menggunakan metoda jembatan.
 Untuk menentukan empat parameter yang lain kita memerlukan metoda
khusus seperti diuraikan berikut ini :
 Uji Tak Berbeban ( Uji Beban Nol )
 Uji Hubung Singkat
7. Uji Tak Berbeban (Uji Beban Nol)
 Uji beban nol ini biasanya dilakukan pada sisi tegangan rendah karena
catu tegangan rendah maupun alat-alat ukur tegangan rendah lebih
mudah diperoleh.
 Sisi tegangan rendah menjadi sisi masukan yang dihubungkan ke
sumber tegangan sedangkan sisi tegangan tinggi terbuka.
 Pada belitan tegangan rendah dilakukan pengukuran tegangan
masukan Vr, arus masukan Ir, dan daya (aktif) masukan Pr.
 Karena sisi primer terbuka, Ir adalah arus magnetisasi yang cukup kecil
sehingga kita dapat melakukan dua pendekatan.
 Pendekatan yang pertama adalah mengabaikan tegangan jatuh di
reaktansi bocor sehingga Vr sama dengan tegangan induksi Er.
 Pendekatan yang kedua adalah mengabaikan kehilangan daya di
resistansi belitan sehingga Pr menunjukkan kehilangan daya pada Rcr
(Rc dilihat dari sisi tegangan rendah) saja.
7. Uji Tak Berbeban (Uji Beban Nol) (Cont.)
 Daya kompleks masukan :

….. (11.10)
8. Uji Hubung Singkat
 Uji hubung singkat dilakukan di sisi tegangan tinggi dengan sisi tegangan
rendah dihubung-singkat. Sisi tegangan tinggi menjadi sisi masukan
yang dihubungkan dengan sumber tegangan.
 Tegangan masukan harus cukup rendah agar arus di sisi tegangan rendah
masih dalam batas nominalnya.
 Pengukuran di belitan tegangan tinggi dilakukan seperti halnya pada uji
beban nol, yaitu tegangan masukan Vt, arus masukan It, dan daya (aktif)
masukan Pt.
 Tegangan masukan yang dibuat kecil mengakibatkan rugi-rugi inti menjadi
kecil sehingga kita dapat membuat pendekatan dengan mengabaikan
rugi-rugi inti.
 Dengan demikian kita dapat menggunakan rangkaian ekivalen yang
disederhanakan.
 Daya Pt dapat dianggap sebagai daya untuk mengatasi rugi-rugi
tembaga saja, yaitu rugi-rugi pada resistansi ekivalen yang dilihat dari sisi
tegangan tinggi Ret.
8. Uji Hubung Singkat (Cont.)

….. (11.11)

 Dalam perhitungan ini kita memperoleh nilai Ret = R1+ R′2. Nilai resistansi
masing-masing belitan dapat diperoleh dengan pengukuran terpisah
sebagaimana telah disebutkan diatas.
 Untuk reaktansi, kita memperoleh nilai Xet = X1+ X′2.
 Kita tidak dapat memperoleh informasi untuk menentukan reaktansi
masingmasing belitan. Jika sekiranya nilai reaktansi masing-masing
belitan diperlukan kita dapat mengambil asumsi bahwa X1= X′2.
 Kondisi ini sesungguhnya benar adanya jika transformator dirancang
dengan baik.
8. Uji Hubung Singkat (Cont.)
Contoh 3 :
Pada sebuah transformator 25 KVA, 2400/240 volt, 50 Hz, dilakukan uji beban
nol dan uji hubung singkat. Uji beban nol pada sisi tegangan rendah
memberikan hasil Vr = 240 volt, Ir = 1.6 amper, Pr = 114 watt
Uji hubung singkat yang dilakukan dengan menghubung-singkat belitan
tegangan rendah memberikan hasil pengukuran di sisi tegangan tinggi
Vt = 55 volt, It = 10.4 amper, Pt = 360 watt
a). Tentukanlah parameter transformator dilihat dari sisi tegangan tinggi.
b). Hitung rugi-rugi inti dan rugi-rugi tembaga pada beban penuh

Jawaban Contoh 3 :
a) Uji beban nol dilakukan di sisi tegangan rendah. Jadi nilai Rc dan Xφ yang
akan diperoleh dari hasil uji ini adalah dilihat dari tegangan rendah,
kita sebut Rcr dan Xφr.
8. Uji Hubung Singkat (Cont.)

Jika dilihat dari sisi tegangan tinggi :

Resistansi ekivalen dan reaktansi bocor ekivalen diperoleh dari uji hubung
singkat. Uji hubung singkat yang dilakukan di sisi tegangan tinggi ini
memberikan
8. Uji Hubung Singkat (Cont.)
b) Pada pembebanan penuh fluksi bersama dalam inti transformator
hampir sama dengan fluksi dalam keadaan beban nol. Jadi rugi-rugi
inti pada pembebanan penuh adalah 114 Watt.
Rugi-rugi tembaga tergantung dari besar arus. Besar arus primer pada
beban penuh adalah sama dengan arus sisi tegangan tinggi pada
percobaan hubung singkat, yaitu :

Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat
sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah
penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat.
9. Efisiensi dan Regulasi Tegangan
 Efisiensi suatu piranti didefinisikan sebagai :
….. (11.12)

 Karena daya keluaran sama dengan daya masukan dikurangi rugi-rugi


daya, maka efisiensi dapat dinyatakan sebagai :
….. (11.13)

 Formulasi (6.13) ini lebih sering digunakan. Untuk transformator rugi-rugi


daya dapat segera diperoleh melalui uji beban nol dan uji hubung singkat,
yaitu jumlah rugi inti dan rugi tembaga.
9. Efisiensi dan Regulasi Tegangan (Cont.)
 Regulasi tegangan transformator didefinisikan sebagai perubahan
besarnya tegangan sekunder bila arus berubah dari beban penuh ke beban
nol dengan tegangan primer dijaga tetap. Jadi :

….. (11.14)

Dengan memperhatikan diagram fasor maka (11.14) menjadi

….. (11.15)
9. Efisiensi dan Regulasi Tegangan (Cont.)
 TUGAS 4 :
Pada sebuah transformator 25 KVA, 2400/240 volt, 50 Hz, dilakukan uji
beban nol dan uji hubung singkat. Uji beban nol pada sisi tegangan rendah
memberikan hasil Vr = 240 volt, Ir = 1.6 amper, Pr = 114 watt
Uji hubung singkat yang dilakukan dengan menghubung-singkat belitan
tegangan rendah memberikan hasil pengukuran di sisi tegangan tinggi
Vt = 55 volt, It = 10.4 amper, Pt = 360 watt.
Transformator tersebut diatas mencatu beban 25 KVA pada faktor daya
0.8.
a). Hitunglah efisiensinya.
b). Hitunglah regulasi tegangannya.
Referensi :
• Hamzah Berahim, “Pengantar Teknik Tenaga Listrik”
• Sudaryatno Sudirham, “Analisa Tenaga Listrik”
• Artono Aris Munandar, “Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik”
• Sumber dari Internet

Anda mungkin juga menyukai