Anda di halaman 1dari 13

MODUL TOPIK 1

Rangkaian Ekuivalen – Transformator Satu Fasa

Tujuan Pembelajaran Umum :

1. Memahami tentang Konstruksi dan Prinsip Kerja transformator satu fasa


2. Memahami tentang cara penggambaran dan perhitungan parameter transformator
berdasarkan rangkaian ekuivalen .
3. Memahami tentang cara menentukan rangkaian ekuivalen transformator berdasar-
kan hasil pengujian hubung singkat dan beban nol

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemanfaatan dan prinsip kerja transfor-
mator, khususnya transformator satu fasa di industri dengan benar.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konstruksi dari sebuah transformator satu
fasa dengan benar .
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengambarkan bagian-bagian utama dari
sebuah transformator fasa dengan benar.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menggambarkan rangkaian ekuivalen
transformator satu fasa dengan benar .
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menghitung resistansi, reaktansi, dan
impedansi transformator dengan benar .
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan dan cara melakukan test beban nol
dan hubung singkat pada sebuah transformator satu fasa dengan benar.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menentukan parameter transformator
satu fasa berdasarkan test tanpa beban dengan benar.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menentukan parameter transformator
satu fasa berdasarkan test hubung singkat dengan benar.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menghitung efisiensi transformator
satu fasa dengan benar.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang metode regulasi tegangan transformator
satu fasa dengan benar.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara menghitung regulasi tegangan trans-
formator satu fasa dengan benar.

Lembar Informasi :

1.1. Konstruksi dan Prinsip Kerja

Dalam suatu eksperimennya Michael Faraday dengan menggunakan bahan-bahan be-


rupa sebuah coil, magnet batang dan galvanometer (Gambar 1.1) dapat membuktikan
bahwa bila kita mendorong medan magnet batang ke dalam coil tersebut, dengan kutub
utaranya menghadap coil tersebut, ketika batang magnet sedang begerak, jarum galva-
nometer memperlihatkan penyimpangan yang menunjukkan bahwa sebuah arus telah
dihasilkan di dalam coil tersebut. Bila batang magnet tersebut digerakkan dengan arah

SY Mesin Listrik – D3 1- 1
sebaliknya maka arah penunjukkan pada galvanometer arahnyapun berlawanan yang
menunjukkan bahwa arah arus yang terjadi berlawanan juga.

Jadi yang terjadi dalam percobaan itu adalah apa yang disebut arus imbas yang dihasilkan
oleh tegangan gerak listrik imbas.

Gambar 1.1 Percobaan Arus Induksi

Dalam percobaan lainnya Michael Faraday mencobakan sebuah cincin yang terbuat
dari besi lunak, kemudian cincin besi lunak tersebut dililit dengan kawat tembaga
berisolasi (Gambar 1.2 ).

Gambar 1.2 Percobaan Induksi

Bila saklar (S) ditutup, maka akan terjadi rangkaian tertutup pada sisi primer, demikian
arus I1 akan mengalir pada rangkaian sisi primer tersebut, sedangkan pada lilitan
sekunder tidak ada arus yang mengalir. Tetapi bila saklar (S) ditutup dan dibuka secara
bergantian maka jarum galvanometer akan memperlihatkan adanya penyimpangan yang
arahnya berubah-ubah kekiri dan kekanan. Perubahan arah penunjukkan jarum galva-
nometer ini disebabkan adanya tegangan induksi pada lilitan sekunder, sehingga I 2 me-
ngalir melalui galvanometer.

Dari percobaan seperti telah dijelaskan diatas Michael Faraday dapat menyimpulkan
bahwa tegangan gerak listrik imbas e didalam sebuah rangkaian listrik adalah sama
dengan perubahan fluks yang melalui rangkaian-rangkaian tersebut.

Jika kecepatan perubahan fluks dinyatakan didalam weber/detik, maka tegangan gerak
listrik e dinyatakan dalam Volt, yang dalam bentuk persamaannya adalah :

d
e=− ……………………….………………… (1- 1)
dt

SY Mesin Listrik – D3 1- 2
pers (1 - 1) ini dikenal dengan hukum Induksi Faraday, tanda negatif menunjukkan
bahwa arus induksi akan selalu mengadakan perlawanan terhadap yang meng-
hasilkan arus induksi tersebut. Bila coil terdiri dari N Lilitan, maka tegangan gerak
listrik imbas yang dihasilkan merupakan jumlah dari tiap lilitan, dalam bentuk persa-
maan :

d
e = −N …………………………………………………(1 – 2)
dt
dan Nd dinamakan tautan fluksi (Flux Linkages) didalam alat tersebut.

Definisi Transformator

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi
Listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain dengan fre-
kuensi yang sama, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi
elektromagnet.

Secara konstruksinya transformator terdiri atas dua kumparan yaitu primer dan sekun-
der. Bila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik, maka
fluks bolak-balik akan terjadi pada kumparan sisi primer, kemudian fluks tersebut akan
mengalir pada inti transformator, dan selanjutnya fluks ini akan mengimbas pada kum-
paran yang ada pada sisi sekunder yang mengakibatkan timbulnya fluks magnet di sisi
sekunder, sehingga pada sisi sekunder akan timbul tegangan (Gambar 1.3 ).

Gambar 1.3 Fluks Magnet Transformator

Berdasarkan cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua jenis transformator, yaitu
tipe inti (core type) dan tipe cangkang (shell type).

Pada transformator tipe inti (Gambar 1.4), kumparan mengelilingi inti, dan pada
umumnya inti transformator L atau U. Peletakkan kumparan pada inti diatur secara
berhimpitan antara kumparan primer dengan sekunder. Dengan pertimbangan komplek-
sitas cara isolasi tegangan pada kumparan, biasanya sisi kumparan tinggi diletakkan di
sebelah luar.

SY Mesin Listrik – D3 1- 3
Gambar 1.4 Transformator Tipe Inti Gambar 1.5 Tranformator Tipe Cangkang

Sedangkan pada transformator tipe cangkang (Gambar 1.5) kumparan dikelilingi oleh
inti, dan pada umumnya intinya berbentuk huruf E dan huruf I, atau huruf F.

Untuk membentuk sebuah transformator tipe Inti maupun Cangkang, inti dari
transformator yang berbentuk huruf tersebut disusun secara berlapis-lapis (laminasi),
jadi bukan berupa besi pejal.

Tujuan utama penyusunan inti secara berlapis


(Gambar 1.6) ini adalah unuk mengurangi ke-
rugian energi akibat ”Eddy Current” (arus
pusar), dengan cara laminasi seperti ini maka
ukuran jerat induksi yang berakibat terjadinya
rugi energi di dalam inti bisa dikurangi. Proses
penyusunan inti Transformator biasanya dila-
kukan setelah proses pembuatan lilitan kum-
paran transformator pada rangka (koker) sele-
sai dilakukan.

Gambar 1.6 Laminasi Inti Transformator

1.2. Transformator Ideal

Sebuah transformator dikatakan ideal, apabila dalam perhitungan dianggap tidak ada
kerugian-kerugian yang terjadi pada transformator tersebut, seperti rugi akibat resis-
tansi, induktansi, arus magnetisasi, maupun akibat fluks bocor. Jika sebuah trans-
formator tanpa beban (Gambar 1.7 ), kumparan primernya dihubungkan dengan dengan
sumber tegangan arus bolak-balik (abb) sinusoid V1 , maka akan mengalir arus primer
I 0 yang juga mempunyai bentuk gelombang sinusoidal, bila diasumsikan kumparan
0
N1 merupakan reaktif murni, maka I 0 akan tertinggal 90 dari V1 . Arus primer ini
akan menimbulkan fluks sinusoidal yang sefasa,

SY Mesin Listrik – D3 1- 4
 =  maks sin t ……………………………..….(1 – 3)

Gambar 1.7 Transformator Tanpa Beban Gambar 1.8 Arus Tanpa Beban

Fluks yang sinusoidal akan mengkibatkan terbangkitnya tegangan induksi E1


d
e1 = − N1 Volt
dt
d(maks sin t )
e1 = − N1 = − N1maks cost Volt
dt
N 2fmaks
E1 = 1 = 4,44 N1fmaks Volt …………………………….………(1 – 4)
2

maka pada sisi sekunder, fluks tersebut akan mengakibatkan timbulnya tegangan E 2 .

d
e2 = −N2 Volt
dt
e 2 = − N 2  maks cost Volt
E 2 = 4,44 N 2f maks Volt ……………………………………..…………………..(1 – 5)

Arus primer yang mengalir pada transformator saat sekunder tanpa beban, bukan me-
upakan arus induktif murni, tetapi terdiri dari dua komponen arus yaitu arus mag-
netisasi ( I m ) dan arus rugi tembaga ( I C ). Arus magnetisasi ini menghasilkan fluks (Φ).

SY Mesin Listrik – D3 1- 5
Bentuk gelombang arus magnetisasi (Gambar 1.8) yang berbentuk sinusoidal akan ber-
ubah bentuk akibat pengaruh sifat besi (inti) yang tidak linear, sehingga bentuk gelom-
bang berubah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.9.

Sebuah Transformator Ideal dalam keadaan berbeban, seperti dieperlihat-kan pada


gambar 1.10. Bila  2 = 2.V2 . sin t , dimana V2 nilai tegangan efektif dari terminal
V
sekunder kemudian i 2 = 2. ( 2 ) sin( t − ) ,  adalah sudut impedansi dari beban.
Z
Z
Zin = ......................................................................................(1 – 6)
K2

Gambar 1.9 Kurva B – H Gambar 1.10 Transformator Ideal


Dalam bentuk phasor :
V
I2 = 2 = I2  − 
Z
V2
dimana I 2 = dan Z = Z 
Z2

V V
1 = 2. 2 sin t , efektifnya V1 = 2
K K
sedangkan untuk arus :
i1 = 2.I 2 .K sin( t − )

= 2I1 . sin( t − )

dalam bentuk phasor : I1 = I 2 .K


Impedansi dilihat dari sisi sekunder :

SY Mesin Listrik – D3 1- 6
V1 V2 / K V
Z in = = = 22
I1 I2K I2K

1.3. Transformator Berbeban

Pada sub bab terdahulu telah dijelaskan bagaimana keadaan transformator secara ideal
baik saat tanpa beban maupun berbeban. Dalam prakteknya apabila sisi kumparan
sekunder transformator diberi beban (Gambar 1.11) maka besar tegangan yang di induk-
sikan (E2) tidak akan sama dengan tegangan pada terminal (V2), hal ini terjadi karena
adanya kerugian pada kumparan transformator.

Gambar 1.11 Transformator Berbeban

Apabila transformator diberi beban Z L maka arus I 2 akan mengalir pada beban terse-
but, arus yang mengalir ini akan mengakibatkan timbulnya gaya gerak magnet (ggm)
N 2 I 2 yang mana arahnya cenderung melawan arah fluks bersama yang telah ada dise-
babkan arus magnetisasi I m .
Untuk menjaga agar fluks bersama yang telah ada bisa dijaga dipertahankan nilainya,
maka pada sisi kumparan primer arus mengalir arus I '2 yang menentang fluks yang
dibangkitkan oleh arus beban I '2 , sehingga arus yang mengalir pada sisi kumparan pri-
mer menjadi :
I1 = I 0 + I 2 dimana I 0 = I C + Im , apabila I C (rugi besi) diabaikan, maka nilai I 0 =
I m , sehingga I1 = I m + I 2 . Untuk menjaga agar fluks bersama yang ada pada inti
transformator tetap nilainya, maka :

N1Im = N1I1 − N2I2


N1I m = N1 (I m + I2 ) − N 2 I 2
N1I m = N1I m + N1I2 − N 2 I 2 , maka
I N
N1I2 = N 2 I 2 , nilai I '2 = I1 bila I m dianggap kecil, sehingga 1 = 2 ………….…(1 - 7)
I 2 N1

SY Mesin Listrik – D3 1- 7
1.4. Rangkaian Ekuivalen

Untuk memudahkan dalam menganalisa sebuah transsformator maka kita perlu me-
ngetahui bagaimana rangkaian ekuivalen (model rangkaian) dari transformator tersebut .
Model rangkaian transformator dikembangkan oleh Steintmetz , dengan model ini me-
mungkinkan kita untuk menganalisa sebuah rangkaian dari peralatan yang sangat non-
linear dapat dianalisa dengan teori rangkaian linear .

Ø
+
i1
• •+ i2

1 N1 l 1 l 2 N2 2 ZL

-
- Resistansi Resistansi
Kumparan = r1 Kumparan = r2

Gambar1.12 Rangkaian Ekuivalen Transformator

1.4.1. Resistansi Kumparan

Kedua kumparan bisa dianggap sumber tegangan yang mempunyai tegangan didalam-
nya, masing-masing e1' dan e 2' dan mempunyai resistansi r1 dan r2 , lihat gambar 1.13.

•+
r1 Ø
i1 r2
+•
•+ i2
+

1 e1
'
l 1 l 2 e2
'
2 ZL

- - -•
-• N1 N2

Gambar1.13 Resistansi Kumparan dari Transformator


1.4.2. Reaktansi Bocor

Selanjutnya efek reaktansi bocor bisa ditunjukkan secara terpisah dari fluks bersama
dan tegangan yang melalui kedua koil menunjukkan akibat bocor pada sisi primer dan
sekunder .

SY Mesin Listrik – D3 1- 8
l 1
N1 N2 
l 2

•+
r1 Ø
r2
•+
i1
+ • el •
i2
+
1
el
1 e1 ! e1 e2 2
e2 ! ZL  2

- - - -
Gambar 1.14 Induktansi atau Reaktansi Bocor Transformator
di1 di 2
el1 = Ll1 dan el 2 = −L l …………………………………………(1 – 8)
dt 2 dt
kemudian : i 2 = 2 I 2 sin t
dimana I 2 arus efektif dari sekunder , maka tegangan jatuh akibat reaktansi bocor
adalah :
di
− el 2 = Ll 2 2
dt

d
= Ll 2 ( 2 I 2 sin t
dt
= Ll 2 ( 2 I 2 cos t
sehingga − E l 2 max = 2Ll 2 I 2 dan nilai efektif dan − El = Ll I2 .
2 2

Perlu diperhatikan arus adalah fungsi sinus , lagging tegangan cosinus sebesar 90 0 .
Dalam phasor efektif
− E l 2 = j(Ll 2 )I 2
untuk primer
E l1 = j(Ll1 )I1
maka resistansi bocor dari primer dan sekunder adalah :
x1  Ll1 = N12l1 ……………………………………..(1 – 9)

x 2  Ll 2 = N 22l 2 ………………………..…………..(1-10)

1.4.3. Penguatan Inti ( Arus Penguatan )

Besarnya fluks yang terjadi pada inti sebuah transformator bisa kita peroleh ber-
dasarkan hukum Faraday :
d
e1 = N1
dt
1
=  e1dt
N1

e1 = 2E1 sin( t + ) ………………………………….…………….(1 – 11)

SY Mesin Listrik – D3 1- 9
2E1
maka =− cos(t + )
N1

2E1 1 V1
dan = = ……………………………………………….(1 – 12)
N1 2f N1
persamaan diatas juga menyatakan jika tegangan sinusoidal (juga fluks) , tetapi lagging
dari tegangan sebesar 90 .
Inti transformator merupakan elemen yang bersifat nonlinear. Seperti yang dijelaskan
pada sub bab sebelumnya bahwa pada inti akan timbul rugi histerisis, ditambah ber-
ubah-ubahnya fluks inti oleh tegangan induksi didalam inti itu sendiri .
Tegangan ini menyebabkan “ eddy like currents” bersirkulasi didalam inti. “ Eddy
Currents” menyebabkan rugi-rugi I 2R didalam inti .

 = F1 + F2 = N1i1 + N2i 2 A.t


kemudian bagi kedua sisi persamaan dengan N1

= i1 − i 2 K  i ex
N1
 = N1i ex
= N1 (i  + i h + e )
dimana N1i  magnetisasi inti dan N1i h + e untuk mengetahui histerisis dan menyeim-
bangkan ggm yang diakibatkan oleh “Eddy Currents” .
 i ex = i  + i h + e

E E1
Xm = 1 dan R c = ………………………………….(1 – 13)
I Ih +e
Rugi inti dalam watt
E 2
Pc = E1.I h + e = I h + e 2 R c = 1 Watt …………………………..(1 -14)
Rc

1.4.4. Rangkaian Ekuivalen Secara Lengkap

Berdasarkan pembahasan sebelumnya kita telah membahas rugi-rugi yang terjadi dida-
lam sebuah transformator, maka untuk memudahkan menganalisis kerja transformator
tersebut dapat dibuat rangkaian ekuivalen dan vektor diagramnya. Rangkaian ekuivalen
ini dapat dibuat dengan acuan sisi primer atau acuan sisi sekunder .

SY Mesin Listrik – D3 1 - 10
➢ Rangkaian Ekuivalen dengan Acuan Sisi Primer
1 1
R1 X1 X2 R2 I 2K
+ K 2
K2
+ I ex •
Ih +e I
E ZL V2
V1 E = 2
Rc Xm 1 K K 2 K

- -•
Gambar 1.15 Rangkaian Ekuivalen dengan Acuan Sisi Primer

I 2 K = I 2' R eq1 X eq1


+
+
I ex •
Ih +e I
Z '
E2 eq ZL V2
V1 E1 =
Rc Xm K K 2 K

- -•
Gambar 1.16 Rangkaian Ekuivalen dengan Acuan Sisi Primer disederhanakan

Yang dimaksud dengan acuan sisi primer adalah apabila parameter rangkaian sekunder
dinyatakan dalam harga rangkaian primer dan harganya perlu dikalikan dengan faktor
1
(Gambar 1.15). Untuk memudahkan dalam menganalisis, rangkaian ekuivalen pa-
K 2
da gambar 1.15 dapat disederhanakan lagi, seperti diperlihatkan pada gambar 1.16.
Berdasarkan rangkaian diatas kita dapat menentukan nilai parameter yang ada pada
transformator tersebut berdasarkan persamaan-persamaan berikut ini.

Impedansi ekuivalen transformator adalah :


R X
Z eq1 = (R 1 + 2 ) + j(X1 + 2 )
K2 K2
= R eq1 + jX eq1 .............................................................(1 – 15)
dimana
R2
R eq1 = R 1 + …………………………………..……(1 – 16)
K2
X2
X eq1 = X1 + ……………..…………………………(1– 17)
K2
V1 = E1 + I1.R1 + I1.X1 ……..……………………….....(1– 18)
V2 = E 2 + I 2 .R 2 + I 2 .X 2 …………………..…………..(1– 19)

SY Mesin Listrik – D3 1 - 11
E2 N2 E
= = K atau E1 = 2 ………….………………...(1 -20)
E1 N1 K
maka :
1
E1 = (I 2 .Z L + I 2 .R 2 + I 2 .X 2 )
K
I2' N 2 I '
sedangkan = = K atau I 2 = 2
I2 N1 K
sehingga
1 I2' I ' I '
E1 = ( Z L + 2 R 2 + 2 X 2 ) ……………………..(1 – 21)
K K K K
V
dan V1 = 2 + I1 (R eq1 + jX eq1 ) ………………………….…(1 – 22)
K

➢ Rangkaian Ekuivalen dengan Acuan Sisi Sekunder


I1
R 1K 2 X1 K 2 X2 R2
K + I2
+ I ex •
K

V1K R cK 2 Xm K 2 ZL V2
E 2 = E1 K

- -•
Gambar 1.17 Rangkaian Ekuivalen dengan Acuan Sisi Sekunder
I1
R eq 2 X eq 2
K +
+
I ex •
K
Z
V1K E 2 = E1 K
eq 2 Z L  V2
R cK 2 Xm K 2

- -•
Gambar 1.18 Rangkaian Ekuivalen Transformator dengan Acuan Sisi Sekunder
yang disederhanakan

Rangkaian ekuivalen transformator bisa dibuat dengan acuan sisi sekunder


(Gambar 1.17), untuk itu parameter rangkaian primer harus dinyatakan dalam harga
rangkaian sekunder dan harganya perlu dikalikan dengan K 2 .

SY Mesin Listrik – D3 1 - 12
V1K
I 2 Z eq 2
I 2 X eq 2
 V2
I 2 R eq 2
I2

Gambar 1.19 Diagram Vektor Sisi Sekunder

Zeq 2 = (R1K 2 + R 2 ) + j(X1K 2 + X 2 )

= R eq 2 + jX eq 2 ) ……………………….…………………..(1-23)

dimana R eq 2 = R1K 2 + R 2 ) ……………………………………………...(1-24)

X eq 2 = X1K 2 + X 2 ……………………………………………….(1-25)

E1 = V1 − (I1.R1 + I1.X1) ………………………………………….(1-26)


V2 = E2 − (I2.R 2 + I2.X2 ) ………………………………………(1-27)
E2 = KV1 − (I2.K.R1 + I2.K.X1)


= K.V1 − (I 2 .K 2 .R1 + I 2 .K 2 .X1)……………………..…….(1-28)

dan V2 = E2 − (I2.R 2 + I2.X2 )


= KV1 − (I 2 .K 2 .R1 + I 2 .K 2 .X1) − (I 2 .R 2 + I 2 .X 2 )

= K.V1 − I 2 (R eq 2 + jX eq 2) …………………………………(1-29)

SY Mesin Listrik – D3 1 - 13

Anda mungkin juga menyukai