Buku I (Kikpkl) PDF
Buku I (Kikpkl) PDF
2012
KATA PENGANTAR
PENYUSUN
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Kriteria penetapan tipe kawasan lindung Jawa Barat ........ II-14
Tabel 2-2 Sebaran Lokasi Tipe Kawasan Lindung di Setiap
Kabupaten/Kota di Jawa Barat ........................................ II-16
Tabel 2-3 Luas tipe kawasan lindung di setiap kabupaten/kota di
Jawa Barat .................................................................... II-8
Tabel 2-4 Kegiatan Penataan Kawasan Lindung dalam
Meningkatkan Fungsi Lindung ....................................... II-24
Tabel 2-5 Kriteria untuk Memilih Kriteria dan Indikator Kinerja
Pengelolaan Kawasan Lindung ...................................... II-29
Tabel 3-1 Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator .... III-6
Tabel 3-2 Penjelasan Setiap Kriteria dan Indikator ........................ III-6
Tabel 3-3 Jenis Data, Sumber Data, Metode Verifikasi dan
Instrumen Verifikasi Setiap Indikator ............................. III-6
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
BAB 1
PENDAHULUAN
I-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
I-2
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Perda Jawa Barat no 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Barat. Pada Perda no 22 tahun 2010 disebutkan bahwa target
pencapaian 45 persen kawasan lindung di Jawa Barat diharapkan pada tahun
2018.
Strategi pencapaian luas kawasan lindung 45 persen di Jawa Barat, dilakukan
atas dasar pencapaian luas/kuantitas dan peningkatan kualitas dari kawasan
lindung. Pecapaian luas kawasan lindung ditempuh, melalui : (a). peningkatan
fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan hutan; (b). pemulihan
kembali secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi; (c).
pengalihan fungsi secara bertahap kawasan hutan cadangan dan hutan produksi
terbatas menjadi hutan lindung; (d) pembatasan pengembangan prasarana
wilayah di sekitar kawasan lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan
perkotaan yang mendorong alih fungsi kawasan lindung; (f). penetapan luas
kawasan hutan minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Sementara
itu, peningkatan kualitas kawasan lindung dilakukan, melalui : (a). optimalisasi
pendayagunaan kawasan lindung hutan dan non hutan melalui jasa lingkungan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (b). pengendalian pemanfaatan
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan pada kawasan lindung; (c).
pencegahan kerusakan lingkungan akibat kegiatan budidaya; (d). rehabilitasi
lahan kritis di kawasan lindung; dan (e). penyusunan arahan insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi dalam hal alih fungsi dan/atau penerbitan izin
pembangunan dan/atau kegiatan di kawasan lindung.
I-3
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
1.3. Sasaran
Sasaran pengguna buku kriteria dan indikator ini adalah para pihak ( stakeholder)
baik pemerintah daerah kabupaten/kota, provinsi maupun pemerintah pusat
yang terkait dalam pengelolaan kawasan lindung Jawa Barat.
I-4
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
4. Verifier adalah data atau informasi yang dapat menambah kejelasan dan
memudahkan penilaian terhadap suatu indikator.
I-5
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
10. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata
air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan
memelihara kesuburan tanah.
11. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
12. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya.
13. Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-
pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada
tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang.
14. Kawasan Berfungsi Lindung di Luar Kawasan Hutan Lindung
adalah kawasan yang memiliki nilai perlindungan terhadap daerah di
bawahanya, yang tidak selalu harus berupa hutan.
15. Kawasan Resapan Air adalah daerah bercurah hujan tinggi, berstruktur
tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang
mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
16. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai.
17. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk pada sungai buatan/kanal/saluran/irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai.
18. Kawasan Sekitar Waduk dan Situ adalah kawasan tertentu di
sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi waduk dan situ.
19. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
mata air.
20. Tanah Timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami maupun
buatan karena proses pengendapan di sungai, danau, pantai dan/atau
lahan timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai negara.
I-6
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
21. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami.
22. Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
23. Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya adalah daerah yang mewakili
ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan
habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi
perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada.
24. Kawasan Hutan Payau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan
habitat alami hutan payau atau jenis tanaman lain yang berfungsi
memberikan perlindungan kepada keanekaragaman hayati pantai dan
lautan.
25. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi.
26. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan jenis asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata
dan rekreasi.
27. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan
utama untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.
I-7
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
33. Kawasan Rawan Gempa Bumi adalah kawasan yang pernah terjadi
dan diidentifikasi mempunyai potensi terancam bahaya gempa bumi baik
gempa bumi tektonik maupun vulkanik.
34. Kawasan Rawan Gerakan Tanah adalah kawasan yang berdasarkan
kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang
mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi.
35. Kawasan Rawan Banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan
yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif
tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga
melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang
merugikan manusia.
36. Masyarakat Adat adalah masyarakat asli yang telah secara turun
temurun tinggal dan melaksanakan pola hidup khas setempat, yang taat
berpegang teguh kepada norma-norma adat yang ada dan berlaku
membumi, dan mempunyai lembaga adat yang merupakan suatu
kesatuan sistem pengambilan keputusan.
I-8
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
BAB II
PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DALAM
RANGKA PERWUJUDAN GREEN PROVINCE
II-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-2
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-3
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-4
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-5
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-6
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-7
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Green Province merupakan bagian dari pertumbuhan hijau dan ekonomi hijau
pada skala regional (provinsi). Pertumbuhan hijau dan ekonomi hijau
merupakan dua strategi dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Strategi pertumbuhan hijau (Green Growth Strategies) digaungkan oleh
Organization Cooperation and Development (OECD) yang berpusat di Paris,
yakni organisasi negara-negara maju yang pertumbuhan ekonominya sudah
sangat tinggi. Kemudian United Nations Environmental Programme (UNEP) juga
meluncurkan suatu strategi yang disebut ekonomi hijau ( Green Economy).
Kedua strategi tersebut meskipun berbeda memiliki makna/arti yang sama yakni
sebagai langkah untuk mencapai pembangunan berkelanjutan ( sustainable
development) dengan menfokuskan pilar ekonomi yang mengintegrasikan pilar
lingkungan sekaligus pilar sosial. Namun demikian, secara internasional sampai
saat sekarang belum ada kesepakatan mengenai pengertian dari strategi Green
Economy atau Green Growth.
Indonesia mengartikan Green Economy sebagai suatu proses transformasi dalam
pembangunan ekonomi dan investasi ke arah pembangunan berkelanjutan,
bertujuan untuk merubah paradigma pembangunan. Sehingga ketiga pilar
pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan hidup, ekonomi dan sosial dapat
saling mendukung. Sebagai bentuk komitmennya Indonesia menyanggupi untuk
menurunkan emisi GRK menjadi 41% ke dalam strategi Green Economy
Indonesia.
Dalam mewujudkan Green Economy tersebut peranan Pemerintah Daerah
menjadi penting. Salah satu bentuk peran pemerintah provinsi diwujudkan
dalam Green Province. Dengan demikian, Green Province dapat diartikan sebagai
penerapan pembangunan berkelanjutan di seluruh kabupaten dan kota di
wilayahnya dengan menjaga lingkungan hidup sekaligus memanfaatkan
sumberdaya alam secara bertanggungjawab.
Dukungan perwujudan sebagai Green Province, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) telah
mengalokasikan ruang kawasan lindung (KL) sebesar 45% dari luas wilayah total
II-8
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
daratan Jawa Barat (total luas daratan Jawa Barat 3.709.528,44 ha). Hal ini
didukung oleh kebijakan-kebijakan seperti Perda Jabar No. 2/2006 (tentang
Kawasan Lindung), Perda Jabar No 22/2010 (tentang RTRWP) dan Perda no.
2/2009 (RPJM Jabar 2008-2013).
Secara konseptual, perwujudan Green Province dapat dicapai melalui langkah-
langkah berikut :
II-9
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Nilai Etika/Budaya
Variabilitas sosial
Pengelolaan
Kawasan
Lindung
Variabilitas Ekonomi
Kualitas Lingkungan
Kebijakan Lingkungan
II-10
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Mengacu pada landasan hukum dan prinsip pengelolaan kawasan lindung, dalam
mewujudkan capaian luas kawasan lindung dapat dilakukan melalui intervensi
sebagai berikut :
II-11
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka Perwujudan Green Province Jawa Barat
RPJMD
PROVINSI JAWA
BARAT
LEVEL KEGIATAN
RTRW RKPD KAB/KOTA PROGRAM dan KEGIATAN
KABUPATE EKONOMI
KABUPATEN/ KOTA DI JABAR KEGIATAN SOSIAL
N/KOTA DI JAWA BARAT
MENUJU
GREEN
PROVINCE
RPJMD
KABUPATEN/
KOTA JAWA
BARAT Gambar 2-2. Alur Pengelolaan Kawasan Lindung
II-12
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Menurut Perda Jabar no 22 tahun 2010, tipe kawasan lindung di Jawa Barat
dikelompokkan ke dalam beberapa tipe (tipologi), yaitu :
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya,
meliputi :
1. Sempadan pantai;
2. Sempadan sungai;
3. Kawasan sekitar waduk dan danau/situ;
4. Kawasan sekitar mata air;
5. RTH di Kawasan Perkotaan;
c. Kawasan suaka alam, meliputi :
1. Taman nasional;
2. Taman hutan raya;
3. Taman wisata alam;
e. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
h. Taman buru;
i. Kawasan perlindungan plasma nutfah eks-situ;
II-13
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
j. Terumbu karang;
k. Kawasan koridor bagi satwa atau biota laut yang dilindungi; dan
l. Kawasan yang sesuai untuk hutan lindung.
II-14
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-15
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Gambar 2-3. Peta Sebaran Kawasan Lindung Provinsi Jawa Barat (RTRW Jabar,
2010)
II-16
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
10) Sumedang
11) Majalengka
12) Indramayu
13) Kuningan
II-17
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
a. Cagar Alam 1) Cagar Alam Arca Domas dan Cagar Alam Yan Lapa,
terletak di Kabupaten Bogor
2) Cagar Alam Talaga Warna, terletak di Kabupaten Bogor
dan Cianjur
3) Cagar Alam Cadas Malang, Cagar Alam Bojong Lorang
Jayanti dan Cagar Alam Takokak, terletak di Kabupaten
Cianjur
4) Cagar Alam Gunung Simpang, terletak di Kabupaten
Cianjur dan Bandung
5) Cagar Alam Telaga Patengan, Cagar Alam Gunung
Malabar, Cagar Alam Cigenteng Cipanji I/II, Cagar
Alam Yung Hun dan Cagar Alam Gunung Tilu, terletak
di Kabupaten Bandung
6) Cagar Alam Papandayan (Perluasan) dan Cagar Alam
Kawah Kamojang, terletak di Kabupaten Bandung dan
Garut
7) Cagar Alam Tangkubanperahu, terletak di Kabupaten
Bandung dan Subang
8) Cagar Alam Talagabodas dan Cagar Alam Leuweung
Sancang, terletak di Kabupaten Garut
9) Cagar Alam Sukawayana, Cagar Alam Cibanteng, Cagar
Alam Tangkuban Perahu (Palabuhanratu), Cagar Alam
Pelabuhan Ratu dan Cagar Alam Dungus Iwul, terletak
di Kabupaten Sukabumi
10) Cagar Alam Burangrang, terletak di Kabupaten
Purwakarta
11) Cagar Alam Gunung Jagat, terletak di Kabupaten
Sumedang
12) Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan Cagar Alam
Panjalu/Koordera, terletak di Kabupaten Ciamis
13) Lain-lain cagar alam, tersebar di Kabupaten/Kota
c. Suaka Alam Laut dan 1) Suaka Alam Laut Leuweung Sancang, terletak di
perairannya Kabupaten Garut
II-18
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
b. Taman Hutan Raya 1) Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda, terletak di Kota
Bandung dan Kabupaten Bandung
2) Taman Hutan Raya Pancoran Mas, terletak di Kota
Depok
3) Taman Hutan Raya Kuningan, terletak di Kabupaten
Kuningan
4) Taman Hutan Raya Gunung Palasari dan Taman Hutan
Raya Gunung Kunci, terletak di Kabupaten Sumedang
5) Lain-lain taman hutan raya, tersebar di
Kabupaten/Kota
c. Taman Wisata Alam 1) Taman Wisata Alam Talaga Warna, Taman Wisata
Alam Gunung Salak Endah, Taman Wisata Alam
Gunung Pancar, Taman Wisata Alam Cilember, Taman
Wisata Alam Curug Luhur dan Taman Wisata Alam
II-19
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-20
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Kabupaten Bandung
h. Kebun Binatang Bandung, terletak di Kota Bandung
i. Cimapag/Rancabuaya dan Arboretum Cibeureum,
terletak di Kabupaten Garut
j. Gunung Cakrabuana, Sirah Cimunjul dan Gunung
Galunggung, terletak di Kabupaten Tasikmalaya
k. Majingklak, Karangkamulyan, Cipanjalu dan Cukang
Taneuh, terletak di Kabupaten Ciamis
l. Kebun Raya Kuningan, terletak di Kabupaten Kuningan
m. Lain-lain kawasan perlindungan plasma nutfah,
tersebar di Kabupaten/Kota
7. Kawasan Cagar Budaya dan a. Istana Bogor, Batu Tulis, Makam Mbah Dalem, Museum
Ilmu Pengetahuan Zoologi dan Vihara Budha Sena, terletak di Kota Bogor
b. Batu Tulis Ciaruteun dan Gua Gudawang, terletak di
Kabupaten Bogor
c. Istana Cipanas, Situs Megalitik Gunung Padang dan
Makam Dalem Cikundul, terletak di Kabupaten Cianjur
d. Makam Sunan Gunungjati, terletak di Kabupaten
Cirebon
e. Gua Sunyaragi, Keraton Kasepuhan, Kanoman dan
Kacirebonan, terletak di Kota Cirebon
f. Museum Linggarjati dan Situs Budaya Cipari, terletak di
Kabupaten Kuningan
g. Kampung Naga, terletak di Kabupaten Tasikmalaya
h. Cadas Pangeran, Desa Adat Rancakalong, Museum
Geusan Ulun, Makam Cut Nyak Dien dan Makam
Dayeuh Luhur, terletak di Kabupaten Sumedang
i. Candi Cangkuang dan Kampung Dukuh, terletak di
Kabupaten Garut
j. Ciung Wanara Karang Kamulyan, Kampung Kuta dan
Astana Gede Kawali, terletak di Kabupaten Ciamis
k. Gedung Sate, Gedung Pakuan, Gedung Landraad dan
Gedung Merdeka, terletak di Kota Bandung
l. Observatorium Bosscha, Situs Bojongmenje dan Situs
Gua Pawon, terletak di Kabupaten Bandung
m. Museum Perjuangan Rengasdengklok, Tugu Proklamasi
Rengasdengklok, Kawasan Percandian Batujaya dan
Cibuaya, Situs Candi Jiwa dan Situs Makam Pulo Batu
Wadas, terletak di Kabupaten Karawang
n. Kampung Adat Cipta Gelar, terletak di Kabupaten
Sukabumi
o. Lain-lain kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan,
tersebar di Kabupaten/Kota
II-21
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
a. Kawasan Cagar Alam 1) Cagar Alam Geologi Gua Pawon, terletak di Kabupaten
Geologi Bandung
2) Cagar Alam Geologi Ciletuh, terletak di Kabupaten
Sukabumi
II-22
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
II-23
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
sangat diharapkan terjadi antar faktor faktor tersebut diatas dengan kondisi dan
pngelolaan kawasan lindung.
Berdasarkan luas dan jenis kawasan lindung, maka tipologi kabupaten yang ada
di Jawa Barat dapat dikelompokan menjadi kabupaten dengan kawasan lindung
yang besar, sedang dan kecil. Kabupaten yang memiliki kawasan lindung yang
besar akan memerlukan kinerja dan sumberdaya yang cukup besar untuk
mengelola dan melestarikan kawasan lindung. Berbeda halnya dengan
kabupaten yang memiliki kawasan lindung yang relatif kecil yang hanya
memerlukan upaya, kinerja dan sumberdaya yang relatif kecil.
II-24
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka Perwujudan Green Province Jawa Barat
Tabel 2-3. Luas tipe kawasan lindung di setiap kabupaten/kota di Jawa Barat
KAWASAN LINDUNG KAWASAN BUDI DAYA Persentase
LUAS
Luas KL
WILAYAH
NO KAB/KOTA Hutan Non Hutan Total KL Jumlah luas terhadap
Kab/kota
total KL
(ha) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (%)
1 KAB. BANDUNG 176,565.27 52,843.86 29.93 53,373.68 30.23 106,217.53 60.16 2,201.33 1.25 6.42
2 KAB. BANDUNG BARAT 130,617.28 21,705.42 16.62 42,689.68 32.68 64,395.09 49.30 15,469.00 11.84 3.89
3 KAB. BEKASI 128,127.40 11,449.87 8.94 3,548.65 2.77 14,998.52 11.71 - - 0.91
4 KAB. BOGOR 298,015.40 43,478.12 14.59 67,967.89 22.81 111,446.02 37.40 39,685.95 13.32 6.74
5 KAB. CIAMIS 281,412.60 5,725.67 2.03 112,487.05 39.97 118,212.72 42.01 30,738.66 10.92 7.14
6 KAB. CIANJUR 358,684.80 51,238.93 14.29 163,984.46 45.72 215,223.40 60.00 41,841.56 11.67 13.01
7 KAB. CIREBON 105,604.20 7.17 0.01 1,412.53 1.34 1,419.70 1.34 4,388.81 4.16 0.09
8 KAB. GARUT 309,001.30 93,270.69 30.18 153,202.38 49.58 246,473.06 79.76 11,949.95 3.87 14.90
9 KAB.INDRAMAYU 207,182.30 5,595.04 2.70 644.26 0.31 6,239.30 3.01 30,895.88 14.91 0.38
10 KAB. KARAWANG 191,209.30 8,601.42 4.50 15,217.16 7.96 23,818.58 12.46 13,435.27 7.03 1.44
11 KAB. KUNINGAN 122,289.30 9,572.31 7.83 51,970.98 42.50 61,543.28 50.33 25,241.90 20.64 3.72
12 KAB. MAJALENGKA 131,904.80 10,144.55 7.69 35,266.04 26.74 45,410.58 34.43 17,957.04 13.61 2.74
13 KAB. PURWAKARTA 96,845.12 2,561.36 2.64 37,148.54 38.36 39,709.90 41.00 18,296.13 18.89 2.40
14 KAB. SUBANG 215,644.30 12,644.13 5.86 35,986.51 16.69 48,630.64 22.55 13,654.09 6.33 2.94
15 KAB. SUKABUMI 417,701.30 50,062.31 11.99 227,682.21 54.51 277,744.52 66.49 57,302.04 13.72 16.79
16 KAB. SUMEDANG 156,061.70 18,528.39 11.87 71,782.72 46.00 90,311.11 57.87 28,205.67 18.07 5.46
17 KAB. TASIKMALAYA 267,522.40 17,138.76 6.41 156,351.64 58.44 173,490.40 64.85 31,165.40 11.65 10.48
18 KOTA BANDUNG 16,440.12 0.98 0.01 164.04 1.00 165.02 .00 - - 0.01
19 KOTA BANJAR 9,793.34 - - - - - - 1,153.79 11.78 -
20 KOTA BEKASI 0,159.01 - - - - - - - - -
21 KOTA BOGOR 10,981.58 - - 234.50 2.14 234.50 2.14 - - 0.01
22 KOTA CIMAHI 4,468.39 - - - - - - - - -
23 KOTA CIREBON 3,329.72 - - - - - - - - -
24 KOTA DEPOK 18,973.00 7.00 0.04 - - 7.00 0.04 - - 0.00
25 KOTA SUKABUMI 5,301.05 - - 1,236.70 23.33 1,236.70 23.33 445.55 8.40 0.07
26 KOTA TASIKMALAYA 21,101.42 1,188.38 5.63 6,581.29 31.19 7,769.66 36.82 261.05 1.24 0.47
3,704,936.4 1,654,697.2
JUMLAH 415,764.34 11.22 1,238,932.90 33.44 44.66 384,289.07 10.37 100.00
0 4
SUMBER : RTRWP Jabar tahun 2010
II-25
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
BAB III
METODE PENENTUAN
KRITERIA DAN INDIKATOR
T ercapainya kawasan lindung sebesar 45% dari luas total daratan Jawa Barat
merupakan tujuan utama pogram Green Province Jawa Barat. Tujuan lainnya
adalah tumbuhnya budaya hijau (Green culture) di masyarakat Jawa Barat yang
mendorong kesadaran tinggi dalam melestarikan lingkungan hijau di wilayah
Jawa Barat. Perwujudan hijau secara fisik ( Green based on land coverage) pada
kawasan lindung merupakan unsur utama menuju tercapainya Green Province
Jawa Barat. Namun demikian, hijau secara fisik sulit dicapai tanpa adanya
budaya/kultur baru cinta lingkungan yang dimiliki masyarakat Jawa Barat.
III-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Kriteria
Indikator
Verifier
(penguji)
III-2
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Kriteria dapat dipandang sebagai prinsip tingkat kedua yang menambah arti
pada prinsip dan membuatnya menjadi berfungsi atau lebih operasional. Kriteria
dapat memiliki satu atau lebih indikator dimana informasi yang disediakan oleh
indikator dapat diintegrasikan dan cara penilaian dapat ditafsirkan menjadi
semakin jelas. Verifier (pengukur) ini memberikan rincian spesifik yang
menunjukkan atau mencerminkan keadaan suatu indikator yang diinginkan.
Keterangan yang disebutkan dalam verifier ini memberikan arti tambahan,
presisi dan juga kondisi spesifik lokasi suatu indikator tertentu.
Kriteria dan indikator yang akan ditetapkan harus memenuhi kaidah SMART
(specific, measurable, achievable, responsibility, treasureable)
1. Spesipik (Specific)
Kriteria yang dibuat harus bersifat spesipik sesuai dengan objek yang akan
dinilai (assessment).
2. Terukur (Measurable)
Kriteria dan indikator yang dikembangkan harus dapat terukur dan
terstandarisasi.
3. Dapat diterima/dipahami (Achievable)
Kriteria dan indikator yang akan dikembangkan harus dapt diterima dan
mudah dipahami serta mudah diaplikasikan di lapanan
4. Responsibility (responsibility)
Kriteria dan indikator yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara saintifik maupun
operasional
III-3
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Secara garis besar, tahapan penentuan kriteria dan indikator meliputi (1)
Identifikasi potensi dan masalah, kebijakan, isu strategis, stakeholder dan tujuan
pengelolaan kawasan lindung; (2) Gap analysis; (3) Penentuan prinsip, kriteria,
indikator dan verifier; (4) Pengujian validasi kriteria dan indikator di lapangan,
serta evaluasi ulang validitas kriteria dan indikator. Metode penetapan prinsip,
kriteria, indikator dan verifier secara diagramatik disajikan pada Gambar 3-2.
Gap analysis
Kondisi faktual dengan kondisi
yang ideal (diharapkan)
Aspek kebijakan
Biofisik
Sosek
Ekonomi
Penentuan Prinsip, Kriteria, Indikator
dan Verifier (PKIV) pengelolaan
kawasan lindung secara empirik dan
saintifik
III-4
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
III-5
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Bobot Penilaian
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
(kematangan indikator)
Argumentasi Argumentasi
Penjelasan Penjelasan
No Kriteria Pentingnya Indikator pentingnya
Kriteria Indikator
Kriteria Indikator
Tabel 3-3. Jenis data, sumber data, metode verifikasi dan instrumen verifikasi
setiap indikator
III-6
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
III-7
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
III-8
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
BAB IV
KRITERIA DAN INDIKATOR
PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
JAWA BARAT
K riteria dan indikator pengelolaan kawasan lindung Jawa Barat setelah diuji di
lapangan ditetapkan sebanyak empat prinsip, 19 kriteria, 40 indikator dan 93
verifier (Tabel 4-1) . Kriteria Indikator yang disusun meliputi aspek aspek yaitu
aspek biofisik, kebijakan, sosial dan ekonomi. Indikator biofisik lebih bersifat
indikator output, sedangkan indikator kebijakan pada umumnya bersifat input.
Indikator ekonomi bersifat ouput dan outcome.
Tabel 4-1. Jumlah prinsip, kriteria, indikator dan verifier yang ditetapkan
Aspek Prinsip Kriteria Indikator Verifier
Biofisik 1 4 13 28
Kebijakan 1 6 11 29
Sosial 1 3 8 24
Ekonomi 1 6 8 12
Jumlah 4 19 40 93
IV-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
biofisik, yaitu : kondisi fisik lahan beserta vegetasinya yang mendukung dalam
peranan kawasan lindung di suatu wilayah. Dimana kawasan lindung adalah :
suatu wilayah dengan keadaan sumberdaya alam air, flora dan fauna seperti
hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air, alur
sungai, dan kawasan lindung lainnya sebagimana diatur Kepres 32 Tahun 1990.
Terdapat tiga kriteria biofisik yang menjadi dasar pertimbangan dalam
penentuan suatu wilayah sebagai kawasan lindung, yaitu faktor kelerengan
lapangan, faktor jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi, dan faktor rata-
rata intensitas hujan harian. Selain itu, dalam wilayah kawasan lindung yang
berfungsi sebagai tata air, banjir dan erosi sangat mementingkan keberadaan
vegetasi dengan kondisi yang optimum di suatu wilayah.
Berdasarkan luas, secara fisik Provinsi Jawa Barat telah menetapkan kawasan
lindung di provinsi pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 tahun 2006
ditetapkan seluas 45%. Untuk mewujudkan rencana pencapaian kawasan
lindung tentunya terdapat kendala-kendala yang dihadapi. Dengan menetapkan
prinsip, kriteria, indikator pada aspek biofisik ini diharapkan dapat menjadi alat
monitoring terhadap kondisi kawasan lindung di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Prinsip (tujuan) pengelolaan kawasan lindung dilihat dari aspek biofisik adalah :
Terciptanya kondisi biofisik kawasan lindung yang semakin baik sesuai dengan
tipologinya, meliputi luas dan kejelasan, kesesuaian peruntukan atau fungsinya,
kualitas fisik, serta upaya pelestariannya. menurut tipologi kawasan lindung.
IV-2
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-3
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
wilayah (RTRW) dan atau zona kelas kemampuan lahan dan yang ada di
Kawasan lindung.
Indikator kesesuaian peruntukan dan fungsi kawasan lindung untuk
mengetahui permasalahan dari penggunaan lahan di kawasan lindung.
Aspek pengendalian kawasan lindung tergambar dari kesesuaian
penggunaan lahan di kawasan lindung.
IV-4
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
adalah fungsi manfaat yang ingin diperoleh seperti respan air, dan
keanekaragaman hayati. Untuk memperoleh manfaat dari kawasan
lindung tipe II maka diperlukan tingkat penutupan vegetasi dengan
tingkat penutupan yang optimal, yaitu minimal tingkat penutupan
vegetasi dengan kerapatan sedang (diperkirakan sekitar diatas 40%
karapatan tajuk pohonnya).
IV-5
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-6
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Salah satu yang diatur dalam penataan ruang adalah Pola Ruang yakni distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya dalam wujud
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya yang dituangkan dalam Rencana Tata
Ruang. Hasil proses penataan ruang adalah Rencana Tata Ruang yang
dituangkan dalam Peta Rencana Tata Ruang (RTRW) Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Sebaran dan luas kawasan lindung dan kawasan budidaya
sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya, akan terlihat dari rencana
tata ruang tersebut.
IV-7
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-8
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-9
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-10
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-11
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-12
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Secara lengkap, kriteria dan indikator aspek kebijakan disajikan pada Lampiran
Tabel 2.
IV-13
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Dimensi modal sosial yang kedua yaitu dimensi struktural, yang berupa
susunan, ruang lingkup organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat pada
tingkat lokal, yang mewadahi dan mendorong terjadinya kegiatan-kegiatan
kolektif yang bermanfaat bagi warga masyarakat. Oleh sebab itu untuk
mencapai kemajuan dalam pembangunan terlebih dalam pembangunan sosial
maka pembentukan invididu-individu yang tangguh dari segi mental dan
kejiwaan, keluarga yang kukuh dan kelompok sosial yang kuat merupakan
fondasi dasar dalam pembangunan. Individu, keluarga dan kelompok
sosial sedemikian mempunyai kemandirian dan daya tahan dari pengaruh
dan situasi perubahan di luar mereka. Kemandirian dan ketahanan ini
memungkinkan mereka terhindar dari masalah-masalah sosial seperti
maladjustment, keruntuhan rumah tangga, dan konflik sosial antara
kelompok dalam masyarakat. Situasi harmoni sedemikian memberi peluang
kepada setiap orang untuk membangun diri mereka mencapai tingkat
pendidikan tertinggi, memperoleh derajat kesehatan yang tinggi dan mencapai
kesejahteraan ekonomi yang memadai.
Dalam operasionalnya pembangunan hutan berkelanjutan harus mengikuti
konsep pembangunan berkelanjutan tersebut di atas. Pembangunan hutan
dalam konteks pengelolaan kawasan lindung harus memberikan manfaat
secara sosial dan ekonomi berkaitan dengan bagaimana sebuah kawasan
atau ekosistem dapat diidentifikasi dan kemudian dilindungi karena mutlak
keberadaannya untuk memenuhi kebutuhan dasar sebuah komunitas yang
dinamis.
Dengan masuknya masyarakat dan berbagai pihak lainnya dalam pengelolaan
hutan, maka membawa implikasi bagaimana membangun pengelolaan hutan
khususnya kawasan lindung secara lestari yang mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi dan ekologi. Hasil Konferensi Helsingki merumuskan 6 kriteria
IV-14
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-15
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
IV-16
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Kriteria dari Aspek Sosial adalah suatu standar yang digunakan untuk menilai
dukungan masyarakat dalam bentuk kelembagaan dan keterlibatan masyarakat
untuk menjamin keberadaan dan luasan kawasan lindung sesuai dengan
Prinsipnya.
IV-17
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Indikator adalah variabel atau komponen dari ekosistem Kawasan Lindung atau
sistem pengelolaan yang digunakan untuk menyimpulkan status suatu kriteria.
Terdapat delapan indikator dalam aspek sosial yaitu:
1. Batas-batas yang jelas antara kawasan masyarakat hukum adat/masyarakat
setempat dengan kawasan lindung
2. Mekanisme resolusi konflik penguasaan lahan yang efektif
3. Ketersediaan organisasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung
Adapun Indikator dari masing-masing kriteria dapat dilihat pada Lampiran Tabel
3.
IV-18
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Tantangan besar yang dihadapi Provinsi Jawa Barat sampai tahun 2025 adalah
memulihkan dan menguatkan kembali daya dukung lingkungan dalam
pelaksanaan pembangunan. Bersamaan dengan itu keterlibatan masyarakat
untuk melakukan berbagai penguatan bagi terwujudnya perilaku dan budaya
ramah lingkungana, serta sadar resiko bencana perlu terus
ditumbuhkembangkan. Pengelolaan dan pelestarian kawasan lindung dengan
prinsip keberlanjutan menjadi tumpuan bagi upaya peningkatan kualitas
lingkungan hidup dimasa depan, karena penerapan prinsip–prinsip
pembangunan berkelanjutan dan sinergitas implementasi di seluruh sektor dan
wilayah menjadi prasyarat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.
Pembiayaan penataan jasa lingkungan merupakan aspek penting yang selama ini
sulit dilaksanakan karena terkait kerjasama dan komitmen antar pihak atau antar
daerah. Penerapan prinsip yang mencemari dan merusak harus membayar, pola
pembagian peran hulu-hilir atau pusat–daerah, bagi hasil pajak untuk
lingkungan, dana lingkungan, serta pola pembiayaan pemeliharaaan lingkungan
harus mulai dilakukan.
Usaha pelestarian fungsi kawasan lindung, yaitu fungsi lingkungan, sosial dan
ekonomi, diarahkan pada pemulihan kondisi dan peningkatan fungsi kawasan
lindung untuk menjaga keseimbangan ekosistem kawasan, kestabilan iklim baik
mikro maupun makro, manfaat ekologis dan menjaga sumber daya ekonomi
kawasan. Dalam kaitan pengurangan resiko bencana alam, kawasan lindung
bermanfaat besar guna mencegah atau mengurangi besaran serta dampak
akibat bencana alam, seperti banjir, longsor, dan tsunami, sedangkan potensi
yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi yaitu dari sisi manfaat jasa lingkungan
nilai tambah keanekaragaman hayati, dan sumberdaya air. Mengingat besarnya
peran dan fungsi yang diharapkan dari kawasan lindung di Jawa Barat, maka
dalam setiap pemanfaatannya harus dalam kaidah-kaidah konservasi.
IV-19
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Dalam Assessment prinsip aspek ekonomi ini, mencoba untuk mengukur secara
kuantitatif/pendekatan moneter potensi-potensi ekonomi yang dimiliki kawasan
lindung dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung kawasan.
Jasa wisata alam dan wisata budaya serta multiplier efeknya merupakan
manfaat yang bisa diperoleh dari pengelolaan kawasan lindung, dengan
karakteristik yang dimiliki yang harus menekankan fungsi konservasi maka
pemanfaatan jasa wisata alam dan multiplier efeknya harus berbasis daya
tampung dan daya dukung kawasan, sehingga kelestarian jasa lingkungan dari
kawasan lindung dapat terpelihara.
IV-20
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
2. Nilai ekonomi dari berbagai macam dampak akibat perubahan iklim mikro.
Perubahan cuaca yang tidak menentu memberikan dampak negatif, yaitu
semakin berkembangnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan, penurunan
produktivitas sektor perikanan & pertanian. Merujuk teori yang
dikemukakan oleh Hendrik L. Blum, bahwa pengaruh kondisi lingkungan
terhadap kesehatan manusia mencapai 40%. Sehingga terwujudnya
kawasan lindung dengan kualitas maupun kuantitas yang baik, maka akibat
buruk yang ditimbulkan akibat perubahan iklim yang tidak terkendali dapat
diatasi.
IV-21
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
Secara lengkap, kriteria dan indikator aspek ekonomi disajikan pada Lampiran
Tabel 4.
IV-22
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
PENUTUP
V-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
REFERENSI
VI-1
Buku I : Kriteria dan Indikator Pengelolaan Kawasan Lindung dalam Rangka
Perwujudan Green Province Jawa Barat
VI-2
LAMPIRAN
Terciptanya F.1. Luas dan F.1.1. Penataan batas kawasan 1. Kelengkapan dokumen Baik (3)
kondisi biofisik kejelasan lindung pada kawasan tata batas (berita acara
kawasan lindung kawasan lindung hutan negara tata batas) untuk kawasan Penataan batas kawasan lindung pada hutan
yang semakin baik di dalam kawasan lindung hutan negara sudah mencapai 75% atau lebih
sesuai dengan hutan dan luar dengan posisi yang tepat dan dalam kondisi
tipologinya, kawasan 2. Posisi tata batas baik didukung oleh dokumen tata batas yang
meliputi luas dan (pal/patok) kawasan lengkap dan sah.
kejelasan, lindung di lapangan
kesesuaian
Sedang (2)
peruntukan atau
fungsinya, kualitas
fisik, serta upaya Penataan batas kawasan lindung hutan
3. Kondisi tata batas kawasan negara sudah mencapai 50%-75% dengan
pelestariannya.
lindung posisi yang tepat dan dalam kondisi baik
menurut tipologi
kawasan lindung. didukung oleh dokumen tata batas yang
4. Prosentase penataan batas lengkap dan sah.
Buruk (1)
L-1
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
Buruk (1)
Penandaan batas kawasan di luar kawasan
hutan kurang dari 30% atau tidak ada
dokumen yang mendukung.
F.2. Kesesuaian F.2.1. Kesesuaian peruntukan 1. Indeks Kesesuaian Baik (3)
peruntukan dan kawasan lindung Kawasan Lindung (IKKL) IKKL > 75%
fungsi kawasan IKKL = LPS/Luas Kawasan
lindung Lindung Sedang (2)
LPS : Luas penggunaan IKKL 40% - 75%
lahan (land use) yang
sesuai di kawasan Buruk (1)
lindung IKKL < 40%
L-2
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
L-3
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
F.3.4. Debit air sungai yang 1. Debit sungai (KRS) Baik (3)
dipengaruhi oleh kawasan Debit sungai rata–rata KRS < 50
lindung. Koefisien Regim Sungai
(KRS) = Q maks/Q min Sedang (2)
Debit sungai rata–rata KRS < 50 atau Debit
sungai rata–rata KRS 50 – 120
Buruk (1)
Debit sungai rata-rata KRS > 120
Buruk
Jumlah pohon dewasa kurang dari 5 spesies
L-4
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
Buruk (1)
4. Implementasi kegiatan Tidak memiliki perencanaan, dan tidak ada
perlindungan/pengamanan implementasi penanaman, pemeliharaan,
perlindungan/pengamanan
L-5
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
F. 4.2. Pengurangan lahan kritis 1. Rasio luas lahan kritis saat Baik (3)
pada berbagai tipe ini dengan kondisi 3 tahun Luas lahan kritis berkurang minimal 10%
kawasan lindung sebelumnya (data 3 tahunterakhir)
L-6
Bobot Penilaian (kematangan
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER indikator)
Buruk
Inventarisasi dan monitoring dilakukan
secara insidental
L-7
Tabel 2. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator Aspek Kebijakan
Dukungan kebijakan K.1. Kejelasan K.1.1. Kebijakan, program dan 1. Adanya kebijakan berupa Baik (3)
dalam kebijakan untuk alokasi dana dalam Peraturan Daerah
menumbuhkembangkan meningkatkan menumbuhkembangkan Kabupaten/Kota atau Terdapat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
budaya menanam budaya budaya menanam pohon Keputusan Bupati atau atau Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati
pohon di masyarakat, menanam di masyarakat Instruksi Bupati atau atau bentuk kebijakan lain dalam
menjamin kepastian pohon bentuk kebijakan lain menumbuhkembangkan budaya menanam
kawasan lindung, serta untuk pohon di masyarakat; dengan dukungan
upaya perlindungan, menumbuhkembangkan program dan alokasi APBD setiap tahun
pemanfaatan dan budaya menanam pohon memenuhi
peningkatan fungsi di masyarakat
kawasan lindung
termasuk cagar budaya Sedang (2)
dan ilmu pengetahuan 2. Terdapat program Terdapat Peraturan Kabupaten/Kota, atau
tahunan yang Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau
mendorong tumbuhnya bentuk kebijakan lain dalam menumbuh
budaya menanam kembangkan budaya menanam pohon di
pohon masyarakat, tetapi dukungan program dan
alokasi APBD tidak memenuhi
3. Terdapat alokasi dana
dalam APBD untuk
melaksanakan program Buruk (1)
dalam mendorong
Tidak terdapat Peraturan Kabupaten/Kota, atau
tumbuhnya budaya
Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati dalam
menanam pohon
menumbuhkembangkan budaya menanam
pohon di masyarakat
L-8
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
Sedang (2)
2. Terdapat program yang Terdapat Peraturan Kabupaten/Kota atau
mendukung kurikulum Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau
pendidikan lingkungan bentuk kebijakan lain tentang kurikulum
hidup di tingkat TK, SD, pendidikan lingkungan hidup di TK, SD, SMP dan
SMP dan SMA/SMK SMA/SMK; tetapi dukungan program dan alokasi
APBD tidak setiap tahun
L-9
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.2. Kebijakan yang K.2.1. RTRW Kab/Kota telah 1. Persetujuan RTRW Baik (3)
menjamin memenuhi legal aspek Kabupaten/ Kota oleh
kepastian provinsi RTRW Kabupaten/Kota telah mendapatkan
kawasan persetujuan provinsi Jawa Barat dan telah
lindung dalam ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
RTRW 2. Penetapan RTRW
Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
dengan Peraturan Sedang (2)
Daerah Kabupaten/ RTRW Kabupaten/ Kota telah mendapatkan
Kota persetujuan provinsi Jawa Barat tetapi belum
ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
Buruk (1)
RTRW Kabupaten/ Kota belum mendapatkan
persetujuan provinsi Jawa Barat dan atau belum
ditetapkan dengan Perda Kab/Kota
L-10
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.2.2. Ketersediaan program 1. Terdapat program Baik (3)
dan alokasi APBD dalam penataan batas, Terdapat program penataan batas dan
penataan batas kawasan penandaan batas serta penandaan batas di kawasan lindung yang
lindung hutan dan sosialisasi batas kawasan menjadi tanggungjawabnya dan mendukung
penandaan batas lindung dengan program penataan batas dan penandaan batas
kawasan lindung di luar penggunaan lahan di kawasan lindung yang menjadi
kawasan lainnya yang menjadi tanggungjawab provinsi/pusat serta telah
tanggungjawab Pemda dilakukan sosialisasi dengan dukungan APBD
Kabupten/Kotadan yang memadai
program-program yang
mendukung penataan Sedang (2)
batas yang menjadi Terdapat program penataan batas dan
tanggung jawab penandaan batas di kawasan lindung yang
pusat/provinsi menjadi tanggungjawabnya dan mendukung
program penataan batas dan penandaan batas
2. Terdapat alokasi APBD di kawasan lindung yang menjadi
dalam mendukung tanggungjawab provinsi/pusat serta telah
program penataan batas, dilakukan sosialisasi tetapi dukungan APBD
penandaan batas dan kurang memadai
kegiatan sosialisasi batas
kawasan lindung Buruk (1)
Tidak terdapat program penataan batas,
penandaan batas maupun sosialisasi batas
kawasan lindung
L-11
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.3. Kebijakan yang K.3.1 Ketersediaan Peraturan 1. Terdapat Peraturan Baik (3)
mendukung Daerah Kabupaten/ Kota Daerah Kabupaten/Kota Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
upaya atau Keputusan Bupati atau Keputusan Bupati Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
perlindungan atau Instruksi Bupati atau atau Instruksi Bupati mengenai perlindungan kawasan lindung di
kawasan bentuk kebijakan lain atau bentuk kebijakan kawasan hutan negara dan Perda atau
lindung yang melindungi kawasan lain tentang Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau
lindung yang menjadi perlindungan kawasan bentuk kebijakan lain yang mencegah konversi
tanggungjawabnya dan lindung di kawasan kawasan lindung di lahan milik menjadi kawasan
mendukung upaya hutan negara dari budidaya
perlindungan yang perambahan kawasan,
menjadi tanggungjawab kebakaran dan pencurian Sedang (2)
provinsi/ pusat hasil hutan baik di Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
kawasan lindung yang Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
menjadi mengenai perlindungan kawasan lindung di
tanggungjawabnya kawasan hutan negara atau Perda atau
maupun di kawasan Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau
lindung yang menjadi bentuk kebijakan lain pelarangan konversi
tanggungjawab provinsi/ kawasan lindung di lahan milik menjadi kawasan
pusat budidaya
L-12
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.3.2. Ketersediaan Program dan 1. Terdapat Program Baik (3)
alokasi APBD dalam Pemda Kabupaten/Kota Terdapat program terkait pengamanan dan
perlindungan kawasan mengenai pengamanan perlindungan kawasan lindung di hutan negara
lindung yang menjadi dan perlindungan dari perambahan kawasan, kebakaran dan
tanggungjawabnya dan kawasan lindung di pencurian hasil hutan dan pemberian insentif
mendukung upaya hutan negara dari dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan
perlindungan kawasan perambahan kawasan, kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi
lindung yang menjadi kebakaran dan pencurian kawasan budidaya dengan dukungan APBD yang
tanggung jawab hasil hutan dan memadai
pusat/provinsi pemberian insentif dan
disinsentif dalam Sedang (2)
mencegah konversi Terdapat program terkait pengamanan dan
lahan kawasan lindung perlindungan kawasan lindung di hutan negara
di lahan milik (privat) dari perambahan kawasan, kebakaran dan
menjadi kawasan pencurian hasil hutan dan pemberian insentif
budidaya dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan
kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi
2. Terdapat alokasi APBD kawasan budidaya tetapi dukungan APBD
dalam mendukung kurang memadai
program pengamanan
dan perlindungan Buruk (1)
kawasan lindung dan Tidak terdapat program terkait pengamanan dan
pemberian insentif perlindungan kawasan lindung di hutan negara
dalam pencegahan dari perambahan kawasan, kebakaran dan
konversi kawasan pencurian hasil hutan dan pemberian insentif
lindung menjadi dan disinsentif dalam mencegah konversi lahan
kawasan budidaya di kawasan lindung di lahan miiik (privat) menjadi
lahan milik kawasan budidaya
L-13
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
kawasan Kabupaten/Kota tentang Kabupaten/Kota tentang lindung berupa kawasan, hasil hutan non kayu
lindung secara Izin Pemanfaatan Izin Pemanfaatan maupun jasa lingkungan secara lestari sesuai
lestari yang Kawasan Lindung yang Kawasan, Pemanfaatan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau
menjadi menjadi Jasa Lingkungan serta Peraturan Menteri serta ditunjang keberadaan
tanggungjawab tanggungjawabnya dan Pemungutan dan pedoman teknis dan kegiatan sosialisasi yang
nya dan memfasilitasi masyarakat Pemanfaatan Hasil memadai
mendukung untuk memperoleh Izin Hutan Non Kayu Dari
upaya Pemanfaatan di Zona Hutan Lindung dan Zona Sedang (2)
pemanfaatan Pemanfaatan Hutan Pemanfaatan Hutan Terdapat Peraturan Daerah atau Keputusan
kawasan Pelestarian Alam dari Pelestarian Alam Secara Bupati atau Instruksi Bupati atau bentuk
lindung secara Pemerintah Pusat yang Lestari telah mengacu kebijakan lain Kabupaten/Kota menyangkut
lestari yang menjadi tanggungjawab pada peraturan dan pengaturan dan perizinan pemanfaatan kawasan
menjadi pusat perundang-undangan di lindung berupa kawasan, hasil hutan non kayu
tanggungjawab atasnya maupun jasa lingkungan secara lestari sesuai
pusat/ provinsi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau
2. Terdapat Petunjuk Peraturan Menteri, tetapi belum dilengkapi oleh
Teknis Tentang Perizinan keberadaan pedoman teknis dan kegiatan
Pemanfaatan Kawasan, sosialisasi yang kurang memadai
Jasa Lingkungan serta
Pemungutan dan Buruk (1)
Pemanfaatan Hasil Tidak terdapat Peraturan Daerah atau
Hutan Non Kayu dari Keputusan Bupati atau Instruksi Bupati atau
hutan lindung, dan zona bentuk kebijakan lain Kabupaten/Kota
pemanfaatan di hutan menyangkut pengaturan dan perizinan
suaka alam mengacu pemanfaatan kawasan lindung berupa kawasan,
peraturan dan hasil hutan non kayu maupun jasa lingkungan
perundang-undangan di secara lestari atau tidak sesuai Undang-Undang,
atasnya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri
3. Terdapat kegiatan
sosialisasi perizinan
pemanfaatan kawasan
lindung berupa kawasan,
hasil hutan non kayu
L-14
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
maupun jasa lingkungan
berdasarkan Peraturan
dan Perundang-
undangan di atasnya
L-15
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
K.5. Kejelasan K.5.1 Ketersediaan Peraturan 1. Terdapat Peraturan Baik (3)
kebijakan dalam Daerah atau Keputusan Daerah atau Keputusan Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
menjaga dan Bupati atau Instruksi Bupati atau Instruksi Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
meningkatkan Bupati atau bentuk Bupati atau bentuk terkait upaya menjaga dan meningkatkan fungsi
fungsi kawasan kebijakan lain kebijakan lain terkait kawasan lindung yang menjadi tanggung
lindung yang Kabupaten/Kota tentang dengan upaya menjaga jawabnya dan mendukung upaya menjaga dan
menjadi menjaga dan dan meningkatkan fungsi meningkatkan fungsi kawasan lindung yang
tanggungjawab meningkatkanfungsi kawasan lindung yang menjadi tanggungjawab pusat/provinsi serta
nya dan kawasan lindung yang menjadi didukung program daerah terkait reklamasi,
mendukung menjadi tanggungjawabnya dan restorasi, rehabilitasi lahan dan hutan dan APBD
upaya menjaga tanggungjawabnya dan mendukung upaya yang memadai
dan meningkat- mendukung upaya menjaga dan
kan fungsi menjaga dan meningkatkan fungsi Sedang (2)
kawasan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang di Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
lindung yang kawasan lindung yang lakukan pemerintah Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
menjadi dilakukan Pemerintah pusat/ provinsi terkait upaya menjaga dan meningkatkan fungsi
tanggungjawab Pusat/Provinsi kawasan lindung yang menjadi tanggung
pusat/ provinsi 2. Terdapat program jawabnya dan mendukung upaya menjaga dan
reklamasi, restorasi, meningkatkan fungsi kawasan lindung yang
rehabilitasi lahan dan menjadi tanggungjawab pusat/provinsi, tetapi
hutan dalam menjaga kurang didukung program daerah terkait
dan meningkatan fungsi rekalamasi, restorasi, rehabilitasi lahan dan
kawasan lindung yang hutan dan APBD yang memadai
menjadi
tangungjawabnya dan Buruk (1)
mendukung Tidak terdapat Perda atau Keputusan Bupati
dalammenjaga dan atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
meningkatkan fungsi terkait upaya menjaga dan meningkatkan fungsi
kawasan lindung yang kawasan lindung di kawasan lindung yang
menjadi tanggungjawab menjadi tanggung jawabnya serta tidak
provinsi/pusat mendukung upayamenjaga dan meningkatan
fungsi kawasan lindung yang menjadi
3. Tersedia anggaran APBD tanggungjawab pusat/provinsi
untuk melaksanakan
L-16
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
program reklamasi,
restorasi, rehabilitasi
lahan dan hutan dalam
menjaga dan
meningkatkan fungsi
kawasan lindung yang
menjadi
tangungjawabnya dan
mendukung upaya
menjaga dan
meningkatkan fungsi
kawasan lindung yang
menjadi tanggungjawab
provinsi/pusat
K.6 Kejelasan K.6.1 Ketersediaan Peraturan 1. Terdapat Peraturan Baik (3)
kebijakan Daerah atau Keputusan Daerah atau Keputusan Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
dalam Bupati atau Instruksi Bupati atau Instruksi Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
melindungi dan Bupati atau bentuk Bupati atau bentuk terkait perlindungan dan pelestarian
melestarikan kebijakan lain kebijakan lain tentang monumen/gedung yang memiliki nilai warisan
cagar budaya Kabupaten/Kota perlindungan dan budaya dan atau sejarah, dengan dukungan
dan ilmu tentang perlindungan pelestarian monumen/ program dan APBD yang memadai
pengetahuan dan pelestarian gedung yang memiliki
baik berupa monumen/gedung yang nilai warisan budaya dan Sedang (2)
gedung/ memiliki nilai warisan atau sejarah Terdapat Perda atau Keputusan Bupati atau
monumen budaya dan atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
(heritage) sejarah 2. Terdapat program dalam terkait perlindungan dan pelestarian
maupun upaya perlindungan dan monumen/gedung yang memiliki nilai warisan
budaya asli pelestarian monumen/ budaya dan atau sejarah tetapi dukungan
lokal (local gedung yang memiliki program dan APBD kurang memadai
native culture) nilai warisan budaya dan
dan atau sejarah Buruk (1)
lingkungannya Tidak terdapat Perda atau Keputusan Bupati
3. Tersedia anggaran APBD atau Instruksi Bupati atau bentuk kebijakan lain
untuk melaksanakan terkait perlindungan dan pelestarian
L-17
Bobot Penilaian (kematangan indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
program perlindungan monumen/gedung yang memiliki nilai warisan
dan pelestarian budaya dan atau sejarah
monumen/gedung yang
memiliki nilai warisan
budaya dan atau sejarah
L-18
Tabel 3. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator Aspek Sosial
L-19
Kematangan Indikator (Bobot Penilaian)
Prinsip Kriteria Indikator Verifier
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
atas penyelesaian konflik
lahan Buruk (1)
Terdapat kesepakatan tertulis para pihak atas mekanisme
penyelesaian konflik lahan kurang dari 50% kawasan
lindung pangkuan desa
S.2. Kejelasan S.2.1. Ketersediaan 1. Terdapat organisasi Baik (3)
organisasi organisasi masyarakat yang mengelola Terdapat organisasi masyarakat yang mengelola
masyarakat masyarakat atau bekerjasama dalam kawasan lindung di dalam kawasan hutan maupun
dan aturan organisasi masyarakat yang bekerjasama dalam
dalam pengelolaan kawasan lindung
mainnya pengelolaan kawasan lindung dan kelengkapannya serta
dalam pengelolaan 2. Terdapat rincian tugas pokok perjanjian kerjasama pengelolaan kawasan lindung
pengelolaan kawasan dan fungsi yang jelas dalam bersama sebanyak di atas 75% kawasan lindung
kawasan lindung organisasi masyarakat yang pangkuan desa
lindung mengelola atau bekerjasama
bersama dalam pengelolaan kawasan Sedang (2)
lindung Terdapat organisasi masyarakat yang mengelola
kawasan lindung di dalam kawasan hutan atau
3. Terdapat perjanjian
bekerjasama dalam pengelolaan kawasan lindung dan
kerjasama pengelolaan kelengkapannya namun belum terdapat perjanjian
kawasan lindung antara kerjasama pengelolaan kawasan lindung antara organisasi
organisasi masyarakat dalam masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung bersama
pengelolaan kawasan lindung pemangku kawasan lindung sebanyak 50-75% kawasan
bersama pemangku kawasan lindung pangkuan desa
lindung
Buruk (1)
Tidak terdapat organisasi masyarakat yang mengelola
kawasan lindung di luar kawasan hutan maupun
organisasi masyarakat yang bekerjasama dalam
pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan hutan
dan kelengkapannya sebanyak kurang dari 50% kawasan
lindung pangkuan desa
L-20
Kematangan Indikator (Bobot Penilaian)
Prinsip Kriteria Indikator Verifier
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
kewajiban pengelolaan KL di dalam aturan mekanisme insentif dan disinsentif pengelolaan
stakeholder kawasan hutan kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan di luar
dalam 2. Adanya aturan mekanisme kawasan hutan dan diimplementasikan dengan baik oleh
para pihak dalam pemanfaatan kawasan lindung
pemanfaatan insentif dan disinsentif yang
kawasan jelas dalam pengaturan hak Sedang (2)
lindung dan kewajiban pengelolaan Terdapat uraian kesepakatan tentang hak dan kewajiban,
KL di dalam kawasan hutan aturan mekanisme insentif dan disinsentif pengelolaan
3. Adanya pemahaman dan kawasan lindung di dalam kawasan hutan atau di luar
ketaatan terhadap hak dan kawasn hutan namun belum diimplementasikan dengan
kewajiban stakeholder dalam baik oleh para pihak dalam pemanfaatan kawasan
lindung
pemanfaatan kawasan
lindung di dalam kawasan Buruk (1)
hutan Tidak terdapat uraian kesepakatan tentang hak dan
kewajiban, aturan mekanisme insentif dan disinsentif
pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan hutan
maupun di luar kawasan hutan
L-21
Kematangan Indikator (Bobot Penilaian)
Prinsip Kriteria Indikator Verifier
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
Buruk (1)
Tidak terdapat kejelasan akses dan distribusi dalam
pemanfaatan oleh stakeholder baik kawasan lindung di
dalam hutan maupun di luar kawasan hutan pada tingkat
local
S.3. Partisipasi S.3.1. Keterlibatan 1. Keterlibatan masyarakat Baik (3)
masyarakat masyarakat dalam perencanaan Masyarakat terlibat dalam perencanaan dan pengambilan
dalam dalam pengelolaan KL keputusan serta memberikan kontribusi dalam
pengelolaan pengelolaan kawasan lindung baik di dalam kawasan
pengelolaan KL 2. Kontribusi masyarakat dalam
kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan
lindung pengelolaan KL
3. Keterlibatan masyarakat Sedang (2)
dalam pengambilan Masyarakat terlibat dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan pengelolaan KL keputusan namun tidak memberikan kontribusi dalam
pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung di dalam
kawasan hutan atau di luar kawasan hutan
Buruk (1)
Masyarakat tidak terlibat dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan dalam pengelolaan kawasan
lindung di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan
hutan
L-22
Kematangan Indikator (Bobot Penilaian)
Prinsip Kriteria Indikator Verifier
Baik (3) Sedang (2) Buruk (1)
Baik (3)
Terdapat institusi adat dalam pelestarian kawasan lindung
di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan
dan cara cara pelestarian kawasan lindung secara
tradisional terpelihara dan terdokumentasi dengan baik
S.3.3. Praktek budaya 1. Teridentifikasinya kearifan Baik (3)
lokal dalam masyarakat lokal dalam Terdapat kearifan masyarakat dan institusi lokal dalam
pelestarian melestarikan kawasan melestarikan kawasan lindung di dalam kawasan hutan
dan di luar kawasan hutan serta cara cara pelestarian
kawasan lindung
kawasan lindung dalam komunitas lokal terpelihara dan
lindung 2. Terdapat institusi lokal dalam terdokumentasi dengan baik
pelestarian kawasan lindung
3. Terpeliharanya cara-cara Sedang (2)
pelestarian kawasan lindung Terdapat kearifan masyarakat dan institusi lokal dalam
dalam komunitas lokal mengelola kawasan lindung di dalam kawasan hutan atau
di luar kawasan hutan namun cara cara pelestarian
kawasan lindung dalam komunitas lokal kurang terpelihara
dengan baik
Buruk (1)
Tidak terdapat kearifan masyarakat dan institusi lokal
dalam melestarikan kawasan lindung di dalam kawasan
hutan maupun di luar kawasan hutan
L-23
Tabel 4. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Indikator Aspek Ekonomi
BOBOT PENILAIAN (Kematangan Indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Buruk (1) Sedang (2) Baik (3)
Pemanfaatan E.1 Pengembangan E.1.1 Pendapatan yang 1. Pendapatan yang BAIK (3)
kawasan lindung manfaat jasa wisata diperoleh pemerintah diperoleh dari Proporsi antara pendapatan dan biaya
secara ekonomi alam dan wisata dari pengelolaan dan pemanfaatan objek pemeliharaan menggambarkan diperolehnya
berupa jasa budaya di kawasan pemanfaatan objek wisata alam serta keuntungan juga dapat terpenuhinya semua
lingkungan dan lindung berbasis wisata alam dan wisata budaya kebutuhan biaya untuk menjaga kelestariannya.
keanekaragaman daya tampung & wisata budaya
hayati secara daya dukung dengan tidak merusak 2. Biaya operasional SEDANG (2)
berkelanjutan kawasan fungsinya sebagai yang Proporsi antara pendapatan dan biaya
kawasan lindung digunakan untuk pemeliharaan menggambarkan dapat
pemeliharaan terpenuhinya semua kebutuhan biaya untuk
kelestarian kawasan menjaga kelestariannya.
wisata alam dan
wisata budaya BURUK (1)
Pemanfaatan kawasan lindung sebagai wisata
alam dan wisata budaya menyebabkan kerusakan
E.1.2 Peluang kerja dan 1. Jumlah lapangan BAIK (3)
peluang usaha di usaha yang tercipta Meningkatnya peluang kerja dan peluang usaha
sekitar objek wisata dan terkoordinir . di sekitar objek wisata alam dan wisata
alam dan wisata budaya/zona pemanfaatan dan tidak melebihi
budaya/zona 2. Jumlah tenaga kerja kapasitas daya dukung kawasan.
pemanfaatan di yang terserap dari
kawasan lindung kegiatan pengelolaan SEDANG (2)
dan pengusahaan Menurunnya peluang kerja dan peluang usaha di
wisata alam dan sekitar objek wisata alam dan wisata
wisata budaya budaya/zona pemanfaatan dan tidak melebihi
kapasitas daya dukung kawasan.
BURUK (1)
Meningkatnya peluang kerja dan peluang usaha
di sekitar objek wisata alam dan wisata
budaya/zona pemanfaatan namun melebihi
kapasitas daya dukung kawasan.
E.2 Nilai ekonomi dari E.2.1 Terukur secara 1. Nilai ekonomi kawasan BAIK (3)
L-24
BOBOT PENILAIAN (Kematangan Indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Buruk (1) Sedang (2) Baik (3)
berbagai macam ekonomi nilai lindung sebagai Nilai ekonomi kawasan lindung sebagai pencipta
dampak akibat kawasan lindung pencipta kestabilan kestabilan iklim mikro tinggi, yang digambarkan
perubahan iklim sebagai pencipta iklim mikro, yang dengan besaran alokasi anggaran pemerintah
mikro kestabilan iklim mikro, digambarkan dengan untuk penanganan kesehatan masyarakat
dengan mengukur besaran alokasi berbasis lingkungan (seperti ISPA, DBD, Kaligata)
biaya penanganan anggaran pemerintah dan gerakan penanaman pohon secara massal
dampaknya (outcome) untuk penanganan yang cenderung menurun.
terhadap kesehatan kesehatan masyarakat
masyarakat dan berbasis lingkungan SEDANG (2)
pengadaan gerakan (ISPA, DBD, Kaligata) Nilai ekonomi kawasan lindung sebagai pencipta
penanaman pohon kestabilan iklim mikro sedang, yang digambarkan
secara massal 2. Alokasi anggaran dengan besaran alokasi anggaran pemerintah
pelaksanaan gerakan untuk penanganan kesehatan masyarakat
penanaman pohon berbasis lingkungan (seperti ISPA, DBD, Kaligata)
secara massal dan gerakan penanaman pohon secara massal
yang tetap.
BURUK (1)
Nilai ekonomi kawasan lindung sebagai pencipta
kestabilan iklim mikro menurun, yang
digambarkan dengan besaran alokasi anggaran
pemerintah untuk penanganan kesehatan
masyarakat berbasis lingkungan (seperti ISPA,
DBD, Kaligata) dan gerakan penanaman pohon
secara massal yang meningkat.
E..2.2 Penurunan tingkat 1. Nilai ekonomi BAIK (3)
produktivitas sektor kawasan lindung Nilai kawasan lindung secara ekonomi meningkat,
pertanian dan sektor sebagai pencipta digambarkan dengan besaran alokasi anggaran
perikanan akibat kestabilan iklim penanganan menurunnya tingkat produktivitas
kondisi kawasan mikro, digambarkan sektor pertanian dan perikanan akibat perubahan
lindung yang buruk dengan besaran ikilm yang cenderung menurun
alokasi anggaran
untuk penanganan SEDANG (2)
menurunnya tingkat Nilai kawasan lindung secara ekonomi tetap,
produktivitas sektor digambarkan dengan besaran alokasi anggaran
L-25
BOBOT PENILAIAN (Kematangan Indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Buruk (1) Sedang (2) Baik (3)
pertanian penanganan menurunnya tingkat produktivitas
2. Nilai ekonomi sektor pertanian dan perikanan akibat perubahan
kawasan lindung ikilm yang cenderung tetap
sebagai pencipta
kestabilan iklim, BURUK (1)
digambarkan dengan Nilai kawasan lindung secara ekonomi buruk,
besaran alokasi digambarkan dengan besaran alokasi anggaran
anggaran untuk penanganan menurunnya tingkat produktivitas
penanganan sektor pertanian dan perikanan akibat perubahan
menurunnya tingkat ikilm yang cenderung meningkat
produktivitas sektor
perikanan
E.3 Terpeliharanya E.3.1 Perubahan biaya 1. Biaya yang harus BAIK (3)
fungsi pengaturan untuk konsumsi yang dikeluarkan PDAM Biaya yang harus dikeluarkan PDAM dan Industri
tata air kawasan harus dikeluarkan dan Industri yang yang ditentukan berdasarkan harga kontans/riil
lindung secara oleh PDAM dan ditentukan menurun
berkesinam -bungan industri berdasarkan harga
untuk memenuhi kontans/riil selama SEDANG (2)
kebutuhan/ tiga tahun Biaya yang harus dikeluarkan PDAM dan Industri
konsumsi air kebelakang yang ditentukan berdasarkan harga kontans/riil
masyarakat menurun
BURUK (1)
Biaya yang harus dikeluarkan PDAM dan Industri
yang ditentukan berdasarkan harga kontans/riil
menurun
E.4 Nilai manfaat E.4.1 Terukurnya nilai 1. Nilai manfaat BAIK (3)
kawasan lindung manfaat kawasan kawasan lindung Alokasi anggaran untuk penanganan terjadinya
dalam mengurangi lindung sebagai sebagai pencegah bencana longsor, banjir dan tsunami dalam APBD
besaran serta pencegah dan jumlahnya menurun
longsor/banjir/tsuna
dampak dari mengurangi besaran
bencana longsor, bencana dengan mi yang digambarkan
SEDANG (2)
banjir dan tsunami mengukur tingkat dengan besaran
Alokasi anggaran untuk penanganan terjadinya
kerugian baik moril alokasi anggaran di bencana longsor, banjir dan tsunami dalam APBD
maupun material APBD untuk jumlahnya tetap
akibat terjadinya
L-26
BOBOT PENILAIAN (Kematangan Indikator)
PRINSIP KRITERIA INDIKATOR VERIFIER
Buruk (1) Sedang (2) Baik (3)
longsor, banjir dan penanganan bencana BURUK (1)
tsunami akibat terjadinya Alokasi anggaran untuk penanganan terjadinya
longsor/banjir/tsuna bencana longsor, banjir dan tsunami dalam APBD
mi pada tiga tahun jumlahnya meningkat
kebelakang
E.5 Pemanfaatan E.5.1 Jumlah produksi dari 1. Jumlah produksi dari BAIK (3)
keanekaragaman jenis-jenis yang telah jenis-jenis yang telah Jumlah produksi dari jenis-jeins yang telah
hayati melalui dibudidayakan yang dibudidayakan yang dibudidayakan yang bersumber dari kawasan
kegiatan budidaya bersumber dari bersumber dari lindung meningkat
kawasan lindung kawasan lindung
selama tiga tahun SEDANG (2)
Jumlah produksi dari jenis-jeins yang telah
dibudidayakan yang bersumber dari kawasan
lindung tetap
BURUK (1)
Jumlah produksi dari jenis-jeins yang telah
dibudidayakan yang bersumber dari kawasan
lindung menurun
E.6 Kesejahteraan E.6.1 Jumlah masyarakat di 1. Jumlah masyarakat di BAIK (3)
masyarakat sekitar dalam dan sekitar dalam dan sekitar Jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan di
kawasan lindung kawasan lindung yang kawasan lindung atas US$ 1 (PPP) / hari cenderung meningkat
memiliki pendapatan yang memiliki
di atas US$ 1 (PPP) pendapatan SEDANG (2)
/ hari di atas US$ 1 (PPP) / Jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan di
hari pada tiga tahun atas US$ 1 (PPP) / hari cenderung tetap
kebelakang
BURUK (1)
Jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan di
atas US$ 1 (PPP) / hari cenderung menurun
L-27
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
Telp. +6222 251 1575, 2500258, Fax. +6222 2534107
E-mail : sith@itb.ac.id