Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN”

Dosen Pengampu:
Desi Kartikasari, M.Si

Disusun oleh kelompok 2:


1. Umdatul Milla (12208173005)
2. Asnik Khuroidah (12208173006)
3. Lious Ekma Wati (12208173023)
4. Lukman khakim Pratama (12208173109)
5. Erlika Arum Mahardika (12208173136)
6. Erly Ayu Herianti (12208173096)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
MARET 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah
ini membahas mengenai “ Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Analisis Dampak Lingkungan ”. Penulis juga berharap semoga pembuatan makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Kiranya dalam penulisan ini, kami menghadapi cukup banyak rintangan dan
selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tak lupa kami
ucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu yaitu:

1. Desi Kartikasari, M.Si., selaku dosen pengampu.


2. Teman-teman yang berpartisipasi membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.

Tulungagung, 10 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... …....I

DAFTAR ISI .................................................................................................. …...II

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... …....3

B. Rumusan Masalah ................................................................................ ……4

C. Tujuan................................................................................................... ……4

BAB II PEMBAHASAN

A. Prosedur Kerja AMDAL ...................................................................... …....5

B. Penapisan .............................................................................................. …...9

C. Perlingkupan ......................................................................................... …...16

D. Kerangka Acuan (KA) ........................................................................ …...32

E. Analisis Dampak Lingkungan .............................................................. …....33

F.Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan


Lingkungan (RPL) .................................................................................... …....36

G. Sistem Pelaporan .................................................................................. …...43

H. Hubungan AMDAL, Audit Lingkungan, ISO ..................................... …...53

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... …...56

B. Saran ..................................................................................................... …...57

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... …...58

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting


untuk ditelaah sebelum kita menjalankan suatu bisnis atau usaha. Secara
khusus pengutamaan telaah AMDAL meliputi dampak yang bisa ditumbulkan
dari suatu usaha atau bisnis ke lingkungan di sekitar tempat bisnis atau usaha
tersebut dijalankan.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian


mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang peyelenggaraan usaha atau kegiatan di
Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang
diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup
disekitarnya.

Upaya pengelolaan lingkungan merupakan suatu upaya untuk


meminimalisir dampak yang bersifat negatif dari setiap kegiatan serta untuk
memaksimalkan dampak positif dari setiap kegiatan. Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan di setiap rencana/usaha, adalah merupakan kepedulian dunia usaha
dalam mewujudkan program pembangunan yang berwawasan lingkungan,
ramah lingkungan, dan berkelanjutan untuk jangka panjang.

Dalam berbagai aturan, pengelolaan lingkungan hidup sering


didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan penegndalian lingkungan hidup.
Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-
fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek

3
(untuk memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan kegiatan),
sampai ke tingkat kawasan atau bahkan regional.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur kerja AMDAL ?
2. Apa yang dimaksud dengan penampisan ?
3. Apa yang dimaksud dengan pelingkupan ?
4. Bagaimana kerangka acuan (KA) ?
5. Bagaimana analisis dampak lingkungan (ANDAL) ?
6. Bagaimana rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana
pemantauan lingkungan (RPL) ?
7. Bagaiamana sistem palaporannya ?
8. Bagaimana hubungan AMDAL, audit lingkungan dan ISO ?

C. Tujuam
1. Untuk memahami prosedur kerja AMDAL.
2. Untuk memahami pengertian penampisan.
3. Untuk memahami pengertian pelingkupan.
4. Untuk memahami kerangka acuan (KA).
5. Untuk memahami analisis dampak lingkungan (ANDAL).
6. Untuk memahami rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana
pemantauan lingkungan (RPL).
7. Untuk memahami sistem palaporannya.
8. Untuk memahami hubungan AMDAL, audit lingkungan dan ISO.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prosedur Kerja Amdal

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan suatu proses yang terdiri


atas banyak langkah. Semula menurut PP 29 tahun 1986 prosedur AMDAL sangat
panjang. Dengan dicabutnya PP ini dan digantinya dengan PP 51 tahun 1993
prosedur itu disederhanakan. PP 51 tahun 1993 mengandung banyak unsur seperti
disarankan dalam cetakan terdahulu buku ini. disajikan skema proses AMDAL dan
penapisan (screening) yang mendahuluinya sesuai dengan PP 51 tahun 1993.
Walaupun AMDAL menurut PP 51 ‘tahun 1993 sudah jauh lebih. sederhana daripada
AMDAL menurut PP 29 tahun 1986, namun pemisahan RKL dan RPL dari AMDAL
masih merupakan kelemahan. Pemisahan itu dapat menghilangkan keterpaduan antara
ANDAL dengan RKL dan RPL, terutama jika RKL dan RPL dilaksanan oleh
konsultan yang berbeda dari yang melaksanakan ANDAL. Di samping itu meskipun
laporan ANDAL, RK-L dan RPL disajikan bersama, tetapi dengan pemisahan itu
Komisi AMDAL dapat meminta agar laporan RKL dan RPL memuat lagi bagian-
bagian tertentu laporan ANDAL, antara lain, data lingkungan dan dampak sehingga
terjadi pengulangan

Dalam garis besamya langkah-langkah dalam AMDAL dilakukan secara


berurutan. Pada umumnya langkah yang lebih awal mcmbcrikan masukan untuk
langkah berikutnya. Namun antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya
terdapat hubungan umpan balik, sehingga langkah yang lebih awal dapat dipengaruhi
oleh langkah berikutnya. Misalnya, antara pclingkupan dengan identifikasi dampak
potensial terdapat kaitan umpanbalik yang sangat erat. Demikian pula prakiraan dan
evaluasi dampak memberikan masukan pada pelingkupan dan vice-versa. Oleh
karena kaitan yang erat antara langkah yang satu dengan langkah yang lain.
seyogyanya hasil yang telah dicapai dalam suatu langkah tidaklah dianggap final,

5
melainkan dapat mengalami perubahan berdasarkan pertimbangan hasil yang
diperoleh dalam langkah yang kemudian.

Penyempurnaan langkah yang lebih awal oleh adanya umpanbalik dari


langkah yang dilakukan kemudian disebut iterasi. Akan tetapi kelenturan dan iterasi
ini tidak boleh menghilangkan sistematika dalam Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Tidak jarang terjadi tercampur-aduknya Iangkah yang satu dengan yang
lainnya dengan akibat menjadi tidak jelasnya dasar ilmiah suatu atau beberapa operasi
tertentu. Misalnya, seperti akan kita lihat nanti, matriks Leopold sekaligus digunakan
untuk identitikasi dampak. prakiraan besarnya dampak dan evaluasi pentingnya
dampak (Leopold er al, 1971). Akan tetapi tidak dijelaskan metode prakiraan
besarnya dan pentingnya dampak. Kelemahan ini secara umum didapatkan pada
banyak metode daftar uji dan matriks yang berskala dan berbobot: dasar untuk
menghilung skala dan bobot tidak dibcrikan.

Akibat tidak adanya sistematika yang jelas yang juga digunakannya metode
tertentu untuk langkah yang tidak sesuai. Misalnya, metode tumpeng tindih McHarg
(McHarg, I969) bukanlah cara untuk mengidentifikasi dampak, melainkan metode
untuk prakiraan penyebaran geografis nilai penting dampak negatif. Dari peta
penyebaran dampak secara geografis itu dipilihlah daerah yang mempunyai dampak
negatif dengan nilai panting rendah sebagai lokasi proyek, misalnya jalan rayu.

Masing-masing langkah mempunyai sifat berbeda-beda. Karena itu masing-


masing memerlukan metode yang berbeda-beda pula yang harus dipilih atau
dikembangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam masing-masing
langkah. Untuk masing-masing langkah pun terdapat berbagai macam metode.
Masing-masing metode itu baik untuk suatu (tjuan tertentu, tapi tidak scsuai untuk
tujuan lain. tidak ada metode yang universal baik, kumpulan metode dalam
AMDAL .itu disebut mctodologi AMDAL.

Bentuk dari kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang di bagi menjadi
5 bagian :

6
1. Dokumen Kerangka Acuan Analisi Dampak Lingkungan Hidup ( KAANDAL )
KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta
kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan
dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam dalam ANDAL
dan batas-batas studi ANDAL, sedangkan kedalaman studi berkaitan dengan
penentuan metodologi yang akan digunakan untuk mengkaji dampak. Penentuan
ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan kesepakatan antara
Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses yang disebut
dengan proses pelingkupan.
2. Dokumen Analisi Dampak Lingkungan Hidup ( ANDAL )
ANDAL adalah dokumen yang berisi telaah an secara cermat terhadap
dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah
diidentifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih
cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini
bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui,
selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara
membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap
keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini
bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan
dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak
positif.
3. Dokumen Rencana Pengolahan Lingkungan Hidup ( RKL )
Mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang
bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana
suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan
dasardasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ( RPL )
RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk
melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang

7
berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang digunakan dalam
kajian ANDAL.
5. Dokumen Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas
hasil kajian ANDAL. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan eksekutif
biasanya adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan sifat penting
dampak yang dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan
pemantuan lingkungan hidup yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-
dampak tersebut.
Analisi mengenai dampak lingkungan hidup disatu sisi merupakan progam
studi kelayakan sebelum melakukan suatu rencana usaha atau kegiatan. Hal – hal
yang di kaji pada proses AMDAL mencangkum banyak aspek yaitu fisika-kimia,
ekologi, sosial-ekonomi, dan kesehatan. Dari hasil analisis ini dapat diketahui secara
lebih jelas dan lebih rinci tentang dampak besar dan penting terhadap lingkungan baik
itu dampak negative maupun damapak positive yang timbul dari ussaha atupun
kegiataan yang di lakukan, sehingga dapat menyiapkan langkah untuk menanggulangi
dampak negative yang timbul dari kegiataan dan usaha yang akan di lakukan.
Ada beberapa kriteria untuk mengukur dan juga menentukan dampak
besarnya yang di hasilkan oleh kegiatan ataupun usaha yang di lakukan dengan
menggunakan beberapa factor seperti :
a. Besarnya manusia yang akaan terkena dampak hasil dari kegiatan atupun usaha
yang di lakukan.
b. Besarnya wilayah yang terkena dampak dari kegiatan maupun usaha.
c. Insensitas dan lamanya dampak berlangsung.
d. Banyak nya komponen lingkungan hidup yang terkena dampak.
e. Sifat komulatif dari dampak.

8
B. Penapisan
1. Pengertian Penapisan

Gambar 1. Skema Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

(AMDAL)

Jika diamati pada seluruh skema, tampak bahwa penapisan (screening) adalah
merupakan tahap awal yang sangat penting dari seluruh sistem AMDAL baik
secara nasional ataupun secara internasional. Praktek pelaksanaan AMDAL
secara internasional bahkan menunjukkan bahwa penapisan merupakan suatu
kriteria yang mendukung kinerja pelaksanaan AMDAL pada suatu sistem di
negara-negara maju.

Penapisan pada dasarnya adalah suatu tahap untuk menentukan apakah suatu
rencana usaha atau kegiatan tersebut wajib dilengkapi dengan kajian AMDAL.
Dengan kata lain, tidak semua rencana usaha atau kegiatan itu harus memiliki

9
kajian lingkungan. Kajian AMDAL hanya ditujukan kepada kegiatan-kegiatan
yang bersifat kompleks dan mengandung ketidakpastian. Rencana kegiatan yang
berskala kecil dan sudah diketahui cara penanganan dampak lingkungannya,
diarahkan untuk menyusun suatu Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) yang memiliki derajat analisis
yang lebih sederhana. Selain itu, kajian AMDAL bersifat spesifik untuk suatu
kegiatan dan untuk lokasi tertentu, sehingga hasil kajian AMDAL umumnya
akan berbeda satu dengan lainnya. Hal ini akan berbeda dengan pendekatan UKL
UPL dimana kecenderungannya adalah bahwa untuk kegiatan-kegiatan sejenis,
pendekatan pengelolaannya hampir serupa.

Penapisan bertujuan untuk rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi


dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah inisangat penting bagi
pemrakarsa untuk dapat mengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan
terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan rencana anggaran biaya dan waktu.

Seperti diamanatkan pada pasal 16 Undang-undang No.4, Tahun 1982, hanya


rencana proyek yang di prakirakan akan mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan saja yang diwajibkan untuk di lengkapi dengan analisis dampak
lingkungan. Dengan penapisan ini diharapkan dengan kepedulian kita terhadap
lingkungan tidak akan mengakibatkan bertambahnya waktu, tenaga, dan biaya
yang berlebihan yang dipergunakan untuk pembangunan. Dalam keadaan
ekstrem penentu diperlukan atau tidak diperlukannya AMDAL adalah mudah.
Misalnya rencana untuk mendirikan gedung sekolah dasar jelas tidak
memerlukan AMDAL. Sebaliknya rencana untuk membangun sebuah Pusat
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) jelas memerlukan AMDAL. Yang sulit adalah
menentukan diperlukan atau tidak diperlukannya AMDAL untuk rencana proyek
diantara kedua ekstrem tersebut.

Di Indonesia penapisan dilakukan dengan daftar postif seperti di tentukan


dalam keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup Kepmen 11 /MENLH/1994.

10
Sistem AMDAL di Indonesia memiliki pengalaman pelaksanaan penapisan yang
berbeda dari satu masa dengan periode lainnya. Penerapan AMDAL pada periode
awal mulai tahun 1987 hingga 1993 memiliki pendekatan penapisan dua langkah.
Dua langkah dimaksudkan bahwa pada penapisan langkah pertama, suatu
rencana kegiatan dilihat terlebih dahulu pada kegiatan wajib AMDAL yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Jika rencana kegiatan
tersebut masuk kategori wajib AMDAL maka rencana kegiatan itu langsung
menyiapkan studi ANDAL melalui penyiapan Kerangka Acuan ANDAL yang
diikuti tahap selanjutnya.

Penapisan langkah kedua diberlakukan jika rencana kegiatan tersebut tidak


ada di dalam kegiatan wajib AMDAL maka kegiatan tersebut harus melalui
penapisan melalui penyusunan suatu dokumen PIL (Penyajian Informasi
Lingkungan) dimana analisisnya tidak terlalu banyak yang dilakukan namun
memperlihatkan indikasi-indikasi ke arah mana studi harus ditindaklanjuti. Jika
proses identifikasi dampak pada PIL mengarah pada suatu potensi dampak yang
besar, maka rencana kegiatan tersebut harus melanjutkan untuk melakukan studi
ANDAL dan proses selanjutnya hingga penyusunan RKL Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Di sisi lain jika
identifikasi dampak dan informasi-informasi lingkungan tidak menunjukkan
kecenderungan dampak lingkungan yang lebih besar, maka PIL tersebut
langsung dilengkapi dengan RKL dan RPL.

Pada penapisan satu langkah sebagaimana yang diberlakukan pada tahun 1993
dan 1999 melalui PP 51/1993 dan PP 27/1999, suatu rencana usaha atau kegiatan
hanya menempuh satu kali penapisan yaitu melalui pemadanan terhadap daftar
kegiatan wajib AMDAL. Jika positif, maka kegiatan itu langsung menempuh
jalur studi ANDAL hingga RKL dan RPL. Rencana usaha atau kegiatan yang
tidak terkena wajib AMDAL langsung melakukan penyusunan UKL dan UPL
yang pada intinya tidak melakukan analisis prediksi dampak namun langsung
menyusun langkah pengelolaan dan pemantauan.

11
Berdasarkan penjelasan di atas dan mengacu pada praktik AMDAL secara
internasional, kedua pilihan pendekatan penapisan tersebut dapat saja diadopsi
sesuai dengan kemudahan atau spesifikasi penyusunan sistem AMDAL tersebut.
Keduanya memiliki kelebihan ataupun kelemahan. Penapisan dua langkah jika
tidak dilakukan secara konsisten cenderung akan memerlukan waktu yang lebih
lama dan pada akhirnya tetap harus menyusun ANDAL.

Di sisi lain, penapisan dua langkah juga memberikan beban kerja yang lebih
besar terhadap Komisi Penilai AMDAL. Namun demikian penapisan dua
langkah dapat memberikan kehati-hatian.

Tahap selanjutnya dalam proses AMDAL adalah pelingkupan (scoping)


dimana untuk sekali lagi isu-isu dampak penting difokuskan untuk dikaji di
dalam studi ANDAL. Hal ini akan di kupas pada kegiatan belajar yang lain.

Secara umum, prosedur penapisan dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu
sebagai berikut.

a. Pendekatan standar (prescriptive atau standard approach), yaitu proposal yang


diajukan kemudian dicocokkan dengan daftar wajib AMDAL yang telah
ditentukan dalam peraturan.
b. Pendekatan kebijakan, yaitu proposal ditapis secara kasus per kasus
menggunakan pedoman indikatif.
2. Metode Penapisan
Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), berikut adalah
metode yang dapat digunakan dalam penapisan.
a. Ketentuan hukum (kebijakan) yang menyatakan suatu kegiatan wajib
AMDAL atau tidak.
b. Daftar kegiatan wajib AMDAL (inclusion list of projects) AMDAL, baik
dengan skala/besaran atau tidak.

12
c. Daftar kegiatan tidak wajib AMDAL (exclusion list of activities) karena
dampaknya yang tidak penting atau dikecualikan berdasarkan peraturan
(contoh: kondisi darurat atau alasan keamanan negara).
d. Kriteria yang digunakan untuk menapis kasus per kasus, apakah suatu
kegiatan memiliki dampak penting atau tidak.

Pelaksanaan kedua pendekatan di atas dilakukan secara berbeda-beda untuk


tiap negara, baik menggunakan salah satu metode di atas ataupun kombinasinya
sebagaimana gambar berikut.

Gambar 2. Kerangka Kerja Penapisan AMDAL

Sumber : Di modifikasi dari EIA Traning Resourch manual, UNEP

Secara umum, metode-metode tersebut dibagi menjadi 2 yaitu metode


penapisan sebagai berikut.

a. Metoda Penapisan Bertahap


Menurut Otto Soewarwoto pada umumnya metoda penapisan ini
hanya dilakukan atas 2 atau 3 langkah. Dalam melakukan penapisan, yang
berwenang (pemerintah) menapis berdasarkan kriteria yang eksplisit atau
implisit dan memasukkan proyek tersebut ke dalam salah satu dari ketiga
kelompok seperti pada Gambar 2.

Kelompok 1 adalah proyek berdampak penting. Proyek ini menurut


pengalaman dan literatur selamanya menimbulkan dampak penting. Dampak

13
pentingnya tidak dipengaruhi oleh ukuran, rancang bangun maupun lokasi.
Kelompok 2 adalah proyek-proyek yang menurut pengalaman dan literatur
tidak pernah menimbulkan dampak penting. Kelompok 3 adalah
proyekproyek yang meragukan apakah akan menimbulkan dampak penting
atau tidak. Proyek yang masuk dalam kelompok 3 inilah yang harus dilakukan
penapisan lebih lanjut apakah diperlukan ANDAL atau tidak.

Metode penapisan di atas pernah kita laksanakan, yaitu dalam kurun


waktu 1987 s/d 1993. Namun dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 1993 tentang AMDAL yang kemudian disempurnakan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999, maka Indonesia
menganut sistem penapisan satu langkah.

Gambar 3. Penapisan Bertahap

Sumber :Interpretasi dari PP 29/1986

b. Metode Penapisan Satu Langkah


Metode penapisan Satu Langkah didasarkan pada kriteria eksplisit
berupa daftar yang memuat jenis proyek yang tanpa keraguan menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan sehingga harus dibuat AMDAL.
Dampak lingkungan tidak hanya ditentukan oleh jenis usaha atau kegiatan
tetapi juga oleh lokasi yaitu lokasi-lokasi sensitif lingkungan.

14
Penapisan 1 langkah ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 bahwa Menteri Negara
Lingkungan Hidup setelah Proposal mendengar dan memperhatikan saran dan
pendapat instansi yang bertanggung jawab menetapkan daftar usulan atau
kegiatan wajib AMDAL. Hal ini tercermin dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL. Dengan demikian, setiap
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang tercantum dalam daftar pada
lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tersebut secara
otomatis wajib dilengkapi dengan AMDAL. Penapisan tersebut ditinjau secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.

Berbeda dengan ketentuan penapisan sebelumnya, maka di dalam


KEPMENLH (Keputusan Mentri Negeri Lingkungan Hidup) Nomor 17 tahun
2001 ini, para Bupati/Walikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta
diberi kewenangan untuk menetapkan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
yang memiliki skala lebih kecil daripada skala yang ditetapkan MENLH atas
dasar daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup setempat yang sudah
tidak memungkinkan lagi atau atas dasar aspek sosial yang sangat spesifik.

Gambar 4. Pola Penapisan Satu Langkah

Sumber : Interpretasi PP 27/1999

Sedangkan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk


dalam daftar, sementara Daerah memandang perlu untuk dilengkapi dengan

15
studi AMDAL atas dasar pertimbangan ilmiah, maka pengusulannya dapat
dilakukan kepada MENLH untuk kemudian ditetapkan sebagai kegiatan wajib
AMDAL.

Jadi, penapisan merupakan cara untuk menentukan apakah suatu


rencana usaha dan/atau kegiatan wajib dilengkapi AMDAL atau tidak,
sehingga terhindar dari inefektivitas penggunaan sumber daya manusia, dana
dan waktu dalam pelaksanaan kajian lingkungan.1

C. Perlingkupan
1. Pengertian Pelingkupan
Berdasarkan berbagai pedoman di Indonesia (seperti dalam Keputusan
Menteri LH No. 30 tahun 1992), pelingkupan adalah suatu proses awal untuk
menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting
(hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Lebih jauh dapat dijelaskan
bahwa pelingkupan dimaksudkan untuk memfokuskan studi ANDAL kepada
suatu kajian yang benar-benar efektif tanpa menggunakan sumber daya secara
berlebihan namun tepat terhadap sasaran.
Pelingkupan dilakukan untuk menentukan lingkup permasalahan dan
mengidentifikasi dampak penting (hipotesis) yang terkait dengan rencana
kegiatan.

Dalam melaksanakan AMDAL pelingkupan dilakukan sejak awal dan


merupakan langkah dasar dalam menyusun Kerangka Acuan (Soeratmo, 1992).
Kerangka Acuan ini merupakan bagian penting atau TOR yang merupakan dasar
atau acuan dari pembuatan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dimana
dilakukan identifikasi, evaluasi, dan pemusatan dampak. Proses pelingkupan
sangat membantu dalam penentuan komponen lingkungan yang akan hendak
diteliti. Demikian pula hipotesis dampak penting yang potensial timbul akibat

1
Danang Purnama,Modul Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Banten : Universitas Terbuka,
2010), Hal. 88-96

16
dari kegiatan tersebut serta membahasnya dengan berbagai peraturan yang terkait
untuk mendukung alasan rencana usaha atau kegiatan tersebut.

Tujuan dari proses pelingkupan dalam AMDAL adalah sebagai berikut.

a. Menetapkan batas wilayah studi.


b. Mengidentifikasi dampak penting.
c. Menetapkan tingkat kedalaman studi ANDAL.
d. Menetapkan lingkup dan rancangan studi secara sistematis.
e. Menelaah kegiatan lain di sekitar wilayah studi.
Adapun manfaat dad pelingkupan dalam AMDAL adalah sebagai berikut.

a. Fokus, mengarahkan pada hal/pokok bahasan.


b. Menghindari potensi konflik dalam pembangunan.
c. Efektivitas sumber daya penyusunan AMDAL.
d. Terarah dan jelas dalam hal lingkup studi, kedalaman, dan strategi
pelaksanaan studi.
2. Tinjauan Literatur Pelingkupan Di Beberapa Sistem Amdal
Secara teoritis, tujuan pelingkupan adalah untuk mengidentifikasi isu-isu
penting yang berhubungan dengan rencana usaha dan/atau kegiatan dan
karenanya menentukan isu-isu yang harus dibahas dalam laporan AMDAL.
Lebih jauh disebutkan bahwa pelingkupan dimaksudkan untuk memfokuskan
kajian AMDAL pada isu-isu yang paling penting serta mengeliminasi dampak-
dampak yang tidak relevan yang pada waktu bersamaan memastikan bahwa
dampak tidak langsung dan turunannya tidak diabaikan begitu saja. Pelingkupan
melibatkan identifikasi isu dan hal-hal yang perlu diperhatikan yang membentuk
suatu fokus dari upaya kajian dan memutuskan tingkat kajian yang memadai
untuk suatu AMDAL diperlukan dalam pelingkupan sebagai berikut.
a. Mengembangkan suatu rencana komunikasi (memutuskan siapa yang akan
dihubungi dan kapan).
b. Menyusun informasi yang akan menjadi titik awal dalam diskusi.

17
c. Menyediakan informasi (make available) kepada pihak-pihak dimana
pandangan mereka harus diperoleh.
d. Mencari isu-isu apa yang menjadi perhatian masyarakat (suatu daftar panjang).
e. Meninjau isu-isu tersebut dari pandangan teknis atau ilmiah yang dipersiapkan
untuk kajian lebih lanjut.
f. Mengoraganisasikan/menyusun informasi sesuai dengan kategori isu,
termasuk pengelompokan, penggabungan, dan penetapan prioritas (suatu
daftar pendek).
g. Mengembangkan suatu strategi untuk membahas dan memecahkan setiap isu
kunci, termasuk informasi yang diperlukan dan kerangka acuan untuk kajian
selanjutnya.
Pelingkupan merupakan suatu panduan yang digunakan secara khusus untuk
suatu kajian AMDAL yang tentunya berbeda dengan panduan umum untuk
kegiatan serupa (panduan sektoral seperti AMDAL untuk pariwisata atau
AMDAL untuk kegiatan kehutanan). Hal ini lebih membantu pelaksanaan studi
karena memberikan arahan studi yang lebih terfokus dibanding dengan panduan
sektoral yang biasanya hanya menghasilkan suatu daftar panjang dari dampak-
dampak yang perlu dipertimbangkan.

Beberapa metode yang umum digunakan dalam pelingkupan adalah checklist


dan matriks, namun beberapa metode juga dapat digunakan seperti
network/jaringan atau diagram alir (Canter, 1996). Di masa mendatang
pertimbangan tentang dampak kumulatif, yang menghitung kondisi lingkungan
yang sudah terkena dampak pada masa lalu dan saat ini, bisa dilakukan juga.

Dalam praktiknya, hasil konsultasi, pengalaman profesional sebelumnya, dan


perbandingan dengan tindakan serupa (analogi) sangat mendominasi pendekatan
metodologis dalam pelingkupan. Menurut Weston karena pelingkupan memiliki
sifat subjektif, keputusan tentang lingkup suatu studi AMDAL didasari pada
keputusan tentang nilai value judgments dan dibuat dalam suatu konteks politik.

18
Pelingkupan pada sistem Amerika banyak dikritik karena tidak terlalu
diperhatikan. Wood menyebutkan bahwa “NEPA 1969 is as silent about scoping
as it is about almost all the EIA procedural stages”. Pelingkupan mulai
diperkenalkan pada tahun 1978 sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya.
Tahap formal yang digunakan adalah publikasi suatu “notice of intent” yang
berisi suatu deskripsi dari proses pelingkupan yang diusulkan instansi lingkungan,
termasuk hasil dari pertemuan pelingkupan (pertemuan direkomendasikan tapi
tidak disyaratkan oleh peraturan).

Catatan dari proses pelingkupan menurut peraturan harus disimpan karena


seluruh draft harus disusun sesuai dengan lingkup yang telah disepakati dalam
proses pelingkupan. CEG membuat panduan yang menganjurkan pertemuan
masyarakat dan metode lainnya untuk memastikan partisipasi. Walaupun
dokumen pelingkupan bukan suatu hal yang wajib (mandatory), tetapi sekali
dibuat, dokumen ini harus disimpan dan mengandung suatu ringkasan mengenai
isu-isu yang akan dievaluasi dalam ANDAL dan pandangan-pandangan dari
berbagai pihak yang berpartisipasi dalam proses pelingkupan.

Sistem AMDAL di Inggris tidak mewajibkan pemrakarsa untuk berkonsultasi


kepada otoritas perencanaan daerah (LPA) sebelum penyerahan dokumen
ANDAL atau untuk melakukan pelingkupan. Namun demikian pemrakarsa dapat
meminta suatu opini tentang pelingkupan sebagai suatu pre aplikasi formal dari
LPA. Untuk itu pemrakarsa harus menyediakan suatu rencana lokasi dan suatu
penjelasan singkat tentang kondisi dan maksud dari proposalnya, dan jika
mungkin dampak lingkungan yang mungkin terjadi secara umum. \

LPA harus berkonsultasi dengan berbagai pihak yang ditetapkan sebagai


pihak yang harus dihubungi dalam AMDAL serta memberikan opini dalam
waktu lima minggu. Jika tidak dipenuhi, pemrakarsa dapat meminta kepada
Sekretaris Negara untuk mendapat arahan pelingkupan. Jadi secara umum proses
pelingkupan pada sistem AMDAL Inggris lebih didominasi dengan pertemuan

19
diskusi dengan otoritas dan masyarakat tentang lingkup studi namun penyiapan
dokumen lebih banyak dilakukan oleh pemrakarsa.

Di Belanda, pelingkupan merupakan suatu persyaratan. Pelingkupan dimulai


dengan pengajuan suatu pemberitahuan tentang suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan kepada instansi yang berkompeten dan setelah itu otoritas harus
mempublikasikan pemberitahuan tersebut dan menyampaikannya kepada Komisi
AMDAL Environmental Impact Assessment Commission (EIAC) yang
kemudian harus menghasilkan rekomendasi atau panduan dalam waktu sembilan
minggu setelah dipublikasi. Isi dari laporan awal (Inception Memorandum)
ditetapkan secara rinci dimana isi dari pemberitahuan (notification) biasanya
adalah 10 hingga 30 halaman. Panduan tersebut harus dikeluarkan oleh otoritas
yang berkompeten dalam 13 minggu (kecuali jika otoritas tersebut merangkap
sebagai pemrakarsa).

EIAC akan menetapkan satu kelompok kecil independen untuk mereview


secara administratif. Kelompok ini kemudian mempertimbangkan hasil
konsultasi dengan pemrakarsa dan berbagai instansi yang relevan serta
perwakilan masyarakat. EIAC kemudian membuat rekomendasi tentang
bagaimana dampak lingkungan harus dijelaskan, tujuan dari proposal, kebijakan-
kebijakan perencanaan yang relevan, standar lingkungan dan aspek lingkungan
yang harus dibahas serta kondisi setempat yang spesifik yang harus diuraikan
serta berbagai alternatif yang harus diperhatikan.

Rekomendasi ini dipublikasikan dan memberi otoritas yang berkompeten


suatu draft dari panduan pelingkupan. Biasanya rekomendasi ini digunakan
sepenuhnya oleh otoritas yang berkompeten. Namun demikian panduan ini
cenderung umum walaupun tebalnya sekitar 20 hingga 30 halaman dan seringkali
tidak mengeliminir topik-topik yang tidak relevan. Tapi panduan ini juga jarang
mengabaikan dampak-dampak yang relevan dan saat ini menjadi lebih fokus.

20
Akibat pencantuman isu-isu yang tidak relevan, otoritas akan memiliki komitmen
untuk melakukan banyak hal dalam AMDAL.

Pelingkupan di sistem AMDAL Kanada merupakan suatu hal yang


diwajibkan. Otoritas yang bertanggung jawab (responsible authority, RA)
diwajibkan menyusun pelingkupan sementara Menteri Lingkungan menetapkan
lingkup dari panel reviews dan mediasi ketika memutuskan Kerangka Acuan.
Pemrakarsa harus berkonsultasi dengan RA untuk pelingkupan, namun tidak
diwajibkan untuk mempublikasikan laporan pelingkupan yang bersifat informal
dan spesifik action.

Akan tetapi, pada laporan AMDAL, didalam maupun diluar negeri, batas
penelitiaanya sering tidak jelas. Fokusnya kabur. Sebab terjadinya kekaburan
batas dan fokus itu adalah keharusan dilakukanya ANDAL secara komprehensif.
Di Amerika Serikat tempat lahirnya AMDAL , laporan AMDAL dapa ditelaah
oleh umum , baik pakar maupun orang awam. Pada tahun 1960-an dan
permulaan 1970-an ekologi menjadi buah bibir orang, baik pakar, orang awam,
maupun orang politisi. Berita tentang pencemaran DDT yang residunya ikan,
rumput, air susu sapi, air susu ibu dan bayi menjadi berita hangat dan berdar
dengan luas. Demikian pula penyakit Minimata di Jepang, yang disebabkan oleh
limbah industri yang di buang ke Teluk Minimata, terakumulasi plankton dan
ikan melalui rantai makanan dan akhirnya terkumpul dalam tubuh manusia dan
menyebabkan penyakit neurologis yang mengerikan. Buku Carson the Silent
Spring (1962) laku dengan keras. Maka terbentuklah citra dalam masyarakat
bahwa karena proses ekologi yang di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, “semua
terkait dengan semua”. Karena “semua terkait dengan semua” laporan AMDAL
harus mengikuti “semua” hal yang secara komprehensif. Masyarakat dapat
menanyakan segala sesuatu mulai dari mikroba, semut, cacing, kupu-kupu,
domba, dan sapi; lumut, paku-pakuan, semak pohon sampai pada hutan; bayi,
anak, orang dewasa sampai pada populasi manusia tertentu. Untuk menghadapi

21
pertanyaan yang amat luas itu, AMDAL pun di buat sangat luas. Batas
permasalahan dan fokus penelitian kabur atau tidak ada.

Walaupun ekologi mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan


lingkungannya, dan lingkungan terdiri atas banyak komponen, sheingga
interaksi itu bersifat kompleks, namun anggapan “semua terkait dengan semua”
tidaklah benar. Hanya komponen atau proses tertentu sajalah yang dapat
menimbulkan perubahan yang besar atau rantai proses yang panjang. Salah satu
sebab terbatasnya terjadinya efek yang besar atau panjang ialah kemampuan
lingkungan untuk menjaga dirinya dalam suatu keseimbangan tertentu.
Kemampuan ini disebut daya lenting (resilience) yang besarnya berbeda menurut
jenis ekosistem dan kondisi lingkungan. Contoh yang sederhan ialah waduk
yang tertutup oleh eceng gondok secara mekanik atau kimia tidak berhasil,
karena eceng gondok itu dengan cepat pulih lagi. Ekosistem waduk dengan eceng
gondok itu mempunyai daya lenting yang besar. Sebaliknya hutan hujan tropis
yang nampaknya kokoh dan tegar umumnya mempunyai daya lenting yang kecil.
Banyak jenis hutan hujan tropis setelah ditebang tidak pulih lagi, melainkan
berubah menjadi padi alang-alang.

Oleh karena itu tidak “semua terkait dengan semua”, kita tidak perlu
meneliti semua komponen lingkungan biologi, fisik, kimia, maupun sosial dan
proses yang terkait. Yang perlu kita identifikasi ialah komponen dan proses yang
penting. Karena AMDAL merupakan alat perencanaan, yaitu untuk memberikan
masukan dalam pengambilan keputusan yang dibuat dalam titik dalam daur
proyek, istilah penting haruslah dilakukan dalam kaitannya dalam pengambilan
keputusan tersebut. Hal ini jelas tertera dalam ketentuan umum tentang analisis
mengenai dampak lingkungan dalam Undang-undang No. 4 tahun 1982, yang
berbunyi “Analisis menganai dampak lingkungan adalah hasil studi mengenai
dampak sesuatu kegaiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan”. Batasan penting inilah yang
menjadi fokus penelitian AMDAL. Jadi penting bagi ilmu pengetahuan saja

22
misalnya, tetapi tidak penting bagi pengambilan keputusuan tentang proyek
pembangunan yang sedang direncanakan, haruslah tidak dicakup dalam
penelitian AMDAL. Karena AMDAL adalah penelitian tentang dampak,
pelingkupan berarti usaha untuk mebatasi penelitian pada dampak yang penting
saja.

Perlingkupan memegang peran yang sangat penting dalam penentuan


data yang harus di kumpulkan yang diperlukan untuk menyusun garis dasar.
Setiap kali data dikumpulkan haruslah ditanyakan “Perlukah data tersebut untuk
mengambil keputusan?” Dengan demikian apabila perlingkupan dikumpulkan
hanya terbatas pada yang diperlukan saja dan biaya, tenaga dan waktu dapat
diguankan dengan efektif dan efesien.

Dari uraian diatas nampak bahwa untuk dapat melakukan


perlingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama
diusahakan untuk mengidentiifikasi dampak selengkapnya. Dari semua dampak
yang teridentifikasi ini kemudian di tentukan mana dampak yang penting .
Dampak penting inilah yang dimasukkan kedalam ruang lingkup studi ANDAL,
sedangkan dampak yang tidak penting dikeluarkan.2

3. Pelingkupan Dalam Sistem Amdal Di Indonesia


Pelingkupan pada sistem AMDAL di Indonesia tidak mengalami perubahan
yang cukup berarti sejak diperkenalkannya AMDAL melalui Peraturan
Pemerintah No. 29 tahun 1986. Sejak awal sistem AMDAL di Indonesia sudah
mengadopsi proses pelingkupan yang memberikan peran lebih besar kepada
pemrakarsa dan konsultan untuk menyusun dokumen pelingkupan (KA ANDAL).
Pengalaman menunjukkan bahwa pelingkupan yang dilakukan oleh pemrakarsa
yang dibantu konsultan tidak cukup efektif diterapkan di Indonesia, sehingga
tujuan pelingkupan tidak tercapai dengan baik.

2
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yoyakarta : Universitas Gadjah Mada
Press, 2014), hlm.76-78.

23
Pelingkupan di Indonesia saat ini dilakukan dan dimulai oleh pemrakarsa
dengan bantuan dari konsultan penyusun AMDAL. Setelah konsep pelingkupan
yang tertuang dalam draft Kerangka Acuan (KA) ANDAL selesai disusun,
pemerintah melalui Komisi Penilai AMDAL memberikan masukan dan
mengarahkan bagaimana sebaiknya pelingkupan dilakukan yang pada akhirnya
hasil pelingkupan atau KA ANDAL tersebut bersifat mengikat bagi seluruh
pelaksana AMDAL.

Pelingkupan untuk penyusunan Kerangka Acuan ANDAL dilaksanakan


melalui serangkaian proses berikut.

a. Identifikasi dampak potensial yang bersumber dari pemrakarsa kegiatan


masyarakat, pakar.
b. Evaluasi segenap dampak potensial sehingga dihasilkan dampak penting
hipotetis dengan meniadakan dampak potensial yang tidak atau kurang
penting.
c. Pemusatan (focussing) segenap dampak penting (hipotetis) dengan maksud
agar terancang lingkup dan kedalaman studi ANDAL yang jelas dan
sistematis dengan fokus bahasan pada dampak penting.
Kaitan ketiga proses pelingkupan di atas dapat dilihat pada gambar di halaman
berikut.

Berbagai informasi awal untuk pelingkupan saat ini sudah lebih berkembang
dibanding apa yang dipahami di masa yang lalu. Pelingkupan dimulai dengan
pengumpulan empat jenis informasi utama yaitu: uraian tentang rencana kegiatan
berikut alternatif-alternatif yang sudah diperhitungkan oleh pemrakarsa,
informasi mengenai rona awal lingkungan hidup, informasi tentang kegiatan-
kegiatan lainnya yang berada di sekitar rencana kegiatan, dan berbagai input dari
masyarakat yang dikumpulkan melalui proses pelibatan dan konsultasi
masyarakat.

24
Gambar 5. Bagan Alir Proses Perlingkupan

Pelingkupan umumnya dilakukan melalui tiga tahap yang dimulai dengan


identifikasi dampak, evaluasi dampak, dan pemusatan (focussing). Pada
perkembangannya, tahap akhir pemusatan kemudian dimodifikasi menjadi
klasifikasi dan prioritas. Identifikasi dampak potensial: kegiatan pelingkupan
pada tahap ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak lingkungan
(primer maupun sekunder) yang secara potensial akan timbul sebagai akibat
adanya rencana kegiatan/proyek.

Identifikasi dampak potensial bersumber dari serangkaian hasil konsultasi dan


diskusi dengan para pakar, instansi pemerintah, serta upaya untuk mengevaluasi
apakah dampak segenap potensial tersebut akan merupakan sangat penting. Pada
tahap ini yang diperlukan hanyalah menyusun daftar segenap dampak potensial
yang akan timbul.

Evaluasi dampak potensial: pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk


menghilangkan atau meniadakan dampak potensial yang dipandang tidak relevan
atau tidak penting, sehingga diperoleh seperangkat dampak penting hipotetis
yang dipandang perlu dan patut untuk ditelah dalam penyusun ANDAL. Pada
tahap ini akan dihasilkan daftar dampak penting hipotetik yang belum berurutan
dan terorganisir secara sistematis.

25
Pemusatan (focussing): tahap ini bertujuan untuk mengelompokkan dampak-
dampak penting yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya agar diperoleh
gambaran yang utuh dan lengkap. Pengelompokan dilakukan menurut tingkat
keterkaitannya satu sama lain yang selanjutnya diurut berdasarkan tingkat
kepentingannya baik dari segi ekonomi ataupun ekologis. Klasifikasi serupa
dengan pengelompokan dan prioritas akan menunjukkan dampak mana yang
perlu ditangani terlebih dahulu. Dampak penting hipotetis yang terkelompok
inilah yang merupakan fokus bahasan dalam penyusunan ANDAL, dan
digunakan sebagai dasar untuk menjabarkan ruang lingkup, ke dalam dan strategi
pelaksanaan studi ANDAL (batas wilayah studi jenis data dan informasi yang
dikumpulkan, jumlah sampel, lokasi pengamatan/pengukuran).

4. Metode Pelingkupan
Dalam proses pelingkupan digunakan metode-metode untuk identifikasi,
evaluasi, dan pemusatan dampak penting hipotetis.

Secara garis besar metode pelingkupan yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut.

a. Metode identifikasi dampak.


b. Pengamatan lapangan.
c. Penelaahan pustaka.
d. Analisis isi (content analysis).
e. Interaksi grup (group process) yang terutama meliputi brainstorming,
lokakarya dan rapat.
Dalam melakukan proses pelingkupan, penyusun biasanya menggunakan
metode dari berbagai literatur seperti di antaranya: checklist (deskriptif,
kuesioner, dengan skala pembobotan), network (diagram alir, Sörensen), matriks
(sederhana, interaksi, Leopold, Battelle, besaran/magnitude, pentahapan/stepped),
overlay. Hasil dari proses pelingkupan mencakup isuisu pokok yang termasuk di
dalamnya adalah dampak-dampak penting hipotetik, lingkup batas wilayah studi,

26
titik-titik sampel untuk studi ANDAL, dan keahlian yang diperlukan untuk studi
ANDAL.

Pada kenyataan proses pelingkupan yang diterapkan di Indonesia memiliki


berbagai kelemahan sebagai berikut.

a. Konsultan penyusun AMDAL bukan pihak yang terlepas dari kepentingan


dalam proses AMDAL karena selain melakukan pelingkupan sesuai dengan
kaidah ilmiah dan kaidah AMDAL, konsultan juga sangat mungkin memiliki
beberapa kepentingan jangka pendek seperti keinginan untuk menyelesaikan
pelingkupan dengan cepat, berharap mendapat koreksi dari Komisi Penilai
sehingga tidak perlu membuat KA ANDAL dengan sempurna, bahkan ada
kemungkinan menyusun pelingkupan dengan mencantumkan berbagai
penelitian ANDAL yang tidak relevan dengan isu utama.
b. Komisi Penilai AMDAL walaupun diakui sebagai otoritas tertinggi dalam
proses AMDAL dan memberikan persetujuan, pada kenyataannya tidak
terlepas dari kekurangan pengetahuan khusus tentang suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Hal ini misalnya bahwa hampir seluruh anggota Komisi
Penilai tidak pernah mengetahui secara pasti kondisi di lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan karena tidak pernah melakukan kunjungan lapangan secara
khusus. Kekurangan ini menyebabkan diskusi pelingkupan sebagian besar
berjalan berdasarkan “perkiraan di atas kertas” dan pengetahuan sempit para
anggota komisi. Tidak mengherankan jika diskusi dalam tahap pelingkupan
berjalan kurang fokus pada isu utama, tidak menyentuh substansi lingkungan,
dan hanya berjalan di seputar isu format laporan.
c. Diskusi pelingkupan yang dilakukan secara kurang seimbang dalam hal
pengetahuan lapangan selanjutnya menghasilkan sejumlah besar koreksi dari
anggota Komisi Penilai AMDAL yang memerlukan waktu perbaikan
dokumen pelingkupan (KA ANDAL) yang cukup lama. Hal ini akan berbeda
jika anggota Komisi Penilai AMDAL melakukan kunjungan lapangan

27
sebelum melakukan pelingkupan atau bahkan langsung menetapkan isu-isu
utama yang harus dikaji dalam studi ANDAL.
d. Tanggapan dari masyarakat yang terkena dampak dalam proses pelingkupan
walaupun secara formal terwadahi karena mereka termasuk sebagai anggota
Komisi Penilai, sering kehilangan substansinya karena berbagai keterbatasan
seperti kemampuan berkomunikasi secara formal atau terimbas oleh isu teknis
lainnya.
e. Proses pelingkupan yang pada akhirnya disebut “Kesepakatan” atas Kerangka
Acuan ANDAL seharusnya mengikat seluruh pihak yang terlibat dalam proses
AMDAL. Pada kenyataannya dokumen KA ANDAL lebih mengikat kepada
konsultan penyusun ANDAL atau bahkan sering pula tidak diperhatikan pada
tahap selanjutnya.
5. Arah Pengembangan Pelingkupan

Berbeda dengan proses pelingkupan yang ada saat ini, dimana pelingkupan
terutama dilakukan oleh pemrakarsa dan konsultan penyusun AMDAL,
pelingkupan oleh pemerintah diharapkan lebih fokus kepada isuisu utama yang
harus dikaji dalam suatu studi ANDAL dan bersifat mengikat bagi pemrakarsa
dan konsultan penyusun ANDAL.

Metode studi tidak lagi direkomendasikan untuk muncul sebagai isi dari KA
ANDAL namun pemrakarsa dan konsultan harus dapat meyakinkan anggota
Komisi Penilai AMDAL pada saat mereka melakukan analisis di dalam laporan
studi ANDAL-nya, jika tidak maka penilai bisa meminta penyusun untuk
melakukan perubahan analisis hingga memuaskan anggota penilai. Dengan
demikian penyusunan ANDAL tidak lagi kaku dengan metode yang dibakukan
namun seringkali tidak tepat, tetapi melakukan analisis sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan situasi yang ada saat ini, proses pelingkupan dan penyusunan
dokumen KA ANDAL berikut proses penilaiannya dipandang sebagai tidak
efektif. Untuk itu perlu dicari suatu alternatif baru proses pelingkupan untuk

28
memperbaiki situasi tersebut. Satu konsep dapat diadopsi melalui proses
pelingkupan yang dilakukan oleh pemerintah. Jika pada saat ini sebagian besar
proses pelingkupan dimulai dan dilakukan oleh pemrakarsa melalui bantuan
konsultan, maka di dalam konsep baru, pelingkupan dilakukan oleh pemerintah
melalui bantuan suatu tim khusus yang ditunjuk seperti Review Panel atau suatu
Tim Teknis.

Untuk keperluan tersebut diperlukan berbagai kegiatan yang dapat mengarah


kepada bentuk pelingkupan yang menggunakan konsep baru tersebut. Salah satu
kegiatan adalah proses pengamatan lapangan rona awal yang dilakukan oleh
pemerintah yang dilanjutkan dengan penyusunan isu-isu penting berdasarkan
telaahan informasi rencana kegiatan dan hasil pengamatan lapangan. Pengamatan
rona awal merupakan suatu tahap penting di dalam proses pelingkupan yang
selama ini jarang sekali dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL sebagai pihak
dari pemerintah. Kegiatan pengamatan rona awal tersebut selanjutnya dapat
menjadi cikal bakal suatu prosedur yang bermanfaat di dalam proses pelingkupan:
apakah pelingkupan tersebut dilakukan oleh konsultan (pengamatan rona awal
memberikan wawasan luas kepada Komisi Penilai AMDAL) ataupun jika
pelingkupan dilakukan oleh pemerintah (menjadi tahap utama jika Tim Teknis
yang menyusun KA ANDAL).

Konsep ini diadopsi dari berbagai literatur AMDAL internasional setelah


dikaji lebih mendalam untuk memperoleh mekanisme baru pelingkupan yang
proporsional, lebih cepat, lebih rasional, dan lebih efektif. Satu model yang
dijadikan acuan utama adalah mekanisme yang dilakukan oleh sistem AMDAL
di Australia. Konsep ini akan dibahas lebih lanjut pada forum yang lebih luas
untuk dikaji lebih mendalam tentang berbagai implikasi yang mungkin terjadi
serta dilakukan penyesuaian untuk kondisi Indonesia.

Pada dasarnya, konsep proses pelingkupan yang baru mengambil alih


sebagian besar peran pemrakarsa dan konsultan penyusun AMDAL pada proses

29
pelingkupan dan memberikannya kepada pemerintah (melalui tim khusus) untuk
melakukan pelingkupan. Tim khusus yang dimaksud pada perkembangannya
mungkin akan dinamakan tim pakar, panel pakar, Review Panel, atau Panel
Pengkaji yang bersifat lebih independen dan lebih profesional. Untuk sementara,
tim yang dimaksud akan dilekatkan pada fungsi Tim Teknis AMDAL yang
keberadaannya telah diakui dalam peraturan pelaksanaan AMDAL saat ini.
Berikut adalah beberapa tahapan tugas yang akan menjadi pekerjaan

Tim Teknis yang terkait dengan proses pelingkupan menggunakan konsep


baru. Pada pelaksanaannya, tim teknis dibantu oleh Sekretariat Komisi Penilai
AMDAL:

a. Meminta informasi terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan dari


pemrakarsa untuk mengetahui sejauhmana komponen rencana usaha dan/atau
kegiatan diprediksikan akan mempengaruhi lingkungan segera setelah
Sekretariat Komisi AMDAL menerima pemberitahuan tentang akan
dilaksanakannya suatu proses AMDAL untuk suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan.
b. Mempersiapkan dan melakukan kunjungan lapangan berdasarkan informasi
tentang rencana usaha dan/atau kegiatan serta pengetahuan awal tentang
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan.
c. Menyusun isu-isu utama yang harus dikaji oleh pemrakarsa dan konsultan
penyusun AMDAL (draft KA ANDAL). Pada tahap ini tim dapat meminta
informasi tambahan dari pemrakarsa.
d. Meminta tanggapan tertulis atas lingkup kajian (isu-isu utama) yang
dihasilkan kepada instansi terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat.
e. Khusus untuk tanggapan dari masyarakat harus dilakukan simultan dengan
proses konsultasi masyarakat yang diprakarsai pemrakarsa.
f. Meminta informasi tambahan dari pemrakarsa jika dipandang perlu.
g. Menyusun ulang lingkup kajian berdasarkan masukan tertulis dari berbagai
pihak terkait dan menjadikannya sebagai dokumen final KA ANDAL yang

30
mengikat sebagai lingkup minimal yang harus dikaji oleh pemrakarsa dalam
dokumen ANDAL.
h. Menyediakan dokumen KA ANDAL final sebagai dokumen terbuka dan
dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Mengumumkan
dokumen KA ANDAL final jika memungkinkan.
i. Dari uraian tahap pelingkupan di atas, jelas terlihat bahwa peran pemrakarsa
dan konsultan berubah secara ekstrim jika dibandingkan dengan proses
pelingkupan yang ada pada saat ini.
Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk melihat hasil pelingkupan yang
lebih efektif dari cara pelingkupan baru yang diusulkan. Namun demikian,
sebelum mekanisme baru ini diperkenalkan, pemerintah harus yakin bahwa
mekanisme baru ini akan berjalan lebih baik dan efektif. Untuk itu perlu
dilakukan uji coba. Dalam jangka pendek, uji coba yang diusulkan adalah
simulasi yang dilakukan dalam koridor peraturan yang berlaku.

Hasil dari uji coba ini seharusnya dibandingkan kinerjanya terhadap draft KA
ANDAL yang belum dinilai dan KA ANDAL yang telah dinilai dengan masukan
dari anggota komisi dan masukan dari hasil pelingkupan baru yang dilakukan
oleh staf. Perbandingan ini akan memperlihatkan seberapa lengkap dan teliti
pelingkupan yang dilakukan oleh konsultan dan oleh staf teknis. Lebih jauh, akan
dapat diketahui pula waktu yang diperlukan untuk menyusun KA ANDAL jika
dilakukan oleh pemerintah dibanding keseluruhan waktu penyusunan KA oleh
konsultan yang melibatkan proses koreksi dan perbaikan yang sangat lama. Pada
uji coba jangka yang lebih panjang, pelingkupan dan perbandingan dapat
dilakukan terhadap hasil identifikasi dampak yang dilakukan oleh tenaga ahli
yang dibiayai oleh KLH.

Walaupun kegiatan ini masih berupa uji coba, dari segi manfaat kegiatan ini
dapat memberikan informasi yang lebih banyak kepada proses pelingkupan
daripada yang dilakukan menggunakan cara pelingkupan yang ada saat ini.
Dengan demikian, seluruh anggota Komisi Penilai AMDAL akan lebih paham

31
terhadap situasi lapangan yang ada dan dapat mengkonfirmasi atau
memverifikasi data yang diajukan oleh konsultan penyusun AMDAL. Paling
tidak, kegiatan uji coba ini bisa memberikan informasi yang seimbang bagi
Komisi Penilai AMDAL karena mendapat informasi tambahan sebagai hasil dari
kunjungan lapangan yang dilakukan oleh anggota staf teknis.3

D. Kerangka Acuan
Kerangka acuan (KA) ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam studi
ANDAL atau merupakan ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup
yang merupakan hasil pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang
relevan dengan dampak penting yang termuat dalam PP Nomor 27 Tahun 2012
yang mengatakan bahwa Kerangka Acuan termasuk dokumen ANDAL.4

Tujuan penyusunan kerangka acuan adalah untuk merumuskan lingkup dan


kedalaman studi ANDAL serta mengarahkan studi ANDAL agar berjalan secara
efektif dan efisien sesuai dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia. Dengan
KA yang demikian itu studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting.
Karena KA didasarkan pada pelingkupan yang mengharuskan adanya identifikasi
dampak penting maka pemrakarsa haruslah mempunyai kemampuan untuk
melakukan identifikasi dampak penting itu. baik sendiri ataupun dengan bantuan
konsultan.

Dalam studi ANDAL dilakukan pula identifikasi dampak. Jika pelaksanaan


ANDAL adalah konsultan yang membantu pemrakarsa dalam penyusunan KA,
tidaklah akan terjadi perbedaan antara dampak penting yang diidentifikasinya
dengan yang tertera dalam KA. Tetapi jika konsultannya lain, dapatlah terjadi
bahwa dalam proses identifikasi dampak itu dapat terjadi teridentifikasinya

3
Danang Purnama,Modul Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Banten : Universitas Terbuka,
2010, Hal.,99-111
4
Cholifah Damayanti, “Identifikasi Kriteria Amdal Dalam Pembangunan Bandar Antariksa
di Indonesia: Perspektif Yuridis”, (Seminar Nasional Kebijakan Penerbangan dan Antariksa
III, 2018) Hal 156

32
dampak penting yang tidak termuat dalam KA. Dalam hal ini konsultan AMDAL
seyogyanya merundingkan dengan pihak pemrakarsa agar dilakukan pekerjaan
limbah. Sebaliknya juga dapat terjadi adanya dampak yang semula dianggap
sebagai penting dan karena itu dimuat dalam KA, tetapi kemudian ternyata tidak
penting. Dalam hal ini seyogyanya diusulkan untuk dilakukan pekerjaan kurang
karena menurut Kepmen KA harus disetujui oleh instansi yang berwenang, maka
baik dalam hal pekerjaan kurang maupun pekerjaan tambah persetujuan haruslah
bersifat resmi yang disetujui tidak saja oleh pemrakarsa melainkan juga oleh
instansi yang berwenang.5

E. Analisis Dampak Lingkungan


ANDAL atau Analisis Dampak Lingkungan merupakan telaahan secara
mendalam dan cermat tentang dampak penting dari suatu rencana usaha atau
kegiatan. Hasil kajian dalam ANDAL berfungsi untuk memberikan pertimbangan
guna pengambilan keputusan kelayakan maupun ketidaklayakan dari rencana
usaha atau kegiatan yang diusulkan. Penyusunan dokumen ANDAL memuat
substansi sebagai berikut: deskripsi rencana usaha atau kegiatan beserta
alternatifnya, deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal, hasil pelibatan
masyarakat, hasil penentuan dampak penting hipotetik (DPH) yang dikaji, batas
wilayah studi dan batas waktu kajian, hasil prakiraan dampak penting, dan hasil
evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.

Salah satu kelengkapan dokumen studi kelayakan lingkungan hidup lainnya


yang merupakan bagian penting dalam AMDAL yaitu ANDAL. Dalam
ketentuan PP No. 27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa ANDAL adalah merupakan
telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan. Penyusunan dokumen ANDAL adalah
bertujuan untuk mengetahui komponen kegiatan yang dapat menimbulkan
dampak; komponen lingkungan yang terkena dampak; serta sebagai dasar atau
5
Otto Soemarwoto, “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2014) hal 79

33
arahan pengelolaan dan pemantauan. Berdasarkan kegunaan ANDAL tersebut,
pada dasarnya semua rencana usaha atau kegiatan tercantum dalam dokumen
ANDAL memuat beberapa tahapan yaitu:

1. Tahapan perencanaan, pematangan rencana, dan pembebasan lahan (pra


konstruksi)
2. Tahapan pembangunan fisik (konstruksi)
3. Tahapan berproduksi (operasi), dan
4. Tahapan kegiatan berhenti (pasca operasi).
Penyusunan dokumen ANDAL dapat disesuaikan dengan rencana kegiatan
yang akan dilakukan itu merupakan langkah-langkah strategis dan praktis dalam
melindungi lingkungan hidup.6

Di dalam studi ANDAL hanya diprakirakan dan dievaluasi dampak penting


yang teridentifikasi dalam perlingkupan tertera dalam KA sehingga penelitian
ABDAl terfokus pada dampakpenting saja. Dampak yang tidak penting
diabaikan. Dengan penelitian yang terfokus perhitungan untuk memperkirakan
besarnya dan pentingnya dampak juga menjadi terbatas. Besarnya dampak
harusnya diprakirakan dengan menggunakan metode yang sesuai dalam bidang
yang bersangkutan. Metode itu mungkin telah ada, tetapi mungkin juga harus
dikembangkan untuk dimodifikasi dari metode yang ada. Beberapa contoh:
Besarnya air larian dapat diperkirakan dalam rumus Q = C I A
Dengan Q = Volume air larian (m3/detik)
C = Koefisien air larian (0 sampai 1)
A = Luas daerah yang dipelajari (m2)
Prakiraan besarnya penduduk yang terkena proyek haruslah menggunakan
metode dalam demografi misalnya

6
Nizlawati ms. Kono, ” Pengendalian Kerusakan Lingkungan Atas Perizinan Migas Di Kabupaten
Banggai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup”, 2015, jurnal ilmu hukum legal opinion edisi 3, volume 3
hal 3

34
P = Po (1 + r)t
dengan Pt = jumlah penduduk pada waktu t
Po = jumlah penduduk pada waktu acuan (to)
r = Periode perhitungan
Berkurangnya jumlah jenis dalam hutan karena berkurangnya luas hutan oleh
suatu proyek dapat diperkirakan dari rumus S = CAz
dengan S = jumlah jenis
A = luas hutan
C dan z konstanta
Besar dan penting dampak mempunyai konsep yang berbeda. Nilai besar
dampak menunjukkan besarnya perubahan yang terjadi karena kegiatan yang
dipelajari, misalnya suhu dalam oC hasil dalam ton/ha, luas dalam ha. Populasi
hewan dalam ekor/ha dan oksigen terlarut dalam mg/1. Nilai penting dampak
menunjukkan nilai yang kita berikan pada dampak tersebut untuk pengambilan
keputusan. Umumnya nilai penting dampak bersifat kualitatif. Misalnya tinggi,
sedang atau rendah. Banyak usaha dilakukan untuk membuat nilai kualitatif ini
menjadi kuantitatif, misalnya dengan pemberian skala atau angka ekor angka
skor. salah satu contoh ini ialah evaluasi lingkungan Battelle. Namun usaha
kuantitatif sifat kualitatif itu masih mengalami banyak kesulitan dan tidak jarang
merupakan jebakan. Misalnya, ada nilai yang tidak boleh dioperasikan secara
matematik (dijumlah, dikurangi, dikalikan, dan seterusnya) ada yang boleh
dengan terbatas (dijumlah, dikurangi, dikalikan dengan konstanta, diferensiasi)
dan ada yang sepenuhnya dapat mengalami operasi matematik. Karena itu harus
hati-hati.
Antara besar dan penting dampak dapat Terdapat hubungan. Misalnya
makin besar dampak maka makin penting pula dampak tersebut. Sebuah contoh
iyalah pencemaran. Tetapi dapat juga tidak ada hubungan antara keduanya.
Misalnya dampak yang berupa kematian 1000 ekor burung gereja mempunyai
nilai besar yang tinggi, tetapi nilai penting yang rendah. Sebaliknya, dampak

35
yang berupa kematian seekor badak jawa mempunyai nilai besar yang rendah
tetapi nilai penting yang tinggi.
Uraian diatas menunjukkan dengan jelas perlunya pakar yang menguasai
bidang yang diliput dalam AMDAL tertentu. Pakar itu tidaklah perlu untuk
bekerja sepanjang pelaksanaan AMDAL, melainkan cukup untuk periode tertentu
saja pada waktu tenaga dan keahlian yang diperlukan. Pakar tersebut tidak pula
perlu untuk mempunyai keahlian dalam AMDAL, jadi tidak perlu mempunyai
sertifikat A dan B kursus AMDAL. Hasil pekerjaan pakar tersebut merupakan
masukan untuk digunakan oleh ketua gugus kerja dalam penyusunan AMDAL.
Ketua ini dan seyogyanya juga wakil ketualah yang harus mempunyai
pengalaman dalam pelaksanaan dan penyusunan AMDAL. Pengalaman ini harus
dibuktikan dengan riwayat hidup mereka (Curiculum vitae). Sebaiknya
pengalaman lebih penting daripada sertifikat kursus AMDAL karena seseorang
yang mempunyai sertifikat tapi tidak berpengalaman kementakannya adalah kecil
dapat membuat AMDAL yang baik.7
F. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL)
1. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL)
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan rencana tindak
lanjut untuk mengelola dampak penting yang ditimbulkan oleh aktivitas
proyek, sedangkan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) merupakan
piranti untuk memantau hasil pengelolaan lingkungan tersebut. Dengan
demikian penyusunan RKL dan RPL ini dimaksudkan untuk:
a. Menyusun rencana pengelolaan dampak penting agar dampak yang
ditimbulkan proyek dapat memenuhi ketentuan baku mutu lingkungan
dan meminimalisasi kerusakan lingkungan sehingga dapat menghindari
kemungkinan timbulnya dampak penting yang akan dapat berkembang

7
Otto Soemarwoto, “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2014) hal 81

36
menjadi isu lingkungan atau isu sosial yang merugikan berbagai pihak
yang berkepentingan.
b. Menyusun rencana pemantauan dampak penting guna mengetahui
efektivitas hasil pengelolaan lingkungan sehingga dapat menjadi dasar
evaluasi dan penyusunan rencana tindak lanjut untuk menyempurnakan
pengelolaan lingkungan secara terus menerus.
Dengan adanya RKL dan RPL ini maka setiap dampak penting yang
ditimbulkan oleh kegiatan dapat terkendali dan teredam hingga tidak
berkembang menjadi isu lingkungan regional, nasional atau bahkan menjadi
isu lingkungan internasional.8
2. Kegunaan Dilaksanakannya RKL-RPL
Pelaksanaan RKL-RPL secara baik, konsisten dan berkesinambungan
dapat memberikan manfaat bagi pemrakarsa, pemerintah maupun masyarakat.
Jadi pelaksanaan RKL yang konsisten perlu dikuti dengan pelaksanaan RPL
secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga dapat menjadi bahan acuan
untuk evaluasi dan penyempurnaan RKL. Adapun kegunaan dilaksanakannya
RKL-RPL bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) adalah sebagai
berikut9:
a. Bagi Kepentingan Pemrakarsa
Pelaksanaan RKL-RPL yang baik dan konsisten pada proyek akan dapat
meminimalkan kerugian terhadap manusia, peralatan, material, proses
produksi dan lingkungan hidup. Adapun manfaat dilaksanakannya RKL-
RPL bagi kepentingan Pemrakarsa adalah sebagai berikut:
1) Melakukan upaya penyelamatan, pencegahan dan pengendalian
dampak lingkungan dalam upaya meminimalkan kerugian terhadap
manusia, peralatan, material proses produksi dan lingkungan hidup

8
Effendi, Prijandaru, RKL-RPL Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi untuk PLTP Muara Laboh 250
MW, (Muara Labuh: PT Supreme Energy Muara Laboh, 2013), hal. I-1.
9
Ibid., hal. I-3-I-6.

37
sehingga lebih menjamin kelangsungan hidup proyek secara
berkelanjutan.
2) Terpeliharanya hubungan yang selaras dan serasi antara proyek dengan
lingkungan hidupnya secara khusus dan juga antara proyek dengan
lingkungan sosial di sekitarnya melalui hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan.
3) Mendapatkan informasi lingkungan yang lengkap dari hasil
pelaksanaan program K3LL, dalam upaya meminimalkan kerusakan/
kerugian terhadap kerusakan/ hilangnya peralatan maupun material
serta penurunan kualitas lingkungan hidup sehingga dapat lebih
menjamin kelangsungan hidup proyek secara berkelanjutan.
4) Mendapatkan informasi lingkungan yang lengkap dari hasil pembinaan
hubungan yang selaras dan serasi antara kegiatan proyek dengan
lingkungan hidup sekitarnya dan secara khusus antara proyek dengan
lingkungan sosial di sekitarnya melalui hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan.
Pelaksanaan RKL-RPL juga dimaksudkan untuk menekankan
pentingnya menjalin keselarasan hubungan antara proyek dengan
lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya.
b. Bagi Kepentingan Pemerintah
Pemerintah berkewajiban menyediakan kualitas lingkungan hidup yang
dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi kehidupan
masyarakatnya, namun pemerintah juga harus menyelenggarakan
pembangunan yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu dengan pelaksanaan RKL-RPL yang baik
dan konsisten secara terus menerus dapat memberikan manfaat bagi
pemerintah sebagai berikut:
1) Sebagai alat kendali pemerintah dalam upaya pengelolaan
lingkungan proyek terutama sebagai bagian dari upaya

38
melaksanakan pengelolaan lingkungan sehingga tercipta suasana
lingkungan yang nyaman bagi masyarakat di sekitar proyek.
2) Kehadiran proyek yang terkelola dengan baik dapat meningkatkan
PAD (Pendapatan Asli Daerah) melalui pajak dan retribusi serta
terbukanya peluang kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat
sehingga memberikan manfaat ekonomi, tetapi tetap aman bagi
lingkungan dan kesehatan masyarakat.
3) Mendapatkan informasi lingkungan yang lengkap yang dapat
menjadi alat kendali pemerintah dalam upaya pengelolaan
lingkungan proyek terutama sebagai bagian dari upaya
melaksanakan pengelolaan lingkungan kawasan sehingga tercipta
suasana lingkungan yang nyaman bagi masyarakat di sekitar proyek.
4) Mendapatkan informasi lingkungan yang lengkap yang dapat
menjadi acuan penyusunan perencanaan pembangunan daerah dan
penataan tata ruang kawasan dengan memperhatikan daya dukung
lingkungan kawasan, sehingga selain mendapatkan manfaat
ekonomi, tetapi juga mendapatkan tata kehidupan masyarakat yang
serasi dengan lingkungan hidupnya.
Pemerintah daerah tetap dapat menyelenggarakan fungsi
pemerintahan dan pembangunan secara optimal, yang menjamin
keamanan, keselamatan dan kenyamanan masyarakat. Dengan
demikian pemerintah daerah dapat mengelola lingkungan hidup
proyek dan sekitarnya dengan cara mengelola lingkungan hidup di
masing-masing proyek kegiatan dengan sebaik-baiknya.
c. Bagi Kepentingan Masyarakat
Pelaksanaan RKL secara baik, konsisten dan berkesinambungan akan
memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai berikut:
1) Dengan adanya pengelolaan lingkungan yang baik dan konsisten,
maka masyarakat senantiasa merasa tetap terjamin keselamatan,
kenyamanan dan kualitas lingkungan hidupnya agar dapat

39
melaksanakan kehidupannya sehari-hari dalam suasana aman dan
nyaman.
2) Dengan adanya Program CSR (Corporate Social Responsibility),
masyarakat merasa mendapatkan perhatian dari proyek dan
sekaligus memperoleh harapan kehidupan yang lebih baik guna
melepaskan diri dari belenggu kehidupan masyarakat marginal.
3) Mendapatkan informasi lingkungan yang lengkap dari hasil
pengelolaan lingkungan yang baik dan konsisten, sehingga
masyarakat senantiasa merasa tetap terjamin keselamatan,
kenyaman dan kualitas lingkungan hidupnya untuk dapat
melaksanakan kehidupannya sehari-hari dalam suasana nyaman.
4) Mendapatkan informasi yang lengkap tentang sistem pengelolaan
CSR yang melibatkan perusahaan, masyarakat dan pemerintah,
sehingga masyarakat merasa mendapatkan perhatian dari proyek
dan sekaligus memperoleh harapan kehidupan yang lebih baik guna
melepaskan diri dari belenggu kehidupan masyarakat marginal.
Dengan pelaksanaan RKL-RPL secara baik, maka masyarakat
senantiasa akan merasa aman dan nyaman karena tetap terjaminnya
keselarasan hubungan antara masyarakat dengan lingkungan hidupnya.
Selain itu kehadiran CSR dari proyek akan dapat memberikan harapan
baru bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek untuk dapat
memperbaiki kehidupannya.
3. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan disusun untuk menangani dampak besar dan
penting yang tela diprediksi dari kajian ANDAL dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang rasional, meliputi pendekatan teknologi, sosial
ekonomi dan institusi/kelembagaan.
a. Pendekatan Teknologi
Pendekatan teknologi adalah cara-cara pengelolaan lingkungan yang
berorientasi kepada teknologi pengelolaan dampak besar dan penting

40
lingkungan dan pengendalian pencemaran. Pendekatan teknologi ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu dalam rangka menanggulangi dampak
pencemaran dilakukan dengan cara membatasi atau mengisolasi
dampak yang akan terjadi, sedangkan dalam rangka mencegah,
mengurangi dan/atau memperbaiki sumberdaya alam dapat ditempuh
dengan cara penataan kembali (revitalisasi) daratan, restorasi ekosistem
mangrove dan pengaturan pelaksanaan kegiatan.
b. Pendekatan Sosial Ekonomi
Pendekatan ini dilakukan dalam rangka menanggulangi dampak besar
dan penting melalui tindakan-tindakan yang berlandaskan pada
interaksi sosial ekonomi dan bantuan peran Pemerintah, misalnya
melakukan penyuluhan kepada masyarakat, pembebasan bagan budi
daya kerang hijau dengan cara musyawarah, penggantian biaya ganti
rugi yang memadai, penyerapan tenaga kerja dengan memprioritaskan
masyarakat setempat sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki, bantuan fasilitas umum dan fasilitas sosial kepada masyarakat
serta bantuan sosial kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki Pemrakarsa.
c. Pendekatan Institusi/Kelembagaan
Pendekatan institusi adalah mekanisme kelembagaan yang akan
ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak besar dan
penting lingkungan hidup. Pendekatan ini mencakup pengelolaan
lingkungan melalui koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam
pengawasan dampak lingkungan dan kerjasama dengan instansi terkait
dalam pengendalian dampak lingkungan. Koordinasi tersebut adalah
dalam hal:
1) Peraturan Pengelolaan Lingkungan.
2) Mekanisme Pengelolaan Lingkungan.
3) Koordinasi antar instansi/Pihak Pengelola Lingkungan.

41
Di Indonesia PP 51 tahun 1993 memisahkan AMDAL dari perencanaan
pengelolaan lingkungan dan perencanaan pemantauan lingkungan.
Pemisahan RKL dan RPL sebenarnya tidaklah tepat. Sebab pemantauan
lingkungan adalah rencana pengelolaan lingkungan yang terdiri atas rencana
penanganan dampak dan rencana pemantauan lingkungan. Rencana
pengelolaan lingkungan bukanlah rancangbangun rekayasa (engineering
design) penanganan dampak, melainkan tindakan apa yang harus diambil
dalam penangan dampak. Misalnya, pada sebuah sungai yang akan
dibendung, ANDAL menemukan sejenis ikan yang bermigrasi ke hulu/hilir
sungai. Ikan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan terancam
kepunahan. RKL menyarankan dibangunnya tangga ikan (fish ladder) untuk
menangani dampak terhalangnya migrasi ikan oleh bendungan. Saran
tersebut haruslah merinci prinsip prinsip tangga itu dan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh tangga itu, misalnya kemiringan tangga, volume dan
kecepatan air dalam tangga, jarak antar anak tangga dan tinggi anak tangga,
serta acuab kepustajaan yang memuat rancangbangun dan konstruksi tangga
iakan yang telah dibuat ditempat lain. Rincian dan acuan tersebut harus
mengandung cukup informasi untuk dapat dibuatnya rancangbangun tangga
ikan di bendungan yang sedang direncanakan. Jelaslah pelaksanaan telaah
ANDAL bukanlah konsultan rekayasa (engineering design), melainkan
memberikan masukanpada konsultan rekayasa tentang bangunan tersebut.
Hal ini menunjukkan lagi perlunya keterpaduan antara ANDAL dengan
telaah kelayakan rekayasa dan telaah kelayakan ekonomi10

Dalam pengelolaan lingkungan pemantauan merupakan komponen


esensial. Pemantauan diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah
persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang
didapatkan dari pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik

10
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: UGM Press, 2014), hal.
82.

42
dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan lingkungan yang
medekati atau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa yang perlu
diambil. Juga untuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam
ANDAL sesuai dengan dampak yang terjadi. Karna itu pemantauan sering
juga disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki
ANDAL di kemudian hari dan untuk perbaikan kebijakan lingkungan.
Seperti halnya metode prakiraan dampak, metode untuk pengelolaan dan
pemantauan dampak juga harus kita pinjam dari bidang yang bersangkutan
atau harus kita kembangkan sesuai dengan kaidah bidang yang bersangkutan.

G. Sistem Laporan

Pada akhirnya setelah semua pekerjaan itu selesai ditulislah hasil


penelitian dalam laporan. Pada umumnya laporan terdiri atas bagian, yaitu
ringkasan eksekutif (executive summary), laporan utama (main report) dan
lampiran (appendix). Pembagian kelompok dalam tiga bagian dimaksudkan
untuk dapat mencapai dua sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama ialah
para pengambil keputusan pada pihak pemrakarsa (direktur dan direktur utama)
maupun pemerintah (direktur, direktur jenderal dan menteri) yang
berkepentingan dengan proyek tersebut. Para pengambil keputusan ini sibuk dan
tidak mempunyai waktu untuk mempelajari laporan yang terinci. Dan memang
tugas mereka tidaklah untuk melihat rincian, melainkan untuk melihat pokok-
pokok permasalahan. Bagi merekalah diperuntukkan ringkasan eksekutif.
Laporan ini singkat dan berisi pokok permasalahan, cara pemecahannya dan
rekomendasi tindakan yang harus diambil. Bahasa laporan harus sederhana dan
mudah dimengerti, juga perlu dengan model dan grafik ringkasan. Bahasa ilmiah
dihindari. Panjang laporan sekitar 10 halaman dan seyogyanya tidak lebih dari 20
halaman.

Laporan utama diperuntukkan bagi para pelaksana proyek dan teknisi


yang memerlukan keterangan terinci. Laporan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik isi maupun format, dengan bahasa

43
yang harus dapat dimengerti dengan mudah oleh pakar dalam bidang yang
berbeda-beda. Hal ini mengingat AMDAL bersifat lintas sektoral dan harus
dipelajari oleh pakar dalam berbagai bidang.

Suatu tantangan dalam metode penulisan laporan ialah untuk membuat


bagian-bagian dalam berbagai bidang menjadi satu kesatuan yang koheren , yaitu
terintegrasi. Yang sering terjadi ialah penelitian AMDAL yang bersifat
multidisiplin menghasilkan laporan yang terdiri atas bab-bab dalam berbagai
bidang yang berdiri sendiri-sendiri. Di sini pulalah letak bahaya tidak
terintegrasinya AMDAL dengan RKL dan RPL.11

Pelaporan atas pelaksanaan RKL dan RPL (Amdal) atau UKL-UPL


merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan untuk memverifikasi
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan apakah sudah sesuai
dengan yang tertulis dalam dokumen RKL dan RPL atau UKL-UPL. Selain itu
juga sebagai alat untuk memitigasi dampak sedini mungkin dan mengevaluasi
efektifitas metode pengelolaan dampak yang tertuang dalam dokumen RKL-RPL
atau UKL-UPL, mengetahui bagaimana trend dari dampak yang ditimbulkan,
mengetahui tingkat-tingkat kritis suatu dampak lingkungan akibat kegiatan serta
untuk mengevaluasi tingkat ketaatan perusahaan terhadap kewajiban yang
tertuang dalam kesepatan sebagai pemegang izin lingkungan.

Hal tersebut di atas dipertegas dalam pasal 71 (ayat 1) Peraturan


Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang menyatakan
bahwa Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 dikenakan sanksi administratif yang meliputi teguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan Izin Lingkungan atau pencabutan Izin
Lingkungan.

11
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press), 2014, hlm..83

44
1. Contoh Aplikasi Pelaporan Kinerja Pengelolaan Limbah B3 Online
(Siraja Limbah)

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) merupakan sisa suatu


usaha atau kegiatan berupa zat, energi, dan komponen lain yang mempunyai
sifat, konsentrasi atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lainnya.
Kegiatan pengelolaan limbah B3 sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundangan seperti di dalam UU 32 tahun 2009 dan PP 101 tahun
2014 terdiri dari kegiatan menghasilkan Limbah B3, Pengumpulan Limbah
B3, Pengangkutan Limbah B3, Pemanfaatan Limbah B3, Pengolahan
Limbah B3, dan Penimbunan Limbah B3. Pemanfaatan Limbah B3 yang
mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan
perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam
pengelolaan Limbah B3. Reuse merupakan penggunaan kembali Limbah B3
untuk fungsi yang sama ataupun berbeda tanpa melalui proses tambahan
secara kimia, fisika, biologi, atau secara termal, recycle merupakan mendaur
ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia,
fisika, biologi, dan secara termal yang menghasilkan produk yang sama,
produk yang berbeda, atau material yang bermanfaat, dan recovery
merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia,
fisika, biologi, dan secara termal.
Masih banyaknya kegiatan membuang dan menimbun limbah B3 ke
lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu merupakan cermin dari
kurangnya pemahaman dan kesadaran oleh pelaku industri tentang
pengelolaan lingkungan hidup yang baik khususnya dalam hal mengelola
limbah B3 yang dihasilkan. Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 yang baik
merupakan kewajiban bagi penanggungjawab usaha atau kegiatan dan

45
pemeritah yang dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan untuk melaksanakan fungsi pembinaan kepada penanggungjawab
usaha atau kegiatan.
Dalam rangka pengembangan kebijakan pengelolaan limbah B3
diperlukan data dan informasi yang akurat, sejalan dengan kebutuhan
data/informasi tersebut, penanggungjawab usaha/kegiatan wajib memberikan
data dan informasi tentang limbah B3 yang meliputi Jenis dan jumlah limbah
B3 dihasilkan, dimanfaatkan (untuk substitusi bahan bakar/bahan baku),
diolah, ditimbun, dan didumping. Sehingga diketaui kegiatan pengelolaan
limbah B3 di masing-masing Kabupaten atau Kota, Provinsi, dan nasional.
Untuk mendukung kebijakan pengelolaan limbah B3 yang tepat dan
akurat diperlukan data dan informasi yang akurat sehingga perlu
dikembangkan sebuah sistem aplikasi pelaporan pengelolaan limbah B3.
Sistem aplikasi ini diperlukan untuk memperoleh data mengenai jenis dan
jumlah LB3 yang dikelola oleh industri/perusahaan. Sistem yang sedang
dikembangkan tersebut yaitu Aplikasi Pelaporan Kinerja Pengelolaan
Limbah B3 Online (Siraja Limbah).
Dasar hukum pengembangan basis sata pengelolaan limbah b3
meliputi:

a. UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 68 huruf a yang menyatakan adanya


kewajiban pemberian informasi terkait perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu, dan pasal
69 ayat 1 huruf j yang melarang pemberian informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan dan merusak informasi atau memberikan keterangan tidak
benar.

b. PP Nomor 101 tahun 2014 pasal 12 ayat 6 huruf c mengenai permohonan


izin penyimpanan LB3 harus melampirkan informasi mengenai
nama,sumber,karakteristik, dan jumlah LB3 yang akan disimpan, dan

46
pasal 26 huruf a dan b serta pasal 28 ayat 2 huruf a mengenai kewajiban
melakukan identifikasi dan pencatatan.

Tujuan pengembangan aplikasi siraja limbah yaitu untuk


mempermudah dan mempercepat akses memperoleh data/informasi secara
cepat dan akurat di setiap perusahaan tentang jenis dan limbah B3 yang
dikelola dan tidak dikelola. Tujuan lainnya yaitu untuk mendukung
perumusan pengembangan kebijakan pengelolaan limbah B3. Selain itu,
untuk mempermudah industri/pelaku usaha dalam melaksanakan pelaporan
kinerja pengelolaan limbah B3.

Sarana dan prasarana diperlukan untuk menunjang keberhasilan


pelaksanaan pelaporan sistem online ini. Prasarana yang diperlukan yaitu :
ruang/tempat kerja, pedoman pelaksanaan aplikasi pelaporan, instalasi
jaringan (server,listrik,dll), jaringan internet (wifi), dokumen pendukung.
Sarana yang harus disiapkan antara lain yaitu : komputer sesuai spesifikasi
yang dibutuhkan, printer, scanner, infocus,whiteboard dan alat kontrol
petugas yang diperbolehkan masuk keruang kerja.

2. Registrasi aplikasi pelaporan kinerja pengelolaan limbah B3 online


Registrasi adalah proses untuk mendapatkan username aplikasi dan
password. Pihak yang harus registrasi yaitu pemerintah provinsi, pemerintah
Kabupaten/Kota dan perusahaan. Registrasi dilakukan dengan cara
mengajukan permintaan dengan surat resmi dari perusahaan kepada Direktur
PKPLB3 dan LNB3 untuk mendapatkan username dan pasword. Registrasi
juga dapat dilakukan dengan cara mendaftar ke SIMPEL (Sistem Pelaporan
Eletronik). Setelah mendapatkan username dan pasword, perusahaan dan
instansi terkait dapat melakukan log in aplikasi ke dalam sistem. Dengan
telah mendapatkan username, password dan telah berhasil melakukan log in,
maka kegiatan registrasi aplikasi sistem tersebut telah selesai.

47
Gambar 6. Gambaran tata cara registrasi dan akses aplikasi kinerja pengelolaan limbah B3

3. Pelaksanaan Kegiatan Pelaporan

Pelaksanaan pelaporan online meliputi persiapan, pelaksanaan,


pelaporan triwulan dan pemantauan. Persiapan entry data di awali dengan
kajian terhadap kebutuhan SDM, sarana dan prasarana, sistem siraja limbah,
kondisi serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Persyaratan minimal
ketersediaan sarana dan prasarana meliputi : komputer sesuai spesifikasi
yang telah terkoneksi dengan server aplikasi; sudah terinstal browser seperti
Firefox, Chrome, Opera; sudah terinstal microsoft excel versi 2010 atau
2013; sudah melakukan registrasi dan mendapatkan username dan password.
Pelaksanaan entry data dan pengunggahan. Siraja limbah online
dapat di akses dan dijalankan di alamat website
http://plb3.menlhk.go.id/siraja-limbah/. Jenis data yang diinput dalam
kegiatan entry data meliputi profil perusahaan, izin yang dimiliki, kontrak
kerjasama, data limbah B3. Profil perusahaan meliputi Infromasi umum,

48
informasi tambahan, proses produksi dan neraca, kantor pusat/perwakilan
dan logo. Perizinan yang dimiliki meliputi jenis perizinan, nomor izin,
tanggal terbit izin, masa berlaku izin, dan lampiran dokumen. Kontrak
kerjasama meliputi perusahaan pengelolaan lanjut, tipe pengelolaan, jenis
limbah, dan lampiran dokumen.

Gambar 7. Tampilan Depan Siraja Limbah

Gambar 8. Halaman Login

49
Gambar 9. Halaman Utama

Gambar 10. Halaman Profil Perusahaan

Profil perusahaan adalah menu yang digunakan untuk melakukan


updating data perusahaan. Menu perizinan digunakan untuk menambahkan
atau menampilkan atau mengubah atau menghapus data perizinan yang
dimiliki oleh perusahaan. Menu kontrak Kerjasama digunakan untuk
menambahkan, menampilkan, mengubah, menghapus data kontrak

50
kerjasama yang dimiliki oleh perusahaan. Menu data limbah B3 untuk
menambahkan, menampilkan, mengubah, menghapus data limbah yang
dihasilkan secara internal/eksternal. Untuk setiap limbah B3 yang dihasilkan
harus dikelola sesuai dengan jenis pengolahan dan jenis pengelolaan limbah
B3. Menu Tanda Terima Elektronik untuk membuat atau menampilkan atau
menghapus data TTE, TTE ini sebagai tanda bahwa telah melakukan
pelaporan data limbah. Menu UPLOAD untuk melakukan upload LOG
BOOK dan BERITA ACARA sebagai kelengkapan pelaporan.

Gambar 11. Halaman Perizinan

Gambar 12. Halaman Kontrak kerjasama

51
Data limbah B3 yang diinput berupa jenis, jumlah, sumber limbah,kode
limbah, tanggal dihasilkan, masa simpan limbah dan jumlah limbah B3 yang
dihasilkan dan pengelolaan limbah B3. Selain menginput data limbah B3 melalui
aplikasi, perusahaan juga harus mengupload log book harian untuk memeriksa
kesesuaian antara limbah yang dicatat dan di input. Perusahaan juga bisa
mengupload berita acara hasil pengawasan/pemantauan sebelumnya.

Gambar 13. Halaman Data Limbah B3

Setelah dilakukan input data limbah B3 sesuai yang dihasilkan, disimpan,


dikelola sendiri atau dikelola pihak ketiga, maka perusahaan bisa mencetak tanda
terima elektronik (TTE). TTE ini merupakan bukti bahwa perusahaan sudah
melakukan kewajiban pelaporan dan selesainya penginputan siraja limbah pada
periode triwulan tersebut.12

12
Ade Irma Rilyani Dkk, Aplikasi Pelaporan dan Monitoring Data Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Pada Tempat Penyimpanan Sementara Berbasis Web di PT. PLN (Persero) Sector
Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung, (Lampung : Politeknik Negeri Lampung,
2018), Vol. 3, No. 2, Hlm.194

52
Gambar 14. Halaman TTE

H. Hubungan AMDAL, Audit Lingkungan, dan ISO


AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dari suatu penyelenggaraan
usaha atau kegiatan.13 Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu
usaha atau kegiatan pembangunan agar berjalan secara berkesinambungan tanpa
merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usaha
atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan sumber daya alam secara
efisien, dan meminimalisir dampak negatif .
Analisis mengenai dampak lingkunganlah yang seharusnya menentukan
apakah suatu pembangunan dapat dilaksanakan atau tidak. Hal ini berarti bahwa
analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari perencanaan awal
suatu pembangunan. Analisis mengenai dampak lingkungan ditujukan agar
lingkungan tetap terpelihara untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
Berlangsung tidaknya suatu kegiatan pembangunan didasarkan atas ada tidaknya
dampak penting dari kegiatan tersebut.
Audit Lingkungan adalah bagian integral dari sistem manajemen lingkungan
yang digunakan untuk menentukan apakah sistem pengendalian lingkungan

13
Martini,dkk.Analisis Korelasi Antara, AMDAL, Audit Lingkungan, ISO dengan Citra Perusahaan.
(Jakarta:Universitas Luhur),hal.2.

53
perusahaan cukup untuk menjamin kepatuhan pada peraturan dan kebijakan
internal. 14 Audit lingkungan mempunyai tujuan internal dan eksternal. Audit
Lingkungan internal bermanfaat untuk memberikan informasi kepada manajemen
mengenai apakah operasi perusahaan mematuhi peraturan, apakah suatu kontrak
pembuangan limbah telah dilakukan secara kompeten, serta apakah keputusan
manajemen lingkungan dibuat atas dasar fakta yang ada. Audit Lingkungan
eksternal memberikan jaminan kepada pihak-pihak luar seperti kreditur, investor
atau pemakai laporan eksternal atas usaha atau kegiatan yang telah dilakukan
perusahaan. Berbagai aktivitas yang diklasifikasikan sebagai Audit Lingkungan
ekternal mencakup jasa-jasa yang diberikan oleh konsultan, pengacara, serta
pengawasan sistem manajemen lingkungan. Audit Lingkungan dapat digunakan
untuk menilai bagaimana auditing membantu mengelola risiko dan mengurangi
adanya permasalah baru.
Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh perusahaan kontraktor untuk
melakukan sistem manajemen lingkungan adalah identifikasi isu lingkungan dan
kedenderungannya dalam dugaan publik, evaluasi dampak isu, penelitian dan
analisa, pengembangan posisi, pengembangan strategi, implementasi, dan
evaluasi
ISO 14000 merupakan standar internasional tentang sistem manajemen
lingkungan secara umum. 15 Elemen ISO 14000 yang terkait dengan proyek
konstruksi adalah polusi udara, pembuangan ke sumber air, pasokan air dan
pengolahan limbah domestik, limbah dan bahan-bahan berbahaya, gangguan,
bunyi/kebisingan dan getaran, radiasi, perencanaan fisik, pengembangan
perkotaan, gangguan bahan/material, penggunaan energi, keselamatan dan
kesehatan kerja karyawan.

14
Manuhara P.,Wahyu,Audit Lingkungan:Pengungkapan Isu Lingkungan dalam Laporan Keuangan
Auditan, Jurnanl Akuntansi & Investasi Vol. 1 No. 2,hal.86.
15
Chandra, Herry P, Analisa Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14000) dan Kemungkinan
Implementasi Oleh para Kontraktor Kelas di Surabaya, Dimensi Teknik Sipil, Vol. 4, No.
2,(Universitas Kristen Petra,, hal.75.

54
Hubungan antara AMDAL, Audit lingkungan dan ISO 14000 dalam
lingkungan mempunyai ketekaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain
secara sinergis. AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan untuk bidang
lingkungan hidup, yang merupakan alat untuk memprakirakan dan mengelola
dampak yang terjadi. Audit Lingkungan melaksanakan kegiatan evaluasi
sistematik, obyektif atas dampak aktivitas operasi perusahaan terhadap
lingkungannya dan ISO 14000 yang merupakan standar internasional tentang
sistem manajemen lingkungan secara umum. Jadi, ISO 14000 sebagai ketetapan
standar lingkungan, AMDAL dokumen analisis terhadap dampak yang
ditimbulkan dan Audit lingkungan sebagai proses manajemen dan evaluasi
lingkungan.

55
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan.
Bentuk dari kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang di bagi menjadi 5
bagian yaitu Dokumen Kerangka Acuan Analisi Dampak Lingkungan Hidup
( KAANDAL ), Dokumen Analisi Dampak Lingkungan Hidup ( ANDAL ),
Dokumen Rencana Pengolahan Lingkungan Hidup ( RKL ), Dokumen Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup ( RPL ), dan Dokumen Ringkasan Eksekutif.
Kerangka acuan (KA) ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam
studi ANDAL atau merupakan ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan rencana tindak lanjut untuk
mengelola dampak penting yang ditimbulkan oleh aktivitas proyek, sedangkan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) merupakan piranti untuk memantau
hasil pengelolaan lingkungan tersebut.
Hubungan antara AMDAL, Audit lingkungan dan ISO 14000 dalam
lingkungan mempunyai ketekaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain
secara sinergis. AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan untuk bidang
lingkungan hidup, yang merupakan alat untuk memprakirakan dan mengelola
dampak yang terjadi. Audit Lingkungan melaksanakan kegiatan evaluasi
sistematik, obyektif atas dampak aktivitas operasi perusahaan terhadap
lingkungannya dan ISO 14000 yang merupakan standar internasional tentang
sistem manajemen lingkungan secara umum.

56
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.

57
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti , Cholifah. 2018. Identifikasi Kriteria Amdal Dalam Pembangunan Bandar Antariksa
di Indonesia : Perspektif Yuridis
Herry P, Chandra. Analisa Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14000) dan Kemungkinan
Implementasi Oleh para Kontraktor Kelas di Surabaya, Dimensi Teknik Sipil, Vol. 4,
No. 2
Martini,dkk.Analisis Korelasi Antara, AMDAL, Audit Lingkungan, ISO dengan Citra Perusahaan.
Jakarta:Universitas Luhur
Nizlawati ms. Kono,. 2015. Pengendalian Kerusakan Lingkungan Atas Perizinan Migas Di Kabupaten
Banggai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup,. jurnal ilmu hukum legal opinion edisi 3, volume 3
Prijandaru, Effendi. 2013. RKL-RPL Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi untuk PLTP Muara Laboh
250 MW, Muara Labuh : PT Supreme Energy Muara Laboh
Purnama, Danang 2010 ,Modul Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Banten : Universitas
Terbuka
P.,Wahyu, Manuhara,Audit Lingkungan:Pengungkapan Isu Lingkungan dalam Laporan Keuangan
Auditan, Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 1 No. 2
Rilyani, Ade Irma Dkk. 2018. Aplikasi Pelaporan dan Monitoring Data Limbah Bahan Berbahaya
Dan Beracun Pada Tempat Penyimpanan Sementara Berbasis Web di PT. PLN (Persero)
Sector Pengendalian Pembangkitan Bandar Lampung, Lampung : Politeknik Negeri
Lampung, Vol. 3, No. 2
Soemarwoto, Otto. 2014. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yoyakarta : Universitas Gadjah
Mada Press

58

Anda mungkin juga menyukai