Saat ini banyak perusahan yang melakukan bisnis luar negeri yakni melakukan
kegiatan atau operasi lintas batas negara. Hal ini dikarenakan perusahaan-
perusahaan ini ingin mendapatkan skala ekonomi yang baik dimana ia mampu
memproduksi barang dalam jumlah besar dan murah meskipun sumber daya alam
yang mereka diliki tidak mendukung produksinya. Dari sini dapat dilihat bahwa
dalam melakuka bisnis internasional tidak hanya berdagang di negara lain namun
terdapat teori yang mendasari perusahaan mengembangkan sayapnya keluar.
Teori bisnis internasional ini yang akan digunakan untuk memahami strategi
pembangunan ekonomi suatu negara sehingga perusahaan dapat dengan mudah
menentukan prosuk yang dipasarkan. Serta mereka mampu mengantsipasi
perubahan strategi pemerintah.
Teori selanjutnya diutarakan oleh Adam Smith yang dikenal dengan keunggulan
absolut dimana kemampuan sebuah bangsa untuk memproduksi suatu barang
lebih banyak dengan jumlah pendapatan yang sama dengan negara lain namun
Sehingga masing – masing negara melakukan spesialisasi (DA. Ball, et al ,2005:
141). Teori selanjutnya yang mengikuti berupa teori keunggulan komparativ di
tahun 1817 yang menjelaskan dimana sebuah bangsa tentunya memiliki kelemahan
dan keunggulan sehingga negara akan berupaya memproduksi barang dengan
kelemahan absolut yang sedikit. Kemudian teori faktor endowment oleh
Heckscher-Ohlin yang berisi bahwa spesialisasi yang dilakukan dalam produksi
diakibatkan oleh faktor sumber daya alam yang berbeda.contohnya ialah Belanda
dan China dimana China lebih konsentrasi pada barang yang padat tenaga kerja
sedangkan Belanda mengandalkan padat modalnya. Teori yang dikeluarkan oleh
Heckscher-Ohlin dikritik oleh Leontif Paradox dimana ia mengambil contoh
Amerika Serikat yang juga padat modal namun ia juga meningkatkan eksport
barang-barang tenaga terdidik (DA. Ball, et al ,2005: 147).
Setelah teori klasik tersebut muncul dan diterapkan dalam dunia bisnis dalam
perkembangannya memunculkan teori baru yang lebih spesifik dalam menjalankan
perilaku bisnis internasional yakni skala ekonomi dan kurva pengalaman yakni
perusahaan cnderung memproduksi dalam skala besar untuk menurunkan biaya
produksi per unit sehingga tercapai efisiensi waktu dan tenaga. Adanya
pemikiran untuk menurunkan biaya produksi per unit sendiri berdasarkan pada
kurva pengalaman (DA. Ball, et al ,2005: 151) yakni dengan mempelajari cara-cara
memproduksi secara efisien. hal inilah yang dianut oleh China yang memungkinkan
Industri sebagai produsen biaya rendah meskipun tidak memiliki faktor produksi
yang mumpuni. Selanjutnya teori penggerak pertama (First Movers Theory)
yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerobos pertama dalam pasar akan
segera mendominasi. Contohnya ialah KFC di Indonesia yang menggandeng
beberapa band atau musisi di Indonesia untuk meningkatkan penjualannya yakni
yang membeli barang KFC akan mendapatkan VCD dari band atau musisi.
Teori selanjutnya berasal dari Swedia Stefan Linder dengan teori Linder
mengenai permintaan yang tumpang tindih bila milik Ohlin menitik beratkan pada
faktor produksi serta selera konsumen juga mempengaruhi laku tidaknya produk
maka selera konsumen sendiri dipengaruhi oleh tingkat pendapatan konsumen.
Dan dari sini tingkat pendapatan menentukan jenis produk ang diminati. Teori
Linder mengambil kesimpulan bahwa perdagangan interansional akan menjadi
lebih besar bila kedua atau lebi negar memiliki pendapatan sama. Dengan
permintaan yang sama maka terjadi permintaan tumpang tindih. Teori ini sangat
berbeda dengan teori komparative yang mana arah barang diperdagangkan masih
belum jelas namun teori Linder dapat ke arah mana saja asal tingkat
pendapatannya sama.
Teori yang terakhir ialah Keunggulan Kompetitif Bangsa-Bangsa dari M. Porter
yang mengedepankan cara perusahaan lokal untuk mampu bersaing dan memiliki
keunggulan komparatif (DA. Ball, et al ,2005: 153) yakni (1) kondisi permintaan
dimana awalnya produk dikenalkan dalam negeri kemudian di promosikan keluar,
(2) kondisi faktor produksi, Porter membedakan dengan teori Heckscher – Ohlin
ialah Porter melihat ketersediaan sumber daya yang menipis sehingga muncullah
faktor lanjutan yakni faktor pendidikan,pelabuhan bebas dan sistem komunnikasi
yang maju. (3) industri terait dan pemasok dan jasa dukungan industri.contohnya
ialah perusahaan ban di Amerika yang mendominasi pasar dunia kemudian banyak
perusahaan lain yang memasok mulai dari bahan kimia, karet sintetik, dan pabrik
pemroses karet. Dan (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Porter
menyatakan bahwa perusahaan yang sulit bersaing secara domestik maka ia akan
meningkatkan efisiensinya untuk lebih kompetitif.
Dunia bisnis memang tidak jauh dari investasi karena bisnis menggunakan
investasi asing sebagai modal untuk berkembang. Dalam buku “ International
Bussines:the challenge of global Competition” dijelaskan beberapa teori tentang
investasi yang pertama ialah Teori keunggulan monopolistik dari Stephen Hymer
(1960) dimana investasi langsung dari luar negeri akan beroperasi bila industri
memilii keunggulan yang tidak dimiliki industri lokal seperti keunggulan skala
ekonomi, keunggulan teknologi atau pengetahuan pemasaran dan manajemen.
Investasi terjadi karena ketidaksempurnaan pasar produk dan faktor produksi.
pasar produk dan faktor produksi diuangkapkan oleh Cave yang merevisi milik
Hymer dimana pengetahuan unggul memungkinkan yang melakukan investasi untuk
memproduksi produk yang disukai oleh konsumen dan berbeda dengan produk
lokal. Dan ia menambahkan bahwa perusahaan yang menanamkan modalnya keluar
merupakan perusahaan yang memiliki inovasi dan penelitian produk dan usaha
pemsaran yang kuat.
Teori mengenai investasi selanjutnya berupa daur Hidup produk Internasional
yakni perusahaan harus menanamkan modalnya ketika produknya telah di
tawarkan dengan produk lain yang sama.hal ini dilakukan guna meningkatkan nilai
produk atau perusahaan mampu membuat produk ydengan inovasi baru. Kemudian
teori ikut sang pemimpin (Follow The Leader Theory) (DA. Ball, et al ,2005: 179.
Teori ini menjelaskan dimana para pesaing melakukan investasi untuk menghindari
kehilangan pasar atau konsumen ketika investor pertama melakukan produksi
lokal. Terdapat pula teori investasi silang dimana kedua perusahaan saling
menanamkan investasi seperti yang dilakukan Amerika dan Eropa. Teori
internalisasi yaknni melakuka investasi kedalam atau lebih baik menggunakannya
untuk produksi sendiri dari pada menjualnya keluar. Yang terakhir ialah teori
yang hampir mirip dengan milik Hymer yakni teor ekleti produkni internasional
dari dunning. Teori ini menyebutkan bahwa perusahaan yang melakukan investasi
harus memiliki keunggulan berupa (1) kepemilikan yang khas, (2) internalisasi
atau mengedapankan keunggulan sendiri dari pada menggunakan lisensi asing, (3)
kekhasan lokasi (DA. Ball, et al ,2005: 180).
Disamping terdapat teori tentang perdagangan dan investasi juga terdapat teori
pembangunan yang berhubungan dengan kedua teori sebelumnya. Melihat teori
comparative dari David Ricardo dapat dilihat melalui spesialisasi dapat
menjadikan produk efisien sehingga pertumbuhan ekonomi negara
bertambah.selin tiu juga terdapat teori pembangunan yang behubungan dengan
bisnis internasional dimana melalui bisnis luar negeri maka suatu negara akan
terpengaruh dalam pertumbuhannya. (1) masyarakat tradisional yang dicirikan
dengan mayoritas bertani tradisional serta produktifitas rendah, (2) pra kondisi
lepas landas yang dilihat melallui adanya investasi yang diakibatkan revolusi
industri. (3) Tinggal landas yang dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi dinamis.
Seperti di Jerman pada akhir abad 17 dengan terus terjadinya revousi industri.
(4) masyarakat menuju kedewasaan dengan tanda jumlah investasi 40-60% yang
disertai dengan teknolgi baru.dan (5) era konsumsi tinggi dimana masyarakat
dapat dikatakan hidup makmur. Dari kelima teori diatas penulis berasumsi bahwa
Indonesia berada pada kondisi pra lepas landas yang dapat dilihat dari masih
menggunakan tradisional dan industri yang terus dibangun akbat investasi asing.
Dari uraian diatas dapat daimbil kesimpulan bahwa teori dalam bisnis
internasonal merupakan hal penting yang dijadikan dasar untuk berperilaku dan
menentukan tanggapan terhadap segala perubahan dalam berbisnis. Teori
perdagangan interansional sendiri diawali dari teori merkantilis yang
mengedepankan kontrol pada negara sehingga negaralah yang melakukan aksi
tawar-menawar dengan negara lain, selanjutnya teori keungguln absolut milik
Adam Smith, Teoi keunggulan Komparatif, teori Endowment, Paradax Leontif
yang melengkapi teori faktor endowment, namun teori tersebut dianggap kurang
sesuai oleh ebberapa ahli ekonomi dalam penerapannya sehingga muncullah teori-
teori lain yang menurut penulis teori diatas bukan hadir untuk mengkritik teori
sebelumnya namun bersifat mengisi kekurangan dari teori sebelumnya. Seperti
teori komparatif dan teori Linder dimana perusahaan perlu melakukan
spesialisasi dengan negara yang tingkat pendapatanya sama sehingga produk
menjadi efisien dan efektif.
Teori heckscher-ohlin yang sampai sekarang masih diakui sebagai salah satu teori
fundamental dalam ilmu ekonomi internasional. Asumsi pertamannya adalah menlonggarkan
teori perdagangan yang dipelajari di bab sebelumnya. Yakni bahwa didunia ini hanya ada dua
Negara, dua komoditi, dan dua factor produksi – agar kita memperluas pembahasan dengan
mencakup lebih dari dua Negara, lebih dua komoditi dan lebih dari dua factor produksi.
Asumsi kedua dari teori ini yakni kedua Negara memiliki tingkat teknologi produksi yang
sama – sebenarnya memang harus dilakukan mengingat asumsi itu sendiri, sama halnya
dengan asumsi pertama, kurang logis karena tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tingkat
teknologi yang dimiliki dan digunakan oleh masing-masing Negara berbeda-beda. Namun
teknologi itu sendiri dapat dianggap sebagai salah satu jenis factor produksi sehingga
perdagangan yang didasarkan pada variasi tingkat teknologi antarnegara masih dapat
dianggap tercakup. Asumsi ketiga, yakni bahwa komoditi X merupakan sebuah komoditi
padat L atau padat tenaga kerja, sedangkan Y adalah komoditi padat K atau padat modal
mengisyaratkan bahwa perubahan intensitas factor dalam masing-masing komoditi tidak
memungkinkan. Asumsi keempat bahwa skala hasil senatiasa konstan. Padahal, dalam
kenyataannya perdagangan internasional antara lain terjadi atas skala hasil yang meningkat.
Namun konsep skala hasil yang meningkat itu dapat dipandang sebagai aspek komplementer
atau penunjang bagi teori hackscher-ohlin. Asumsi kelima dalam model ini adalah adanya
spesialisasi yang tidak menyeluruh dimasing-masing Negara. Seandainya saja perdagangan
dapat menyempurnakan spesialisasi produksi di salah satu Negara, maka dengan sendirinya
harga-harga relative komoditi di kedua Negara tersebut akan sama, namun harga factor
produksi akan tetap berbeda. Asumsi keenam mengenai keseragaman selera agaknya akan
sulit dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya selera tentu saja bervariasi sehingga dari
sebuah Negara kita dapat menemukan begitu banyak selera tergantung pada kesediaan fisik
factor-faktor produksi yang selanjutnya juga dapat dikemukakan untuk menjelaskan
berbedanya harga relative komoditi antarnegara yang menjadi landasan berlangsungnya
perdagangan antar Negara. Asumsi ketujuh mengenai persaingan sempurna di semua pasar
produk dan pasar factor produksi nampaknya lebih sulit dilakukan. Dalam kenyataannya
sekitar separuh dari seluruh transaksi perdagangan manufaktur di antara Negara-negara
industry maju didasarkan pada diferensiasi produk dan skala ekomonis. Selajutnya asumsi
kedelapan mengenai ketiadaan mobilitas factor produksi internasional masih dapat kita
lakukan tanpa menggangu keberlakuan atau keabsahan model ini. Jika adanya mobilitas
factor produksi internasional, meskipun tidak sempurna, maka volume perdagangan yang
dibutuhkan untuk menyamakan harga-harga komoditi dan factor produksi di semua Negara
akan lebih kecil. Artinya denga relative sedikit hubungan perdagangan, proses penyamaan
harga komoditi dan factor produksi antar satu Negara dengan Negara lain sudah dapat
berlangsung. Sedangkan asumsi kesembilan, yakni mengenai ketiadaaan biaya transportasi
dan hambatan-hambatan arus perdagangan dalam bentuk apa pun memang harus ditinggalkan
karena sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam prakteknya, adanya biaya
transportasi dan berbagai bentuk hambatan/restriksi itu telah terbukti telah menyusutkan
volume perdagangan internasional dan memperkecil keuntungan-keuntungan yang akan
dibuahkan. Penghapusan asumsi ini hanya akan sedikit memodifikasi teorema heckscher-
ohlin tanpa meruntuhkan keberlakuannya. Dan asumsi kesepuluh, yakni dengan menganggap
segenap sumber daya yang tersedia tidak terkerahkan secara penuh, sehingga pemanfaatan
keunggulan komparatif tidak sesempurna yang digambarkan oleh teori tersebut. Pelonggaran
asumsi kesebelas yakni mengatakan bahwa perdagangan internasional senatiasa berjalan
seimbang (artinya masing-masing Negara akan mengekspor sebanyak impornya) akan
membawa kita pada kenyataan bahwa suatu Negara selalu menghadapi kemungkinan
mengalami deficit perdagangan. Bahkan ada kalanya suatu Negara mengimpor komoditi yang
keunggulan komparatifnya lebih ia kuasai.
Sebagai rangkuman kita dapat menyimpulkan bahwa asumsi pelonggaran tersebut adalah
sebagian besar asumsi dasar teori heckscher-ohlin hanya dimodifikasi tanpa menganggu
keberlakuanya. Jika ingin memahami terjadinya perdagangan internasional yang didasarkan
pada selisih perubahan atau kemajuan teknologi yang terjadi dari waktu ke waktu di berbagai
Negara, maka kita harus mencari teori perdagangan yang baru karena teori ini tidak dapat
menjelaskannya. Ada 2 alasan utama mengapa Negara-negara melakukan spesialisasi
produksi dan terlibat dalam perdagangan internasional. Alasan pertama, Negara-negara itu
berbeda-beda satu sama lain, baik sumber daya yang masing-masing mereka punya maupun
dalam tingkat penguasaan teknologi dan mereka berspesialisasi dalam rangka memproduksi
sesuatu dengan cara yang lebih baik. Alasan kedua, untuk menggapai skala ekonomis, atau
prinsip hasil yang meningkat yang memungkinkan setiap Negara untuk meraih keuntungan
melalui spesialisasi dalam produksi atas pada beberapa barang dan jasa saja.
Pada dasamya, besar kecilnya atau tingkatan atau volume perdagangan intra-industri
dapat diukur atau dihitung berdasarkan indeks perdagangan intra-industri (intra-industry trade
index) yang diberi simbol T. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: T = 1 - X dan M
masing-masing melambangkan nilai ekspor dan impor dari suatu industri atau kelompok
komoditi tertentu, sedangkan garis-garis vertikal pada pembilang di dalam Rumus (6-1)
menunjukkan bahwa nilai-nilai yang “dipagarinya” adalah angka-angka absolut (senantiasa
positif). Nilai T atau indeks perdagangan intra-industri itu sendiri bervariasi; yakni dari 0
hingga 1. T akan sama dengan 0 apabila sebuah negara hanya mengekspor atau hanya
mengimpor suatu produk (artinya dia tidak terlibat dalam perdagangan intra-industri yang
bersifat dua arah itu). Di lain pihak jika ekspor dan impornya sama besar, maka untuk Negara
itu T = 1 (perdagangan intra-industri yang dilangsungkannya mencapai tingkatan
maksimal). Namun ternyata ada kelemahan serius dalam penggunaan indeks T untuk
mengukur tingkatan perdagangan intra-industri. Nilai-nilai T yang muncul acapkali lebih dari
satu, dan satu sama lain berbeda sehingga kita sulit menentukan mana T yang paling tepat.
Hasill perhitungannya juga mudah berubah kalau kita sedikit saja menggeser cakupan
industri atau kelompok produk yang menjadi objek perhitungan. Secara lebih spesifik bisa
dikatakan bahwa semakin luas cakupan dari suatu sektor industri, maka akan semakin besar
nilai T. Alasannya adalah, semakin luas cakupan sektor industri tersebut, maka akan semakin
besar kemungkinan negara yang bersangkutan akan mengekspor produk-produk
terdiferensiasi dalam varietas atau jenis yang lebih banyak. Oleh sebab itu, penggunaan
indeks T harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan salah tafsir. Di satu sisi
indikator tersebut memang dapat sangat berguna dalam mengukur jangkauan atau tingkatan
perdagangan intra-industri yang dilakukan oleh masing-masing negara industri maju serta
jangkauan dari sektor-sektor industrinya yangi terlibat, dan cukup bisa diandalkan pula guna
menaksir berbagai perubahan dalam perdagangan intra-industri tersebut untuk sektor industri
yang sama dari waktu ke waktu. Di sisi lain, kita harus konsisten dalam menentukan cakupan
suatu sektor industri agar nilai-nilai T yang muncul memiliki cakupan yang sama, sehingga
hasil-hasil perhitungannya dapat saling diperbandingkan.
6.4c Model Formal Perdagangan Intra-Industri
Gambar 6-2 berikut ini menyajikan sebuah model formal mengenai perdagangan
intra-industri. Dalam gambar tersebut, D melambangkan kurva permintaan yang dihadapi
oleh sebuah perusahaan penjual produk-produk yang terdiferensiasi. Karena banyak
perusahaan lain yang menjual produk-produk yang mirip, maka kurva permintaan yang
dihadapi oleh perusahaan tersebut bersifat cukup elastis (kemiringan atau kecondongan D
relatif kecil). Itu berarti, perubahan harga yang kecil saja, sudah dapat menimbulkan
perubahan yang besar dalam volume penjualan perusahaan tersebut. Bentuk atau organisasi
pasar yang memiliki banyak perusahaan yang semuanya menjual berbagai produk yang mirip
satu sama lain (semuanya terdiferensiasi) dan akses keluar masuk perusahaan-perusahaan
baru ke dalam sektor atau pasar tersebut tidak terlampau sulit, biasa disebut sebagai pasar
atau ekonomi persaingan monopolistik (monopolistic cotltpetition nutrket/econonty). Karena
setiap perusahaan yang ada di Opasar itu harus menurunkan harga untuk semua unit
komoditinya apabila ia ingin meningkatkan penjualan, maka kurva pendapatan marginal
perusahaan tersebut (MR) lebih rendah ketimbang kurva permintaannya (D), sehingga MR
lebih kecil dari P. Sebagai contoh, D memperlihatkan bahwa perusahaan itu dapat menjual
produknya sebanyak dua unit berdasarkan P = 4,50 dolar sehingga ia akan mendapatkan
total .pendapatan sebanyak 9 dolar. Atau, ia bisa menjual tiga unit namun atas dasar harga P
= 4 dolar sehingga total pemasukan yang diperolehnya adalah 112 dolar. Dengan demikian,
perubahan dalam total pendapatan atau MR = 3 dolar, mengiringi perubahan harga untuk unit
ketiga dari komoditi yang dijual itu,. yakni P = 4 dolar.
D adalah kurva pemintaan untuk produk yang dijual oleh sebuah perusahaan,
sedangkan MR adalah kurva pendapatan marginalnya. D mengarah ke bawah karena produk
itu terdiferensiasi. Sebagai akibatnya MR lebih kecil daripada P. Tingkat output yang terbaik,
atau yang paling menguntungkan, bagi perusahaan yang bersifat kompetitif monopolistik
tersebut adalah tiga unit, dan hal itu dilambangkan oleh titik E, di mana MR sama dengan
MC. Pada output atau Q = 3, maka harga yang ber{aku adalah P = AC = 14 (titik A) dan pada
titik tersebut perusahaan tadi mengalami titik impas jumlah yang diperolehnya persis sama
dengan jumlah yang telah dikeluarkannya sebagai biaya-biaya produksi dan investasi. AC
adalah kurva biaya rata-rata bagi perusahaan tersebut. AC ini mengarah ke bawah karena
berlakunya prinsip skala ekonomis (economics of scale).
6.5 Perdagangan yang Didasarkan pada Perbedaan Teknologi Dinamis dan Sintesis
Teori-teori Perdagangan.
Terlepas dari perbadaan-perbedaan dalam ketersediaan relatif aneka sumber daya atau factor
produksi seperti tenaga kerja , modal dan sumber daya alam ( yang sangat di tekankan
oleh teori Heckscher-Ohlin ) serta adanya skala ekonomis dan difrensiasi produk, perubahan-
perubahan dinamis dalam teknologi jaga dapat menjadi factor pendorong tersendiri dalam
memunculkan perdagangan internasional.
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa teori Heckscher-Ohlin dan teori-teori
perdagangan yang baru itu sesungguhnya bersifat komplementer atau saling mendukung
dalam menjelaskan perdagangan internasional. Kesimpulan di atas membawa kita pada
kesimpulan berikutnya, yakni semakin berbeda kelimpahan faktor antara negara-negara yang
terlibat dalam perdagangan, maka semakin besar kemungkinan, bahwa mayoritas
perdagangan itu merupakan perdagangan antar industri. Demikian pula sebaliknya, semakin
mirip kelimpahan faktor di antara negara-negara yang terlibat dalam perdagangan maka
semakin besar kemungkinan bahwa itu merupakan perdagangan intra-industri.
Jelaslah pula bahwa pemakaian masing-masing model industry itu harus dibedakan kasus
perkasus. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui kapan masing –
masing model atau teori tersebut dapat diterapkan. Yakni :
1. Model kelimpahan faktor Heckscher-Ohlin harus diterapkan demi menjelaskan
berlangsungnya perdagangan untuk komoditi primer, bahan – bahan mentah, aneka produk
pertanian dan berbagi produk manufaktur yang bersifat padat karya pada umumnya.
2. Teori-teori baru mengenai perdagangan yang didasarkan pada skala ekonomis dan
diferensiasi produk harus dikedepankan untuk menjelaskan berlangsungnya perdagangan
intra-industri yang biasanya meliputi aneka produk manufaktur padat modal dan berteknologi
tinggi. Meskipun kita masih memerlukan pengujian empiris yang lebih banyak untuk
membakukan generalisasi ini, secara umum kita sudah dapat menggunakan untuk memahami
berbagai kasus perdagangan antar negara.
Biaya transportasi ternyata memberikan pengaruh langsung yang sangat besar terhadap
perdagangan internasional, yakni dengan meningkatkan harga atau komoditi yang
diperdagangkan, baik itu bagi negara pengekspor maupun bagi negara pengimpor. Disamping
itu, biaya transportasi juga memberikan pengaruh tidak langsung terhadap lokasi
penyelenggaraan produksi dan pusat-pusat industri secara internasional.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan
bumi beserta isinya dengan begitu sempurna dserta hidayah – Nya, sehingga Penulis dapat
tugas mata kuliah ILMU EKONOMI DASAR. Ucapan terima kasih dan rasa hormat Penulis
kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penyusunan
makalah ini.Akhir kata, Penulis sampaikan bahwa tiada makalah yang sempurna tanpa uluran
tangan pemerhatinya. Oleh karena itu, kritik serta saran sangat Penulis harapkan dari
pembaca sekalian yang bersifat membangun, agar demi lebih baiknya kinerja kami yang akan
mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan
JUKRIADI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Pembatasan masalah...................................................................................2
C. Rumusan masalah.......................................................................................2
D. Tujuan..........................................................................................................2
E. Manfaat.......................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................4
Teori perdagangan internasional..................................................................4
a. Teori klasik..................................................................................................4
1. Merkantilis...................................................................................................4
2. Adam smith.................................................................................................5
b. Teori modern...............................................................................................6
1. John Stuart Mill dan David Ricardo............................................................7
2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O).....................................................................11
1.1 Produk Domestik Bruto (PDB)....................................................................14
1.2 PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan.............................................15
1.3 Teori Konsumsi............................................................................................15
1.4 Teori Pajak...................................................................................................16
BAB III PENUTUP.....................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dari penjelasan tersebut maka kami akan mengkaji lebih dalam perkembangan teori
perdagangan internasional yang penulis buat dalam format makalah.
B. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalah pahaman maka pembahasan masalah, kami membatasi dan
menetapkan objeknya yaitu hanya mengenai tentang perkembangan teori perdagangan
internasional mulai dari teori merkantilis, teori klasik sampai dengan teori modern.
( heckscher-ohlin )
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, kami merangkum beberapa rumusan
masalah yang diangkat antara lain :
Siapa sajakah yang mencetuskan beberapa teori mengenai perdagangan internasional?
Bagaimanakah perkembangan teori perdagangan ?
Bagaimanakah pendapat para ahli mengenai perdagangan internasional ?
D. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah yang mengenai tentang perkembangan teori perdagangan
internasional memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Membekali mahasiswa dalam mengetahui teori-teori yang dicetuskan oleh beberapa tokoh
mengenai teori perdagangan internasional
2. Untuk mengetahui perkembangan teori perdagangan internasional
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pencetus teori perdagangan internasional
4. Untuk mengetahui aspek-aspek apa sajakah yang dibahas dalam setiap teori yang
dikemukakan oleh para ahli.
E. Manfaat Penulisan
1. Memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai perkembangan teori internasional
2. Memberikan referensi tambahan bagi mahasiswa selain literature yang dipakai dalam
mengajar.
3. Memberikan pengkajian yang lebih signifikan mengenai teori perdagangan internasional.
BAB II
LANDASAN TEORI
Atas dasar nilai kerja, dibedakan di samping .harga alami. (natural price) ada pula .harga
pasaran. (market price). Menurut aliran klasik (Adam Smith) .harga alami. akan terjadi
bilamana masing-masing warga masyarakat memperoleh kebebasan pilihannya untuk
membuat sesuatu produk tertentu yang menurutnya lebih menguntungkan dan
menukarkannya bilamana dinilai baik olehnya. Hal ini sejalan dengan pandangan kaum
physiokrat. Istilah .harga alami. (natural price) yang dikemukakan Smith adalah sama dengan
istilah Cantillon .valeur intrinsique. (nilai intrinsik), Turgot .valeur fondamental. (harga
pokok), Say .prix reel. (harga real), Ricardo primery/natural/necessary price. (harga pokok)
dan Cairnes .normal price. (harga normal). .Harga pasaran. dapat berbeda dengan .harga
alami. di mana akan menyesuaikan dengan keadaan penawaran dan permintaan atas barang
yang bersangkutan. Demikian pula atas dasar pertimbangan tertentu, adanya peraturan
pemerintah yang dapat menghalangi penyesuaian harga alami dengan harga pasaran. Tetapi
bagaimanapun, harga alami akan menjadi acuan (pedoman) atas penetapan harga
pasaran.Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo yang mulai
dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara
yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua Negara tersebut hanya beredar
uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas
uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara
memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan
menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan. Teori perdagangan telah
mengubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Kalau dahulu negara yang memiliki
keunggulan absolut enggan untuk melakukan perdagangan, berkat .law of comparative costs.
dari Ricardo, Inggris mulai kembali membuka perdagangannya dengan negara lain.
Pemikiran kaum klasik telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara
beberapa negara. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan.
Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor keberhasilan suatu
negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin diuntungkan dengan adanya
perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam
akan kalah dalam persaingan internasional.
a. Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh
manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang di mana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan
contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari
David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data Hipotesis Cost Comparative
Produksi 1 kg gula 1 m kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
China 6 hari kerja 5 hari kerja
Sumber: Salvatore (2006).
Indonesia memiliki keunggulan absolut dibanding Cina untuk kedua produk
diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan
kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost
comparative advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost Comparative
Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan
tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula (atau hari kerja) daripada produksi 1 meter kain
(hari bekerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor
gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 m kain (hari kerja) daripada produksi 1 Kg gula (hari kerja) hal ini
mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
a. Production Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut
dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki
keunggulan absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan
internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di
masing-masing negara yang memiliki labor productivity. Kelemahan teori klasik
Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi
produksi antara dua negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara
dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut
asalkan masing-masing dari Negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative
Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan
atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, di mana nilai barang
yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya.
2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-
negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang
relatif melimpah secara intensif. Menurut
Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam
teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
a. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor
intensity atau capital intensity.
Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva
isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas
produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan
kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk
yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis
hipotesis H-O dikatakan berikut:
a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan
ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.
c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan
murah untuk memproduksinya.
d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara
tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
e. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga
perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu
Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai
perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan
komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, tulisan ini sedikit akan
mengemukakan kelemahan teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik
Comparative advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena
adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit
dinyatakan) antarnegara (Salvatore, 2006). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan
mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba
memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut.
Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara,
sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh
karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai .The Proportional Factor Theory..
Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam
memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.
Hipotesis Teori H-O
Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan
dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:
1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara
turun.
2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki masing-masing negara.
3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua Negara cenderung
sama demikian pula harga barang B di kedua negara cenderumg sama.
4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan Negara yang kaya Labor.
5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan
murah untuk melakukan produksi. Sehingga Negara yang kaya kapital maka ekspornya padat
kapital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan
impornya padat kapital.
Kelemahan Asumsi Teori H-O
Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan
internasional akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid:
a. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam
memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering menggunakan
teknologi yang berbeda.
b. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor produksi lebih menjadi
masalah. Hal ini karena sebagian besar perdagangan adalah produk negara industri yang
bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan
model faktor endowment H-O.
c. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas factor secara
internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan
kesamaan relatif harga produk dan faktor antarnegara. Maknanya adalah hal ini merupakan
modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi validitas model H-O.
d. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi jika melakukan
perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena banyak Negara yang masih memproduksi
komoditi yang sebagian besar adalah dari impor.
1.1 Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan
ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran
makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi
antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, Bank
Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau
berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama
dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang,
2001).
Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan
dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa
yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu
periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain,
pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh
warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia
tetapi tidak diikuti sertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001). Sukirno (2002)
mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh
faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan
Wijaya (1997) menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode
waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir
barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu
(biasanya satu tahun).
1.2 PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar.
1) PDB Harga Berlaku. Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga
yang berlaku pada periode tersebut.
2) PDB Harga Konstan. Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang
berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam
menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Pendapatan
nasional pada harga konstan = Pendapatan Nasional riil. Menurut Mulyono dalam Hanton
(2002),
1.3 Teori Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan
tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan
mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi
untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang
konsumsi (Dumairy, 2004).
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat
dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual.
Pertama dan terpenting, Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap
tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang
kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi
perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio
konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata
(avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan
adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih
tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa
pendapatan merupakan determinan
konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes
menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap
pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.
Berdasarkan tiga dugaan ini, persamaan konsumsi Keynes sering ditulis sebagai
berikut (Mankiw, 2003):
C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 ................................................................ (2.1)
Keterangan:
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
a = konstanta
b = kecenderungan mengkonsumsi marginal
1.4 Teori Pajak
Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam Smith
dalam bukunya .The Wealth of Nations. (Waluyo, 2006) yang menyatakan bahwa
penungutan pajak hendaknya didasarkan pada:
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang
harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan
manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang
untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat
yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak
memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.
d. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi wajib pajak
diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak. Azas
keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara luas, dan hal ini
merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan
kebijakan perpajakan. Musgrave Laksana (2001) memberikan pandangan yang adil tentang
distribusi beban pajak, beban administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan
pajak. Diantara keempat azas di atas, Musgrave juga menekankan pada tiga azas lainnya
yaitu: azas netralitas (neutrality), azas perbaikan (reformation), dan azas kestabilan dan
pertumbuhan (growth and stability).
Di negara-negara yang sedang berkembang sebagian besar penerimaan pajaknya berasal dari
pajak langsung dan pajak tak langsung. Menurut Nafziger (1990) dalam Yuzrat and
Makhfatih (Nasution, 2003) menyebutkan bahwa proporsi
PDB terhadap pajak langsung pada negara sedang berkembang lebih rendah daripada pajak
langsung dari negara-negara maju. Hal ini dikarenakan pada negara-negara yang sedang
berkembang lebih rendah golongan berpenghasilan tingginya. Dalam perkembangannya akan
terjadi proses pergeseran dari dominasi pajak tidak langsung menjadi pajak langsung sesuai
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi diiringi dengan peningkatan pendapatan
perkapita penduduknya. Dalam jangka panjang peranan pajak langsung akan semakin penting
seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan ditunjang pula dengan
teknologi canggih menuju era globalisasi. Selain berfungsi sebagai pemerataan karena
struktur tarifnya bersifat progresif, perkembangan hubungan internasional yang semakin maju
kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impornya dalam
rangka peningkatan daya saing ekonomi domestic di ekonomi dunia. Konsekuensinya
penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Alternatifnya adalah memobilisasi
penerimaan pajak yang bertumpu pada pajak langsung seperti pajak penghasilan.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas,maka kami dapat menyimpulkan bahwa:
1. Dalam perjalanannya pemikiran Adam Smith maupun David Ricardo sedikit banyak
mempegaruhi teori perekonomian dunia. Teori Komparatif Ricardo bisa dikatakan menjadi
sebuah titik awal ekspansi perusahaan-perusahaan untuk melakukan transaksi maupun
perdagangan dengan dunia di luar negara asalnya. Jika dilihat dari perspektif hubungan
internasional, semakin maraknya Multinational Corporations (MNCs) maupun Transnational
Corporations (TNCs) berkembang di dunia ini, yang di dalam ilmu hubungan internasional
merupakan sebuah kajian dalam diskurus Transnasionalisme sedikit banyak juga bisa
dikatakan terpengaruh oleh pemikiran Ricardo maupun Smith.
2. Model Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang menyatakan bahwa
suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan negara tersebut mampu
memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut
teori ini jika harga barang dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara
maka tidak ada alasan untuk melakukan perdagangan internasional.
3. Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep
paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti
model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi
spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model
Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari
buruh dan modal dalam negara.
4. Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan
komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak
membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis
model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga
neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan
dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor
barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan
mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif.
Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji
empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung
untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal dan
sebagainya.
B. Saran
Sebaiknya teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli diterapkan sebagai fundamen
agar ekonomi Indonesia bias membaik. Pengelolaan dan tata cara serta penerapannya harus di
aplikasikan kedalam system prekonomian Indonesia sehingga teori-teori ini tidak menjadi
sekedar teori, akan tetapi dapat dipahami dan diterapkan secara maksimal mengingat
ekonomi RI masih lemah.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Yanuar Ikbar, M.A, Ekonomi Politik Internasional 1 : Konsep dan Teori, Refika
Ir. Sahibul Munir, SE, M.Si, Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta, Pusat Pengembangan Bahan
http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/
http://www.scribd.com/doc/46099191/Perkembangan-Perdagangan-Bilateral
http://trionoakhmadmunib.blogspot.com/2011/02/teori-perdagangan-internasional-smith.html