Anda di halaman 1dari 2

Kesenian Kaligrafi Jepang

Shodo dalam bahasa jepang yang artinya Kaligrafi (the Way of Brush) adalah
salah satu bentuk seni yang telah di pelajari selama lebih dari 3000 tahun yang lalu.
Pengetahuan akan seni kaligrafi adalah salah satu langkah yang penting di dalam
memahami budaya Jepang. Kaligrafi bukan hanya sebuah latihan menulis yang baik,
tetapi lebih merupakan awal mula nya bentuk seni dari oriental. Kaligrafi adalah
sebuah kombinasi antara skill dan imajinasi seseorang yang telah belajar secara
intensive penggunaan kombinasi-kombinasi garis-garis.

Di dunia barat, kaligrafi di maksudkan untuk menekan individu dan untuk


menciptakan gaya yang sama. Kaligrafi Jepang (sho dalam bahasa Jepang) berupaya
untuk membawa suatu kata kedalam kehidupan, dan memberikan nya anugrah dengan
bentuk karakter. Gaya kaligrafi Jepang sangat individualistik, berbeda dari satu
orang ke orang yang lain. Kaligrafi Jepang menghadirkan suatu masalah bagi orang
barat yang berusaha untuk memahami nya; suatu hasil karya seni kaligrafi bisa di
selesaikan hanya dalam hitungan detik, oleh karena itu, bagi seorang yang tidak
memahami kaligrafi Jepang, mereka tidak akan bisa menghargai seberapa besar
tingkat kesulitan yang ada dalam suatu karya seni kaligrafi.

Yang perlu di ingat bahwa, karakter-karakter yang di tulis di sebuah karya seni
kaligrafi hanya boleh di tulis satu kali coretan. Tidak boleh ada pengulangan,
penambahan atau finishing di suatu karya seni kaligrafi.

Sejarah Singkat Shodo

Sejarah kaligrafi Jepang dapat di lihat kembali ke asalnya yaitu kebudayaan


Cina dan penciptaan sistem tulisan cina itu sendiri kira-kira sekitar 4.500 tahun
yang lalu. Kaligrafi telah di kembangkan dalam waktu yang sangat lama pada saat
dibawa nya ke Jepang yaitu sekitar abad ke 6 bersamaan dengan awal mulanya
sistem menulis cina (kanji) masuk ke Jepang.

Di masa Heian, orang Jepang sudah memulai menunjukkan pencapaian yang cukup
luar biasa di dalam bentuk seni yang baru “Three Great Brushes” (atau sanpitsu)
oleh pendeta Buddha, Kuukai (774 - 835), Kaisar Saga (786 - 842) dan petugas
kekaisaran Tachibana no Hayanari (778 - 842) telah mencapai pendewaan gaya
kaligrafi yang kemudian menjadi popular dari master Cina T’an, Yan Zhenqing (709 -
785).

Ada 5 script dasar di dalam kaligrafi Cina: tensho (seal style), reisho (clerical
style), kaisho (block style), gyosho (semi-cursive style), sosho (cursive stye, atau di
sebut “tulisan rumput”). Ke lima-lima nya ini telah muncul sebelum akhir abad ke 4.
Sebagai tambahan, orang Jepang telah mengembangkan karakter kana sepanjang
abad ke 8, karakter-karakter yang melambangkan bunyi ini bertolak belakang
dengan karakter yang di pakai sebagai ideographic (kanji). Tiga jenis kana telah di
kembangkan yaitu, manyogana, hiragana dan katakana.

Manyogana adalah karakter Cina tertentu (kanji) yang di gunakan secara


phonetik untuk melambangkan syllable Jepang, dan di beri nama setelah koleksi
poetry Manyoshu di abad ke 8. Di saat koleksi ini di kompilasi, orang Jepang belum
memiliki sistem tulisan mereka sendiri. Sebagian poem Jepang di tulis dalam
karakter-karakter Cina yang di pakai secara phonetic, dan yang lainnya karakter-
karakter Cina terkadang di gunakan secara phonetic dan secara ideographic. Oleh
karena itu, denga penggunaan penyederhanaan yang drastis, muncul lah hiragana dan
katakana. Dan di tangan para bangsawan Jepang wanita, hiragana di kembangkan ke
dalam script yang indah yang menjadi gaya kaligrafi khas Jepang.

Hampir tidak ada contoh seorang pun yang meskipun dia adalah jenius yang bisa
menciptakan karya seni yang luar biasa tanpa latihan dengan menggunakan referensi
ke tradisi zaman dulu. Agar dapat menguasai aturan-aturan nya, seseorang harus
belajar dan menguasai teknik-teknik dan mengikuti nilai-nilai moral para guru masa
lalu.

Anda mungkin juga menyukai