Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
2.1. Ikebana
Ikebana () adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-
rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari
Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan
istilah kad (,ka bunga; do jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni
untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.

Di dalam Ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing mempunyai cara
tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat
rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat
rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja.

Pada umumnya, bunga yang drangkai dengan teknik merangkai dari Barat (flower arrangement)
terlihat sama indahnya dari berbagai sudut pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus
dilihat dari bagian depan.

Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif, Ikebana berusaha
menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan
keindahan bunga, tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam
Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.

Merangkai bunga Ikebana tidak hanya sekedar dan semudah menempatkan bunga-bunga ke
dalam vas (container) akan tetapi merupakan bentuk displin seni dimana merupakan rangkaian
yang hidup dan menyatu antara kejiwaan manusia dengan alam sekitarnya, dengan kata lain,
Ikebana adalah sebuah filosofi unuk lebih mendekatkan dengan alam.

Ikebana juga adalah sebuah ekspresi yang kreatif dalam bingkai aturan untuk membuat
rangkaiannya. Materi yang digunakan antara lain ; ranting-ranting, daun-daun, bermacam-macam
bunga dan rerumputan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kombinasi
warna bentuk alamiah dan lain-lain.

2.1.1. Asal usul

Asal usul Ikebana () adalah dari tradisi mempersembahkan bunga di kuil Buddha di Jepang.
Ikebana berkembang bersamaan dengan perkembangan agama Buddha di Jepang di abad ke-6.

Menurut penelitian, Ikebana berasal dari tradisi animisme orang zaman kuno yang menyusun
kembali tanaman yang sudah dipetik dari alam sesuai dengan keinginannya. Di zaman kuno,
manusia merasakan keanehan yang tedapat pada tanaman dan menganggapnya sebagai suatu
misteri. Berbeda dengan binatang yang langsung mati setelah diburu, bunga atau bagian tanaman
yang sudah sipetik dari alam, bila diperlakukan dengan benar, tetap mempertahankan kesegaran
sama seperti sewaktu masih berada di alam.

Manusia yang senang melihat keanehan yang terjadi kemudian memasukkan bunga atau
bagian tanaman yang sudah dipotong ke dalam vas bunga. Manusia zaman kuno lalu merasa
puas karena menganggap dirinya sudah berhasil mengendalikan peristiwa alam yang sebelumnya
tidak bias dikendalikan oleh manusia. Ketakjuban manusia terhadap tumbuhan yang dianggap
mempunyai kekuatan aneh juga berkaitan dengan pemujaan tanaman yang selalu berdaun hijau
sepanjang tahun (evergreen).

Manusia zaman dulu yang tinggal di negeri empat musim percaya bahwa kekuatan misterius para
dewa menyebabkan tanaman selalu berdaun hijau dan tidak merontokkan daunya dimusim
dingin.

2.1.2. Sejarah seni merangkai bunga

Menurut literature klasik seperti Makura no soshi yang bercerita tentang adat istiadat Jepang,
tradisi mengagumi bunga dengan cara memotong tangkai dari sekuntum bunga sudah dimulai
sejak zaman Heian. Pada mulanya, bunga diletakkan didalam wadah yang sudah ada sebelumnya
dan kemudian baru dibuatkan wadah khusus untuk vas bunga. Ikebana dalam bentuk sperti
sekarang ini baru dimulai para biksu di kuil Chhji Kyoto pada petengahan zaman Muromachi.
Para biksu kuil Chhji Kyoto secara turun temurun tinggal di kamar di pinggiran kolam (ike ),
sehingga aliran baru ikebana yang dimulainya disbut aliran ikenobo.

Di pertengahan zaman Edo, berbagai kepala aliran (Iemoto) dan guru besar kepala (Ske)
menciptakan seni merangkai bunga gaya Tachibana atau Rikka yang menjadi mapan pada masa
itu. Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana yang dulunya hanya bisa
dinikmati kalangan bangsawan atau kaum samurai secara berangsur-angsur mulai disenangi
rakyat kecil. Pada zaman itu, Ikebana gaya Shka (seika) menjadi populer di kalangan rakyat.
Aliran Mishry, aliran Kory, aliran Enshry, dan aliran Senkeiry meahirkan banyak guru
besar dan ahli ikebana yang memiliki tekhnik tingkat tinggi yang kemudian memisahkan diri
membentuk banyak aliran yang lain.
Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada akhir zaman Edo hingga masa awal era Meiji ketika
minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang sedang mencapai puncaknya. Ikebana dianggap
mempengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang mencontoh Ikebana dalam line arrangement.
Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan pecahan dari aliran Ikenob. Pada
bulan Maret 2005 tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana
Jepang.

2.1.3. Gaya Rangkaian dalam Ikebana


Ada tiga gaya dalam Ikebana yaitu : rikka, shoka, jiyuka.

2.1.3.1. Rikka

Rikka (standing flower) adalah ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk
perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan landscape tanaman. Gaya ini
berkembang sekitar awal abad ke-16. Ada tujuh keutamaan dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu:

a. Shin

b. Shin-kakushi

c. Soe

d. Soe-uke

e. Mikoshi

f. Nagashi

g. Maeoki

2.1.3.2. Shoka

Shoka adalah rangkaian Ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya ini
difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada tiga unsur utama dalam gaya shoka yaitu shin, soe,
dan tai. Sesuai dengan perkembangan zaman, sesudah Restorasi Meiji (1868), gaya ini lebih
berkembang karena adanya pengaruh Eropa Nageire arti bebasnya dimasukan (rangkaian
dengan vas tinggi dengan rangkaian hamper bebas) dan Moribana (rangkaian menggunakan
wadah rendah dan mulut lebar). Lalu pada 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai, yang
lebih modern terdiri dari dua unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur pelengkapnya, ashirai.

2.1.3.3. Jiyuka

Jiyuka adalah rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreatifitas
serta imajinasi. Gaya ini berkembang setelah Perang Dunia II. Dalam rangkaian ini kita dapat
mempergunakan kawat, logam dan batu secara menonjol.

2.1.4. Perlengkapan

Hampir sama dengan peralatan merangkai bunga gaya Eropa, dalam Ikebana kita memerlukan
kawat dari berbagai ukuran (ketebalan kawat), gunting (gunting khusus Ikebana), Floral Tape
(warna hijau dan coklat), selotip, tang bunga (untuk mematahkan), kenzan yaitu alas berduri
tajam tempat mencucukan bunga, juga semacam pipet besar untuk mengambil air yang lama di
vas ketika kita hendak mengganti airnya, batu-batuan kecil juga bias dipergunakan bila kita
mempergunakan vas / wadah / suiban tinggi.

2.2. Shuji / Shodou (Kaligrafi Jepang)

Shodo dalam bahasa Jepang yang artinya Kaligrafi (the Way of Brush) adalah salah satu bentuk
seni yang telah dipelajari selama lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pengetahuan akan seni
kaligrafi adalah salah satu langkah yang penting di dalam memahami budaya Jepang. Kaligrafi
bukan hanya sebuah latihan menulis yang baik, tetapi lebih merupakan awal mulanya bentuk seni
dari oriental. Kaligrafi adalah sebuah kombinasi antara skill dan imajinasi seseorang yang telah
belajar secara intensif penggunaan kombinasi-kombinasi garis-garis.

Di dunia barat, kaligrafi di maksudkan untuk menekan individu dan untuk menciptakan gaya
yang sama. Kaligrafi Jepang (sho dalam bahasa Jepang) berupaya untuk membawa suatu kata
kedalam kehidupan, dan memberikannya anugerah dengan bentuk karakter. Gaya kaligrafi
Jepang sangat individualistik, Berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Kaligrafi Jepang
menghadirkan suatu masalah bagi orang barat yang berusaha untuk memahaminya yaitu suatu
hasil karya seni kaligrafi bisa di selesaikan hanya dalam hitungan detik. Oleh karena itu, bagi
seseorang yang tidak memahami kaligrafi Jepang, mereka tidak akan bisa menghargai seberapa
besar tingkat kesulitan yang ada dalam suatu karya seni kaligrafi.

Yang perlu di ingat bahwa karakter-karakter yang ditulis di sebuah karya seni kaligrafi hanya
boleh di tulis satu kali coretan. Tidak boleh ada pengulangan, penambahan atau finishing di suatu
karya seni kaligrafi.

2.2.1. Sejarah Singkat Shodo

Sejarah kaligrafi Jepang dapat dilihat kembali ke asalnya yaitu kebudayaan Cina dan penciptaan
sistem tulisan Cina itu sendiri kira-kira sekitar 4.500 tahun yang lalu. Kaligrafi telah
dikembangkan dalam waktu yang sangat lama pada saat dibawa nya ke Jepang yaitu sekitar abad
ke 6 bersamaan dengan awal mulanya sistem menulis Cina (kanji) masuk ke Jepang.

Kaligrafi oleh Kenji Sekiguchi

Di masa Heian, orang Jepang sudah memulai menunjukkan pencapaian yang cukup luar biasa di
dalam bentuk seni yang baru Three Great Brushes (atau sanpitsu) oleh pendeta Buddha,
Kuukai (774 - 835), Kaisar Saga (786 - 842) dan petugas kekaisaran Tachibana no Hayanari (778
- 842) telah mencapai pendewaan gaya kaligrafi yang kemudian menjadi popular dari master
Cina Tan, Yan Zhenqing (709 - 785).

Ada 5 script dasar di dalam kaligrafi Cina: tensho (seal style), reisho (clerical style), kaisho
(block style), gyosho (semi-cursive style), sosho (cursive stye, atau di sebut tulisan rumput).
Kelima-limanya ini telah muncul sebelum akhir abad ke-4. Sebagai tambahan, orang Jepang
telah mengembangkan karakter kana sepanjang abad ke-8, karakter-karakter yang
melambangkan bunyi ini bertolak belakang dengan karakter yang di pakai sebagai ideographic
(kanji). Tiga jenis kana telah di kembangkan yaitu, manyogana, hiragana dan katakana.

Manyogana adalah karakter Cina tertentu (kanji) yang di gunakan secara phonetik untuk
melambangkan syllable Jepang, dan di beri nama setelah koleksi poetry Manyoshu di abad ke-8.
Di saat koleksi ini di kompilasi, orang Jepang belum memiliki sistem tulisan mereka sendiri.
Sebagian poem Jepang di tulis dalam karakter-karakter Cina yang di pakai secara phonetik, dan
yang lainnya karakter-karakter Cina terkadang di gunakan secara phonetik dan secara
ideographic. Oleh karena itu, dengan penggunaan penyederhanaan yang drastis, muncullah
hiragana dan katakana. Dan di tangan para bangsawan Jepang wanita, hiragana di kembangkan
ke dalam script yang indah yang menjadi gaya kaligrafi khas Jepang.

Kaligrafi oleh Kenji Sekiguchi

Hampir tidak ada contoh seorang pun yang meskipun dia adalah jenius yang bisa menciptakan
karya seni yang luar biasa tanpa latihan dengan menggunakan referensi ke tradisi zaman dulu.
Agar dapat menguasai aturan-aturan nya, seseorang harus belajar dan menguasai teknik-teknik
dan mengikuti nilai-nilai moral para guru masa lalu.

2.2.2. Peralatan Shodou

1. Kuas

2. Tinta

3. Palet

4. Kertas

2.2.3. Posisi duduk menggambar shuji / shodou yang benar

Posisi kuas harus tegak lurus sama permukaan gambar. Banyaknya mata kuas yang dibalur tinta
harus 3/4 dari panjang mata kuas. Kertas juga harus ditahan, agar tidak bergeser.

3.1. Kesimpulan

Ikebana berasal dari tradisi animisme orang zaman kuno yang menyusun kembali tanaman yang
sudah dipetik dari alam sesuai dengan keinginannya. Ikebana juga adalah sebuah ekspresi yang
kreatif dalam bingkai aturan untuk membuat rangkaiannya. Materi yang digunakan antara lain ;
ranting-ranting, daun-daun, bermacam-macam bunga dan rerumputan yang dirangkai sedemikian
rupa sehingga menjadi sebuah kombinasi warna bentuk alamiah dan lain-lain.

Shuji merupakan menulis kaligrafi jepang. Pengetahuan akan seni kaligrafi adalah salah satu
langkah yang penting di dalam memahami budaya Jepang. Kaligrafi bukan hanya sebuah latihan
menulis yang baik, tetapi lebih merupakan awal mulanya bentuk seni dari oriental. Kaligrafi
adalah sebuah kombinasi antara skill dan imajinasi seseorang yang telah belajar secara intensif
penggunaan kombinasi-kombinasi garis-garis.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

http://rangkaianikebana.blogspot.com/2007/10/sejarah-ikebana.html. diunduh 13 september 2011


pukul 19.45
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikebana diunduh 14 september 2011 20.05
Kenji Sekiguchis Japanese Calligraphy Weblog http://kenjishodokai.com/?page_id=119diunduh
14 september 2011 pukul 20.45
http://ismailfaruqi.wordpress.com/2007/06/08/shuji-kaligrafi-jepang/ diunduh 14 september

Anda mungkin juga menyukai