Anda di halaman 1dari 24

Seni

Dogū
Dogū (Jepang: 土偶, Inggris: clay idol, figurine) adalah arca manusia dan hewan yang dibuat
pada akhir zaman Jomon (14.000 SM hingga 400 SM) di Jepang. Kebanyakan arca manusia yang
memiliki payudara, pinggang kecil, dan pinggul lebar dianggap mewakili dewi. Arca yang
memiliki perut yang besar digambarkan sebagai kehamilan. Dogu juga memiliki wajah yang
besar dan lengan yang kecil.

Dogū sepenuhnya berasal dari zaman Jomon dan tidak berlanjut hingga zaman Yayoi. Alasan
pembuatan Dogu masih belum jelas, namun diduga Dogu menjadi efigi yang mengandung sihir.
Contohnya, dipercaya bahwa penyakit dapat dipindah kedalam Dogu, lalu setelah Dogu hancur,
penyakit hilang. Selain penyakit ketidakberuntungan juga dapat dipindahkan.

Ikebana
Ikébana (生花?) adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga,
rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal
dari Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal
dengan istilah kadō (華道?, ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek
seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.

Di dalam Ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing mempunyai cara
tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat
rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat
rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja.

Pada umumnya, bunga yang dirangkai dengan teknik merangkai dari Barat (flower arrangement)
terlihat sama indahnya dari berbagai sudut pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus
dilihat dari bagian depan.

Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif, Ikebana berusaha
menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan
keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam
Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia.

Daftar isi

 1 Asal-usul
 2 Sejarah seni merangkai bunga
 3 Gaya Rangkaian dalam Ikebana
 4 Perlengkapan
 5 Aliran yang terkemuka
 6 Pranala luar
o 6.1 Organisasi
o 6.2 Aliran
o 6.3 Tokoh Ikebana

[sunting] Asal-usul

Asal-usul Ikebana (いけばな) adalah tradisi mempersembahkan bunga di kuil Buddha di


Jepang. Ikebana berkembang bersamaan dengan perkembangan agama Buddha di Jepang di abad
ke-6.

Ada penelitian yang mengatakan Ikebana berasal dari tradisi animisme orang zaman kuno yang
menyusun kembali tanaman yang sudah dipetik dari alam sesuai dengan keinginannya. Di zaman
kuno, manusia merasakan keanehan yang terdapat pada tanaman dan mengganggapnya sebagai
suatu misteri. Berbeda dengan binatang yang langsung mati setelah diburu, bunga atau bagian
tanaman yang sudah dipetik dari alam bila diperlakukan dengan benar tetap mempertahankan
kesegaran sama seperti sewaktu masih berada di alam. Manusia yang senang melihat "keanehan"
yang terjadi kemudian memasukkan bunga atau bagian tanaman yang sudah dipotong ke dalam
vas bunga. Manusia zaman kuno lalu merasa puas karena menganggap dirinya sudah berhasil
mengendalikan peristiwa alam yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan oleh manusia.

Ketakjuban manusia terhadap tumbuhan yang dianggap mempunyai kekuatan aneh juga
berkaitan dengan pemujaan tanaman yang selalu berdaun hijau sepanjang tahun (evergreen).
Manusia zaman dulu yang tinggal di negeri empat musim percaya bahwa kekuatan misterius para
dewa menyebabkan tanaman selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan tidak merontokkan
daunnya di musim dingin.

[sunting] Sejarah seni merangkai bunga

Menurut literatur klasik seperti Makura no sōshi yang bercerita tentang adat istiadat Jepang,
tradisi mengagumi bunga dengan cara memotong tangkai dari sekuntum bunga sudah dimulai
sejak zaman Heian. Pada mulanya, bunga diletakkan di dalam wadah yang sudah ada
sebelumnya dan kemudian baru dibuatkan wadah khusus untuk vas bunga.

Ikebana dalam bentuk seperti sekarang ini baru dimulai para biksu di kuil Chōhōji Kyoto pada
pertengahan zaman Muromachi. Para biksu kuil Chōhōji secara turun temurun tinggal di kamar
(bō) di pinggir kolam (ike), sehingga aliran baru Ikebana yang dimulainya disebut aliran
Ikenobō.

Di pertengahan zaman Edo, berbagai kepala aliran (Iemoto) dan guru besar kepala (Sōke)
menciptakan seni merangkai bunga gaya Tachibana atau Rikka yang menjadi mapan pada masa
itu.

Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana yang dulunya hanya bisa dinikmati
kalangan bangsawan atau kaum samurai secara berangsur-angsur mulai disenangi rakyat kecil.
Pada zaman itu, Ikebana gaya Shōka (seika) menjadi populer di kalangan rakyat.

Aliran Mishōryū, aliran Koryū, aliran Enshūryū dan aliran Senkeiryū melahirkan banyak guru
besar dan ahli Ikebana yang memiliki teknik tingkat tinggi yang kemudian memisahkan diri
membentuk banyak aliran yang lain.

Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada akhir zaman Edo hingga masa awal era Meiji ketika
minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang sedang mencapai puncaknya. Ikebana dianggap
mempengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang mencontoh Ikebana dalam line arrangement.

Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan pecahan dari aliran Ikenobō. Pada
bulan Maret 2005 tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana
Jepang.

[sunting] Gaya Rangkaian dalam Ikebana

Ada 3 gaya dalam Ikebana, yaitu : rikka, shoka dan jiyuka.

Rikka (Standing Flower)adalah ikebana gaya tradisional yang banyak dipergunakan untuk
perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan landscape tanaman. Gaya ini
berkembang sekitar awal abad 16. Ada 7 keutamaan dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu : shin,
shin-kakushi, soe, soe-uke, mikoshi, nagashi dan maeoki

Shoka adalah rangkaian ikebana yang tidak terlalu formal tapi masih tradisional. Gaya ini
difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada 3 unsur utama dalam gaya Shoka yaitu : shin, soe,
dan tai. Sesuai dengan perkembangan zaman, sesudah Restorasi Meiji 1868, gaya ini lebih
berkembang karena adanya pengaruh Eropa Nageire arti bebasnya “dimasukan” (rangkaian
dengan vas tinggi dengan rangkaian hampir bebas)dan Moribana. rangkaian menggunakan
wadah rendah dan mulut lebar). Lalu pada tahun 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai,
yang lebih modern, terdiri dari 2 unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur pelengkapnya, ashirai.

Jiyuka adalah rangkaian Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreativitas
serta imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang dunia ke-2. Dalam rangkaian ini kita dapat
mempergunakan kawat,logam dan batu secara menonjol.

[sunting] Perlengkapan

Hampir sama dengan peralatan merangkai bunga gaya eropa, dalam Ikebana kita memerlukan
kawat dari berbagai ukuran (ketebalan kawat), gunting (gunting khusus ikebana), Floral tape
(warna hijau dan coklat),selotip. Juga tang bunga (utk mematahkan), kenzan yaitu alas berduri
tajam tempat mencucukan bunga, juga semacam pipet besar untuk mengambil air yang lama di
vas ketika kita hendak mengganti airnya, batu-batuan kecil juga bisa dipergunakan bila kita
mempergunakan vas/wadah/suiban tinggi.

Ukiyo-e
Ukiyo-e (浮世絵?) adalah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di Jepang pada
zaman Edo yang digunakan untuk menggandakan lukisan pemandangan, keadaan alam dan
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "ukiyo" berarti "zaman
sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau lukisan.

Istilah ukiyo-e sekarang semata-mata digunakan untuk lukisan berwarna-warni (nishiki-e) yang
dihasilkan teknik cukil kayu (woodprinting), tetapi sebenarnya di zaman dulu istilah ukiyo-e juga
digunakan untuk lukisan asli yang digambar dengan menggunakan kuas.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Sejarah
o 1.1 Periode awal
o 1.2 Periode pertengahan
o 1.3 Periode lanjut
o 1.4 Periode akhir
 2 Pranala luar

[sunting] Sejarah

Pada awalnya, ukiyo-e adalah lukisan tentang "ukiyo" (keadaan zaman) seperti kehidupan sehari-
hari, gaya busana, dan sebagainya.

Pelukis ukiyo-e dibagi menjadi dua aliran utama, yakni aliran Kanō dan aliran Tosa. Aliran Kanō
sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Muromachi, sedangkan aliran Tosa berakar pada aliran
Kasuga yang sudah dimulai sejak zaman Heian. Pelukis yang diusir dari aliran Kanō kemudian
banyak yang bergabung dengan aliran Tosa.

[sunting] Periode awal

Periode awal ukiyo-e berlangsung sejak Kebakaran besar zaman Meireki sampai zaman Hōreki.
Bentuk awal ukiyo-e adalah lukisan asli yang digambar dengan menggunakan kuas serta lukisan
hasil reproduksi teknik cukil kayu dengan tinta satu warna (hitam).

Di pertengahan hingga akhir abad ke-17, seniman yang menggambar lukisan asli untuk teknik
cukil kayu disebut Hanshita-eshi (版下絵師 pelukis sketsa?). Hishikawa Moronobu adalah salah
satu pelukis sketsa terkenal zaman itu yang membuat buku bergambar dan ilustrasi untuk buku
Ukiyo-zōshi. Salah satu karya Hishikawa Moronobu yang sangat terkenal berjudul Mikaeri
Bijin-zu (見返り美人図?, Wanita Cantik Menoleh ke Belakang).

Istilah "ukiyo-e" pertama kali disebut dalam buku Kōshoku Ichidai Otoko (terbitan tahun 1682)
yang ditulis Ihara Saikaku. Di dalam cerita dikisahkan tentang kipas lipat bertulang dua belas
yang berhiaskan ukiyo-e.
Ukiyo-e yang tadinya merupakan lukisan hitam-putih menjadi berwarna-warni berkat kreasi
pelukis ukiyo-e asal Osaka bernama Torii Kiyonobu. Warna yang dipakai umumnya adalah tinta
merah dalam berbagai nuansa. Lukisan yang menggunakan warna merah-oranye seperti warna
bangunan Torii disebut Tan-e. Lukisan dengan tinta merah tua disebut Beni-e, sedangkan Beni-e
dengan tambahan 2 atau 3 warna lain disebut Benizuri-e.

[sunting] Periode pertengahan

"Edo no hana" wanita pemain Jōruri karya Kitagawa Utamaro

Lukisan potret Ichikawa Omezō karya Tōshūsai Sharaku

Periode pertengahan ditandai dengan kelahiran Nishiki-e sekitar tahun 2 zaman Meiwa hingga
tahun 3 zaman Bunka.

Di tahun 1765, kalender bergambar yang disebut E-goyomi populer di kalangan penyair haiku di
Edo, sampai-sampai sempat diadakan pertemuan untuk tukar menukar kalender bergambar.
Pelukis ukiyo-e Suzuki Harunobu mengantisipasi minat masyarakat dengan membuat ukiyo-e
menggunakan tinta beraneka warna. Seni ukiyo-e mencapai zaman keemasan berkat teknik cetak
warna ukiyoe secara full-color.

Percetakan multi warna dimungkinkan berkat ditemukannya cara membuat batas-batas (kento)
pada objek lukisan yang memudahkan pewarnaan lukisan secara berulang kali dan tersedianya
kertas washi berkualitas tinggi yang tahan melewati proses pewarnaan yang tumpang tindih.
Ukiyo-e banyak menggunakan kertas washi bermerek dari provinsi Echizen dan Iyo yang
menggunakan bahan baku dari tanaman perdu yang disebut Kōzo (Broussonetia kazinoki).
Sesuai dengan perkembangan zaman, pembuatan ukiyo-e juga mulai melibatkan beberapa orang
seniman dengan bidang yang sangat terspesialiasi, seperti pelukis yang hanya menggambar
sketsa, seniman pencungkil kayu, dan seniman yang memberi warna pada lukisan.

Di zaman Anei, ukiyo-e yang menggambarkan wanita secara realistik (Bijinga) karya Kitao
Shigemasa menjadi sangat populer. Katsukawa Shunshō menggambar lukisan potret aktor
kabuki terkenal (Yakusha-e) hingga sangat mirip dengan aslinya.

Pelukis ukiyo-e bernama Kitagawa Utamaro melahirkan banyak sekali karya-karya berupa
Bijinga dan Ōkubi-e (lukisan potret setengah badan aktor dan wanita cantik) yang terkenal
sangat mendetil dan digambar dengan elegan.

Pada tahun 2 zaman Kansei pemerintah mengeluarkan peraturan tentang bahan cetak yang
membatasi peredaran bahan-bahan cetak di kalangan masyarakat.

Di tahun 7 zaman Kansei, setelah seluruh harta benda yang dimiliki disita pemerintah, penerbit
ukiyo-e bernama Tsutaya Jūzaburō berusaha bangkit kembali. Tsutaya Jūzaburō mengumpulkan
uang dengan cara menjual lukisan ukiyo-e karya Tōshūsai Sharaku. Lukisan karya Tōshūsai
Sharaku menjadi sangat terkenal berkat pose aktor kabuki yang selalu digambar berlebih-lebihan
walaupun lukisannya sendiri kurang laku. Kumpulan lukisan aktor kabuki karya Utagawa
Toyokuni yang dikenal sebagai Yakusha Butai Sugata-e (役者舞台姿絵?, lukisan potret aktor di
atas panggung) justru lebih laku. Murid-murid Utagawa Toyokuni kemudian mendirikan aliran
Utagawa yang merupakan aliran terbesar dalam seni ukiyo-e.

[sunting] Periode lanjut

Salju di Kambara, karya Hiroshige


Periode lanjut ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun 4 zaman Bunka hingga tahun 5 zaman
Ansei. Setelah Kitagawa Utamaro tutup usia, lukisan wanita cantik (Bijinga) makin digambar
secara lebih erotis seperti terlihat dalam karya-karya Keisai Eisen.

Murid Katsukawa Shunshō yang bernama Katsushika Hokusai membuat kumpulan lukisan yang
dikenal sebagai 36 Pemandangan Gunung Fuji. Kumpulan lukisan Hokusai dibuat untuk
mengikuti tren orang Jepang yang mulai senang bepergian di dalam negeri. Utagawa Hiroshige
mengikuti kesuksesan Hokusai dengan kumpulan lukisan yang dikenal sebagai Tōkaidō gojūsan-
tsugi (東海道五十三次 53 Pemberhentian di Tōkaidō?). Karya Hokusai dan Hiroshige dikenal
sebagai genre Meisho-e (lukisan tempat terkenal) atau Fūkeiga (lukisan pemandangan).

Lukisan potret aktor kabuki yang tergolong dalam genre Yakusha-e tetap diteruskan Utagawa
Kunisada yang merupakan murid Utagawa Toyokuni. Karya Utagawa Kunisada justru makin
mempertegas ciri khas genre Yakusha-e berupa garis-garis keras dan dinamis yang dirintis sang
guru.

Bersamaan dengan kepopuleran Kusazōshi (buku bergambar dengan cerita memakai aksara
hiragana) lahir karya-karya ukiyo-e genre Musha-e yang menggambarkan tokoh-tokoh samurai,
seperti terlihat dalam lukisan karya Utagawa Kuniyoshi. Ilustrasi tokoh-tokoh kisah Batas Air
yang digambar Utagawa Kuniyoshi menjadi sangat populer, bahkan sampai membuat orang
Jepang keranjingan cerita Batas Air.

[sunting] Periode akhir

Pegulat sumo Onogawa Kisaburo, karya Tsukioka Yoshitoshi

Periode akhir ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun 6 zaman Ansei sampai tahun 45 zaman
Meiji.

Lukisan ukiyo-e yang populer pada masa ini adalah genre lukisan orang asing yang disebut
Yokohama-e, karena orang Jepang menaruh minat pada budaya asing yang dibawa oleh Kapal
Hitam.
Akibat kekacauan yang ditimbulkan Restorasi Meiji, lukisan ukiyo-e mulai banyak yang
mengetengahkan tema-tema lukisan kabuki yang mengumbar brutalisme dan lukisan makhluk
"aneh tapi nyata." Tsukioka Yoshitoshi yang merupakan murid Utagawa Kuniyoshi dan Ochiai
Yoshiiku membuat kumpulan lukisan berjudul 28 Pembunuhan Terkenal dan Prosa (英名二十八
衆句 Eimei nijūhachi shūku?). Kumpulan lukisan bertema sadis berlumuran darah seperti ini
digolongkan ke dalam genre Muzan-e.

Kawanabe Kyōsai dari aliran Kanō juga banyak melahirkan karya-karya legendaris di masa ini.

Genre baru ukiyo-e yang disebut Kōsenga dimulai Kobayashi Kiyochika dengan ciri khas objek
lukisan yang digambar tanpa garis tepi (outline).

Lukisan ukiyo-e untuk anak-anak seperti yang dibuat Utagawa Yoshifuji digolongkan ke dalam
genre Omocha-e. Gambar hasil penggandaan bisa digunakan anak-anak untuk bermain, seperti
lembaran permainan yang sekarang sering menjadi bonus majalah anak-anak. Utagawa Yoshifuji
begitu mengkhususkan diri pada genre Omocha-e, sehingga mendapat julukan "Omocha
Yoshifuji" (Yoshifuji ahli mainan).

Kepopuleran ukiyo-e akhirnya memudar akibat berkembangnya fotografi dan teknik percetakan.
Pelukis ukiyo-e berusaha segala macam cara untuk bertahan dari kemajuan teknologi tapi gagal.

Tsukioka Yoshitoshi dikenal sebagai grandmaster terakhir ukiyo-e. Karya-karyanya sangat


bergaya Barat dan bersentuhan halus. Dari tangannya lahir karya-karya seperti surat kabar ukiyo-
e (nishiki-e shimbun), lukisan bertema sejarah (rekishiga), dan lukisan bertema erotis (fūzokuga).
Prihatin dengan kemunduran ukiyo-e, murid-muridnya disuruh untuk belajar hal-hal lain selain
ukiyo-e. Salah seorang murid Yoshitoshi yang bernama Kaburaki Kiyokata berhasil menjadi
pelukis Jepang yang sangat terkenal.
‘tarian

Chakkirako
Chakkirako (チャッキラコ?) adalah tari rakyat dari kawasan Nakazaki dan Hanagure di Distrik
Misaki, Kota Miura, Prefektur Kanagawa, Jepang. Tari ini dibawakan setahun sekali pada 15
Januari sebagai tradisi perayaan tahun baru kecil (koshogatsu). Penari berjumlah sekitar 20 anak
perempuan[1] usia taman kanak-kanak hingga sekolah dasar (5 hingga 12 tahun). Mereka menari
di depan kuil Shinto dan beberapa rumah tinggal penduduk setempat.

Setelah menerima penyucian dari pendeta Shinto, pagi hari sekitar pukul 10.00, para penari
mulai menari untuk Kuil Kainan sekitar pukul 10.30.[1] Tarian mereka melambangkan harapan
penduduk setempat untuk memperoleh tangkapan ikan melimpah, dagangan laris, dan rumah
tangga yang rukun. Selepas tengah hari, tarian dipersembahkan kepada Ryū Kamisama di depan
kuil kecil di kawasan Nakazaki-Hanakure.[1] Selanjutnya, penari berganti kostum dengan hakama
berwarna merah dilengkapi suikan dan penutup kepala eboshi. Dari siang hingga senja, mereka
menari berkeliling di toko-toko dan rumah penduduk setempat yang berpengaruh.[1]

Pada tahun 1976, Pemerintah Jepang menetapkan Chakkirako sebagai Warisan Penting Budaya
Takbenda Rakyat.[2] UNESCO memasukkan tari ini ke dalam Daftar Representatif Budaya
Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2009.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Kostum dan musik


 2 Asal usul
 3 Referensi
 4 Pranala luar

[sunting] Kostum dan musik

Kostum penari berupa kimono berwarna-warni cerah. Para penari menari sambil berjajar
berhadap-hadapan atau menari dalam lingkaran. Alat-alat menari yang dipegang sewaktu menari
bergantung kepada jenis tarian. Penari memegang maiōgi (kipas lipat untuk menari, atau dua
buah kipas lipat) atau chakkirako (sebutan untuk sepasang perkusi dari batang bambu sepanjang
kira-kira 20 cm, dan kedua ujungnya berhiaskan giring-giring dan guntingan kertas 5 warna).

Tarian mereka tidak diiringi alat musik, melainkan diiringi nyanyian yang disebut ondotori,[2]
dari lima hingga sepuluh orang wanita berusia 40 tahun hingga 80 tahun. Pakaian yang
dibawakan para wanita adalah kimono warna hitam lengkap dengan haori.[1] Nama tarian ini
berasal dari bunyi chakkirako yang terdengar setelah para penari membunyikan dua batang
bambu yang mereka bawa.
Ada enam repertoar sesuai dengan judul lagu:[1]

 "Hatsuise" (初いせ?)
 "Chakkirako" (ちゃっきらこ?)
 "Nihon-odori" (二本踊り?)
 "Yosasa-bushi" (よささ節?)
 "Kamakura-bushi" (鎌倉節?)
 "Oise Mairi" (お伊勢参り?)

Keseluruhan dari repertoar juga disebut "Chakkirako".

[sunting] Asal usul

Chakkirako tidak memiliki asal usul yang pasti. Tarian ini konon berasal dari berbagai tarian
yang dibawa oleh para pelaut dari berbagai daerah di Jepang yang singgah di Pelabuhan Misaki.
Chakkirako diketahui sudah ditarikan sejak pertengahan zaman Edo untuk mendoakan hasil
tangkapan ikan melimpah.[1] Salah satu kisah menyatakan dewa-dewa Kuil Kainan mengajarkan
tarian ini kepada anak perempuan penduduk setempat.[1] Kisah lain mengatakan ketika berwisata
di Misaki, Minamoto no Yoritomo diminta untuk menari oleh ibu dan anak yang sedang
mengambil rumput laut. Yoritomo menolak karena merasa sudah tua, dan sebagai gantinya anak
perempuan dari wanita itu disuruhnya menari. Anak perempuan itu menari dengan membawa
batang bambu kecil, dan ibunya menyanyi.[1]

Dainichido Bugaku
Dainichido Bugaku (大日堂舞楽 Dainichidō Bugaku?) adalah ritual tari dan musik (bugaku)
dari kota Hachimantai, Kazuno, Prefektur Akita, Jepang. Tarian ini dipersembahkan setiap
tahunnya pada tanggal 2 Januari di Kuil Ōhirumemuchi di kawasan Azukizawa. Kesenian ini
berasal lebih dari 1300 tahun yang lampau, dan merupakan kesenian tari dan musik tertua di
Prefektur Akita.[1]

Nama kesenian ini berasal dari sejarah kesenian ini, yakni bugaku (musik dan tari istana) yang
dimainkan di Dainichido. Kesenian ini berasal dari tahun 718 (zaman Nara) setelah
didatangkannya kelompok pemusik bugaku dari ibu kota untuk meramaikan upacara peresmian
selesainya pembangunan kembali kuil bernama Dainichi-dō.[2] Kesenian ini langka karena bentuk
tari dan musik kuno dari ibu kota pada zaman Nara tetap dipertunjukkan dalam bentuk aslinya
hingga sekarang.[2]

Pemerintah Jepang pada tahun 1976 menetapkan Daincihido Bugaku sebagai Warisan Penting
Budaya Takbenda Rakyat. Pada tahun 2009, UNESCO memasukkan kesenian ini ke dalam
Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia
Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Tari dan musik


 2 Asal usul
 3 Referensi
 4 Pranala luar

[sunting] Tari dan musik

Tarian ini dibawakan oleh 4 kelompok yang terdiri dari 35 penganut Shinto (ujiko) dari empat
kawasan permukiman (Osato, Azukisawa, Nagamine, dan Taniuchi). Pada dini hari hari kedua
tahun baru, kelompok musik dan tari dan musik dari keempat permukiman berkumpul di kuil
setempat untuk melakukan prosesi menuju ke Kuil Ōhirumemuchi (nama lain: Dainichi-dō). Tari
dan musik dipertunjukkan mulai pukul 08.00 hingga sebelum tengah hari untuk merayakan
Tahun Baru.

Dainichido Bugaku terdiri dari 7 macam tarian yang dipercayakan kepada empat komunitas di 4
permukiman (penduduk dari permukiman lain tidak dibolehkan ikut):[3][4]

 Komunitas Osato:
o Koma-mai (駒舞?) (2 orang)

Tarian kuda hadiah dari pangeran ke-5. Penari memakai topi yang disebut shidegasa' (垂手笠?).
Taiko dimainkan sebagai musik pengiring.

o Tori-mai (鳥舞?) (3 orang)

Tarian ayam peliharaan Danburi Chōja, ditarikan oleh 3 orang anak.

o Kōshō-mai (工匠舞?) (4 orang)

Tarian untuk pengrajin dan tukang yang membangun Dainichi-dō.

 Komunitas Azukisawa
o Gongen-mai (権現舞?) (8 orang)

Tarian untuk pangeran ke-5 Kaisar Keitai, seorang menjadi kepala shishi, anak-anak memegang
bagian ekor.

o Dengaku-mai (田楽舞?) (6 orang)

Tari genderang
 Komunitas Nagamine
o Uhen-mai (鳥遍舞?) (6 orang)

Tari pemakaman Putri Kisshō.

 Komunitas Taniuchi
o Godaison-mai (五大尊舞?) (6 orang)

Tarian untuk Danburi Chōja. Salah seorang penari mengenakan topeng emas yang
melambangkan Dainichi Nyorai.

Musik pengiring tari berasal dari permainan suling dan taiko. Urutan penyajian tari telah
berubah-ubah sesuai zamannya. Pada zaman sekarang, tari dibawakan dengan urutan: Gongen-
mai, Koma-mai, Uhen-mai, Tori-mai, Godaison-mai, Kōshō-mai, dan Dengaku-mai.
Keseluruhan tarian memakai waktu sekitar dua jam.[3] Hampir semua tarian dibawakan oleh
orang dewasa, dan sebagian besar penari mendapatkan perannya secara turun temurun. Anak-
anak menari dalam Tori-mai (3 anak usia sekolah dasar) dan pemegang ekor shisimai dalam
Gongen-mai.[3]

[sunting] Asal usul

Putri Kisshō, anak dari orang kaya bernama Danburi Chōja asal Kazuno mendapat kesempatan
untuk pergi ke ibu kota. Di ibu kota, Putri Kisshō bertemu dengan Kaisar Keitai (507-531) dan
dijadikan permaisuri. Kaisar lalu memerintahkan pembagunan kuil di Kazuno sebagai tempat
Danburi Chōja melakukan pemujaan.[2]

Pada tahun 718, Kaisar Genshō memerintahkan pembangunan kembali Kuil Dainichi untuk
menghormati Danburi Chōja. Dari ibu kota, kaisar mengutus biksu Gyōki dan kelompok
pemusik bugaku.[5]

Kuil Dainichido dibangun dengan megah, karena Kazuno pada zaman dulu merupakan daerah
pertambangan yang kaya dengan emas dan tembaga.[3] Sewaktu Dainichido diresmikan,
kelompok pemusik bugaku dari ibu kota mengajarkan tari dan musik kepada orang desa yang
tetap dilestarikan oleh keempat komunitas di Kazuno hingga sekarang ini.[3]

Hayachine Kagura
Hayachine Kagura (早池峰神楽?) adalah kagura kesenian rakyat di Ōhasasama, Hanamaki,
Prefektur Iwate, Jepang. Pementasan Hayachine Kagura awalnya merupakan bentuk pemujaan
kepada Gunung Hayachine. Kesenian ini berupa serangkaian tari topeng yang diiringi musik dari
permainan taiko, simbal, dan suling. Hingga kini, kesenian ini masih diwariskan secara turun
temurun, dan dipentaskan dalam Festival Besar Kuil Hayachine pada hari pertama bulan
Agustus.

Hayachine Kagura adalah sebutan untuk dua aliran kagura, Ōtsugunai Kagura (大償神楽?) milik
masyarakat di Ōtsugunai, dan Take Kagura (岳神楽?) milik masyarakat di Take.[1] Keduanya
dipertunjukan sebagai persembahan untuk Kuil Hayachine dan Kuil Ōtsugunai.[1] Kagura
dipertunjukkan di atas panggung yang dibangun dari kayu, dan layar sebagai latar belakang
panggung. Kostum, penutup kepala, dan topeng yang dikenakan penari bergantung kepada tarian
yang dibawakan.[1]

Pemerintah Jepang pada 4 Mei 1976 menetapkan Hayachine Kagura sebagai Warisan Penting
Budaya Takbenda Rakyat.[2] Pada tahun 2009, UNESCO memasukkan kesenian ini ke dalam
Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia

Daftar isi

 1 Asal usul
o 1.1 Take Kagura
o 1.2 Ōtsugunai Kagura
 2 Jenis tarian
 3 Referensi
 4 Pranala luar

[sunting] Asal usul

Gunung Hayachine tingginya 1.917 m, dan merupakan puncak tertinggi di kawasan pegunungan
Kitakami, bagian timur Prefektur Iwate. Sejak zaman kuno, Gunung Hayachine dipuja penduduk
setempat sebagai "gunung tempat tinggal para dewa".[1] Dari abad pertengahan hingga zaman
modern, gunung ini merupakan tempat menempa diri bagi yamabushi (shugensha).[3]

Menurut legenda dari kawasan Kamiōsako, pemburu bernama Tanaka Hyōbu mengejar rusa
putih hingga ke puncak gunung. Pengalaman supranatural dirasakannya ketika berada di puncak
gunung.[1] Sebuah kuil kemudian didirikannya di puncak gunung. Keturunan Tanaka Hyobu
secara turun temurun bertugas sebagai keluarga pengurus kuil, dan menjadi pemandu bagi orang
yang ingin mengunjungi kuil Gunung Hayachine.[1] Mereka dikabarkan menjadi pemimpin bagi
yamabushi dari kawasan Take dan Ōtsugunai.[1]

Para yamabushi yang tinggal di kaki Gunung Hayachine menarikan kagura sebagai bentuk doa,
dan kemudian berkembang menjadi Hayachine Kagura yang dikenal sekarang ini.[1] Menurut
naskah Nihon Kagura no Maki asal tahun 1367, dan angka tahun 1595 yang terukir pada topeng
kepala shishi (shishigashira), kagura di Hayachine sudah diwariskan secara turun-temurun sejak
sebelum zaman Edo.[1] Dalam naskah Kagura Denjusho asal tahun 1488 ditulis tentang kagura di
Ōtsugunai yang diwariskan oleh keluarga pengurus kuil yang bekerja untuk pemandu yamabushi
di Gunung Hayachine. Oleh karena itu, Hayachine Kagura diperkirakan telah memiliki sejarah
lebih dari 500 tahun,[4] dan kemungkinan sudah ada sejak zaman Nanboku-cho.

[sunting] Take Kagura

Take Kagura diwariskan turun temurun di wilayah Take, Hanamaki. Perkampungan penduduk di
Take merupakan perkampungan yang terdekat dengan Gunung Hayachine. Di Take terdapat Kuil
Hayachine yang memuja dewa Hayachine, dan Take Kagura adalah kagura yang
dipersembahkan untuknya.[2] Asal usul kagura di Take tidak memiliki sejarah tertulis. Namun
menurut kisah turun temurun penduduk setempat, kagura di Take diwariskan oleh dua orang
yamabushi.[2]

[sunting] Ōtsugunai Kagura

Ōtsugunai Kagura berasal dari kawasan Ōtsugunai yang berada 12 km sebelah hilir Take. Kagura
di Ōtsugunai konon diwariskan kepada keluarga petugas kuil oleh pendeta Shinto di Kuil Tanaka
Myōjin yang didirikan Tanaka Hyōbu pendiri Kuil Hayachine.[2]

[sunting] Jenis tarian

Shiki-mai (式舞?) adalah 6 tarian pendahuluan yang wajib dipertunjukkan dalam pementasan
kagura. Enam Shiki-mai menurut urutan pementasan:

 Tori-mai (鳥舞?)
 Okina-mai (翁舞?)番叟
 Sanbasō (三番叟?)
 Yama no Kami-mai (山の神舞?)
 Hachiman-mai (八幡舞?)
 Iwatobiraki (岩戸開?)

Selain Shiki-mai, tari-tari lain yang dibawakan bebas dipilih dari repertoar tari yang ada:

 Kami-mai (神舞?)
 Ara-mai 荒舞
 Za-mai (座舞?)
 Kyōgen (狂言?)
 Gongen-mai (権現舞?)

Nama lain untuk Gongen-mai adalah Shishigashira. Tarian ini ditarikan oleh penari yang
memakai kostum shishi, dan selalu dibawakan sebagai tari penutup.[2]
Nihon buyo
Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Nihon buyō

Nihon buyō (日本舞踊?, tari Jepang) adalah terjemahan bahasa Jepang untuk istilah bahasa
Inggris Japanese dance. Istilah "buyō" pertama kali diperkenalkan oleh budayawan Tsubouchi
Shōyō dan Fukuchi Genichirō yang yang mengacu pada dua kelompok besar tari klasik Jepang:
mai (舞?) dan odori (踊?).

Mai adalah menari diiringi nyanyian atau musik tradisional dengan seluruh bagian telapak kaki
yang tidak pernah diangkat melainkan diseret-seret (suriashi), walaupun kadang-kadang ada juga
gerakan menghentakkan kaki. Gerakan tari bisa dilakukan dengan berputar di dalam ruang gerak
yang sempit atau seluruh panggung sebagai ruang gerak. Jenis-jenis tari yang tergolong ke dalam
Mai: Kagura, Bugaku, Shirabyōshi, Kusemai, Kōwakamai, Noh (Nōgaku), Jiutamai.

Odori adalah menari diiringi nyanyian atau musik tradisional dengan kaki yang dapat bergerak
bebas disertai hentakan kaki untuk mengeluarkan suara, ditambah gerakan tangan yang
disesuaikan dengan ritme musik. Nenbutsu Odori dan Bon Odori merupakan contoh tari Jepang
yang disebut Odori.

[sunting] Aliran

Pada saat ini ada sekitar 200 aliran tari Jepang, dengan 5 aliran utama sebagai berikut:

 Hanayagi-ryū
Didirikan tahun 1849 oleh Hanayagi Jusuke yang berguru kepada Nishikawa Senzō IV. Hanayagi
Jusuke adalah seorang koreografer ternama untuk Kabuki-buyō (tari yang dilakukan sewaktu
pertunjukan Kabuki). Hanayagi-ryū merupakan aliran nihon buyō terbesar di Jepang berdasarkan
jumlah murid dan mempunyai Natori sebanyak 15.000 orang. Natori adalah sebutan untuk
penari senior yang lulus ujian, menerima "nama panggung" dari guru, dan kadang-kadang diberi
hak untuk mengajar.

 Fujima-ryū

Didirikan oleh Fujima Kanbē di sekitar tahun 1704-1710. Fujima Kanemon III mendirikan aliran
cabang yang disebut Matsumoto-ryū.

 Wakayagi-ryū

Didirikan di tahun 1893 oleh Hanayagi Yoshimatsu yang merupakan murid Hanayagi Jusuke.
Setelah mendirikan Wakayagi-ryū, Hanayagi Yoshimatsu mengganti nama menjadi Wakayagi
Yoshimatsu. Aliran ini terkenal dengan gerakan tangan yang banyak dan elegan.

 Nishikawa-ryū

Dimulai sejak zaman Genroku oleh Nishikawa Senzō II. Aliran ini mempunyai sejarah lebih dari
300 tahun dan sekarang sudah mencapai generasi ke-10.

 Bando-ryū

Didirikan oleh seorang koreografer sekaligus aktor kabuki terkenal bernama Bando Mitsugoro III,
putra dari Bando Mitsugoro I.

Hari Putih
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

White Day (ホワイトデー Howaito dē?) (bahasa Indonesia: Hari Putih) adalah hari memberi
hadiah untuk wanita yang jatuh tanggal 14 Maret. Perayaan ini berasal dari Jepang dan bukan
tradisi Eropa atau Amerika. Hadiah berupa marshmallow atau permen diberikan sebagai balasan
atas hadiah cokelat yang diterima pria sebulan sebelumnya di Hari Valentine. Di zaman
sekarang, hadiah yang diberikan untuk wanita yang disenangi dapat berupa bunga, saputangan,
perhiasan, atau barang-barang lain yang disukai wanita.

Pertama kali dirayakan tahun 1980 di Jepang, perayaan ini sekarang juga dirayakan di negara
Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Indonesia. Perayaan Hari Putih berawal dari strategi
koperasi produsen permen Jepang yang ingin meningkatkan penjualan permen. Bahan baku
permen adalah gula yang berwarna putih sehingga disebut Hari Putih. Ide perayaan diambil dari
"Hari Marshmallow" yang merupakan acara promosi kue marshmallow Tsuru no ko yang
diadakan toko kue di kota Fukuoka.

[sunting] Asal-usul

Di Hari Valentine, wanita dari berbagai kelompok umur di Jepang memiliki tradisi memberi
hadiah cokelat kepada pria yang disenangi, teman sekolah, rekan kerja, pacar, ayah, atau suami.
Pria yang menerima cokelat berkeinginan membalasnya, dan niat ini disambut pedagang permen
di sekitar pertengahan tahun 1970-an dengan mencetuskan ide "hadiah balasan" berupa kue
kering, marshmallow, atau permen.

Strategi penjualan permen sebagai "hadiah balasan" ternyata berhasil meningkatkan angka
penjualan, sehingga koperasi produsen permen nasional wilayah Kanto menetapkan 14 Maret
sebagai Hari Putih. Di tahun 1978, koperasi produsen permen menciptakan slogan untuk Hari
Putih sebagai "hari untuk mengirim permen". Setelah dipersiapkan selama 2 tahun, perayaan
Hari Putih yang pertama dilangsungkan secara nasional di Jepang pada tahun 1980.

Noh
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari


Pertunjukkan Noh di kuil Itsukushima.

Noh atau No (Jepang: 能 Nō) ialah bentuk utama drama musik Jepang klasik yang telah
dipertunjukkan sejak abad ke-14. Noh tersusun atas mai (tarian), hayashi (musik) dan utai (kata-
kata yang biasanya dalam lagu-lagu).Pelakon menggunakan topeng dan menari secara lambat.
Zeami Motokiyo dan ayahnya Kan'ami membawa Noh kepada bentuk terkininya selama masa
Muromachi.

[sunting] Tipe drama Noh

Potongan teater Noh diklasifikasikan dalam 5 kelompok.

 Divine; pahlawannya bagaikan Tuhan, tokoh akhirat dsb. Pahlawannya berdoa di akhir drama. 
 Shura-mono (Jawara); pahlawan (jarang pahlawati) ialah jawara, biasanya hampir mati.
 Kazura-mono (Wanita); pahlawati dan sering romantika cintanya menjadi fokus.
 Zatsu-no (Serbaneka) ; Noh yang tidak bisa dikelompokkan atas 4 kelompok lainnya.
 Oni-noh (Oni; setan) ; bukan manusia, seperti oni, tengu, peri, singa ialah pahlawan dari jenis ini.
Terutama dimainkan di akhir drama.

[sunting] Pelakon Noh

Biasanya, semua pelakon Noh ialah laki-laki. Kemampuan mereka telah dilatih ayahnya. Saat
seorang wanita atau anak perempuan muncul di drama ini, aktor pria memainkan perannya
dengan mengenakan topeng wanita.

Ada 3 macam pelakon Noh: shite, waki dan kyogen. Shitememerankan pahlawan maupun
pahlawati. Ia berbicara, menyanyi, dan menari. Waki (berarti "pihak") berperan sebaai kawan
Shite, dan biasanya memerankan peran pelancong di tempat tertentu. Ia memperkenalkan
pemirsa dengan dunia drama. Kyogen muncul di pertengahan drama jika memiliki 2 bagian, dan
berperan sebagai warga lokal. Ia berbicara kepada Waki dan menyuruhnya melihat apa yang
belum dilihatnya sebelum pembicaraan mereka.
[sunting] Musik

Hayashi berarti instrumental musik, terdiri atas drum (Tuzumi, Taiko) dan seruling (Fue) yang
biasa digunakan di teater.

Artikel bertopik Jepang ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan
mengembangkannya.
 

Owara Kaze no Bon


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Penari Owara Kaze no Bon

Owara Kaze no Bon (おわら風の盆?) adalah festival tari Bon di Yatsuo, Toyama, Prefektur
Toyama, Jepang dari 1 September hingga 3 September.

Diiringi lagu minyō berirama sedih "Etchū Owarabushi", tari Owara Kaze no Bon dibawakan
para penari melewati jalan-jalan kota Yatsuo yang mendaki dan menurun. Penari wanita menari
dengan gerakan yang lembut, sedangkan penari pria menari dengan gagah. Tari diiringi melodi
melankolis dari shamisen dan alat musik gesek kokyū, sementara lirik lagu dilantunkan oleh
wanita berusia matang. Penari membawakan tari sambil membisu.

Ada tiga jenis penyajian tari Owara Kaze no Bon:

 Machinagashi: penari berkeliling di jalan-jalan kota bersama kelompok pemusik dan penyanyi
(jikata)
 Wa Odori: tari dibawakan oleh penari yang membentuk lingkaran
 Butai Odori: tari dibawakan dibawakan di atas panggung yang berada di berbagai lokasi di dalam
kota.

[sunting] Asal usul

Paling tidak ada tiga penjelasan tentang asal usul kata owara dalam nama Owara Kaze no Bon.
Kata owara kemungkinan berasal dari lirik lagu "Owaraibushi" (お笑い節?, Melodi Tertawa)
yang dinyanyikan para geisha sambil menari. Pada musim gugur 1812, para geisha bersenda
gurau dengan mengenakan kostum dan menari di jalan-jalan. Dalam lirik lagu yang mereka
nyanyikan terdapat kata owarai. Dari kata owarai selanjutnya berubah menjadi owara (tertawa).
[1]
Kemungkinan lain, tari ini dibawakan sambil memohon panen melimpah dan ikatan batang
padi (wara) menjadi besar-besar (大藁, ōwara) sehingga disebut Owara Kaze no Bon.[1]
Kemungkinan ketiga, owara adalah nama sebuah desa. Perempuan kelahiran Desa Owara dekat
kota Yatsuo ketika bekerja sebagai pengasuh anak menyanyikan lagu nina bobo dengan suara
yang merdu.[1]

Tari Owara dikabarkan pertama kali dibawakan pada tahun 1702 dalam perayaan selama tiga
hari. Tari Owara Kaze no Bon seperti dikenal orang zaman sekarang terdiri dari tiga jenis: Hōnen
Odori (Tari Honen, sejak tahun 1920), serta dua tari yang dimulai sejak 1929, Otoko Odori (tari
pria), dan Onna Odori (tari wanita). Hōnen Odori adalah tari gaya lama, sedangkan Otoko Odori
dan Onna Odori adalah tari gaya baru.

Festival Yosakoi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Penari Yosakoi di Harajuku, Tokyo.


Festival Yosakoi (よさこい祭り Yasakoi Matsuri?) adalah festival tari Yosakoi yang diadakan
setiap tahunnya di kota Kochi, Prefektur Kochi pada 9 Agustus hingga 12 Agustus. Festival
berlangsung selama 4 hari, dan berpuncak pada pentas utama 10 Agustus dan 11 Agustus.
Malam sebelum pentas utama (9 Agustus) dimeriahkan oleh pesta kembang api, dan 12 Agustus
adalah hari kompetisi nasional.

Yosakoi adalah tari dengan ciri khas gerakan tangan dan kaki yang dinamis. Tari ini berkembang
sebagai bentuk modern tari musim panas Awa Odori. Sambil menari, di kedua belah tangan,
penari pria dan wanita segala umur membunyikan perkusi dari kayu yang disebut naruko.
Mulanya, naruko dipakai untuk mengusir burung-burung di sawah, namun sekarang menjadi
pelengkap tari.

Penari dalam satu kelompok mengenakan kostum berupa happi atau yukata. Kostum dan musik
dipilih sesuai selera masing-masing kelompok yang berusaha tampil seunik mungkin. Musik
pengiring tari dapat merupakan campuran musik daerah (minyō) dicampur dengan musik rock,
samba, disko, enka, atau genre musik yang lain sesuai selera, namun harus memasukkan melodi
"Yosakoi Naruko Odori".

Kelompok penari Yosakoi menari di jalan utama kota Kochi (Otesuji), alun-alun kota, dan pusat
perbelanjaan Obiyamachi. Di dalam kota setidaknya disediakan 9 lokasi kompetisi tari dan 6
lokasi pentas. Festival ini dimeriahkan sekitar 19.000 peserta dalam 170 kelompok penari.[1]
Sejumlah peraturan yang mengatur para peserta, misalnya pembatasan jumlah penari dalam satu
kelompok (di bawah 150 orang), ukuran panggung di truk bak terbuka (jigatasha), dan
keharusan membawa naruko sewaktu menari.[2]

Daftar isi

 1 Etimologi
 2 Sejarah
 3 Daftar festival Yosakoi
 4 Referensi
 5 Pranala luar

[sunting] Etimologi

Asal usul kata Yosakoi adalah Yosakoi (夜さ来い?) yang berarti datanglah kau malam ini.
Menurut kisah lain, kata Yosakoi berasal dari seruan para pekerja bangunan ketika membangun
Istana Kōchi di masa pemerintahan Yamauchi Katsutoyo (1596-1615). Mereka menyerukan
"Yoisho koi, yoisho koi" agar bersemangat ketika mengangkati bahan bangunan.[3]

Kisah cinta zaman Edo (1771-1776) antara aktor kabuki Ikushima Shingorō dan wanita Ōoku
bernama Nakaejima diangkat sebagai lagu minyō berjudul "Ejimabushi". Lagu tersebut terkenal
di seluruh negeri, dan dijadikan lagu pengiring Bon Odori di Provinsi Tosa (sekarang Prefektur
Kochi).[4] Istilah Yosakoi (夜さ来い?) pastinya bukanlah dialek Tosa. Orang Kōchi menyebut
malam sebagai ban (晩?), sementara kiya atau kiiya (来や?) untuk datanglah.[3]

Kemungkinan lain, kata yosari koi (夜さり来い?, datanglah malam ini) asal bahasa Jepang kuno
abad ke-9 berubah menjadi yosakoi[3], dan dimasukkan ke dalam lirik minyō berjudul Yosakoi
Bushi.[4]

[sunting] Sejarah

Festival Yosakoi pertama kali diadakan pada 10 Agustus-11 Agustus 1954 di kota Kochi. Peserta
festival waktu itu berjumlah 750 penari yang tergabung dalam 21 kelompok.[1] Sebelumnya, tari
Yosakoi pertama kali dipentaskan di muka umum sebagai tari kreasi baru pada Pameran Dagang
dan Industri Prefektur Kochi, Maret 1950.[5] Pada penyelenggaraan ke-30 tahun 1984, penari
yang ikut serta sudah mencapai 10.000 orang.[1]

Di Sapporo, Hokkaido pada Juni 1992[6] diadakan Festival Yosakoi Sōran yang pertama. Festival
Yosakoi Sōran adalah festival tari Yosakoi yang pertama diadakan di luar Prefektur Kochi. Pada
penyelenggaraan pertama, festival di Sapporo sudah diikuti sekitar 1.000 penari dalam 10
kelompok. Sejak ada festival di Sapporo, berbagai festival Yosakoi mulai diselenggarakan di
berbagai tempat di Jepang. Total penari di festival Yosakoi Sapporo bahkan melebihi jumlah
penari Festival Yosakoi di tempat asalnya. Festival Yosakoi Sōran tahun 2008 menampilkan
sekitar 33.000 penari dalam 330 kelompok, dan dihadiri sekitar 2 juta penonton. Festival tari
Yosakoi terbesar lainnya diadakan di Sendai (Festival Michinoku Yosakoi), Tokyo (Super
Yosakoi), dan Nagoya (Nippon Domannaka Matsuri).

[sunting] Daftar festival Yosakoi


Festival Super Yosakoi di Harajuku, Tokyo

Dari Festival Yosakoi di Prefektur Kochi, Yosakoi telah menjadi salah satu bentuk modern tari
musim panas yang ditarikan di berbagai tempat di Jepang, dan bahkan hingga ke luar negeri.

 Festival Yosakoi Sōran, Sapporo (pertengahan Juni)


 Festival Yosakoi Michinoku, Sendai (awal Oktober)
 Utsukushima Yosakoi Matsuri, Prefektur Fukushima (pertengahan September)
 Kiryū Yagibushi Matsuri, Kiryū (awal Agustus)
 Harajuku Omotesandō Genki Matsuri Super Yosakoi , Shibuya, Tokyo (akhir Agustus)
 Sakado Yosakoi, Sakado, Prefektur Saitama (akhir Agustus)
 Yosakoi in Oidensai, Toyokawa, Prefektur Aichi (akhir Mei)
 Noto Yosakoi Matsuri, Nanao, Prefektur Ishikawa (awal Juni)
 Nippon Domannaka Matsuri, Nagoya (akhir Agustus)
 Shizuoka Odakkui Matsuri, Shizuoka (akhir September)
 Yosakoi Tōkaidō, Numazu, Prefektur Shizuoka (awal November)
 Nagahama Azai Appare Matsuri, Nagahama, Prefektur Shiga (akhir Agustus)
 Festival Yosakoi Odorunya Kishū, Wakayama (pertengahan Agustus)
 Festival Yosakoi Sasebo, Sasebo (akhir Oktober)

Anda mungkin juga menyukai