Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler

2.1.1 Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga,

basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Apeksnya (puncak) miring ke

sebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram (Evelyn C. Pearce, 2011).

Anatomi jantung menurut Smeltzer & Bare (2002) yaitu:

Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai

mediastinum. Rongga mediastirnu di tempati oleh jantung yang

dibungkus oleh kantung fibrosa disebut perikardium. Kamar jantung

tersusun atas dua kamar, atrium (jamak=atria) dan ventrikel. Dinding

yang memisahkan mereka adalah septum. Ventrikel adalah kamar yang

menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah

yang datang dari vena dan bertindak sebagai penimbunan sementara

sebelum kemudian darah dikosongkan oleh ventrikel. Katup jantung

memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung.

Katup trikuspidalis dinamakan demikian karena tersusun atas tiga

kuspis atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup

mitral atau katup bikuspidalis (dua kuspis) terletak di atrium dan

ventrikel kiri.

Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup

pulmonalis. Katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut aorta. Arteri

8
9

koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung, yang

mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi.

Dinding sisi jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui

arteri koronaria utama kiri, yang kemudian terpecah menjadi dua

cabang besar bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang

(arteri sirkufleksa). Jantung kanan dipasok seperti itu pula dari arteri

koronia dekstra.Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung

dinamakan otot jantung. Otot jantung itu sendiri adalah miokardium.

Lapisan dalam miokardium, yang berhubungan langsung dengan darah

dinamakan endokardium, dan lapisan sel di bagian luar dinamakan

epikardium.

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Kardiovaskuler

Sumber : Sistem kardiovaskular (Silverthon, 2001)


10

2.1.2 Fisiologi Jantung

Fisiologi Jantung menurut Syaifuddin (2013) adalah sebagai berikut:

Jantung terdiri dari tiga tipe otot utama yaitu otot atrium, otot

ventrikel dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus

rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara

yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama.

Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan

berkontraksi dengan lemah sekali, sebab serat-serat ini hanya

mengandung sedikit serat kontraktif. Serat ini menghambat irama dan

berbagai kecepatan konduksi, sehingga serat ini bekerja sebagai suatu

sistem pencetus rangsangan bagi jantung.

Fungsi umum otot jantung:

1. Sifat ritmisitas/otomatis: Otot jantung secara potensial dapat

berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat

membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis

sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.

2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: Bila impuls yang dilepas

mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan

berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung sensitif

sehingga impuls jantung segera dapat mencapai semua bagian

jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama.

Kekuatan kontraksi dapat berubah-ubah bergantung pada faktor

tertentu, misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.


11

3. Tidak dapat berkontraksi tetanik: Refraktor absolut pada otot

jantung berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung

merupakan upaya tubuh untuk melindungi diri.

4. Kekuasaan kontraksi dipengaruhi penajang awal otot: Bila seberkas

otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot

tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu. Serat otot

jantung akan bertambah panjang bila volume diastoliknya

bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui batas tertentu

kekuatan kontraksi akan menurun kembali.

2.2 Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya

di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan

sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal

ginjal. Disebut sebagai “The silent killer” karena orang dengan

hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institut Nasional Jantung,

Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita

hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita,

tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena

hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Smeltzer & Bare, 2002).


12

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan

hemodinamik sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya

adalah multi faktor, sehingga tidak bisa diterangkan dengan hanya satu

mekanisme tunggal. Menurut Kaplan hipertensi banyak menyangkut

faktor genetik, lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamik (Siti

Setiati dkk, 2015).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan

abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus

menerus lebih dari satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole

konstriksi. Kontriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah

beban kerja jantung dan pembuluh darah (W. J. Udjianti, 2010).

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik

lebih dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 80 mmHg.

Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang

dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan

awal pada hipertensi sengatlah penting karena dapat mencegah

timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal

dan otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya

takanan darah berhubungan dengan morbiditas dan mortalistas penyakit

kardiovaskuler (Arif Muttaqin, 2012).


13

2.2.2 Etiologi Hipertensi

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi

esensial atau primer dan hipertensi renal atau sekunder.

1. Hipertensi esensial atau primer

Hipertensi primer merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi

adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (W. J. Udjianti,

2010).

2. Hipertensi renal atau sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi

adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya

seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus

munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi

oral, coarctation aorta, neurogenic (tumor otak, ensefalitis,

gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravascular,

luka bakar dan stress (W. J. Udjianti, 2010).

Penyebab dari hipertensi menurut M. Asikin dkk (2016) antara lain:

1. Usia: Pengidap hipertensi yang berusia lebih dari 35 tahun

meningkatkan insidensi penyakit arteri dan kematian prematur.

2. Jenis kelamin: Insidensi terjadinya hipertensi pada pria umumnya

lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Namun, kejadian

hipertensi pada wanita mulai meningkat pada usia paruh baya,

sehingga pada usia di atas tahun insidensi pada wanita lebih tinggi.
14

3. Ras: Hipertensi pada orang yang berkulit hitam lebih sedikit dua

kalinya dibandingkan dengan orang yang berkulit putih.

4. Pola hidup: Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan

kehidupan atau pekerjaan yang penuh stress berhubungan dengan

kejadian hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas juga dipandang

sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai faktor

resiko tinggi bagi pengidap hipertensi dan penyakit arteri koroner.

Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia merupakan faktor utama

dalam perkembangan aterosklerosis yang berhubungan dengan

hipertensi.

Tidak hanya itu, dalam buku karangan W. J. Udjianti (2010) ada

beberapa faktor pencetus hipertensi, antara lain :

1. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen).

Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan

hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume

expansion. Dengan penghentian oral, tekanan darah normal

kembali setelah beberapa bulan.

2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal

Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih

arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal.

Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi

disebabkan oleh arterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan

abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait


15

dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta fungsi

jaringan.

3. Gangguan endokrin

Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan

hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan

kelebihan primer aldesteron, kortisol, dan katekolamin. Pada

aldesteronisme primer, kelebihan aldesteron menyebabkan

hipertensi dan hipokalemia.

4. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan ketokelamin.

Peningkatan ketokelamin menyababkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang

mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-7 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi
Derajat 1 140 – 159 90 - 99
Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sumber: Chobanian et.al (2003)


2.2.4 Patofisiologi

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita

hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun.


16

Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi

kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya

bersifat non-spesifik, misalnya sakit atau pusing. Apabila hipertensi

tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, mangakibatkan kematian karena

payah jantung, infark miokardium, stroke, atau gagal ginjal. Namun

deteksi dini dan perawatan hipertensi yang efektif dan dapat

menurunkan jumlah morbiditas dan motalitas. Dengan demikian,

pemeriksaan tekanan darah secara teratur mempunyai arti penting

dalam perawatan hipertensi (Price & Wilson, 2012).

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang

serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dangan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu

dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Smeltzer &

Bare, 2002).
17

2.2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit hipertensi pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula

ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat

(kumpulan cairan), penyempitan pembulu darah dan pada kasus berat,

edema pupil (Smeltzer & Bare, 2002)

Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk

hipertensi dan sering disebut “The silent killer”. Pada kasus hipertensi

berat, gejala yang dialami klien antara lain: sakit kepala (rasa berat

ditengkuk), palpitasi, kelelaha, nausea, vomiting, ansietas, keringat

berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epitaksis, pandangan kabur atau

ganda, tinnitus (telinga berdengung), serta kesulitan tidur (W. J.

Udjianti, 2010).

Manifestasi klinis hipertensi menurut M. Asikin dkk (2016):

Tabel 2.2
Manifestasi Klinis Hipertensi

Manifestasi Klinis Deskripsi

Hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan


gejala. Namun akan menimbulkan gejala setelah
Tidak ada gejala
terjadi kerusakan organ, misalnya jantung, ginjal,
otak, dan mata.

Gejala yang sering Nyeri kepala, pusing/migrain, rasa berat di tengkuk,


kali terjadi sulit untuk tidur, lemah, dan lelah.

Sumber: M. Asikin dkk (2016).


18

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi Hipertensi menurut Riza Fikriana, (2018) adalah sebagai

berikut:

1. Serangan jantung

2. Stroke

3. Chronic Heart Failure (CHF)

4. Chronic Renal Failure (CRF)

Serangan jantung dapat disebabkan oleh hipertensi. Sebesar 70%

penderita serangan jantung merupakan penderita yang sebelumnya

mempunyai riwayat hipertensi. Begitu juga dengan stroke. Sebesar

80% mempunyai riwayat hiperensi.

Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan pembuluh darah

menjadi menyempit sehingga aliran darah yang menuju ke jantung

menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan suplai oksigen pada

jantung rendah sehingga akan menyebabkan nyeri dada, serangan

jantung maupun gagal jantung. Serangan jantung terjadi akibat

suplai oksigen yang diperlakukan untuk kehidupan di jantung

berkurang. Sedangkan gagal jantung merupakan kondisi dimana

jantung mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya untuk

memompa darah ke seluruh tubuh.

Selain itu hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan di

otak akibat aneurisme ataupun stroke. Peningkatan tekanan darah

menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah sehingga

menimbulkan munculnya aneurisme. Peningkatan tekanan darah


19

yang tinggi berpotensi untuk terjadinya ruptur aneurisme sehingga

hal inilah yang menurunkan aliran darah dan oksigen ke otak

sehingga penderita akan mengalami stroke.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan secara menyeluruh dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis hipertensi dan menentukan derajat keparahannya. Pengukuran

tekanan darah dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang untuk

mengetahui tekanan darah. Selain pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksan laboratorium dapat dilakukan untuk mencari resiko dan

penyebab hipertensi, serta mengetahui kerusakan organ, misalnya ginjal

dan jantung (M. Asikin dkk, 2016).

Pemeriksaaan Penunjang menurut W. J. Udjianti (2010) adalah sebagai

berikut:

1. Hitung darah lengkap (complete Blood cells Count) meliputi

pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan

indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

2. Kimia darah.

a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan

perfusi atau faal renal.

b. Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes mellitus adalah

presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar

katekolamin.
20

c. Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar

mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque

atheromatus.

d. Kadar serum aldosteron: menilai adanya hipertiroidisme

primer.

e. Asam urat: hiperuricemia merupakan impikasi faktor risiko

hipertensi.

3. Elektrolit

a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan

adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik).

b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap

hipertensi.

4. Urine

a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine

mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.

b. Urine VMA (catecholamine metabolite): peningkatan kadar

mengindikasikan adanya pheochromacytoma.

c. Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan

hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disgunfsi pituitary,

Sindrom Cushing’s; Kadar renin juga meningkat.

5. Radiologi

a. Intra Venous pyeolografi (IVP): mengidentifikasi penyebab

hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis,

Benign Prostate Hyperplasia (BPH).


21

b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi.

6. EKG

Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi

atau disritmia.

2.2.8 Penatalaksanaan

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan

mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,

komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup sehubungan dengan

terapi (Smeltzer & Bare, 2002).

Pengobatan hipertensi yang ideal menurut Bustan (2007) diharapkan

mempunyai sifat-sifat seperti :

1. Menurunkan tekanan darah secara bertahap dan aman.

2. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral.

3. Berkhasiat untuk semua tingkat hipertensi.

4. Melindungi organ-organ vital.

5. Mendukung pengobatan penyakit penyerta eq. DM.

6. Mengurangi faktor resiko PKJ dalam hal memperbaiki LVH (Left

Ventricel Hypertrophy) dan mencegah pembentukan

atherosklerosis.

7. Mengurangi frekuensi dan beratnya serangan angina.

8. Memperbaiki fungsi ginjal dan menghambat kerusakan ginjal lebih

lanjut.
22

9. Efek sampingan serendah mungkin seperti batuk, sakit kepala,

edema, rasa lelah, mual, dan muka merah.

10. Dapat membuat jantung bekerja lebih efisien.

11. Melindungi jantung terhadap resiko infark.

12. Tidak mengganggu gaya dan kualitas hidup penderita misalnya

ngantuk dan batuk.

Menurut Arif muttaqin (2012) penatalaksanaan hipertensi, yaitu terapi

farmakologis dan terapi nonfarmakologi adalah sebagai berikut:

1. Terapi Farmakologis

Obat- obat antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau

dicampur dengan obat lain, obat- obat ini diklasifikasikan menjadi

enam kategori, yaitu:

a. Diuretik

Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling diresepkan untuk

mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan

sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau yang baru.

b. Simpatolitik

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik),

penghambat adrenergik alfa dan penghambat neuron

adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik atau

simpatolitik.

c. Penghambat Adrenergik-Alfa

Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa,

menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.


23

Penghambat beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas

sangat rendah (very low-density lipoproteinVLDL) dan

lipoprotein berdensitas rendah (low-density

lipoproteinsLDL).

d. Penghambat Neuron Adrenergik (Simpatolitik yang Bekerja

Perifer)

Penghambat neuron adrenergik merupakan obat antihipertensi

yang kuat yang menghambat norepinefrin dari ujung saraf

simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin menjadi berkurang

dan ini menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan

vaskular perifer menurun. Reserpin dan guanetidin (dua obat

yang paling kuat) dipakai untuk mengendalikan hipertensi

berat.

Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering

terjadi, klien harus dinasihatkan untuk bangkit perlahan-lahan

dari posisi berbaring atau dari posisi duduk. Obat-obat dalam

kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium dan air.

e. Vasodilator Arteriol yang Bekerja Langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap II yang

bekerja dengan merelaksasikan otot-otot polos pembuluh

darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.

Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan

natrium serta air tertahan, sehingga terjadi edema perifer.

Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan vasodilator


24

yang berkerja langsung untuk mengurangi edema. Refleks

takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya

tekanan darah.

f. Antagonis Angiotensin (ACE Inhibitor)

Obat golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin

(ACE), yang nantinya akan menghambat oembentukan

angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan

aldosteron. Aldosteron menigkatkan retensi natrium dan ekresi

kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekresikan

bersama-sama dengan air. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril

adalah ketiga antagonis angiotensin. Obat-obat ini dipakai pada

klien dengan kadar renin serum yang tinggi.

2. Terapi Nonfarmakologi

Tindakan pengobatan supportif sesuai anjuran Joint National

Committee on Detenction, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure :

a. Turunkan BB pada obesitas.

b. Pembatasan konsumsi garam dapur.

c. Kurangi alkohol

d. Menghentikan merokok.

e. Olahraga teratur.

f. Diet rendah lemak jenuh.

g. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah)

(Bustan, 2007).
25

Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendekatan

nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan

alkohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan

intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi

antihipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam

resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya

menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130

sampai 139 mmHg, maka perlu dilakukan terapi obat-obatan

(Smeltzer & Bare, 2002).

2.3 Asuhan Keperawatan Hipertensi

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.

Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap

selanjutnya. Dan yang komprehensif dan valid akan menentukan

penetapan diagnosis keperawatan dengan tepat dan benar serta

selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan keperawatan

(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pengkajian Hipertensi menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat.

Perubahan irama jantung.

Takipnea.
26

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner, penyakit serebrovaskular.

Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan

darah diperlukan untuk menegakkan diagnosis).

Hipotensi postural (mungkin berhubungan dengan

regimen obat).

Nadi : Denyutan jelas dari karotis, jugolaris, radialis;

perbedaan denyut, spt., denyut femoral melambat

sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis;

denyut popliteal, tibialis posterior, pedialis tidak teraba

atau lemah.

Denyut apikal : PMI kemungkinan bergeser dan/atau

sangat kuat.

Frekuensi/irama : Takikardia, berbagai disritmia.

Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar; S3 (CHF dini);

S4 (pengerasan ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri).

Murmur stenosis valvular.

Desiran vaskular terdengar di atas karotis, femoralis

atau epigastrium (stenosis arteri).

DVJ [distensi vena jugularis] (kongesti vena).

Ekstremitas : Perubahan warna kulit, suhu dingin

(vasokonstriksi perifer); pengisian kapiler mungkin

lambat/ tertunda (vasokonstriksi).


27

Kulit-Pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti,

hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).

3. Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euforia, atau marah kronis (dapat mengindifikasikan

kerusakan serebral).

Faktor-Faktor stress multipel (hubungan, keuangan,

yang berkaitan dengan pekerjaan)

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu

perhatian, tangisan yang meledak.

Gerak tangan empati, oto muka tegang (khususnya

sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan

menghela, peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (spt.,

infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa

lalu).

5. Makanan/Cairan

Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan

tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (spt.,

makanan yang digoreng, keju, telur); gula-gula yang

berwarna hitam; kandungan tinggi kalori.

Mual, muntah.
28

Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/

turun).

Riwayat penggunaan diuretik.

Tanda : Berat badan normal atau obesitas

Adanya edema (mungkin umum atau tertentu); kongesti

vena, DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi

adalah diabetik).

6. Neurosensori

Gejala : Keluhan pening/pusing.

Berdenyut, sakit kepala suboksipital ( terjadi saat

bangun dan menghilang secara spontan setelah

beberapa jam).

Episode kebas dan/ atau kelemahan pada satu sisi

tubuh.

Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).

Episode epistaksis.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).

Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi

arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah).

Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi

sebelumnya.

Nyeri abdomen/masa (feokromositoma).


29

8. Pernapasan

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.

Takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal.

Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.

Riwayat merokok.

Tanda : Distres respirasi/ penggunaan otot aksesori pernapasan.

Bunyi napas tambahan (krakles/mengi).

Sianosis.

9. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan.

Episode parestesia unilateral transien.

Hipotensi postural.

10. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : Faktor risiko keluarga; Hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit

serebrovaskular/ginjal.

Faktor-Faktor risiko etnik; spt., orang Afrika-Amerika,

Asia Tenggara.

Penggunaan pil KB atau hormon lain; penggunaan

obat/alkohol.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai

status kesehatan atau masalah actual atau resiko dalam rangka


30

mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk

mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien

yang ada pada tanggung jawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2015:9).

Diagnosis keperawatan pada pasien hipertensi menurut Doenges (2000)

adalah sebagai berikut :

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokardia,

hipertrofi/tigiditas [kekakuan] ventikular.

2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

3. Nyeri [akut] (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskular serebral.

4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik, pola

hidup monoton, keyakinan budaya.

5. Koping individual inefektif berhubungan dengan krisis

situasional/maturasional, perubahan hidup beragam, relaksasi tidak

adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit atau tak pernah

olahraga, nutrisi buruk, harapan yang tidak terpenuhi, kerja

berlebihan, persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) rencana pengobatan

mengenai kondisi berhubungan dengan kurang pengetahuan/ daya

ingat, misinterpretasi informasi, ketebatasan kognitif, menyangkal

diagnosa.
31

2.3.3 Perencanaan / intervensi

Perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan,

melakukan kriteria hasil dan merumuskan intervensi (Tarwoto &

Wartonah, 2015:11).

2.3.4 Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan

dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan

mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi (Tarwoto &Wartonah,

2015:14).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan

untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan.

Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan

kesehatan pasien dengan tujuan atau krteria hasil yang telah ditentukan

(Tarwoto & Wartonah, 2015:15).

2.4 Konsep Dasar Senam Bugar Lansia

2.4.1 Definisi

Tehnik relaksasi otot progresif merupakan salah satu tehnik

pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis

dan parasimpatis.tehnik relaksasi otot progresif dialkukan untuk

mengurangi ketegangan, insomnia, dan asma serta dilakukan pada

penderita hipertensi (Rhamdani 2009).


32

2.4.2 Manfaat Senam Bugar Lansia

Untuk meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru serta

membakar lemak yang berlebihan ditubuh karena aktifitas gerak untuk

menguatkan dan membentuk otot dan beberapa bagian tubuh lainnya

seperti: pinggang, paha, pinggul, perut dan lain-lain. Meningkatkan

kelenturan, keseimbangan koordinasi, kelincahan, daya tahan dan

sanggup melakukan kegiatan-kegiatan dan olahraga lainnya.

2.4.3 Cara Senam Bugar Lansia

1. Gerakan Pemanasan

a. Tekuk kepala ke samping, lalu tahan dengan tangan pada sisi

yang sama dengan arah kepala. Tahan dengan hitungan 8-10,

lalu bergantian dengan sisi lain.

b. Tautkan jari-jari kedua tangan dan angkat lurus ke atas kepala

dengan posisi kedua kaki dibuka selebar bahu. Tahan dengan

8-10 hitungan. Rasakan tarikan bahu dan punggung.


33

2. Gerakan Inti

a. Lakukan gerakan seperti jalan ditempat dengan lambaian

kedua tangan searah dengan sisi kaki yang diangkat. Lakukan

perlahan dan hindari hentakan.

b. Buka kedua tangan dengan jemari mengepal dan kaki dibuka

selebar bahu. Kedua kepalan tangan bertemu dan ulangi

gerakan semampunya sambil mengatur napas.

c. Kedua kaki dibuka agak lebar lalu angkat tangan menyerong.

Sisi kaki yang searah dengan tangan sedikit ditekuk. Tangan

diletakkan dipinggang dan kepala searah dengan gerakan

tangan. Tahan 8-10 hitungan lalu ganti dengan sisi lainnya.


34

d. Gerakan hampir sama dengan sebelumnya, tapi jari mengepal

dan kedua tangan diangkat keatas. Lakukan bergantian secara

perlahan dan semampunya.

e. Hampir sama dengan gerakan inti 1, tapi kaki dibuang ke

samping. Kedua tangan dengan jemari mengepal ke arah yang

berlawanan. Ulangi dengan sisi bergantian.

f. Kedua kaki dibuka lebar dari bahu, satu lutut agak ditekuk dan

tangan yang searah lutut di pinggang. Tangan sisi yang lain

lurus kearah lutut yang ditekuk. Ulangi gerakan kearah

sebaliknya dan lakukan semampunya.


35

3. Pendinginan

a. Kedua kaki dibuka selebar bahu, lingkarkan satu tangan ke

leher dan tahan dengan tangan lainnya. Hitungan 8-10 kali dan

lakukan pada sisi lainnya.

b. Posisi tetap, tautkan kedua tangan lalu gerakkan kesamping

dengan gerakan setengah putaran. Tahan 8-10 hitungan lalu

arahkan tangan kesisi lainnya dan tahan dengan hitungan yang

sama.
36

2.5 Kerangka Konsep Studi Kasus

Bagan 2.1
Kerangka Konsep Studi Kasus

Pasien Hipertensi

Penerapan Senam
Penurunan
Bugar Lansia
Tekanan
Darah
Kenaikan
Tekanan Darah

Anda mungkin juga menyukai