Anda di halaman 1dari 11

PENYEBAB PERUBAHAN GARIS PANTAI

DAN
CARA MENANGGULANGINYA

Oleh :
DIANA PUSPITA DEWI
(F1AO17039)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2020
NAMA : DIANA PUSPITA DEWI

NIM : F1A017030

LINK VIDEO : https://youtu.be/SH_aI1DmmZM

Pendahuluan

Indonesia termasuk negara kepulauan atau benua maritim yang terletak di antara
Benua Australia dan Benua Asia serta membatasi Samudera Pasifik dan Samudera Hindia
(Gambar1-1). Negara kepulauan Indonesia merupakan untaian pulau-pulau, terdiri dari
17.805 buah pulau yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada,
yaitu sepanjang 81.000 km. Kepulauan terbentuk oleh berbagai proses geologi yang
berpengaruh kuat pada pembentukan morfologi pantai, sementara letaknya di kawasan
iklim tropis memberi banyak ragam bentang rupa pantai dengan banyak ragam pula
biotanya.

Gambar :Indonesia terletak diantara 2 benua


Pantai adalah kawasan yang bersifat dinamis karena merupakan tempat per-
temuan dan interaksi antara darat, laut, dan udara. Pantai selalu memiliki penyesuaian
yang terus menerus menuju keseimbangan alami terhadap dampak yang terjadi sehingga
mempengaruhi perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai merupakan salah satu
proses yang cukup dinamis dalam dinamika pesisir, seperti halnya juga perubahan delta
dan batimetri perairan pantai (Mills et al.,2005).

Garis pantai terletak di kawasan pantai yang merupakan kawasan yang


mempunyai beberapa ekosistem tersendiri dimana setiap kehidupan pantai saling
berkaitan antara satu sama lain, antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya saling
mempunyai keterkaitan serta berbagai fungsi yang kadang–kadang saling
menguntungkan maupun merugi- kan. Oleh karena itu, kawasan pantai merupakan
satu kawasan yang sangat dinamik begitu pula dengan garis pantainya.
Perubahan terhadap garis pantai adalah satu proses tanpa henti (terus menerus)
melalui pelbagai proses baik pengikisan (abrasi) maupun pe- nambahan (akresi) pantai
yang diakibat- kan oleh pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore current),
tindakan ombak dan penggunaan tanah (Vreugdenhil-1999). Perubahan garis pantai
merupakan salah satu proses yang cukup dinamis dalam dinamika pesisir, seperti halnya
juga perubahan delta dan batimetri perairan pantai (Mills et al.,2005).

Menurut Arief et al. (2011) perubahan garis pantai adalah suatu proses tanpa henti
(terus-menerus) melalui berbagai proses alami di pantai yang meliputi pergerakan
sedimen, arus menyusur pantai (longshore current), aksi gelombang permukaan laut dan
penggunaan lahan.

Perubahan garis pantai dapat disebabkan oleh faktor alami maupun antropogenik
(manusia). Faktor alami berupa sedimentasi, abrasi, pemadatan sedimen pantai, kenaikan
muka laut dan kondisi geologi. Faktor manusia berupa penanggulan pantai, penggalian
sedimen pantai, penimbunan pantai, pembabatan tumbuhan pelindung pantai, pembuatan
kanal banjir dan pengaturan pola daerah aliran sungai (Sudarsono, 2011). Perubahan garis
pantai dapat terjadi dari waktu ke waktu dalam skala musiman maupun tahunan,
tergantung pada daya tahan kondisi pantai dalam bentuk topografi, batuan dan sifat-
sifatnya dengan gelombang laut, pasang surut (pasut), dan angin (Opa, 2011).

Perubahan garis pantai tersebut dapat dipantau menggunakan teknologi satelit


penginderaan jauh, secara multi temporal. Teknologi penginderaan jauh adalah teknik
atau seni yang ber- landaskan pada penggunaan gelombang elektro magnetik. Teknologi
tersebut menghasilkan citra yang diperoleh dengan cara membangun suatu relasi
antara flux yang diterima oleh sensor yang dibawa oleh satelit dengan sifat-sifat fisik
obyek yang diamati/obyek di per- mukaan Bumi. Citra tersebut dianalisa untuk melihat
perubahan garis pantai. Dengan menggabungkan hasil analisa citra secara multitemporal
dan penge- tahuan pakar, proses perubahan garis pantai tersebut dapat diukur/diamati
secara detail.

Data Satelit

Aplikasi teknologi satelit peng-inderaan jauh telah banyak digunakan dalam


berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan, dan telah banyak satelit baik yang berorbit
polar maupun geostationer (berada pada posisi yang sama terus-menerus di atas Bumi
yang berorbit). Salah satu satelit berorbit polar adalah satelit seri Landsat, dimulai dengan
Landsat-4 MSS (Multi Spectral Scanner) dengan resolusi spasial 80 meter, Landsat-5
TM (Thematic Mapper) hingga satelit Landsat-7 ETM (Enchanced Thematic Mapper)
dengan resolusi spasial 30 meter dan 15 meter. Satelit seri Landsat merupakan satelit
berorbit polar, dengan ketinggian 900 km dan meliput Bumi setiap 16 hari. Pada
tahun 1998 Amerika Serikat telah meluncurkan Landsat 7 yang membawa sensor ETM+
yang terdiri atas 8 (delapan) kanal yang dapat bermanfaat untuk mendeteksi obyek-
obyek seperti dalam Tabel 2-1.
Tabel 2-1: APLIKASI KANAL-KANAL LANDSAT MSS DAN LANDSAT ETM

Panjang Panjang
Gelombang Gelombang
Kanal LS-MSS (μm) LS-ETM (μm) Aplikasi
1 0,45 – 0,52 Pemetaan perairan pantai,
membedakan tanah dan vegetasi,
tanaman berdaun jarum dan berdaun

2 0.5 – 0.6 0,52 – 0,60 gugur,membedakan tipe tanah.


Mendeteksi vegetasisehat,
mengestimasi konsentrasi sedimen air
3 0.6 – 0.7 0,63 – 0,69 Membedakan
dan pemetaanspesies tanaman
air keruh
4 0.7 – 0.8 0,76 – 0,90 Menentukan biomass, membedakan

5 0.8 - 1.1 1,55 – 1,75 tubuh air


Menentukan kelembaban vegetasi,

6 10,4 – 12,5 membedakan saljudan awan


Pemetaan suhu
7 2,08 – 2,35 Pemetaan hidrothermal, eksplorasi

8 0,50 – 0,90 mineral


Studi perkotaan

 Metode Ekstraksi Garis Pantai


Berbagai metode dalam meng- ekstrasi garis pantai telah banyak berkembang.
Garis pantai bisa diperoleh hanya dengan mengektraksi band tunggal, karena reflektan
dari kolom air kurang lebih sama dengan nol dari band infra merah. Pengalaman
menunjukkan bahwa band infra merah dari sensor ETM+ yaitu band 5 adalah band
terbaik dalam mengekstraksi interface daratan-lautan (Kelley, et al. 1998 dalam
Alesheikh, et al. 2007).
Penetapan garis pantai yang paling baik digunakan adalah interpretasi visual dari
kenampakan obyek dari komposit 543 (RGB) karena batas tegas antara air laut dan
daratan berada dapat dilukiskan (Winarso et al., 2001). Metode ini memiliki kelemahan
yaitu membutuhkan waktu yang lama ketika mendijitasi di atas layar (on screen)
untuk analisa data yang banyak karena garis pantai yang panjang. Lebih lanjut,
komposit 542 (RGB) ini sudah meng- ikutsertakan band-band dengan nilai korelasi yang
rendah antar bandnya dan mengandung informasi yang lebih tinggi dari komposit
lainnya (Moore, 2000).
KOMENTAR :
Data dari video : https://youtu.be/SH_aI1DmmZM

Penyebab perubahan garis pantai di wilayah pesisir utara jakarta

 Jakarta memiliki perkembangan infrastruktur Pembangunan yang signifikan hal ini


membuat daerah pesisir utara Jakarta amblas sehingga menyebabkan kemampuan
pantai untuk menahan gelombang laut berkurang akibatnya terjadi perubahan posisi
garis pantai utara Jakarta mendekati wilayah daratan .
 Adanya proyek proyek reklamasi diwilayah pesisir utara Jakarta yang menyebabkan
garis pantai mundur

Gambar : peta indeks perunahan garis pantai Jakarta


Contohnya wilayah pesisir Indramayu Jawa Barat dengan panjang garis pantai lebih
kurang 114 km merupakan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat strategis
dan berkembang dalam aktivitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri yang
mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastruktur transportasi utama Cirebon ke
Jakarta. Wilayah ini sebagai kawasan pantai dengan panorama indah dan menarik serta
sumber biota laut yang melimpah mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup tinggi.

Kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertambakan dengan cara pembabatan hutan


lindung, seperti mangrove, telah memacu abrasi pantai makin intensif terutama hampir di
sepanjang pantai perbatasan Jawa Tengah –Jawa Barat sampai daerah pantai Krawang
Pembukaan hutan lindung ini mengakibatkan kondisi pantai menjadi tidak stabil terhadap
arus pantai. Kondisi ini tentunya akan merubah aliran arus pantai dan arus ini akan
mengikis wilayah yang kurang stabil.

Sedimentasi yang membentuk tanah timbul mengakibatkan kepemilikan tanah yang


tidak legal. Sebaliknya, kerusakan wilayah pantai akibat abrasi pada daerah-daerah yang
kurang stabil terhadap erosi air laut, menyebabkan lahan menjadi kritis sehingga merusak
infrastruktur jalan (Pemda Kabupaten Indramayu, 1995).

Proses erosi pantai (abrasi) di daerah Indramayu berlangsung cukup kuat, sehingga
garis pantai telah mundur jauh dari garis pantai lama dan sudah mendekati jalan raya
Indramayu – Jakarta, yang pada saat ini bersisa jarak hanya kurang lebih 100 meter dari
tepi laut. Garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan
dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas gelombang, angin, pasang surut dan arus
serta sedimentasi daerah delta sungai.

Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistim pantai seperti
pembuatan tanggul dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar pantai. Hutan
bakau sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai daerah
pertambakan, hunian, industri dan daerah reklamasi yang mengakibatkan terjadinya
perubahan garis pantai. Daratan dan sedimen pesisir pada dasarnya dinamis bergerak
menurut dimensi ruang dan waktu. Gelombang pecah, arus pasang surut, sungai, tumbuhan
pesisir dan aktivitas manusia merupakan faktor yang menimbulkan perubahan dinamika
pantai untuk membentuk suatu keseimbangan pantai yang baru. Tidak setiap kawasan
pesisir dapat merespon seluruh proses perubahan, tergantung pada beberapa faktor
seperti jenis sedimen, morfologi dan kondisi geologi pantainya.

Gejala perubahan garis pantai perlu mendapat perhatian mengingat berdampak besar
terhadap kehidupan sosial dan lingkungan. untuk mengetahui kemungkinan pemanfaatan
lahan wilayah pesisir Indramayu secara optimal.
Proses Geologi yang sedang berlangsung Proses-proses geologi yang sedang berlangsung
dapat ditafsirkan dari peta geologi kuarter (Rimbaman, dkk, 2002 dan Suparan, dkk, 2000)
antara lain :
a. Proses pembentukan endapan dataran banjir yang menutupi sebagian besar wilayah
bagian utara.
b. Proses pelamparan daratan ke arah laut, diperlihatkan oleh terjadinya endapan laut
muda dan endapan dataran banjir di atas endapan laut, membentuk delta Sungai Cimanuk.
c. Proses abrasi di daerah pantai Eretan, yang diperlihatkan oleh bentuk garis pantai dan
endapan yang relatif tua, yang tidak tertutupi endapan dataran banjir.

Perubahan Garis Pantai Garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari
waktu ke waktu sejalan dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas gelombang, angin,
pasang surut dan arus serta sedimentasi daerah delta sungai. Perubahan garis pantai juga
terjadi akibat gangguan ekosistim pantai seperti pembuatan tanggul dan kanal serta
bangunan-bangunan yang ada di sekitar pantai. Hutan bakau sebagai penyangga pantai
banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai daerah pertambakan, hunian, industri
dan daerah reklamasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.
Perkembangan garis pantai berdasarkan pola sedimentasi di pantai utara Jawa Barat
kemungkinan akan menyebabkan terbentuknya beberapa sumenanjung dan teluk. Pola
sedimentasi mulai dari Cilamaya Pamanukan sampai dengan Indramayu ditafsirkan
berdasarkan data geologi kuarter memperlihatkan adanya pergerakan maju (progradasi)
dan abrasi .
Pantai abrasi di wilayah pesisir pada umumnya mempunyai dampak negatif, karena
mengakibatkan lahan menjadi berkurang, sedangkan pantai akresi mempunyai dampak
positif dan negatif.

 Dampak positif, adalah semakin bertambahnya lahan tambak dan lahan pertanian
di daerah tersebut.
 Sedangkan dampak negatif adalah terjadinya pendangkalan alur sungai yang
mengakibatkan kapal-kapal nelayan kesulitan untuk memasuki sungai.

Pendangkalan juga terjadi di laut yaitu di sekitar dermaga atau pelabuhan yang dapat
mengganggu kegiatan kapal nelayan keluar masuk pelabuhan.
Wilayah Pantai Abrasi dan Akresi Peta perubahan garis pantai menunjukkan adanya
kaitan antara faktor alam dan tingkah laku manusia setempat sebagai penyebab
terjadinya perubahan garis pantai (abrasi dan akresi), dijelaskan antara lain sebagai
berikut :
1. Sifat dataran pantai yang masih muda dan belum seimbang, di pantai Eretan yang
diperlihatkan oleh bentuk garis pantai. Kondisi lahan sudah mengalami abrasi
mendekati jalan raya Jakarta Cierebon sejauh tinggal beberapa puluh meter saja dari
badan jalan raya.
2. Demikian juga pantai wisata Tirtamaya, memiliki kondisi tegak lurus terhadap
kedatangan angin dan gelombang laut, sehingga banyak bangunan pantai yang hilang,
juga perlindungan pantai yang ada juga sudah mulai terkikis air laut.
3. Kehilangan perlindungan pantai, yaitu hutan bakau yang hilang oleh terpaan
gelombang.
4. Pendangkalan sungai yang mengakibatkan kapal-kapal nelayan mengalami kesulitan
untuk keluar masuk sungai. Penataan DAS di daerah hulu dengan pemanfaatan lahan
tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan pendangkalan di daerah hilir.
5. Perusakan perlindungan pantai alami akibat penebangan pohon bakau untuk
pembukaan lahan baru sebagai kawasan pertambakan ikan/udang. Pembukaan lahan ini
dilakukan karena tuntutan pengembangan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup manusia .
6.Perubahan keseimbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat pembuatan
perlindungan pantai, seperti pembuatan jetty, pemecah gelombang, pembangunan
pelabuhan di kawasan industri perminyakan Balongan, dengan melalui kegiatan
reklamasi pantai.

Kondisi pantai abrasi dan pantai akresi di daerah pesisir Indramayu , (pantainya
ditempati oleh alluvium, hal ini disebabkan oleh banyaknya sungai yang bermuara di
daerah penelitian. Pada umumnya daerah ini mempunyai daya dukung terhadap energi
gelombang sangat kecil. Proses abrasi terjadi di sepanjang pantai eretan, pada saat ini
sudah pada tingkat penanganan yang serius, mengingat daerah pantai Eretan
merupakan daerah padat dengan berbagai infrastruktur seperti jalan raya pantai utara
Jakarta- Cirebon yang mempunyai jarak dari pantai tinggal beberapa puluh meter saja,
kawasan pemukiman dan rencana pengembangan sarana transportasi.

Bangunan penahan abrasi yang ada sekarang sudah mulai bergerak ke arah darat
dan telah banyak memakan korban seperti rumah penduduk, lahan pertanian dan
pertambakan.
Penggunaan Lahan Pantai Abrasi dan Akresi Secara rinci daerah penggunaan lahan
wilayah pesisir pantai Indramayu mempunyai sifat-sifat lahan sebagai berikut :
1. Lahan hutan bakau/konservasi, bersifat kultural untuk perlindungan dan pelestarian
alam
2. Lahan industri termasuk pertambakan ikan dan udang, karena sifat permukaan yang
datar serta posisi geografi memberikan kemudahan bagi pengembangan industri.
Transportasi barang dan orang melalui air (laut dan sungai) dapat menekan biaya
produksi.
3. Lahan pemukiman, karena perkembangan industri, perdagangan, pertanian dan
kegiatan lainnya akan menarik manusia untuk tinggal menetap dan mencari nafkah.
4. Lahan pertanian, endapan dataran banjir yang menutupinya merupakan endapan
yang subur untuk dimanfaatkan sebagai tanah pertanian.
5.Lahan wisata, sehubungan dengan keindahan alam pantai dan kebutuhan rohani
manusia.
6.Lahan untuk kebutuhan infrastruktur, sebagai akibat pembangunan dan
pengembangan wilayah pesisir.
Cara menanggulangi dampak negatif perubahan garis pantai

Secara keseluruhan Rencana Tata Ruang diharapkan dapat mewujudkan


keterkaitan antar kegiatan dengan memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 10 tahun
mendatang yang terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan budidaya.

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama


melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan untuk pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama membudidayakan berdasarkan
keadaan dan potensi sumberdaya alam dan manusia. Kawasan budidaya meliputi
Kawasan pertanian, Kawasan hutan produksi, Kawasan pemukiman, Kawasan Industri
dan Kawasan wisata.

Pemanfaatan daerah dengan lahan bertambah (akresi) untuk pengembangan


usaha seperti kawasan pertambakan ikan perlu ditata sedini mungkin untuk untuk
mencegah terjadinya konfllik dengan adanya lahan baru/tanah timbul, jika
memungkinkan perlu dibuat Peraturan Pemerintah Daerah tentang penggunaan lahan
baru/tanah timbul di daerah akresi. Untuk daerah dengan potensi pengembangan
rendah dan tidak dipakai sebagai masukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah agar
dimanfaatkan secara optimal sesuai peruntukannya bagi kelangsungan hidup
masyarakat setempat.

Anda mungkin juga menyukai