Anda di halaman 1dari 3

BAB 3

SKENARIO KASUS

3.1. Kasus

Limbah Medis Penanganan Covid-19 Ditemukan Bercampur Sampah


Rumah Tangga di TPA Bekasi

Limbah medis bekas penanganan pasien terkait Covid-19 ditemukan


dibuang di tempat pembuangan akhir ( TPA) Sumurbatu, Kota Bekasi, dan
TPA Burangkeng, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Temuan tersebut
berdasarkan observasi dan investigasi mulai tanggal 1 hingga 23 Juni 2020
oleh Koalisi Persampahan Nasional. Ketua Koalisi Persampahan Nasional
(Kpnas) Bagong Suyoto mengatakan, limbah medis yang ditemukan
jumlahnya cukup banyak yakni, masker, sarung tangan, dan tisu. “Limbah
medis tersebut sudah dicampur dengan plastik, kertas, karung, busa, ranting
dan daun, kayu. Fakta itu diduga kuat limbah medis berasal dari rumah sakit,
klinik kesehatan maupun puskesmas,” kata Bagong melalui pesan tertulis,
Selasa (30/6/2020).

Bagong mengungkapkan, sesuai informasi dari sejumlah pemulung dan


temuannya di lapangan, pembuangan limbah medis di TPA Sumur Batu dan
TPA Burangkeng sudah berlangsung sejak munculnya kasus Covid-19.
Ia menilai, hal tersebut terjadi lantaran tidak adanya pemilahan sampah di
tingkat sumber, termasuk kategorial limbah beracun dan berbahaya (B3).
Selain itu, tidak ada penampungan khusus limbah medis dan sampah bekas
penanganan Covid-19 menjadi penyebab utama limbah tersebut tergabung
dengan limbah rumah tangga lainnya. Padahal kata Bagong, seharusnya
limbah medis maupun limbah rumah tangga dipilah terlebih dahulu sebelum
dibuang TPA. “Biasanya limbah medis dan sampah dipilah dan diambil yang
bernilai ekonomis, seperti botol dan selang infus, botol dan kemasan obat,
dan gelas mineral. Bahkan sampai jarum suntik pun dikumpulkan, setelah
banyak pembelinya datang. Semua itu sudah ada pembelinya. Namun, yang
mengerikan sisa-sisa sortirnya dibuang sembarangan atau di-dumping,” ucap
dia.

3.2. Analisa Kasus


Dalam kasus ini perihal pengolahan sampah medis belum terlaksana
dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya banyak limbah medis
yang bercampur dengan limbah rumah tangga di tempat pembuangan akhir
(TPA). Kejadian ini tentu sangat berbahaya bagi tenaga kebersihan,
pemulung, serta warga sekitar.
Limbah rumah sakit dibagi menjadi dua kelompok secara umum
yaitu limbah medis dan limbah non medis (Pertiwi, 2017). Limbah
medis rumah sakit dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) seperti disebutkan dalam Lampiran I PP No. 101
Tahun 2014 bahwa limbah medis memiliki karakteristik infeksius.
Limbah B3 dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan juga
dampak terhadap kesehatan masyarakat serta makhluk hidup lainnya
bila dibuang langsung ke lingkungan. Selain itu, limbah B3 memiliki
karakteristik dan sifat yang tidak sama dengan limbah secara umum,
utamanya karena memiliki sifat yang tidak stabil, reaktif, eksplosif, mudah
terbakar dan bersifat racun. Jika limbah medis tidak dikelola dengan baik,
maka kondisi tersebut akan memperbesar kemungkinan potensi limbah rumah
sakit dalam mencemari lingkungan serta menularkan penyakit dan
juga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja (Pertiwi, 2017).
Riyanto, 2013 dalam bukunya yang berjudul “limbah bahan berbahaya dan
beracun” mengungkapkan bahwa apabila benda tajam seperti jarum suntik
yang berasal dari limbah rumah sakit kontak dengan manusia akan dapat
menyebabkan infeksi hepatitis B dan C serta HIV. Selain itu buangan
limbah rumah sakit lainnya juga dapat menyebabkan penyakit antara lain
kolera, tifoid, malaria, dan penyakit kulit.
Pengelolaan limbah B3 di rumahs akit sangat diperlukan karena
apabila limbah B3 tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
dampak antara lain: mengakibatkan cedera, pencemaran lingkungan, serta
menyebabkan penyakit nosokomial. Pengelolaan limbah B3 rumah sakit
yang baik diharapkan dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan
tersebut. dampak negatif yang diakibatkan dari pelayanan kesehatan
adalah limbah dari rumah sakit yang dapat menyebabkan penyakit dan
pencemaran lingkungan jika dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Sebagaimana sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia No.P. 56 Tahun 2015 juga menyebutkan
Rumah sakit termasuk salah satu fasilitas pelayanan kesehatan wajib
melakukan pengelolaan limbah B3 yang meliputi pengurangan dan
pemilahan limbah B3, penyimpanan limbah B3, pengangkutan limbah
B3, pengolahan limbah B3, penguburan limbah B3, dan/atau penimbunan
limbah B3.
Sumber berita:

https://www.mongabay.co.id/2020/08/06/buruknya-penanganan-sampah-medis-
bisa-perparah-pandemi/ (diakses pada tanggal 19 September 2020, pukul 06.17
WIB)

Daftar Pustaka

Riyanto. (2013). Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Yogyakarta:


Deepublish.

Pertiwi, V.(2017)Evaluasi pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun


(B3) di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
JurnalKesehatan Masyarakat 5(3), ISSN: 23P.56-3346. Diakses dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/download/17260/16518

Anda mungkin juga menyukai