Anda di halaman 1dari 28

Formulasi Teknologi Sediaan

JUMAT, 17 JUNI 2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian cairan intravena dimaksudkan untuk pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh tepatnya ke
dalam pembuluh darah vena. Hal ini untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
darah maupun nutrisi. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada
pasien, seberapa besar cairan tubuh yang hilang.

Infus merupakan sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak.

Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan dirumah
sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah tingginya biaya perawatan dan
waktu perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelasaknaannya selalu
mengacu pada standar yang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksi atau beragai permasalahan
akibat pemasangan infus dapat dikurangi.

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh,
melalui jarum kedalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat
– zat makanan dari tubuh.

Praktikum formularium sediaan steril ini ditujukan agar mahasiswa dapat memahami sediaan infus dan
dapat membuat sediaan infus yang baik dan benar yang nantinya dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui formulasi infus

2. Untuk mengetahui pembuatan infus

3. Untuk mengetahui evaluasi sediaan infus

1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui formulasi infus

2. Dapat mengetahui pembuatan infus

3. Dapat mengetahui evaluasi sediaan infus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sterilisasi

Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk pathogen, non pathogen
vegetatif, maupun non vegetative dari suatu objek atau material.

Alasan melakukan Sterilisasi:

· Untuk mencegah transmisi penyakit

· Untuk mencegah pembusukan material/mikroorganisme

· Untuk mencegah kompetisi nutrient dalam media pertuhan sehingga kultur organisme spesifik
berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk
memproduksi minumam dan antibiotika).

2.1.1 Macam macam sterilisasi

Modifikasi atau kombinasi dari cara-cara ini dapat dapat dilakukan dengan ketentuanbahwa posedur
yang dipilih divalidasi dengan memperhatikan efektivitas dan integritas produk. Untuk semua metode
sterilisasi, kondisi kritis dari operasi untuk mengkonfirmasi bahwa kondisi yang
dipersyaratkansebelumnya dapat dicapai oleh bets secara keseluruhan selama proses sterilisasi seluruh
bets.

1. Sterilisasi terminal

Untuk sterilisasi terminal, penting sekali dipertimbangkan ketidakseragaman secara fisik, dan ada
kalanya (jika relevan) kondisi kimia di dalam ruang (chamber) sterilisasi. Lokasi dalam ruang sterilisasi
yang sesak (crowed) dapat dicapai oleh agen sterilisasi. Untuk setiap sterilisasi, tentukan pembebanan
dari setiap tipe dan ukuran kontener atau kemasan (sebagai contoh, lokasi terdingin dalam suatu
oktoklaf), tentukan kematian minimal yang disebabkan oleh siklus sterilisasi dan reprodusibilitas siklus
untuk menjamin bahwa semua beban akan menerima yang diberikan sesuai dengan cara yang
digunakan secara konsisten.
Sesudah menetapkan proses sterilisasi terminal, pengetahuan tentang kinerja penggunaan (aplikasi)
secara rutin dapat diperoleh dengan cara memantau dan merekam kondisi fisika dan kimia yang dicapai
dengan beban tertentu di dalam ruang sterilisasi pada setiap siklus sterilisasi, dengan menggunakan cara
yang sesuai.

a. Sterilisasi uap jenuh (pemanasan dalam otoklaf)

Sterilisasi mengutamakan tekanan uap lebih disukai bila dapat diterapkan, terutama untuk sediaan
baru.untuk sterilisasi secara terminal ini, kondisi baku untuk proses sterilisasi adalah pemanasan
minimal pada suhu 1210C selama 15 menit.

b. Sterilisasi udara kering

Untuk metode sterilisasi secara terminal menurut metode ini, kondisi acuan adalah pada suhu minimum
1600C selama sekurang-kurangnya 2 jam. Kombinasi suhu dan waktu lain dapat digunakan asal saja
metode sterilisasi tersebut dapat dibuktikan lebih menunjukkan hasil yang memuaskan, yaitu cara yang
cukup dan reprodusibel menyebabkan kematian mikroba.Sterilisasi udara kering ini dilakukan dalam
oven yang dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara atau alat lain yang dirancang secara khusus untuk
mencapai sasaran proses sterilisasi dengan udara kering. Suhu biasanya diukur melalui elemen peka
(penngukur) suhu yang dimasukkan ke dalam kontener representative, bersama denganelemen
tambahan pada bagian paling dingin dari ruanagan yang dibebani dengan produk yang disterilkan.Udara
kering panas dengan suhu di atas 2200C sering digunakan untuk tujuan sterilisasi dengan depirogenisasi
peralatan gelas.

c. Sterilisasi secara ionisasi

Sterilisasi menurut cara ini dicapai dengan cara ekspose terhadap ionisasi radiasi dalam bentuk radiasi
gamma dari sumber radio isotope yang sesuai (seperti kobal 60) atau sinar electron yang dikuatkan
melalui aselerator electron. Untuk sterilisasi terminal dengan cara ini, sebagai racun, arahan dosis yang
diabsorpsi sebesar 25 kGy. Prosedur dan tindakan pengamanan yang dilakukan harus sedemikian rupa
sehingga menghasilkan SAL 10-6 atau SAL yang lebih baik.

d. Sterilisasi gas

Cara sterilisasi ini hanya digunakan jika tidak ada alternative lain yang sesuai untuk sterilisasi. Penting
sekali diperhatikan jaminan akan terjadinya penetrasi gas dan uap air ke dalam material yang akan
disterilkan, dan selanjutnya diikuti oleh proses eliminasi gas pada kondisi yang sebelumnya sudah
ditetapkan dapat dihilangkan. Efektivitas proses yang diaplikasikan pada setiap beban yang disterilkan
diperiksa dengan cara menggunakan indikator biologi yang sesuai. Sampel yang sesuai dari setiap bets,
diperiksa sterilitasnya sebelum bets boleh/dapat diloloskan.

e. Filtrasi (penyaringan)

Beberapa bahan aktif dan produk yang tidak dapat disterilakn secara terminal panas dapat disterilkan
melalu prosedur penyaringan menggunakan filter dari tipe tertentu yang sudah dibuktikan dapat
memberikan hasil yang memuaskan, dengan cara melakukan pengujian tantangan secara mikrobiologi
menggunakan mikroorganisme yang sesuai. Proses produksi dan lingkungan dirancang sedemikian rupa
untuk meminimalkan kontaminasi mikroba dan dipantau secara teratur sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan. Peralatan, kontener, dan penutup, dan jika mungkin, komponen merupakan subjek
dari proses sterilisasi yang sesuai. Direkomendasikan agar proses filtrasi dilakukan sedekat mungkin
dengan titik pengisian ke dalam kemasana akhir. Operasi yang mengikuti filtrasi dilakukan di bawah
kondisi aseptic. Karena adanya resiko tambahan dari metode filtrasi dibandingkan dengan metode
sterilisasi lain, adakalanya perlu dilakukan penyaringan pendahuluan (prefiltrasi) melaui filter yang dapat
menahan bakteri, terutama dalam kasus dimana “bioburden” yang rendah tidak dapat dijamin melaui
acara lain.

f. Preparasi secara aseptic

Tujuan proses secara aseptic adalah untuk menjaga sterilisasi produk yang dibuat dari bermacam
komponen yang masing-masing telah disterilkan menurut salah satu cara seperti telah dibahas
sebelumnya.

2.1.2 Metode Sterilisasi

Secara umum metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 : metode sterilisasi akhir dan metode
aseptis. Pemilihan metode disesuaikan dengan stabilitas zat aktif, formula dan metode terilisasi yang
digunakan.Pada umumnya suatu proses yang dapat menghancurkan zat hidup juga mampu meyebabkan
beberapa kerusakan pada obyek saat disterilkan. Dengan alasan inilah maka kadang- kadang diperlukan
energi minimum, misalnya dalam bentuk panas, untuk memperkecil kerusakan bahan, tetapi dalam
jumlah yang cukup menjamin bahwa semua bentuk mikroorganisme telah dihancurkan dalam obyek
atau bahan tersebut.

1) Pre Sterilisasi produk (aseptis)

Produk yang akan diproses menjadi produk steril, bila memungkinkan, hendaknya diutamakan
disterilkan dengan sterilisasi akhir dengan cara dipanaskan dalam wadah akhir. Bila sterilisasi cara panas
tidak memungkinkan karena stabilitas formula produk, hendaklah dipakai metode sterilisasi akhir yang
lain setelah dilakukan filtrasi dan/atau proses aseptik. Pada tahap pre sterilisasi produk ini dilakukan
proses aseptis terhadap faktor bahan sediaan , alat dan personal.Sterillisasi pada metode ini biasanya
dilakukan pada produk yang tidak tahan panas. Sehingga hanya peralatan dan wadah yang disterilisasi
dengan autoclaf. Saat sediaan sudah diracik, sediaan disterilisasi dengan metode penyaringan dan
langsung dikemas dalam wadah yang sudah steril.Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kerusakan bahan aktif sediaan obat yang sudah dibuat.

2) Post Sterilisasi produk (Terminal sterilisation)

Biasanya post sterilisasi ini dilakukan pada bahan sediaan yang tahan panas. Sehingga setelah dilakukan
pembuatan sediaan secara aseptis, maka bahan sediaan yang sudah jadi dikemas dalam wadah yang
tahan panas dan dilakukan sterilisasi dengan menggunakan autoclaf.
2.2 Ruang Produksi

Ruangan produksi sediaan steril di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihan dan kesterilan ruangannya. Ruang produksi adalah tempat yang disiapkan secara khusus dari
bahan – bahan dan tata bentuk yang harus sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik. Hal ini
dimaksudkan agar obat dan bahan obat yang akan diproduksi terhindar dari kontaminasi. Berdasarkan
standar industri/ pabrik farmasi area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki
spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :

a. Unclassified Area

Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk kepentingan tertentu
ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah laboratorium kimia (suhu
terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan
ruang teknik.

b. Black area

Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini adalah koridor
yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging bahan kemas dan ruang kemas
sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala)

c. Grey area

Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah ruang
produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang
preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke
area ini wajib mengenakan gowning(pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi
ruang ganti pakaian grey dan airlock.

d. White area

Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk dalam area ini adalah
ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi steril, ruang mixing untuk produksi
steril, background ruang filling, laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang
akan memasuki area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas
partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock. Airlock
berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan yang berbeda untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan
kelas kebersihan lebih tinggi.

Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki
persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change rate.

Dalam pembuatan produk steril terdapat 4 kelas ruang bersih :


a. Kelas A

Zona ruangan untuk kegiatan yang beresiko tinggi, missal daerah pengisian, wadah, tutup karet, ampul
dan vial terbuka, serta pengembangan (pelarutan) secara aseptic.Umumnya kondisi ini dicapai dengan
memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) ditempat kerja. System udara laminar haruslah
mengalirkan udara dengan kecepatan teratur dan rata – rata berkisar anatara 0,36 – 0,54 m/detik ( nilai
acuan ) pada posisi kerja dalam ruang bersih.

b. Kelas B

Untuk pembuatan dan pengisisan seacara aseptic. Kelas ini merupakan lingkungan yang
melatarbelakangi zona kelas A

c. Kelas C dan D

Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk stetil dengan tingkat resiko lebih rendah.

Kelas

Kegiatan pre sterilisasi produk (aseptis)

Pembuatan dan pengisian secara aseptis

Pembuatan larutan yanng akan disaring

Penanganan komponen seetlah pencucian

Kelas

Kegiatan post sterilisaasi produk (terminal sterilisasi)

Pengisian produk, bila ada resiko di luar kebiasaan

Pembuatan larutan , pengisian produk

D
Pembuatan larutan dan penyiapan komponen sebelum proses pengisian

(sumber : Goeswin Agoes dalam farmasi steril)

Ø Syarat ruang produksi steril adalah sebagai berikut:

1. Bebas mikroorganisme aktif

2. Udara yang ada di dalam ruangan disaring dengan HEPA(Hight Particulate Air) filter

3. Tekanan positif (tekanan udara dalam ruanagn lebih besar dari udara di luar sehingga udara
mengalir ke luar)

4. Semua saluran air haruslah terbuka dan mudah dibersihkan serta dihubungkan dengan drainase luar
untuk mencegah masuknya cemaran mikrobiologi.

5. Suhu dan kelembaban ruangan dijaga agar keadaan nyaman.

6. Alur personil dan alur barang harus tersendiri

2.3 Personal

Dalam pembuatan sediaan steril, seorang tenaga yang bertugas haruslah mematuhi beberapa
prosedur. Prosedur tersebut diantaranya :

1) Mengecek kesehatan jasmani dan rohani secara rutin sesuai ketentuan.

2) Sebelum memasuki ruang kerja, tenaga yang bertugas haruslah sudah memahami karakteristik
bahan yang akan diolah, memahami benar formulasi yang akan dibuat dan memahami prosedur kerja
baik itu prosedur kerja dalam penimbangan, pengujian, pencampuran, maupun penggunaan peralatan.

3) Tenaga yang bertugas melengkapi diri dengan APD (Alat Perlindungan Diri) seperti sarung takan,
menggunakan pakaian khusus, memakai masker dll

4) Melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja

Ø Berikut adalah peraturan yang harus dipatuhi individu untuk membuat sediaan steril :

1) Hanya personil yang diperlukan , dalam jumlah terbatas, boleh berada di area bersih

2) Personil yang bekerja di area bersih dan steril hendaknya dipilih secara seksama untuk memastikan
mereka dapat diandalkan untuk bekerja denan penuh kedisiplinan dan tidake mengidap suatu penyakit ,
atau tidak dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis
terhadap produk.
3) Staf yang bekerja dngan bahan yang berasal dari jaringan hewan seharusnya tidak memasuki area
produk steril.

4) Pakaian dari rumah tidak boleh dibawa masuk ke area bersih dan personil yan masuk kamar ganti
pakaian harus sudah mengenakan pakaian kerja standar reguler.

5) Pkaian kerja reguler tidak boleh dibawa masuk ke dalam kamar ganti pakaian yang berhubungan
denan ruang kelas B dan C.

6) Arloji, kosmetik dan perhiasan hendaklah tidak dipakai di area bersih.

Ø Alat Perlindungan Diri

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja
untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan.

1) Pelindung kepala,biasanya bahan yang digunakan sebagai pelindung kepala pada ruang steril adalah
bahan parasut.

2) Proteksi Badan, berfungsi sebagai pelindung tubuh atau pakaian dari kontak dengan bahan aktif
maupun sediaan steril yang akan dibuat. Proteksi badan yang dikenakan selama bekerja di laboratorium,
yang dikenal dengan sebutan jas laboratorium.

Selain jas laboratorium, proteksi badan juga berupa Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut
ini direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi (mis., ketika menangani bahan kimia
yang bersifat karsinogenik dalam jumlah yang sangat banyak). Tentu dalam pembuatan sediaan yang
bersifat karsinogenik perlu penanganan yanng aseptis dan steril.

3) Proteksi Tangan (sarung tangan),Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat
penting apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Selain itu sarung tangan juga
membantu meminimalisir terjadinya kontaminasi tubuh dengan sediaan steril yang akan dibuat.

Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan
kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari
bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi.

4) Proteksi Kaki, untuk melindungi kaki kemungkinan tumpahan bahan kimia (korosif/beracun,
kontaminan). Sepatu khusus untuk lab setril biasanya terbuat dari bahan karet.

JENIS AIR:

1. Aquabides/aqua destilation yaitu larutan murni yang biasanya dipakai sebagai pencampuran obat
suntik, sebagai campuran dan larutan sebagai sterilitas.

Water for Injection (WFI) is water purified by distillation or reverse osmosis.”Aqua Pro Injeksi
merupakan air yang di jernihkan dengan cara destilasi atau dengan reverse osmosis.Aqua Pro Injeksi di
buat dengan cara destilasi atau dua tahap RO. Disimpan dan dialirkan pada suhu tinggi (80oC) untuk
memperoleh kualitas standar microbia.Qualitas Mikroba: Pada USP monografi, tidak disebutkan batas
minimum bakteri dari Aqua Pro Injeksi. Tidak perlu terlalu steril. Akan tetapi, pada monografi dijelaskan
dengan detil bahwa Aqua Pro Injeksi tidak mengandung lebih dari 0.25 USP endotoxin unit (EU) per mL.
Endotoksin merupakan kelas dari pirogen yang merupakan komponen dari dinding sel dari bakteri gram
negatif (bakteri yang paling banyak dalam air).Dinding sel tersebut terlepas saat sel bakteri tumbuh
ataupun berasal dari bakteri mati. Dengan kata lain air tersebut harus memiliki qualitas terhadap
microbial yang tinggi agar memiliki konsentrasi endotoxin yang rendah. Pada USP di sebutkan batas
rekomendasi minimum 10 cfu/ 100 mL (red: CFU = Colony Forming Unit). Metode yang digunakan untuk
mengetes adalah membran filterasi dari 100 mL sampel dan lempeng agar pada temperatur inkubasi 30
– 35 derajat Celsius selama 48 jam.

Qualitas Kimia: Kemurnian terhadap zat kimia yang dibutuhkan aqua pro injeksi sama dengan aquadest

· (proses pembuatan sampai terbentuknya API)

Air yang digunakan untukpembuatan sediaan injeksi harus melewati beberapa tahap. Pertama harus
dilakukan purified water system. Purified water system merupakan system pengolahan air yang dapat
menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan organic, partikel, mikroba dan gas) yang terdapat di dalam
air yang akan digunakan untuk produksi air. Air (raw water) pengolahan air dapat diperoleh dari air
PDAM (city water), sumur dangkal (shallow well) dengan kedalaman 10 – 20 m, atau berasal dari sumur
dalam (deep well)dengan kedalaman 80 – 150 m. Variasi mutu dari pasokan air mentah (raw water)
yang memenuhi syarat ditentukan dari target mutu air yang akan dihasilkan. Demikian pula mutu air
menentukan peralatan yang digunakan untuk pengolahan air tersebut.

Purified water system terdiri dari : multimedia filter(untuk menghilangkan lumpur, endapan dan
partikel-partikel yang terdapat pada raw water), carbon filter(untuk pre-treatment sebelum proses de-
ionisasi untuk menghilangkan klorine, chloramines, benzene, pestisida, bahan-bahan organic, warna,
baud an rasa pada air), water softener(untuk menghilangkandan menurunkan kesadahan air dengan
cara mengikat ion kalsium dan magnesium), heat exchanger (HE), micro filter, ultra filtration (R.O =
Reverse osmosis)(untuk menghilangkan kadar oksigen dalam air), dan Elektro De- Ionization (EDI)
(pengikat ion positif dan negative)

Kemudian tahap berikutnya untuk memperoleh water for injection yaitu melakukan destilasi
(penyulingan). Pengolahan air untuk WFI berasal dari purified water system, yang selanjutnya dilakukan
destilasi (penyulingan) dengan terlebih dahulu melewati lampu UV untuk membunuh bakteri. Setelah
memalui proses destilasi maka diperoleh lah Water For Injection (WFI). Selanjutnya, WFI yang dihasilkan
kemudian disimpan dalam storage tank pada suhu 70-800 C sebelum didistribusikan untuk produksi
produk steril.
2.2 Sediaan Infus

2.2.1 Definisi Infus

· Menurut Farmakope Indonesia III hal 12

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90o selama
15 menit.

· Menurut Farmakope Indonesia IV hal 9

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia nabati

dengan air pada suhu 90o selama 15 menit.

· Menurut Ilmu Resep hal 228

Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhadap darah, dan disuntikkan langsung ke dalan vena dalam volume relatif banyak.

· Menurut IMO hal 190

Infus adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
kulit atau melalui selaput lendir.

2.2.2 Syarat Sediaan Infus

1. Aman. Tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis yang tidak diinginkan.

2. Sediaan harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam sediaan tersebut.

3. Bebas dari partikel asing. Partikel asing merupakan partikel yang bukan penyusun sediaan. Sumber
partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr dari alat/pakaian personil, alat-
alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).

4. Harus steril, dan bebas pirogen

5. Memenuhi seseragaman volume.

6. Memenuhi uji kebocoran.

7. Stabil, artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Ketidakstabilan dapat dilihat dari:
perubahan warna dan pengendapan.

8. Sedapat mungkin isohidri (pH larutan sama dengan pH darah, pH fisiologis tubuh = 7,4),dan
isotonis(tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh.), Tujuan sediaan infus
dibuat isotonis untuk meminimalkan trauma pada pembuluh darah.
2.2.3 Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Infus

a) Keuntungan

· Bekerja cepat

· Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin

· Obat padat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau dalam keadaan koma

· Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat

b) Kerugian

· Rasa nyeri pada saat disuntikkan

· Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut suntik

· Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah
pemberian intravena

· Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat prakter dokter oleh
perawat yang komponen

2.2.4 Penggolongan Infus Berdasarkan Komposisi dan Kegunaannya

a. Infus Elektrolit

Infus yang digunakan untuk membantu memulihkan kestabilan elektolit / cairan tubuh. Infus jenis ini
mengandung ino - ion seperti K+, Mg++, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organic asam fosfat ATP,
heksosa monofosfat, dan lain-lain. Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi
perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma
yang menyimpang, yaitu : Asidosis (kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida
dalam jumlah berlebih) dan Alkalosis (Kondisi plasma yang terlampau basa akibat ion Na, K, Ca dalam
jumlah berlebih). Kehilangan natrium disebut hipovolemia, sedangkan kekurangan H2O disebut
dehidrasi, kekurangan HCO3 disebut asidosis, metabolic dan kekurangan K+ disebut hipokalemia.

b. Infus Karbohidrat

Sediaan infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk donor kalori. Kita menggunakannya
untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia dan lain-lain. Keguanaan: 5% isotonis,
20% untuk diuretika dan 30-50% terapi oedema di otak. Contoh sediaan adalah : larutan Manitol 15-20%
digunakan untuk menguji fungsi ginjal.

c. Infus Elektrolit dan karbohidrat


Merupakan infus kombinasi antara karbohidrat dan elektrolit. Contoh infus jenis ini adalah infus KA-EN 4
B paed (otsuka)

d. Larutan Irigasi

Sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter). Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi
digunakan diluar system peredaran dan umumnya menggunakam jenis tutup yang diputar atau plastic
yang dipatahkan sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Kita menggunakan larutan
untuk merendam atau mencuci luka-luka sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi
perdarahan. Kita biasa mengguanakannya dalam kegiatan Laparotamy, Arthroscopy, Hysterectomy, dan
turs (urulogi). Contoh sediaan : Larutan Glycine 1,5% dalam 3 liter, dan Larutan asam asetat 0,25%
dalam 1-3 liter.

Persyaratan larutan irigasi sebagai berikut :

1. Isotonic dan steril

2. Tidak diabsorbsidan cepat diekskresi

3. Bukan larutan elektrolit

4. Tidak mengalami metabolisme

5. Mempunyai tekanan osmotic diuretic.

e. Larutan dialisis Peritoneal

Larutan steril dalam jumlah besar (2 liter) dan tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi dibaairkan
mengalir kedalam ruangan peritoneal dan umumnya menggunakan tutup plastic yang dipatahkan
sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun kebawah. Penggunaan cairan demikian bertujuan
untuk mengthilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara normal dikeluarkan atau diekskresikan
ginjal. Contoh sediaan adalah Larutan Dineal 1,5 % dan 2,5%, 2 Liter. Persyaratan larutan dialysis
peritoneal adalah : Hipertonis, Steril, Dapat menarik toksin dalam ruang peritoneal

f. Infus Plasma Expender

Sediaan larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan,
luka bakar, operasi dll.

2.2.5 Wadah Sediaan Infus

Wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat
tersebut. Wadah berkaitan erat dengan produk sediaan (sediaan infus). Sifat fisika – kimia wadah akan
mempengaruhi kestabilan produk steril infus tersebut.Secara umum, hal yang harus diperhatikan dari
wadah adalah:
1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan

2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah

3. Penutup wadah harus bisa mencegah isi:

a. Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah.

b. Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap yang akan
mempengaruhi penampilan dan bau produk.

4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya

5. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat wadah dan
penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah
tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah

Ø Wadah sediaan infus beraneka ragam, diantaranya :

a. Wadah plastik dan wadah botol plastik beberapawadah plastik yang mengandung bahan
plastisator, pengisi, zat antistatis, antioksidan dan bahan lain untuk tujuan khusus. Wadah plastik
lebihfleksibel dan tidak mudah rusak/pecah. Terdapat dua jenis plastik yang digunakan dalam
pengemasan sediaan parenteral, yaitu :

· Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat dilelehkan sehingga tidak
dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan untuk membuat penutup wadah gelas atau logam.

· Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan akan mengeras jika
didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis plastik yang dapat dibentuk ulang dengan
proses pemanasan. Polimer termoplastik digunakan dalam pembuatan berbagai jenis wadah sediaan
farmasi.

b. Wadah gelas, ada bebrapa infus yang memang dikemas dalam wadah gelas. Wadah gelas ini
memang cukup beresiko retak atau pecah dalam distribusi dan penggunaannya. Harganya pun sedikit
lebih mahal dibandingkan dengan infus wadah plastik. Bila wadah terbuat dari gelas maka, gelas harus
jernih dan tidak bewarna kekuningan agar memungkinkan pemeriksaan isi.
Ø Wadah sediaan larutan steril terbagi menjadi 3 :

1. Dosis tunggal (single dose) adalah suatu wadah kedap udara yang mempertahakan jumlah obat
steril dengan tujuan pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka, tidak dapat
ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Pada umunya wadah mempunyai bentuk ampul
ukuran 1 ml-20 ml dengan sediaan larutan,.

2. Dosis ganda (multiple dose) adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
per bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang
tertinggal.

Menurut FI III (Ketentuan Umum XXXIV) wadah simpan sediaan tidak boleh mempengaruhi bahan yang
disimpan didalamnya baik secara kimia maupun fisika, yang dapat menyebabkan perubahan kekuatan,
mutu ataupun kemurniannya hingga tidak memenuhi syarat resmi. Tak hanya itu, kemasan harus tahan
rusakdan wadah suatu bahan steril, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan
tanpa merusak segel.

Berikut pembagian wadah menurut FI III :

a. Wadah tidak tembus cahaya, Wadah tidak tembus cahaya harus dapat melindungi isi dari pengaruh
cahaya, dibuat dari bahan khusu yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan melapisi wadah
tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus
cahaya dengan caara dibungkus dengan pembungkus yang buram. Dalam hal ini pada etiket harus
disebutkan bahawa pembungksu buram diperlukan sampai isi dari wadah habis karena diminum atau
digunkan keperluan lain.Jika dalam monografi "terlindung dari cahaya" dimaksudkan agar penyimpanan
dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.

b. Wadah Tertutup Baik, Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat
dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimapanan dan distribusi.

c. Wadah Tertutup Rapat, harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, padat, uap dan
mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya sediaan selama penanganan. Biasanya obat
yang mudah menguap dan terurai disimpan pada wadah ini. Sediaan yang mudah menyerap lembab
(CO2) juga harus disimpan pada wadah ini dan diisi kapur tohor.

d. Wadah Tertutup Kedap, Wadah tertutup kedap harus dapat mencegah menembusnya udara atau
gas selma penanganan, pengankutan, penyimpanan dan distribusi.

e. Wadah Satuan Tunggal, Digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai
dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka. Wadah sebaiknya dirancang sedemikian
rupa, hingga dapat diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka.Tiap wadah satuan tunggal harus
diberi etiket seperti identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen, no batch dan tanggal kadaluarasa.

f. Wadah Dosis Tunggal, Wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan pada parenteral (injeksi).
g. Wadah Dosisi Satuan, adalah wadah satuan tunggal yang memungkinkan satuan tunggal untuk
bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal langsung dari wadah.

h. Wadah Satuan Ganda, wadah yang dapat diambil sebagian isinya beberapa kali tanpa
mengakibatkan perubahan kekeuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.

i. Wadah Dosis Ganda, wadah satuan ganda yang digunakan secara parenteral (injeksi).

2.3 Sediaan Parenteral Volume Besar (large Volume Parenteral = LVP’s)

Larutan ini umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambahkan cairan tubuh, elektrolit atau
untuk memberi nutrisi.Biasanya diberikan dalam volume 250 mL sampai beberapa liter dan dalam
jumlah yang lebih banyak lagi per harinya, dengan penetesan lambat intravena. Karena diberikan dalam
volume besar, larutan ini tidak boleh mengandung zat bakteriostatik atau zat penambah farmasi lain.
Dikemas dalam wadah besar dosis tunggal.

Seperti dikatan sebelumnya, zat penambah untuk pengobatan seperti antibitok dan obat-obat lainnya
sering dicampurkan ke dalam sediaan parenteral volume besar untuk diberikan bersamaan pada
pasien.Merupakan tanggung jawab ahli farmasi untuk dapat mengetahui tidak tercampurkannya secara
fisika dan kimia antara zat penambah dengan larutan bila pencampuran ini terjadi. Sudah pasti,
campuran yang tidak tercampur kan menghasilkan pembentukkan senyawa yang tidak larut atau yang
mempengaruhi efektivitas dan potensi obat tidak dapat diterima.

Larutan sediaan parenteral volume besar digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien
yang akan atau sudah dioperasi, atau untuk penderita yang tidak sadar dan tidak dapat menerima
cairan, elektrolit dan nutrisi lewat mulut. Larutan-larutan ini dapat juga diberikan dalam terapi
pengganti pada penderita yang mengalami kehilangan banyak cairan dan elektrolit yang berat.

2.4 Untuk mendapatkan larutan yang isotois. Larutan obat dikatakan isotonis, jika :

a. Mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh (darah, cairan
lumbar, air mata) bernilai sama dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 % b/v.

b. Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu -0,52oC

2.4.1 Perhitungan Isotonis

Isotonis adalah suatu keadaaan pada saat tekanan osmosis larutan obat samadengan tekanan osmosis
cairan tubuh kita (darah, air mata)

Hipotonis : tekanan osmosis larutan < tekanan osmosis cairan tubuh

Hipertonis : tekanaan osmosis larutan obat > tekanan osmosis cairan tubuh
2.4.2 Cara menghitung tekanan osmosis

Banyak rumus yang dapat dipakai, tetapi pada umumnya berdasarkan perhitungan terhadap
penurunan titik beku (PTB). Penurunan titik beku darah dan air mata adalah - 0,52oC. larutan NaCl
0,9% b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.

Beberapa cara menghitung tekanan osmosis :

a. Cara penurunan titik beku (PTB) air yang disebabkan oleh 1 % b/v zat khasiat dengan rumus
menurut Farmakope Indonesia.

Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan serum dan cairan mata jika membeku pada suhu
-0,52oC.

Keterangan :

- B = bobot zat tambahan (NaCl) dalam satuan gram untuk tiap 100 ml larutan.

- 0,52 = titik beku cairan tubuh (-0,52oC)

- b1 = PTB zat berkhasiat

- C = konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat

- b2 = PTB zat tambahan (NaCl)

b. Cara ekuivalen NaCl

Yang dimaksud dengan ekuivalen NaCl (E) adalah banyaknya g NaCl yang memberikan efek osmosis yang
sama dengan 1 g zat terlarut tertentu.Jika bobot NaCl = W x E g; maka volume yang isotonis
adalah (W x E) 100 / 0,9; sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut

V = (W x E) 100 / 0,9 = (W x E) 111,1

Keterangan :

- V = volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml

- W = bobot zat aktif dalam satuan gram

- E = nilai ekuivalensi zat aktif

c. Cara faktor disosiasi (Farmakope Belanda VI)

Sudah ditetapkan bahwa larutan Na Cl 0,9 % b/v isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan osmosis larutan
sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan.Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa
garam-garam terdisosiasi sempurna.Dari sebuah molekul NaCl terbentuk 2 ion.Jadi faktor disosiasi NaCl
= 2, lebih tepatnya 1,8 karena ada sedikit kesetimbangan reaksi.

Jadi kalor isotonisnya adalah :(fa / Ma) x a

Keterangan :

- fa = faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya, untuk zat-zat yang tidak
terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin = 1, untuk asam lemah dan basa lemah = 1,5, dan untuk asam
kuat dan basa kuat = 1,8

- Ma = bobot molekul zat

2.4.3 Untuk mendapatkan isoioni

Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama dengan ion-ion
yang terdapat dalam darah, yaitu K+, Na+, Mg2+, Ca2+, Cl-. Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam
jumlah besar, misalnya pada infus intravena

2.5.4 Tujuan pemberian infus

a) Mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh, misalnya Sol. Glukosa
isotonis, Sol. Physiologica ringer, Sol. Ringer laktat (RL), Sol. NaCl 0,9 % b/v.

b) Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia, misalnya koloid PVP 3,5 %
(polivinilpirolidon/povidon).

c) Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori, misal Aminovel-600, 1000.

d) Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus jika tidak dapat disuntikkan secara
biasa, minyalnya obat antikanker, antibiotic, anestetik, hormone yang larut dalam air, vitamin.

Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan NaNO3

Berdasarkan tabel hubungan osmolarita dan tonisitas:

Osmolaritas

Tonisitas

Ø 350

Hipertonis

329 – 350

Sedikit hipertonis

270 – 328
Isotonis

250 – 269

Sedikithipotonis

0 – 249

Hipotonis

Cara menghilangkan pirogen

1. Untuk alat atau zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik, dll) dipanaskan pada
suhu 2500C selama 30 menit

2. Untuk aqua p.i bebas pirogen

a. Dilakukan oksidasi dengan cara

- Didihkan dengan larutan H2O2 1% selama 1 jam

- Satu liter air yang dapat diminum, ditambhakn 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1N,
disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan air untuk injeksi

b. Dilakukan dengan cara absorpsi (masukkan diprosedure kerja)

Saring dengan penyaring bakteri dari asbes.Lewatkan dalam kolom Al2O3. Panaskan dalam arang
pengabsorbsi 0,1 % (carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600 C selama 5-10 menit) sambil sekali kali
diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes (Ilmu Resep hal. 224)

Cara mencegah terjadinya pirogen

1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera digunakan
seelah disuling

2. Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik

3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin.

Alasan Pemilihan Bahan

a. Glukosa merupakan bahan yang berfungsi sebagai kalorigenik yaitu dapat menambah energi.
Penggunaan glukosa pada sediaan ini yaitu sebagai zat aktif yang berfungsi menghasilkan energi. Selain
itu glukosa dapat membuat sediaan ini lebih lama atau awet. Glukosa juga dapat menambah kadar gula
dalam darah. Selain itu juga bisa sebagai zat pengisotonis.

b. API digunakan sebagai pelarut untuk glukosa, air steril untuk pembuatan infus.
Monografi bahan

a. Glukosa

· Nama Latin : Dextrosum

· Nama Lain : Dekstrosa

· Definisi : Glukosa mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5%
C6H12O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan(FI III hal 268)

· Definisi : Suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati. Mengandungsatu molecul air
hidrat atau anhidrat. (FI IV hal 300)

· Rumus molekul : C6H12O6

· BM : 198, 17

· Pemerian : serbuk putih kristal, dengan rasa manis, larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol. (British Pharmacopeia,2009)hablur, tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak
berbau, rasa manis. (Farmakope Indonesia III, 1979)

· Kelarutan : larut dalam 1 bagian air, 100 bagian dalam alcohol, sangat mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam alcohol mendidih. (United State Pharmacopeia, 2007) mudah larut dalam air,
sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%)p mendidih, sukar larut
dalam etanol (95%)p . (Farmakope Indonesia III, 1979)

: Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sukar
larut etanol

(Farmakope Indonesia IV, 300)

· Titik leleh : 140-150º C

· Titik didih : 1460C

· Sifat : Tahan Panas

· Cara sterilisai : Dengan menggunakan sterilisasi akhir (autoclave)

· Osmolaritas : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum

· Khasiat dan kegunaan : kalorigenium(FI III hal 269) dan zat pengisoton

àpenambah energy, menambah kadar gula dalam darah. Termasuk infus karbohidrat yang digunakan
sebagai memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia, dll.Glukosa 5 % sebagai cairan
resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi dan sesudah operasi. Diberikan pada
keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100 ml)

Oliguria adalah kondisi dimana jumlah urin/air seni yang keluar kurang dari normal. Kadar kreatinin
memiliki batas normal antara 0,5-1,5 mg/dl.

· Konsentrasi : 2,5-11,5% untuk IV (DI 2003 hal 2505). 0,5-0,8 g/kg/jam (DI hal 1427-1429).
Untukhipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi 50%)

· OTT : Sianokobalamin, kanamisin SO4, novobiosin Na dan wafarin Na,Eritromisin, Vit B komplek
( martindale 28 hal: 21)

· PH : 3,5 – 6,5

· Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan penyimpanan yang kering,
dengan pemanasan tinggi dapat menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan.

· Stabilitas

- Terhadap cahaya : Tidak stabil terhadap sinar γ pada proses sterilisasi.

- Terhadap suhu : tidak stabil pada pemanasan suhu tinggi dan lama (terjadi penurunan pH
dan karamelisasi); Penyimpanan pada suhu < 25oC.

- Terhadap pH : tidak stabil (terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural pada pH basa).Injeksi
glukosa stabil pada PH 3.5 – 6.5

- Terhadap oksigen : Tidak stabil.

- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. (British Pharmacopeia,2009)

- Incompatibilitas : Dengan cyanocobalamin, kanamycin sulphate, novobiocin sodium, dan


warfarin sodium. (Martindale,28th ed, 1982)

· Penandaan : Label negara yang berlaku, bahwa substansi apyrogenic. (European


Pharmacopeia, 2005)

· Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat pemberian
(lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit
termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia.

· Fungsi : sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai
energy kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori

b. API (FI III hal 97)

· Nama latin : Air pro injeksi


· Nama lain : air untuk injeksi

· Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara sterilisasi A
atau C

· Pembuatan suling air suling segar menggunakan alat kaca netral atau wadah logam yang cocok
yang dilengkapi dengan labu percik. Buang sulingan pertama tampung sulingan berikutnya dalam wadah
yang cocok. Sterilkan segera dengan cara sterilisasi A atau C tanpa penambahan bakterisida. Untuk
memperoleh air untuk injeksi bebas udara yang disebut juga air untuk injeksi bebas carbon dioksida,
didihkan sulingan selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah sesempurna mungkin hubungna
dengan udara, dinginkan, masukka dalam wadah tertutup kedap, sterilkan segera dengan sterilisasi A.

· Cara membuat API menurut ilmu resep syamsuni: dibuat dengan cara menyuling kembali air suling
segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan
pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C
segera setelah diwadahkan.

· Pemerian: keasaman kebasaan; ammonium; besi; tembaga, timbale; kalsium; klorida; nitrat sulfat;
zat teroksidasi memenuhi syarat yang tetera pada aquadestilata.

· Pemerian : cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau(FI IV hal 112)

· Penyimpanan : dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas
berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.

· Khasiat dan kegunaan : untuk pembuatan injeksi

c. Karbon Adsorben(FI IV hal 173)

· Nama Latin : Carbo Adsorbens

· Nama Lain : Arang Jerap

· Arang jerap adalah sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan organic yang telah diberi
perlakuan untuk mempertinggi daya jerap.

· Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak berbau, tidak berasa

· Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol(95%)P.

· Khasiat dan penggunaan : antidotum/ menyerap pirogen

· Konsentrasi : 0,1%

· Stabilitas penyimpanan : Dapat mengadsorbsi air sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup
kedap, ditempat sejuk dan kering
· Inkompabilitas : Dapat menurunkan ketersediaan hayati beberapa obat seperti loperamid
dan riboflavin. Reaksi hidrolisis dan oksidasi dapat dinaikkan

BAB III

FORMULASI

3.1 Formulasi

Glukosa 5%

Aqua p.i ad 100 ml

3.2 Perhitungan Isotonis dan Perhitungan Bahan

a) Dengan Rumus menggunakan Liso

Rentang isotonis = 0,34 - 1,16 (Lachman hal. 1302)

Diketahui : Liso = 1,9

M = 5

V = 100

Bm = 198,17

Δ tf = Liso x( x )

= 1,9 x ( x )

= 0,475( sudah isotonis )

b) Perhitungan Bahan

Volume yang dilebihkan untuk larutan infuse 10%

Maka volume sediaan yang dibuat :

= 100 ml + (10% x 100ml)

= 100 ml + (10ml)

= 110 ml

a. Glukosa : 5% = x 110 ml = 5,5 gram = 5500mg

b. API : ad 100 ml
= 100ml + (10%x100ml)

= 100 ml + 10 ml

= 110 ml

c. Karbon absorben 0,1 % : . 110 ml = 0,11 g = 110 mg

a) Metode sterilisasi :

Menggunakan metode sterilisasi akhir dikarenakansediaan stabil terhadap pemanasan atau tahan akan
pemanasan. Sterilisasi akhir menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.Bahan obat dan
zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi.Saring hingga jernih dan tidak
adanya serat yang terbawa ke dalam filtrate larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih
dan sedapat mungkin aseptic, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.

b) Cara Sterilisasi Kemasan

1. Direndam kemasan menggunakan alkohol 70%

2. Dikeringkan kemasan

3. Kemasan siap dipakai

c) Pembuatan API

1. Persiapkan untuk mendapatkan water for injection dimulai dari sumber air (sumur/mata air), yang
ditampung atau diendapkan.

2. Proses final treatment biasanya dilakukan reverse osmosis ataupun chemical softening, kemudian
disaring menggunakan filter yang lebih kecil 2 µm atau bila perlu menggunakan ozonisator atau
ultraviolet dengan pemanasan diatas 700C, kemudian didestilasi lagi dan dimasukkan ke dalam tangki
penampung lalu disaring menggunakan filter bakteri 0,02 µm

3. Sterilisasai WFI dengan autoklaf, sehingga mendapatkan WFI steril.

d) Prosedure Pembuatan Infus

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dibuat API

3. Dikalibrasi botol 100 mL

4. Ditimbang Glukosa 5,5 g pada gelas arlogi.

5. Ditimbang karbon aktif 0,1% sebanyak 0,11 g=110 mg pada gelas arloji
6. Diukur API sebanyak 110 ml dalam beaker glass, lalu dibagi menjadi 2 bagian. 1 bagian untuk
melarutkan karbon aktif dan 1 bagian lagi dilarutkan untuk glukosa

7. Dari 2 bagian tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam beaker glass

8. Dimasukkan karbon aktif dalam beaker glass I yang telah berisi API, lalu dipanaskan pada suhu 600
C selama 5-10 menit) sambil sekali kali diaduk.

9. Lalu pada beaker glass II dimasukkan glukosa yang telah ditimbangkemudian diaduk hingga larut.

10. Setelah Beaker glass I telah didihkan maka dimasukkan pada beaker glass II lalu dipanaskan lagi
sekitar 5 menit sambil diaduk.

11. Kemudian disaring menggunakan kertas saring rangkap 2

12. Larutan tersebut diukur volume nya tepat 100 ml lalu dimasukkan dalam botol infuse

13. Kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit

14. Setelah disterilisasi dan diberi etiket.

EVALUASI

1. Organoleptis

Tujuan : Menegtahui penampilan fisik sediaan

Prosedure : Diamati secara visual bentuk sediaan, warna sediaan

Ketentuan : Sediaan infus harus jernih dan berbentuk larutan

2. Uji pH ( FI IV hal. 1039 – 1040 )

pH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan lama dan darah
dapat menyesuaikan diri. Dapat dinyatakan memenuhi syarat uji pH sediaan infus harus masuk pada
rentang pH yakni 7,35-7,45. Jika sediaan cairan infus pH-nya diatas 7 dapat menimbulkan terjadinya
nekrosis (rusaknya sel jaringan) dan hemilisa. Bila pH sediaan dibawah 3, jaringan akan mengalami rasa
sakit atau iritasi.

Cara pengujian pH:

a. Dengan pH meter :

1. Diperiksa elektroda dan jembatan garam.


2. Dikalibrasi pH meter, bila sel ektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan
sedikit larutan uji

3. Dsibaca harga pH

b. Kertas indikator:

1. Dituang sedikit sediaan infuse dalam gelas ukur

2. Diambil kertas indicator dan masukkan kertas lakmus dalam infus

3. Ditunggu adanya perubahan, kemudian sesuaikan perubahan warna dengan tabel indikator.

3. Uji kebocoran vial dan ampul(lachman III hal 1354)

Tujuan : untuk memeriksa keutuhan kemasan agar terjaga sterilitas dan volume serta kestabilan
sediaan.Jika tidak dilakukan uji kebocoran maka dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau
kontaminan lain yang berbahaya kedalam ampul atau isinya dapat bocor keluar dan merusak
penampilan kemasan.

Prosedur kerja :

1. Diletakkan ampul di dalam zatwarna (birumetilen 0,5 – 1%) dalam ruangan vakum.

2. Ditekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi kedalamlubang,


dapat dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Yang bocor akan
berwarna biru, karena larutanmetilen akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

Untuk yang disterilkan tanpa pemanasan atau cara aseptik, diperiksa dengan memasukkan ke
dalam eksikator dan divakumkan. Pada wadah yang bocor, isinya akan keluar. Syarat uji kebocoran yakni
tidak adanya zat warna metilen blue yang masuk pada sediaan infus.

4. Uji kejernihan ( Lachmanhal. 1355 )

Tujuan :untuk melihat apakah larutan tersebut jernih dan bebas dari kotoran atau tidak maka itu
perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.

Prosedur kerja:

1. Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna,
transparan dan terbuat dari kaca netral.

2. Masukan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan, zat uji dan suspense padanan yang
sesuai secukupnya, yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah sehingga volume larutan
dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
3. Bandingkan ke dua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspense padanan, dengan latar
belakang hitam.

4. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kearah bawah tabung. Difusi
cahaya harus sedemikian hingga suspense padanan l dapat langsung dibedakan dari air dan dari
suspense padanan ll.

Cara lain:

1. Diperiksa dengan melihat wadah infuse pada latar belakang hitam dan putih

2. Disinari dari samping

3. Kotoran berwarna akan nampak pada backgraound putih dan kotoran tidak berwarna akan terlihat
pada background hitam.

5. Uji Volume Terpindahkan

Tujuan : untuk mengetahui volume sediaan apakah sudah sesuai dengan volume yang tertera pada
etiket.

Prosedure Kerja :

1. Disiapkan alat glass ukur yang bervolume 100 ml yang telah disterilisasi

2. Dituangkan sediaan pada glass ukur

3. Diamati volume sediaan apakah sudah sesuai dengan pada etiketnya.

4. Dicatat hasil pengamatannya

6. Uji Sterilitas ( FI IV hal. 855 )

Uji sterilisasi di gunakan untuk mengetahuai apakah sediaan tersebut terkontaminasi oleh
mikroorganisme atau tidak seperti bakteri.

Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasipada 20° – 25°C Kekeruhan / pertumbuhan
mikroorganisme ( tidak steril ).

Metode uji :

Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagimenjadi 2 bagian) lalu diinkubasi

Prosedur uji:

1. Inokulasi langsung kedalam media perbenihan.

2. Volume tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi selama tidak kurang dari
14 hari,
3. Kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3
atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.

7. Uji Pirogenitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sediaan yang dibuat tersebut sudah bebas dari partikel asing
yang berbahaya atau pirogen atau belum.

Secara biologik (Metode Seibert 1920: USP XII 1942)

Asas : Berdasarkan peningkatan suhu badan kelinci yang telah disuntikkan dengan larutan ≤ 10 mg/Kg
BB dalam vena auricularis.

Proseduruji :

1. Setiap penurunan suhu dianggap nol

2. Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5ºC atau lebih

3. Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5ºC atau lebih, lanjutkan dengan kelinci tambahan

Memenuhi syarat: tidak lebih dari 3 ekor kelinci dari 8 kelinci masing-masing menunjukkan kenaikkan
suhu 0,5ºC atau lebih dan jumlah kenaikkan suhu maksimal 8 ekorkelinci tidak lebih dari 3,3ºC.

Cara Lain :

Dengan menggunakan LAL (Limulus Amebocyte Lysate) untuk mendeteksi endotoksin yang terkait
dengan bakteri gram negative.Lysate ini disusun dari amebocytes beredar dari kepiting horsehoe
(Limulus Polyphemus).Ada empat metode LAL saat ini dilisensi oleh FDA :

a) Pertama atau disebut sebagai metode gel-clot didasarkan pada kenyataan bahwa LAL gumpalan di
hadapan endotoksin.

b) Kedua atau disebut sebagai metode turbidimetrik kinetik adalah metode kuantitatif yang
digunakan LAL kekeruhan penampilan untuk menentukan konten endotoksin.

c) Ketiga dan keempat atau disebut sebagai chromogenic assaysemploy, sebuah chromogenic
substrat sintetis yang, di hadapan LAL dan endotoksin, menghasilkan warna kuning yang berhubungan
linier terhadap konsentrasi endotoksin.

Prosedur pelaksanaan:

1. Siapkan 0,1 ml sampel tes dan 0,1 ml reagen LAL

2. Campur keduanya kemudian di inkubasi selama 1 jam pada suhu 370C

3. Setelah di inkubasi, campuran tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya
gumpalan gel
4. Tes LAL dikatakan positif berarti ada indikasi adanya endotoksin jika gumpalan gel tetap bertahan
tidak jatuh saat tabung dibalikkan.

Dwi Putri Puji Lestari di 20.25

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

MENGENAI SAYA

Foto saya

Dwi Putri Puji Lestari

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

bziwnsjdjdnd

Anda mungkin juga menyukai