LAPORAN TUGAS REKAYASA IRIGASI - Ivana Annabella Adam - 051001600039
LAPORAN TUGAS REKAYASA IRIGASI - Ivana Annabella Adam - 051001600039
REKAYASA IRIGASI
Disusun Oleh :
Ivana Annabella Adam
051001600039
Dosen Pembimbing :
Wahyu Sejati, ST., MT.
Isi tugas :
Membuat rencana jaringan irigasi sampai dengan merencanakan dimensi saluran irigasi.
DATA :
a. Peta Daerah Irigasi Trisakti dengan skala 1 : 20.000.
f. Penguappeluhan
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
KETERANGAN SIM SAT
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Penguappeluhan ETo mm/hari 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4
TUGAS :
1. Hitung Kebutuhan air di sawah, kebutuhan air irigasi dan luas potensial Daerah Irigasi
2. Buat rencana pembagian petak petak tersier dengan trase saluran-salurannya.
3. Buat standar sistem tata nama untuk skema jaringan irigasi (petak, saluran, bangunan).
4. Hitung debit/kapasitas rencana dan dimensi rencana saluran.
5. Hitung elevasi mercu bendung.
6. Buat gambar potongan memanjang dan melintang saluran.
( Wahyu Sejati )
Dosen
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Potongan Melintang Saluran ...............................................................................18
Gambar 5.2 Potongan Melintang Saluran Tersier SIP.2 Ki .........................................................25
Gambar 5.3 Potongan Memanjang Saluran Tersier SIP.2 Ki ......................................................26
Gambar 5.4 Potongan Melintang Saluran Sekunder RSIP.2 .......................................................27
Gambar 5.5 Potongan Memanjang Saluran Sekunder RSIP.2 .....................................................28
Gambar 5.6 Potongan Melintang Saluran Primer RS.2 ...............................................................29
Gambar 5.7 Potongan Memanjang Saluran Primer RS.2 .............................................................30
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penguappeluhan Tanaman Acuan (ETo) .....................................................................1
Tabel 1.2 Curah Hujan Rencana Efektif (Re) Untuk Tanaman Padi dan Palawija.......................1
Tabel 1.3 Aliran Tahun Rencana (Qr) ..........................................................................................2
Tabel 1.4 Koefisien Tanaman (kc) ...............................................................................................3
Tabel 2.1 Perhitungan Kebutuhan Air Irgasi Rencana .................................................................9
Tabel 4.1 Perhitungan Debit Rencana Saluran ............................................................................14
Tabel 5.1 Karakteristik Saluran Tanah .........................................................................................16
Tabel 5.2 Karakteristik Saluran Pasangan ...................................................................................17
Tabel 5.3 Perhitungan Dimensi Saluran ......................................................................................22
Tabel 6.1 Besaran Debit Yang Dianjurkan Untuk Alat Ukur Romijn .........................................31
Tabel 6.2 Perhitungan Elevasi Muka Air Rencana ......................................................................38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lokasi Daerah Irigasi Trisakti
Lampiran 2 Jaringan Irigasi Trisakti
Lampiran 3 Skema Daerah Irigasi Trisakti
iii
BAB 1
1.1 LOKASI
Lokasi rencana daerah irigasi adalah di daerah Trisakti dengan batas-batas sebagai berikut :
(lampiran 1 dan 2)
Utara : Kontur + 10 m
Timur : Sungai Trisakti
Selatan : Jalan
Barat : Jalan
1.2 TOPOGRAFI
Peta yang digunakan pada perencanaan jaringan irigasi dalam tugas ini adalah peta
topografi dengan skala 1 : 20.000 yang memuat garis tinggi (kontur) dengan beda tinggi 1 meter,
sungai, desa, dan jalan umum (Lampiran 1).
1.3 IKLIM
Data iklim diperoleh dari stasiun meteorologi yang paling dekat dengan daerah irigasi.
Data iklim yang tersedia adalah data suhu, kelembaban, lamanya penyinaran matahari, kecepatan
angin, serta penguapan. Dengan metoda Penman dari data-data tersebut diperoleh besaran
penguappeluhan tanaman acuan ETo tiap bulan seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1.2 Curah Hujan Rencana Efektif (Re) Untuk Tanaman Padi dan Palawija
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
KETERANGAN SIM SAT
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Curah Hujan Renc Eff Re mm/hari 17,8 18 15 19 16 12 10 13,2 20 5 8 5 4 9 6 8 5 1 0 4 5 6 9 12
1.5 HIDROLOGI
Sungai yang mengalir di rencana daerah irigasi ada 1 buah yaitu Sungai Trisakti, yang digunakan
sebagai sumber air irigasi yaitu memberikan suplesi tambahan air pada daerah tersebut karena
1
curah hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan air untuk tanaman sepanjang tahun. Data hidrologi
yang tersedia adalah data debit harian yang diambil dari stasiun hidrometri yang terletak di hulu
rencana lokasi bendung. Berdasarkan data tersebut dicari besarnya aliran tahun rencana tiap
bulan dengan peluang terjadi /terlampaui 80% (tabel 1.3).
1.6 TANAH
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, besar perkolasi tanah di daerah tersebut adalah
sekitar 3 mm/hari.
2
Tabel 1.4 Koefisien Tanaman (kc)
Bulan 0,5 1 1,5 2 2,5 3
1,1 1,1 1,0 1,0 0,9
Padi HYV 0
0 0 5 5 5
0,5 0,7 0,8 0,4
Kedelai 1,0 1,0
0 5 2 5
Berdasarkan besarnya curah hujan rencana efektif untuk tanaman padi pada tabel 1.2, musim hujan
dimulai pada bulan Oktober 2, maka penyiapan lahan tanaman padi pertama (PL Padi I) dimulai pada
bulan tersebut dan pada saat yang bersamaan dilakukan pembibitan pada sisa daerah yang tidak diolah
(sekitar 20 % dari daerah irigasi). Setelah 30 hari atau 1 bulan yaitu pada bulan November 2
dilanjutkan dengan transplantasi (tanaman padi dipindahkan dari tempat pembibitan ke areal sawah).
Setelah Padi I selesai panen langsung dilakukan penyiapan lahan untuk padi kedua (PL Padi II) yaitu
pada bulan Februari 2 dan selanjutnya Kedelai ditanam pada bulan Juni 2 dan sisanya 1 bulan untuk
bera. Pada saat bera tanah diistirahatkan untuk menyuburkan kembali tanah tersebut dan memutus
siklus hama padi serta kesempatan memeriksa dan memperbaiki bangunan-bangunan irigasi bila ada
yang rusak.
3
BAB 2
Tujuan perhitungan kebutuhan air irigasi untuk mengetahui luas potensial daerah irigasi
berdasarkan ketersediaan sumber air irigasi dalam hal ini Sungai Trisakti dan untuk menghitung debit
rencana saluran irigasi.
Kebutuhan air irigasi di bangunan sadap utama ditentukan oleh kebutuhan air tanaman di petak
sawah. Air selama di perjalanan mulai dari sumber air irigasi (sungai) sampai dengan di petak sawah
mengalami pengurangan (kehilangan air) yang diakibatkan oleh faktor-faktor berikut:
Penguapan
Rembesan di saluran
Bocoran di pintu-pintu
Kurang cermatnya petugas dalam pengoperasian
Semakin kecil kehilangan air semakin besar efisiensi irigasi, dan sebaliknya. Dalam tugas ini
kehilangan air di jaringan diambil (diasumsikan) sebagai berikut :
jaringan tersier 20%, sehingga efisiensi irigasi di jaringan tersier, et = (100-20)% = 80%
saluran sekunder 15%, sehingga efisiensi irigasi di saluran sekunder, es = (100-15)% = 85%
saluran primer 10%, sehingga efisiensi irigasi di saluran primer, ep = (100-10)% = 90%
sehingga :
ei = et x es x ep ....................................................................................................................(1)
dimana :
ei = efisiensi irigasi total
et = efisiensi irigasi di jaringan tersier
es = efisiensi irigasi di saluran sekunder
ep = efisiensi irigasi di saluran primer
Tanaman padi di sawah memerlukan air cukup banyak sampai tergenang selama pertumbuhan.
Begitupula sebelum ditanami padi, tanah sawah perlu disiapkan terlebih dahulu yaitu tanah digenangi
untuk beberapa lama kemudian baru diolah (dibajak). Dengan demikian perhitungan kebutuhan air
irigasi untuk tanaman padi terdiri dari 2 tahap :
1. Tahap penyiapan lahan
2. Tahap pertumbuhan
4
2.1.1 Penyiapan Lahan
Rumus yang dipakai pada perhitungan kebutuhan air irigasi pada tahap penyiapan lahan adalah
rumus van de Goor dan Ziljstra :
M × ek
PL = ................................................................................................................(2)
e k −1
M = Eo + P = 1,1 x ETo + P......................................................................................(3)
M ×T
k = ................................................................................................................(4)
S
NFR = PL – Re...............................................................................................................(5)
NFR
IR = × 0,116.......................................................................................................(6)
ei
Qr
A = × 1000 ..........................................................................................................(7)
IR
dimana :
PL = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi
di Sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
Eo = evaporasi air terbuka yang besarnya diambil 1,1 x ETo (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
T = jangka waktu penyiapan lahan 30 hari atau 45 hari
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni
200+50=250 mm atau 250+50=300 mm tergantung waktu penanaman
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
NFR = kebutuhan air di sawah (mm/hari)
1 mm/hari ≈ 0,116 liter/detik/ha
IR = kebutuhan air irigasi di bangunan sadap utama (liter/detik/ha)
ei = efisiensi irigasi
A = luas potensial daerah irigasi (ha)
Qr = aliran tahun rencana (m3/detik)
2.1.2 Pertumbuhan
Persamaan keseimbangan air (water balance) digunakan untuk menghitung kebutuhan air di
petak sawah pada tahap pertumbuhan :
NFR = ETc + P + WLR – Re..........................................................................................(8)
ETc = kc x ETo ..............................................................................................................(9)
NFR
IR = × 0,116
ei
Qr
A = × 1000
IR
5
dimana :
NFR = kebutuhan air di sawah (mm/hari)
ETc = kebutuhan air tanaman dalam hal ini tanaman padi (mm/hari)
ETo = penguappeluhan tanaman acuan / rerumputan pendek (mm/hari)
kc = koefisien tanaman dalam hal ini tanaman padi
P = perkolasi (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air 2 kali masing-masing 50 mm selama 0,5 bulan atau
3,33 mm/hari yaitu 1 bulan dan 2 bulan setelah transplantasi
IR = kebutuhan air irigasi di bangunan sadap utama (liter/detik/ha)
ei = efisiensi irigasi
A = luas potensial daerah irigasi (ha)
Qr = aliran tahun rencana (m3/detik)
Pada tanaman palawija tidak diperlukan penyiapan lahan. Kebutuhan air diperlukan hanya pada
tahapan pertumbuhan dan sedikit jumlahnya jangan sampai tergenang.
NFR = ETc – Re..............................................................................................................(10)
ETc = kc x ETo ..............................................................................................................(11)
NFR
IR = × 0,116
ei
Qr
A = × 1000
IR
dimana :
NFR = kebutuhan air di sawah (mm/hari)
ETc = kebutuhan air tanaman dalam hal ini tanaman palawija (mm/hari)
ETo = penguppeluhan tanaman acuan / rerumputan pendek (mm/hari)
kc = koefisien tanaman dalam hal ini tanaman palawija
IR = kebutuhan air irigasi di bangunan sadap utama (liter/detik/ha)
ei = efisiensi irigasi
A = luas potensial daerah irigasi (ha)
Qr = aliran tahun rencana (m3/detik)
Untuk mempermudah dan mempersingkat perhitungan kebutuhan air irigasi rencana, digunakan
tabel seperti terlihat pada tabel 2.1. Sedangkan contoh perhitungan kebutuhan air irigasi rencana untuk
tanaman padi pada tahap penyiapan lahan dan tahap pertumbuhan serta tanaman palawija pada tahap
pertumbuhan adalah sebagai berikut ini.
6
7
8
2.4 LUAS POTENSIAL DAERAH IRIGASI
9
10
BAB 3
11
Untuk lebih jelas dapat dilihat peta jaringan irigasi pada lampiran 2 dan skema irigasi pada lampiran 3.
Saluran pembuang berfungsi mengalirkan kelebihan air dari sawah ke luar jaringan irigasi (ke
sungai atau laut). Lembah dan sungai dimanfaatkan sebagai saluran pembuang. Seperti halnya saluran
irigasi, saluran pembuang diusahakan tidak melewati desa.
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi
sekunder yang sama dan menampung air baik dari saluran pembuang kuarter maupun dari sawah-
sawah. Lalu air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder.
Saluran pembuang sekunder manampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air
tersebut ke pembuang primer.
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke sungai dan
ke luar daerah irigasi.
Untuk lebih jelas dapat dilihat peta jaringan irigasi pada lampiran 2.
12
BAB 4
13
14
15
BAB 5
Baik saluran irigasi maupun pembuang berbentuk trapesium (gambar 5.1). saluran irigasi
primer dan saluran irigasi sekunder diberi perlindungan/lapisan dari pasangan batu, sedangkan saluran
irigasi tersier dan saluran pembuang tidak diberi lapisan atau merupakan saluran tanah.
Aliran dalam saluran dianggap sebagai aliran tetap (steady flow). Rumus yang dipakai adalah:
Kontinuitas :
Q = A x v ..................................................................................................................(13)
Strickler :
V = k x R2/3 x S1/2.......................................................................................................(14)
dimana :
A = (b+m.h)h .......................................................................................................(15)
P = b + 2h√ 1 + m 2...................................................................................................(16)
R = A/P .....................................................................................................................(17)
b = n.h ......................................................................................................................(18)
S = ∆H / L ...............................................................................................................(19)
Q = debit aliran (m3 / det)
A = luas penampang aliran (m2)
b = lebar dasar saluran (m), b minimum 0,30 m
h = tinggi air (m)
m = kemiringan talut
n = ketetapan yang besarnya sama dengan b/h
v = kecepatan aliran (m/det)
k = koefisien kekasaran Stickler (m1/3/ det)
R = jari-jari hidrolik (m)
P = keliling basah (m)
S = kemiringan energi (kemiringan dasar saluran)
∆H = beda tinggi antara 2 titik (m)
L = jarak antara 2 titik (m)
Tinggi jagaan (w) dan lebar tanggul (T) juga perlu ditentukan dalam perencanaan dimensi
saluran yang besarnya bervariasi terhadap besarnya debit. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.1
bersamaan dengan karakteristik saluran tanah seperti harga m,n dan k. Sedangkan untuk karakteristik
saluran pasangan dapat dilihat pada tabel 5.2
16
Saluran Tanah Saluran Pas Batu Saluran Beton
Gambar 5.1 Potongan Melintang Saluran
Dikutip dari Bagian Penunjang dan KP-03 Standar Perencanaan Irigasi – Departemen PU, 1986 dan
sedikit Uraian Perihal Rumus-rumus Untuk Merencanakan Saluran Irigasi, Departemen PU, 1976
17
Tabel 5.2 Karakteristik Saluran Pasangan
Debit Pasangan Batu Pasangan Beton Tinggi
Q K vmaks k vmaks Jagaan
3
(m /detik) 1/3
(m /detik) (m/detik) 1/3
(m /detik) (m/detik) (m)
< 0,50 0,20
0,50 – 1,50 0,20
1,50 – 5,00 0,25
60 2,00 70 3,00
5,00 – 10,00 0,30
10,00 – 15,00 0,40
> 15,00 0,50
Beberapa hal yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dimensi saluran agar
pembangunan dan pemeliharaannya dapat semurah mungkin:
Kemiringan dasar saluran sedapat mungkin sama dengan kemiringan tanah agar perkerjaan
tanah (galian atau timbunan) sesedikit mungkin. Selain itu perkerjaan galian dan timbunan
sedapat mungkin seimbang
Ssaluran ≈ Stanah
Kecepatan rencana saluran tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan untuk
menghindari/menekan sekecil mungkin terjadinya penggerusan dalam saluran. Sesuai dengan
jenis tanah, dalam tugas ini ditetapkan kecepatan maksimum yang diijinkan untuk saluran tanah
bervariasi terhadap besarnya debit aliran seperti terlihat pada tabel 5.1, sedangkan untuk
pasangan batu 2 m/detik dan pasangan beton 3 m/detik.
V saluran ≤ Vmaks
Kecepatan rencana saluran tidak kurang dari kecepatan minimum yang diijinkan untuk
menghindari/menekan sekecil mungkin terjadinya pengendapan dan tumbuhnya tanaman liar
dalam saluran. Kecepatan minimum yang dijinkan untuk saluran tanah ditetapkan sama untuk
semua debit yaitu 0,30 m/detik sedangkan saluran pasangan 0,50 m/detik.
Vsaluran ≥ Vmin
Mengacu pada rumus angkutan sediment Einstein Brown dan Englund-Hansen, harga S√R
saluran direncanakan konstan atau makin besar ke arah hilir untuk menghindari/menekan
sekecil mungkin terjadinya pengendapan. S adalah kemiringan dasar saluran, dan r adalah jari-
jari hidrolik.
S√R ≥ ke arah hilir
18
19
20
21
22
23
Gambar 5.2 Potongan Melintang Saluran Tersier SIP.2 Ki
24
Gambar 5.3 Potongan Memanjang Saluran Tersier SIP.2 Ki
25
Gambar 5.4 Potongan Melintang Saluran Sekunder RSIP.2
26
Gambar 5.5 Potongan Memanjang Saluran Sekunder RSIP.2
27
Gambar 5.6 Potongan Melintang Saluran Primer RS.1
28
Gambar 5.7 Potongan Memanjang Saluran Primer RS.1
29
BAB 6
Air dapat mengalir dari bendung sampai dengan petak sawah karena ada beda tinggi energi
sehingga penentuan elevasi rencana mercu bendung memperhitungkan kehilangan tinggi energi di:
1. Saluran irigasi : primer, sekunder, tersier, kuarter.
2. Bangunan irigasi : bangunan utama, bangunan bagi-sadap, bangunan pembawa, boks bagi.
30
Gambar 6.1 Elevasi Muka Air Rencana Di Bangunan Sadap Tersier
Dikutip dari KP-01 Standar Perencanaan Irigasi - Departemen PU, 1986
Pada bangunan sadap tersier yang mengairi lebih dari 1 petak tersier, untuk perhitungan selanjutnya
dipilih elevasi muka air rencana yang tertinggi.
31
Potongan Memanjang Sketsa Isometris
Gambar 6.2 Alat Ukur Romijn
Dikutip dari KP-04 Standar Perencanaan Irigasi - Departemen PU, 1986
Tabel 6.1 Besaran Debit Yang Dianjurkan Untuk Alat Ukur Romijn
Lebar H1maks Debit
(m) (m) (m3/detik)
0,50 0,33 0-0,160
0,50 0,50 0,03-0,300
0,75 0,50 0,04-0,450
1,00 0,50 0,05-0,600
1,25 0,50 0,07-0,750
1,50 0,50 0,08-0,900
32
33
34
6.2 ELEVASI MUKA AIR RENCANA DI SALURAN PRIMER/SEKUNDER
Pada saluran irigasi primer/sekunder, debit rencana yang merupakan debit maksimum saluran
atau debit 100% (Q100% ditulis Q100) hanya terjadi selama periode tertentu yang relatif pendek dari
periode pemberian air irigasi selama tahun. Selama waktu yang panjang di luar periode tersebut, debit
saluran kurang dari Q100. Jika elevasi muka air di saluran primer/sekunder pada Q100 diambil sama
dengan elevasi muka air rencana di bangunan sadap tersier (T), nantinya di saluran tersebut sering
terjadi pengendapan. Pada waktu sisa yang lama dimana debit debit di saluran primer/sekunder lebih
kecil dari Q100, muka air di saluran primer/sekunder harus dinaikkan (dengan menurunkan pintu
pengatur muka air/pintu sorong) sampai tercapai elevasi muka air Q100 untuk mengelakkan air sebanyak
debit rencana ke petak tersier. Berarti ada pembendungan yang menyebabkan kecepatan aliran
menurun dan terjadi pengendapan. Untuk mengurangi pengendapan, sesedikit mungkin dilakukan
pembendungan yaitu ditetapkan elevasi muka air pada Q70 (Q70%) di saluran irigasi primer/sekunder
bagian hilir diambil sama dengan elevasi muka air rencana di bangunan sadap tersier. Dari pegalaman,
debit yang paling sering terjadi di saluran irigasi primer/sekunder adalah Q70. Elevasi muka air rencana
pada Q100 di saluran primer/sekunder bagian hilir (DWL = downstream water level) diperoleh dengan
menambahkan elevasi muka air pada Q70 atau elevasi muka air rencana bangunan sadap tersier (T)
dengan variasi tinggi muka air sebesar 0,18.h100. Selanjutnya Elevasi muka air rencana pada Q100 di
saluran primer/sekunder bagian hulu (UWL = upstream water level) diperoleh dari menambahkan
DWL dengan kehilangan tinggi energi di saluran irigasi primer/sekunder sebesar S x L.
DWL = T + 0,18. h100 ........................................................................................................(23)
UWL = DWL + SxL ........................................................................................................(24)
Dimana :
DWL = elevasi muka air rencana pada Q100 di saluran primer/sekunder bagian hilir
UWL = elevasi muka air rencana pada Q100 di saluran primer/sekunder bagian hulu
T = elevasi muka air rencana bangunan sadap tersier
= elevasi muka air pada Q70 di saluran primer/sekunderbagian hilir
h100 = tinggi muka air pada Q100 di saluran irigasi primer/sekunder (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
L = panjang saluran (m)
Kehilangan tinggi energi di bangunan pengatur muka air (pintu sorong) di saluran primer/sekunder
diambil sebesar 0,10 m.
35
36
37
6.3 ELEVASI RENCANA MERCU BENDUNG
38
39