BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
a. Latar Belakang. Seperti kita ketahui bersama letak geografis
Indonesia menyebabkan bangsa ini tidak hanya dikenal sebagai negara
maritim, tetapi Indonesia juga di kenal sebagai negara agraris karena
sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor
pertanian. Sebagai negara agraris tropis terbesar di dunia setelah Brazil.
Dari 27 persen zona tropis di dunia, Indonesia memiliki 11 persen wilayah
tropis. Indonesia memiliki hasil tani seperti beras, singkong, kacang tanah,
tembakau, kedelai, merica, kelapa sawit, teh, gula, dan masih banyak
lainnya. Indonesia pernah menjadi swasembada beras pada tahun 1980,
namun sudah tidak pernah terjadi lagi. 1 Bahkan Indonesia saat ini harus
impor beras dari Thailand dan Vietnam sebagai upaya kerja sama
agrikultur. Bahkan pemerintah belum bisa lepas dari impor beras. Meski
diklaim mengalami surplus, tapi pembelian beras dari luar negeri, salah
satunya beras Thailand, masih dibutuhkan. Beras itu kemudian dijadikan
stok oleh pemerintah guna mengantisipasi berbagai hal termasuk gagal
panen atau untuk bantuan bencana alam yang berdampak pada
masyarakat, hal ini adalah sebuah fakta ironis dimana sebuah negara
agraris lemah di sektor ketahanan pangan nasionalnya.
Melihat pentingnya sektor pertanian dan untuk memenuhi
kebutuhan pangan nasional, dan memperkuat ketahanan pangan ini
pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam bentuk upaya khusus Padi,
Jagung dan kedele (UPSUS PAJALE). Dimana untuk memperkuat upsus
1
Riwanto, Tirto Sudarmo. 2007. LIPI Press: Jakarta. Hal. 20
2
2
https://www.kompasiana.com/ktyudhonegoro/54f35e81745513902b6c7287/robohnya-
profesionalisme-tniad-babinsa-jadi-penyuluh-pertanian
4
ketahanan pangan yang belum optimal akibat beban tugas yang tidak
hanya terfokus ke satu hal saja sehingga implementasi kebijakan dalam
pendampingan ketahanan tidak berjalan baik. Selain itu tidak semua
komandan satuan maupun anggotanya mempunyai kemampuan khusus
dalam pendampingan ketahanan yang dilaksanakan serta terbatasnya alat
dan peralatan satuan dalam mendukung tugas di bidang ketahanan
pangan ini.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan pada sub bab
sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penulisan ini
adalah:
a. Bagaimana optimalisasi peran komandan kodim dalam
mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional
b. Apa saja Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan guna tercapainya
optimalisasi peran komandan kodim dalam mendukung
tercapainya ketahanan pangan nasional
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
7. Landasan Normatif
a. Landasan Historis. Sejarah perjuangan Indonesia menunjukkan
betapa kokohnya persatuan TNI dengan rakyat dalam kesatuan yang
manunggal yang bangkit melancarkan revolusi untuk menumbangkan
penjajahan. Oleh karena itu TNI akan terus berjuang untuk
kepentingan rakyat yang mendambakan keadilan dan kemakmuran,
hal ini tentu akan terwujud melalui Ketahanan pangan yang
diharapkan. Ketahanan pangan yang menuju kepada terwujudnya
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam konteks ini TNI
selalu tampil kedepan menjadi pelopor, bersama-sama rakyat
melaksanakan kegiatan misalnya Karya Bhakti TNI, Operasi Bhakti,
maupun dalam bentuk pendampingan bagi petani, pengawalan
pendistribusian pupuk bersubsidi dan lain sebagainya.
Kemanunggalan TNI – Rakyat harus tetap dipertahankan sebagai
modal utama dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan
jalan mengoptimalkan peran Komandan Kodim Dalam tercapainya
ketahanan pangan nasional
b. Landasan Idiil. Pancasila sebagai dasar negara telah
mengamanatkan dalam Sila ke-3 “Persatuan Indonesia” dan ke-5
9
3
Undang-undang RI No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 4
10
4
Undang-undang RI No.34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 8 Ayat (d)
5
Mabesad, Doktrin TNI AD “Kartika Eka Paksi”, Skep Kasad Nomor Skep /18/XII/2001, tanggal 15
Desember 2001, Jakarta, 2001.
11
8. Landasan Teoritis
a. Konsep Peran. Robbins (2001) mendefinisikan peran sebagai “a
set of expected behaviour patterns attributed to someone occupying a
given position in a social unit”. 7 Menurut Dougherty & Pritchard (1985)
dalam Bauer, teori peran ini memberikan suatu kerangka konseptual
dalam studi perilaku di dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa
peran itu “melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan dari
perilaku atau tindakan”. Lebih lanjut, dikatakan bahwa relevansi suatu
peran itu akan bergantung pada penekanan peran tersebut oleh para
penilai dan pengamat (biasanya supervisor dan pimpinan) terhadap
produk atau outcome yang dihasilkan. Dalam hal ini, strategi dan
6
UU
No. 18/2012 tentang Pangan
7
Robbins, Stephen P. (2001). Organizational Behavior, 9 ed.. Upper Saddle River, New Jersey,
07458: Prentice-Hall Inc. Hal 227
12
8
Bauer, Jeffrey C. (2003). Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes in
Germany and the United States. Dissertation, University of Cincinnati – Clermont.
13
11
Salim Said, Militer Indonesia dan Politik : Dulu, Kini, dan Kelak,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006. hal.13
15
kowil yang tidak dapat dipisahkan. Peran kowil tersebut agar dapat
berdaya guna dan tepat sasaran, tentunya perlu dikoordinasikan
dan disinegikan dengan program kerja pemerintah daerah.
Menyadari tentang pentingnya koordinasi dan sinergitas seperti
disampaikan diatas, hal tersebut dapat dijadikan entry point bagi
aparat Kowil untuk berperan aktif membantu pemerintah daerah,
yang pelaksanaannya dapat melalui metode Binter agar program
yang diajukan oleh Kowil dapat terarah dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Binter
merupakan salah tugas pokok dari Komando Kewilayahan yang
dilaksanakan untuk memberdayakan potensi wilayah menjadi
kekuatan wilayah dalam bentuk ruang, alat dan kondisi juang yang
tangguh guna penyiapan pertahanan negara Penyelenggaraan
Binter diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal agar mampu
memberdayakan potensi wilayah menjadi kekuatan yang dapat
dijadikan modal untuk membantu Pemda meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pembinaan Teritorial dilaksanakan
secara terus menerus dengan melibatkan instansi terkait terutama
Pemerintah, Masyarakat atau Lembaga Non Departemen serta TNI
AD sebagal inti secara terpadu dengan menggunakan metode
binter yang meliputi Bhakti TNI, Pembinaan Ketahanan
Wilayah dan Pembinaan Komunikasi Sosial.
Bagi TNI, amanah konstitusi dalam melaksanakan tugas
memberdaya-kan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
itu, merupakan bagian integral dalam membantu pemerintah untuk
menjawab pengaruh lingkungan operasi dengan menggunakan
metode Binter dalam bentuk kegiatannya. Ini dilakukan untuk
memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa keterlibatan
seluruh komponen kekuatan akan sangat menentukan dalam
menghalau dan menghadapi lingkungan operasi, yang tidak
menutup kemungkinan menjadi skenario dan strategi negara lain
18
b. Kerangka Pemikiran
Instrumental Input
TERWUJUD
NYA
KETAHANAN PANGAN NASIONAL
KONDISI
PERAN DANDIM SAAT INI KONDISI
Subyek Obyek Metode PERAN DANDIM YG DIHARAPKAN
ENVIROMENTAL INPUT
INTERN EKSTERN
KEKUATAN PELUANG
KELEMAHAN ANCAMAN
20
BAB III
GAMBARAN OBYEK PENELITIAN
13
https://www.berita2bahasa.com/berita/09/22401703-manunggal-tni-dan-petani-untuk-
swasembada-pangan (diakses 20 April 2020)
24
b. Faktor Eksternal
1) Peluang
a) Tugas-tugas TNI dalam OMSP sesuai dengan UU RI No.34
tahun 2004 tentang TNI diantaranya adalah
menyelenggarakan pemberdayaan wilayah pertahanan
yang salah satu penjabarannya dilaksanakan ke dalam
30
2) kendala
a) Sosialisasi kebijakan pemerintah yang menyangkut
dukungan anggaran bagi kegiatan pendampingan bagi
petani oleh Komandan Kodim maupun aparatnya belum
dilaksanakan secara menyeluruh sampai pada tingkat
daerah Kabupaten, sehingga sering timbul adanya
kesalahfahaman antara satuan Kowil yang akan
melaksanakan kegiatan pendampingan di daerah dengan
instansi pemerintah di daerah yang berpengaruh pada
kelancaran proses perencanaan dan pelaksanaan
penyelenggaraan kegiatannya.
b) Kemampuan daya dukung daerah baik berupa dana, alat
peralatan antara daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya tidak sama, sehingga berpengaruh pada
pemenuhan dukungan alat peralatan dan sarana penunjang
kegiatan pendampingan bagi petani dalam mewujudkan
ketahanan pangan nasional.
c) Belum sinkronnya program Binter yang disusun oleh
Komandan Kodim dan aparatnya dengan program Pemda
terutama menyangkut penyelenggaraan pendampingan bagi
petani sebagai akibat koordinasi yang belum terpadu antara
Pemda dengan Kowil berdampak pada operasionalisasi
kegiatan di lapanganan menjadi tumpang tindih, sehingga
kegiatan yang dilaksanakan tidak optimal.
32
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari uraian faktor internal dan eksternal yang dituangkan dalam tabel 4.1
di atas, selanjutnya penulis menetapkan strategi SO, ST, WO, dan WT
yang diuraikan dalam bentuk tabel matrik analisis SWOT sebagai berikut:
40
PELUANG
(Opportunity)
Strategi WO Strategi SO
mampuan aparat kowil guna mendukung prioritas •sasaran untuk kegiatan
Memaksimalkan pendampingan
prioritas bagi pendampingan
sasaran kegiatan petani bagi petani diseluruh Kowil
alitas dan kuantitas alat peralatan yang dimiliki guna mendukung prioritas sasaran untuk kegiatan pendampingan potensi
• Menyusun program satuan kerja Kowil guna memaksimalkan bagi petani
pertanian guna menunjang ke
KELEMAHAN KEKUATAN
(Weakness) (Strength)
Strategi WT Strategi ST
• Koordinasi antar pihak terkait guna • Mensosialisasikan kebijakan pemerintah
pelaksanaan program pendampingan bagi dilaksanakan secara menyeluruh dengan bantuan
petani aparat Kowil TNI
• sinkronisasi program Binter dengan • sinkronisasi program Binter dengan program
program pemda guna meningkatkan kualitas pemda dengan dukungan program kerja satuan
dan kuantitas alat peralatan Kowil didasarkan pada sistem “bottom up
planning”
ANCAMAN
(Threat)
(1) Kasad
(a) Mengeluarkan kebijakan program pembangunan dan
pembinaan bagi Satuan Kowil dalam rangka peningkatan
profesionalisme Aparat Kowil dalam bidang
pendampingan bagi petani guna mewujudkan ketahanan
pangan.
(b) Menyusun program pelaksanaan pendampingan bagi
petani guna mewujudkan ketahanan pangan yang
ditujukan untuk memperkokoh kemanunggalan TNI-
Rakyat.
(2) Pangdam
Dalam Pengembangan rencana operasi pertahanan
(Renopshan) Kodam, maka Pangdam memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut :
(a) Bertanggung jawab terhadap perencanaan dan
penentuan terhadap kebijaksanaan menyangkut
penyelenggaraan peran pelaksanaan pendampingan
bagi petani guna mewujudkan ketahanan pangan
(b) Mengadakan kerjasama dengan instansi terkait di
tingkat Provinsi sehingga mempunyai kesamaan pola
pikir dan pola tindak dalam melaksanakan kegiatan di
lapangan.
(c) Mengkoordinasikan dengan pejabat Muspida dan
instansi terkait serta tokoh masyarakat di tingkat propinsi
agar dapat mendukung pelaksanaan kegiatan
pelaksanaan pendampingan bagi petani guna
mewujudkan ketahanan pangan
(d) Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan
kegiatan di wilayah sehingga tetap berada dalam koridor
yang telah ditentukan.
(3) Danrem
44
BAB V
PENUTUP
17. Kesimpulan.
a. Kegiatan pendampingan bagi petani guna mewujudkan ketahanan
pangan merupakan salah satu metode yang dinilai efektif untuk
mewujudkan kemanunggalan TNI dengan Rakyat. Namun dalam
implementasinya penyelenggaraan Bhakti TNI belum mencapai
hasil yang optimal, hal ini disebabkan karena peran Dandim dalam
pelaksanaan setiap tahapan pada kegiatan kegiatan pendampingan
bagi petani guna mewujudkan ketahanan pangan belum
dilaksanakan secara, piranti lunak belum lengkap, serta
Keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
kegiatan pendampingan bagi petani guna mewujudkan ketahanan
pangan dengan pemerintah daerah belum maksimal.
b. Agar penyelenggaraan kegiatan pendampingan bagi petani guna
mewujudkan ketahanan pangan mampu mencapai hasil yang
optimal maka perlu ditempuh langkah optimalisasi dengan
meningkatkan kegiatan pada setiap tahapan kegiatan
pendampingan bagi petani guna mewujudkan ketahanan pangan,
latihan dan penataran, penyamaan visi dan misi tentang
penyelenggaraan kegiatan pendampingan bagi petani guna
mewujudkan ketahanan pangan, serta peningkatan kerjasama
antara aparat Kowil dengan pemerintah daerah serta instansi
terkait lainnya dengan harapan melalui kegiatan pendampingan
bagi petani guna mewujudkan ketahanan pangan dapat mencapai
sasaran yang telah disusun yakni terwujudnya kemanunggalan TNI
dengan rakyat serta ketahanan pangan nasional.
c. Dengan adanya upaya ke arah yang lebih baik dengan
berbagai langkah yang disesuaikan dengan aturan dan norma yang
61
diberlakukan, baik terhadap peran dan fungsi dari Kowil itu sendiri
melalui penyamaan visi, misi dan persepsi, maupun kinerja Aparat
Kowil melalui peningkatan lima kemampuan teritorial serta kegiatan
kegiatan pendampingan bagi petani guna mewujudkan ketahanan
pangan yang dilaksanakan pada intinya adalah untuk merebut hati
rakyat dengan bersikap dan berperilaku baik terhadap rakyat
sehingga timbul simpati rakyat terhadap TNI sehingga
mendorong terwujudnya Kemanunggalan TNI-Rakyat serta
terwujudnya swasembada pangan.
18. Saran
a. Perlu adanya peningkatan kegiatan pada setiap tahapan pada
kegiatan pendampingan bagi petani mewujudkan ketahanan
pangan sehingga tersusun dengan cermat sehingga hasil yang
dicapai sesuai dengan yang diharapakan yaitu mewujudkan
ketahanan pangan nasional.
b. Perlu adanya kegiatan pendidikan, latihan dan penataran yang
dilaksanakan di satuan untuk membekali pengetahuan dan
keterampilan bagi aparat Kowil yang menyangkut materi kegiatan
pendampingan bagi petani mewujudkan ketahanan pangan