Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang

Hipertiroidisme adalah meningkatnya kadar T4 dan T3 dalam sirkulasi,


yang terjadi akibat kelenjar tiroid terlalu aktif atau pengeluaran hormon-
hormon tiroid secara berlebihan dari satu atau lebih nodulus tiroid. Jika
hipertiroidisme tidak tertangani dengan baik, kondisi akan mengarah ke krisis
tiroidPenyakit Graves adalah penyakit otoimun yang terkait dengan lebih dari
80% penyebab hipertiroidisme di dunia. Insidensi krisis tiroid dikatakan tidak
lebih dari 10% (1-2%) pasien yang dirawat dengan tirotoksikosis. Namun,
angka kematian oleh krisis tiroid masih tinggi, dengan rentang (20-30%).
Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid,
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20% (Linda,dkk, 2010).

Salah satu penatalaksanan hipertiroid adalah pembedahan dengan


mengangkat sebagian kelenjar tiroid sehingga tidak menghasilkan T 3 dan T4
yang berlebihan. Pengangkatan kelenjar yang terlalu luas mengakibatkan
 penurunan produksi hormon tiroid yang lambat laun dapat berkembang
menjadi hipotiroidisme (Linda,dkk, 2010).

Hipotiroidisme adalah penyakit yang diakibatkan oleh penurunan


sirkulasi hormon tiroid. Dalam 95% kasus, penyebabnya adalah adanya
masalah pada kelenjar tiroid, dan pada 5% kasus berhubungan dengan
disfungsi kelenjar pituitari. Insuffisiensi hormon tiroid berpengaruh pada
semua sel tubuh dan organ, serta memperlambat laju metabolik, dan respon
 pada semua sistem. Gejala hipotiroidisme sulit terdiagnosa dan di Amerika
mulai tampak sekitar 20% pada orang dewasa di atas 60 tahun (Linda,dkk,
2010).

Koma miksedema merupakan stadium lanjut dari hipotiroidisme yang


 jarang, dan umumnya menyerang pasien usia lanjut, dan lebih banyak terjadi
 pada wanita daripada laki-laki. Keadaan ini merupakan komplikasi yang
 jarang terjadi dengan angka kematian >50%. Identifikasi dini terhadap gejala
dan penanganan segera dapat menurunkan angka mortalitas miksedema,
meskipun tetap tinggi dibandingkan dengan beberapa penyakit lain. Koma
miksedema jarang ditemukan sebagai penyakit tunggal di unit perawatan
kritis (Linda,dkk, 2010).

1.2 Pokok Bahasan


1. Definisi krisis tiroid
2. Etiologi krisis tiroid
3. Patofisiologi krisis tiroid
4. Manifestasi klinis krisis tiroid
5. Pemeriksaan diagnostik krisis tiroid
6. Penatalaksanaan krisis tiroid
7. Komplikasi krisis tiroid
8. Prognosis krisis tiroid
9. Asuhan keperawatan pada pasien dengan krisis tiroid
10. Definisi koma miksedema
11. Etiologi koma miksedema
12. Patofisiologi koma miksedema
13. Manifestasi klinis koma miksedema
14. Pemeriksaan diagnostik koma miksedema
15. Penatalaksanaan koma miksedema
16. Komplikasi koma miksedema
17. Prognosis koma miksedema
18. Asuhan keperawatan pada pasien dengan koma miksedema
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA KRISIS TIROID
2.1 Definisi
Hipertiroidisme juga dikenal sebagai tirotoksikosis, hipertiroidisme dapat
didefinisikan sebagai respons jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau
akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme
spontanyang sering dijumpai yaitu penyakit Grave dan goiter noduler toksik.
(Price, 2006)

Hipertiroidisme berat dapat mengalami krisis atau badai tiroid. Pada kasus
seperti ini biasanya manifestasi klinis seperti mata melotot, fisura palpebra
melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi, sehingga manifestasi klinis
tersebut menjadi semakin berat dan dapat membahayakan kehidupan. Demam
hampir selalu ada dan ini mungkin merupakan petunjuk penting adanya
komplikasi yang serius.

Krisis tiroid selalu terjadi sebagai hipertiroidisme, terjadi ketika kelenjar


tiroid memproduksi hormone tiroid secara berlebih dari kebutuhan tubuh.
Penyebab tersering dari hipertiroidisme adalah penyakit  grave atau penyakit
autoimun yang mempengaruhi 0,4% populasi di Amerika dengan ratio 5:1, lebih
 banyak wanita daripada laki-laki. Obat antidisritmia amiodarone (cordarone)
sebanyak 14% - 18% diketahui sebagai penyebab disfungsi tiroid pada pasien.

Krisis tiroid adalah fase kritis dari hipertiroidisme. Hal ini jarang terjadi
dan mengancam jiwa. Patofisiologi dari krisis tiroid tidak diketahui secara pasti.
Penyakit memiliki faktor presipitasi yaitu stress berat seperti, infeksi,
 pembedahan, kehamilan, sakit kritis. (Urden, 2010)

2.2 Etiologi
Terdapat tiga mekanisme fisiologis yang diyakini dapat mengakibatkan
krisis tiroid adalah (Hudak dan Gallo, 2010):

1. Pelepasan hormone tiroid secara tiba-tiba dalam jumlah besar


2. Hiperaktivitas adrenergic
3. Peningkatan lipolisis sehingga terjadi pemenbentukan asam lemak yang
 berlebih

2.3 Patofisiologi
Krisis thyrotoxic disebut juga sebagai badai tiroid, penyebab penyakit ini
masih belum dipahami. Mekanisme fisiologis yang diperkirakan mencakup
krisis thyrotoxic yang meliputi pelepasan secara tiba-tiba dalam jumlah besar
 pada hormon tiroid, jaringan toleransi rendah untuk triiodothyronine (T3),
thyroxine (T4), adrenergik hiperaktif, lipolisis yang berlebihan dan produksi
asam lemak. Pelepasan secara tiba-tiba dalam jumlah besar hormon tiroid ini
diperkirakan menghasilkan manifestasi hiper-metabolik yang terlihat selama
krisis thyrotoxic. Manifestasi endokrin disebabkan oleh peningkatan tingkat
sirkulasi hormon tiroid dan dengan stimulasi sistem saraf simpatik.
Hiperaktivitas adrenergik dianggap krisis thyrotoxic. Meskipun tiroid
adalah hormon katekolamin, kadar katekolamin selama krisis thyrotoxic
 biasanya dalam kisaran normal. Hal ini masih diragukan apakah efek
hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin yang
menyebabkan sensitivitas tinggi dan overfunction tiroid. Tiroid katekolamin
mengakibatkan tingkat peningkatan reaksi kimia, meningkatkan nutrisi,
oksigen konsumsi, peningkatan produksi panas, perubahan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan keadaan katabolik.
Mekanisme lain yang mungkin akan menyebabkan krisis thyrotoxic adalah
lipolisis yang berlebihan dan produksi asam lemak. Dengan lipolisis yang
 berlebihan asam lemak dapat mengakibatkan oksidasi meningkat dan
menghasilkan energi panas yang sulit untuk diredakan melalui vasodilatasi.
Salah satu komplikasi kardiovaskular dari tirotoksikosis adalah atrial
fibrilasi, yang muncul pada 10%-35% kasus. Isu penggunaan antikoagulan
 pada atrial fibrilasi dalam settingan tirotoksikosis masih kontroversi. Pada
suatu studi retrospektif, pasien tirotoksikosis dengan atrial fibrilasi, tidak
dalam keadaan status embolik, dibandingkan dengan pasien yang memiliki
atrial fibrilasi dikarenakan penyebab lain. Konsensus mengatakan bahwa pada
 pasien tirotoksik yan gmengalami atrial fibrilasi, terapi antitrombotik
dilakukan jika dijumpai faktor resiko untuk stroke. Usia dan penyakit
jantung merupakan faktor resiko tromboemboli pada krisis tiroid. Oleh
karena itu, warfarin atau aspirin mungkin dapat digunakan. Pasien
tirotoksik membutuhkan dosis warfarin lebih kecil daripada pasien eutiroid
oleh karena
 peningkatan klirens faktor koagulasi bergantung vitamin.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang khas pada pasien dengan krisis tiroid meliputi:
1. Demam dengan suhu > 38,5 oC
2. Gangguan kardiovaskular berupa hipertensi dengan tekanan nadi yang
melebar, yang pada fase berikutnya hipotensi disertai tanda-tanda gagal
 jantung antara lain fibrilasi atrium atau takikardi ventrikular
3. Gangguan neurologik berupa agitasi hiperrefleksia, delirium, tremor,
kejang, dan koma.
4. Gangguan gastrointestinal, yang kebanyakan berupa muntah dan diare.
2.5 WOC
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH
akan memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan
saraf pusat atau kelenjar tiroid.
1. TSH (Tiroid Stimulating Hormone) mengalami penurunan
2. Peningkatan level hormon tiroid termasuk TT4, FT4I,FT4,TT3,FT3I
3. RAIU: >50%
4. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrasound untuk memastikan
 pembesaran kelenjar tiroid
5. Tiroid scan untuk melihat pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan
hiperglikemia

Tabel 1. Nilai Normal Tes Fungsi Tiroid


Thyroid Function Measurement Normal Range
Test
Total T4 (TT4) bound and free T4 4.5 -11.5 ug/dL
Free T4 (FT4) free T4 0.8 -2.8 ng/dL
Free T4 Index (FT4I) estimate of free T4 1.0 -4.3 U
FT4I = TT4 x RT3U
Total T3 (TT3) bound and free T3 75 -200 ng/dL
Resin T3 Uptake  binding capacity of 25 -35%
(RT3U) TBG
TRH TRH 5 -25 mIu/mL
TSH TSH 0.3 - 5.0 U/mL
Thyroglobulin Thyroglobulin 5-25 ng/mL
Radioactive Iodine Distribution of 5 hr – 5 to 15%
Uptake (RAIU) radiolabeled iodine in 24 hr – 15 to 35%
the thyroid

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium :
TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul infeksi
 pada awal pemakaian obat antitiroid)
Intervensi Rasional
1) Beri kesempatan pasien 1) Untuk membantu mengkaji
mendiskusikan alasan untuk tidak  penyebab gangguan makanan
makan 2) Untuk mengkaji zat gizi yang
2) Observasi dan catat asupan pasien dikonsumsi dan suplemen yang
(cair dan padat) diperlukan
3) Tentukan makanan kesukaan pasien 3) Untuk meningkatkan nafsu makan
dan usahakan untuk mendapatkan  pasien
makan tersebut. Tawarkan makanan 4) Untuk mengidentifikasi adanya
yang merangsang indra penghidu, kenaikan atau penurunan BB
 penglihatan, dan taktil
4) Timbang berat badan pasien setiap
hari

5. Konstipasi b.d penurunan gastrointestinal


Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Kriteria Hasil :
1. Asupan cairan dan serat pasien dapat dikaji
2. Pasien melaporkan keinginan defekasi, bila memungkinkan
3. Pasien melaporkan pengeluaran feses yang mudah dan tuntas
Intervensi Rasional
1) Dorong peningkatan asupan cairan i. Meminimalkan kehilangan panas.
2) Berikan makanan yang kaya akan i. Meningkatkan massa feses dan
serat. frekuensi buang air besar.
3) Ajarkan kepada klien, tentang jenis - i. Untuk peningkatan asupan cairan
 jenis makanan yang banyak kepada pasien agar . feses tidak
mengandung air keras
4) Pantau fungsi usus. . Memungkinkan deteksi konstipasi
5) Dorong klien untuk meningkatkan dan pemulihan kepada pola
mobilisasi dalam batas-batas defekasiyang normal.
toleransi latihan. . Meningkatkan evakuasi feses.
6) Kolaborasi : untuk pemberian obat i. Untuk mengencerkan feses.
 pecahar dan enema bila diperlukan

6. Intoleransi aktivitas b.d penurunan energi otot


Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian.
Kriteria Hasil :
2. Pasien menyatakan keinginannya untuk meningkatkan aktivitas
3. Pasien menyatakan mengerti tentang kebutuhannya untuk
meningkatkan aktivitas secara bertahap
Intervensi Rasional

1) Atur interval waktu antar aktivitas 1) Mendorong aktivitas sambil


untuk meningkatkan istirahat dan memberikan kesempatan untuk
latihan yangdapat ditolerir. mendapatkan
2) Bantu aktivitas perawatan mandiri istirahat yang adekuat
ketika pasien berada dalam keadaan
2) Memberi kesempatan pada pasien
lelah.
untuk berpartisipasi dalam aktivitas
3) Berikan stimulasi melalui
 perawatan mandiri.
 percakapan dan aktifitas yang tidak
3) Meningkatkan perhatian tanpa
menimbulkan stress.
terlalu menimbulkan stress pada
4) Pantau respons pasien terhadap
 pasien.
 peningkatan aktititas.
4) Menjaga pasien agar tidak
melakukan aktivitas yang
 berlebihan atau kurang.

5.4 Evaluasi

1. Aktivitas meningkat
2. Suhu tubuh kembali normal
3. Fungsi usus kembali normal
4. Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang
diresepkan
5. Pola nafas kembali normal
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Hipertiroidisme adalah meningkatnya kadar T4 dan T3 dalam sirkulasi, yang


terjadi akibat kelenjar tiroid terlalu aktif atau pengeluaran hormon-hormon tiroid
secara berlebihan dari satu atau lebih nodulus tiroid. Penyebab hipertiroidisme
yang paling umum adalah penyakit Graves

Krisis tiroid adalah kedaruratan medis yang disebabkan oleh eksaserbasi akut
dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat berakibat fatal dan mematikan, yang
ditandai dengan dekompensasi satu atau lebih sistem organ, serta keadaan status
hipermetabolik

Koma miksedema adalah eksaserbasi (perburukan) semua gejala


hipotiroidisme yang mengancam nyawa, ditandai dengan hipotermia tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran yang
menyebabkan koma (Elizabeth Corwin, 2000). Koma ini tercetus pada pasien
hipotiroid kronis karena berbagai hal, diantaranya adalah hipotermi (terpajan
dingin), infeksi, hipoglikemia, obat-obatan (narkotik, sedatif), reaksi alergi, stres
metabolik lainnya.

6.2 Saran

Sebagai calon perawat hendaknya kita memberikan health education kepada


klien hipotiroid tentang koma miksedema dan krisis tiroid sehingga dapat
mengetahui faktor pencetus dan dapat dihindari. Penanganan asuhan keperawatan
dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan yang memadai. Dukungan psikologik
dari perawat dan keluarga sangat berguna untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Carpenito. 1999.  Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Cynthia M. Taylor, S. S. (Jakata). Diagnosis Keperawatan : dengan Rencana Asuhan.
EGC: 2010.
Corwin, J. Elizabeth. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
FKUI. 1979. Patologi. Jakarta: FKUI
Ganong. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Gibson, John. 2003.  Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Guyton. Hall. 1997.  Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hudak, Gallo. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC
Linda D.Urden, Kathleen M.Stacy, and Mary E. 2010. Critical Care Nursing. St.
Louis: Mosby Elsevier
 Nayak B, Burman K. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N
Am. 2006;35:663-86.
http://www.artikelkedokteran.com/597/tes-tiroid.html diakses pada tanggal 17
Oktober 2013 pk 02.00 pm
http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/krisis-tiroid.html diakses pada tanggal 18
Oktober 2013 pk 07.00 pm
Price, A Sylvia dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi vol 2 edisi 6 . Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai