PENDAHULUAN
Hipertiroid adalah salah satu bentuk tirotoksikosis yang disebabkan oleh peningkatan
sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada sindrom
klinis dari kelebihan hormon tiroid yang bersirkulasi, terlepas dari sumbernya. Penyebab
hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves, diikuti oleh gondok nodular toksik.
Penyebab penting lainnya dari tirotoksikosis termasuk tiroiditis, disfungsi tiroid yang diinduksi
oleh yodium dan obat, dan konsumsi berlebihan dari hormon tiroid yang berlebihan.1
Penyakit Graves (GD) tetap menjadi penyebab hipertiroidisme yang paling sering ditemukan
sekitar 60-80% dari semua kasus tirotoksikosis di seluruh dunia. Goiter multinodular toksik (15-
20% tirotoksikosis) terjadi lebih sering di daerah defisiensi yodium. 3 Pada penderita hipertiroid
keluhan yang sering kali di alami pasien seperti palpitasi, mudah lelah, dipneu d’effort, takikardi
(pada saat istirahat, tidak mampu melakukan kegiatan fisik). Takikardi dan aritmia merupakan
presentasi awal hipertiroid. 1
Pengobatan hipertiroid dapat dilakukan dalam 3 carai yaitu dengan menggunakan obat
anti tiroid (OAT) obat yang dapat digunakan adalah turunan thiourea yaitu
methimazole/carbimazole, atau prophylthiouracil), pengobatan dengan iodine radioaktif, atau
pembedahan. 14
1
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya menurut WHO (world health
organization) Sekitar 422 juta orang di seluruh dunia hidup dengan diabetes pada tahun 2014.
Prevalensi global diabetes diperkirakan 8,5% di antara orang dewasa berusia 18 tahun keatas.
Tahun 2012, diabetes adalah penyebab langsung dari 1,5 juta kematian. WHO memproyeksikan
bahwa diabetes akan menjadi penyebab kematian ke-7 pada tahun 2030. 4 Adapun Keluhan yang
dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus (DM) seperti Poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.5
Hormon tiroid maupun insulin mempunyai peranan penting dalam metabolisme seluler.
Disfungsi tiroid akan memberikan pengaruh negatif terhadap pengendalian DM dan
pengendalian glukosa yang buruk akan memberikan pengaruh buruk pada kerja hormon tiroid.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara disfungsi tiroid dengan metabolisme
karbohidrat dan juga lipid. Resistensi insulin pada hipertiroid akan mengalami perbaikan setelah
kelainan endokrinnya diobati. Hal ini juga terbukti dari penelitian ini, bahwa walaupun memang
terjadi resistensi insulin, tetapi dengan memperbaiki dan mengatasi keadaan hipertiroidnya,
setelah pasien mencapai status klinis eutiroid/hipertiroid subklinis resistensi insulin ini juga ikut
membaik.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertiroid
2.1.1. Definisi
Hipertiroid adalah kondisi yang terjadi ketika fungsi kelenjar tiroid menjadi tidak
normal sehingga menyebabkan produksi dan pelepasan hormon tiroid yang berlebihan.
Menurut American Thyroid Assotiation (ATA) hipertiroid adalah salah satu bentuk
tirotoksikosis yang disebabkan oleh peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada sindrom klinis dari kelebihan hormon
tiroid yang bersirkulasi, terlepas dari sumbernya. Penyebab hipertiroidisme yang paling
umum adalah penyakit Graves, diikuti oleh gondok nodular toksik. Penyebab penting
lainnya dari tirotoksikosis termasuk tiroiditis, disfungsi tiroid yang diinduksi oleh
yodium dan obat, dan konsumsi berlebihan dari hormon tiroid yang berlebihan.3,2,7
2.1.2. Epidemiology
Prevalensi hipertiroidisme sekitar 8% di Eropa sedangkan 3% di amerika serikat
(AS). Hipertiroidisme meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih sering terjadi
pada wanita. Hipertiroidisme tampaknya lebih sering terjadi pada orang kulit putih
dibandingkan ras lain. Insiden hipertiroidisme juga dilaporkan lebih tinggi di daerah
yang kekurangan yodium daripada di daerah yang cukup yodium, dan menurun setelah
pengenalan program iodisasi garam universal. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar RI
(RISKESDAS) prevalensi penyakit hipertiroid di Indonesia adalah 0,6% pada wanita
dan 0,2% pada pria. Dengan rincian pada usia 15-24 tahun sebanak 0,4%, usia 25-34
tahun 0,3% dan diatas 35 tahun sekitar 0,5%. 2,3
Penyakit Graves (GD) tetap menjadi penyebab hipertiroidisme yang paling sering
ditemukan sekitar 60-80% dari semua kasus tirotoksikosis di seluruh dunia. Insiden
tahunan penyakit Graves ditemukan 0,5 kasus per 1000 populasi selama periode 20
tahun, dengan puncak kejadian pada orang berusia 20-40 tahun. 3,8
3
Goiter multinodular toksik (15-20% tirotoksikosis) terjadi lebih sering di daerah
defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium yang
cukup, dan kejadian goiter multinodular toksik pada populasi AS lebih rendah daripada
di daerah di dunia dengan kekurangan yodium. Adenoma toksik adalah penyebab 3-5%
kasus tirotoksikosis. Insiden penyakit Graves dan goiter multinodular toksik berubah
dengan asupan yodium. Dibandingkan dengan wilayah dunia dengan asupan yodium
yang lebih sedikit, Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan
lebih sedikit kasus goiter multinodular toksik.9
Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama pada orang
Kaukasia, Hispanik, dan Asia tetapi pada tingkat yang lebih rendah pada orang Afrika-
Amerika. Semua penyakit tiroid lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada
pria. Penyakit autoimun Graves memiliki rasio pria-wanita 1: 5-10. Rasio pria-wanita
untuk gondok multinodular toksik dan adenoma toksik adalah 1: 2-4. Ophthalmopathy
Graves lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.9
Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak pada orang berusia 20-40
tahun. Goiter multinodular toksik terjadi pada pasien yang biasanya memiliki riwayat
goiter non toksik yang lama dan oleh karena itu biasanya muncul saat mereka berusia
lebih dari 50 tahun. Pasien dengan adenoma toksik hadir pada usia yang lebih muda
dibandingkan pasien dengan goiter multinodular toksik.9
4
Sebuah studi oleh Kim et al melaporkan hipertiroidisme menjadi faktor risiko
infark miokard dan stroke iskemik pada wanita, orang berusia 50 tahun atau lebih, dan
individu non-obesitas, terlepas dari faktor risiko kardiovaskular. Namun, hipertiroidisme
tidak ditemukan berdampak signifikan pada kematian sekunder akibat kejadian
kardiovaskular. 9
2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertiroid terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
Hipertiroid primer
Hipertiroidisme primer berkaitan dengan kelenjar tiroid yang
memproduksi hormon dalam jumlah besar karena pertumbuhan jaringan
fungsional penghasil hormon yang tidak terkendali atau melalui proses autoimun
yang mengganggu kontrol umpan balik normal.10
Hipertiroid sekunder
Hipertiroidisme sekunder dapat dikaitkan dengan stimulasi tiroid yang
berlebihan. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan produksi TSH dari
kelenjar pituitari atau tumor yang mensekresi TSH, atau lebih jarang dari produksi
TRH yang berlebihan dari hipotalamus atau tumor yang mengeluarkan hormon
pelepas tirotropin (TRH).10
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme
5
Tirotoksikosis
gestasional
2.1.4. Etiology
Tingginya prevalensi penyakit Graves pada wanita, hormon seks dan faktor
kromosom, seperti Inaktivasi kromosom X, diduga menjadi pemicu. Faktor lainnya
seperti infeksi (terutama dengan Yersinia enterocolitica, akibat mekanisme
molekuler meniru dengan reseptor TSH), kekurangan vitamin D dan selenium,
kerusakan tiroid, dan obat imunomodulasi juga dicurigai Studi lebih lanjut untuk
memastikan lebih tepat peran faktor-faktor tersebut dalam penyebab penyakit Graves
sangat dibutuhkan.3
6
menjadi otonom dan tidak bergantung pada hormon tiroid dari reseptor antibodi TSH
atau TSH. Penyebab yang kurang umum dari hipertiroidisme termasuk tirotoksikosis
yang diakibatkan oleh tirotropin dan tumor trofoblas, di mana reseptor TSH
dirangsang oleh kelebihan TSH dan human chorionic gonadotropin.3
2.1.5. Patofisiologi
7
Pengikatan TSH ke reseptor di kelenjar tiroid menyebabkan pelepasan
hormon tiroid terutama T4 dan T3 pada tingkat yang lebih rendah. Pada gilirannya,
peningkatan kadar hormon ini bekerja di hipotalamus untuk menurunkan sekresi
TRH dan dengan demikian sintesis TSH. Sintesis hormon tiroid membutuhkan
yodium. Iodida anorganik makanan diangkut ke dalam kelenjar oleh pengangkut
iodida, diubah menjadi yodium, dan diikat menjadi tiroglobulin oleh enzim
peroksidase tiroid melalui proses yang disebut organifikasi. Ini menghasilkan
pembentukan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), yang digabungkan
untuk membentuk T3 dan T4, kemudian disimpan dengan tiroglobulin di lumen
folikel tiroid. Tiroid mengandung banyak sekali hormon yang telah dibentuk
sebelumnya.
Hormon tiroid berdifusi ke dalam sirkulasi perifer. Lebih dari 99,9% T4 dan
T3 di sirkulasi perifer terikat pada protein plasma dan tidak aktif. Free T3 20-100
kali lebih aktif secara biologis daripada T4 bebas. T3 bebas bekerja dengan mengikat
reseptor inti (protein pengikat DNA dalam inti sel), mengatur transkripsi berbagai
protein seluler.
Produksi T4, T3 yang tinggi tersebut berasal dari stimulasi antibodi stimulasi
hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang
berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid, yang
mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatis tubuh. Salah satunya
peningkatan saraf simpatis di jantung, sehingga impuls listrik dari nodus SA jantung
meningkat, menyebabkan kontraksi jantung meningkat lalu mengakibatkan fraksi
8
ejeksi darah dari ventrikel berkurang dan meningkatkan tekanan darah dan denyut
nadi.14
Pada graves disease ditandai oleh gangguan toleransi diri (self tolerance)
terhadap autoantigen tiroid, yang paling penting adalah reseptor TSH. Akibatnya,
diproduksi sejumlah autoantibodi. Suatu antibody igG yang berikatan dengan
reseptor TSH dan menyerupai kerja TSH, merangsang siklase adenil, sehingga
menyebabkan peningkatan pelepasan hormone tiroid.15
Adanya eksopthalmus disebabkan karena antibodi IgG juga dapat bekerja
pada jaringan ikat di sekitar orbita yang memiliki protein yang menyerupai reseptor
TSH. Pengaktifan reseptor tersebut menyebabkan pembentukan sitokin, membantu
pembentukan glikosisaminoglikan yang hidrofilik pada jaringan fibroblast di sekitar
orbita yang berakibat pada peningkatan tekanan osmotik, peningkatan volume otot
ekstra okular, akumulasi cairan dan secara klinis menimbukan ophtalmopathy16,15,17
Pada adenoma toksik, tidak berkaitan dengan autoimun. Adenoma toksik
terjadi karena tumor yang secara terus menerus mensekresi banyak sekali hormone
tiroid. Sehingga fungsi sekresi kelenjar tiroid yang tersisa hampir seluruhnya
terhambat. Sebab, hormone tiroid yang dikeluarkan oleh adenoma akan menekan
produksi TSH oleh kelenjar hipofisis. 15
Semua pasien tanda dan gejala ditemukan pada pasien hipertiroid. Keluhan
yang sering kali di alami pasien seperti palpitasi, mudah lelah, dipneu d’effort,
takikardi ( pada saat istirahat, tidak mampu melakukan kegiatan fisik. Takikardi dan
aritmia merupakan presentasi awal hipertiroid. Berikut merupakan manifestasi klinis
pada pasien hipertiroid yang disediakan pada tabel 2:
9
Tabel 2. Manifestasi klinis hipertiroid 12
Neuromuskular Refleks perifer cepat dengan fase relaksasi yang dipercepat dan
kelemahan
otot proksimal
Neuropsikiatri Kecemasan, bicara cepat dan tertekan, insomnia, psikosis (jika
hipertiroidisme
parah)
Ocular Peningkatan lakrimasi, penutupan mata yang tidak lengkap saat
tidur dilaporkan oleh pasangan pasien, fotofobia, peningkatan
kepekaan mata terhadap angin atau asap, gritiness atau sensasi
benda asing atau pasir di mata Gejala patognomonik untuk
penyakit Graves: exophthalmos, periorbital edema, diplopia,
penglihatan kabur, persepsi warna berkurang
2.1.7. Diagnosis
Untuk kasus hipertiroidisme yang biasa, diagnosis yang tepat adalah dengan
melakukan pengukuran langsung konsentrasi tiroksin bebas di dalam plasma (serum
free T4 & T3 462 meningkat dan TSH sedikit/tdk ada) dengan menggunakan cara
pemeriksaan radioimunologik yang tepat. Diagnosis tirotoksikosis sering dapat
10
ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan laboratorium, namun untuk menilai
kemajuan terapi tanpa pemeriksaan penunjang sulit dideteksi.18
Anamnesis
Bila skor indeks wayne sama atau lebih dari 19, pasien dinyatakan dalam
keadaan hipertiroid, nilai 11-19 dinyatakan ragu-ragu, sedangkan billa nilai
kurang dari 11 pasien tidak dalam keadaan hipertiroid. 1
11
Pemeriksaan fisik
Tirotoksikosis dari penyakit Graves dikaitkan dengan kelenjar
tiroid yang membesar secara difus, simetris, sedikit kaku, tidak
bernodul. Kadang-kadang, bising tiroid dapat didengar dengan
menggunakan bel stetoskop. Gondok multinodular toksik umumnya
terjadi ketika kelenjar tiroid membesar setidaknya 2 hingga 3 kali
ukuran normal. Tidak simetris, multilobular dan tidak teratur Kelenjar
ini seringkali konsistensinya lunak. Pada adenoma toksik nodul solider
yang tidak nyeri, dapat terjadi pembesaran secara cepat. Sedangkan
pada tiroiditis kelenjar tiroid membesar dan ditemukan nyeri. . 9,10,15
Pembesaran kelenjar tiroid yang menyebar, yang dapat
bervariasi dari yang kecil hingga besar. Di dalam beberapa kasus,
ukuran tiroid bisa normal. Karena adanya peningkatan vaskularisasi
kelenjar tiroid dapat terdengar bising atau bruit pada auskultasi kelenjar
tiroid pada graves disease. Hal ini dapat didengar ketika goiter/kelenjar
tiroid lebih besar.15
Spesifik untuk penyakit Grave ditambah dengan: Oftalmopati
(spasme kelopak mata atas dengan retraksi dan gerakan kelopak mata
yang lamban, eksoftalmus dengan proptosis, pembengkakan supraorbital
12
dan infraorbital), edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus
menurun, ulkus kornea, dermopati, akropaki,
Dalam kasus yang jarang terjadi, penyakit Graves
mempengaruhi kulit melalui pengendapan glikosaminoglikan di dermis
tungkai bawah. Hal ini menyebabkan edema nonpitting, yang biasanya
berhubungan dengan eritema dan penebalan kulit, tanpa nyeri atau
pruritus.19,20
13
Gambar 1 . Gambaran Radioaktif Iodine Uptake pada hipertiroid12
14
didapatkan nilai serum normal T4 bebas dan T3 total atau estimasi T3 bebas,
dengan konsentrasi TSH serum di bawah normal.121
d. Pencitraan
Ultrasonografi (USG)
15
melaksanakan ultrasonografi. USG color dopler digunakan untuk
memberikan gambaran vaskularisasi yang kaya dan meningkat yang
berkorelasi dengan tingkat hiperfungsi tiroid. Pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk membedakan tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
amiodarone, yang pada Iodine Induced Thyrotoxicosis ditandai dengan
vaskularisasi meningkat. Sedangkan pada tiroiditis kelenjar tiroid akan
Nampak avascular. 1,12
Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB), MRI dan CT-scan tidak secara
rutin digunakan dalam prosedur diagnostic hipertiroid. Pada Grave disease ,
FNAB diperlukan jika nodul ditemukan di dalam tiroid . pemeriksaan ini
berguna untuk membedakan nodul jinak atau ganas yang mungkin terjadi.
Sehingga dapat direkomendasi pemeriksaan FNAB yang dipandu USG. 1,3,12
16
2.1.8. Penatalaksanaan
Ada 3 cara pengobatan hipertiroid yaitu dengan menggunakan obat anti tiroid
(OAT), pengobatan dengan iodine radioaktif, atau pembedahan.
a. Obat anti tiroid (OAT)
Obat anti tiroid (OAT) yang dapat digunakan adalah turunan thiourea yaitu
methimazole/carbimazole, atau prophylthiouracil. Mekanisme kerja ketiga obat
ini hampir sama yaitu : 1
1. Menghambat penggunaan iodium oleh kelenjar tiroid, khususnya
menghambat proses organifikasi pengikatan iodium ke residu tyrosine
didalam thyroglobulin.
2. Menghambat “coupling” iodotyrones
3. Menghambat konversi T4 menjadi T3
4. Kemungkinan mempunyai efek imunosupresi
5. Methimazole/Carbimazole
Methimazole/carbimazol merupakan obat yang dapat digunaikan untuk
semua pasien hipertiroid, dosis yang dapat diberikan dosis awal 10-20 mg per
hari.untuk mencapai kondisi eutiroid di titrasi ke dosis perawatan 5-10 mg
perhari.
Propylthiouracil (PTU) dapat diberikan kepada semua penderita hipertiroi
dan dianjurkan pada trimester pertama kehamilan, atau pada krisi tiroid atau pada
pasien yang kurang berhasil dengan pengobatan methimazol dan menolak
pemberian iodine radioaktif atau menjalani pembedahan. Dosis awal PTU sekitar
100-150 mg secara oral setiap 8 jam atau 200-300 mg setiap 8 jam. Dosis awal
akan dilanjutkan selama 2 bulan setelah semua gejala terkontrol. Sedangkan
dosis perawatan dapat diberikan 100-150 mg/hari dalam dosis yang dibagi 8-12
jam
Pada kasus adenoma toksik dan goiter multinodular toksik OAT hanya
diberikan selama 1-3 bulan sebagai persiapan “cool down” sebelum terapi definitive
ablasi dengan radioktif iodium radioaktif atau tiroidektomi. 1
17
Pengobatan dengan OAT dilakukan selama 1 sampai 2 tahun, kemudian OAT
dihentikan dan dosis dikurangi. OAT dapat diberikan dala beberapa tahun kecuali
bila ada reaksi alergi atau toksik, kepatuhan pasien minum OAT sangatlah penting.
1. Metode titrasi
PTU Methimazole
Metabolism 75% terikat protein serum, Sangat minim berikatan
terutama albumin dengan protein serum
Waktu paroh 60 menit 4-6 jam
Mekanisme kerja Menghambat sintesis T4 Sama dengan PTU
intratiroid dan T3 intratiroid
Mekanisme kerja Penghambat kuat outer ring Tidak ada
ekstratioid deiodinase dijaringan
perifer dan kelenjar tiroid,
menghambat konversi T4
menjadi T3
Efek samping Agranuositosis, urtikaria, Sama dengan PTU
nyeri sendi, gangguan
18
fungsi hati
Absorbs gastrointestinal Hampir sempurna Hampir sempurna
Puncak kadar serum Satu jam setelah diminum Satu jam setelah diminum
Lama kerja metabolit 12-24 jam >24 jam
19
yang masih digunakan.Berbeda dengan reserpin/guanetidin, propranolol lebih
efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah
pemberian akan tampak penurunan gejala.
1. Penurunan denyut jantung permenit
2. Penurunan cardiac output
3. Perpanjangan waktu refleks Achilles
4. Pengurangan nervositas
5. Pengurangan produksi keringat
6. Pengurangan tremor
20
fibrosis dan inflamasi kronik yang mengakibatkan pengurangan yang nyata pada
kelenjar tiroid. 1,10
Indikasi
1. Hipertiroid graves
2. Struma nodusa toksik/ nodul tiroid otonom
3. Struma multinodusa toksik
4. Rekurensi setelah tiroidektomi subtotal
5. Diperlukan pengobatan definitive seperti pada penyakit jantung tiroid
Kontraindikasi
Iodine radioaktif diberikan dengan cara diminum (per oral) bila diperlukan,
bisa diulang 3-6 bulan. Besarnya dosis ditentukan berdasarkan beratnya kelanjar,
kemampuan menangkap iodine radioaktif dan berat ringanya penyakit. 1
Pasien yang berisiko tinggi untuk terjadi perburukan hipertiroid (gejala hebat kadar
fT4 mencapai 2-3x diatas batas normal) dapat terlebih dahulu diberikan penyekat beta
sebelum diberikan pengobatan iodine radioaktif. Respon terhadap pengobatan ini baru
tampak setelah 2-4 bulan, bila saat itu keadaan eutiroid belum tercapai, pemberian iodine
radioaktif dapat diulang. OAT dapat diberikan kembali 2-7 hari setelah pengobatan
radioaktif. Pasca pengobatan radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau secara berkala, biasanya
setiap 6 bulan sekali. Bila terjadi hipotiroid segera berikan pengganti hormone tiroid
levotiroksin untuk seumur hidup. Dosis diberikan dengan sasaran kadar TSHs berada dalam
kisaran normal. 1
21
Tiroidektomi
Tiroidektomi adalah pengobatan yang dianjurkan, terlebih pada tiroidektomi total karena
frekuensi keberhasilannya hasil secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
tiroidektomi subtotal tanpa perbedaan dalam tingkat komplikasi. Pada tiroidektomi total
risiko kekambuhan hanyak 0% sedangkan pada tiroidektomi subtotal risiko kekambuhan
sekitar 8% atau rekuren dala 5 tahun. 1,12
Indikasi tiroidektomi :
Struma besar
Adenoma toksik
Struma multinodusa toksik
Penyakit hipertensi yang sering kambuh
Untuk pengobatan adenoma toksik atau goiter multinodular toksik bila pengobatan
iodine radioaktif tidak adapat dilakukan atau pengobatan OAT jangka panjang tidak
berhasil maka dapat dipertimbangkan dengan pengobatan lain seperti, Percutaneus Ethanol
Injection (PEI), ablasi termal atau radiofrekuensi. 3
Obat terpilih pada pasien hipertiroid dengan gangguan irama jantung, disamping
obat anti tiroid, adalah penyekat beta adrenergic. Bila disertai dnegan gagal jantung berikan
digital dan diuretika. Obat penyekat beta (beta bloker) yang dapat digunakan antara lain
propranolol dengan dosis 40-240 mg sehari. Atenolol, nalodol, metroprolol, bisoprolol.
Untuk pasien dengan angina pectoris, aritmia, dan hipertensi, bisoprolol dapat digunakan.
Pada sebagian besar pasien pengelolaan penyakit hipertiroid yang tepat dengan obatt anti
22
tiroid atau iodium radioaktif mampu mengembalikan ritme sinus dalam waktu 2-3 hari. Bila
pasien sudah eutiroid dan fibrilasi atrial tetap ada, terutama pada pasien usia diatas 60 tahun.
Disopyramid dapat digunakan untuk mempertahankan ritme sinus. 1
Hipertiroid yang berat dan berkepanjangan disertai dengan snus takikardi atau atrial
fibrilasi dapat menyebabkan rate-related disfungsi ventrikel kiri dan gagak jantung. Penyakit
jantung iskemik, penyakit katup jantung atau hipertensi merupakan faktor presdiposisi
terjadinya gagal jantung pada penyakit hipertiroid. 1
Tiroiditis
Tiroiditis tanpa nyeri dan tiroiditis subakut adalah kondisi yang membatasi diri
yang biasanya sembuh secara spontan dalam enam bulan. Tidak ada peran antitiroid obat-
obatan atau ablasi yodium radioaktif dalam pengobatan tiroiditis. Penghambat beta dapat
digunakan jika diperlukan untuk mengontrol gejala adrenergik. Nyeri terkait dengan
tiroiditis subakut bisa diatasi dengan nonsteroid obat anti inflamasi.12
23
2.1.9. Komplikasi
Krisis tirotoksikosis (“thyroid storm”) merupakan eksaserbasi akut dari semua
gejalan dan tanda tirotoksikosis, seringkali membahayakan jiwa. Terkadang, thyroid
storm dapat muncul dalam bentuk ringan, hanya dengan reaksi febril yang tidak
terjelaskan setelah operasi tiroid pada pasien yang pre operasinya tidak dipersiapkan
dengan baik. Lebih sering, thyroid storm muncul dalam bentuk parah setelah operasi,
terapi radioaktif iodine, atau parturisi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak
terkontrol baik, atau selama penyakit parah (diabetes tidak terkontrol, trauma, infeksi
akut, reaksi obat parah, infarksi miokardial).
24
2.1.10. Prognosis
25
2.2. Diabetes Mellitus
2.2.1. Definisi
2.2.2. Epidemiologi
Secara global, diperkirakan 425 juta orang terdiagnosis diabetes pada tahun 2017.
Jumlah ini sudah jauh meningkat dibandingan pada tahun 2013 dimana penderita yang
terdiagnosis diabetes mencapai 382 juta. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat
629 juta pada tahun 2045. Saat ini Indonesia berada diperingkat ke-2 setelah china
dengan jumlah penderita diabetes 10 juta jiwa pada tahun 2017.. Menurut Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) jumlah penderita diabetes di provinsi Riau adalah 41
ribu penderita yang terdiagnosis diabetes 23
26
d. Diabetes tipe khusus akibat penyebab lain. Seperti sindrom diabetes monogenik
diabetes neonatal dan maturity onset diabetes oada wanita muda (MODY), penyakit
pankreas eksokrin (cystic fibrosis) dan golongan obat yang menginduksi diabetes
(glukokortiroid), pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi.
2.2.4. Patofisiologi
Diabetes tipe 2 terjadi akibat ketidakseimbangan produksi glukosa dan asupan
glukosa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit tersebut seperti faktor
penuaan, genetik dan gaya hidup yang menyebabkan gangguan fungsi sel β dan
penurunan kemampuan jaringan perifer untuk berespon terhadap insulin. Diabetes tipe 2
terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta
pankreas. Resistensi insulin terjadi akibat gagalnya jaringan sasaran untuk berespon
secara normal terhadap insulin. Pada awalnya sekresi insulin lebih tinggi untuk setiap
kadar glukosa. Keadaan hiperinsulinemia merupakan kompensasi untuk resistensi perifer
dan sering mempertahankan kadar glukosa plasma agar normal selama bertahun-tahun.
Namun, kompensasi sel beta tidak cukup dan timbul progresi menjadi hiperglikemia yang
diikuti dengan hilangnya masa sel beta secara absolut.
Mekanisme molekuler yang mendasari disfungsi sel beta pada diabetes tipe 2
bersifat multifaktorial dengan faktor yang berimplikasi pada resistensi insulin. Oleh
karena itu, nutrien yang berlebihan seperti asam lemak bebas (ALB) dan glukosa dapat
meningkatkan sekresi sitokin proinflamasi oleh sel beta pankreas yang menimbulkan
rekruitment sel sel mononeukleus (makrofag dan sel T) ke dalam sel pulau langerhans,
yang menyebabkan produksi sitokin yang lebih bersifat lokal. Akibat dari lingkungan
mikro inflamasi yang abnormal menyebabkan disfungsi sel beta pankreas dan akhirnya
kematian sel beta pancreas.15
27
Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya diperiksa di
laboratorium klinik. Walaupun demikian dapat juga dipakai menggunakan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler 5
Keluhan klasik yang dapat ditemukan pada penderita DM seperti Poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Sedangkan keluhan lain yang dapat dialami seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Tabel 8 . Konsentrasi glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM ( mg/dL )
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Konsentrasi Plasma vena <100 100-199 >200
glukosa
Darah Darah <9 90-199 >200
sewaktu kapiler
Konsentrasi Plasma vena <100 100-125 >126
glukosa Darah <90 90-99 >100
darah puasa kapiler
(mg/dl)
28
2.2.6. Tatalaksana
1. Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)
a. Sulfonilurea
Struktur kimia senyawa sulfonilurea dibagi menjadi dua golongan atau
generasi senyawa. Semua anggota golongan obat ini merupakan aril sulfonilurea
tersubtitusi. Senyawa-senyawa ini dibedakan oleh subtitusi di posisi para dan
cincin benzen dan pada satu residu nitrogen gugus urea. golongan pertama :
tolbutamid, klorporamid, tolazamid. Sedangkan golongan kedua seperti gliburid,
glipizid, glimepirid diberikan per oral, obat ini berikatan dengan protein serum,
dimetabolisme dalam hepar dan diekskresikan oleh ginjal. Golongan obat ini
disebut insulin secretagogue, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-
sel β langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-
sensitive K chanel pada membran sel β yang menimbulkan depolarisasi membran
dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Kanal Ca terbuka mengakibatkan ion
Ca++ masuk ke sel β, merangsang granul berisi insulin dan akan terjadi sekresi
insulin. Dosis tolbutamid : 500mg, tolazamid= tablet 100mg-500mg,
kloropropamid= 100, 250mg, gliburid= 1,25-5 mg tablet microsize, glipizid= 5,
10mg , glimepirid= tablet 1,2,4mg. Efek samping obat ini dapat menimbulkan
hipoglikemia, kenaikan berat badan dan hiperinsulinemia. Obat ini harus
digunakan secara hati-hati pada penderita isufisiensi hati atau ginjal. Reaksi
saluran cerna berupa mual, muntah dan diare. Gejala SSP berupa vertigo,
bingung, ataksia, dll 24–26
b. Meglitinid
29
samping yang ditimbulkan dapat menyebabkan hipoglikemia jika makan ditunda
atau kandungan karbohidrat yang kurang memadai. Hati-hati dengan gangguan
hati dan ginjal 24,25
Nateglinid adalah merupakan perangsang sekresi insulin turunan D-
fenilalanin yang efektif secara oral obat ini diserap selama 20 menit setelah
pemberian oral dengan waktu konsentrasi puncak kurang dari 1 jam dan di
metabolisme di hati oleh CYP2C9 dan CYP3A4 dengan paruh waktu 1 jam obat
ini dapat merangsang pelepasan insulin yang sangat cepat dan sesaat setelah sel
beta memulai penutupan saluran K+ peka ATP. Efek samping yang ditimbulkan
berupa hipoglikemia meskipun efek yang ditimbulkan rendah. Keunggulan dari
obat ini sangat aman untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal Dosis yang
dapat diberikan 60, 120 mg per oral 24,25
30
b. Thiazolidinedione ( TZD )
31
yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas di usus) sehingga sering
menimbulkan flatus, kram abdomen dan diare 5,26
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino yang
tersusun dalam 2 rantai. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan B memiliki 30 asam
amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfida. Insulin di sintesis oleh sel β
pulau langerhans dari proinsulin. proinsulin merupakan polipeptida rantai tunggal
dengan 86 asam amino.24
32
Proinsulin di sintetis dalam elemen poliribosom retikulum endoplasma sel β
pankreas. prohormon ditranfer ke komplek golgi terjadilah perubahan proinsulin
menjadi insulin ke granula. Bila sel β terangsang maka granula akan mengeluarkan
ekuimolar insulin dan peptida-C ke sirkulasi.target organ insulin adalah hepar, otot
dan adiposa. Peran utamanya adalah uptake, utilisasi dan penyimpanan nutrien di sel.
Efek ini dilakukan dengan menstimulasi transpor substrat dan ion kedalam sel,
menginduksi translokasi protein dan mengaktifkan dan menonaktifkan enzim
spesifik, merubah jumlah protein dan mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan
translasi mRNA spesifik. Insulin diberikan melalui injeksi subkutan. Dosis yang
dibutuhkan insulin pada penderita DM 5-150 U sehari tergantung keadaan pasien.
Dosis awal penderita DM muda 0,7-1,5 U/kgBB sedangkan untuk dewasa diberikan
8-10 U/kgBB, untuk dewasa gemuk diberikan 20 U untuk pagi hari dan 10 U sebelum
makan malam. Efek samping obat ini Hipoglikemia, edem dan kembung 26
Agonis GLP-1 adalah hormon peptida asam 30-amino yang diproduksi dalam
sel endokrin epitel usus oleh pemprosesan diferensial proglukagon, gen yang di
ekspresikan dalam sel ini. Contoh obat seperti : eksenatid, liraglutid.Obat ini
diberikan secara parenteral, waktu paruh sekitar 2,4 jam. Obat ini bekerja dengan
dasar peningkatan GLP-1 yang merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM.
Agonis GLP-1 dapat bekerja meningkatkan pelepasan insulin yang diperantarai oleh
glukosa, menurunkan kadar glukagon, dan memperlambat pengosongan lambung.
Dosis eksenatid disuntikkan melalui subkutis 60 menit sebelum makan. dosis awal 5
mcg 2x sehari maksimal 10 mcg. Liraglutid dosis awal 0,6 mg dengan dititrasi 0,6
mg setiap minggu sesuai kebutuhan. Efek samping seperti menurunkan berat badan,
mual, muntah, diare, nyeri kepala, dan anoreksia 24
8. Terapi kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM. Namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat anti hipoglikemik oral tunggal atau kombinasi sejak dini . Kombinasi
33
obat anti hipoglikemia oral dengan insulin dimulai dengan pemberian insulin basal
(insulin menengah atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah harus
diberikan jam 10 malam menjelang tidur. Dosis awal yang diberikan 6-10 unit
kemudian dilakukan evaluasi dan dosis insulin dinaikkan secara perlahan apabila
kadar darah puasa belum memenuhi target 5
Ga
mbar 3. Tatalaksana diabetes mellitus (PERKENI ,2015).
34
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Mastari
Agama : Islam
No Rekam Medis : 44.10.95
Tanggal Masuk : 18 Agustus 2020
Tanggal Keluar : 21 Agustus 2020
Masuk RS Melalui : Poliklinik
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal : 20 agustus 2020 Pukul : 11.00 WIB
Keluhan utama : jantung berdebar-debar sejak sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 1bulan yang lalu
Diperparah ketika pasien melakukan aktivitas seperti melakukan pekerjaan rumah
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu, sesak dirasakan saat
beraktivitas ringan, sesak berkurang ketika pasien duduk.
Merasakan badannya gemetar dan mudah lelah ketika beraktivitas (pekerjaan rumah
tangga) sejak 1 bulan yang lalu
Berkeringat setiap saat sejak 1 bulan yang lalu, ketika pasien duduk pasien juga
berkeringat dan merasa bahwa udara terasa panas dan pasien suka menggunakan
kipas angina
Sejak 1 bulan ini pasien jua mengeluhkan sering BAK dan diperparah saat malam,
ketika malam pasien bisa sampai 4x buang air kecil, sering merasa lapar dan haus
35
Sakit kepala (-), batuk (-), pilek (-), Mual (-), muntah (-)
Berat badan pasien juga menurun dari BB 70 kg ke 65 kg
Pasien juga mengeluhkan sudah 2 bulan tidak haid. Riwayat menopause (-)
BAB pasien >5X dalam sehari (tidak diare) dan BAK >10x perhari
Riwayat Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya, riwayat benjolan dileher (-), riwayat hipertensi dan diabetes disangkal,
riwayat penyakit jantung juga disangkal,
Riwayat Pengobatan : pasien tidak ada mengonsumsi obat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang
sama, HT (-), DM (-), jantung (-), riwayat keluarga dengan benjolan dileher (-)
Riwayat Pekerjaan, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan :
Pasien sebagai ibu rumah tangga
konsumsi alcohol (-)
merokok (-)
konsumsi buah dan sayuran jarang
36
IV. Pemeriksaan Fisik Diagnostik
Status Lokalis
Pemeriksaan kepala :
Ukuran dan bentuk : Normal
Simetrisitas Wajah : simetris
Rambut : hitam, rambut tidak rontok
Pemeriksaan Mata
o Kelopak/palpebral : eksotalmus (-), ptosis(-), inflamasi (-), pembengkakan(-)
o Konjungtiva : anemis -/-
o Sclera : ikterik -/-
o Kornea : jernih
o Pupil : isokor
Pemeriksaan Leher :
o Inspeksi : Simetris, terlihat pembengkakan ketika kepala ditengadahkan,
masa(-), radang (-)
o Palpasi : tidak teraba pembengkakan KGB,
o Pemeriksaan Trakea : deviasi (-), krepitasi (-)
o Pemeriksaan Kelenjar Tiroid : teraba Pembesaran kelenjar tiroid(+), simetris,
nodul (-),lunak, nyeri tekan (-), bruit (+)
o Pemeriksaan JVP : 5+2 cmH2o
Pemeriksaan Thorak
o Inspeksi : normochest, retraksi (-),
o Perkusi :
Paru : sonor kedua lapang paru
Jantung :
Batas kiri atas terletak di SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri Bawahterletak SIC VI linea midaxillaris sinistra
Batas kanan terletak di SIC IV linea parasternalis dextra
37
fremitus taktil teraba simetris di kedua lapang paru
o Auskultasi :
paru kanan : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru. Rhonki (-),
wheezing (-).
Paru kiri : suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru. Rhonki (-),
wheezing (-).
Jantung : bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen :
o Inspeksi : perut datar, tidak ada penonjolan, radang (-), bekas luka (-)
o Aukultasi : Bising usus 15x/menit (normal)
o Perkusi : timpani 4 kuadran
o Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
o Pemeriksaan Ginjal : balotemen tidak teraba
o Pemeriksaan Nyeri CVA : tidak ditemukan nyeri ketok ginjal
o Pemeriksaan hepar : tidak ada ditemukan perbesaraan hepar
o Pemeriksaan lien : tidak ada pembesaraan lien
o Pemeriksaan asites : tidak ditemukan
Pemeriksaan Ekstremitas
o CRT : < 2 dtk
o Akral : hangat
o Udem tungkai : tidak ada
o Tremor pada kedua tangan
38
Fisik diagnostik
Pemeriksaan kepala, mata tidak ditemukan kelainan
Pada pemeriksaan leher didapatkan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid,
terlihat pada saat pasien menengadahkan leher, pembesaran simetris, teraba
nodul dikedua lobus, konsistensi lunak, nyeri (-), bergerak ketika pasien menelan
(+)
Pemeriksaan thorak didapatkan :
Pulsasi iktus kordis teraba di ICS VI linea midclavicularis sinistra
Jantung : Batas kiri atas terletak di SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri Bawahterletak SIC VI linea midaxillaris sinistra
Batas kanan terletak di SIC IV linea parasternalis dextra
VII. RENCANA
39
Netrofil Segmen : 56% (50-70)
Limfosit : 29% (20-40)
Monosit : 12% (2-8)
Eritrosit : 5.360.000 mm3 (4.200.000-6.100.000)
MCV : 79 FL (80-100)
MCH : 27 PG (27-32)
MCHC : 34% (32-36)
Hematokrit : 42% (36-52)
2. Pemeriksaan gula darah
o KGD puasa : 315 mg/dl
o HBA1c : 8,5% (4,5-6,3)
3. Faal ginjal
o Ureum : 23 mg/dl
o Creatinine : 0,3 mg/dl
4. Elektrolit/gas darah
o Natrium : 143 mmol/l
o Kalium : 4,7 mmol/l
o Chlorida : 93 mmol/l
5. Enzim thyroid
o TSH : <0,05 MIU/ml (<10)
o Hormone FT4 : >7,77 NG/DL (0.8-2)
6. Rontgen Thorak
Foto thorak PA
o Cor membesar
o Sinused dan diagfragma normal
o Pulmo : corakan bronkovaskular meningkat
o Tampak Infiltrat
Kesan :
40
o Cardiomegali
o Bronkitis
41
Gambaran rontgen
7. elektrokardiografi (EKG)
42
VIII. FOLLOW UP
TANGGAL SOAP
18/08/2020 S : Berdebar, berkeringat berlebihan, mual
O : TD : 120/80 N : 128X/mnt, R: 22x/mnt T: 36,6c
A : hipertiroid dan DM tipe II
P : inj. Digoksin 0,5 gr 1x1
Inj. Omeraprazol 2x1
Bisoprolol tab 1x5 mg
Sucralfate syr 3x1
Clobazam tab 2x10 mg
NAC tab 3x20 mg
Paracetamol 3x500 mg
43
NAC tab 3x20 mg
Propranolol tab 1x10 mg
PTU tab 3x200 mg
Obat pulang :
PTU 3X1
Propanolol 1X1
Metformin 2x1
44
BAB IV
PEMBAHASAN
45
darah vena. Diagnosis Dm ditegakkan ketika hasil kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl atau kadar glukosa plasma >200 mg/dl 2 jam setelah TTGO dengan bebas glukosa
75 gram atau glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl dengan keluhan klasik atau
pemeriksaan HBA1c >6,5%. Maka dari hasil pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis
diabetes mellitus.
Pada tanggal 19 agustus 2020 pasien dirawat dan diberikan pengobatan berupa
propanol tablet 1x10 mg . Menurut American Academy of Family Physicians (2016)
propranolol merupakan obat golongan beta bloker yang berkerja dengan menghambat 5
'-monodeiodinase, sehingga menghalangi konversi perifer T4 ke T3. berguna untuk
mengontrol gejala adrenergic. Propanolol dapat diberikan dengan dosis 10-40 mg per
oral diberikan per 8 jam. Sedangkan propylthiouracil (PTU) merupakan obat golongan
tionamid yang memiliki Efek menghalangi proses hormogenesis intratiroid, mengurangi
disregulasi imun intratiroid serta konversi perifer dari T4 menjadi T3. Pada kasus ini
diberikan obat antitiroid PTU 3x200 mg sehari. Menurut Buku Panduan Praktik Klinis
PAPDI , obat PTU dapat diberikan dengan dosis 300-600 mg dengan dosis maksimal
2000 mg/hari
Pasien diberikan obat anti glikemikoral Metformin 500 mg diberikan 2 kali
sehari. Menurut PERKENI 2019, Metformin merupakan obat diabetes lini pertama pada
pasien DM tipe II. Mekanisme kerja Metformin untuk menurunkan produksi glukosa di
hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini
terjadi karena aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Dosis awal 2 x
500mg umunya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500mg.
46
DAFTAR PUSTAKA
3. Leo S De, Lee SY, Braverman LE, Unit E, Sciences C. Hyperthyroidism_Lancet review.
HHS Public Access. 2016;388(10047):906–18.
4. Kazi AA, Blonde L. Classification of diabetes mellitus. Vol. 21, Clinics in Laboratory
Medicine. 2019. 1–13 p.
8. Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. J ASEAN Fed Endocr Soc.
2012;27(1):34–9.
9. stephanie L lee M. hyperthyroidism and thyrotoxycosis. 2020 Apr 10; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/121865-overview
10. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J. panduan praktik klinis ilmu penyakit dalam.
keempat. Syam ari fahrial, Gani rino alvani, Rengganis I, editors. jakarta: interna
publishing; 2019. 151–155 p.
11. Longo dan L, Fauci anthony s, Kasper dennis L, Hauser stephen L. harrison’s manual of
medicine. Biology and Diseases of the Ferret: Third Edition. 2014.
47
2016;93(5):363–70.
13. Campi I, Salvi M. Graves’ disease [Internet]. 2nd ed. Encyclopedia of Endocrine
Diseases. Elsevier Inc.; 2018. 698–701 p. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-
0-12-801238-3.98495-2
15. Kumar V, Abbas abul K, Aster jon c. buku ajar patologi. In: Nasar i made, Cornain S,
editors. buku ajar patologi robbins. 9th ed. singapore: elsevier saunders; 2015.
16. Hamelmann E. Long-acting muscarinic antagonists for the treatment of asthma in children
—a new kid in town. Allergo J Int. 2018;27(7):220–7.
17. Kahaly GJ, Bartalena L, Hegedüs L, Leenhardt L, Poppe K, Pearce SH. 2018 European
thyroid association guideline for the management of graves’ hyperthyroidism. Eur
Thyroid J. 2018;7(4):167–86.
18. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehat Republik Indones [Internet]. 2013;566.
Available from: idionline.org
19. stephanie L lee M. clinical presentation of hyperthyroidism and thyrotoxicosis. 2020 Apr;
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/121865-clinical
21. Joshi SR. Laboratory evaluation of thyroid function. J Assoc Physicians India.
2011;59(SUPPL JAN2011):14–20.
22. John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12nd ed. Tanzil A, Wijayakusumah m.
jauhari, editors. singapore: Elsevier Inc.; 2016.
23. Dasar RK. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013;
24. Katzung B G, A.J T. Basic and Clinical Pharmacology. 13th editi. san fransisco: McGraw-
48
Hill; 2015.
26. Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. 4th editio. US: wolters kluwer;
2013.
49