Anda di halaman 1dari 2

Nama : Thasya Rhizka Rivhaldha

Nim : 1811102432044
Prodi : S1 - Hukum

"Tindak Pidana Korupsi"


Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan manipulasi
dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau
kepentingan rakyat/umum. Perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian
Negara adalah korupsi dibidang materil, sedangkan korupsi dibidang politik dapat
terwujud berupa memanipulasi pemungutan dengan cara penyuapan, intimidasi paksaan
dan atau campur tangan yang mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi
pemungutan suara pada lembaga legislatif atau pada keputusan yang bersifat
administratif dibidang pelaksanaan pemerintah.

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dimasyarakat. Perkembangannya terus


meningkat dari tahun ketahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin
sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak
saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan
karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai
kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam
upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut
cara-cara yang luar biasa. Peran masyarakat harus turut serta dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan alasan bahwa masyarakat sebagai
korban dan masyarakat sebagai komponen negara. Bentuk peran serta masyarakat
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sangat penting yaitu
dengan mempedomani ketentuan peran serta masyasrakat sebagaimana telah diatur
pada perundang-undangan dengan melakukan kontrol sosial yang direncanakan maupun
yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga
masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai kehidupan masyarakat
yang bersangkutan.

Melihat pada fenomena, ada beberapa hal yang perlu kita cermati agar revisi UU KPK
tidak sampai kebablasan apalagi sampai melemahkan kinerja KPK, yaitu: adanya konflik
kepentingan antara fraksi di DPR- pemerintah dengan KPK itu sendiri; masih belum ada
kesepakatan dan kesepahaman mengenai pasal-pasal yang akan direvisi serta belum
adanya naskah akademik yang menjadi bahan kajian agar revisi tersebut didukung
selama dilakukan untuk layak dilakukan. Dan revisi UU KPK perlu memperkuat kinerja
KPK.
Jika revisi sepatutnya bertujuan untuk menguatkan, tidak demikian halnya dengan Revisi
Undang-Undang KPK ini. Dalam beberapa naskah, banyak hal yang justru cenderung
merugikan KPK, pun ketika sudah diubah dengan Rancangan Revisi UU KPK yang
terbaru. KPK tidak lagi dapat merekrut penyelidik maupun penyidik secara mandiri dan
independen, KPK memiliki kewenangan mengeluarkan SP3, KPK bekerja di bawah
kontrol Dewan Pengawas, dan KPK tidak memiliki kewenangan melakukan penyadapan
tanpa izin Dewan Pengawas atau Hakim. Selain kemungkinan KPK kehilangan
kewenangan luar biasanya, substansi dan dasar pembuat UU berupaya untuk merevisi
UU KPK sendiri tidak jelas, terutama karena inkonsistensi dan ketidaksinkronan
unsur-unsur dalam Naskah Rancangan Revisi UU KPK itu sendiri.

Upaya pencegahan korupsi sendiri dapat menyasar berbagai kalangan masyarakat dan
lintas generasi. Di mulai dari generasi muda, pendidikan anti korupsi dapat dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar hingga menengah. Sekolah menjadi agen
yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi seperti kejujuran, kredibilitas,
integritas dan tanggung jawab mengingat anak-anak hampir menghabiskan setengah
waktunya di sekolah. Penanaman nilai secara terus menerus secara tidak langsung dapat
menghegemoni siswa untuk anti terhadap korupsi. Bagi generasi yang lebih senior, upaya
penanaman nilai anti korupsi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan peran institusi
informal seperti keluarga dan lingkungan sosial sebagai mekanisme kontrol. Keluarga dan
lingkungan sosial berperan besar dalam membentuk karakter individu. Oleh karenanya,
KPK dapat menggunakan keluarga dan masyarakat sebagai agen pencegahan korupsi.
Pemberantasan korupsi memang tidak seharusnya hanya menjadi urusan KPK,
Kepolisian ataupun Kejaksaan saja, melainkan menjadi tanggung jawab kita bersama
sebagai anak bangsa. Berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi pada akhirnya
menjadi salah satu upaya konkret yang dapat mulai kita tanamkan dalam diri untuk
memutus mata rantai masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai