KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2020
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Kementerian Kesehatan RI
Sekretariat Jenderal
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Direktorat Pelayanan Kefarmasian
Jakarta, 2020
Penanggung Jawab :
Dita Novianti S.A.,Apt.,MM (Direktur Pelayanan Kefarmasian)
Tim Penyusun :
Ketua : Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt., M.Farm.
Wakil Ketua : Andrie Fitriansyah, S.Farm., Apt.
Sekretaris /: Sri Suratini, S.Si., Apt., M.Farm.
Anggota : - Bernadeta Dina Jerubu, S.Si., Apt.
- Cecilia Rina Khristanti, S.Farm., Apt.
- Apriandi, S.Farm., Apt., MT.
- Dwi Subarti, S.Farm., Apt., M.Sc.
- Adriany, S.Si., Apt.
- Nurul Jasmine Fauziah, S.Farm.
- Ahmad Zainul Kamal, S.Farm., Apt.
Kontributor :
dr. Irni Owi A (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
dr. Aina Fatiya (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
dr. Adi Pamungkas (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
Diani Litasari (Subdit Imunisasi Dit. Survailens, P2P)
Elza Gustanti, S.Si., Apt, MH (HOH Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan)
Raden Hermalia, S.F., Apt. (Dinkes Jawa Barat)
Chrisna Wardhani, S.F., Apt (Puskesmas Melati 2 Jogjakarta)
Dra. Raiyan, MKM., Apt (Puskesmas Serpong I)
Iis Rukmawati., S.Si., MKes., Apt (Puskesmas Ibrahim Adji Bandung)
Lina Nadhilah, S.Si., Apt (Puskesmas Tebet)
Pandu Wibowo, S.Si., Apt (Puskesmas Perumnas 2 Pontianak Barat)
Helen Widaya, S.Farm., Apt (Puskesmas Kuraitaji Kota Pariaman)
Diterbitkan Oleh :
Kementerian Kesehatan RI
KATA SAMBUTAN
i
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
KATA PENGANTAR
ii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
DAFTAR ISI
Kata Sambutan............................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................iii
Materi Dasar 1 : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dalam Sistem Kesehatan
Nasional ..................................................................................................... 1
A. Deskripsi .............................................................................................. 2
B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 2
C. Uraian Materi ....................................................................................... 3
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ........... 3
2. Pokok Bahasan 2 : Pelayanan Kefarmasian Sebagai Unsur dari Sub
Sistem Kesehatan Nasional ............................................................. 4
3. Pokok Bahasan 3 : Etika Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinis.. 6
Materi Dasar 2 : Kebijakan Obat Nasional ................................................... 9
A. Deskripsi .............................................................................................. 9
B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 9
C. Uraian Materi ..................................................................................... 10
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Kebijakan Obat Nasional (KONAS) ........ 10
2. Pokok Bahasan 2 : Landasan Kebijakan dan Strategi Pencapaian
Konas ........................................................................................... 12
Materi Inti 1 : Pengelolaan Obat, Alat Kesehatan dan BMHP di Puskesmas . 16
A. Deskripsi ............................................................................................ 16
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 16
C. Uraian Materi ..................................................................................... 17
1. Pokok Bahasan 1 : Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perbekalan
Kesehatan di Puskesmas ............................................................... 17
2. Pokok Bahasan 2 : Pengadaan Obat .............................................. 25
3. Pokok Bahasan 3 : Penerimaan ..................................................... 28
4. Pokok Bahasan 4 : Penyimpanan Obat .......................................... 30
5. Pokok Bahasan 5 : Pendistribusian ............................................... 36
6. Pokok Bahasan 6 : Pengendalian ................................................... 37
7. Pokok Bahasan 7 : Pencatatan dan Pelaporan ................................ 40
8. Pokok Bahasan 8 : Pemantauan dan Evaluasi ................................ 44
Materi Inti 2: Pelayanan Farmasi Klinik ..................................................... 46
A. Deskripsi ............................................................................................ 46
iii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
iv
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
v
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI DASAR I :
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
1
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. Deskripsi
B. Tujuan Pembelajaran
2
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)
a. Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, seluruh unsur
penyusun dalam SKN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan
saling terkait satu sama lain dalam.
b. Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah
Daerah,dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha,
danlembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.
c. Fungsi SKN
1) Kebijakan dan regulasi
2) Manajemen dan administrasi
3) Pemberdayaan dan informasi kesehatan
4) Tata hubungan antar sub sistem dan lingkungan
3
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
4
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
5
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
6
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Kompetensi Profesional
1) Apoteker harus mengikuti perkembangan dalam praktek kefarmasian,
tetap up-to-date dalam peraturan yang terkait dengan kefarmasian dan
pengetahuan serta teknologi yang dapat diaplikasikan bagi kefarmasian,
dan menjaga kompetensi dan keefektivan sebagai seorang praktisi.
2) Apoteker memahami sifat dan khasiat bahan obat serta sediaan obat,
dan bagaimana digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit,
menghilangkan gejala atau membantu diagnosis penyakit. Apoteker
dalam berpraktek profesional menggunakan pengetahuannya untuk
kesehatan dan keselamatan pasien serta masyarakat.
3) Apoteker harus berperilaku dengan integritas dan tulus, setia kepada
perilaku standar pribadi dan profesional yang diterima dan tidak
melakukan perilaku atau aktivitas sejenis yang mencemari profesi.
7
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI DASAR II :
8
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. Deskripsi
B. Tujuan Pembelajaran
9
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
b. Tujuan KONAS
KONAS dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Keterjangkauan dan
penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari tujuan yang
hendak dicapai. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan
penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan
penggunaan obat.
Dengan demikian tujuan KONAS adalah menjamin:
1) Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat
esensial
2) Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta
melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat
10
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Ruang Lingkup
Ruang lingkup KONAS meliputi pembangunan di bidang obat untuk
menjamin terlaksananya pembangunan kesehatan dalam upaya
mendapatkan sumberdaya manusia berkualitas.
KONAS mencakup pembiayaan, ketersediaan dan pemerataan,
keterjangkauan obat, seleksi obat esensial , penggunaan obat rasional,
pengawasan, penelitian dan peng'embangan, pengembangan sumber daya
manusia dan pemantauan serta evaluasi.
11
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
a. Landasan Kebijakan
12
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
13
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
14
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 1 :
15
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. Deskripsi
B. Tujuan Pembelajaran
16
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
based medicines).
Tahapan penyusunan formularium puskesmas :
1) Meminta usulan obat dari penanggungjawab pelayanan dan
penanggungjawab program;
2) Membuat rekapitulasi usulan obat dan mengelompokkan usulan
tersebut berdasarkan kelas terapi atau standar pengobatan;
3) Membahas usulan bersama Kepala Puskesmas, dokter, dokter gigi,
perawat dan bidan puskesmas;
4) Menyusun daftar obat yang masuk ke dalam formularium puskesmas;
5) Penetapan formularium puskesmas oleh kepala puskesmas;
6) melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai formularium puskesmas
kepada seluruh tenaga kesehatan puskesmas;
b. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat periode
sebelumnya (data konsumsi), data morbiditas, sisa stok dan usulan
kebutuhan obat dari semua jaringan pelayanan puskesmas.
c. Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang ditambah stok
penyangga (buffer stock). Buffer stock ditentukan dengan
mempertimbangkan waktu tunggu (lead time), penerimaan obat serta
kemungkinan perubahan pola pernyakit dan kenaikan jumlah kunjungan.
Buffer stock bervariasi tergantung kepada kebijakan puskesmas.
d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan
metode yang sesuai.
e. Data pemakaian, sisa stok dan permintaan kebutuhan obat puskesmas
dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) puskesmas.
f. Laporan pemakaian berisi jumlah pemakaian obat dalam satu periode dan
lembar permintaan berisi jumlah kebutuhan obat puskesmas dalam satu
periode.
g. LPLPO puskesmas menjadi dasar untuk rencana kebutuhan obat tingkat
puskesmas dan digunakan sebagai data pengajuan kebutuhan obat ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara
tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu periode dapat dilakukan
dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
a. Metode Konsumsi
18
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
21
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
22
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
23
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
3) Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-
benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit
terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori
C.
Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
24
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
25
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
Stok Kerja Pemakaian rata-rata per periode distribusi
Waktu Lamanya kekosongan obat dihitung dalam
Kekosongan hari
Waktu Tunggu Waktu tunggu, dihitung mulai dari
permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan
penerimaan obat di Puskesmas
Stok Penyangga Adalah persediaan obat untuk mengantisipasi
terjadinya peningkatan kunjungan, keterlambatan
kedatangan obat. Besarnya ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara Puskesmas dan
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Sisa Stok Adalah sisa obat yang masih tersedia di
b. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat melakukan
pembelian obat ke distributor. Dalam hal terjadi kekosongan persediaan
dan kelangkaan di fasilitas distribusi, Puskesmas dapat melakukan
pembelian obat ke apotek. Pembelian dapat dilakukan dengan dua
mekanisme :
1) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi kebutuhan
26
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
27
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
a. Tablet :
- kemasan dan label
- bentuk fisik tablet (warna, keutuhan tablet, basah, lengket)
b. Tablet salut :
- kemasan dan label
- bentuk fisik (warna, keutuhan tablet salut, basah, lengket)
c. Cairan :
- kemasan dan label
- kejernihan, homogenitas
- warna, bau, bentuk
d. Salep :
- kemasan dan label
- homogenitas
- warna, konsistensi
e. Injeksi :
- kemasan dan label
- kejernihan untuk larutan injeksi
- homogenitas untuk serbuk injeksi
- warna
f. Sirup kering :
- kemasan dan label
- warna, bau, penggumpalan
g. Suppositoria :
28
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
29
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
30
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
31
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
32
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
34
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Kunci disposable
35
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
36
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
37
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
38
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
39
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
40
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
41
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan
yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Jenis laporan
yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas meliputi:
43
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
44
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 2 :
45
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. Deskripsi
Praktik farmasi klinik adalah praktik kefarmasian dimana apoteker adalah bagian
dari tim multidisiplin tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk mencapai
penggunaan obat yang berkualitas. Apoteker harus menunjukkan fungsinya
dalam tim perawatan pasien, berkontribusi terhadap perawatan pasien melalui
kehaliannya dalam bidang obat. Dengan memastikan bahwa penggunaan obat
aman dan cost effective, apoteker melayani kepentingan pasien dan masyarakat
yang lebih luas. Tujuan praktik farmasi klinik adalah mengoptimalkan outcome
pengobatan pasien melalui pelayanan kefarmasian untuk mencapai penggunaan
obat yang berkualitas.
B. Tujuan Pembelajaran
46
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
47
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
49
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
50
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
51
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
e. Pelaksanaan
1) Jenis kegiatan :
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif atau pasif.
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan
52
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
lain-lain.
d) Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan, rawat inap dan
masyarakat.
2) Tahapan pelaksanaan PIO meliputi:
a) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat telepon, pesan
tertulis atau tatap muka.
b) Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter, perawat, apoteker,
asisten apoteker, pasien/keluarga pasien, masyarakat umum), dan
asal unit kerja penanya.
c) Mengidentifikasi pertanyaan apakah diterima, ditolak atau dirujuk
ke unit kerja terkait.
d) Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan.
e) Menanyakan tujuan permintaan informasi (perawatan pasien,
pendidikan, penelitian, umum).
f) Menetapkan urgensi pertanyaan.
g) Memformulasikan jawaban.
h) Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau tertulis.
f. Evaluasi
Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah
pertanyaan, penanya, jenis pertanyaan, unit pelayanan, dan tujuan
permintaan informasi.
53
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
54
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
55
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
56
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
57
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
59
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
ginjal
e) Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya ketidak seimbangan elektrolit, penurunan
kadar albumin
f) Pasien yang mendapatkan obat yang memiliki indeks terapi sempit,
berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
yang fatal. Contoh: pasien yang menerima terapi obat digoksin,
karbamazepin, teofilin.
2) Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan penggunaan
obat. Informasi tersebut meliputi:
a) Data pasien: nama, no rekam medis, umur, jenis kelamin, berat
badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur dan
sumber pembiayaan.
b) Nama dokter yang menangani.
c) Nama obat, jumlah obat, dosis dan cara pemberian obat.
d) Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan
pasien sebelum dirawat (termasuk obat bebas, obat
tradisional/herbal medicine) dan lama penggunaan obat.
e) Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi
alergi atau ROTD.
3) Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam medik dan
catatan pengobatan di ruang rawat. Selain itu perlu juga dikumpulkan
data riwayat sosial dan keluarga pasien yang terkait dengan
pengobatan.
a) Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah,
nadi, kecepatan pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler,
ginjal dan hati).
b) Pemeriksaan laboratorium : Data hasil pemeriksaan laboratorium
diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat,
(ii) penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai
adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya kesalahan dalam
menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya:
akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel
diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar,
reagensia yang digunakan tidak tepat, kesalahan teknis oleh
60
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
61
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
62
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
e. Pelaksanaan
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Memastikan kebenaran identitas pasien dengan meminta pasien
menyebutkan nama dan identitas lain dan disesuaikan dengan yang
ditetapkan puskesmas.
3) Pengumpulan data pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO.
Data tersebut dapat diperoleh dari:
- Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
- Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan
lain.
- Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian
dikaji. Data yang berhubungan dengan PTO diringkas dan
diorganisasikan ke dalam suatu format yang sesuai (contoh pada
lampiran 11). Sering kali data yang diperoleh dari profil pengobatan
pasien belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu
dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien,
anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain
4) Identifikasi masalah terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi
adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a) Ada indikasi tetapi tidak diterapi
b) Pemberian obat tanpa indikasi
c) Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
d) Pemilihan obat yang tidak tepat.
e) Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk
kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak
cost effective dan kontra indikasi).
f) Dosis terlalu tinggi
g) Dosis terlalu rendah
h) Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
i) Interaksi obat
j) Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab (tidak
mampu membeli obat, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien
atau karena kelalaian petugas)
63
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
64
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
65
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
66
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
67
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
68
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c) Pimpinan
Umpan balik dapat disajikan bervariasi
- Laporan tertulis
- presentasi
6) Tindak Lanjut
Tipe tindakan
a) Umpan balik ke penulis resep
Bandingkan antara realita dan ‘best practice’
b) Kampanye Pendidikan
(1) Presentasi
(2) Poster
(3) Bulletin
c) Mengembangkan pedoman peresepan lokal
(1) evidence and consensus-based
(2) opinion-leaders
d) Pengaturan formularium
Pembatasan ketersediaan obat yang tidak jelas.
f. Evaluasi
Pelaksanaan DUE minimal sekali dalam setahun.
69
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Flurazepam Cyclandelate
Pentobarbital Methocarbamol
Amitriptilin Trimethobenzamide
Isoxuprine Phenylbutazon
Cyclobenzaprine Chlorpropamide
Orpenadrine Propoxyphene
Chlordiapoxide Pentazosine
Meprobamate Dipyridamole
Secobarbital Carisoprodol
71
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
72
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
73
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
a. Tujuan
1) menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
2) menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan
3) meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan
4) mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
b. Manfaat
1) Tercipta data based ESO Puskesmas sebagai dasar penatalaksanaan ESO
2) Mendukung pola insidensi ESO nasional
c. Pelaksana
1) Apoteker
2) TTK dan tenaga kesehatan lain di puskesmas
3) Kolaborasi Apoteker, TTK dengan perawat dan dokter
d. Persiapan
1) Data ESO puskesmas
2) Referensi ESO
3) Resep, rekam medis
4) Obat pasien
5) Kertas kerja atau formulir MESO (lampiran 13)
e. Pelaksanaan
1) Menganalisis laporan efek samping obat (ESO)
a) secara pasif dengan menerima keluhan pasien sehubungan dengan
ketidaknyamanan setelah minum obat dan menanyakan berapa lama
setelah minum obat, adakah obat lain yang digunakan, adakah
makanan yang tidak biasa dikonsumsi
b) secara aktif melakukan asesmen setiap resep, hasil laboratorium
pasien rawat jalan maupun rawat inap yang menunjukkan perbedaan
dari seharusnya atau sesuai harapan
c) secara aktif melakukan asesmen pasien terhadap keluhan
sehubungan obat yang digunakan, menanyakan riwayat munculnya
alergi atau keluhan lain sehubungan dengan obat yang digunakan,
74
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
75
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI INTI 3 :
EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
76
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. DESKRIPSI SINGKAT
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
77
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. URAIAN MATERI
78
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
79
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
80
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
81
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
a. Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community
development (pembangunan masyarakat) dan community-based
development (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat). Tahap
selanjutnya muncul istilah community driven development yang
diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat
atau pembangunan yang digerakkan masyarakat. Pembangunan yang
digerakkan masyarakat didefinisikan sebagai kegiatan pembangunan
yang diputuskan sendiri oleh warga komunitas dengan menggunakan
sebanyak mungkin sumber daya setempat.
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang
bersifat non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah
yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses
pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien)
secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap
atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).
Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu
proses aktif, dimana sasaran/klien dan masyarakat yang
diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam
kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari konteks
pembangunan kesehatan, partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan dan kemitraan masyarakat dan fasilitator (pemerintah,
LSM) dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian kegiatan dan program kesehatan serta
82
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
83
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
84
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
85
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
86
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Apa tujuannya?
Siapa Sasarannya?
MASYARAKAT.
Melibatkan lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi
farmasi dan organisasi profesi kesehatan lainnya, perguruan tinggi,
akademisi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh adat
serta elemen-elemen lain yang ada di masyarakat.
87
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
88
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
➢ Talk show
▪ Acara lebih santai
➢ Penyuluhan
▪ Satu arah
➢ Pendekatan Interaktif (dua arah)
▪ Diupayakan peserta aktif dan dikemas menarik
89
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
90
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI PENUNJANG I :
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BUILDING
LEARNING COMMITMENT/BLC)
91
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. DESKRIPSI SINGKAT
92
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan Building
Learning Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Melakukan perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan
panitia.
b. Merumuskan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses
pelatihan.
c. Membuat kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif.
d. Menetapkan organisasi kelas.
93
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. URAIAN MATERI
94
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
95
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
96
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Langkah-langkah:
97
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
98
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
99
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Komitmen
Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan
terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasikannya dengan
berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen
belajar/pembelajaran adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas untuk
berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi
tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas, karena dalam diri setiap
orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara
keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya,
saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga
tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif.
100
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
a. Kesepakatan Nilai
Kesepakatan (commitment) adalah sebuah kata yang memiliki makna yang
sangat penting dalam sebuah kelompok/komunitas. Kesepatan dibangun
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini secara pribadi. Margaret Thatcher
menyatakan bahwa “…seseorang dapat mengubah taktik, strategi dan
program-programnya sesuai perubahan situasi namun tidak mengubah
prinsip dan nilai (value) yang diyakini pribadinya”.
b. Kesepakatan Norma
Agar nilai-nilai yang telah disepakati tetap terjaga, maka diperlukan norma
belajar yang mengatur tata pergaulan selama proses belajar sehingga semua
memperoleh kesempatan untuk sukses. Nilai-nilai yang sudah ditetapkan
bersama dijabarkan dalam norma yang terukur dan jelas operasionalisasinya.
Norma merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku
kehidupan sehari-hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma adalah
gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya
dipatuhi oleh suatu kelompok.
101
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
102
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
MATERI PENUNJANG II :
ANTIKORUPSI
103
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
ANTIKORUPSI
A. Deskripsi
B. Tujuan Pembelajaran
104
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
105
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
C. Uraian Materi
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan.
106
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK:
2006)
107
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi
108
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4) UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5) UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;
109
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
110
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
b. Transparansi
Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi.
Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi
dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan
dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi
seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang
paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena
kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal
yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan
tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses
penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan,
4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi)
terhadap kinerja anggaran.
Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan)
dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara
teknis.
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih
khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat
sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban
secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out
put kerja-kerja pembangunan.
111
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik
dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat
prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif
dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan
aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan,
pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan
fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai
efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari
defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran
program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar.
Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus
disusun dengan penuh tanggung-jawab.
d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.
Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat
mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Aspek-
aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan
efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait
dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung
pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh
aktor-aktor penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,
112
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
e. Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol
kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul
efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini,
akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia,
self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan
berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa
partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut
serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan
berupa oposisi.
113
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
114
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
115
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
2) Perbaikan sistem
• Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum
atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
• Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel
dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi.
Reformasi birokrasi.
• Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan
fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya
untuk kepentingan pribadi.
• Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas.
• Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
• Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.
3) Perbaikan manusianya
• Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman.
Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional
antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas
bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat
untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan
iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan
korupsi.
• Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak
116
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
117
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
118
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
119
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
120
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
121
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.
Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1):
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
a. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) obyek hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam
gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2)
Undang2-undang No 20 Tahun 2001. Menurut undang-undang Nomor
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
pasal 16: “setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima
gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK”.
122
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
123
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
c. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara
lain:
• Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena
telah dibantu;
• Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada
saat perkawinan anaknya;
• Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
• Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri
untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
• Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
• Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya
dari rekanan;
• Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
• Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri
dengan sipemberi.
d. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang:
124
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
125
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
126
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
A. DESKRIPSI SINGKAT
Mata ajar ini membahas tentang konsep dasar RTL, dan mempraktekkan
teknik penyusunan RTL sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan
baik dan benar.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menyusun Rencana
Tindak Lanjut sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan
benar.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mengikuti proses pembelajaran, peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar Rencana Tindak Lanjut.
b. Mempraktekkan teknik penyusunan Rencana Tindak Lanjut sesuai
dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan benar.
C. URAIAN MATERI
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat
secara individual oleh Peserta diklat setelah peserta diklat mengikuti seluruh
mata diklat yang telah diberikan, merupakan proses sistematis untuk
mempersiapkan kegiatan-kegiatan dalam rangka mengukur evaluasi paska
pelatihan yang idealnya dilakukan pada setiap akhir pelatihan.
Manfaat bagi peserta diklat adalah lebih meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, serta memecahkan masalah dalam rangka
meningkatkan kinerja unit kerja. Tujuan RTL meliputi :
1. Mengetahui sejauh manakah tingkat penyerapan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perilaku peserta diklat setelah mengikuti diklat.
2. Mengetahui kemampuan peserta diklat dalam menuangkan ide, gagasan
melalui lisan dan tulisan secara sistematis.
3. Salah satu rencana pengembangan unit kerja agar dapat mencapai visi dan
misinya.
127
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
128
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
129
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
130
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
DAFTAR PUSTAKA
Adi Soemarmo, Icebreaker, Permainan Atraktif Efektif, Penerbit: Andi, Yogyakarta,
2006.
Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi
Dunia Pendidikan.
Ir. Sri Ratna, MM dan Dra Sri Murtini, MPA, Dinamika Kelompok, Bahan Ajar
Diklat Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara RI, 2006.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi.
LAN RI. Rencana Tindak Lanjut (Action Plan). Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat,
2009.
Lynas, Kathie. 2010. A Step Forward for Medication Safety:Stakehol ders Agree to a
Common
131
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Standard for Barcoding Pharmaceutica ls. CPJ/RPC, March/ April 2010:Vol 143
(2). Proquest Database.
World Health Organization, National Drug Policy and Rational Drug Use : A
Model Curriculum. Report DAP/85.6 Geneva.
132
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
LAMPIRAN
133
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 1
LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT
(LPLPO)
KOTA : .................
PUSKESMAS : .................
BULAN/TAHUN : ........../......
NO NAMA KELAS SATUAN STOK PENE- PERSE- PEMA- EXP SISA PERMINT PEMBERI KET
OBAT TERAPI AWAL RIMAAN DIAAN KAIAN STOK AAN AN
Jumlah
Kunjungan Rawat Rawat
Resep Jalan Inap TOTAL
134
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 2.
Nama Puskesmas :
No Nama sediaan Bentuk sediaan Tanggal Jumlah Ket
kadaluarsa
(…………………………..) (………………………………………….)
NIP : NIP :
135
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 3.
Nama Puskesmas :
Jenis Puskesmas : rawat jalan/rawat inap
Bulan/tahun : …………../………………..
Produk Stok Jumlah Jumlah Pemusnahan Stok
awal pemasukan pengeluaran Akhir
136
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 4.
FORMULIR LAPORAN EVALUASI PENGGUNAAN FORNAS
Nama Puskesmas :
Kab/kota-Provinsi :
No. Telepon :
Tahun .........
Jumlah item Obat Jumlah item Obat Prosentase Kesesuaian Obat
NO
Yang Sesuai FORNAS Yang Tersedia Fornas (%) % =
di Puskesmas Puskesmas (a/b) x 100%
a b c
137
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Mengetahui
Kepala Puskesmas Penanggung Jawab Farmasi
……………………………………………… ………………………………………….
NIP. ……………………………………. NIP. ……………………………………
138
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Catatan:
- Kolom (1) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dalam satu
bulan.
- Kolom (2) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat inap dalam satu
bulan.
- Kolom (3) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat dalam satu
bulan serta didokumentasikan
- Kolom (4) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang
penggunaan, cara penyimpanan, efek samping dll dalam satu bulan serta
didokumentasikan
139
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Jenis Jumlah
Nama Jumlah Jumlah TTK Jumlah Jumlah
No Puskesma Informasi
Puskesmas Apoteker R/ Konseling
s Obat
Mengetahui
……………,………………….2019
Kepala Dinas Kesehatan Penanggung Jawab Farma
140
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Mengetahui,
.......................,................20
141
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 6
FORMULIR PENGKAJIAN RESEP
Nama Puskesmas:
Pengkajian Ya Tidak Keterangan/ Tindak
Lanjut
Farmasetis
Farmasi klinik:
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat rute
Tepat waktu
Duplikat
Alergi obat
Interaksi obat
Kontra Indikasi
(……………………….)
142
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
(……………………….)
143
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 7.
FORMULIR LEMBAR RESEP
Contoh Resep Kelengkapan Resep
Jumlah Sediaan
144
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Nama dokter
145
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 8.
PENULISAN SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN
146
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 9.
FORM DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT
147
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
148
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 10.
FORM DOKUMENTASI KONSELING
Puskesmas :……………
Jalan :……………
Nama Pasien :
Jenis kelamin :
Tanggal lahir :
Alamat :
Tanggal konseling :
Nama Dokter :
Diagnosa :
Nama obat, dosis dan cara :
pemakaian
Riwayat alergi :
Keluhan :
Pasien Apoteker
.................... .................
149
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 11.
FORM PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :
No Tanggal Catatan Nama Obat, Identifikasi Rekomenda
Pengobatan Dosis, Cara Masalah si/Tindak
Pasien Pemberian terkait Obat Lanjut
Riwayat
penyakit
Riwayat
penggunaa
n obat
Riwayat
alergi
........................,20....
Apoteker
150
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
Lampiran 12.
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :
................... 20......
Apoteker
151
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
152
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas
153