Anda di halaman 1dari 160

MODUL PELATIHAN PELAYANAN

KEFARMASIAN BAGI TENAGA KEFARMASIAN


DI PUSKESMAS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2020
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MODUL PELATIHAN PELAYANAN KEFARMASIAN BAGI


TENAGA KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Kementerian Kesehatan RI
Sekretariat Jenderal
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Direktorat Pelayanan Kefarmasian
Jakarta, 2020

Penanggung Jawab :
Dita Novianti S.A.,Apt.,MM (Direktur Pelayanan Kefarmasian)

Tim Penyusun :
Ketua : Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt., M.Farm.
Wakil Ketua : Andrie Fitriansyah, S.Farm., Apt.
Sekretaris /: Sri Suratini, S.Si., Apt., M.Farm.
Anggota : - Bernadeta Dina Jerubu, S.Si., Apt.
- Cecilia Rina Khristanti, S.Farm., Apt.
- Apriandi, S.Farm., Apt., MT.
- Dwi Subarti, S.Farm., Apt., M.Sc.
- Adriany, S.Si., Apt.
- Nurul Jasmine Fauziah, S.Farm.
- Ahmad Zainul Kamal, S.Farm., Apt.

Kontributor :
dr. Irni Owi A (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
dr. Aina Fatiya (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
dr. Adi Pamungkas (Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer)
Diani Litasari (Subdit Imunisasi Dit. Survailens, P2P)
Elza Gustanti, S.Si., Apt, MH (HOH Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan)
Raden Hermalia, S.F., Apt. (Dinkes Jawa Barat)
Chrisna Wardhani, S.F., Apt (Puskesmas Melati 2 Jogjakarta)
Dra. Raiyan, MKM., Apt (Puskesmas Serpong I)
Iis Rukmawati., S.Si., MKes., Apt (Puskesmas Ibrahim Adji Bandung)
Lina Nadhilah, S.Si., Apt (Puskesmas Tebet)
Pandu Wibowo, S.Si., Apt (Puskesmas Perumnas 2 Pontianak Barat)
Helen Widaya, S.Farm., Apt (Puskesmas Kuraitaji Kota Pariaman)

Diterbitkan Oleh :
Kementerian Kesehatan RI

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau
seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun
juga, baik secara mekanis maupun elektronik termasuk
fotocopy rekaman dan lain-lain tanpa seizin tertulis dari
penerbit.
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

KATA SAMBUTAN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan, tenaga kesehatan termasuk tenaga kefarmasian harus
bertanggung jawab, memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya, salah
satunya melalui pelatihan yang berkelanjutan. Tenaga kefarmasian memiliki
peran penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan
melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien. Dalam penyelenggaraannya, pelayanan
kefarmasian harus berpedoman pada standar pelayanan kefarmasian.

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang


menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus senantiasa
mengacu pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Dalam rangka
pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar, maka diperlukan
pelatihan bagi tenaga kefarmasian di Puskesmas. Untuk itu, Direktorat
Pelayanan Kefarmasian menyusun Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian
bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas untuk menjadi bahan dalam
pelaksanaan pelatihan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, sehingga mutu
tenaga kefarmasian akan semakin meningkat.

Kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya


kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian Bagi Tenaga
Kefarmasian di Puskesmas. Semoga modul pelatihan ini bermanfaat bagi
tenaga kefarmasian di Puskesmas dalam melaksanakan praktik profesinya.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Jakarta,
ttd

Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt, M.Biomed.


NIP. 19580503 198303 2 001

i
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Modul Pelatihan
Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas telah
selesai disusun. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas telah
diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Untuk
memaksimalkan penerapan standar tersebut, perlu dilakukan pelatihan
pelayanan kefarmasian bagi tenaga kefarmasian yang melaksanakannya.
Sehubungan dengan hal itu, Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian
bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas disusun sebagai acuan
penyelenggaraan pelatihan tersebut.
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian
di Puskesmas memuat deskripsi, tujuan pembelajaran, dan uraian materi
dasar, materi inti, dan materi penunjang yang sudah tercancum dalam
Garis Besar Program Pembelajaran. Modul pelatihan ini diharapkan
dapat dijadikan panduan bagi pelatih dan penyelenggara pelatihan agar
output pelatihan yang diharapkan dapat tercapai dan ilmu yang didapat
oleh para peserta dapat berguna di tempat kerja masing-masing.
Kami menyampaikan terima kasih serta apresiasi kepada tim
penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
modul pelatihan ini. Saran dan kritik sangat kami harapkan dalam
penyempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang.

Direktur Pelayanan Kefarmasian


ttd
Dita Novianti S.A., S.Si., Apt., MM.
NIP. 197311231998032002

ii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

DAFTAR ISI

Kata Sambutan............................................................................................ i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................iii
Materi Dasar 1 : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Dalam Sistem Kesehatan
Nasional ..................................................................................................... 1
A. Deskripsi .............................................................................................. 2
B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 2
C. Uraian Materi ....................................................................................... 3
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ........... 3
2. Pokok Bahasan 2 : Pelayanan Kefarmasian Sebagai Unsur dari Sub
Sistem Kesehatan Nasional ............................................................. 4
3. Pokok Bahasan 3 : Etika Apoteker dalam Pelayanan Farmasi Klinis.. 6
Materi Dasar 2 : Kebijakan Obat Nasional ................................................... 9
A. Deskripsi .............................................................................................. 9
B. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 9
C. Uraian Materi ..................................................................................... 10
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Kebijakan Obat Nasional (KONAS) ........ 10
2. Pokok Bahasan 2 : Landasan Kebijakan dan Strategi Pencapaian
Konas ........................................................................................... 12
Materi Inti 1 : Pengelolaan Obat, Alat Kesehatan dan BMHP di Puskesmas . 16
A. Deskripsi ............................................................................................ 16
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 16
C. Uraian Materi ..................................................................................... 17
1. Pokok Bahasan 1 : Perencanaan Kebutuhan Obat dan Perbekalan
Kesehatan di Puskesmas ............................................................... 17
2. Pokok Bahasan 2 : Pengadaan Obat .............................................. 25
3. Pokok Bahasan 3 : Penerimaan ..................................................... 28
4. Pokok Bahasan 4 : Penyimpanan Obat .......................................... 30
5. Pokok Bahasan 5 : Pendistribusian ............................................... 36
6. Pokok Bahasan 6 : Pengendalian ................................................... 37
7. Pokok Bahasan 7 : Pencatatan dan Pelaporan ................................ 40
8. Pokok Bahasan 8 : Pemantauan dan Evaluasi ................................ 44
Materi Inti 2: Pelayanan Farmasi Klinik ..................................................... 46
A. Deskripsi ............................................................................................ 46

iii
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 46


C. Uraian Materi ..................................................................................... 47
1. Pokok Bahasan 1 : Pengkajian dan Pelayanan Resep ...................... 48
2. Pokok Bahasan 2 : Pelayanan Informasi Obat ................................ 52
3. Pokok Bahasan 3 : Konseling ........................................................ 54
4. Pokok Bahasan 4 : Visite/Ronde Bangsal....................................... 58
5. Pokok Bahasan 5 : Pemantauan Terapi Obat ................................. 62
6. Pokok Bahasan 6 : Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ..................... 66
7. Pokok Bahasan 7 : Home Pharmacy Care ....................................... 70
8. Pokok Bahasan 8 : Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
/Farmakovigilans .......................................................................... 74
Materi Inti 3 : Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat .............................. 77
A. Deskripsi Singkat................................................................................ 77
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 77
C. Uraian Materi ..................................................................................... 78
1. Pokok Bahasan 1 : Keterlibatan Apoteker dalam Program Indonesia
Sehat-Pendekatan Keluarga (PIS-PK) ............................................. 78
2. Pokok Bahasan 2 : Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Gema Cermat ............................................................................... 82
Materi Penunjang 1 : Building Learning Commitment (BLC) ......................... 92
A. Deskripsi Singkat................................................................................ 92
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 93
C. Uraian Materi ..................................................................................... 94
1. Pokok Bahasan 1 : Perkenalan dan Pencairan antara Peserta,
Fasilitator dan Panitia ................................................................... 95
2. Pokok Bahasan 2 : Perumusan Harapan, Kekhawatiran dan
Komitmen terhadap Proses Pelatihan ............................................100
3. Pokok Bahasan 3 : Kesepakatan Nilai, Norma, dan Kontrol Kolektif
Belajar Bersama ..........................................................................101
Materi Penunjang 2 : Antikorupsi .............................................................104
A. Deskripsi ...........................................................................................104
B. Tujuan Pembelajaran .........................................................................104
C. Uraian Materi ....................................................................................106
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Korupsi ..............................................106
2. Pokok Bahasan 2 : Konsep Anti Korupsi .......................................110
3. Pokok Bahasan 3 :Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
114
4. Pokok Bahasan 4 : Tatacara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak
Pidana Korupsi (TPK) ...................................................................118

iv
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

5. Pokok Bahasan 5 : Gratifikasi ......................................................122


Materi Penunjang 3 : Rencana Tindak Lanjut............................................127
A. Deskripsi Singkat...............................................................................127
B. Tujuan Pembelajaran .........................................................................127
C. Uraian Materi ....................................................................................127
Lampiran.................................................................................................132

v
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI DASAR I :
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM
SISTEM KESEHATAN NASIONAL

1
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM


SISTEM KESEHATAN NASIONAL

A. Deskripsi

Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian integral dari Sistem Kesehatan


Nasional dalam rangka mendukung terwujudnya tujuan pembangunan
kesehatan nasional.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami Kebijakan
Pelayanan Kefarmasian dalam Sistem Kesehatan Nasional.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep Sistem Kesehatan Nasional
b. Menjelaskan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
c. Menjelaskan Etika Profesi Apoteker

2
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. Uraian Materi
1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)
a. Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, seluruh unsur
penyusun dalam SKN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan
saling terkait satu sama lain dalam.

b. Tujuan SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah
Daerah,dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha,
danlembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.

c. Fungsi SKN
1) Kebijakan dan regulasi
2) Manajemen dan administrasi
3) Pemberdayaan dan informasi kesehatan
4) Tata hubungan antar sub sistem dan lingkungan

3
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : PELAYANAN KEFARMASIAN SEBAGAI UNSUR DARI


SUB SISTEM KESEHATAN NASIONAL

a. Filosofi Pelayanan Kefarmasian


Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan,dan
makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan,dan makanan
yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus
untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di
semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang
ditetapkan.
Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, danmakanan
terdiri dari:
1) komoditi;
2) sumber daya;
3) pelayanan kefarmasian;
4) pengawasan; dan
5) pemberdayaan masyarakat
Apoteker sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian di Puskesmas, berperan
penting dalam menjamin ketersediaan obat yang aman, berkhasiat dan
bermutu serta memberikan pelayanan obat disertai pemberian informasi
yang tepat dan akurat dalam rangka mewujudkan efektifitas terapi dan
peningkatan keselamatan pengobatan pasien sebagai bagian dari
keselamatan pasien.
Filosofi Pelayanan Kefarmasian
1) Memaksimalkan efek terapi
2) Meminimalkan risiko pengobatan
3) Mengefektifkan biaya
4) Menghormati pilihan pasien

4
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

b. Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No.74/2016 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Definisi Pelayanan Kefarmasian mencakup 5 aspek:
1) Pelayanan lansung
2) Bertanggung jawab kepada pasien
3) Berkaitan dengan sediaan farmasi
4) Memberikan hasil yang pasti
5) Meningkatkan mutu kehidupan pasien
Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No.74/2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Implementasi Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas meliputi:
1) pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan medis habis pakai (BMHP)
2) Pelayanan Farmasi Klinik
3) Sumberdaya kefarmasian
4) Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian.

c. Kolaborasi Apoteker dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas

Apoteker di Puskesmas berwenang dan bertanggung jawab terhadap aspek


pengelolaan obat sekaligus aspek pelayanan farmasi klinik, dengan
mengacu kepada Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas, apoteker
berkolaborasi dengan dokter maupun tenaga kesehatan lain dalam rangka
peningkatan efektifitas pengobatan pasien. Untuk mewujudkan kolaborasi
antar tenaga kesehatan, setiap tenaga kesehatan harus melaksanakan
tugasnya dengan bertanggung jawab, berkoordinasi, melakukan komunikasi
yang efektif, bekerjasama, saling percaya dan saling menghargai satu sama
lain.
Untuk itu, apoteker perlu meningkatkan kompetensi, baik teknis
kefarmasian maupun komunikasi yang efektif dalam berkolaborasi antar
tenaga kesehatan di Puskesmas.

5
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3. POKOK BAHASAN 3 : ETIKA APOTEKER DALAM PELAYANAN FARMASI


KLINIS

a. Definisi Etika Profesi


Etika dideskripsikan sebagai studi sistematis tentang pilihan moral, yang
memberikan perhatian pada nilai-nilai yang melatar-belakanginya, alasan
orang memberikannya dan bahasa yang digunakan untuk
mendeskripsikannya. Pengambilan keputusan etis merupakan proses
seseorang mengenali bahwa suatu masalah perlu diselesaikan atau suatu
pilihan yang sulit dibuat, mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
memilih salah satu, menggunakannya dan kemudian menerima
tanggungjawabnya.

b. Etika Profesi Apoteker


1) Apoteker harus bertindak demi kepentingan pasien dan anggota
masyarakat lainnya, berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan
terbaik bagi masyarakat dalam kemitraan dengan profesi kesehatan
lainnya.
2) Apoteker harus selalu mengikuti perkembangan praktek kefarmasian,
tetap up to date dalam peraturan yang terkait dengan kefarmasian dan
pengetahuan serta teknologi yang dapat diterapkan dalam kefarmasian,
dan menjaga kompetensi serta efektivitas sebagai seorang praktisi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan klinis (clinical
governance) sehingga organisasi pelayanan kesehatan
bertanggungjawab secara terus menerus menyempurnakan kualitas
pelayanan dan menjaga standar pelayanan yang tinggi, dengan
menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan pelayanan klinis
yang unggul akan berkembang.
4) Apoteker dapat berkontribusi dalam pengobatan berbasis bukti melalui
keterlibatannya dalam pemantauan peresepan dan dalam pembuatan
pedoman terapi serta formularium.
5) Apoteker harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
praktek profesional yang terkait dengan pasien dan keluarganya.
Kerahasiaan merupakan suatu komponen penting hak pasien dan
Apoteker diikat oleh Kode Etik Profesi. Informasi tersebut harus tidak
dibuka kepada setiap orang tanpa persetujuan pasien atau pihak yang

6
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

berwenang kecuali atas permintaan pasien atau tuntutan publik yang


memerlukan keterbukaan tersebut. Informasi meliputi yang disimpan
melalui ingatan maupun yang dicatat/direkam.

c. Kompetensi Profesional
1) Apoteker harus mengikuti perkembangan dalam praktek kefarmasian,
tetap up-to-date dalam peraturan yang terkait dengan kefarmasian dan
pengetahuan serta teknologi yang dapat diaplikasikan bagi kefarmasian,
dan menjaga kompetensi dan keefektivan sebagai seorang praktisi.
2) Apoteker memahami sifat dan khasiat bahan obat serta sediaan obat,
dan bagaimana digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit,
menghilangkan gejala atau membantu diagnosis penyakit. Apoteker
dalam berpraktek profesional menggunakan pengetahuannya untuk
kesehatan dan keselamatan pasien serta masyarakat.
3) Apoteker harus berperilaku dengan integritas dan tulus, setia kepada
perilaku standar pribadi dan profesional yang diterima dan tidak
melakukan perilaku atau aktivitas sejenis yang mencemari profesi.

7
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI DASAR II :

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL

8
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL

A. Deskripsi

Kebijakan Obat Nasional dimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan,


keterjangkauan, pemerataan obat secara berkelanjutan dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu memahami Kebijakan Obat
Nasional (KONAS).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep KONAS.
b. Menjelaskan landasan kebijakan dan strategi pencapaian KONAS

9
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. Uraian Materi

1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS)

a. Definisi Kebijakan Obat Nasional (KONAS)


Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Akses terhadap obat terutama obat esensial
merupakan salah satu hak azasi manusia. Dengan demikian, penyediaan
obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan lembaga
pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta.
Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena selain
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial.
Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan
melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai
Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan
berkaitan dengan obat.
KONAS adalah dokumen resmi berisi pernyataan komitmen semua pihak
yang menentukan tujuan dan sasaran nasional di bidang obat beserta
prioritas, strategi dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen
komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan.

b. Tujuan KONAS
KONAS dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya. Keterjangkauan dan
penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari tujuan yang
hendak dicapai. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan
penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan
penggunaan obat.
Dengan demikian tujuan KONAS adalah menjamin:
1) Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat
esensial
2) Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta
melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat
10
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3) Penggunaan obat yang rasional

c. Ruang Lingkup
Ruang lingkup KONAS meliputi pembangunan di bidang obat untuk
menjamin terlaksananya pembangunan kesehatan dalam upaya
mendapatkan sumberdaya manusia berkualitas.
KONAS mencakup pembiayaan, ketersediaan dan pemerataan,
keterjangkauan obat, seleksi obat esensial , penggunaan obat rasional,
pengawasan, penelitian dan peng'embangan, pengembangan sumber daya
manusia dan pemantauan serta evaluasi.

11
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : LANDASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI


PENCAPAIAN KONAS

a. Landasan Kebijakan

Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang


merupakan penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :

1) Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak tergantikan


dalam pemberian pelayanan kesehatan. Dalam kaitan ini aspek
'teknologi dan ekonomi harus diselaraskan dengan aspek sosial dan
ekonomi.

2) Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan


pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat.

3) Pemerintah dan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab untuk


menjamin agar pasien mendapat pengobatan yang rasional.

4) Pemerintah melaksanakan pembinaan; pengawasan dan pengendalian


obat, sedangkan pelaku usaha di bidang obat bertanggung jawab atas
mutu obat sesuai dengan fungsi usahanya. Tugas pengawasan dan
pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan
secara profesional, bertanggung jawab, independen dan transparan.

5) Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi obat yang benar,


lengkap dan tidak menyesatkan. Pemerintah memberdayakan
masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan.

b. Strategi Pencapaian KONAS


1) Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial

Akses obat esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi


oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan obat yang rasional, harga
yang terjangkau, pendanaan yang berkelanjutan, dan sistem kesehatan
serta sistem penyediaan obat yang dapat diandalkan.
Berdasarkan pola pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat esensial dicapai melalui strategi antara lain:
a) Sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik sektorpublik
maupun\sektor swasta mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dijabarkan

12
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

dalam berbagai bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Masyarakat (JPKM).
b) Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik.
c) Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing)
atau pengadaan bersama (poolprocurement) disektor publik. Disertai
distribusi obat yang efektif, efisien dan akuntabel pada sektor publik
dan swasta.
d) Pengembangan dan evaluasi terus-menerus, khususnya model dan
bentuk pengelolaan obat sektor publik di daerah terpencil, daerah
tertinggal, daerah perbatasan dan daerah rawan bencana.
2) Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar,serta
perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat.
Pengawasan dan pengendalian obat mulai dari impor, produksi hingga
ke tangan pasien, merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Untuk
mencapai maksud tersebut dilakukan strategi sebagai berikut:
a) Penilaian keamanan, khasiat dan rnutu melalui proses pendaftaran,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian (binwasdal) impor,
ekspor, produksi, distribusi dan pelayanan obat merupakan suatu
kesatuan yang utuh, dilakukan dengan kompetensi tinggi, akuntabel
secara transparan dan independen.
b) Adanya dasar hukum dan penegakan hukum secara konsisten,
dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran.
c) Penyempurnaan ketentuan sarana produksi, sarana distribusi, dan
sarana pelayanan obat.
d) Pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan dan penyebaran
informasi terpercaya, sehingga terhindar dari penggunaan obat yang
tidak memenuhi standar.
e) Penyempurnaan dan pengembangan berbagai standar dan pedoman.
3) Penggunaan obat yang rasional

Pengembangan serta penerapan pedoman terapi dan kepatuhan


terhadap Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), merupakan dasar dari
pengembangan penggunaan obat yang rasional. Salah satu masalah
yang mendasar atas terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional
adalah informasi yang tidak benar, tidak lengkap dan menyesatkan.
Oleh karena itu perlu dijamin agar pengguna obat, baik pelayan

13
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

kesehatan maupun masyarakat mendapatkan informasi yang benar,


lengkap dan tidak menyesatkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas
upaya untuk penggunaan obat yang rasional dilakukan melalui strategi
berikut:
a) Penerapan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dalam setiap
upaya pelayanan kesehatan, baik perorangan maupun masyarakat,
meialui pemanfaatan pedoman terapi dan formularium berbasis
bukti ilmiah terbaik.
b) Pengadaan obat di sarana kesehatan dan skema JKN mengacu pada
DOEN.
c) Penerapan pendekatan farmako ekonomi melalui analisis biaya-
efektif dengan biaya-manfaat pada seleksi obat yang digunakan di
semua tingkat pelayanan kesehatan.
d) Penerapan pelayanan kefarmasian yang baik.
e) Pemberdayaan masyarakat melalui komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE).

14
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI INTI 1 :

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BMHP DI


PUSKESMAS

15
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

PENGELOLAAN OBAT, ALAT KESEHATAN DAN BMHP


DI PUSKESMAS

A. Deskripsi

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) merupakan salah satu


kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan perbekkes yang efisien,
efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian,
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian
mutu pelayanan.
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan perbekkes yang baik.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum


Peserta mampu melakukan pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di
Puskesmas.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan Sediaan
Farmasi dan BMHP, yang terdiri dari :
a. Perencanaan Kebutuhan Obat Perbekalan Kesehatan
b. Pengadaan Obat
c. Penerimaan Obat dan perbekalan kesehatan
d. Penyimpanan Obat
e. Pendistribusian Obat
f. Pengendalian Obat
g. Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan
h. Pemantuan Dan Evaluasi

16
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. Uraian Materi

1. POKOK BAHASAN 1 : PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DAN


PERBEKALAN KESEHATAN DI PUSKESMAS
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
(BMHP) di puskesmas setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian (TTK) pengelola ruang farmasi. Perencanaan obat yang
baik dapat mencegah kekosongan atau kelebihan stok obat dan menjaga
ketersediaan obat di puskesmas.
Tahapan perencanaan kebutuhan obat dan BMHP meliputi :
a. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Proses pemilihan obat
di puskesmas dilakukan dalam rangka perencanaan permintaan obat ke
dinas kesehatan kabupaten/kota dan pembuatan formularium puskesmas.
Pemilihan obat di puskesmas harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (FORNAS).
Untuk menjaga ketersediaan obat, apoteker atau penanggungjawab ruang
farmasi bersama tim tenaga kesehatan di puskesmas menyusun
formularium puskesmas. Penggunaan formularium puskesmas selain
bermanfaat dalam kendali mutu, biaya, dan ketersediaan obat di
puskesmas, juga memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi,
apoteker dan tenaga kesehatan lain mengenai obat yang digunakan di
puskesmas. Formularium puskesmas ditinjau kembali sekurang-
kurangnya setahun sekali menyesuaikan kebutuhan obat di puskesmas.
Kriteria obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas:
1) Obat yang masuk dalam Formularium Puskesmas adalah obat yang
tercantum dalam DOEN dan FORNAS untuk Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP).
2) Berdasarkan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.
3) Mengutamakan penggunaan obat generik.
4) Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
5) Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien.
6) Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
7) Obat yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
17
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

based medicines).
Tahapan penyusunan formularium puskesmas :
1) Meminta usulan obat dari penanggungjawab pelayanan dan
penanggungjawab program;
2) Membuat rekapitulasi usulan obat dan mengelompokkan usulan
tersebut berdasarkan kelas terapi atau standar pengobatan;
3) Membahas usulan bersama Kepala Puskesmas, dokter, dokter gigi,
perawat dan bidan puskesmas;
4) Menyusun daftar obat yang masuk ke dalam formularium puskesmas;
5) Penetapan formularium puskesmas oleh kepala puskesmas;
6) melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai formularium puskesmas
kepada seluruh tenaga kesehatan puskesmas;
b. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan obat periode
sebelumnya (data konsumsi), data morbiditas, sisa stok dan usulan
kebutuhan obat dari semua jaringan pelayanan puskesmas.
c. Memperkirakan kebutuhan periode yang akan datang ditambah stok
penyangga (buffer stock). Buffer stock ditentukan dengan
mempertimbangkan waktu tunggu (lead time), penerimaan obat serta
kemungkinan perubahan pola pernyakit dan kenaikan jumlah kunjungan.
Buffer stock bervariasi tergantung kepada kebijakan puskesmas.
d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan
metode yang sesuai.
e. Data pemakaian, sisa stok dan permintaan kebutuhan obat puskesmas
dituangkan dalam Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) puskesmas.
f. Laporan pemakaian berisi jumlah pemakaian obat dalam satu periode dan
lembar permintaan berisi jumlah kebutuhan obat puskesmas dalam satu
periode.
g. LPLPO puskesmas menjadi dasar untuk rencana kebutuhan obat tingkat
puskesmas dan digunakan sebagai data pengajuan kebutuhan obat ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara
tepat. Perhitungan kebutuhan obat untuk satu periode dapat dilakukan
dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
a. Metode Konsumsi

18
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data


konsumsi obat periode sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang
dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode
konsumsi:
1) Daftar obat.
2) Stok awal.
3) Penerimaan.
4) Pengeluaran.
5) Sisa stok.
6) Obat hilang/rusak, kadaluarsa.
7) Kekosongan obat.
8) Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
9) Waktu tunggu.
10)Stok pengaman.
11)Perkembangan pola kunjungan
Contoh perhitungan dengan Metode Konsumsi untuk kebutuhan 1 (satu)
tahun:
Selama tahun 2019 (Januari – Desember) pemakaian parasetamol tablet
sebanyak 25.000 tablet untuk pemakaian selama 10 (sepuluh) bulan.
Pernah terjadi kekosongan selama 2 (dua) bulan. Sisa stok per 31
Desember 2019 adalah 100 tablet.
1) Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perbulan tahun 2019 adalah
25.000 tablet : 10 ═ 2.500 tablet.
2) Pemakaian Parasetamol tahun 2019 (12 bulan) = 2.500 tablet x 12 =
30.000 tablet.
3) Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk
untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan). Misalkan
berdasarkan evaluasi data diperkirakan 20% = 20% x 30.000 tablet =
6.000 tablet.
4) Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 (tiga) s/d 4 (empat)
19
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

minggu. Pemakaian rata-rata Parasetamol tablet perminggu adalah


2.500 tablet : 4 = 625 tablet. Misalkan leadtime diperkirakan 3 minggu
= 3 x 625 tablet = 1.875 tablet.
5) Kebutuhan Parasetamol tahun 2019 adalah = b + c + d, yaitu
30.000 tablet + 6.000 tablet + 1.875 tablet = 37.875 tablet.
6) Rencana kebutuhan Parasetamol untuk tahun 2020 adalah: hasil
perhitungan kebutuhan (e) – sisa stok = 37.875 tablet – 100 tablet =
37.775 tablet ~ 378 box @ 100 tablet.
Rumus :
A = Rencana kebutuhan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan C = Stok pengaman 10 % – 20 % D
= Waktu tunggu (3 – 4 minggu)
E = Sisa stok
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola
penyakit, waktu tunggu, dan stok pengaman.
Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah :
1) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi
penyakit.
3) Menyediakan formularium/standar/pedoman sediaan farmasi.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan sediaan farmasi.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. Contoh perhitungan
perencanaan kebutuhan obat
Penggunaan oralit pada penyakit diare akut :
Anak-anak Diketahui,
• Satu siklus pengobatan diare diperlukan 10 bungkus oralit @ 200
ml.
• Jumlah kasus 10.000 kasus. Jadi,
Jumlah oralit yang diperlukan = 10.000 kasus x 10 bungkus
= 100.000 bungkus @ 200ml
Dewasa Diketahui,
• Satu siklus pengobatan diare diperlukan 20 bungkus oralit @
200ml. Jumlah kasus 5.000 kasus.
Jadi,
20
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Jumlah oralit yang diperlukan = 5.000 kasus x 20 bungkus =


100.000 bungkus @ 200ml.
Dengan demikian jumlah kebutuhan garam oralit satu periode =
100.000 + 100.000 = 200.000 bungkus @ 200ml.
c. Evaluasi Perencanaan
Evaluasi terhadap perencanaan dilakukan meliputi:
1) Kesesuaian perencanaan dengan kebutuhan. Dilakukan penilaian
kesesuaian antara RKO dengan realisasi. Sumber data berasal dari
rumah sakit, LKPP dan pemasok.
2) Masalah dalam ketersediaan yang terkait dengan perencanaan.
Dilakukan dengan cek silang data dari fasyankes dengan data di
pemasok.
Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
• Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
• Pertimbangan/ kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/ terapi
• Kombinasi ABC dan VEN
• Revisi daftar obat
1) Analisis ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukkan
peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang
terbaik/terbanyak.
Analisis ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan
dananya, yaitu:
a) Kelompok A:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C:
Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Berdasarkan berbagai observasi dalam manajemen persediaan, yang
paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya

21
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari


pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar
dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan 10% dari jenis atau item
obat yang paling banyak digunakan, sedangkan sisanya sekitar 90%
jenis atau item obat menggunakan dana sebesar 30%. Dengan analisis
ABC, jenis-jenis obat ini dapat diidentifikasi, untuk kemudian
dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi ini misal dengan mengoreksi
kembali apakah penggunaannya memang banyak atau apakah ada
alternatif sediaan lain yang lebih efisien dari segi biaya (misalnya nama
dagang lain, bentuk sediaan lain, dan sebagainya). Evaluasi terhadap
jenis-jenis obat yang menyerap biaya terbanyak juga lebih efektif
dibandingkan evaluasi terhadap obat yang relatif memerlukan anggaran
sedikit. Langkah-langkah menentukan Kelompok A, B dan C:
a) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara mengalikan jumlah obat dengan harga obat.
b) Tentukan peringkat mulai dari yang terbesar dananya sampai yang
terkecil.
c) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
d) Hitung akumulasi persennya.
e) Obat kelompok A termasuk dalam akumulasi 70%
f) Obat kelompok B termasuk dalam akumulasi >70% s/d 90%
(menyerap dana ± 20%)
g) Obat kelompok C termasuk dalam akumulasi > 90% s/d 100%
(menyerap dana ± 10%).
2) Analisis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat
yang terbatas dengan mengelompokkan obat berdasarkan manfaat tiap
jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam
daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
a) Kelompok V (Vital):
Adalah kelompok obat yang mampu menyelamatkan jiwa (life
saving). Contoh: obat syok anafilaksis
b) Kelompok E (Esensial) :
Adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit
dan paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan.
Contoh :

22
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

• Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: antidiabetes,


analgesik, antikonvulsi)
• Obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
c) Kelompok N (Non Esensial):
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk:
a) Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang
tersedia. Obat yang perlu ditambah atau dikurangi dapat
didasarkan atas pengelompokan obat menurut VEN.
b) Penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar
selalu tersedia.
Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu kriteria
penentuan VEN yang sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam
menentukan kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan
masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup
berbagai aspek antara lain aspek klinis, konsumsi, target kondisi dan
biaya.

23
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3) Analisis Kombinasi
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-
benar jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit
terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari
VEN. Sebaliknya, jenis obat dengan status N harusnya masuk kategori
C.
Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana
anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat.


Mekanismenya adalah :
a) Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas pertama untuk
dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana
masih kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya
dan obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas berikutnya. Jika
setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih
juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
b) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan obat pada
kriteria NA, NB, NC dimulai dengan pengurangan obat kategori EA,
EB dan EC.

4) Revisi daftar obat


Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit
dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi
cepat (rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar
perencanaan obat. Namun sebelumnya, perlu dikembangkan dahulu
kriterianya, obat atau nama dagang apa yang dapat dikeluarkan dari
daftar. Manfaatnya tidak hanya dari aspek ekonomi dan medik, tetapi
juga dapat berdampak positif pada beban penanganan stok.

24
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : PENGADAAN OBAT


Pengadaan obat di puskesmas, dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pengadaan
mandiri (pembelian).
a. Permintaan
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang disediakan di Puskesmas harus sesuai dengan
Formularium Nasional (FORNAS), Formularium Kabupaten/Kota dan
Formularium Puskesmas. Permintaan obat puskesmas diajukan oleh
kepala puskesmas kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan format LPLPO (Form lampiran 1). Permintaan obat
dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik
menggunakan LPLPO sub unit.
Permintaan terbagi atas dua yaitu :
1) Permintaan rutin
Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing –
masing puskesmas.
2) Permintaan khusus
Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin. Proses permintaan khusus
sama dengan proses permintaan rutin.
Permintaan khusus dilakukan apabila :
a) Kebutuhan meningkat
b) Terjadi kekosongan obat
c) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/Bencana)
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, perlu diperhatikan hal-hal
berikut ini:
1) Data pemakaian obat periode sebelumnya.
2) Jumlah kunjungan resep.
3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
4) Sisa Stok.
Cara menghitung kebutuhan obat (stok optimum) adalah : Jumlah untuk
periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada
periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT+ SP

25
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan


rumus :

Keterangan:
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Pemakaian rata–rata per periode distribusi
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu ( Lead Time )
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
Stok Kerja Pemakaian rata-rata per periode distribusi
Waktu Lamanya kekosongan obat dihitung dalam

Kekosongan hari
Waktu Tunggu Waktu tunggu, dihitung mulai dari
permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan
penerimaan obat di Puskesmas
Stok Penyangga Adalah persediaan obat untuk mengantisipasi
terjadinya peningkatan kunjungan, keterlambatan
kedatangan obat. Besarnya ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara Puskesmas dan
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Sisa Stok Adalah sisa obat yang masih tersedia di

Puskesmas pada akhir periode distribusi


Stok Optimum Adalah stok ideal yang harus tersedia

dalam waktu periode tertentu.

b. Pengadaan Mandiri
Pengadaan obat secara mandiri oleh Puskesmas dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Puskesmas dapat melakukan
pembelian obat ke distributor. Dalam hal terjadi kekosongan persediaan
dan kelangkaan di fasilitas distribusi, Puskesmas dapat melakukan
pembelian obat ke apotek. Pembelian dapat dilakukan dengan dua
mekanisme :
1) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi kebutuhan
26
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

obat yang diresepkan dokter.


2) Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat menggunakan
SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang tidak tersedia di fasilitas
distribusi dapat dibeli sebelumnya, sesuai dengan stok yang
dibutuhkan.

27
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3. POKOK BAHASAN 3 : PENERIMAAN


Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK) dan sumber lainnya merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK)
penanggungjawab ruang farmasi di puskesmas. Apoteker dan TTK
penanggungjawab ruang farmasi bertanggungjawab untuk memeriksa
kesesuaian jenis, jumlah dan mutu obat pada dokumen penerimaan.
Pemeriksaan mutu meliputi pemeriksaan label, kemasan dan jika diperlukan
bentuk fisik obat. Setiap obat yang diterima harus dicatat jenis, jumlah dan
tanggal kadaluarsanya dalam buku penerimaan dan kartu stok obat.
Pemeriksaan fisik obat meliputi:

a. Tablet :
- kemasan dan label
- bentuk fisik tablet (warna, keutuhan tablet, basah, lengket)
b. Tablet salut :
- kemasan dan label
- bentuk fisik (warna, keutuhan tablet salut, basah, lengket)
c. Cairan :
- kemasan dan label
- kejernihan, homogenitas
- warna, bau, bentuk
d. Salep :
- kemasan dan label
- homogenitas
- warna, konsistensi
e. Injeksi :
- kemasan dan label
- kejernihan untuk larutan injeksi
- homogenitas untuk serbuk injeksi
- warna
f. Sirup kering :
- kemasan dan label
- warna, bau, penggumpalan
g. Suppositoria :

28
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

- kemasan dan label


- konsistensi
- warna
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu
di laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung
jawab pemasok yang menyediakan dan dicantumkan dalam perjanjian jual
beli. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik dan
kelengkapan dokumen yang menyertainya.
Sediaan farmasi dan BMHP hasil permintaan dapat dilakukan penerimaan
setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang. Petugas penerima obat
wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan sesuai
dengan isi dokumen dan ditandatangani oleh petugas penerima serta
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila
terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat dicatat
dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.

29
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

4. POKOK BAHASAN 4 : PENYIMPANAN OBAT


Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga
ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan.
Aspek umum yang perlu diperhatikan:
a. Persediaan obat dan BMHP puskesmas disimpan di gudang obat
yang dilengkapi lemari dan rak –rak penyimpanan obat.
b. Suhu ruang penyimpanan harus dapat menjamin kestabilan obat.
c. Sediaan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet,
teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus.
d. Penyimpanan sesuai alfabet atau kelas terapi dengan sistem, First
Expired First Out (FEFO), high alert dan life saving (obat emergency).
e. Sediaan psikotropik dan narkotik disimpan dalam lemari terkunci
dan kuncinya dipegang oleh apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian yang dikuasakan.
f. Sediaan farmasi dan BMHP yang mudah terbakar, disimpan di
tempat khusus dan terpisah dari obat lain. Contoh : alkohol, chlor
etil dan lain-lain.
g. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu yang
disertai dengan alat pemantau dan kartu suhu yang diisi setiap
harinya.
h. Jika terjadi pemadaman listrik, dilakukan tindakan pengamanan
terhadap obat yang disimpan pada suhu dingin. Sedapat mungkin,
tempat penyimpanan obat termasuk dalam prioritas yang
mendapatkan listrik cadangan (genset).
i. Obat yang mendekati kadaluarsa (3 sampai 6 bulan sebelum
tanggal kadaluarsa tergantung kebijakan puskesmas) diberikan
penandaan khusus dan diletakkan ditempat yang mudah terlihat
agar bisa digunakan terlebih dahulu sebelum tiba masa kadaluarsa.
j. Inspeksi/pemantauan secara berkala terhadap tempat
penyimpanan obat.

30
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Aspek khusus yang perlu diperhatikan:


a. Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel
event), dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome). Obat yang perlu diwaspadai terdiri
atas:
1) Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti insulin,
atau obat antidiabetik oral.
2) Obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama (look alike) dan bunyi ucapan sama
(sound alike) biasa disebut LASA, atau disebut juga Nama Obat
dan Rupa Ucapan Mirip (NORUM). Contohnya tetrasiklin dan
tetrakain.
3) Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi
lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%,
40% atau lebih.
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh Puskesmas dengan
mempertimbangkan data dari referensi dan data internal di
Puskesmas tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse
event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss). Referensi yang
dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang diterbitkan oleh ISMP
(Institute for Safe Medication Practice). Puskesmas harus mengkaji
secara seksama obat-obat yang berisiko tinggi tersebut sebelum
ditetapkan sebagai obat high alert di Puskesmas.
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan tinggi) berupa
elektrolit konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus disimpan
terpisah dan penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan
pengambilan dan penggunaan.
Penyimpanan dilakukan terpisah, mudah dijangkau dan tidak
harus terkunci. Disarankan pemberian label high alert diberikan
pada gudang atau lemari obat untuk menghindari kesalahan
(penempelan stiker High Alert pada satuan terkecil).

31
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Gambar 1. Contoh lemari penyimpanan Obat High Alert

Puskesmas menetapkan daftar obat Look Alike Sound Alike


(LASA)/nama-obat-rupa-ucapan-mirip (NORUM). Penyimpanan obat
LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus
sehingga petugas dapat lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.
Dibawah ini beberapa contoh obat LASA berdasarkan bentuk sediaan,
kekuatan dan kandungan zat aktif:

Gambar 2 : Contoh obat LASA dengan bentuk sediaan berbeda (syrup


dan drop)

32
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Gambar 3. Contoh obat LASA dengan kekuatan berbeda

Gambar 4. Contoh obat LASA disimpan tidak berdekatan dan


Diberi label “LASA”

Gambar 5. Contoh label LASA

b. Obat Narkotika, Psikotropika dan Prekursor


Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi harus disimpan dalam lemari khusus dan
33
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

menjadi tanggungjawab apoteker penanggung jawab. Lemari


khusus tempat penyimpanan narkotika, psikotropika dan prekusor
farmasi memiliki 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu kunci
dipegang oleh apoteker penanggung jawab, satu kunci lainnya
dipegang oleh tenaga teknis kefarmasian/tenaga kesehatan lain
yang dikuasakan. Apabila apoteker penanggung Jawab berhalangan
hadir dapat menguasakan kunci kepada tenaga teknis
kefarmasian/tenaga kesehatan lain.

c. Obat kegawatdaruratan medis


Penyimpanan obat kegawatdaruratan medis harus diperhatikan
dari sisi kemudahan, ketepatan dan kecepatan reaksi bila terjadi
kegawatdaruratan. Penetapan jenis obat kegawatdaruratan medis
termasuk antidot harus disepakati bersama antara apoteker/tenaga
farmasi, dokter dan perawat. Obat kegawatdaruratan medis
digunakan hanya pada saat emergensi dan ditempatkan di ruang
pemeriksaan, kamar suntik, poli gigi, ruang imunisasi, ruang
bersalin dan di Instalasi Gawat Darurat/IGD.
Monitoring terhadap obat kegawatdaruratan medis dilakukan
secara berkala. Obat yang kadaluarsa dan rusak harus diganti
tepat waktu. Keamanan persediaan obat- obatan emergency harus
terjamin keamanannya baik dari penyalahgunaan, keteledoran
maupun dari pencurian oleh oknum, sehingga dan seharusnya
tempat penyimpanan obat harus dikunci semi permanen atau yang
dikembangkan sekarang disegel dengan segel yang memiliki nomor
seri tertentu atau sering kita sebut segel berregister yang nomor
serinya berbeda-beda. Segel tersebut hanya dapat digunakan
sekali/disposable artinya ketika segel dibuka, segel tersebut
menjadi rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Ini dimaksudkan
supaya terjaga keamanannya dan setiap segel terbuka ada maksud
dan alasan serta tercatat dalam buku pemantauan obat-obat
emergensi. Penggunaan segel sekali pakai memiliki keuntungan
sebagai indikator apakah obat emergency tersebut dalam keadaan
utuh atau tidak.

34
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Gambar 6. Tas emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable

Kunci disposable

Gambar 7. Kit emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable

35
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

5. POKOK BAHASAN 5 : PENDISTRIBUSIAN


Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan
farmasi dan BMHP dari puskesmas induk untuk memenuhi kebutuhan
pada jaringan pelayanan puskesmas (Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan bidan desa).
Langkah-langkah distribusi obat :
a. Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan :
1) Jarak distribusi.
2) Biaya distribusi yang tersedia.
b. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan
mempertimbangkan :
1) Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.
2) Sisa stok
3) Pola penyakit
4) Jumlah kunjungan di masing-masing jaringan pelayanan
puskesmas.
c. Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan puskesmas.
Obat diserahkan Bersama-sama dengan form LPLPO jaringan
pelayanan Puskesmas yang ditandatangani oleh penanggungjawab
jaringan pelayanan Puskesmas dan pengelola obat Puskesmas
induk sebagai penanggungjawab pemberi obat.

36
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

6. POKOK BAHASAN 6 : PENGENDALIAN


Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
ketersediaan obat dan BMHP. Tujuan pengendalian agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan obat dan BMHP di jaringan pelayanan puskesmas.
Pengendalian persediaan obat terdiri dari Pengendalian ketersediaan,
pengendalian penggunaan, penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan,
dan kedaluwarsa.
a. Pengendalian ketersediaan
Apoteker bertanggungjawab untuk mencegah/mengatasi kekurangan atau
kekosongan obat di puskesmas. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam
mengendalikan ketersediaan obat di puskesmas :
1) Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi dengan persetujuan
dokter/dokter gigi penanggung jawab pasien.
2) Mengajukan permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3) Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di puskesmas tidak
dapat dipenuhi oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan tidak
tercantum dalam formularium nasional atau e katalog obat, maka dapat
dilakukan pembelian obat sesuai formularium puskesmas dengan
persetujuan kepala puskesmas.
4) Mekanisme pengadaan obat diluar Formularium Nasional dan e- katalog
obat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
b. Pengendalian penggunaan
Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah
penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat memastikan jumlah
kebutuhan obat dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian penggunaan mencakup:
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja.
2) Menentukan :
a) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada jaringan
pelayanan puskesmas agar tidak mengalami kekurangan/
kekosongan.
b) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya
karena keterlambatan pengiriman.

37
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c) Menentukan waktu tunggu (leadtime) adalah waktu yang diperlukan


dari mulai pemesanan sampai obat diterima.
d) Menentukan waktu kekosongan obat
3) Pencatatan :
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di gudang farmasi
puskesmas. Pencatatan dapat dilakukan dalam bentuk digital atau
manual. Pencatatan dalam bentuk manual biasa menggunakan kartu
stok. Fungsi kartu stok obat:
a) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran obat termasuk
kondisi fisik, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa obat
b) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis
obat dari satu sumber anggaran
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan
rencana kebutuhan obat periode berikutnya
Hal yang harus diperhatikan :
a) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan obat yang
bersangkutan.
b) Pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi (keluar/masuk
obat atau jika ada obat hilang, rusak dan kadaluarsa)
c) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.
d) Pengeluaran satu jenis obat dari anggaran yang berbeda
dijumlahkan dan dianggap sebagai jumlah kebutuhan obat tersebut
dalam satu periode.
c. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, obat ditarik dan
kadaluwarsa.
1) Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2) Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan
oleh apoteker penanggungjawab dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan dibuat berita acara pemusnahan.
3) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap

38
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan BMHP dilakukan


terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri
4) Pemusnahan dilakukan untuk obat bila:
a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu/rusak.
b) Telah kadaluwarsa.
c) Dicabut izin edarnya.
Pemusnahan obat dapat dilakukan dengan cara :
a) Pengembalian obat yang rusak atau kadaluarsa ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota untuk dilakukan pemusnahan.
b) Pemusnahan sendiri dengan persetujuan Dinas Kesehatan
Kab/Kota.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a) Membuat daftar obat yang akan dimusnahkan.
b) Mengajukan usulan pemusnahan dan penghapusan barang
persediaan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
c) Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait (Dinas Kesehatan).
d) Menyiapkan tempat pemusnahan.
e) Pelaksanaan pemusnahan.
f) Membuat berita acara pemusnahan.

39
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

7. POKOK BAHASAN 7 : PENCATATAN DAN PELAPORAN


Kegiatan administrasi terdiri dari pencatatan dan pelaporan semua
kegiatan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
a. Pencatatan (dokumentasi)
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor keluar dan masuknya obat di Puskesmas. Pencatatan
dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun
manual. Pada umumnya pemasukan dan pengeluaran obat dicatat
dalam buku catatan pemasukan dan pengeluaran obat dan kartu
stok. Petugas kefarmasian harus mencatat setiap penerimaan dan
pengeluaran obat di puskesmas.
1) Di gudang obat harus tersedia kartu stok, buku penerimaan dan
pengeluaran obat.
2) Di ruang obat tersedia kartu stok, rekapan harian penggunaan
obat dan buku catatan pemakaian narkotik dan psikotropik.
3) Catatan pemakaian narkotik, psikotropik dan prekusor harus
dilengkapi nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor telepon
dan jumlah obat yang diterima setiap pasien.
Fungsi kartu stok:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi sediaan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis sediaan farmasi yang berasal dari 1 (satu)
sumber anggaran.
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan, pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik sediaan farmasi dalam tempat
penyimpanannya.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan sediaan
farmasi bersangkutan.
2) Pencatatan dilakukan secara rutin setiap kali mutasi sediaan
farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/ kadaluwarsa).
3) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan.

40
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Informasi yang didapat:


1) Jumlah sediaan farmasi yang tersedia (sisa stok).
2) Jumlah sediaan farmasi yang diterima.
3) Jumlah sediaan farmasi yang keluar.
4) Jumlah sediaan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa.
5) Jangka waktu kekosongan sediaan farmasi.
Manfaat informasi yang didapat:
1) Mengetahui dengan cepat jumlah persediaan sediaan farmasi.
2) Sebagai dasar dalam penyusunan laporan dan perencanaan
kebutuhan.
3) Pengendalian persediaan.
4) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan
pendistribusian.
Petunjuk pengisian:
1) Bagian judul pada kartu stok diisi dengan :
- Nama sediaan farmasi
- Kemasan
- Isi kemasan
- Nama sumber dana atau dari mana asalnya sediaan farmasi
2) Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut :
- Tanggal penerimaan atau pengeluaran
- Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
- Sumber asal sediaan farmasi atau kepada siapa sediaan
farmasi dikirim
- No. Batch/No. Lot.
- Tanggal kadaluwarsa
- Jumlah penerimaan
- Jumlah pengeluaran
- Sisa stok
- Paraf petugas yang mengerjakan

41
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

b. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan
yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Jenis laporan
yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.


1. Laporan Penerimaan Mengetahui LPLPO
dan Pengeluaran jumlah (Formulir
Obat penerimaan dan Lampiran 1)
pengeluaran obat
satu periode
2. Laporan Obat Melaporkan obat Formulir
Lampiran 2
Rusak/Kadaluarsa yang
rusak/kadaluarsa
3. Psikotropika dan Mengetahui Pelaporan
narkotika penerimaan dan ditujukan ke
pengeluaran Dinkes
narkotik dan kab/kota,
psikotropik Formulir
Lampiran 3
4. Kepatuhan terhadap Untuk evaluasi Pelaporan
formularium kesesuaian ditujukan ke
nasional penggunaan obat Dinkes
dengan Fornas kab/kota
Formulir
Lampiran 4
5. Laporan pelayanan Mengetahui Pelaporan
Kefarmasian (PIO pelayanan farmasi ditujukan ke
dan Konseling) klinik di Dinkes
puskesmas kab/kota,
Provinsi dan
Kemenkes
Formulir
Lampiran 5
6. Penggunaan Obat Untuk Pemantauan
Rasional Penggunaan Obat
Rasional
42
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

7. Laporan Obat Melaporkan


Program penggunaan obat
program di
puskesmas

43
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

8. POKOK BAHASAN 8 : PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan;
b. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai; dan
c. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai,
harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur
Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan
di tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur operasional
sebagaimana terlampir.

44
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI INTI 2 :

PELAYANAN FARMASI KLINIK

45
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

PELAYANAN FARMASI KLINIK

A. Deskripsi

Praktik farmasi klinik adalah praktik kefarmasian dimana apoteker adalah bagian
dari tim multidisiplin tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk mencapai
penggunaan obat yang berkualitas. Apoteker harus menunjukkan fungsinya
dalam tim perawatan pasien, berkontribusi terhadap perawatan pasien melalui
kehaliannya dalam bidang obat. Dengan memastikan bahwa penggunaan obat
aman dan cost effective, apoteker melayani kepentingan pasien dan masyarakat
yang lebih luas. Tujuan praktik farmasi klinik adalah mengoptimalkan outcome
pengobatan pasien melalui pelayanan kefarmasian untuk mencapai penggunaan
obat yang berkualitas.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti materi ini peserta latih:


1. Tujuan Pembelajaran Umum
Peserta latih peserta mampu melakukan Pelayanan Farmasi Klinik di
Puskesmas
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Melakukan Pelayanan Informasi Obat
b. Melakukan Konseling
c. Melakukan Pengkajian dan Pelayanan Resep
d. Melakukan Pemantauan Terapi Obat
e. Melakukan Home Pharmacy Care
f. Menjelaskan Visite/Ronde Bangsal
g. Melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
h. Menjelaskan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) /Farmakovigilans

46
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. Uraian Materi

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang langsung dan


bertanggungjawab yang diberikan kepada pasien dalam rangka meningkatkan
outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat,
untuk tujuan keselamatan dan menjamin kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus puskesmas rawat inap)
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
7. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik, apoteker banyak bekerjasama dengan
profesional bidang kesehatan lain terkait pengobatan pasien. Dalam rangka
tercapainya outcome terapi pasien yang optimal, apoteker dituntut agar memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik. Kemampuan berkomunikasi dimaksud
termasuk dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien.
Untuk memberikan pelayanan farmasi klinik pada pasien dengan efektif dan efisien,
serta tepat sasaran, perlu dilakukan seleksi terhadap pasien. Kriteria pasien yang
perlu diprioritaskan untuk pelayanan farmasi klinik sebagai berikut:
1. Pasien pediatrik
2. Pasien geriatri
3. Pasien polifarmasi
4. Pasien dengan antibiotik
5. Pasien penyakit kronis
6. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit
7. Pasien dengan gagal organ eliminasi

47
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

1. POKOK BAHASAN 1 : PENGKAJIAN DAN PELAYANAN RESEP


Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan
termasuk peracikan obat, dan penyerahan disertai pemberian informasi.
Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk semua resep yang masuk
tanpa kriteria khusus pasien.
a. Tujuan
Kegiatan pengkajian dan pelayanan resep dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisa adanya masalah terkait obat. Selain itu kegiatan ini dilakukan
sebagai upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error).
b. Manfaat
Dengan melakukan pengkajian dan pelayanan resep, risiko klinis, finansial,
dan legal dapat diminimalisir.
c. Pelaksana
Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan oleh apoteker dan dapat
dibantu oleh TTK. TTK dapat membantu pengkajian pelayanan resep
dengan kewenangan terbatas dalam persyaratan administrasi dan
farmasetik.
d. Alat dan bahan
Menyediakan sarana dan fasilitas untuk kegiatan pengkajian dan
pelayanan resep, diantaranya:
1) Resep
2) Nomor resep
3) Formulir untuk pengkajian
4) Komputer
5) Kalkulator
6) Alat tulis
7) Software atau buku referensi
8) SPO pengkajian dan pelayanan
e. Kertas Kerja/Formulir
Kertas kerja/formulir berisi informasi tentang persyaratan administrasi,
farmasetik, dan klinis. (Lihat Lampiran 6)
Contoh Resep lengkap dapat dilihat di Lampiran 7. Persyaratan
administrasi meliputi:
48
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

1) nama, nomor rekam medis, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, berat


badan (harus diketahui untuk pasien pediatri, geriatri, kemoterapi,
gangguan ginjal, epilepsi, gangguan hati, dan pasien bedah) dan tinggi
badan pasien (harus diketahui untuk pasien pediatri, kemoterapi).
2) Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep narkotika), alamat, serta
paraf, kewenangan klinis dokter, serta akses lain.
3) Tanggal resep
4) Ada tidaknya alergi
Persyaratan farmasetik meliputi:
1) nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan jumlah obat
2) stabilitas dan OTT
3) aturan dan cara penggunaan
4) tidak menuliskan singkatan yang tidak baku (daftar singkatan yang
tidak boleh digunakan dalam peresepan dapat dilihat dalam Lampiran
8). Jika ditemukan singkatan yang tidak baku dan tidak dimengerti,
klarifikasikan dengan dokter penulis resep.
Persyaratan klinis meliputi:
1) ketepatan indikasi, obat, dosis dan waktu/jam penggunaan obat;
2) duplikasi pengobatan;
3) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
4) kontraindikasi; dan
5) interaksi obat.
f. Pelaksanaan
1) Persiapan pelaksanaan
a) Bersihkan meja dari barang-barang yang tidak diperlukan
b) persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2) Pelaksanaan Pengkajian
a) Terima resep elektronik atau resep manual yang diserahkan ke
bagian farmasi.
b) Periksa kelengkapan adminisitratif.
c) Lakukan pengkajian resep dengan menceklis form verifikasi resep di
belakang resep manual sesuai dengan kertas kerja.
d) Berikan tanda ceklis pada kolom “Ya” (jika hasil pengkajian sesuai)
atau “Tidak” (jika hasil pengkajian tidak sesuai) pada masing-masing
hal yang perlu dikaji.
e) Jika ada hal yang perlu dikonfirmasi, hubungi dokter penulis resep.

49
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Hasil konfirmasi dengan dokter dicatat pada resep.


f) Setelah melakukan pengkajian, siapkan obat sesuai resep.
3) Pelayanan Resep
a) Menyiapkan obat sesuai dengan far Resep:
- Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep.
- Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan
fisik obat.
- Lakukan double check kebenaran identitas obat yang diracik,
terutama jika termasuk obat high alert/ LASA.
b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan. Memberikan etiket
sesuai dengan penggunaan obat yang berisi informasi tentang
tanggal, nama pasien, dan aturan pakai. Beri etiket warna biru
untuk obat luar dan etiket warna putih untuk obat dalam.
c) Memberikan keterangan “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
d) Memberikan keterangan “habiskan” pada antibiotik.
e) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah.
f) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,
cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan resep).
g) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien dan memeriksa ulang
identitas dan alamat pasien
h) Memastikan 5 (lima) tepat yakni, tepat obat, tepat pasien, tepat
dosis, tepat rute, tepat waktu pemberian.
i) Menyerahkan dan memberikan informasi obat (nama, sediaan, dosis,
cara pakai, indikasi, kontraindikasi, interaksi, efek samping, cara
penyimpanan, stabilitas, dan informasi lain yang dibutuhkan)
kepada pasien. Jika diperlukan pasien dapat diberi konseling obat di
ruang konseling.
j) Menyimpan dan mengarsip resep sesuai dengan ketentuan.
g. Evaluasi
Evaluasi pengkajian dan pelayanan resep dilakukan setiap akhir bulan

50
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

dengan mengevaluasi masalah-masalah yang sering terjadi untuk


dilakukan tindak lanjut dan perbaikan. Contohnya evaluasi waktu
pelayanan dan kelengkapan resep.

51
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : PELAYANAN INFORMASI OBAT


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi dan rekomendasi obat yang dilakukan oleh apoteker
kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain
di luar Puskesmas.
a. Tujuan
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan Puskesmas dan pihak lain di luar Puskesmas.
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
3) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
b. Manfaat
1) Peningkatan kesehatan masyarakat (promotif), contoh GeMa CerMat
(Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat).
2) Pencegahan penyakit (preventif), contoh penyuluhan tentang manfaat
imunisasi.
3) Penyembuhan penyakit (kuratif) contoh keterlibatan dalam program
eliminasi malaria dan TBC.
4) Pemulihan kesehatan (rehabilitatif) contoh kepatuhan pada pasien
pasca stroke.
c. Pelaksana
Pemberian Informasi Obat (PIO) dilakukan oleh apoteker.
d. Persiapan
Sebelum melakukan kegiatan PIO, petugas harus menyiapkan:
1) Buku referensi
2) Form PIO

e. Pelaksanaan
1) Jenis kegiatan :
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif atau pasif.
b) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
c) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan
52
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

lain-lain.
d) Memberikan penyuluhan bagi pasien rawat jalan, rawat inap dan
masyarakat.
2) Tahapan pelaksanaan PIO meliputi:
a) Apoteker menerima dan mencatat pertanyaan lewat telepon, pesan
tertulis atau tatap muka.
b) Mengidentifikasi penanya: nama, status (dokter, perawat, apoteker,
asisten apoteker, pasien/keluarga pasien, masyarakat umum), dan
asal unit kerja penanya.
c) Mengidentifikasi pertanyaan apakah diterima, ditolak atau dirujuk
ke unit kerja terkait.
d) Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan.
e) Menanyakan tujuan permintaan informasi (perawatan pasien,
pendidikan, penelitian, umum).
f) Menetapkan urgensi pertanyaan.
g) Memformulasikan jawaban.
h) Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau tertulis.
f. Evaluasi
Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah
pertanyaan, penanya, jenis pertanyaan, unit pelayanan, dan tujuan
permintaan informasi.

53
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3. POKOK BAHASAN 3 : KONSELING


Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan secara
tatap muka atau wawancara dengan pasien dan/atau keluarganya yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien yang
membuat terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat.
a. Tujuan
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
b. Manfaat
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien;
2) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
3) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
4) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu
pengobatan pasien.
c. Pelaksana
Konseling dilakukan oleh apoteker
d. Persiapan
sarana dan peralatan:
- Ruangan atau tempat konseling.
- Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling/buku referensi).
e. Tahapan Pelaksanaan
1) Persiapan
a) Pelayanan konseling obat dilakukan oleh apoteker.
b) Melakukan seleksi pasien berdasarkan prioritas/kriteria yang sudah
ditetapkan. Adapun kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu
diberi konseling:
- Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
- Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).
- Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
- Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

54
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

(digoksin, fenitoin, teofilin).


- Pasien dengan polifarmasi (pasien menerima beberapa obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu
- obat untuk jenis penyakit yang diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis obat.
- Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
c) Menyiapkan obat yang akan dijelaskan kepada pasien/keluarga
pasien
d) Menyiapkan informasi lengkap dari referensi kefarmasian seperti
handbook, e-book atau internet
2) Pelaksanaan
a) Konseling pasien rawat jalan
- Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
- Menulis identitas pasien (nama, jenis kelamin, tanggal lahir),
nama dokter, nama obat yang diberikan, jumlah obat, aturan
pakai, waktu minum obat (pagi, siang, sore, malam).
- Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada keterangan.
- Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan dengan
pertanyaan terbuka minimal dua identitas: nama lengkap dan
tanggal lahir.
- Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
(1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
(2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
anda?
(3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah anda menerima terapi obat tersebut?
- Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
- Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat.

- Memberikan informasi dan edukasi obat kepada pasien/


keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan secara
mandiri oleh pasien mengenai: indikasi, dosis, waktu dan cara

55
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

minum/ menggunakan obat, hasil terapi yang diharapkan, cara


penyimpanan obat, efek samping obat jika diperlukan, dan hal-
hal lain yang harus diperhatikan selama penggunaan obat.
- Meminta pasien/keluarga pasien untuk mengulangi penjelasan
terkait penggunaan obat yang telah disampaikan.
- Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta
tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami
informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan
formulir Konseling (Lampiran 10).
b) Konseling pasien rawat inap
- Menulis identitas pasien (nomor rekam medik, nama, jenis
kelamin, tanggal lahir), ruang rawat, nama dokter, nama obat
yang diberikan, jumlah obat, aturan pakai, waktu minum obat
(pagi, siang, sore, malam), dan instruksi khusus
- Jika ada informasi tambahan lain dituliskan pada keterangan.
- Menemui pasien/keluarga di ruang rawat atau di ruang
konseling.
- Memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan dengan
pertanyaan terbuka minimal 2 identitas: nama lengkap dan
tanggal lahir atau nomor rekam medik
- Mengidentifikasi dan membantu penyelesaian masalah terkait
terapi obat
- Memberikan informasi dan edukasi obat kepada pasien/
keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan secara
mandiri oleh pasien mengenai: indikasi, dosis, waktu dan cara
minum/ menggunakan obat, hasil terapi yang diharapkan, cara
penyimpanan obat, efek samping obat jika diperlukan, dan hal-
hal lain yang harus diperhatikan selama penggunaan obat.
- Meminta pasien/keluarga pasien untuk mengulangi penjelasan
terkait penggunaan obat yang telah disampaikan.
- Membuat laporan kegiatan konseling obat dan mengirimkannya
bersama laporan bulanan puskesmas.
f. Evaluasi
Dilakukan evaluasi setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah
pasien yang diberikan konseling. Hasil evaluasi dikirimkan dalam bentuk

56
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

laporan pelayanan kefarmasian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan.

57
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

4. POKOK BAHASAN 4: VISITE/RONDE BANGSAL


Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
a. Tujuan
1) Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik dan rencana terapi obat.
2) Memberikan rekomendasi obat kepada dokter atau tenaga kesehatan
yang menangani pasien dalam hal pemilihan terapi obat.
3) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan
obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya
b. Manfaat
1) Meningkatkan komunikasi apoteker, dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain.
2) Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (bentuk sediaan, dosis, rute,
frekuensi) dan indikasi
3) Pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dengan risiko minimal
c. Pelaksana
Visite dilakukan oleh apoteker.
d. Pelaksanaan
Visite dapat dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan tim
kolaboratif dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain. Sebelum
memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali
diri dengan berbagai pengetahuan. Seorang apoteker minimal menguasai
farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, dan
farmakoepidemiologi pengobatan. Selain itu diperlukan kemampuan
interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain.
Saat menentukan rencana visite, perlu dipertimbangkan kelebihan dan
kekurangan visite dengan tim atau visite mandiri.
1) Visite mandiri:
Kelebihan:
- Waktu pelaksanaan visite lebih fleksibel
- Dapat memberikan edukasi, monitoring respons pasien terhadap
pengobatan
58
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

- Dapat dijadikan persiapan untuk pelaksanaan visite bersama tim


Kekurangan:
- Rekomendasi yang dibuat terkait dengan peresepan tidak dapat
segera diimplementasikan sebelum bertemu dengan penulis resep
- Pemahaman tentang patofisiologi penyakit pasien terbatas
2) Visite Tim:
Kelebihan:
- Dapat memperoleh informasi terkini yang komprehensif
- Sebagai fasilitas pembelajaran
- Dapat langsung mengkomunikasikan rekomendasi mengenai
masalah terkait obat
Kekurangan:
Waktu pelaksanaan visite terbatas sehingga diskusi dan penyampaian
informasinya kurang lengkap.
Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan.
Melakukan persiapan:
- Melakukan seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan.
- Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan
penggunaan obat, monitoring pengobatan dan wawancara dengan
pasien/keluarga
- Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan
fisik, laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam
medik atau
- Catatan pengobatan di ruang rawat
- Mengkaji penggunaan obat meliputi ketepatan indikasi, dosis, rute,
interaksi, efek samping obat dan biaya.
Pelaksanaan visite sebagai berikut:
1) Seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Walaupun
idealnya seluruh pasien mendapatkan layanan visite, namun mengingat
keterbatasan jumlah apoteker maka visite diprioritaskan untuk pasien
dengan kriteria:
a) Pasien baru dalam 24 jam pertama
b) Pasien dalam perawatan intensif
c) Pasien yang menerima lebih dari 5 (lima) macam obat
d) Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati dan

59
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

ginjal
e) Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya ketidak seimbangan elektrolit, penurunan
kadar albumin
f) Pasien yang mendapatkan obat yang memiliki indeks terapi sempit,
berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
yang fatal. Contoh: pasien yang menerima terapi obat digoksin,
karbamazepin, teofilin.
2) Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan penggunaan
obat. Informasi tersebut meliputi:
a) Data pasien: nama, no rekam medis, umur, jenis kelamin, berat
badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur dan
sumber pembiayaan.
b) Nama dokter yang menangani.
c) Nama obat, jumlah obat, dosis dan cara pemberian obat.
d) Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan
pasien sebelum dirawat (termasuk obat bebas, obat
tradisional/herbal medicine) dan lama penggunaan obat.
e) Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi
alergi atau ROTD.
3) Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam medik dan
catatan pengobatan di ruang rawat. Selain itu perlu juga dikumpulkan
data riwayat sosial dan keluarga pasien yang terkait dengan
pengobatan.
a) Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah,
nadi, kecepatan pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler,
ginjal dan hati).
b) Pemeriksaan laboratorium : Data hasil pemeriksaan laboratorium
diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat,
(ii) penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai
adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya kesalahan dalam
menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya:
akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel
diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar,
reagensia yang digunakan tidak tepat, kesalahan teknis oleh

60
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

petugas, interaksi dengan makanan/obat. Apoteker harus dapat


menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan
nilai normal.
c) Pemeriksaan diagnostik: foto rontgen, USG, CT Scan. Data hasil
pemeriksaan diagnostik diperlukan dengan tujuan: (i) menunjang
penegakan diagnosis, (ii) menilai hasil terapeutik pengobatan, (iii)
menilai adanya risiko pengobatan.
d) Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang
berhubungan dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok,
minuman keras, perilaku seks bebas, pengguna narkoba, tingkat
pendidikan, penghasilan.
e) Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah
diderita pasien, tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya
yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.
f) Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita
penyakit yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang
sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi, diabetes, jantung,
kelainan darah, kanker.
4) Mengkaji penggunaan obat yang meliputi ketepatan indikasi, dosis,
rute, interaksi, efek samping obat dan biaya. Jika ditemukan adanya
masalah yang terkait penggunaan obat, apoteker harus segera
mendiskusikan masalah tersebut dengan dokter yang merawat pasien
atau tim tenaga kesehatan lainnya.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan merekapitulasi data masalah terkait
penggunaan obat dan memformulasikannya serta mengkomunikasikannya
dengan tim tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi merupakan proses
penjaminan kualitas pelayanan dalam hal ini visite apoteker ruang rawat.
Lingkup evaluasi terhadap kinerja apoteker antara lain dalam hal :
1) Pengkajian rencana pengobatan pasien
2) Pengkajian dokumentasi pemberian obat
3) Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk rencana
apoteker untuk mengatasi masalah tersebut
4) Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat

61
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

5. POKOK BAHASAN 5 : PEMANTAUAN TERAPI OBAT


a. Tujuan
Meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD).
b. Manfaat
Meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dan
efisiensi biaya.
c. Pelaksana
Apoteker yang memiliki SIPA yang masih berlaku
d. Persiapan
1) Seleksi Pasien
Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
a) Kondisi Pasien:
- Pasien dengan multi diagnosa.
- Pasien dengan resep polifarmasi.
- Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit.
- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
- Pasien geriatri dan pediatri.
- Pasien hamil dan menyusui.
b) Obat
Jenis Obat dengan risiko tinggi seperti:
- Obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin, fenitoin)
- Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: antiretroviral) dan
hepatotoksik (contoh: Obat Anti Tuberkolosis/OAT)
- Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid,
AINS)
c) Kompleksitas regimen :
- Polifarmasi
- Variasi rute pemberian
- Variasi aturan pakai
- Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
2). Kertas kerja atau formulir
Formulir PTO (Lihat Lampiran 11)

62
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

e. Pelaksanaan
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Memastikan kebenaran identitas pasien dengan meminta pasien
menyebutkan nama dan identitas lain dan disesuaikan dengan yang
ditetapkan puskesmas.
3) Pengumpulan data pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PTO.
Data tersebut dapat diperoleh dari:
- Profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat
- Wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan
lain.
- Semua data yang sudah diterima, dikumpulkan dan kemudian
dikaji. Data yang berhubungan dengan PTO diringkas dan
diorganisasikan ke dalam suatu format yang sesuai (contoh pada
lampiran 11). Sering kali data yang diperoleh dari profil pengobatan
pasien belum cukup untuk melakukan PTO, oleh karena itu perlu
dilengkapi dengan data yang diperoleh dari wawancara pasien,
anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain
4) Identifikasi masalah terkait Obat
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi
adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a) Ada indikasi tetapi tidak diterapi
b) Pemberian obat tanpa indikasi
c) Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
d) Pemilihan obat yang tidak tepat.
e) Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk
kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak
cost effective dan kontra indikasi).
f) Dosis terlalu tinggi
g) Dosis terlalu rendah
h) Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
i) Interaksi obat
j) Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab (tidak
mampu membeli obat, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien
atau karena kelalaian petugas)

63
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

k) Apoteker perlu membuat prioritas masalah yang perlu


penyelesaian segera sesuai dengan kondisi pasien, dan
menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan
terjadi.
5) Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
Rekomendasi dapat dilakukan dengan:
- Memulai terapi obat
- Obat dihentikan
- Meningkatkan dosis
- Menurunkan dosis
- Konseling pasien secara individu
- Merujuk pasien
6) Pemantauan
Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan
perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam
membuat rencana pemantauan perlu menetapkan langkah-langkah:
a) Menetapkan parameter farmakoterapi
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter
pemantauan, antara lain:
a. Efikasi terapi dan efek merugikan dari regimen
b. Perubahan fisiologik pasien
c. Efisiensi pemeriksaan laboratorium
b) Menetapkan sasaran terapi (end point)
Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai/gambaran normal
atau yang disesuaikan dengan pedoman terapi. Beberapa hal
sebagai pertimbangan antara lain:
- Karakteristik obat sesuai bentuk sediaan, rute pemberian, dan
cara pemberian akan mempengaruhi sasaran terapi yang
diinginkan (contoh: perbedaan penurunan kadar gula darah
pada pemberian insulin dan obat anti diabetes oral).
- Efikasi dan toksisitas obat
7) Tindak lanjut
Sebagai langkah lanjutan adalah dilakukan evaluasi dan pemantauan
secara keseluruhan apakah farmakoterapi sesuai dengan yang

64
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

diharapkan. Frekuensi pemantauan tergantung pada tingkat


keparahan penyakit dan risiko yang berkaitan dengan terapi obat.
Berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi pemantauan antara
lain:
a) Kebutuhan khusus dari pasien
Contoh: penggunaan obat yang bersifat nefrotoksik pada pasien
gangguan fungsi ginjal memerlukan pemantauan lebih sering
dibandingkan dengan penggunaan obat yang tidak mempengaruhi
fungsi ginjal lain.
b) Karakteristik obat pasien
Pasien yang menerima obat yang potensial berinteraksi dengan obat
lain memerlukan pemantauan lebih sering.
c) Biaya dan kepraktisan pemantauan
Proses selanjutnya adalah menilai keberhasilan atau kegagalan
mencapai sasaran terapi. Keberhasilan dicapai ketika hasil
pengukuran parameter klinis sesuai dengan sasaran terapi yang
telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka dapat
dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab
kegagalan tersebut antara lain kegagalan menerima terapi,
perubahan fisiologis/kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan
gagal terapi.
f. Evaluasi
1) Jumah masalah terkait obat yang teridentifikasi
2) Jumlah masalah terkait obat yang diselesaikan

65
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

6. POKOK BAHASAN 6: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO)


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat untuk menjamin
obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
a. Tujuan:
1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
3) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
b. Manfaat :
Perbaikan pola penggunaan obat secara berkelanjutan berdasarkan bukti.
c. Pelaksana :
1) Apoteker
2) Tim terdiri apoteker, dokter, perawat
d. Persiapan :
1) Analisis masalah obat berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebagai
prioritas
- biaya obat tinggi
- obat dengan pemakaian tinggi
- kurang jelas efektifitasnya
- antibiotik
- injeksi
- obat baru
- kurang dalam penggunaan
2) program EPO tahunan
3) pemilihan penelitian/guidelines/standar sebagai standar pembanding
e. Pelaksanaan
1) Mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif
Dapat digunakan berdasarkan langkah sistematis sebagai berikut:
a) Identifikasi target EPO berdasarkan:
Lingkup Potensial masalah :
(1) Biaya obat tinggi
(2) Obat dengan pemakaian tinggi
(3) Frekuensi ADR tinggi
(4) Kurang jelas efektifitasnya
(5) Antibiotik
(6) Injeksi

66
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

(7) Obat baru


(8) Kurang dalam penggunaan
Menentukan dan menetapkan prioritas yang akan dilakukan EPO,
misalnya: evaluasi penggunaan antibiotik
b) Mencari referensi ilmiah
Evaluasi penggunaan obat harus berbasis pada bukti ilmiah terbaru
(1) original research papers,
(2) review articles,
(3) evidence-based guidelines
Kadang memerlukan bantuan PIO untuk mendapatkan artikel yg
memenuhi syarat melalui critical appraisal.
c) Tentukan kriteria EPO
Tentukan kriteria berdasar hasil evaluasi literatur
(1) Indikator proses
- Tentukan dengan seksama indikasi penggunaan, dosis, rute,
durasi, kadar obat
- contoh indikasi ondansetron: mual atau muntah yang tidak
mampu dikendalikan oleh antiemetika konvensional
(2) indikator “outcome”
Contoh target tekanan darah untuk obat antihipertensi
d) Study design
Menetapkan pengambilan data secara:
(1) Retrospective atau concurrent / prospective
(2) Retrospective
(a) Keuntungan
Lebih cepat, lebih sedikit sumber daya, didapat data dl
periode panjang (contoh bulan-tahun)
(b) Kerugian
Kemungkinan kesulitan dalam interpretasi atau mencari data
yang tidak lengkap karena keterbatasan dokumentasi
(3) Concurrent / prospective review
(a) Keuntungan
Kelengkapan data lebih baik karena mudah mencari yang
tidak terdokumentasi
(b) Kerugian

67
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Memerlukan waktu dan sumberdaya, proses audit


memungkinkan dipengaruhi oleh data bias
2) Desain Formulir pengambilan data
a) Pertimbangkan data yang diperlukan untuk evaluasi
(1) Pastikan formulir mengakomodasi semua data yang diperlukan
oleh satu pasien
(2) Hindari pengambilan data yang tidak akan digunakan Analisa
b) Ciptakan formulir sesederhana mungkin
Untuk memastikan pengambilan data cepat dan akurat
c) Lakukan uji coba untuk beberapa pasien sebagai uji formulir dan
melakukan perubahan formulir jika diperlukan
3) Pengumpulan data
Sumber data:
a) Data resep and klinik
- Grafik pengobatan/resep
- Catatan pelayanan farmasi
- Catatan medik, sejarah pasien, catatan kemajuan pasien
- Catatan penyakit pasien
- Grafik pemantauan (TD, suhu, nadi, dll)
- Dokter, apoteker, perawat, pasien (prospektif)
b) Data Administratif
- Pembelian farmasi
- Pengeluaran gudang
4) Evaluasi data
a) Tabulasi data
Gunakan kertas kerja atau database
b) Analisa data
(1) Bandingkan realita dan standar kriteria
(2) Identifikasi variabilitas praktis
(3) Evaluasi alasan timbulanya variasi: Beda populasi pasien,
Lemahnya pengetahuan penulis resep, Pemasaran pabrik
farmasi/salah informasi, Kesulitan akses “guidelines”,
Kekurangan sumberdaya (tes laboratorium), Umpan balik hasil.
5) Umpan Balik Hasil
a) Penulis resep
b) Apoteker

68
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c) Pimpinan
Umpan balik dapat disajikan bervariasi
- Laporan tertulis
- presentasi
6) Tindak Lanjut
Tipe tindakan
a) Umpan balik ke penulis resep
Bandingkan antara realita dan ‘best practice’
b) Kampanye Pendidikan
(1) Presentasi
(2) Poster
(3) Bulletin
c) Mengembangkan pedoman peresepan lokal
(1) evidence and consensus-based
(2) opinion-leaders
d) Pengaturan formularium
Pembatasan ketersediaan obat yang tidak jelas.
f. Evaluasi
Pelaksanaan DUE minimal sekali dalam setahun.

69
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

7. POKOK BAHASAN 7: HOME PHARMACY CARE

Apoteker dapat melakukan kunjungan pasien dan atau pendampingan pasien


untuk pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau
keluarga terutama bagi pasien khusus yang membutuhkan perhatian lebih.
Pelayanan dilakukan oleh apoteker yg kompeten, memberikan pelayanan untuk
meningkatkan kesembuhan dan kesehatan serta pencegahan komplikasi, bersifat
rahasia dan persetujuan pasien, melakukan telaah atas penata laksanaan terapi,
memelihara hubungan dengan tim kesehatan.
a. Tujuan
1) Tercapainya keberhasilan terapi pasien
2) Terlaksananya pendampingan pasien oleh apoteker untuk mendukung
efektivitas, keamanan dan kesinambungan pengobatan
3) Terwujudnya komitmen, keterlibatan dan kemandirian pasien dan
keluarga dalam penggunaan obat atau alat kesehatan yang tepat
4) Terwujudnya kerjasama profesi kesehatan, pasien dan keluarga
b. Manfaat
Bagi Pasien
1) Terjaminnya keamanan, efektifitas dan keterjangkauan biaya
pengobatan
2) Meningkatnya pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat
dan/atau alat kesehatan
3) Terhindarnya reaksi obat yang tidak diinginkan
4) Terselesaikannya masalah penggunaan obat dan/atau alat kesehatan
dalam situasi tertentu
Bagi apoteker
1) Pengembangan kompetensi apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
rumah
2) Pengakuan profesi apoteker oleh masyarakat kesehatan, masyarakat
umum dan pemerintah
3) Terwujudnya kerjasama antar profesi kesehatan.
c. Pelaksanaan
1) Kriteria
Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah tidak dapat diberikan pada
semua pasien mengingat waktu pelayanan yang cukup lama dan
70
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

berkesinambungan. Maka diperlukan prioritas pasien yang dianggap


perlu mendapatkan pelayanan kefarmasian di rumah
Kriteria pasien:
(a) Pasien yang menderita penyakit kronis dan memerlukan perhatian
khusus tentang penggunaan obat, interaksi obat dan efek samping
(b) Pasien dengan terapi jangka panjang misal TB paru, DM, HIV-AIDS
dan lain-lain.
(c) Pasien dengan resiko misal usia >65 th atau lebih dengan salah satu
kriteria atau lebih rejimen obat misal :
- Pasien dengan 6 macam diagnosis atau lebih
- Pasien minum obat 6 macam atau lebih setiap hari
- Pasien minum obat 12 dosis atau lebih setiap hari
- Pasien minum salah satu dari 20 macam obat dalam tabel berikut
yang telah diidentifikasi tidak sesuai dengan pasien geriatrik :
Diazepam Indometasin

Flurazepam Cyclandelate

Pentobarbital Methocarbamol

Amitriptilin Trimethobenzamide

Isoxuprine Phenylbutazon

Cyclobenzaprine Chlorpropamide

Orpenadrine Propoxyphene

Chlordiapoxide Pentazosine

Meprobamate Dipyridamole

Secobarbital Carisoprodol

2) Pelayanan yang dapat diberikan apoteker


(a) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan.
(b) Identifikasi kepatuhan dan kesepahaman terapeutik.
(c) Penyediaan obat dan alat kesehatan.

71
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

(d) Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di


rumah misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
dll.
(e) Evaluasi penggunaan alat bantu pengobatan dan penyelesaian
masalah sehingga obat dapat dimasukkan ke dalam tubuh secara
optimal.
(f) Pendampingan pasien dalam penggunaan obat melalui infus/obat
khusus.
(g) Konsultasi masalah obat.
(h) Konsultasi pengobatan secara umum.
(i) Dispensing khusus (misal unit dosis).
(j) Monitoring pelaksanaan, efektivitas dan keamanan penggunaan
obat termasuk alat kesehatan pendukung pengobatan.
(k) Pelayanan farmasi klinik lain yang diperlukan pasien.
(l) Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah.
3) Tahapan Pelaksanaan
(a) Melakukan penilaian awal terhadap pasien untuk mengidentifikasi
adanya masalah kefarmasian yang perlu ditindak lanjuti dengan
pelayanan kefarmasian di rumah
(b) Menjelaskan permasalahan kefarmasian di rumah bagi pasien
(c) Menawarkan pelayanan kefarmasian di rumah kepada pasien
(d) Menyiapkan lembar persetujuan dan meminta pasien untuk
memberikan tanda tangan, apabila pasien menyetujui pelayanan
tersebut
(e) Mengkomunikasikan layanan tersebut pada tenaga kesehatan lain,
apabila diperlukan. Pelayanan kefarmasian di rumah dapat berasal
dari rujukan dokter kepada apoteker
(f) Membuat rencana pelayanan kefarmasian di rumah dan
menyampaikan kepada pasien dengan mendiskusikan waktu dan
jadwal yang cocok dengan pasien dan keluarga. Apabila rujukan
maka waktu dan jadwal di diskusikan dengan dokter yang
merawat
(g) Melakukan pelayanan yang sesuai dengan jadwal dan rencana
yang telah disepakati dan menginformasikan ke dokter yang
merujuk

72
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

(h) Mendokumentasikan semua tindakan profesi pada catatan


penggunaan obat pasien
d. Dokumentasi
Pendokumentasian harus dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan
kefarmasian yang sangat berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan
Untuk pelayanan kefarmasian di rumah dibutuhkan beberapa dokumentasi
yaitu:
1) Prosedur tetap pelayanan kefarmasian di rumah
2) Catatan penggunaan obat pasien
3) Lembar persetujuan (inform consent) untuk apoteker dari pasien
4) Kartu kunjungan
e. Monitoring dan evaluasi
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di rumah perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi untuk menilai perkembangan pasien,
tercapainya tujuan dan sasaran serta kualitas pelayanan kefarmasian yang
diberikan.
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan:
1) Menilai respon atau akhir pelayanan kefarmasian untuk membuat
keputusan penghentian pelayanan kefarmasian di rumah
2) Mengevaluasi kualitas proses dan hasil pelayanan kefarmasian di rumah;
(a) Menilai keakuratan dan kelengkapan pengkajian awal
(b) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam melakukan
pelayanan kefarmasian
(c) Menilai efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pelayanan kefarmasian
yang dilakukan

73
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

8. POKOK BAHASAN 8 : MONITORING EFEK SAMPING OBAT


(MESO) /FARMAKOVIGILANS

a. Tujuan
1) menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
2) menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan
3) meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan
4) mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki
b. Manfaat
1) Tercipta data based ESO Puskesmas sebagai dasar penatalaksanaan ESO
2) Mendukung pola insidensi ESO nasional
c. Pelaksana
1) Apoteker
2) TTK dan tenaga kesehatan lain di puskesmas
3) Kolaborasi Apoteker, TTK dengan perawat dan dokter
d. Persiapan
1) Data ESO puskesmas
2) Referensi ESO
3) Resep, rekam medis
4) Obat pasien
5) Kertas kerja atau formulir MESO (lampiran 13)
e. Pelaksanaan
1) Menganalisis laporan efek samping obat (ESO)
a) secara pasif dengan menerima keluhan pasien sehubungan dengan
ketidaknyamanan setelah minum obat dan menanyakan berapa lama
setelah minum obat, adakah obat lain yang digunakan, adakah
makanan yang tidak biasa dikonsumsi
b) secara aktif melakukan asesmen setiap resep, hasil laboratorium
pasien rawat jalan maupun rawat inap yang menunjukkan perbedaan
dari seharusnya atau sesuai harapan
c) secara aktif melakukan asesmen pasien terhadap keluhan
sehubungan obat yang digunakan, menanyakan riwayat munculnya
alergi atau keluhan lain sehubungan dengan obat yang digunakan,
74
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

memastikan waktu munculnya keluhan setelah menggunakan obat,


adakah obat lain yang digunakan, adakah makanan yang tidak biasa
dikonsumsi.
2) mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami ESO
a) melakukan identifikasi obat-obat yang paling umum menyebabkan
ESO dihubungkan dengan manifestasi klinis yang muncul, misalnya
NSAID menyebabkan angioederma dan nyeri lambung. Jika kesulitan
menetapkan apakah keluhan berhubungan dengan obat, diperlukan
referensi dari monograph obat sampai penelitian case report dan
dikombinasi dengan informasi dari keluarga, perawat maupun dokter
yang merawat.
b) melakukan identifikasi terhadap kelompok pasien yang berisiko tinggi
munculnya ESO, misalnya kelompok geriatri potensial mengalami
gangguan tidur karena Ciprofloxacin, kelompok perempuan produktif
berisiko extra pyramidal syndrom karena Metoclopramide.
3) melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Setiap kejadian ESO dilaporkan dalam form MESO maupun secara
elektronik ke BPOM.
f. Evaluasi
Konsistensi laporan MESO ke Badan POM

75
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI INTI 3 :
EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

76
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A. DESKRIPSI SINGKAT

Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan pelindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan Program Indonesia Sehat
diperlukan pendekatan
keluarga, yang mengintegrasikan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan
target keluarga, berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan
Keluarga.
Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu proses aktif,
dimana sasaran/klien dan masyarakat yang diberdayakan harus berperan
serta aktif (berpartisipasi) dalam kegiatan dan program kesehatan.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah selesai mengikuti materi ini peserta mampu:


1. Menjelaskan keterlibatan apoteker dalam Program Indonesia Sehat-
Pendekatan Keluarga (PIS-PK)
2. Melakukan Edukasi dan pemberdayaan masyarakat melalui GeMa
CerMat

77
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. URAIAN MATERI

1. POKOK BAHASAN 1 : KETERLIBATAN APOTEKER DALAM PROGRAM


INDONESIA SEHAT-PENDEKATAN KELUARGA (PIS-PK)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 tentang Program


Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, tujuan Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga bertujuan untuk:
a. meningkatkan akses keluarga berserta anggotanya terhadap
pelayanan kesehatan yang komprehensif, meliputi pelayanan
promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar;
b. mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota;
melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan;
c. mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta
Jaminan Kesehatan Nasional; dan
d. mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam
rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
dilaksanakan oleh Puskesmas melalui kegiatan :
a. melakukan pendataan kesehatan seluruh anggota keluarga;
b. membuat dan mengelola pangkalan data Puskesmas;
c. menganalisis, merumuskan intervensi masalah kesehatan, dan
menyusun rencana Puskesmas;
d. melaksanakan kunjungan rumah dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif;
e. melaksanakan pelayanan kesehatan (dalam dan luar gedung) melalui
pendekatan siklus hidup; dan
f. melaksanakan Sistem Informasi dan Pelaporan Puskesmas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat Kesehatan, tenaga kefarmasian
merupakan salah satu tenaga kesehatan yang harus ada di Puskesmas
untuk melakukan pelayanan kefarmasian. Tenaga kefarmasian dapat
berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas dalam

78
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

rangka Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga, diantaranya :
a. melaksanakan kunjungan rumah (Home Pharmacy Care)
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut
usia, lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya
pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan
obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan
penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care) agar terwujud
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
obat.
b. Tenaga kefarmasian sebagai pembina keluarga
Profil Kesehatan Keluarga mengacu kepada indikator keluarga sehat,
yang untuk saat ini ditetapkan sebanyak dua belas indikator sebagai
berikut :
a. keluarga mengikuti program keluarga berencana (KB)
b. ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
c. bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
d. bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
e. balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan
f. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar
g. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
h. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
i. anggota keluarga tidak ada yang merokok
j. keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
k. keluarga mempunyai akses sarana air bersih
l. keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.

79
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Tenaga kefarmasian memiliki peran penting dalam mencapai


indikator keluarga sehat tersebut, diantaranya :
a. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai
standar
b. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
c. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan
Peran tenaga kefarmasian dalam mendukung tercapainya indikator
keluarga sehat tersebut dilakukan dengan penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian yang sesuai standar yaitu Permenkes Nomor
74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian. Pelayanan
Kefarmasian mencakup kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan
BMHP dan pelayanan farmasi klinik.

80
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Salah satu contoh peran farmasi dalam strategi komprehensif untuk


Tuberkulosis sebagai berikut :

81
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : EDUKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


MELALUI GEMA CERMAT

a. Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community
development (pembangunan masyarakat) dan community-based
development (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat). Tahap
selanjutnya muncul istilah community driven development yang
diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat
atau pembangunan yang digerakkan masyarakat. Pembangunan yang
digerakkan masyarakat didefinisikan sebagai kegiatan pembangunan
yang diputuskan sendiri oleh warga komunitas dengan menggunakan
sebanyak mungkin sumber daya setempat.
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang
bersifat non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah
yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat.
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses
pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien)
secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap
atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).
Pemberdayaan Masyarakat bidang kesehatan merupakan suatu
proses aktif, dimana sasaran/klien dan masyarakat yang
diberdayakan harus berperan serta aktif (berpartisipasi) dalam
kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari konteks
pembangunan kesehatan, partisipasi masyarakat adalah
keikutsertaan dan kemitraan masyarakat dan fasilitator (pemerintah,
LSM) dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian kegiatan dan program kesehatan serta

82
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

memperoleh manfaat dari keikutsertaannya dalam rangka


membangun kemandirian masyarakat.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan
bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas,
lintas sektor dan lembaga terkait lainnya
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal
dan eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi secara
sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam proses
pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan oleh fasilitator
pemberdayaan masyarakat. Peran fasilitator pada awal proses sangat
aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan
sampai masyarakat sudah mampu menyelenggarakan UKBM secara
mandiri dan menerapkan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

b. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan


Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip:
1) Kesukarelaan, yaitu keterlibatan seseorang dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat tidak boleh berlangsung karena
adanya pemaksaan, melainkan harus dilandasi oleh kesadaran
sendiri dan motivasinya untuk memperbaiki dan memecahkan
masalah kehidupan yang dirasakan.
2) Otonom, yaitu kemampuannya untuk mandiri atau melepaskan
diri dari ketergantungan yang dimiliki oleh setiap individu,
kelompok, maupun kelembagaan yang lain.
3) Keswadayaan, yaitu kemampuannya untuk merumuskan
melaksanakan kegiatan dengan penuh tanggung jawab, tanpa
menunggu atau mengharapkan dukungan pihak luar.
4) Partisipatif, yaitu keikutsertaan semua pemangku kepentingan
sejak pengambilan keputusan, perencanan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil-hasil kegiatannya.

83
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

5) Egaliter, yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam


kedudukan yang setara, sejajar, tidak ada yang ditinggikan dan
tidak ada yang merasa direndahkan.
6) Demokratis, yang memberikan hak kepada semua pihak untuk
mengemukakan pendapatnya, dan saling menghargai pendapat
maupun perbedaan di antara sesama pemangku kepentingan.
7) Keterbukaan, yang dilandasi kejujuran, saling percaya, dan saling
memperdulikan.
8) Kebersamaan, untuk saling berbagi rasa, saling membantu dan
mengembangkan sinergisme.
9) Akuntabilitas, yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka
untuk diawasi oleh siapapun.
10) Desentralisasi, yang memberi kewenangan kepada setiap daerah
otonom (kabupaten dan kota) untuk mengoptimalkan sumber
daya kesehatan bagi sebesar-besar kemakmuran masyarakat dan
kesinambungan pembangunan kesehatan.
Lebih lanjut, pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan juga
melandaskan pada:
1) Prinsip-prinsip menghargai yang lokal, yang mencakup:
pengetahuan lokal, keterampilan lokal, budaya lokal, proses lokal,
dan sumber daya lokal.
2) Prinsip-prinsip ekologis, yang meliputi: keterkaitan, keberagaman,
keseimbangan, dan keberlanjutan
3) Prinsip-prinsip keadilan sosial dan Hak Asasi Manusia, yang tidak
merugikan dan senantiasa memberikan manfaat kepada semua
pihak

84
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c. Pemberdayaan Masyarakat melalui GeMa CerMat


Penggunaan obat yang rasional (POR) merupakan salah satu langkah
dalam upaya pembangunan kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu, sehingga tercapai keselamatan pasien (patient
safety). Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional apabila
pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya,
dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan, dan dalam periode
waktu yang adekuat. Diperkirakan di seluruh dunia lebih dari 50 %
obat diresepkan dan digunakan secara tidak tepat, termasuk di
Indonesia. Sampai dengan tahun 2013, hasil pemantauan dan
evaluasi peresepan di fasilitas kesehatan dasar (Puskesmas)
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik pada penyakit ISPA Non
Pneumonia dan Diare Non Spesifik masih cukup tinggi, yaitu
mendekati 50 %.
Selain peresepan secara irrasional oleh tenaga kesehatan dan
kurangnya informasi penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, penggunaan obat secara tidak tepat juga dilakukan oleh
masyarakat, baik kurangnya kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat yang diresepkan maupun dalam pengobatan sendiri
(swamedikasi). Swamedikasi adalah upaya pengobatan sendiri yang
dilakukan oleh masyarakat sebelum mendatangi fasilitas pelayanan
kesehatan. Data Susenas menunjukkan lebih dari 60 % penduduk
Indonesia melakukan swamedikasi, dan hasil Riset Kesehatan Dasar
2013 menunjukkan 35,2 % menyimpan obat di rumah tangga,
dimana 86,1 % dari obat yang disimpan tersebut adalah antibiotik
yang diperoleh tanpa resep. Swamedikasi secara tidak tepat dapat
dilakukan karena berbagai hal seperti kurangnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang pengobatan, tingginya promosi obat
oleh produsen melalui berbagai media, dan kurangnya informasi dari
tenaga kesehatan.
Untuk meningkatkan POR oleh masyarakat, pada tahun 2015 telah
dicanangkan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa
CerMat) melalui SK Menkes No. HK.02.02/Menkes/427/2015 tentang
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat. Gerakan ini

85
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan


keterampilan masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menyimpan
dan menggunakan obat dengan benar. Pelaksanaan gerakan ini
melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait.
Keterlibatan lintas sektor ini diharapkan dapat menunjang
keberhasilan dan pencapaian tujuan Gerakan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan Edukasi
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) di
Kab/Kota untuk meningkatkan pemahaman stakeholder tentang
teknis pelaksanaan kegiatan GeMa CerMat.
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)
merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat
melalui rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan kepedulian,
kesadaran, pemahaman, dan keterampilan masyarakat dalam
menggunakan obat secara tepat dan benar. Kegiatan GeMa CerMat
dilaksanakan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan
mengacu pada pedoman pemberdayaan masyarakat dalam
penggunaan obat rasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten/ Kota
berupa pertemuan sosialisasi meliputi kegiatan pembekalan Apoteker
Agent of Change, pemberian materi edukasi masyarakat dan diskusi
kelompok.

Mengapa ada GeMa CerMat?


Kurangnya pemahaman masyarakat dan kurangnya informasi yang
memadai tentang penggunaan obat menyebabkan :
• Kurangnya pemahaman masyarakat dalam memilih,
mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat
dengan benar.
• Penggunaan antibiotik secara tidak tepat, yang dapat memicu
resistensi
• Penggunaan obat bebas dan bebas terbatas tanpa informasi dan
supervisi tenaga kesehatan

86
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Perlu strategi pemberdayaan dan edukasi masyarakat, melalui


Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)
untuk meningkatkan Penggunaan Obat Rasional pada masyarakat.

Apakah ada payung hukumnya?

GeMa CerMat telah ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI


Nomor HK.02.02/MENKES/427/2015 tentang Gerakan Masyarakat
Cerdas Menggunakan Obat.

Apa tujuannya?

• Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang


pentingnya penggunaan obat secara benar.
• Meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat
dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan
membuang obat secara benar.
• Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

Siapa Sasarannya?

MASYARAKAT.
Melibatkan lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi
farmasi dan organisasi profesi kesehatan lainnya, perguruan tinggi,
akademisi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, tokoh adat
serta elemen-elemen lain yang ada di masyarakat.

Siapa saja yang terlibat?

1) Kementerian/Lembaga, antara lain:


a) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
b) Kementerian Komunikasi dan Informatika
c) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
d) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
e) Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia & Kebudayaan
RI,
f) Kementerian Dalam Negeri
g) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi
h) Badan Pengawas Obat dan Makanan

87
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2) Lembaga dan organisasi, antara lain:


a) Organisasi profesi kesehatan,
b) Organisasi kemasyarakatan,
c) Organisasi kepemudaan,
d) Organisasi mahasiswa

3) Mitra lainnya, antara lain:


a) Fasilitas kesehatan,
b) WHO,
c) Sektor swasta/dunia usaha,
d) Media massa

Apa saja kegiatan yang sudah dilakukan oleh Kementerian


Kesehatan?

1) Penyusunan regulasi berupa SK Menkes


HK.02.02/MENKES/427/2015 Tentang Gerakan Masyarakat
Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)
2) Pencanangan oleh Ibu Menteri Kesehatan pada tanggal 13
November 2015
3) Rapat koordinasi lintas sektor
4) Sosialisasi pada masyarakat melalui talkshow di Pameran Hari
Kesehatan Nasional ke – 51
5) Sosialisasi Pencanangan GeMa CerMat pada stake holder bersama
Menteri Kesehatan
6) Fun Walk dalam rangka Perayaan Puncak Hari Kesehatan
Nasional ke – 51
7) Pembuatan merchandise dan materi sosialisasi GeMa CerMat
8) Publikasi melalui media cetak (poster, sticker, majalah dan
tabloid) dan elektronik (talkshow, temu media, website, blog)
9) Publikasi melalui media sosial:
a) Facebook : GeMa CerMat
b) Fanpage : Cerdas Gunakan Obat
c) Twitter : @gemacermat
d) Email : gemacermat@kemkes.go.id
e) Website : www.binfar.depkes.go.id
f) Blog : Bekerjasama dengan komunitas blogger

88
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

g) Hashtag : #cerdasgunakanobat #gemacermat

Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan di daerah?

1) Pencanangan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota


2) Advokasi dan koordinasi lintas sektor di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota
3) Edukasi pada masyarakat dengan menggunakan metode yang
sesuai
4) Publikasi melalui media cetak dan elektronik serta media sosial
5) Pembuatan dan penggandaan merchandise dan materi sosialisasi
6) Pertemuan advokasi dan sosialisasi berupa seminar, workshop,
atau kampanye kepada stake holder
7) Dan lain – lain.

Materi Edukasi Masyarakat

Metode Edukasi & Pemberdayaan Masyarakat

➢ Talk show
▪ Acara lebih santai
➢ Penyuluhan
▪ Satu arah
➢ Pendekatan Interaktif (dua arah)
▪ Diupayakan peserta aktif dan dikemas menarik

89
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

▪ Proses Belajar Mandiri (Self Learning Process)


▪ Tutor/fasilitator hanya sebagai pemicu diskusi
▪ Narasumber berfungsi menjelaskan hal-hal yang tidak
dapat ditemukan jawaban
➢ Pendekatan Interaktif (games, seni)
▪ Metode edukasi dalam bentuk permainan, seni (operet,
komedi situasi/ lawak, drama, dll), atau metode lainnya
yang menarik bagi masyarakat awam untuk belajar tentang
obat

90
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI PENUNJANG I :
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BUILDING
LEARNING COMMITMENT/BLC)

91
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

A. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam suatu pelatihan, bertemu sekelompok orang yang belum saling


mengenal sebelumnya, berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar
belakang soSial budaya, pendidikan/pengetahuan, pengalaman, serta sikap
dan perilaku yang berbeda pula, pada awal memasuki suatu pelatihan,
sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan (freezing).
Agar pelatihan sukses, partisipatif dan berbasis aktifitas peserta, harus
diperkenalkan rasa percaya antar peserta, melalui perkenalan antara
peserta, fasilitator dan panitia. Dalam lingkungan peserta yang saling
percaya, peserta akan lebih disiapkan untuk berani berkontribusi dan lebih
menyenangi proses belajar dan membantu kelancaran peroses
pembelajaran. Untuk menciptakan rasa saling percaya ini, kebekuan harus
dipecahkan dengan proses pencairan (unfreezing) pada awal pelatihan
dengan cara saling mengenal antar peserta dan menciptakan perasaan
positif satu sama lain. Building Learning Commitment (BLC) juga mengajak
peserta mampu mengemukakan harapan-harapan dan kekhawatiran
mereka dalam pelatihan, serta merumuskan nilai-nilai dan norma kelas
serta kontrol kolektifnya yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi
selama proses pembelajaran.

92
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan Building
Learning Commitment (BLC) dalam proses pelatihan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Melakukan perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan
panitia.
b. Merumuskan harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses
pelatihan.
c. Membuat kesepakatan nilai, norma, dan kontrol kolektif.
d. Menetapkan organisasi kelas.

93
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. URAIAN MATERI

Aktivitas pelatihan adalah proses pengembangan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap atau tingkah laku sebagai interaksi individu
dengan lingkungan belajar yaitu orang lain, fasilitas fisik, psikologis,
metode, media dan teknologi pembelajaran. Pelatihan seringkali
dikonstruksikan sebagau sesuatu yang formal, terstruktur dan terkait
sistem-sistem. Peserta latih yang berasal dari lingkungan dan latar belakang
berbeda adakalanya menjadi canggung untuk berperilaku maupun
mengemukakan ide-idenya karena tidak setiap orang dapat dengan mudah
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Oleh karena itu proses pelatihan
harus dimulai dengan membangun kesepakatan belajar (building learning
commitment)
Untuk membangun kesepakatan, perlu dimulai dengan perkenalan antar
peserta, menyepakati aturan dan tindakan sebagai bentuk kebersamaan,
keterbukaan, saling menghormati, saling menghargai dan secara bersama-
sama berusaha mencapai keberhasilan (sukses) dalam pelatihan yang
diikuti.

94
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

1. POKOK BAHASAN 1 : PERKENALAN DAN PENCAIRAN ANTARA PESERTA,


FASILITATOR DAN PANITIA

Perkenalan dan pencairan antara peserta, fasilitator dan panitia dapat


dilakukan dengan metode berikut:
a. Perkenalan dengan menggunakan kertas warna
1) Fasilitator membagi peserta dalam kelompok, tiap kelompok terdiri
minimal 10 orang. Pembagian kelompok berdasarkan kesamaan pilihan
warna.
2) Fasilitator menyediakan potongan kertas berwarna sebanyak jumlah
peserta, dengan warna-warna: biru, hijau, kuning, merah hati, merah
jambu, ungu, coklat, oranye, dan sebagainya yang terbagi secara merata.
3) Peserta diminta mengambil salah satu warna yang paling disukainya,
disesuaikan dengan jumlah potongan kertas yang tersedia.
4) Peserta dengan pilihan warna yang sama diminta berkumpul menjadi
satu kelompok.
b. Mengenal diri sendiri dan orang lain dengan Permainan “Kereta Api”
1) Fasilitator meminta seluruh peserta untuk berdiri dan membentuk
lingkaran dalam kelompok yang telah dibagi.
2) Peserta pertama memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, dan
unit kerja.
3) Peserta berikutnya diminta menyebutkan terlebih dahulu nama-nama
peserta sebelumnya baru kemudian memperkenalkan dirinya sendiri.
4) Demikian seterusnya sehingga merangkai seperti rangkaian Kereta Api
5) Peserta terakhir harus menyebutkan seluruh nama peserta sebelum
meperkenalkan dirinya sendiri
6) Masing-masing kelompok diwakili oleh satu peserta memperkenalkan
semua anggota kelompok, dengan menyebut nama dan asal instansi.
7) Kelompok digabung menjadi kelompok besar, dan untuk mengukur
efektifitas proses perkenalan, fasilitator mengecek kemampuan peserta
dengan minta beberapa diantara peserta menyebutkan seluruh nama
peserta yang hadir.

95
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c. Pilihan permainan lainnya untuk perkenalan, yaitu:


1) Peserta masih dalam posisi duduk melingkar.
2) Fasilitator memberikan kepada setiap peserta kartu yang telah
disediakan.
3) Fasilitator meminta kepada peserta untuk menuliskan nama, dan
unit kerjanya masing-masing pada bagian atas kartu.
4) Fasilitator meminta juga peserta untuk mengidentifikasi sesuatu
tentang: latar belakang kehidupan mereka, pengalaman kerja,
hobby, kota asal dan lain-lain yang dianggap perlu.
5) Kumpulkan semua kartu di tengah forum.
6) Fasilitator meminta seorang peserta untuk menarik salah satu
kartu, dan membacakannya dimuka forum. Peserta yang namanya
dibacakan, diminta berdiri, sementara informasi lainnya terus
dibacakan.
7) Selanjutnya peserta yang namanya baru saja dibacakan, diminta
mengambil secara acak kartu lain dan membacakannya pula,
sementara peserta yang nama dan identitasnya dibacakan agar
berdiri.
8) Teruskan sampai semua kartu (seluruh peserta) terbacakan.
9) Menjelang akhir acara, fasilitator mengajukan pertanyaan: (1)
Bagaimana perasaan hati anda sekarang, dibandingkan sebelum
acara perkenalan? (2) Apa saja yang dapat dijadikan bahan
pembelajaran dari berbagai peristiwa perilaku yang terjadi selama
interaksi?
d. Pencairan dilakukan dengan “Energizing”
Fasilitator meng-energize peserta dengan permainan-permainan yang
menggembirakan untuk mencairkan kebekuan/kekakuan karena
belum saling berkenalan. Fasilitator memandu peserta untuk
melakukan proses pencairan dengan metode berikut:
1) Permainan menyusun barisan
Tujuannya agar seluruh peserta bisa berkenalan lebih jauh, fisik
maupun sifat-sifat mereka, sekaligus memecah kebekuan diantara
peserta dan melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.

96
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Langkah-langkah:

a) Peserta dibagi dalam dua kelompok yang sama banyak.


b) Fasilitator menjelaskan aturan permainan, sebagai berikut:
• Kedua kelompok akan berlomba menyusun barisan. Barisan
disusun berdasarkan aba-aba:
o Berbaris menurut ukuran sepatu (mulai dari ukuran
sepatu paling kecil).
o Berbaris menurut urutan nama secara alpabet (mulai dari
A s/d Z).
o Berbaris menurut urutan usia (mulai dari usia yang
muda).
o Berbaris menurut tempat kelahiran (mulai dari A s/d Z).
o Berbaris menurut tahun kelahiran (mulai dari tahun
kelahiran paling muda).
o Berbaris menurut jumlah saudara kandung (mulai dari
jumlah saudaranya yang paling banyak).
• Fasilitator akan menghitung sampai 10, kemudian kedua
kelompok, selesai atau belum selesai, harus jongkok.
• Setiap kelompok secara bergantian memeriksa apakah
kelompok lawan telah melaksanakan tugasnya dengan benar.
• Kelompok yang menang adalah kelompok yang melaksanakan
tugasnya dengan benar dan cepat (bila kelompok dapat
menyelesaikan tugasnya sebelum hitungan ke sepuluh
mereka boleh langsung jongkok untuk menunjukkan bahwa
mereka telah selesai melakukan tugas).

97
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Pilihan permainan lainnya untuk pencairan, yaitu:

1) Permainan “Angin berhembus"


Fasilitator meminta satu peserta untuk berdiri dan menyingkirkan
kursinya dari dalam lingkaran. Kemudian peserta tersebut
diminta untuk memberi aba-aba, agar peserta yang disebutkan
identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: “Semua
peserta yang berbaju merah pindah”. Pada keadaan tersebut akan
terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut. Hal tersebut
menggambarkan suasana “storming”, atau seperti “badai” yang
merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok.

2) Permainan “Menulis Terbalik”


▪ Peserta diminta menulis di luar kebiasaannya pada sehelai
kertas (yang biasa tangan kanan menggunakan tangan kiri,
bagi yang kidal menggunakan tangan kanan).
▪ Menulis secara serentak dari arah kanan ke kiri (seperti
menulis huruf Arab).
▪ Yang ditulis terbalik adalah urutan huruf besar alphabet A, B,
C dst.
▪ Fasilitator memberi aba-aba serentak untuk memulai menulis
selama 2 (dua) menit.
▪ Kemudian pada akhir dicheck jumlah yang benar.
▪ Permainan diulangi, dan dicheck kembali jumlah yang benar.
Biasanya meningkat.
▪ Kesimpulan: mengerjakan sesuatu yang di luar kebiasaan
biasanya pada awalnya sulit, namun pada dasarnya mudah.
3) Permainan “Kuda dan Joki”
Tugas kelompok menyusun potongan gambar dua ekor kuda
beserta dengan dua orang jokinya. Semua anggota kelompok
harus bersinergi dalam menyusun tugas tersebut. Tidak
diperbolehkan melipat gambar ataupun mengguntingnya.
4) Permainan “Petani Bingung”
Permainan ini adalah menentukan bagaimana cara seorang petani
yang membawa seekor macan, seekor kambing, dan sekeranjang
rumput, bisa menyeberangkan semua bawaannya dengan aman
melewati sebuah jembatan.

98
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Ilustrasinya adalah jembatan hanya dapat dilalui petani dan salah


satu bawaannya dengan aman melewati sebuah jembatan. Tanpa
ada petani yang mengawasi, kambing akan dimangsa macan, dan
rumput akan dimakan kambing. Tugas kelompok adalah
menentukan peran yang menjadi petani, macan, kambing dan
rumput, dan selanjutnya menentukan bagaimana cara
menyelesaikannya.

99
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : PERUMUSAN HARAPAN, KEKHAWATIRAN DAN


KOMITMEN TERHADAP PROSES PELATIHAN

a. Harapan terhadap Pelatihan


Adalah kehendak/keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang
diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menentukan harapan
harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya besar.
Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus
menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan
sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika
pembelajaran akan terus terpelihara sampai akhir proses.

b. Komitmen
Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan
terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasikannya dengan
berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen
belajar/pembelajaran adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas untuk
berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi
tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas, karena dalam diri setiap
orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk
memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara
keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya,
saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga
tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif.

100
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3. POKOK BAHASAN 3 : KESEPAKATAN NILAI, NORMA, DAN KONTROL


KOLEKTIF BELAJAR BERSAMA

a. Kesepakatan Nilai
Kesepakatan (commitment) adalah sebuah kata yang memiliki makna yang
sangat penting dalam sebuah kelompok/komunitas. Kesepatan dibangun
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini secara pribadi. Margaret Thatcher
menyatakan bahwa “…seseorang dapat mengubah taktik, strategi dan
program-programnya sesuai perubahan situasi namun tidak mengubah
prinsip dan nilai (value) yang diyakini pribadinya”.

Nilai-nilai pribadi peserta latih, mungkin berbeda mungkin pula sama.


Melalui proses diskusi dan interaksi dalam kelompok, peserta didorong untuk
memberikan pendapat/argumentasi atas pilihannya dan belajar saling
menghargai serta saling memahami akan nilai-nilai yang diyakini peserta
lainnya. Perbedaan haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap individu
memandang sesuatu. Semakin banyak perbedaan semakin kaya dan luas kita
memandang sesuatu. Meskipun demikian semakin banyak perbedaan
semakin rentan terjadi konflik dan friksi, sehingga peserta latih belajar untuk
tenggang rasa. Melalui proses interaksi dalam diskusi peserta belajar untuk
mencari solusi untuk mensinergikan perbedaan diantara kelompok.

b. Kesepakatan Norma
Agar nilai-nilai yang telah disepakati tetap terjaga, maka diperlukan norma
belajar yang mengatur tata pergaulan selama proses belajar sehingga semua
memperoleh kesempatan untuk sukses. Nilai-nilai yang sudah ditetapkan
bersama dijabarkan dalam norma yang terukur dan jelas operasionalisasinya.
Norma merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku
kehidupan sehari-hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma adalah
gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya
dipatuhi oleh suatu kelompok.

101
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c. Kesepakatan Kontrol Kolektif


Untuk tegaknya norma yang telah disepakati bersama, peserta dapat
menetapkan sanksi yang memberi manfaat kepada seluruh peserta diklat.
Bentuk sanksinya harus bersifat positif dan membangun.

d. Penetapan Organisasi Kelas


Agar kelas berjalan dengan lancer dan mengakomodasi semua kebutuhan
peserta, dibentuk pengurus kelas yang akan mengkoordinasikan kegiatan
dengan panitia dan fasilitator.

102
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI PENUNJANG II :

ANTIKORUPSI

103
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

ANTIKORUPSI

A. Deskripsi

Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum


menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap
saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita
yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap
kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar
biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang
terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–
tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah
saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun


2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun
Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi
di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi
yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan


korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui
pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang
selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan konsep anti
korupsi

104
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. Tujuan Pembelaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan nilai, konsep
anti korupsi, dan upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan
korupsi.

105
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

C. Uraian Materi

1. POKOK BAHASAN 1 : KONSEP KORUPSI

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,


ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk
keperluan pribadi”.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut:
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut
jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan.

106
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK:
2006)

No. Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi

1. Kerugian Keuangan Negara

⚫ Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau


orang lain atau korporasi;
⚫ Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2. Suap Menyuap

⚫ Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau


penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya;
⚫ Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... karena
atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
ja-batannya;
⚫ Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-
dukan tersebut;
3. Penggelapan dalam Jabatan

⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan adminstrasi;
⚫ Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak da-pat
dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk meyakinkan
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena
jaba-tannya;
4. Pemerasan

⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud


menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
⚫ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
5. Perbuatan Curang

⚫ Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau


penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
⚫ Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;

6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

107
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya.

7. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap pemberian


suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban tugasnya.

Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini:

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:


1) Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai
make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti
pemerintahan.
2) Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau
tidak menggunakan kesempatan.

108
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3) Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman


antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4) Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5) Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan
korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang
berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas
dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6) Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi:
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan
atau setidaknya diringankan hukumannya.
8) Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap
biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain,
asal kepentingannya sendiri terlindungi
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah
sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4) UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5) UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;

109
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

2. POKOK BAHASAN 2 : KONSEP ANTI KORUPSI

Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah


bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.

Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan


melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan
perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,


kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan
mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan
baik.
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi yaitu:
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan
main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de
jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada
level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan
dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara
ketiga sektor.
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya,
antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses,
akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum,
dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya,
akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan
yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik
secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah
kegiatan.

110
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

b. Transparansi
Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi.
Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi
dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan
dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi
seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang
paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena
kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal
yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan
tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses
penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan,
4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi)
terhadap kinerja anggaran.
Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan
(anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan)
dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara
teknis.
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih
khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat
sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban
secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out
put kerja-kerja pembangunan.

111
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik
dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat
prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif
dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan
aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan,
pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan
fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai
efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari
defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran
program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar.
Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus
disusun dengan penuh tanggung-jawab.

d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan.
Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat
mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Aspek-
aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan
efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait
dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung
pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh
aktor-aktor penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,

112
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap


hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur
kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.

e. Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol
kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul
efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini,
akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia,
self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia,
problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan
berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa
partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut
serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan
berupa oposisi.

113
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

3. POKOK BAHASAN III :UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


KORUPSI

Berikut adalah upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas


korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global
Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-
Corruption Toolkit (UNODC: 2004)
a. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai
contoh di beberapa negara di-dirikan lembaga yang dinamakan
Ombudsman.
Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian
serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat
perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC:
2004).
Bagaimana dengan Indonesia?
Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk
memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga
Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang
harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus
korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan
yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable),
mungkin masih dapat dimaklumi.
Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus
ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau
(unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will)
untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara
korupsi.
Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat
Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini
sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang
melibatkan pejabat tinggi.

114
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

b. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada
masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to
information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada
masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi
yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat
hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah
untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.
Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi
berbagai kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik
terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah
salah satu bagian.
c. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta
diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi
dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik
cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan


memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan
dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi.

Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum


(pidana) saja dalam memberantas korupsi. Berikut ini strategi
pemberantasan korupsi:
1) Adanyan regulasi
Kepmenkes No: 232 Menkes/Sk/Vi/2013, Tentang Strategi
Komunikasi Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian
Kesehatan Tahun 2013
• Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas
kantor.
• Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi.
• Workshop/pertemuan peningkatan pemahaman tentang

115
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

antikorupsi dengan topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan,


perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus.
• Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung
jawab) berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi
gratifikasi.
• Penyebarluasan informasi tentang peran penting dann manfaat
whistle blower dan justice collaborator.

2) Perbaikan sistem
• Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk
mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum
atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor
melepaskan diri dari jerat hukum.
• Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel
dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi.
Reformasi birokrasi.
• Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan
fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya
untuk kepentingan pribadi.
• Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas.
• Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
• Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.
3) Perbaikan manusianya
• Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman.
Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional
antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas
bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat
untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan
iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan
korupsi.
• Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak

116
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele


herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan kembali
moral bangsa (Frans Seda, 2003).
• Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan
penkerjaan anti korupsi.
• Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
• Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin
yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa
menjadi teladan.
Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat preventif dan represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan
menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai
tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan
dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji),
menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau
atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan
kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi
sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan
dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya
korupsi.
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan
hukuman yang berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan
implementasinya maka aspek individu penegak hukum menjadi
dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting
di dalamnya.

117
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

4. POKOK BAHASAN IV : TATACARA PELAPORAN DUGAAN


PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TPK)

a. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan
evaluasi (monev) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan
Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
(APTLHP). Pelaksanaan monev dan penyusunan laporan hasil monev
dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang
berlaku pada Inspektorat Jenderal. Penyelesaian hasil penanganan
dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, berupa:
1) Tindakan administratif;
2) Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3) Tindakan perbuatan pidana;
4) Tindakan pidana;
5) Perbaikan manajemen.
b. Pengaduan
Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah
terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana
tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana
delik aduan harus segera ditindaklanjuti dengan sebuah tindakan
hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
c. Tatacara Penyampaian Pengaduan
Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi,
beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan
dikelompokkan dalam:
1) Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2) Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung
informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian
Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara.

118
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan


pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa
sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga
bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat.
Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat,
partai politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan
pemerintah daerah.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat
disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara
tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau
pejabat Kerrienterian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama
dilingkungan Kementerian Kesehatan.
Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus
ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima.
d. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/
VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka
melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan
pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan.
Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara
terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012
tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya
para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit
Eselon I di Kementerian Kesehatan.

119
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani


oleh Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kementerian Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan
kewenangan masing-masing.
Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian
Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi
pencatatan, penelaahan, penanganan lebih lanjut, pelaporan, dan
pengarsipan.
Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui
klarifikasi atau memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada
unit terkait yang berwenang menangani.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengaduan masyarakat
tercantum dalam Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat
Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
e. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun
peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan
secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut
atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya
berupa pengaduan tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan
sebagai berikut:
1) Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu
pada Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai
politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/
Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email,
dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau
menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/
tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang disampaikan secara
lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang disediakan.
2) Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi
tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima,
identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan.
3) Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis
dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat

120
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

pengaduan diterima, dengan tembusan disampaikan kepada


Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian
Kesehatan.

121
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

5. POKOK BAHASAN V : GRATIFIKASI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan


pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-
momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: pada hari-
hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari
ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan.

Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun


2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar


negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.

Pengecualian
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1):

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

a. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) obyek hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam
gratifikasi yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2)
Undang2-undang No 20 Tahun 2001. Menurut undang-undang Nomor
30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
pasal 16: “setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima
gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK”.

122
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001


tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak
berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja
terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai
negeri.
Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya
dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum
pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau
daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang
menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas negara atau rakyat.
Obyek hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas.

b. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara negara
atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau
pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi
atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian
tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya.
Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah
diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas.

123
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

c. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara
lain:
• Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena
telah dibantu;
• Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada
saat perkawinan anaknya;
• Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
• Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri
untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
• Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
• Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya
dari rekanan;
• Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat kunjungan kerja;
• Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada
saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri
dengan sipemberi.

d. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang:

1) menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,


bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya;
2) menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan

124
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,


yang bertentangan dengan kewajibannya;
3) menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya;
4) dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri;
5) pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai
utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang;
6) pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan,
atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang;
7) pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara
yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak,
padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perundangundangan; atau
8) baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta
dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya

125
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

MATERI PENUNJANG III :

RENCANA TINDAK LANJUT

126
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

RENCANA TINDAK LANJUT

A. DESKRIPSI SINGKAT
Mata ajar ini membahas tentang konsep dasar RTL, dan mempraktekkan
teknik penyusunan RTL sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan
baik dan benar.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menyusun Rencana
Tindak Lanjut sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan
benar.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai mengikuti proses pembelajaran, peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar Rencana Tindak Lanjut.
b. Mempraktekkan teknik penyusunan Rencana Tindak Lanjut sesuai
dengan kaidah yang telah ditentukan dengan baik dan benar.

C. URAIAN MATERI
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan sebuah rencana kerja yang dibuat
secara individual oleh Peserta diklat setelah peserta diklat mengikuti seluruh
mata diklat yang telah diberikan, merupakan proses sistematis untuk
mempersiapkan kegiatan-kegiatan dalam rangka mengukur evaluasi paska
pelatihan yang idealnya dilakukan pada setiap akhir pelatihan.
Manfaat bagi peserta diklat adalah lebih meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi, menganalisis, serta memecahkan masalah dalam rangka
meningkatkan kinerja unit kerja. Tujuan RTL meliputi :
1. Mengetahui sejauh manakah tingkat penyerapan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perilaku peserta diklat setelah mengikuti diklat.
2. Mengetahui kemampuan peserta diklat dalam menuangkan ide, gagasan
melalui lisan dan tulisan secara sistematis.
3. Salah satu rencana pengembangan unit kerja agar dapat mencapai visi dan
misinya.

127
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

4. Sebagai salah satu masukan bagi pengambil kebijakan dalam rangka


pemberdayaan unit kerjanya.
5. Sebagai salah satu instrument dalam rangka kegiatan evaluasi paska diklat
setelah peserta diklat kembali ke unit kerjanya.
Kriteria RTL yang baik menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan dalam Bukunya:
Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, adalah:
1. Sebuah rencana harus mus memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional
dan cukup menantang untuk diperjuangkan.
2. Rencana harus mudah dipahami dan penafsirannya hanya satu.
3. Rencana harus dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis
rasional.
4. Rencana harus menjadi dasar dan alat untuk pengendalian semua
tindakan.
5. Rencana harus dapat dikerjakan oleh sekelompok orang.
6. Rancana harus dapat menunjukkan urut-urutan dan waktu pekerjaan.
7. Rencana harus fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan.
8. Rencana harus berkesinambungan
9. Rencana harus meliputi semua tindakan yang akan dilakukan.
10. Rencana harus berimbang artinya pemberian tugas harus seimbang dengan
penyediaan fasilitas.
11. Dalam rencana tindakan tidak boleh ada pertentangan, hendaknya saling
mendukung satu sama lain.
12. Rencana harus sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan
untuk mengubah teknik pelaksanaannya tanpa mengalami perubahan pada
tujuannya.
13. Rencana harus ditetapkan dan diimplementasikan atas hasil analisa data,
informasi dan fakta.
14. Rencana tindak lanjut meliputi rencana jangka panjang (long term
planning), rencana jangka menengah (middle term planning), dan rencana
jangka pendek (short term planning).
Agar RTL yang telah disusun sebelum diaplikasikan didiskusikan dengan
seluruh pegawai mulai dari pucuk Pimpinan sampai dengan unsur terbawah
untuk menjaring informasi dari seluruh komponen yang ada dalam unit
kerja sebagai bahan penyempurnaan RTL.

128
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Teknik Penyusunan Rencana Tindak Lanjut :


1. Penulisan Rencana Tindak Lanjut
Tahapan penulisan RTL adalah sebagai berikut:
a. Memilih dan menetapkan program dan kegiatan-kegiatan yang bermasalah
yang perlu ditingkatkan kinerjanya.
b. Mendiskusikan permasalahan tersebut untuk mendapatkan masukan dari
pihak lain/peserta lain/Widyaiswara sehingga dapat menentukan layak
tidaknya topik atau pokok bahasan tersebut.
c. Menuangkan dalam bentuk narasi sesuai dengan sistematika yang telah
disepakati (contoh sistematika dapat dilihat pada lampiran).
d. Melaksanakan editing penulisan.
e. Melaksanakan presentasi dengan menggunakan pendekatan seminar.
f. Menyempurnakan rencana tindak lanjut berdasarkan masukan yang
diperoleh selama seminar.
2. Presentasi dan Balikan
Setelah penulisan RTL selesai, maka dilaksanakan presentasi. Dalam hal ini
dilaksanakan dengan metode seminar, dimana peserta diklat bertindak
sebagai pembawa makalah, moderator dari Widyaiswara, serta seorang nara
sumber yang ahli dalam kediklatan. Dalam seminar inilah RTL akan mendapat
masukan-masukan dari peserta diklat lainnya serta nara sumber. Agar
pelaksanaan presentasi dapat berjalan secara maksimal, maka dalam
pelaksanaannya perlu memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan
Bahan yang disajikan diambil dari materi RTL berupa butir-butir yang
menjadi garis besar RTL yang dituangkan dalam power point cukup diambil
dari materi yang dianggap penting.
b. Strategi penyajian
Agar penyajian hasil yang optimal perlu strategi penyajian:
- Optimalkan penggunaan waktu
- Upayakan agar audience memperhatiakan penyajian
- Utamakan penyajian/penjelasan yang penting
- Kurangi penjelasan yang kurang penting
- Tanggapilah tanggapan dari peserta seminar secara bijaksana
- Jawablah pertanyaan peserta sesegera mungkin
- Jangan memonopoli pembicaraan
c. Penggunaan alat bantu

129
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Alat bantu sangat berperan dalam memperjelas informasi yang akan


disajikan yang akan disampaikan. Oleh karena itu optimalkan penggunaan
alat bantu dengan baik, misalnya: LCD, Laser point, White board, dan
penggunaan huruf serta angka dalam penyajian harus besar, jelas, singkat.

d. Presentasi yang efektif


- Pelajari audience
- Sikap percaya diri
- Tidak membelakangi audience
- Nada intonasi suara yang baik
- Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
- Jawab pertanyaan secara bijak
- Terima masukan peserta diklat sebagai bahan penyempurnaan presentasi
e. Mekanisme Seminar
- Satu Peserta mewakili kelompoknya dari unsur/institusi sejenis
menyajikan RTL
- Setiap penyajian dibahas oleh kelompok lainnya
- Nara sumber memberikan masukan berupa masukan aspek teknik
penulisan maupun substansi materi RTL, sebagai bahan penyempurnaan
RTL.

130
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

DAFTAR PUSTAKA
Adi Soemarmo, Icebreaker, Permainan Atraktif Efektif, Penerbit: Andi, Yogyakarta,
2006.

Kementerian Kesehatan R.I, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dit.


Pelayanan Kefarmasian, Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas, 2019.

Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi
Dunia Pendidikan.

Hatta, ed. 2013. Pedoman manajemen informasi kesehatan di sarana pelayanan


Kesehatan, edisi revisi 2. Universitas indonesia

Ir. Sri Ratna, MM dan Dra Sri Murtini, MPA, Dinamika Kelompok, Bahan Ajar
Diklat Prajabatan Golongan III, Lembaga Administrasi Negara RI, 2006.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang
Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi.

KPK, Buku Saku Gratifikasi.

LAN RI. Rencana Tindak Lanjut (Action Plan). Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat,
2009.

Lynas, Kathie. 2010. A Step Forward for Medication Safety:Stakehol ders Agree to a
Common

Management Sciences for Health Managing Drug Supply, Kumarian Press,


Connectitut, 1991.

Munir Baderel, Drs, Apt, Dinamika Kelompok, Penerapan Dalam Laboratorium


Perilaku, Universitas Sriwijaya, 2001.

NCC MERP Index for Categorizing Medication Errors, http://www/nccmerp.org

Payton,J. Ledder,W., & Hord,E. 2007. Bar Code Medication Administration


Improves Patient Safety. Arkansas Foundation for Medical Care. Journal
(Proquest) Database

Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 T ahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian.

131
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14


Tahun 2008.

Permenkes No 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Puskesmas.

Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan


Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.

Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat.

Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan.

Standard for Barcoding Pharmaceutica ls. CPJ/RPC, March/ April 2010:Vol 143
(2). Proquest Database.

Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

World Health Organization, National Drug Policy and Rational Drug Use : A
Model Curriculum. Report DAP/85.6 Geneva.

132
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

LAMPIRAN

133
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 1
LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT
(LPLPO)
KOTA : .................
PUSKESMAS : .................
BULAN/TAHUN : ........../......

NO NAMA KELAS SATUAN STOK PENE- PERSE- PEMA- EXP SISA PERMINT PEMBERI KET
OBAT TERAPI AWAL RIMAAN DIAAN KAIAN STOK AAN AN

Jumlah
Kunjungan Rawat Rawat
Resep Jalan Inap TOTAL

Mengetahui, Yang Meminta/Melapor,


Kepala Puskesmas Pengelola Obat Puskesmas
(……………..……………….) (.......................................)
NIP. NIP.

134
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 2.

FORMULIR LAPORAN PENGEMBALIAN OBAT RUSAK/KADALUARSA

Nama Puskesmas :
No Nama sediaan Bentuk sediaan Tanggal Jumlah Ket
kadaluarsa

Mengetahui, ………………., bulan/tahun………….


Kepala Puskesmas…….. Penanggungjawab Ruang Farmasi

(…………………………..) (………………………………………….)
NIP : NIP :

135
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 3.

FORMULIR LAPORAN NARKOTIK DAN PSIKOTROPIK

Nama Puskesmas :
Jenis Puskesmas : rawat jalan/rawat inap
Bulan/tahun : …………../………………..
Produk Stok Jumlah Jumlah Pemusnahan Stok
awal pemasukan pengeluaran Akhir

Kode Nama Satuan Dari Dari Untuk Untuk Jumlah NO Tgl


PBF sarana sarana BAP BAP
resep

136
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 4.
FORMULIR LAPORAN EVALUASI PENGGUNAAN FORNAS

Nama Puskesmas :
Kab/kota-Provinsi :
No. Telepon :

Tahun .........
Jumlah item Obat Jumlah item Obat Prosentase Kesesuaian Obat
NO
Yang Sesuai FORNAS Yang Tersedia Fornas (%) % =
di Puskesmas Puskesmas (a/b) x 100%
a b c

137
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 5. LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Lampiran 5.1 LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Nama Puskesmas : …………………………….....


Jenis Puskesmas : Perawatan/Non Perawatan
Kabupaten/Kota : ……………………………..…
Provinsi : ………………………………...
Laporan Bulan : …………………………… /Tahun .............…
Jumlah Apoteker : ASN :.......... Non ASN :.............
Jumlah TTK : ASN :.......... Non ASN : ............

Jumlah Resep Jumlah Jumlah


Rawat Jalan Rawat Inap Konseling Informasi Obat
(1) (2) (3) (4)

Mengetahui
Kepala Puskesmas Penanggung Jawab Farmasi

……………………………………………… ………………………………………….
NIP. ……………………………………. NIP. ……………………………………

138
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Catatan:
- Kolom (1) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dalam satu
bulan.
- Kolom (2) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat inap dalam satu
bulan.
- Kolom (3) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat dalam satu
bulan serta didokumentasikan
- Kolom (4) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang
penggunaan, cara penyimpanan, efek samping dll dalam satu bulan serta
didokumentasikan

Laporan ditujukan kepada (fax/ email):


1. Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
2. Direktorat Pelayanan Kefarmasian–Ditjen Kefarmasian dan Alkes (fax : 021-
5203878 atau email: piokonseling@gmail.com, ditbinayanfar@yahoo.co.id )

139
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 5.2 REKAPITULASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA


Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Laporan Bulan/tahun :
Jumlah Puskesmas perawatan : ............
Jumlah Puskesmas Non perawatan : ............

Jenis Jumlah
Nama Jumlah Jumlah TTK Jumlah Jumlah
No Puskesma Informasi
Puskesmas Apoteker R/ Konseling
s Obat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (5) (6)


ASN Non ASN Non
ASN ASN

Mengetahui
……………,………………….2019
Kepala Dinas Kesehatan Penanggung Jawab Farma

NIP. ……………………………………. NIP. ……………………………………

Laporan ditujukan kepada:


1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Direktorat Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Kefarmasian dan Alkes
fax:021-5203878/email:piokonseling@gmail.com

140
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 5.3 LAPORAN PELAYANAN KEFARMASIAN DINAS


KESEHATAN PROVINSI
Provinsi : …………………………………
Laporan Bulan/tahun : ................…/tahun............

Nama Jumlah Jumlah


jumlah Jumlah Jumlah Jumla
No Kab/K Konselin Informa
Puskesmas Apoteker TTK h R/
ota g si Obat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (5) (6)


Rawat Rawat AS Non ASN Non
Jalan Inap N ASN ASN

Mengetahui,
.......................,................20

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Penanggungjawab Farmasi


(........................................) (.........................................)
NIP : NIP:

Laporan ditujukan kepada:


Direktorat Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Kefarmasian dan Alkes (fax : 021-
5203878 / email: piokonseling@gmail.com, ditbinayanfar@yahoo.co.id )

141
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 6
FORMULIR PENGKAJIAN RESEP

Nama Puskesmas:
Pengkajian Ya Tidak Keterangan/ Tindak
Lanjut

Kelengkapan Penulisan Resep

Kejelasan tulisan resep

BB untuk px. Anak

Farmasetis

Nama, bentuk, kekuatan,


jumlah obat

Signa/ Aturan pakai

Farmasi klinik:

Tepat obat

Tepat dosis

Tepat rute

Tepat waktu

Duplikat

Alergi obat

Interaksi obat

Kontra Indikasi

Nama & Ttd Penelaah

(……………………….)

142
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Pengkajian Obat Sebelum Diberikan

Telaah Obat Ya Tidak Keterangan/ Tindak Lanjut

Nama Obat dengan resep

Jumlah/ Dosis dengan resep

Rute dengan resep

Waktu & frekuensi Pemberian


dengan resep

Nama & Ttd Penelaah

(……………………….)

143
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 7.
FORMULIR LEMBAR RESEP
Contoh Resep Kelengkapan Resep

Puskesmas….... Tanggal Penulisan Resep

Alamat. Jl. Perjuangan No 1, Mengisi Kolom riwayat alergi obat pada


Jakarta bagian kanan atas lembar resep manual
atau secara elektronik dlam sistem informasi
Telp: (021)123456
farmasi untuk memastikan ada tidaknya
Ruangan/Poli:…………………. riwayat alergi obat.

Tanggal : ………….. Tanda R/ pada setiap sediaan

Alergi obat : Untuk nama obat tunggal ditulis dengan


…………………….......................... nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis

℞/ sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi


dengan bentuk sediaan obat (contoh : 500
mg, 1 gram)

Jumlah Sediaan

Bila Obat berupa racikan dituliskan nama


setiap jenis/bahan obat dan jumlah bahan
obat (untuk bahan padat : mikrogram,
miligram, gram dan untuk cairan : tetes,
mililiter, liter)

Percampuran beberapa obat jadi dalam satu


sediaan tidak dianjurkan kecuali sediaan
dalam bentuk campuran tersebut telah
Nama Pasien :… Tgl. Lahir/
terbukti aman dan efektif.
Usia : ……….
No. RM : ………
Aturan pakai (frekuensi, dosis, dan rute
BB/ TB :
pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu
……kg
atau prn atau “pro re nata”, harus dituliskan
/……cm
dosis maksimal dalam sehari.
TTD
Nama lengkap pasien
(nama dokter penulis resep)
Nomor rekam medik/ catatan pengobatan.

144
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak


dapat mengingat tanggal lahir)

Berat badan pasien (untuk pasien anak)

Nama dokter

145
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 8.
PENULISAN SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN

Singkatan Maksud singkatan Misinterpretasi Koreksi


CPZ Compazine Disalahartikan Ditulis dengan
(Proklorperazin) sebagai ‘compazine’ atau
‘klorpromazine’ ‘proklorperazin’
DPT Derneral- Disalahartikan Ditulis dengan
Phenergan- sebagai ’Derneral-
Thorazine ‘Difteri-Pertusis- Phenergan-
Tetanus’ (vaksin) Thorazine’
HCl Asam klorida Disalahartikan Ditulis dengan
sebagai lengkap
kalium klorida
HCT Hidrokortison Disalahartikan Ditulis dengan
sebagai ’hidrokortison’
’hidroklorotiazid’
HCTZ Hidroklorotiazid Disalahartikan Ditulis dengan
sebagai ’hidroklorotiazid’
’hidrokortison’
MgSO4 Magnesium sulfat Disalahartikan Ditulis dengan
sebagai ’magnesium sulfat’
’morfin sulfat’
Cc Centimeter kubik Disalahartikan Tuliskan ‘ml’
sebagai
‘u’ (unit)

146
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 9.
FORM DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. …..... Tanggal : …………………………….. Waktu : …… Metode :


Lisan/Tertulis/Telepon )*
1. Identitas Penanya
Nama ………………………………………………….. No. Telp. …………………………………
Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan
(………………………………………..)*
2. Data Pasien
Umur : …….tahun; Tinggi : ….... cm; Berat : ………kg; Jenis kelamin : Laki-
laki/Perempuan )*
Kehamilan : Ya (……minggu)/Tidak )* Menyusui : Ya/Tidak )*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
Jenis Pertanyaan:
 Identifikasi Obat  Stabilitas  Farmakokinetika
 Interaksi Obat  Dosis  Farmakodinamika
 Harga Obat  Keracunan  Ketersediaan Obat
 Kontra Indikasi  Efek Samping Obat  Lain-lain
 Cara Pemakaian  Penggunaan …………………..
Terapeutik
4. Jawaban
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
5. Referensi
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..

147
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/Lebih dari 24 jam )*


Apoteker yang menjawab : …………………………………………………………………………
Tanggal : ……………………………… Waktu : ………………………………….
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*

148
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 10.
FORM DOKUMENTASI KONSELING

Puskesmas :……………
Jalan :……………

Nama Pasien :
Jenis kelamin :
Tanggal lahir :
Alamat :
Tanggal konseling :
Nama Dokter :
Diagnosa :
Nama obat, dosis dan cara :
pemakaian

Riwayat alergi :

Keluhan :

Pasien pernah datang konseling : Ya/tidak


sebelumnya:
Tindak lanjut

Pasien Apoteker
.................... .................

149
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 11.
FORM PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :
No Tanggal Catatan Nama Obat, Identifikasi Rekomenda
Pengobatan Dosis, Cara Masalah si/Tindak
Pasien Pemberian terkait Obat Lanjut
Riwayat
penyakit

Riwayat
penggunaa
n obat

Riwayat
alergi

........................,20....
Apoteker

150
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 12.

DOKUMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH


(HOME PHARMACY CARE)

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :

No Tanggal Kunjungan Catatan Pelayanan Apoteker

................... 20......
Apoteker

151
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Lampiran 13. Form Laporan MESO

152
Modul Pelatihan Pelayanan Kefarmasian bagi Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

153

Anda mungkin juga menyukai