Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

Pada hari Kamis tepatnya tanggal 6 Desember 2018 di Desa Senaning,


Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Perjalanan dari Universitas Jambi menuju
Desa Senaning membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. Dimana telah
dilakukannya praktikum lapangan mengenai Sosiologi Pedesaan dan Pertanian untuk
kelas C pada program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Di sini kami dari kelompok 1 berkesempatan untuk mewawancarai salah satu petani
yang berada di daerah tersebut yang bernama Ibu Maini. Wawancara ini kami
lakukan di sebuah saung yang ada di sekitar lahan pertanian beliau. Ibu Maini adalah
salah satu petani perempuan yang telah turun temurun melakukan kegiatan pertanian
di Desa Senaning yang saat ini sudah berumur 52 tahun. Ibu Maini orang yang baik,
ia menyambut kami dengan hangat yang membuat wawancara ini pun berjalan
dengan lancar.

Awalnya Ibu Maini melakukan kegiatan pertanian ini bersama suaminya sejak
dahulu, namun semenjak suami beliau sakit-sakitan , maka yang melakukan kegiatan
pertanian tersebut hanya dirinya sendiri. Ibu Maini memiliki 4 orang anak. Dimana
anak pertama dan keduanya sudah berkeluarga sedangkan yang ketiga sedang bekerja
di Kota Jambi dan yang anak keempat masih menempuh pendidikan di Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Syaifudin yang letaknya di Kabupaten Muaro Jambi.
Sehingga tanggungan Ibu Maini saat ini hanya 3 orang, yaitu dirinya sendiri, 1 orang
anaknya yang masih kuliah dan suaminya.

Dengan luas lahan pribadi ½ ha ia mampu menghasilkan 2 ton padi.


Pemanenan dilakukan 2 kali dalam setahun, waktu yang diperlukan dari awal
pembibitan hingga pemanenan adalah 3 bulan. Setelah tahap pemanenan selanjutnya
tahap penjemuran, dan penyortiran padi. Tidak hanya sampai disitu, petani juga harus
menunggu keluarnya label yang memakan waktu cukup lama, kurang lebih selama 1
bulan. Dan ketika Ibu Maini tidak mempunyai kwalitas yang bagus pada kandungan
padinya, maka bisa dibilang pemerintah tidak akan mau menerima yang akhirnya
hasil panen tersebut hanya digunakan untuk makan saja.

Dari hasil panen tersebut ¼ nya di gunakan untuk makan sehari-hari dan
selebihnya ia jual. Ibu Maini tidak hanya mempunyai usaha pertanian pada tanaman
padi saja , beliau juga memiliki pekerjaan sampingan di kebun. Di kebun tersebut Ibu
Maini menanam sawit, karet, cabai, dan sayur-sayuran lainnya yang hasilnya hanya
mampu untuk mencukupi kehidupan pangan keluarganya. Ibu Maini ketika ingin
pergi ke kebun pun harus menyebrangi sungai Batanghari dengan menggunakan alat
transportasi yang bernama “ketek”.

Di Desa Senaning, hasil dari padi yang telah dipanen akan dijual ke dinas
setempat dengan harga Rp.6.500,00,- per kilonya. Hal ini yang akan menguntungkan
petani karena kestabilan harga yang bisa di jamin oleh pemerintah. Mengenai bantuan
pemerintah, bantuan tersebut tidak teratur untuk disalurkan ke Desa Senaning. Hal ini
yang menyebabkan para petani kekurangan pelayanan dan kekurangan pasokan
pupuk dan bantuan lainnya. Terakhir bantuan dari pemerintah pada awal tahun 2017,
bantuannya yakni berupa alsintan, pupuk, pelayanan mengenai simulasi panen dan
lain-lain. Pada dasarnya bantuan pemerintah perlu rutin diberikan agar pasokan dari
Desa Senaning mampu mendongkrak perekonomian masyarakat di desa tersebut.

Sejak adanya kelompok tani Payo Dadap, perkembangan perekonomian


pertanian di desa Senaning mengalami kemajuan. Kelompok usaha tani Payo Dadap
ini di pimpin oleh Bapak Amirullah. Kelompok tani ini semenjak dipimpin oleh
beliau sangat memiliki kemajuan. Karena beliau mampu untuk menjadi narahubung
yang baik antara para petani dan pemerintah. Semenjak beliau memimpin ia telah
mampu mensosialisakan berproses tani dengan efisien dan baik. Alsintan dari
pemerintah yang telah di sumbangkan kepada masyarakat kini mampu membenahi
struktur pertanian di Desa Senaning tersebut. Bahkan sekarang para petani di Desa
Senaning berketergantungan terhadap alsintan yang telah di beri oleh pemerintah. Ini
yang menyebabkan para petani perlu bantuan tambahan tiap tahun dari pemerintah
agar tiap petani mempunyai alsintan itu sendiri dan pemakaiannya lebih maksimal di
lahan pertanian.

Kelompok tani Payo Dadap memiliki suatu tradisi yang dilakukan sebelum
menanam dan sesudah panen. Saat akan melakukan penanaman kelompok tani ini
akan berkumpul untuk terdoa dan makan bersama, dan setelah panen masyarakat
melakukan kegiatan pesta pasca panen seperti mengadakan tahlilan sebagai wujud
rasa syukur kepada Allah SWT. dengan hasil panen yang telah didapatkan.

Untuk meningkatkan kapasitas anggota, kelompok tani Payo Dadap dibantu


dan didukung oleh petugas PPL yang diketuai oleh bapak Supratman. Dengan
memberikan penyuluhan dan pembimbingan kepada para petani lokal di Desa
Senaning, penyuluhan pertanian ini dilakukan secara rutin setiap minggu. Selain itu
kelompok tani ini bekerja sama dengan beberapa lembaga di Kabupaten Batanghari,
salah satunya yaitu lembaga keuangan untuk menunjang modal dan keuangan para
anggota kelompok tani Payo Dadap.

Menurut Ibu Maini, kendala yang dialami kelompok tani ini antara lain yaitu
keadaan alam seperti banjir saat musim hujan, hama tikus, burung, dan siput. Namun
yang sangat merugikan yaitu hama tikus. Dimana tikus merusak tanaman padi dengan
waktu yang sangat singkat, karena tikus memakan padi dan merusak tanaman dengan
berjalan di antara tanaman. Salah satu solusi permasalahan ini antara lain dengan
racun tikus, perburuan, serta penyempitan pematang sawah dimana pematang tersebut
merupakan tempat tikus tinggal. Masalah lain yaitu banjir pada musim hujan yang
sangat merugikan. “Saat banjir tiba maka kami mengalami gagal panen” ujar Ibu
Maini.

Disaat gagal panen yang disebabkan oleh banjir, Ibu Maini akan mengulang
kembali aktivitas penanaman dari awal.Ibu Maini akan meminjam modal kepada
sebuah lembaga seperti bank. Tetapi ketika kemarau tidak akan merugikan. Yang
dikhawatirkan hanya ketika banjir saja karena banyak dampaknya.
Ketika kami pergi kesana, Ibu Maini mempunyai benih padi yang sudah
berumur 15 hari. Padahal waktu optimum untuk penanaman yaitu sekitar 17 hari.
Tapi karena pada saat kami kesana, sedang sering-seringnya hujan turun
menyebabkan lahan sawah lebih banyak digenangi air yang membuat Ibu Maini harus
menunggu waktu beberapa hari lagi untuk melakukan proses penanaman. Sebenarnya
proses penanaman pada saat itu sudah bisa dilakukan, tetapi hanya bisa menggunakan
metode manual yaitu dengan cara menanam menggunakan tangan. Namun karena
adanya alsintan membuat Ibu Maini memilih untuk menunggu beberapa hari dari
pada menggunakan metode manual.

Alsintan yang sekarang ini dipakai oleh para petani di Desa Senaning baru
masuk tahun-tahun ini. Tentunya dengan adanya alsintan membuat para petani sangat
terbantu dalam melakukan proses pertanian. Mesin alsintan pun dipakai dengan cara
bergilir dari petani satu ke petani lainnya, mengingat masih terbatasnya mesin
alsintan yang baru masuk ke Desa Senaning. Diawal-awal tibanya mesin alsintan,
pemerintah melakukan sebuah penyuluhan pertanian di Desa Senaning, dimana yang
nantinya pihak-pihak tersebut akan memberi pelajaran mengenai cara-cara bagaimana
menggunakan mesin alsintan.

Perlu diketahui juga bahwasannya mesin-mesin alsintan tersebut tidak boleh


petani langsung yang menggunakannya karena ada pekerja khusus (operator) yang
dibentuk oleh pemerintah untuk menggunakannya. Gabah atau limbah dari padi pun
terkadang dimanfaatkan oleh Ibu Maini sebagai pupuk. Namun ketika ia tidak
membutuhkannya, maka Ibu Maini pun akan membakar gabah tersebut.

Ibu Maini mengatakan bahwa hasil dari panen padi dengan cara menggunakan
metode manual (langsung dari tangan) sebenarnya lebih berkualitas atau lebih bagus
hasilnya dibandingkan dengan menggunakan mesin. Tetapi sebenarnya menggunakan
mesin memiliki keuntungan juga salah satunya seperti biaya menggunakan mesin
hanya membutuhan biaya Rp. 300.000,00-, untuk ½ hektarnya. Jika menggunakan
tangan membutuhkan biaya sekitar Rp. 1.000.000,00,-. Maka dari itu Ibu Maini lebih
senang menggunakan alsintan dari pada menggunakan metode manual walaupun hasil
yang didapatkan tidak sebagus metode manual, tetapi tidak akan membuat Ibu Maini
merasa rugi.

Setelah kami melakukan wawancara sekaligus obrolan yang hangat dengan


Ibu Maini, kami pun penasaran dengan salah satu alsintan yang bernama traktor yang
sedari tadi terlihat sedang digunakan oleh seorang operator, sehingga membuat kami
sangat ingin untuk mencobanya secara langsung. Ternyata Ibu Maini pun dengan
senang hati mempersilahkan kami untuk mencobanya yang membuat kami
kegirangan karena diizinkan. Ketika kami mencoba traktor tersebut, Ibu Maini hanya
meihat kami dari saung sembari tertawa. Kami memakan mesin traktor cukup lama
yakni sekitar setengah jam. Kemudia setelah kami selesai mencoba mesin traktor,
kami pun bersama-sama menaiki saung kembali untuk makan. Setelah makan, kami
juga mengajak beliau untuk berfoto bersama dan akhirnya kami pun berpamitan
untuk pulang karena hari sudah ingin maghrib.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai